Manajemen Kedaruratan Neurologi

47
KEDARURATAN NEUROLOGI (NEUROLOGIC EMERGENCIES) oleh : dr. Budi Wahjono, Sp.S SMF Ilmu Penyakit Saraf RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta I. Pendahuluan. Pada Ilmu Penyakit Saraf cabang ilmu ini dianggap ilmu yang paling tenang, adem dan ayem. Anggapan saat itu adalah keadaan kelumpuhan yang telah terjadi tidak akan cepat berobah. Jadi tidak perlu tergesa-gesa menyusun diagnosa dan terapi. Kebanggaan para neurolog ialah bisa menyusun diagnosa berdasar gejala yang ada, suatu diagnosa topikal yang logis, sesuai dengan fungsi anatomis susunan saraf. Kemajuan tentang sifat sel saraf yang bersumber pada pengetahuan yang mendasar dari neuron, neurotransmitter, suplai darah ke otak, peran elektrolit seperti natrium, kalium dan kalsium, peran glukosa dan lain sebagainya mengobah secara radikal anggapan alon asal kelakon diatas. Kita sekarang tahu, misalnya bahwa pada stroke enam jam pertama adalah maha penting. Bila pasien datang dalam kurun waktu yang dikenal sebagai "therapeutic window" itu dan pengobatan yang sesuai segera dimulai, maka hasil terapi akan jauh lebih baik daripada bila sesudah lewat waktu ini. Bilamana waktu yang lewat dapat lebih dipersingkat lagi,

description

dini np

Transcript of Manajemen Kedaruratan Neurologi

Page 1: Manajemen Kedaruratan Neurologi

KEDARURATAN NEUROLOGI (NEUROLOGIC EMERGENCIES)

oleh : dr. Budi Wahjono, Sp.SSMF Ilmu Penyakit Saraf RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta

I. Pendahuluan.

Pada Ilmu Penyakit Saraf cabang ilmu ini dianggap ilmu yang paling

tenang, adem dan ayem. Anggapan saat itu adalah keadaan kelumpuhan yang

telah terjadi tidak akan cepat berobah. Jadi tidak perlu tergesa-gesa menyusun

diagnosa dan terapi. Kebanggaan para neurolog ialah bisa menyusun diagnosa

berdasar gejala yang ada, suatu diagnosa topikal yang logis, sesuai dengan

fungsi anatomis susunan saraf. Kemajuan tentang sifat sel saraf yang bersumber

pada pengetahuan yang mendasar dari neuron, neurotransmitter, suplai darah

ke otak, peran elektrolit seperti natrium, kalium dan kalsium, peran glukosa dan

lain sebagainya mengobah secara radikal anggapan alon asal kelakon diatas.

Kita sekarang tahu, misalnya bahwa pada stroke enam jam pertama

adalah maha penting. Bila pasien datang dalam kurun waktu yang dikenal

sebagai "therapeutic window" itu dan pengobatan yang sesuai segera dimulai,

maka hasil terapi akan jauh lebih baik daripada bila sesudah lewat waktu ini.

Bilamana waktu yang lewat dapat lebih dipersingkat lagi, misalnya kurang dari 2

jam maka bisa dipertimbangkan terapi yang lebih radikal dengan r-tPA yang

akan memberi hasil yang lebih baik lagi! Keharusan untuk bertindak cepat

dibidang neurologi bukan hanya monopoli pada pengobatan stroke akut.

Beberapa penyakit lain seperti trauma kepala, trauma pada myelum,

kelumpuhan pada sindroma Guillain-Barré, meningitis akut, tumor otak yang

akan menimbulkan herniasi, kejang status pada pasien epilepsi dan sebagainya

juga merupakan kedaruratan di bidang neurologi yang memerlukan pemantauan

dan tindakan segera. Pada dasarnya patofisiologi kerusakan sel neuron seperti

Page 2: Manajemen Kedaruratan Neurologi

yang secara mendalam diketahui pada kasus stroke tidak jauh berbeda dengan

patofisiologi kerusakan sel neuron yang terjadi pada penyakit otak akut yang lain.

Yang akan dibicarakan secara lebih rinci adalah dasar patofisiologi

daripada kedaruratan tersebut : apa sebenarnya yang terjadi sehingga

perobahan bisa sedemikian dramatisnya. Semoga pemahaman dasar

patofisiologi ini akan membantu anda sekalian untuk mengerti apa yang terjadi

pada kedaruratan neurologik pada umumnya.

Apa saja yang digolongkan Kedaruratan Neurologi ?

Menurut Critchley termasuk bidang ini adalah segala penyakit yang

memerlukan putusan dan tindakan segera. Menurut dia stroke, koma, kenaikan

tekanan intrakranial, kejang status, trauma kepala, gangguan pernafasan pada

penyakit otot, meningitis akut serta intoksikasi merupakan kedaruratan dibidang

neurologi.

II. Patofisiologi dasar pada kedaruratan neurologi.

A. Metabolisme otak dalam keadaan normal dan sakit:

Uraian dibawah ini umumnya memang diambil dari patofisiologi stroke

akut. Akan tetapi perobahan dasar yang terjadi pada kerusakan jaringan saraf

tidak akan berbeda jauh apapun latar belakang penyebabnya.

1. Otak harus menerima suplai darah yang beroksigen serta mengandung

cukup glukosa secara kontinu dan dalam jumlah yang cukup.Organ yang sangat

aktif ini tidak mempunyai cukup persediaan enersi. Otak memerlukan 60

ml/100g/menit oksigen untuk daerah kelabu dan 20 ml/100g/menit untuk daerah

substansia alba. Kebutuhan untuk glukosa bervariasi antara 4.5 sampai 7

mg/100 g/menit. Dari metabolisme ini dalam keadaan normal akan terbentuk

fosfat berenersi tinggi (ATP dan ADP) lewat "citric acid cycle" dan rantai

transport elektron mitokhondria. Dalam keadaan normal hampir tidak terjadi

penguraian glukosa secara anaerobik untuk menyuplai kebutuhan enersi otak.

Page 3: Manajemen Kedaruratan Neurologi

Otak menuntut sekitar 20 % dari seluruh output jantung : sekitar 800

ml/menit atau min 50 ml/100gr/mnt. Dalam keadaan sehat otak mampu untuk

menyesuaikan suplai dengan kebutuhan: otoregulasià suplai disesuaikan dengan

kebutuhan.

2. Susunan saraf dengan "unit kerja" utama neuron yang ditunjang oleh

jaringan glia merupakan organ yang relatif rapuh karena :

susunan saraf sepenuhnya tergantung pada suplai nutrisi dari luar.

susunan saraf tidak mempunyai kemampuan untuk regenerasi yang

berarti.

dalam beberapa menit sesudah terjadi sesuatu gangguan kerusakan jaringan

sudah dimulai. umumnya dianggap bahwa batas waktu dimana intervensi

terhadap proses kerusakan jaringan masih bermanfaat berkisar antara 4 jam (de

Graba) hingga 6 jam (terbanyak). Baron bahkan mengatakan proses bisa

berlangsung lebih lama dari 6-12 jam.

Dalam keadaan normal homeostasis-ionik dipertahankan dengan ketat:

intrasel kadar ion K relatif tinggi sedangkan kadar ion Na dan Ca ekstrasel yang

tinggi. Untuk mempertahankan gradien yang konstan diperlukan berbagai sistim

pompa ion yang semuanya memerlukan sumber enersi cukup banyak dari ATP.

Pada saat terjadi iskemi/hambatan pada sistem suplai enersi, mekanisme

pompa ini hampir seketika mengalami kegagalan hingga dengan cepat terjadi

akumulasi ion Na dan Cl intrasel disertai dengan ikut masuknya air. Ini terjadi

sejak awal sekali < 1 jam. Masuknya air menyebabkan edema sel yang

dinamakan edema sitotoksik. Ion Calcium juga ikut masuk lewat saluran ion

Calcium:"voltage-mediated" + "receptor mediated"channels. Ion Ca yang

dilepaskan dari mitokhondria dan retikulum endoplasmik pada iskemia ini

menyebabkan kenaikan jumlah ion calcium bebas. Keadaan ini mendorong

terjadinya kerusakan sel yang ireversibel.

Pada iskemia peristiwa penting yang lain adalah terbentuknya banyak

asam laktat lewat metabolisme glukosa secara anaerobik. Asam laktat ini bersifat

merusak. Karena itu makin tinggi kadar glukosa pada tempat gangguan makin

Page 4: Manajemen Kedaruratan Neurologi

banyak pula pembentukan asam laktat dengan akibat makin besar juga

kerusakan yang terjadi ditempat itu. Akibat iskemi yang lain adalah pelepasan

"neurotransmitter" seperti glutamat dan aspartat ke ruang ekstrasel. Karena

kemampuan tempat itu untuk membersihkan "excitatory neurotransmitters" ini

juga rusak maka zat-zat ini bebas untuk mengikat diri dengan reseptor yang ada,

terutama dengan reseptor NMDA. Aktivasi daripada reseptor NMDA

mengakibatkan terjadinya akumulasi lebih banyak lagi dari ion Na, Ca dan air ke

intrasel, jauh melampaui dari keadaan semula yang sudah terjadi pada awal

kerusakan (akibat kegagalan pompa ion). Kejadian yang dicetuskan oleh aktivasi

NMDA oleh glutamat dan aspartat ini yang pada akhirnya akan menyebabkan

kematian sel.

Kematian sel mungkin juga terjadi karena aktivasi ensim perusak didalam

sel oleh ion Ca. Yang dirusak pada proses ini adalah nucleic acid, protein serta

lipid. Fosfolipid pada membran sel amat peka terhadap proses pengrusakan.

Pengrusakan fosfolipid pada membran sel akan membebaskan asam

arakhidonat. Asam ini akan mengakibatkan pembentukan radikal bebas yang

toksik dan eicosanoids serta leukotrien yang memelopori agregasi platelet,

mendatangkan lekosit serta mengakibatkan vasokonstriksi.

Dengan demikian pelepasan glutamat dan aspartat ditempat asal dimana

kerusakan otak dimulai bisa mengakibatkan terjadinya suatu rangkaian proses

biokimiawi yang memperluas kerusakan neuron dibanding yang disebabkan

karena iskemi asalnya. Rangkaian proses demikian ini yang disebut "glutamic

cascade"

B. Pengertian Penumbra :

Istilah ini khusus dipakai pada stroke akut.

Dari berbagai eksperimen diketahui bahwa pada awalnya terjadi

kerusakan otak dengan berbagai gradasi. Pada inti lokasi dimana segala suplai

yang diperlukan untuk kelangsungan hidup neuron terputus terjadi kerusakan

yang ireversibel dalam kurun waktu sangat singkat : beberapa menit saja.

Jaringan disekelilingnya mempunyai tingkat kerusakan yang berbeda, sebagian

Page 5: Manajemen Kedaruratan Neurologi

diantaranya masih memungkinkan terjadinya perbaikan bila cepat dimulai

tindakan pertolongan yang tepat. Tindakan pertolongan ini misalnya bisa berupa

dipulihkannya aliran darah ketempat itu sebelum terjadi kerusakan sel,

dipakainya zat/obat untuk memberi proteksi kepada jaringan otak

(neuroprotective agents). Area peri-infark ini yang disebut penumbra. Daerah ini

aliran darah belum sama sekali terhenti. Dengan demikian pompa ion yang

penting itu belum sama sekali rusak hingga masih memungkinkan tertolong.

Biasanya dianggap aliran bertahan sekitar 10-20 ml/100 g/menit. Data terakhir,

antaranya dari Baron et al menganggap walaupun daerah ini sudah mulai

tergenang air intrasel dan gangguan ion sudah mulai timbul namun selama

beberapa jam masih mungkin tertolong.

C. Edema Otak.

Dengan istilah edema otak ini diartikan bahwa telah terjadi akumulasi

cairan didalam parenkim otak hingga volumenya bertambah. Edema yang

berkaitan dengan peristiwa iskemia bisa dibedakan menjadi dua jenis : sitotoksik

dan vasogenik.

1. Edema sitotoksik.

Diatas telah disinggung bahwa edema sitotoksik terjadi secara cepat

setelah iskemia dan disebabkan karena gagalnya metabolisme yang

memerlukan enersi. Edema jenis ini telah bisa terdeteksi 5 menit setelah iskemi

mulai dan didahului oleh peralihan air dari ruang ekstrasel ke ruang intrasel

bersama dengan perpindahan ion Na dan Ca. Edema ini tidak terjadi pada

jaringan otak yang telah mengalami iskemi total dan biasanya lebih menonjol

pada substansia kelabu dibanding pada substansia putih. Dengan terapi yang

cepat dan tepat, misalnya dengan memulihkan perfusi secara dini dan dengan

pemberian obat sitoprotektif jaringan ini masih dapat diselamatkan.

Page 6: Manajemen Kedaruratan Neurologi

2. Edema vasogenik.

Edema ini timbul beberapa jam setelah iskemi dan disebabkan

bertambahnya permeabilitas vaskuler hingga serum protein dan cairan bisa

masuk. Peningkatan tekanan darah secara langsung menambah pembentukan

edema vasogenik karena memperbesar permeabilitas vaskuler dan dengan

demikian juga menambah akumulasi cairan. Terusiknya blood brain barrier yang

biasanya sangat rapat merupakan suatu faktor yang ikut mendorong terjadinya

edema vasogenik. Timbunan cairan didaerah peri-infark makin mengurangi aliran

darah regional dan makin menambah perluasan area yang rusak. Edema jenis

ini biasanya dijumpai pada tumor otak terlebih yang metastatik dan responsif

terhadap pemberian kortikosteroid parenteral.

III. Kedaruratan Neurologi.

Apa saja yang termasuk kedaruratan neurologi ?

Biasanya yang termasuk kedaruratan neurologi adalah :

1. Koma.

2. Stroke dalam berbagai bentuknya .

3. Kejang status pada epilepsi.

4. Sindroma Guillain-Barré (bila terjadi gagal nafas).

5. Meningitis akut.

6. Trauma myelum.

7. Trauma kepala.

8. Tumor otak pada saat terjadi herniasi otak.

9. Kelumpuhan otot pada hipokalemi.

10.Krisis myastenik.

11.Edema otak / ensefalopati karena berbagai sebab.

12.AIDS .

Makalah ini tidak untuk membicarakan semua keadaan darurat neurologi diatas.

Akan secara sekilas dibicarakan latar belakang patofisiologi pada masing masing

Page 7: Manajemen Kedaruratan Neurologi

kejadian. Cara penanganan rasional dari beberapa kedaruratan neurologik akan

secara logis tersimpul dari patofisiologi ini.

IV. Monitoring umum pada kedaruratan neurologi.

Tujuan monitoring pada perawatan intensif dibidang neurologi adalah

untuk mendeteksi perobahan yang terjadi dan memulai langkah penyelamatan

sebelum terjadi kerusakan ireversibel. Pada masa lalu observasi pasien

dikerjakan murni secara klinis. Cara neurochek seperti ini pelaksanaannya

kerapkali diserahkan kepada perawat dengan tujuan mendeteksi perobahan

yang telah nampak/manifest secara klinis. Namun pada saat itu perobahan yang

mendasari seringkali telah sulit dipulihkan. Para pakar dalam bidang

"neuroscience intensive care unit (NICU)” kini memperluas jangkauan untuk

mengobservasi pasien dengan maksud untuk menemukan perobahan fisiologis

pada fase dimana perobahan ini masih reversibel.

Cara cara yang lazim dipakai di ruang perawatan neuro intensif yang

modern terdiri dari :

1. Monitor tekanan intrakranial (ICPM).

2. Bedside EEG secara kontinu.

3. Evoked Potential (dimana perlu).

4. Transcranial doppler sonography (TCD).

5. Pengukuran aliran darah otak.

6. Penentuan saturasi Oksigen pada darah vena jugular.

Dengan berbagai alat ini keadaan pasien bisa dimonitor setiap saat dan

tindakan yang sesuai dimulai sebelum terlambat. Diperlukan keahlian khusus

bagi mereka bekerja diruangan perawatan saraf intensif ini. Ahli saraf yang

mengkhususkan diri untuk bekerja ditempat ini disebut juga "neurointensivist".

Para dokter kini telah mampu untuk "memonitor" pasien dengan kedaruratan

neurologik secara lebih baik. Kata monitor berasal dari kata Latin "monere" yang

berarti mengingatkan (to warn). Ibaratnya tujuan monitoring adalah seperti pelaut

pengawas yang bertugas diatas tiang observasi dikapal yang harus

Page 8: Manajemen Kedaruratan Neurologi

mengingatkan kapten kapal secara dini bila ada sesuatu yang mengancam.

Dengan demikian dapat secara dini memulai langkah penyelamatan ataupun

perlawanan yang sesuai! Dokter ahli saraf masa kini berdasar pada pengetahuan

yang dimiliki harusnya dapat mencegah atau setidaknya membatasi kerusakan

jaringan saraf pada pasien hingga efek buruk yang menimpa pasien tersebut

bisa dikurangi.

1. Monitor tekanan intrakranial.

Tujuan memonitor tekanan intrakranial adalah untuk melindungi jaringan

otak terhadap pengaruh merusak dari kenaikan tekanan. Dengan demikian

kenaikan yang terjadi bisa diketahui sejak dini dan dilakukan langkah untuk

menurunkan tekanan hingga aman setidaknya untuk sementara. Koreksi

kenaikan tekanan belum berarti menghilangkan penyebab penyakit dasarnya.

Hasil terapi belum pasti akan baik bilamana penyebab dasar penyakit tidak

dilenyapkan.

Sebagai contoh: Penanggulangan kenaikan tekanan intrakranial yang

terjadi pada hipotensi + vasospasme tidak akan berhasil sempurna bila kedua

faktor dasar ini tidak dihilangkan.

Sebaliknya bisa terjadi bahwa (karena letaknya), suatu proses belum

meningkatkan tekanan intrakranial secara bermakna walaupun disekitarnya telah

terjadi edema yang mendorong timbulnya herniasi otak. Ini misalnya terjadi pada

tumor/lesi di fossa cerebri media dimana kenaikan tekanan lokal lambat

menimbulkan kenaikan tekanan global.

Indikasi pemakaian monitor tekanan intrakranial: semua proses dimana

tekanan intrakranial mungkin meningkat hingga perlu pengawasan. Penurunan

GCS hingga 7 atau kurang biasanya perlu ICP. Pemantauan ICP juga berguna

bila penilaian klinis sulit misalnya karena diperlukan sedasi yang kuat, blokade

neuromuskuler dan pasien dengan PEEP (positive end expiratory pressure

ventilation).

Page 9: Manajemen Kedaruratan Neurologi

2. Monitor EEG secara kontinu.

Ada beberapa alasan yang membuktikan monitoring EEG secara kontinu

adalah penting.

a). EEG berkorelasi secara erat dengan metabolisme otak. Dapat

dikatakan bahwa EEG merupakan rangkuman dari semua aktivitas sesaat

di otak, baik yang bersifat eksitatorik maupun yang bersifat inhibitorik

setelah mengalami modifikasi dari subkorteks.

b). EEG peka terhadap hipoksi maupun iskemi yang terjadi dan

mampu mendeteksi perobahan yang timbul pada taraf yang masih

reversibel. Lapisan korteks 3 dan 5 (darimana aktivitas EEG itu berasal),

merupakan bagian yang peka terhadap iskemi maupun hipoksi. Kelainan

EEG akan mulai nampak bila aliran darah keotak menurun hingga < 20-25

ml/100g/menit. Dari percobaan dengan binatang diketahui bahwa aktivitas

sinaps masih berlangsung hingga aliran darah mencapai 17

ml/100g/menit sedangkan kegagalan sistim enersi jaringan otak baru

timbul bila aliran darah menurun lagi hingga 10-13 ml/100g/menit. Dengan

demikian secara teoretis terdapat "therapeutic window" antara aliran

darah 13-16 ml/100g/menit dimana intervensi yang tepat masih akan

berhasil walaupun saat itu sudah nampak kelainan pada rekaman EEG.

c). EEG merupakan alat terbaik untuk mendeteksi adanya aktivitas

epileptik atau "seizure activity". Karena pada banyak penyakit neurologis

(trauma capitis, stroke hemoragik maupun iskemik) kemungkinan

timbulnya kejang cukup besar. Pemantauan dengan EEG merupakan

suatu upaya yang bermanfaat.Dengan demikian juga apa yang dikenal

sebagai nonconvulsive seizures (NCS) dan nonconvulsive status

epilepticus (NCSE) akan dapat terpantau.

Bila dilakukan secara cermat EEG bisa membantu menentukan lokasi lesi.

Walaupun telah ada CT dan alat canggih lainnya namun seringkali untuk pasien

dengan keadaan umum buruk mengangkut pasien ketempat CT kadang2 sulit.

Page 10: Manajemen Kedaruratan Neurologi

Sebaliknya EEG dengan mudah setiap saat bila perlu bisa dipasang disamping

pasien.

3. Penggunaan Evoked Potential.

Pada kita penggunaan Evoked Potential secara rutin belum umum. Di unit

perawatan neurologik intensif harusnya penggunaan Sensoric Evoked Potential

dan Brain Stem Evoked Potential merupakan sesuatu yang lazim karena relatif

mudah dan tidak mahal. SEP pada n. medianus secara bilateral berguna

meramalkan prognosa pasien koma. Bila pada SEP komponen kortikal N19/P22

tidak ada maka pasien menjurus ke keadaan vegetatif atau bahkan mati.

Menurut Ganes dan Lundar hilangnya SEP secara bilateral mendahului

hilangnya aktivitas EEG dengan 48 jam. Cara ini jauh lebih peka daripada EEG

dalam meramalkan akan datangnya kematian ataupun keadaan vegetatif: pada

koma karena trauma hilangnya SEP secara umum dapat diartikan bahwa pasien

akan mati.

Sebaliknya tetap adanya SEP tidak selalu menjamin pasien akan hidup.

Rothstein mendapatkan dari kelompok ini 27% akhirnya mati walaupun respons

kortikalnya tetap positif.

Sebaliknya masih bisa juga terjadi orang yang SEP-nya negatif namun

tetap hidup atau bahkan sembuh. Ini harus diinterpretasikan bahwa SEP hanya

menilai suatu jaras anatomis yang terbatas saja yang tidak selalu mampu untuk

menilai fungsi seluruh batang otak dan otak. Sebaiknya hasil SEP dikorelasikan

dengan gambaran klinis atau dengan cara pemantauan atau imaging yang lain

juga.

4. Doppler Transkranial.

Vasospasme yang bisa membawa kematian atau cacad merupakan

penyebab memburuknya banyak(40%) pasien dengan perdarahan

subarakhnoidal. Pada vasospasme kecepatan aliran darah meningkat tapi

perfusi regional berkurang karena menurunnya volume aliran darah keotak.

Page 11: Manajemen Kedaruratan Neurologi

Karena terapi efektif untuk vasospasme ini sekarang tersedia maka

pendeteksian gangguan ini secara dini menjadi lebih penting.

5. Pengukuran aliran darah otak.

Kemampuan untuk mengukur aliran darah otak secara periodik dan di

"bedside" pasien merupakan idaman yang lama dari para

neurointensivist.Dengan cara ini bisa ditentukan adanya iskemia atau hiperemia

otak. Bukan hanya iskemia saja yang bisa berbahaya untuk otak, adanya aliran

darah keotak yang berlebihan juga bisa berbahaya. Misalnya pada keadaan

dimana ICP pasien sudah meningkat kenaikan aliran darah bisa mempercepat

menjadi lebih buruknya pasien. Sayangnya hingga kini belum ada alat yang

canggih yang dapat dipakai disamping tempat tidur pasien.

Manajemen Kedaruratan Neurologi.

I. Manajemen pasien koma.

1. Definisi.

Dengan koma diartikan hilangnya kemampuan pasien untuk memberi

respon yang dapat dimengerti terhadap rangsangan dari luar ataupun terhadap

kebutuhan dari dalam. Dalam prakteknya ini berarti bahwa pasien tidak dapat

dibangunkan, matanya tertutup dan tidak menjawab terhadap rangsangan suara

maupun nyeri.

Koma harus dibedakan dengan keadaan vegetatif tetap : (persisitent

vegetative state/PVS). Pada PVS ini pasien buka mata tapi tidak peduli pada

sekelilingnya. Oleh Critchley dipakai istilah "awake but not aware". Pada PVS ini

korteks tidak berfungsi sedangkan batang otak baik.

Koma juga harus dibedakan dari locked-in syndrome (ventral pontine

syndrome). Pada keadaan ini jaras motorik dari tengah pons dibawah nukleus

N.III terputus oleh infark ataupun sebab lain (trauma,demyelinisasi) sedangkan

formatio retikularis tetap berfungsi. Pasien seperti ini sadar, baik tentang dirinya

sendiri maupun terhadap sekitarnya. Akan tetapi ia seolah-olah terpenjara dalam

dirinya sendiri, tetraplegik dan bisu. Mereka ini bisa berkomunikasi dengan orang

Page 12: Manajemen Kedaruratan Neurologi

lain lewat kode yang telah disepakati misalnya dengan kedipan mata,

memejamkan kelopak mata dan sebagainya.

Untuk menilai secara lebih mudah dianjurkan untuk memakai apa yang

disebut Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale/GCS) seperti yang terpapar

dibawah ini:

Adult scale Pediatric scale (Teasdale and Jennet,1974) (Simpson and

Reilly,1982)

Eye opening

spontaneously 4

to speech as in adult scale 3

to pain 2

none 1

Best Verbal response

oriented 5 oriented

confused 4 words

inappropiate 3 vocal sounds

incomprehensible 2 cries

none 1 none

Best Motor response

obeys commands 6

localizes pain 5

withdrawal to pain 4

flexes to pain as in adult scale 3

extension to pain 2

none 1

Cara penilaian ini mempunyai keuntungan bahwa skor bisa dikerjakan oleh

semua tenaga medik/dokter yang merawat dengan hasil yang sama atau

"reproducible" hingga memudahkan penilaian.

Page 13: Manajemen Kedaruratan Neurologi

2. Manajemen koma pada fase akut.

Sebaiknya rumah sakit mempunyai suatu protokol penanganan pasien

koma yang akan memudahkan tenaga medis yang pertama menerima pasien

dan mengecilkan kemungkinan kekeliruan.

Dokter hendaknya melihat sendiri pasien barunya itu hingga bisa melihat

bagaimana keadaannya: pakaiannya, adanya luka, perdarahan, bekas trauma

dan sebagainya. Bila ada persangkaan cedera leher maka perlakuan waktu

memindahkan pasien harus sangat diperhatikan agar tidak membesar dislokasi

yang mungkin terjadi. Pasien yang mengalami kesulitan bernafas mungkin perlu

intubasi untuk mempermudah pernafasannya.

Tingkat kesadaran dinilai dengan Glasgow Coma Scale untuk menjamin

diperolehnya hasil yang dapat dibandingkan dan untuk membandingkan hasil

terapi.

Bila diduga terdapat hipoglikemi pengobatannya dimulai segera setelah

pengambilan darah dengan memberi glukosa 40-50% intravena sebanyak yang

perlu untuk mengatasi hipoglikeminya.

Setelah keadaan pasien distabilkan dimulai pemeriksaan lebih lanjut untuk

menentukan penyebab koma. Adanya kaku kuduk, lebar pupil yang tidak

sama,pola pernafasan, bau pasien, warna kulit, tanda bekas trauma dan

sebagainya perlu dicatat. Juga perlu memeriksa fundus oculi untuk mengetahui

adanya kemungkinan kenaikan tekanan intrakranial, adanya perdarahan,

kecurigaan adanya tumor dan sebagainya.

Setelah pemeriksaan pendahuluan ini mestinya telah ada persangkaan

diagnosa ataupun diagnosa diferensial.

3. Triage untuk menyelamatkan nyawa :

a) Pastikan tidak terdapat hipoglikemi, kekurangan vitamin B1, kejang

status, keracunan ataupun hipotermi.

Bila ada salah satu keadaan ini obati secara semestinya.

b) Pastikan apakah keadaan yang dihadapi merupakan kasus

neurologi, cardiopulmonary atau metabolik.

Page 14: Manajemen Kedaruratan Neurologi

c) Bila yang dihadapi adalah neurologik perlu dibedakan :

c.1. disertai kenaikan tekanan intrakranial:

perlu CT secepat mungkin, konsultasi bedah saraf.

c.2. tidak disertai tekanan intrakranial:

mungkin perlu punksi lumbal, EEG, CT bila perlu.

4. Koma Kardiopulmonal dan metabolik:

Tidak dibicarakan karena termasuk bidang lain, segera diserahkan

kepada yang berwenang untuk menangani.

II. Manajemen pasien dengan stroke akut.

Definisi

Menurut kriteria WHO (1995), stroke secara klinis didefinisikan sebagai

gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis

baik fokal maupun global, berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat

menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.

Termasuk disini adalah perdarahan sub araknoid (PSA), perdarahan intra

serebral (PIS) dan infark serebral. Yang tidak termasuk dalam definisi stroke

menurut WHO adalah gangguan peredaran darah otak sepintas (TIA), tumor

atau stroke sekunder yang disebabkan oleh trauma.

Klasifikasi

Banyak klasifikasi yang telah dibuat untuk memudahkan penggolongan penyakit

pembuluh darah otak. Menurut modifikasi Marshall, stroke dapat diklasifikasikan

menjadi:

Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:

1. Stroke Iskemik: (a) Transient Ischemic Attack (TIA). (b) Trombosis serebri.

(c) Emboli serebri.

Page 15: Manajemen Kedaruratan Neurologi

2. Stroke Hemoragik: (a) Perdarahan intra serebral. (b) Perdarahan

subarahnoid.

Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu:

1. Trancient Ischemic Attack (TIA).

2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND).

3. Stroke in evolution atau progressing stroke.

4. Completed stroke.

Berdasarkan sistem pembuluh darah:

1. Sistem karotis.

2. Sistem vertebro-basilar.

Faktor Resiko

Yang dimaksud dengan faktor risiko disini adalah faktor-faktor atau keadaan

yang memungkinkan terjadinya stroke. Faktor-faktor tersebut dikelompokkan

menjadi :

A. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :

• Usia

• Jenis kelamin

• Heriditer

• Ras/etnik

B. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :

• Riwayat stroke

• Hipertensi

• Penyakit jantung

• Diabetes melitus

• Transient ischemic attack

• Hiperkolesterol

• Penggunaan kontrasepsi oral

Page 16: Manajemen Kedaruratan Neurologi

• Obesitas

• Merokok

• Peningkatan kadar fibrinogen

Patofisiologi

Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis

dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam

manifestasi klinis dengan cara :

• Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran

darah.

• Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus dan perdarahan

aterom

• Dapat terbentuk trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli

• Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi

lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak :

• Keadaan pembuluh darah

• Keadaan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat aliran

darah ke otak jadi lebih lambat, anemia berat oksigenasi otak menurun.

• Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak

yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh

darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.

• Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena

lepasnya embolus sehingga menimbulkan ischemia otak.

Penatalaksanaan

1. Terapi Umum Fase Akut.

Sasaran pengobatan adalah untuk menyelamatkan neuron yang

menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai

tidak mengganggu/mengancam fungsi otak. Terapi umum ini terfokus pada

Page 17: Manajemen Kedaruratan Neurologi

kecukupan perfusi darah ke otak, dengan mengoptimalkan ABC (Airway,

Breathing, Circulation), apabila stabil kemudian nilai GCS/kesadaran pasien, lalu

nilai defisit neurologis. Yang harus dilakukan antara lain :

• Monitoring tekanan Darah

Tekanan darah harus tetap diperhatikan, apabila didapatkan hipertensi berat dan

menetap dengan sistole > 220 mmHg dan diastole > 130 mmHg maka pasien

harus diberikan obat anti hipertensi. Obat anti hipertensi diberikan dengan target

penurunan 15-20% dari tekanan darah awal, hal ini dimaksudkan agar tekanan

perfusi otak tetap adekuat. Obat yang dipakai adalah agen adrenergik seprti

Nifedipin 10 mg sublingual, Clonidine 0,075-0,15 mg IV atau subcutan, Urapidil

12,5 mg IV dan short acting beta blocker (Labetolol 2 mg IV/oral secara berkala.

Apabila pasien hipertensi dengan penyakit jantung ischemik yang mempengaruhi

fungsi ginjal, hipertensi ensefalopati penurunan tekanan darah secara segera

dapat dilakukan perlahan, mungkin diperlukan obat Nitrogliserin 5 mg atau 10 mg

oral dan Sodium Nitroprusside, Hidralazine, Calsium channel blocker.

• Monitoring Fungsi Jantung

Pemeriksaan terhadap fungsi jantung dipantau 24-48 jam pertama dan di

evaluasi dengan gambaran EKG dan dipantau juga enzim jantungnya.

• Monitoring Gula Darah

Kadar gula yang tinggi dalam darah harus segera diturunkan, karena

hiperglkemia dapat memperluas area otak yang rusak. Target penurunan gula

darah sekitar 140 mg%. Apabila kadar gula > 250mg% dikendalikan dengan

pemberian insulin setiap 4 jam (5 unit untuk setiap 50mg% gula darah). Pada

kondisi pasien hipoglikemia maka dapat diberikan 25 g dextrose 50% IV dan

dipantau secara ketat.

• Pertahankan saturasi O2

Diberikan O2 adekuat sebanyak 2-4 liter/menit

2. Terapi Khusus Fase Akut.

Prinsip dasarnya adalah usahakan untuk memulai terapi secepat mungkin

setelah terjadi stroke untuk mengejar batas waktu 4-6 jam yang disebut time-

Page 18: Manajemen Kedaruratan Neurologi

window tadi. Untuk penggunaan tPA yang mampu menghancurkan sumbatan

(thrombolytic) batas waktu bahkan hanya 1-2 jam saja.

• Anti edema otak

Diberikan Gliserol 10% perinfus, 1 g/kgBB/hari dalam 6 jam

Kortikosteroid : Dexamethason bolus 10-20 mg IV, kemudian diikuti 4-5 mg/6 jam

selama beberapa hari lalu tappering off dan dihetikan saat fase akut berlalu.

• Anti Agregasi Trombosit

Yang umum dipakai adalah Asam asetil salisilat : Aspirin, Aspilet dengan dosis

rendah 80-300 mg/hari

• Anti Koagulansia : Heparin

• Neuroprotektor

4. Terapi Fase Pasca Akut 2,4

Sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan Rehabilitasi Medis dan

pencegahan terulangnya stroke.

• Rehabilitasi Dini

Rehabilitasi baru mungkin dilakukan bila kondisi pasien sudah stabil. Rehabilitasi

ini dilakukan dengan 2 cara, yaitu :

Posisi berbaring

Posisi duduk

• Terapi Preventif

Mencegah terulangnya atau timbulnya serangan mengobati dan menghindari

faktor risiko seperti pengobatan hipertensi, hiperglikemia, tidak merokok,

menghindari stress, obesitas dan harus banyak olah raga.

Page 19: Manajemen Kedaruratan Neurologi

Perlu diingat bahwa stroke yang disertai nyeri kepala dan muntah sejak

awal hampir selalu berarti stroke jenis perdarahan. Stroke embolik biasanya

disertai sumber emboli dari luar otak, tersering : jantung dan arteria karotis.

III. Manajemen pada kejang status.

1. Definisi:

Status epilepticus adalah terjadinya kejang beruntun / serial dimana

diantara kejang pasien tetap tidak pulih kesadarannya.Keadaan ini, terlebih

kejang status dengan konvulsi tonik-klonik merupakan suatu kedaruratan

neurologik yang memerlukan penanganan segera dan tepat. Mengenai mengapa

seorang pasien menderita kejang status lebih sesuai bila dibicarakan pada kuliah

tentang epilepsi.

Secara umum dapat dikatakan bahwa sebagian dari mereka mengalami

kejang beruntun ini karena menghentikan obatnya secara mendadak (withdrawal

seizure). Kejang status bisa juga terjadi untuk pertama kali pada tumor

otak,epilepsi, trauma kranial,atau operasi otak.

2. Patofisiologi.

Pada status epileptikus terjadi kegagalan mekanisme normal untuk

mencegah kejang. Kegagalan ini terjadi bila rangsangan bangkitan kejang

(Neurotransmiter eksitatori: glutamat, aspartat dan acetylcholine) melebihi

kemampuan hambatan intrinsik (GABA) atau mekanisme hambatan intrinsik

tidak efektif.

Status epileptikus dibagi menjadi 2 fase, yaitu:

1. Fase I (0-30 menit) - mekanisme terkompensasi. Pada fase ini terjadi:

Pelepasan adrenalin dan noradrenalin

Peningkatan cerebral blood flow dan metabolisme

Hipertensi, hiperpireksia

Hiperventilasi, takikardi, asidosis laktat

Page 20: Manajemen Kedaruratan Neurologi

2. Fase (> 30 menit) - mekanisme tidak terkompensasi. Pada fase ini

terjadi:

Kegagalan autoregulasi serebral/edema otak

Depresi pernafasan

Disritmia jantung, hipotensi

Hipoglikemia, hiponatremia

Gagal ginjal, rhabdomyolisis, hipertermia dan DIC

3. Tindakan :

Pada mereka dengan riwayat epilepsi : ambil darah untuk penentuan

kadar antikonvulsant yang biasa dipakai.

Beri segera setelah memasang infus diazepam, 2mg/menit hingga total 20

mg. Karena diazepam hanya bekerja singkat sebaiknya bolus ini disusul dengan

phenitoin, intravena 10-15 mg/kg.BB,dengan kecepatan pemberian tidak

melebihi 50 mg/menit.

Bila kejang berlanjut dapat ditambahkan diazepam perinfus dengan dosis

50-100mg, dilarutkan dalam cairan dextrose in saline 500 ml dan diberikan

selama 12 jam.

Sebaiknya dalam hal ini pasien dirawat di Unit Perawatan Intensif karena

kemungkinan terjadinya gagal nafas.

Bila semua tindakan ini gagal pasien mungkin memerlukan bantuan

perawatan ahli anestesi yang mungkin akan memberikan pentotal atau

midazolam setelah terjamin terbukanya jalan nafas. Mungkin saat itu pasien

sudah memerlukan bantuan ventilasi.

Page 21: Manajemen Kedaruratan Neurologi

IV. Manajemen pasien dengan sindroma Guillain-Barré.

Penyakit ini merupakan penyakit yang menakutkan karena disertai

kelumpuhan ekstremitas yang bisa meluas hingga melumpuhkan otot

pernafasan. Karena itu bila menghadapi GBS perlu tersedia respirator dan orang

yang bisa mejalankannya.

Teori yang berlaku sekarang menganggap GBS sebagai suatu penyakit

otoimun yang dicetuskan oleh dibuatnya antibodi antimyelin pada seorang yang

sebelumnya mengalami infeksi lain, misalnya radang tenggorokan atau radang

lainnya. Mereka yang pernah mengalami infeksi dengan campylobacter jejuni

Page 22: Manajemen Kedaruratan Neurologi

biasanya menderita kelumpuhan yang lebih berat. Konon ini disebabkan karena

struktur biokimia dinding bakteri ini mempunyai persamaan dengan struktur

biokimia myelin pada radix sehingga antibodi yang terbentuk terhadap kuman ini

bisa keliru melanda juga myelin.

Pada dasarnya Guillain-Barré adalah "self limited" dan bisa sembuh.

Namun sebelum mencapai kesembuhan bisa terjadi kelumpuhan yang meluas

hingga otot pernafasan. Bila pasien dirawat di rumah sakit yang mempunyai

respirator maka keadaan darurat ini dapat diatasi dan pasien mungkin sekali

akan tetap sembuh.

Patofisiologis GBS, adalah sbb :

Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui

dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang

terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa

imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi

pada sindroma ini adalah:

Page 23: Manajemen Kedaruratan Neurologi

1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated

immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi.

2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi.

3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada

pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi saraf tepi.

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya.

Pada SGB, gangliosid merupakan target dari antibodi. Ikatan antibody

dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin.

Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari

Page 24: Manajemen Kedaruratan Neurologi

system imun belum diketahui, tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga sebagai

penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh. Hal ini didapatkan dari

adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid dari tubuh

manusia. Campylobacter jejuni, bakteri patogen yang menyebabkan terjadinya

diare, mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari gangliosid

GM1. Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni, kerusakan terutama terjadi

pada degenerasi akson. Perubahan pada akson ini menyebabkan adanya cross-

reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1 untuk merespon adanya epitop yang

sama.

Berdasarkan adanya sinyal infeksi yang menginisisasi imunitas humoral

maka sel-T merespon dengan adanya infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer.

Terbentuk makrofag di daerah kerusakan dan menyebabkan adanya proses

demielinisasi dan hambatan penghantaran impuls saraf.

Pengobatan yang kini dianggap terbaik adalah pemberian gamma-globulin

atau hyperimmune globulin secara parenteral dalam dosis 0.2-0.4 g/kg/hari untuk

5-7 hari.

Sayangnya obat ini sangat mahal hingga jarang terjangkau untuk

kebanyakan pasien.

Cara pengobatan lain adalah lewat plasmapheresis atau plasma

exchange yang sementara ini belum dapat dikerjakan di Surabaya. Cara ini

sama mahalnya dengan pemberian gama globulin dan lebih rumit.

Kecenderungan para pakar kini lebih kearah penggunaan gamma globulin.

Kortikosteroid pada GBS tidak lagi dianjurkan karena akan makin

memperlambat kesembuhannya.

Page 25: Manajemen Kedaruratan Neurologi

V. Manajemen pada meningitis akut.

Meningitis merupakan penyakit yang sering dijumpai dan akan

dibicarakan secara rinci pada kesempatan dan pembicara lain.

1. Patogenesis

Meningeal Invasion

Mekanisme dari invasi bakteri kedalam ruang subaracnoid dimulai dengan

bakkteri meningitis akan melakukan kolonisasi pada epitel nasofaring. Bakteri

akan melakukan invasi ke dalam pembuluh darah dan mampu menghindari

fagositosis oleh neutrofil karena bakteri memiliki kapsul lipopolisakarida

merupakan salah satu faktor yang menentukan patogenitas. Setelah terjadi

invasi kedalam pembuluh darah maka bakteri akan melakukan invasi pada sawar

otak hingga ke ruang subarakhnoid, bakteriemia sekunder dapat terjadi sebagai

akibat dari proses supurative lokal dalam CNS.

S.Pneumoniae dapat menempel pada arteri serebral menyebabkan terjadi

perubahan pada A.subaraknoid dimana sel endotel edema, jumlahnya

bertambah dan mendesak lumen. Reaksi ini terjadi antara 48-72jam. Jaringan

adventitia pada pembuluh darah dibentuk salah satunya oleh membrane

araknoid yang sedang mengalami proses infeksi sehingga akan terjadi vaskulitis

pembuluh darah dan menyebabkan thrombosis.

Mekanisme pertahanan didalam ruang subarakhnoid.

Jika bakteri meningeal patogen dapat memasuki ruang subarakhnoid,

maka berarti mekanisme pertahanan tubuh tidak adequat. Pada umumnya

didalam CSS yang normal kadar leukosit dan protein serta imunoglobulin dari

beberapa komplemen adalah negatif atau minimal. Inflamasi meningeal

mengakibatkan sedikit peningkatan konsentrasi komplemen. Konsentrasi

komplemen ini memegang peranan penting dalam opsonization dari

encapsulated meningael patogen, suatu proses yang penting untuk terjadinya

phagositosis. Aktifitas opsonik dan bakterisidal tidak didapatkan atau hampir

Page 26: Manajemen Kedaruratan Neurologi

tidak terdeteksi pada pasien dengan meningitis, sehingga mengakibatkan bakteri

berkembang biak dalam CSS.

Reaksi pertama dari bakteri atau toksinnya adalah hyperemia serta

peningkatan permeabilitas vena dan kapiler meningeal dan diikuti dengan

eksudasi protein dan migrasi neutrofil ke pia dan ruang subarachnoid. Cairan

eksudat subarachnoid meningkat pesat, terutama pada dasar otak; meluas ke

saraf kranial dan tulang belakang serta ruang perivaskular dari korteks. Selama

beberapa hari pertama, neutrofil yang mengandung bakteri fagosit menjadi sel

dominan. Pada akhir dari minggu kedua, tampak sel plasma yang jumlahnya

meningkat. Pada saat yang sama eksudat seluler menjadi terbagi dalam dua

lapisan - di luar, tepat di bawah membran arakhnoid yang terdiri dari fibrin dan

neutrophil, dan yang di dalam, sebagian besar terdiri dari limfosit, makrofag, sel

plasma dan mononuklear.

Induksi inflamasi ruang subarakhnoid.

Walaupun telah terbukti bahwa bakterial kapsul sangat penting bagi bagi

organisme meningael patogen untuk dapat survive didalam ruang subarakhnoid

dan intravaskuler, kapsel lipopolisakarida diketahui bersifat noninflamatory.

Lipopolisakarida menyebabkan inflamasi melalui perannya dalam pelepasan

inflamatory mediator seperti interleukin-1 dan tumor necrosis faktor kedalam

CSS.

Perubahan dari sawar darah otak.

Perubahan dari permeabilitas sawar darah otak merupakan akibat dari

vasogenic cerebral edema, peningkatan volume CSS, peningkatan tekanan

intracranial dan kebocoran protein plasma ke dalam CSS.

Peningkatan tekanan intracranial dan perubahan dari cerebral blood flow

Peningkatan tekanan intrakranial merupakan akibat dari kombinasi

keadaan edema cerebri, peningkatan volume CSS dan peningkatan dari volume

darah cerebral. Abnormalitas dari cerebral blood flow disebabkan oleh

Page 27: Manajemen Kedaruratan Neurologi

peninggian tekanan intra kranial, hilangnya autoregulasi, vaskulitis dan trombosis

dari arteri, vena dan sinus cerebri.

Pada proses resolusi, sel inflamasi menghilang apabila infeksi cepat

diatasi dan tidak ditemukan gejala sisa pada araknoid, tetapi apabila infeksi

berlangsung selama bebebrapa minggu dapat menyebabkan penebalan jaringan

ikat, kekeruhan dan gambaran opak pada araknoid dan juga

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan pemeriksaaan 

penunjang.

1. Manifestasi klinik.

Gejala awal infeksi mengingitis bacterial akut adalah demam, sakit kepala

berat dan kaku kuduk, dapat juga ditemukan kejang dan penurunan

kesadaran (stupor hingga koma).

Gejala serebral fokal merupakan gejala awal, gejala fokal tersebut berupa

paralisis Todd, materi purulen pada fisura silvian. Kejang terutama ditemukan

pada meningitis H. influenzae. Lesi fokal serebral yang persisten dan kejang

biasa ditemukan padda minggu kedua dari infeksi meninges dan dapat juga

disebabkan vaskulitis. Kelainan saraf cranial banyak ditemukan pada infeksi

pneumokokus meningitis sebagai akibat dari invasi eksudat purulen ke saraf

dan kerusakan iskemi pasa saraf yang melewati subaraknoid.

Secara klinis meningitis bakteri pada dewasa ada 3 kelompok :

- Kelompok I : dengan panas, nyeri kepala dan kaku tengkuk mendadak

diikuti kesadaran yang menurun.

- Kelompok II : dengan panas, nyeri kepala dan kaku tengkuk yang

berjalan antara 1 - 7 hari, dengan tanda-tanda infeksi saluran napas

bagian atas; penderita hanya mengantuk tanpa penurunan kesadaran

yang jelas.

- Kelompok III : panas dan nyeri kepala mendadak diikuti keadaan syok

dengan hipotensi dan takikardia oleh karena sepsis.

Page 28: Manajemen Kedaruratan Neurologi

2. Pemeriksaan klinik.

Pemeriksaan neurologis seringkali dijumpai tanda rangsangan selaput

otak (seperti kaku kuduk, tanda Kernig, tanda Laseque dan Brudzinki 1,

Brudzinki 2), kelumpuhan saraf kranial (strabismus, gerakan bola mata

terganggu) dan tanda fokal lain. Pada bayi dan anak sering dijumpai kejang

dan kesadaran yang menurun sampai koma.

3. Pemeriksaan penunjang.

Untuk menentukan diagnosis meningitis dilakukan Pungsi lumbal yang

merupakan gold standard dalam menentukan diagnosis meningitis. Namun

setelah pungsi lumbal beberapa orang mengalami sakit kepala, yang dapat

berlangsung beberapa hari. Pada pemeriksaan CSS menunjukkan tekanan

meningkat dengan warna keruh sampai purulen, dan peningkatan jumlah

lekosit (500 - 35000/cmm) yang terutama terdiri sel PMN (stadium awal).

Ditemukan pleocytosis pada cairan spinal. Jumlah leukosit bervariasi dari

250-100,000/mm3 ( jumlah normal 1000-10.000). Pada infeksi pneumokokus

dan meningitis influenza ditemukan banyak bakteri, tetapi sedikit apabila

ditemukan neutrofil pada jam pertama. Apabila jumlah sel melebihi

50,000/mm3 meningkatkan kemungkinan rupture abses otak ke dalam

ventrikel.

Kadar protein meningkat lebih dari 45 mg/dL dan kadar glukosa menurun 40

mg/dL. Pada urine dapat ditemukan albuminuria,casts dan sel darah merah.

Kita agar waspada terhadap kemungkinan adanya penyakit ini pada

setiap pasien yang menderita panas + , nyeri kepala + dan muntah.

Trias ini harus mengingatkan dokter pada kemungkinan terjadinya radang

selaput otak. Sayangnya banyak dokter baru ingat tentang kemungkinan ini bila

pasien sudah jelek keadaannya.

Pada anak kecil rangkaian gejala yang nampak tidak selalu sama dengan

pada orang dewasa. Perubahan perangai, letargi, anorexia, muntah atau bahkan

mencret bisa merupakan gejala yang menyertai meningitis pada bayi.

Page 29: Manajemen Kedaruratan Neurologi

Sebaliknya pada orang tua, terlebih yang mengidap diabetes, bila

terserang meningitis akan lain lagi simtomatologinya.

Mereka ini seringkali mulai sakit secara lebih lambat,yang menonjol hanya

letargi/ngantuknya pasien, panas badan seringkali tidak tinggi.

Sebelum punksi lumbal perlu dipastikan bahwa tidak terdapat tanda tanda

kenaikan tekanan intrakranial.

VI. Manajemen pada trauma myelum.

Karena keterbatasan waktu trauma myelum tidak dibicarakan secara rinci

pada kuliah ini. Namun perlu diingat bahwa dengan makin banyak dan padatnya

lalulintas jumlah kecelakaan yang bisa mengakibatkan trauma pada myelum jadi

lebih banyak dan beragam. Cedera leher bisa terjadi pada kecelakaan sepeda

motor dimana pasien terlempar dan jatuh dengan kepala tertekuk hingga terjadi

dislokasi atau fraktur pada vertebrae cervikalis.

Dalam garis besarnya yang terjadi adalah sebagai berikut

Pada saat terjadi cedera leher tulang vertebrae cervikalis mengalami

trauma yang mungkin menyebabkan kompresi ataupun fraktur tulang tersebut.

Pada saat itu juga mungkin telah terjadi kerusakan pada beberapa bagian dari

sel saraf disekitar tempat itu. Sel sekitar tempat yang mengalami trauma

sebagian akan rusak karena tertekan oleb edema yang timbul. Bila terjadi

perdarahan maka penekanan kestruktur disekitarnya akan makin bertambah.

Sel yang mati membocorkan kalsium. Karena mekanisme pengaturan

keseimbangan kalsium kacau akan terjadi penyrobotan masuk ion kalsium lewat

dinding sel. Akibatnya terjadi kerusakan sel yang makin banyak. Sel yang rusak

mengeluarkan radikal bebas. Zat ini ikut memperberat kerusakan karena

merebut oksigen dari sel yang sehat dan merusak sel itu. Kedatangan sel

phagosit yang berfungsi untuk membersihkan daerah bencana dari debris

mungkin juga berakibat sebaliknya bila sel phagosit ini memangsai juga sel yang

masih belum sepenuhnya mati. Dalam beberapa hari atau minggu akan

terbentuk daerah yang rusak disekitar tempat bencana. Penerusan impuls dari

Page 30: Manajemen Kedaruratan Neurologi

otak/susunan saraf pusat ke daerah inervasi dengan demikian jadi terputus

dengan akibat lumpuhnya pasien.

Dengan demikian secara garis besarnya urutan kejadian mirip dengan apa yang

terjadi pada otak yang mengalami stroke.

Pertolongan yang dapat diberikan adalah dengan :

1. Mengusahakan agar tidak terjadi dislokasi lebih besar dari vertebrae yang

cedera.

2. Mengusahakan pengangkutan pasien secepatnya kepusat yang

mempunyai kemampuan untuk menangani kasus ini dengan lebih dahulu

memfiksir vertebrae yang diduga mengalami cedera.

3. Methylprednisolon dalam dosis tinggi dianggap berguna untuk melindungi

sel saraf dari kerusakan yang berlebihan bila diberi dalam kurun waktu

sebelum 6 jam.. Dosis yang diberi 500-1000 mg/hari, intravena.

Biasanya pasien ini akan dirawat oleh dokter ahli Bedah Saraf atau Bedah

Ortopedi bila ditempat itu ada ahlinya. Peran dokter umum adalah

mengusahakan pertolongan pertama yang optimal, sesuai teori kedokteran masa

kini dengan tujuan agar pasien mencapai kesembuhan maksimal.

VII. Manajemen pasien tumor otak dengan herniasi.

Herniasi otak adalah berpindahnya jaringan otak dari satu kompartimen

otak kelainnya. Tumor otak yang tumbuh makin lama makin besar pada suatu

saat akan mengadakan herniasi. Untuk tumor infratentorial proses terjadinya

herniasi bahkan lebih cepat. Tentang herniasi ini secara rinci akan dibicarakan

pada waktu kuliah tentang tumor intrakranial.

Secara singkat : tergantung letaknya bisa terjadi hernia lewat hiatus

tentorii yang dikenal juga sebagai uncal herniation atau hernia lewat foramen

magnum untuk tumor di fossa posterior.

a) Uncal atau tentorial herniation.

Yang mengadakan herniasi adalah sebagian dari lobus temporalis ( uncus

) yang terdorong lewat lobang atau hiatus pada tentorium. Dengan demikian

Page 31: Manajemen Kedaruratan Neurologi

terjadi pendesakan pada struktur otak yang telah lebih dulu ada disitu yaitu

mesensefalon dengan jaras piramidal serta nervus III.

Gejala yang nampak pada pasien adalah gejala terganggunya nervus III +

gejala piramidal. Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran dan tanda

kenaikan tekanan intrakranial yang lain.

Tindakan :

1. Berikan larutan hiperosmolar seperti mannitol, 20%,dosis untuk dewasa

biasanya 200 ml, diberi secara cepat dalam tempo 20-30 menit.

2. Berikan dexamethason, 5 mg intravena, 4x sehari.

3. Konsulkan ke ahli Bedah Saraf bila mungkin.

b) Herniasi lewat foramen magnum.

Biasanya terjadi karena tumor di fossa posterior. Tonsilla cerebelli

merosot kebawah lewat foramen magnum hingga terjadi penekanan pada

medulla oblongata.

Gejala yang timbul adalah terjadinya decerebrate rigidity ditambah dengan

gangguan pernafasan. Prognosa biasanya buruk walaupun diberi terapi untuk

mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat. Secara teoretis masih ada

beberapa jenis herniasi otak yang lain namun relatif lebih jarang dan kiranya

tidak penting untuk seorang dokter umum.

VIII. Manajemen pasien dengan kelumpuhan periodik.

Definisi: kelumpuhan otot dengan arefleksia yang biasanya disertai

dengan perobahan kadar ion Kalium:biasanya hipokalemik tapi bisa juga

hiperkalemik. Keadaan ini biasanya reversibel akan tetapi bila tidak cepat

diketahui bisa juga menyebabkan gangguan pada otot jantung.

1. Kelumpuhan hipokalemik.

Jenis ini biasanya terjadi pada usia sekitar 20 tahun,sering terdapat

riwayat makanan karbohidrat dalam jumlah yang banyak dan aktivitas yang

kurang. Kepastian diagnosa dengan ditemukannya kadar K-ion dalam darah < 3

Page 32: Manajemen Kedaruratan Neurologi

meq/l. Diagnosa juga dapat dibuat dengan test provokasi pemberian glukosa 2

gram/kgbb + 10-20 IU insulin (saat tes kadar K-ion normal)

Diagnosa diferensial pasien hipokalemi

1. Potassium-losing nephritis.

2. Diabetic ketosis.

3. Potassium depletion as from :

chronic diarrhoea

excessive sweating

ammonium therapy

liquorice toxicity

amphotericin B

barium salt ingestion

haemodialysis

renal tubular acidosis

ureterosigmoidostomy

primary aldosteronism

Bartter’s syndrome = secondary aldosteronism.

2. Kelumpuhan hiperkalemik.

Disebut juga adynamia episodica hereditaria atau myotonicperiodic

paralysis. Usia biasanya lebih muda. Otot yang terkena tidak selalu sama.

Myotonia bisa mengenai misalnya otot peri-okuler atau otot bulbair hingga

menyulitkan proses menelan. Kadar kalium darah biasanya > 4-8 meq/l.

Pemberian calcium glukonas 10% sebanyak 10 ml biasanya menolong. Cara lain

yang dapat dipakai: makan banyak karbohidrat, pemberian diuretik yang juga

membuang ion K atau inhalasi salbutamol.

Dasar timbulnya kelumpuhan adalah sama : terganggunya permeabilitas

ion K dan Na dengan akibat peningkatan kesulitan untuk mempertahankan

keseimbangan osmotic dan elektrik pada membransel. Akibatnya terjadi keadaan

dimana "resting potential" sangat rendah sehingga pompa sodium terganggu

hingga otot menjadi lumpuh.

Page 33: Manajemen Kedaruratan Neurologi

IX. Krisis myastenik.

Uraian rinci tentang penyakit otot ini tidak dibicarakan.

Letak gangguan adalah postsinaptik : terjadi kekurangan pada jumlah

end-plate receptor acetylcholin yang mampu berfungsi.

Pada pasien dengan myastenia gravis yang sedang dalam pengobatan

bisa terjadi keadaan dimana kelumpuhan mendadak memburuk. Keadaan ini

biasanya disebut krisis myastenik. Penyebabnya bisa karena dosis obat yang

kurang atau juga dosis obat yang terlampau tinggi.

Bila kesimpulan dokter salah : dosis sudah tinggi tapi disangka kurang

dan diberi tambahan obat antikholinesterase seperti Mestinon maka kelemahan

akan bertambah hingga bisa membahayakan nyawa pasien. Dulu dianjurkan

pemberian edrophonium hydrochloride secara intravena (tensilon test).

Obat ini hanya bekerja 1 menit dan karena itu dianggap tidak berbahaya.

Obat ini di Surabaya tidak ada.

Pendapat sekarang : sebaiknya pasien dengan krisis miastenik dirawat di

ICU, semua obat distop, kalau perlu selama krisis pernafasan dibantu dengan

ventilator. Biasanya bila kelebihan obat dalam beberapa jam gejala kelemahan

otot akan berkurang. Bila belum berkurang setelah beberapa jam berarti dosis

obat terlampau rendah : perlu diberi Prostigmin atau Mestinon.

Page 34: Manajemen Kedaruratan Neurologi

Bacaan :

1. Critchley E.M.R.:Neurological emergencies.Saunders, 1988.

2. Hopkins A.: Clinical Neurology, Oxford Univ. press, 1993.

3. Tunkel AR, Scheld WM: Acute bacterial meningitis.Lancet 1995, 346,

1675-80.

4. Chiles III.BW., Cooper PR. Current Concepts: Acute Spinal Injury. New

Engl.J.of Med. 1996, 334, 514-520.

5. Shorvon S. Status Epilepticus. Its clinical features abd treatment in

children and adults. Cambridge University Press, 1994.