manajemen pariwisata

20
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Pariwisata 1. Pengertian Pariwisata Dalam arti luas, pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Sebagai suatu aktifitas, pariwisata telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar masyarakat maju dan sebagian kecil masyarakat negara berkembang. Definisi pariwisata menurut Damanik dan Weber (2006: 1) sebagai berukut: Pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia, barang, dan jasa, yang sangat kompleks. Ia terkait erat dengan organisasi, hubungan-hubungan kelembagaan dan individu, kebutuhan layanan, penyediaan kebutuhan layanan, dan sebagainya. Sementara Marpaung (2002:13) mendefinisikan pariwisata sebagai: Pariwisata adalah perpindahan sementara yang dilakukan manusia dengan tujuan keluar dari pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya. Aktifitas dilakukan selama mereka tinggal di tempat yang dituju dan fasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Definisi pariwisata menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 “Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan Pemerintah Daerah”. Jadi pariwisata merupakan perjalanan yang dilakukan manusia ke daerah yang bukan merupakan tempat tinggalnya dalam waktu paling tidak satu malam dengan tujuan perjalanannya bukan untuk mencari nafkah, pendapatan atau penghidupan di tempat tujuan.

Transcript of manajemen pariwisata

Page 1: manajemen pariwisata

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Pariwisata

1. Pengertian Pariwisata

Dalam arti luas, pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Sebagai suatu

aktifitas, pariwisata telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar masyarakat

maju dan sebagian kecil masyarakat negara berkembang.

Definisi pariwisata menurut Damanik dan Weber (2006: 1) sebagai berukut:

Pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia, barang, dan jasa, yang sangat kompleks. Ia terkait erat dengan organisasi, hubungan-hubungan kelembagaan dan individu, kebutuhan layanan, penyediaan kebutuhan layanan, dan sebagainya.

Sementara Marpaung (2002:13) mendefinisikan pariwisata sebagai:

Pariwisata adalah perpindahan sementara yang dilakukan manusia dengan tujuan keluar dari pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya. Aktifitas dilakukan selama mereka tinggal di tempat yang dituju dan fasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Definisi pariwisata menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009

“Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai

fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah,

dan Pemerintah Daerah”.

Jadi pariwisata merupakan perjalanan yang dilakukan manusia ke daerah

yang bukan merupakan tempat tinggalnya dalam waktu paling tidak satu malam

dengan tujuan perjalanannya bukan untuk mencari nafkah, pendapatan atau

penghidupan di tempat tujuan.

Page 2: manajemen pariwisata

11

2. Pengertian Wisatawan

Segmentasi permintaan wisata, wisatawan memiliki beragam motif, minat,

ekspektasi, karakteristik, sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya. Orang yang

melakukan perjalanan wisata disebut wisatawan (tourist). Batasan tentang

wisatawan juga sangat bervariasi, mulai dari yang umum sampai dengan yang

sangat teknis spesifik.

Menurut United Nation Conference on Travel and Tourism dalam Pitana

dan Gayatri (2005: 42) yaitu “setiap orang yang mengunjungi negara yang bukan

merupakan tempat tinggalnya untuk berbagai tujuan, tetapi bukan untuk mencari

pekerjaan atau penghidupan dari negara yang dikunjungi”. Batasan ini hanya

berlaku untuk wisatawan domestik dengan membagi negara atas daerah.

WTO (World Tourism Organization) dalam Eridiana (2008: 25)

mendefinisikan wisatawan sebagai berikut:

Seseorang dikatakan sebagai tourist apabila dari visitor yang menghabiskan waktu paling tidak satu malam (24) jam di daerah yang dikunjungi. Sedangkan visitor itu sendiri diartikan orang yang melakukan perjalanan ke daerah yang bukan merupakan tempat tinggalnya kurang dari 12 bulan dan tujuan perjalanan bukanlah untuk terlibat dalam kegiatan untuk mencari nafkah, pendapatan atau penghidupan di tempat tujuan. Jadi wisatawan mempunyai beberapa elemen yang dianut dalam beberapa

batasan, yaitu tujuan perjalanan sebagai pesiar (leasure), jarak/batas, perjalanan

dari tempat asal, durasi atau waktu lamanya perjalanan dan tempat tinggal orang

yang melakukan perjalanan.

Page 3: manajemen pariwisata

12

B. Komponen Pariwisata

1. Atraksi

Atraksi wisata dapat diartikan segala sesuatu yang terdapat di daerah wisata

yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke siatu daerah. Sesuatu yang

dapat menarik wisatawan meliputi benda-benda tersdia di alam, hasil ciptaan

manusia dan tata cara hidup masyarakat. Menurut Trihatmodjo dalam Yoeti

(1996: 5), atraksi dapat dibedakan menjadi:

a. Site attraction (tempat yang menarik, tempat dengan ikim yang nyaman, pemandangan yang indah dan tempat bersejarah)

b. Event attraction (tempat yang berkaitan dengan pariwisata, misalnya konferensi, pameran peristiwa olahraga, festival dan lain-lain)

Menurut Marioti dalam Yoeti (1996: 172) atraksi wisata adalah segala

sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar

orang ingin berkunjung ke suatu tempat daerah tujuan wisata. Adapun jenis-jenis

atraksi wisata diantaranya adalah:

a. Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta, yang dalam istilah pariwisata disebut dengan Natural Amenities. Termasuk ke dalam kelompok ini ialah:

1) Iklim, misalnya cuaca cerah (clean air), banyak cahaya matahari (sunny day), sejuk (mild), kering (dry), panas (hot), hujan (wet), dan sebagainya.

2) Bentuk tanah dan pemandangan (land configurations and landscape). 3) Hutan belukar (the sylvan elemen), misalnya hutan yang luas, banyak pohon-

pohon. 4) Fauna dan flora, seperti tanaman-tanaman yang aneh (uncommon vegetation),

burung-burung (birds), ikan (fish), binatang buas (wild life), cagar alam (national park), daerah perburuan (hunting and photographic) dan sebagainya.

5) Pusat-pusat kesehatan (health center) dan yang termasuk dalam kelompok ini, misalnya sumber air mineral (natural spring of mineral water), mandi lumpur (mud baths), sumber air panas (hot spring), dimana kesemuannya itu diharapkan dapat menyembuhkan macam-macam penyakit.

Page 4: manajemen pariwisata

13

6) Hasil ciptaan manusia (man made suplay). Kelompok ini dapat dibagi ke dalam empat bagian penting yaitu: benda-benda yang bersejarah dan kebudayaan dan keagamaan (historical, cultural, dan religious).

7) Tata cara hidup masyarakat (The way life) tata cara hidup tradisional dari suatu masyarakat merupakan salah satu sumber yang amat penting untuk ditawarkan kepada para wisatawan. Bagaimana kebiasaan hidupnya, adat istiadatnya, semuanya merupakan daya tarik bagi wisatawan daerah ini.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahi bahwa ada tiga jenis atraksi

wisata, yaitu benda yang sudah tersedia di alam, hasil ciptaan manusia

(kebudayaan) dan tata cara hidup dalam masyarakat.

2. Aksesibilitas

Aksesibilitas dalam pariwisata berkenaan dengan tingkat kemudahan

seorang wisatawan mencapai suatu objek wisata. Asksesibilitas penting

diperhatikan, mengingat aspek tersebut bisa memberikan pengaruh yang besar

bagi para wisatawan.

Fasilitas transportasi dalam bidang kepariwisataan sangat erat hubungannya

dengan aksesibilitas. Maksudnya frekwensi penggunaan kendaraan yang dimiliki

dapat mengakibatkan jarak yang jauh seolah-olah menjadi lebih dekat. Hal ini

dapat mempersingkat waktu dan tenaga serta lebih meringankan biaya perjalanan.

Menurut Trihatmodjo dalam Yoeti (1997: 5) bahwa aksesibilitas adalah

kemudahan dalam mencapai daerah tujuan wisata baik secara jarak geografis atau

kecepatan teknis, serta tersedianya saran transportasi ke tempat tujuan tersebut.

Beberapa hal yang mempengaruhi aksesibilitas suatu tempat adalah kondisi

jalan, tarif angkutan jenis kendaraan, jaringan transportasi, jarak tempuh dan

waktu tempuh. Semakin baik aksesibilitas suatu objek wisata, wisatawan yang

berkunjung dapat semakin banyak jumlahnya. Sebaliknya, jika aksesibilitasnya

Page 5: manajemen pariwisata

14

kurang baik, wisatawan akan merasakan hambatan dalam kunjungan yang

dilakukannya dalam berwisata.

3. Fasilitas

Fasilitas wisata dapat diartikan suatu sarana dan prasarana yang harus

disediakan oleh pengelola untuk kebutuhan wisatawan. Kebutuhan wisatawan

tidak hanya menikmati keindahan alam atau keunika objek wisata melainkan

memerlukan sarana dan prasarana wisata seperti akomodasi (sarana kebersihan,

kesahatan, kemanan, komunikasi, tempat hiburan, hotel/penginapan, restoran, dan

toko cindera mata), transportasi (jalan alternatif, aspal, hotmik dan jalan setapak),

kendaraan (angkutan umum, becak, ojeg dan sepeda) dan lain-lain (mushola,

tempat parkir, MCK dan shetler).

Soekadijo (2000: 196), mendefinisikan sarana prasarana pariwisata sebagai

berikut:

Prasarana (infratructure) adalah semua hasil kontruksi fisik, baik yang ada di atas maupun di bawah tanah, diperlukan sebagai prasyarat untuk pembangunan, diantaranya dapat berupa pembangkit tenaga listrik, fasilitas kesehatan, dan pelabuhan. Sarana (suprastucture) adalah segala sesuatu yang dibangun dengan memanfaatkan prasarana.

Sarana tersebut merupakan kebutuhan penting bagi para wisatawan.

Apabila tersedia dengan baik, para wisatawan akan merasa nyaman dalam

melakukan berbagai aktifitas lainnya.

Sementara Yoeti (1990: 81), mengemukakan definisi sarana prasarana

sebagai berikut:

a. Prasarana kepariwisataan (tourism infrastructures) adalah semua fasilitas yang memungkinkan agar sarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembang

Page 6: manajemen pariwisata

15

serta dapat memberikan pelayanan pada wisatawan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang beranekaragam. Prasarana wisata dapat berupa:

1) Prasarana umum: jalan, air bersih, terminal, lapangan udara, komunikasi dan listrik.

2) Prasarana yang menyangkut ketertiban dan keamanan agar kebutuhan terpenuhi dengan baik seperti apotik, kantor pos, bank, rumah sakit, polisi, dan lain-lain.

b. Sarana kepariwisataan (tourism superstructure) adalah perusahaan-perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan, baik secara langsung atau tidak langsung dan hidup serta kehidupannya banyak tergantung pada kedatangan wisatawan, baik secara langsung atau tidak langsung dan hidup serta kehidupannya banyak tergantung pada kedatangannya wisatawan. Sarana kepariwisataan dapat berupa :

1) Sarana pokok Sarana pokok kepariwisataan adalah perusahaan yang hidup dan

kehidupannya sangat tergantung kepada arus kedatangan wisatawan. Termasuk didalamnya travel agen, transportasi, akomodasi, dan restoran. 2) Sarana pelangkap

Sarana pelengkap kepariwisataan adalah perusahaan-perusahaan atau tempat-tempat yang menyedihkan fasilitas untuk rekreasi yang fungsinya tidak hanya melengkapi sarana pokok kepariwisataan, tetapi yang terpenting adalah untuk membuat agar wisatawan dapat lebih lama tinggal pada suatu daerah tujuan wisata. 3) Sarana penunjang

Sarana penunjang kepariwisataan adalah perusahaan adalah perusahaan yang menunjang sarana pelengkap dan sarana pokok serta berfungsi tidak hanya membuat wisatawan lebih lama tinggal pada suatu daerah tujuan wisata, tetapi fungsi lebih penting adalah agar wisatawan lebih banyak mengeluarkan atau membelanjakan uangnya di tempat yang dikunjunginya.

Sementara itu menurut Lothar dalam Yoeti (1996: 186), membagi prasarana

atas dua bagian yang penting, yaitu:

1) Prasarana Perekonomian (Economic Infrastrusture), yang dapat dibagi atas: a) Pengangkutan (transparation) b) Prasarana komunikasi c) Kelompok yang termasuk dalam “UTILITIES” d) Sistem perbankan

2) Prasarana Sosial a) Sistem pendidikan b) Pelayanan kesehatan c) Faktor keamanan d) Petugas yang langsung melayani wisatawan (government apparatur).

Page 7: manajemen pariwisata

16

Berdasarkan pembagian sarana dan prasarana tersebut dapat disimpulkan

bahwa prasarana dibagi atas dua yaitu prasarana perekonomian dan prasarana

sosial. Prasarana sosial menyangkit didalamnya alat transportasi yang digunakan

untuk mencapai kawasan objek wisata, prasarana komunikasi untuk mengetahui

keberadaan kawasan objek wisata. Sedangkan prasarana sosial diantaranya

mencakup sistem pendidikan yang dapat menentukan kualitas sumber daya

manusia, pelayanan kesehatan yang diberikan kepada wisatawan, faktor keamanan

yang dapat membuat wisatawan merasa aman berada di objek wisata dan

pelayanan yang diberikan oleh petugas secara langsung.

Ditambahkan pula oleh Wahab dalam Yoeti (1996: 192) membagi prasarana

atas tiga bagian yang penting dan satu diantaranya disebut sebagai prasarana

pariwisata, yaitu:

1) Prasarana Umum (General Infrastruktur) yaitu prasarana yang menyangkut kebutuhan orang banyak yang pegadaiannya bertujuan untuk membantu kelancaran roda perekonomian.

a) Pembangkit tenaga listrik dan sumber energi lainnya b) Sistem penyediaan air bersih c) Sistem jaringan jalan raya dan kereta api d) Sistem irigasi e) Perhubungan dan telekomunikasi 2) Kebutuhan masyarakat (Basic needs of Civilized Live) yaitu prasarana

yang menyangkut kebutuhan orang banyak, diantaranya adalah rumah sakit, apotek, bank, kantor pos, pompa bensin, administrasi pemerintah.

3) Prasarana kepariwisataan (Tourist Infrastructures). a) Receptive Tourist Plant yaitu segala bentuk badan usahan atau organisasi

yang kegiatannya khusus untuk mempersiapkan kedatangan wisatawan pada suatu daerah tujuan wisata.

b) Recidental Tourist Plant yaitu semua fasilitas yang dapat digunakan untuk tujuan rekreasi dan olahraga.

Jadi prasarana dibagi atas tiga bagian yaitu prasarana umum, prasarana

kebutuhan masyarakat, dan prasarana keperiwisataan. Prasarana umum

Page 8: manajemen pariwisata

17

menyangkut sumber energi listrik yang digunakan di kawasan objek wisata,

sumber penyediaan air bersih untuk kebutuhan wisatawan, sistem jaringan jalan

yang berhubungan dengan aksesibilitas. Prasarana kebutuhan masyarakat

mencakup kebutuhan orang banyak (sarana sosial). Sedangkan prasarana

keperiwisataan mencakup organisasi yang mengantarkan wisatawan dari suatu

tempat ke daerah tujuan wisata seperti jasa travel, dan semua fasilitas untuk

rekreasi olahraga.

Dalam melakukan aktifiras kepariwisataan, sarana dan prasarana seyogianya

tersedia di suatu objek wisata yang merupakan kebutuhan penting bagi wisatawan.

Apabila tersedia dengan baik, maka wisatawan akan merasa nyaman dalam

melakukan berbagai aktivitas wisata.

C. Pariwisata Berkelanjutan

Pembangunan pariwisata berkelanjutan (Sustainable Tourism Development)

berlandaskan pada upaya pemberdayaan (Empowerment), baik dalam arti

ekonomi, sosial, maupun kultural merupakan suatu model pariwisata yang mampu

merangsang tumbuhnya kualitas sosio-kultural dan ekonomi masyarakat serta

manjamin kelestaian lingkungan.

Menurut Yoeti (2008: 242), pariwisata berkelanjutan merupakan

“mempertemukan kebutuhan wisatawan dan daerah tujuan wisata dalam usaha

menyelamatkan dan memberi peluang untuk menjadi lebih menarik lagi di waktu

yang akan datang”.

Page 9: manajemen pariwisata

18

Hal ini merupakan suatu pertimbangan sebagai ajakan pemerintah agar

semua sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan di waktu yang akan datang

untuk tujuan ekonomi, sosial, keindahan yang dapat dijadikan daya tarik dengan

memelihara integritas keanekaragaman budaya yang ditunjang sistem kehidupan.

Ide dasar pembangunan berkelanjutan adalah kelestarian sumberdaya alam

dan budaya. Sumberdaya tersebut merupakan kebutuhan setiap orang saat

sekarang supaya dapat hidup dengan sejahtera, tetapi harus dipelihara dan

dilestarikan agar dapat juga digunakan di masa yang akan datang. Pemanfaatan

sumberdaya tersebut harus melibatkan masyarakat lokal dan memberikan manfaat

optimal bagi mereka.

Menurut Damanik dan Weber (2006: 26), mengertikan pembangunan

berkelanjutan sebagai berikut:

Pembangunan sumber daya (atraksi, aksesibilitas, amenitas) pariwisata yang bertujuan untuk memberikan keuntungan optimal bagi pemangku kepentingan (stakeholders) dan nilai kepuasan optimal bagi wisatawan dalam jangka panjang. Bentuk pembangunan pariwisata seperti ini didasarkan pada keberhasilan

mengembangkan aspek ekonomi dengan wawasan pemeliharaan lingkungan.

Berdasarkan definisi yang diberikan oleh World Tourism Organization (WTO)

mengenai pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan menunjukan adanya

keserasian antara kebutuhan ekonomi, sosial, dan estetika di satu pihak dan

mempertahankan integritas budaya, proses ekologi essensial, keanekaragaman

hayati, dan sistem penunjang kehidupan pada lain pihak. Prinsip kepariwisataan

Page 10: manajemen pariwisata

19

berkelanjutan menurut WTO dalam Koesnadi (2002: 82) dapat dijabarkan sebagai

berikut:

a. Sumber daya alam, historis, budaya, dan lain-lain untuk kepariwisataan dikonversasi untuk pemanfaatan berkesinambungan di masa depan, dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekarang.

b. Pengembangan kepariwisataan direncanakan dan dikelola sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan masalah lingkungan dan sosio kultural yang serius di wilayah wisata.

c. Kulitas lingkungan yang menyeluruh di wilayah wisata dipelihara dan ditingkatkan dimana diperlukan.

d. Kepuasan wisatawan yang tinggi dipertahankan sehingga daerah tujuan wisata akan tetap memiliki daya jual dan popularitasnya.

e. Manfaat dari kepariwisataan tersebar luas di seluruh masyarakat.

Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjamin keberlanjutan

pariwisata menurut Damanik dan Weber (2006: 29), yaitu:

a. Wisatawan mempunyai kemauan untuk mengonsumsi produk jasa dan jasa wisata secara selektif, dalam arti bahwa produk tersebut tidak diperoleh dengan mengeksploitasi secara eksesif sumberdaya pariwisata setempat.

b. Produk wisata didorong ke produk berbasis lingkungan (green product). c. Kegiatan wisata diarahkan untuk melestarikan lingkungan dan peka

terhadap budaya lokal. d. Masyarakat harus dilibatkan dalam perencanaan, implementasi dan

monitoring pengembangan pariwisata. e. Masyarakat juga harus memperoleh keuntungan secara adil dari kegiatan

pariwisata. f. Posisi tawar masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya pariwisata

semakin meningkat.

Untuk mencapai tujuan pariwisata yang berkelanjutan, baik secara

ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan, pengelola wajib melakukan manajemen

sumber daya yang efektif. Selai itu kita semua hendaknya dapat mengubah sikap

dan berkemauan keras, agar apa yang kita miliki sekarang ini tidak menghabiskan

semua sumber daya pariwisata yang ada tanpa mempertimbangkan kehidupan

pariwisata di waktu yang akan datang.

Page 11: manajemen pariwisata

20

1. Prinsip Dasar Pengelolaan Pariwisata Berkelanjutan

Pengelolaan pariwisata haruslah mengacu pada prinsip-prinsip pengelolaan

yang menekankan nilai-nilai kelestarian lingkungan alam.

Menurut Ricardon dan Fluker (2004: 178), yang harus dicakup dalam

manajemen pariwisata paling tidak terfokus dalam manajemen pariwisata yang

paling tidak terfokus pada konsep values tourism yang diluncurkan pada tahun

1995 oleh The Pasific Asia Travel Asosiation (PATA), yaitu:

a. Memenuhi kebutuhan konsumen (wisatawan), b. Meningkatkan kontribusi ekonomi bagi ekonimi nasional Negara

bersangkutan, c. Meminimalisi dampak pariwisata terhadap lingkungan, d. Mengakomodasi kebituhan dan keinginan negara tuan rumamh yang menjadi

tujuan wisata, e. Menyediakan pengembalian finansial yang cukup bagi orang-orang yang

berusaha di pariwisata.

Values atau nilai-nilai yang harus dipertimbangkan menyangkut konsumen,

budaya, dan warisan budaya, ekonomi, ekologi, finansial, sumberdaya manusia,

peluang masa depan, dan sosial.

Menurut Pitan dan Diarta (2009: 86), tujuan dari pengelolaan atau

manajemen pariwisata adalah untuk menyeimbangkan pertumbuhan dan

pendapatan ekonomi dengan pelayanan kepada wisatawan serta perlindungan

terhadap lingkungan dan pelestarian keberagaman budaya. Indikator untuk

monitoring dan evaluasi pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat dilihat pada

Tabel 2. 1.

Page 12: manajemen pariwisata

21

Tabel 2.1 Indikator untuk Monitoring dan Evaluasi Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan

No Indikator Ukuran Spesifik 1 Perlindungan lokasi Daya dukung, tekanan terhadap area dan

kemenarikan 2 Tekanan Jumlah wisatawan yang berkunjung

pertahun/bulan/masa puncak 3 Intensitas pemanfaatan Intensitas pemanfaatan pada waktu puncak

(wisatawan/ha) 4 Dampak sosial Rasio antara wisatawan dan penduduk lokal

(pada waktu puncak/rata-rata) 5 Pengawasan

pembangunan Adanya prosedur secara formal terhadap pembangunan di lokasi dan kepadatan pemanfaatan

6 Pengelolaan limbah Persentase limbah terhadap kemampuan pengelolaan. Demikian pula terhadap rasio kebutuhan dan suplai air bersih

7 Proses perencanaan Mempertimbangkan perencanaan regional termasuk perencanaan wisata (regional)

8 Ekosistem kritis Jumlah spesies yang masih jarang dan dilindungi

9 Kepuasan pengunjung Tingkat kepuasan pengunjung berdasarkan pada kuisioner

10 Kepuasan penduduk lokal

Tingkat kepuasan penduduk lokal berdasarkan kuisioner

11 Kontribusi pariwisata terhadap ekonomi lokal

Proporsi antara pendapatan total dengan pariwisata

Sumber: WTO (1996) dalam Fandeli (2005)

Dari uraian diatas, maka dalam pengelolaan pariwisata diperlukan

keterlibatan semua pemangku kepentingan di bidang pariwisata untuk

mengintegrasikan kerangka pengelolaan pariwisata. Pemangku kepentingan yang

dimaksud adalah staf dari industri pariwisata, Konsumen, Investor dan developer,

pemerhati dan penggiat warisan dan pelestari budaya, pemerintah, dan pelaku

ekonomi lokal dan nasional.

Page 13: manajemen pariwisata

22

Pemangku kepentingan diatas memiliki harapan dan nilai yang berbeda

yang perlu dikelola sedemikian rupa agar diadopsi dan terwakili dalam

perencanaan, pengembangan, dan operasionalisasinya.

Menurut Cox dalam Dowling dan Fannel (2003: 2), pengelolaan pariwisata

harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut:

a. Pembangunan dan pengembangan pariwisata haruslah didasarkan pada kearifan lokal dan special local sense yang merefleksikan keunikan peninggalan budaya dan keunikan lingkungan.

b. Preservasi, proteksi dan peningkatan kualitas sumber daya yang menjadi basis pengembangan kawasan pariwisata.

c. Pengembangan atraksi wisata tambahan yang mengakar pada khasanah budaya lokal.

d. Pelayanan kepada wisatawan yang berbasis keunikan budaya dan lingkungan lokal.

e. Memberikan dukungan dan legitimasi pada pembangunan dan pengembangan pariwisata jika terbukti memberikan manfaat positif, tetapi sebaliknya mengendalikan dan/atau menghentikan aktivitas menghentikan pariwisata tersebut jika melampaui ambang batas (carrying capacity) lingkungan alam atau akseptabilitas sosial walaupun di sisi lain mampu meningkatkan kepadatan masyarakat.

Untuk mencapai tujuan pariwisata yang berkelanjutan baik secara ekonomi,

sosial-budaya maupun lingkungan yang efektif, pengelola wajib melakukan

manajemen sumber daya yang efektif. Manajemen sumber daya ditujukan untuk

menjamin perlindungan terhadap ekosistem dan mencegah degradasi kualitas

lingkungan.

2. Model Pengelolaan Pariwisata Berkelanjutan

Untuk mencapai tujuan pariwisata yang berkelanjutan baik secara ekonomi,

sosial-budaya dan lingkungan, maka pengelola wajib melakukan manajemen

sumber daya yang efektif. Menjadikan lingkungan sedemikian rupa sehingga tidak

teganggu keseimbangannya.

Page 14: manajemen pariwisata

23

Menurut Pitana dan Diarta (2009: 90), pengelolaan pariwisata yang

berkelanjutan harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut:

a. Menggunakan sumber daya yang terbarukan (renewable resources). b. Pemanfaatan untuk berbagai kepentingan (multiple uses). c. Daerah zona (designated/zonasi). d. Konservasi dan preservasi sumber daya (conservation and preservation of

resources).

Dengan mengacu prinsip-prinsip di atas maka manajemen sumber daya

pariwisata harus memperlihatkan flora dan fauna, sumber daya air, sanitasi,

limbah, kualitas udara, kawasan pesisir, pantai, zoning dan kepedulian

lingkungan.

Untuk mensinergikan pengelolaan pariwisata yang memenuhi prinsip-

prinsip pengelolaan, diperlukan suatu metode pengelolaan yang menjamin

keterlibatan semua aspek dan komponen pariwisata.

Menurut WTO dalam Richardson dan Fluker (2004: 183), ada beberapa

metode dalam pengelolaan pariwisata, yaitu:

a. Pengonsultasian dengan semua pemangku kepentingan, b. Pengidentifikasi isu, c. Penyusunan kebijakan, d. Pembentukan dan pendanaan agen dengan tugas khusus, e. Penyediaan fasilitas dan operasi, f. Penyediaan kebijakan fiskal, regulasi, dan lingkungan sosial yang

kondusif, g. Penyelesaian konflik kepentingan dalam masyarakat.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melelui pertemuan formal dengan

dewan pariwisata. Dalam hal penyusunan kebijakan akan menjadi tuntutan bagi

pelaku pariwisata dalam mewujudkan visi dan misi pembangunan pariwisata.

Dalam pembentukan agen, bertujuan menghasilkan rencana strategi sebagai

Page 15: manajemen pariwisata

24

panduan dalam pemasaran dan pengembangan fisik di daerah tujuan wisata.

Dalam hal penyediaan fasilitas dan operasi, pemerintah berperan dalam memberi

modal usaha, pemberian subsidi kepada fasilitas, dan pelayanan yang vital.

Penyelesaian konflik merupakan peran yang sulit tetapi akan menjadi salah satu

peran yang sangat penting dalam era dimana isu lingkungan dan konservasi

sumber daya menjadi isu penting.

D. Partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata

Masyarakat lokal, terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan

wisata, menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata, karena sesungguhnya

merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan

kulitas produk wisata.

Tidak jarang masyarakat lokal ini sudah lebih dulu terlibat dalam

pengelolaan aktivitas pariwisata sebelum ada kegiatan pengembangan dan

perencanaan. Oleh sebab itu peran mereka terutama tampak dalam bentuk

penyediaan akomodasi dan jasa guiding dan penyediaan tenaga kerja, selain itu

masyarakat lokal biasanya juga mempunyai tradisi dan kearifan lokal dalam

pemeliharaan sumberdaya pariwisata yang tidak dimiliki oleh pelaku pariwisata

lain.

a. Pengertian partisipasi

Ditinjau dari segi etimologis kata partisipasi merupakan pinjaman dari

bahasa bahasa Belanda “participate” dari bahasa Inggris “participation”.

Page 16: manajemen pariwisata

25

Menurut Alport dan Davis dalam Sastroperto (1998: 120), menyebutkan:

Partisipasi adalah keterlibatan mental/pikiran, emosi/perasaan seseorang di dalam suatu kelompok yang mendorong untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan.

Partisipasi masyarakat dalam penelitian ini adalah keikutsertaan warga

masyarakat dalam kegiatan-kegiatan pengembangan kemenarikan objek wisata

yang indikatornya diukur dari partisipasi dalam perencanaan, partisipasi dalam

pelaksanaan dan partisipasi dalam pengelolaan.

b. Sifat partisipasi

Menurut sifatnya partisipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu partisipasi

aktif dan partisipasi pasif. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pariwisata

dapat secara aktif dan pasif.

Sebagaimana yang dikemukakan Suwantoro (2004: 85), yaitu sebagai berikut:

Partisipasi aktif dapat dilaksanakan secara langsung, baik secara perorangan maupun secara bersama-sama yang secara sadar ikut membantu program pemerintah dengan inisiatif dan reaksi mau melibatkan diri dalam kegiatan pengusahaan atau malalui pembinaan rasa memiliki dari kalangan masyarakat.

Partisipasi pasif adalah timbulnya kesadaran untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengganggu atau merusak lingkungan alam.

Dalam peran serta pasif itu masyatrakat cenderung hanya sekedar mendukung

terpeliharanya konservasi sunber daya alam. Upaya peningkatan peran serta pasif

dapat dilakukan melalui penyuluhan maupun dialog dengan aparat pemerintah,

penyebaran informasi mengenai pentingnya upaya pelestarian sumber daya alam

disekitar kawasan objek wisata, seperti: jasa penginapan atau home stay,

Page 17: manajemen pariwisata

26

penyediaan warung makanan, penyediaan toko souvenir/cinderamata, jasa

pemandu atau penunjuk arah, photografi, dan menjadi pegawai

perusahaan/pengusahaan pariwisata.

E. Peran pemerintah dalam pengembangan pariwisata

Pemerintah mempunyai otoritas dalam pengaturan, penyediaan, dan

peruntukan berbagai infrastruktur yang terkait dengan kebutuhan pariwisata.

Tidak hanya itu pemerintah bertanggungjawab dalam menentukan arah yang

dituju perjalanan pariwisata. Kebijakan makro yang ditempuh pemerintah

merupakan panduan bagi stakeholder yang lain di dalam memainkan peran

masing-masing.

Beberapa peran yang mutlak menjadi tanggungjawab pemerintah menurut

Damanik dan Weber (2006: 21) adalah sebagai berikut:

a. Penegasan dan konsistensi tentang tata guna lahan untuk pengembangan kawasan wisata, termasuk kepastian hak kepemilikan, sistem persewaan dan sebagainya.

b. Perlindungan lingkungan alam dan cagar budaya untuk mempertanyakan daya tarik objek wisata, termasuk aturan pemanfaatan sumberdaya lingkungan tersebut.

c. Penyediaan infrastruktur (jalan, pelabuhan, bandara dan angkatan pariwisata). d. Fasilitas fiskal, pajak, kredit, dan ijin usaha yang tidak rumit agar masyarakat

lebih terdorong untuk melakukan wisata dan usaha-usaha kepariwisataan semakin cepat berkembang.

e. Keamanan dan kenyamanan berwisata melalui penugasan polisi khusus pariwisata dikawasan-kawasan wisata dan uji kelayakan fasilitas wisata (kendaraan, jalan dan lain-lain).

f. Jaminan kesehatan di daerah tujuan wisata melalui sertifikasi kualitas lingkungan dan mutu barang yang digunakan wisatawan.

g. Penguatan kelembagaan pariwisata dengan cara memfasilitasi perluasan jaringan kelompok dan organisasi kepariwisataan.

h. Pendampingan dalam promosi wisata, yakni perluasan dan intensifikasi jejaring kegiatan promosi di dalam dan luar negeri.

Page 18: manajemen pariwisata

27

i. Regulasi persaingan usaha yang memungkinkan kesempatan yang sama bagi semua orang untuk berusaha di sektor pariwisata, melindungi UKM wisata, mencegah perang tarif, dan sebagainya.

j. Pengembangan sumberdaya manusia dengan menerapkan sistem sertifikasi kompetensi tenaga kerja pariwisata dan akreditasi lembaga pendidikan pariwisata.

Jadi tanggung jawab pemerintah dalam pengembangan pariwisata adalah

penegasan tentang sistem persewaan, perlindungan lingkungan, penyediaan

infrastruktur, fasilitas fiskal, penugasan keamanan di objek wisata, sertifikasi

kualitas lingkungan, perluasan promosi, pencegahan perang tariff, dan

pengembangan sumberdaya manusia.

F. Upaya Pelestarian Lingkungan Objek Wisata

Dalam upaya melestarikan tempat wisata agar tetap terjaga maka perlu

dilakukan usaha-usaha yang berkaitan dengan terciptanya daya dukung

lingkungan objek wisata, yang akan selalu memberikan kenyamanan kepada

wisatawan. Dalam hal ini, sebisa mungkin pengelola harus senantiasa bekerjasama

dengan para pengunjung dan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi

terhadap keberlangsungan objek wisata.

Seowarno (2002: 378) mengemukakan arti pengelolaan adalah

mengendalikan diri/menyelenggarakan berbagai sumber daya secara berhasil guna

untuk mencapai sasaran.

Objek dan daya tarik wisata umumnya terdiri atas hayati dan non hayati,

dimana masing-masing memerlukan pengelolaan sesuai dengan kualitas dan

Page 19: manajemen pariwisata

28

kuanitasnya. Pengelolaan objek wisata secara berdayaguna agar tercapainya

sasaran yang diinginkan.

Menurut Soewarno (2004: 52) pengelolaan kawasan wisata harus mengacu

pada 5 prinsip utama pembangunan berkelanjutan, yaitu:

a. Prinsip keadilan antar generasi, element kunci dari prinsip ini adalah masyarakat satu generasi dan generasi berikutnya adalah mitra.

b. Prinsip keadilan dalam satu generasi. Prinsip ini sangat erat kaitannya dengan fenomena seperti: beban dari permasalahan lingkungan yang dipikul oleh masyarakat, kemiskinan yang dapat menimbulkan degradasi lingkungan.

c. Prinsip pencegahan dini. Dalam penerapan prinsip ini pengambilan keputusan harus dilandasi oleh: evaluasi yang sungguh-sungguh untuk mencegah seoptimal mungkin kerusakan yang tidak dapat dipulihkan.

d. Prinsip perlindungan keanekaragaman hayati. e. Prinsip internalitas biaya lingkungan dan mekanisme ensentif. Gagasan dari

prinsip ini adalah biaya lingkungan dan sosial harus diintegrasikan kedalam proses pengambilan keutusan yang berkaitan dengan penggunaan sumberdaya alam, sedangkan mekanisme intensif berupa program peringkat kinerja yang ditunjukan untuk mengubah perilaku dan nilai-nilai yan ada dalam masyarakat melalui sublikasi kinerja secara periodik.

Dimanapun kawasan wisata dibina, tata lingkungan alam di sekitarnya

selalu menjadi tumpuannya, tetapi sangat jarang menjadi perhatian yang memadai

untuk pengelolaannya, padahal tata alam yang ada disekitar kawasan wisata baik

yang masih murni alami maupun yang sudah dibudidayakan oleh manusia

keadaannya masih tetap dinamik. Kedinamikan ini masih tetap rentan pada

perilaku budaya manusia, dan oleh karenanya memerlukan tata alam sesuai

dengan fisiografi kawasan wisata. Dengan adanya tata laksana lingkungan, akan

diperoleh kinerja yang memberikan gambaran perihal kebijakan kerja, apakah

sudah tepat guna atau belum.

Adapun tata laksana pengelolaan menurut Prajitno (2002: 323) meliputi

runtutan kegiatan kerja sebagai berikut:

Page 20: manajemen pariwisata

29

a. Inventarisasi tata alam dan binaan, sekaligus mempelajari dampaknya. b. Pengembangan kebijakan yang berkaitan dengan masalah pengelolaan

lingkungan. c. Mengidentifikasi tanggung jawab masing-masing kelompok kerja pengelola. d. Pemaduan tata laksana pengelolaan lingkungan dengan tata laksana

pengelolaan organisasi perusahaan. e. Tata laksana pengendalian, informasi, pelaporan, dan pelatihan pengelolaan

lingkungan.

Perenanaan dan pengelolaan objek dan daya tarik wisata alam maupun sosial

budaya harus berdasarkan pada kebijakan rencana pembangunan nasional maupun

regional. Jika kedua kebijakan rencana tersebut belum tersusun, tim perencana

pengembangan objek dan daya tarik wisata harus mampu mengansumsikan

rencana kebijakan yang sesuai dengan area yang bersangkutan.