Manajemen Asuhan keperawatan klien Geriatri dengan pendekatan konsep model Orem’s

download Manajemen Asuhan keperawatan klien Geriatri dengan pendekatan konsep model Orem’s

of 36

Transcript of Manajemen Asuhan keperawatan klien Geriatri dengan pendekatan konsep model Orem’s

Manajemen Asuhan keperawatan klien Geriatri dengan pendekatan konsep model OremsOleh: Megawati===========================================================================

DAFTAR ISI

Kata Pengantar Bab I Pendahuluan : Latar belakang, Tujuan Penulisan, Metode penulisan dan sistimatika Penulisan. Bab II Konsep Dasar Geriatri, Konsep ADL dan Konsep Model OREMS Bab III Manajemen Asuhan Keperawatan Klien Geriatri Dengan PendeKatan Konsep Model OREMS Terdiri Atas Klien, SDM Keperawatan, Sistem Keperawatan, Dokumentasi dan Fasilitas Sarana Bab IV Penutup Daftar Pustaka Lampiran-Lampiran

1 2

4 11

24 25

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

1

Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah- Nya, kami dapat meyelesaikan makalah seminar keperawatan dengan judul Manajemen Asuhan keperawatan klien Geriatri dengan pendekatan konsep model Orems Seminar keperawatan ini diselenggarakan dalam rangka akhir pembelajaran mahasiswa program D III keperawatan Dep-Kes bagi pegawai RSUPN- CM. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Dra. Hj. Herawani, SKM. MKes, Direktur Akademi keperawatan Dep- Kes RI sebagai penasehat. 2. Bapak S. Haeryanto, SKM dan Ibu Made Riasmini SKp, sebagai penanggung jawab. 3. Ibu Prayetni, SKp dan ibu Shintha Silaswati, SKp,MSc. 4. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah seminar ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi dunia keperawatan khususnya di ruang rawat geriatri RSUPN- CM.

Jakarta, 20 juli 2000

Tim Penyusun

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penurunan tingkat fertilitas disatu sisi lain yang diikuti dengan penurunan tingkat mortalitas, disisi lain telah mengubah struktur penduduk banyak negara dari penduduk berstruktur muda menjadi penduduk berstruktur tua.Jumlah penduduk lanjut usia (Lansia) bertambah sejalan dengan proses penuaan penduduk. Dibeberapa negara maju diperkirakan akan terjadi dimana dari 4 orang, 1orang diantaranya adalah Lansia(BKKBN,1999). Pada usia lanjut terjadi suatu proses kemunduran yang progresif terhadap fungsi organorgan tubuh seperti kardiovaskuler, pernafasan, persyarafan, muskuloskeletal, gastrointestinal, endokrin, perkemihan, integumen, pendengaran dan penglihatan. Penurunan fungsi ini berjalan secara independen dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan,nutrisi,kebiasaan hidup dan faktor genetik. Penurunan fungsi atau sistem yang mendadak selalu disebabkan oleh penyakit dan bukan oleh proses. Geriatri merupakan kecabangan dari gerontologi kedokteran yang berkaitan dengan kesehatan usia lanjut pada semua aspek pencegahan, klinik, pengobatan, rehabilitas dan pengawasan yang terus menerus (WHO,1974). Masalah kesehatan yang terdapat pada geriatri umumnya meliputi gangguan yang bersifat penyakit (multi patologi), penyakit umumnya tanpa gejala (asimtomatik), perjalanan penyakit,prognosis(karena menderita cacad sebelum kematian), penyakit berlangsung lama dan umumnya tumpang tindih. Di RSCM tahun 1999(Januari-Desember) klien geriatri yang berobat jalan di poli geriatri berjumlah 2314 orang sedangkan klien geriatri yang dirawat di IRNA B lantai VI kanan berjumlah 134 orang. Secara umum kondisi fisik dan mental klien geriatri menurun. Untuk menilai status kesehatan klien geriatri yang paling ideal melalui kemampuan mereka dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari(ADL)

Pada lansia yang mengalami penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari (ADL), perawat dapat mengunakan konsep model Orems dalam memberikan asuhan keperawatan. Dimana tujuan keperawatan Orems tersebut dapat menurunkan tuntutan self care pada tingkat dimana klien mampu memenuhinya sehingga mengurangnya selfcare, memungkinkan klien meningkatkan kemampuanya untuk memenuhi tuntutan self care dan memungkinkan klien mengertikan orang-orang lain untuk memberikan asuhan ketergantungan jika tidak mungkinself care dan jika 3

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

tidak dicapai perawat secara langsung memenuhi kebutuhan self care klien (Orems,1995). Dengan melihat tingkat ketergantungan yang ada pada klien lansia perawat dapat memanajemen asuhan keperawatan yang akan diberikan,sehingga pelayanan yang diberikan benar-benar sesuai dengan kebutuhan. B. Tujuan Penulisan. Tujuan dari penulisan makalah ini diperolehnya pemahaman yang sama tentang manajemen asuhan keperawatan klien geriatrik dengan pendekatan konsep model Orems. C. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam membuat makalah ini adalah melalui studi literature,dengan cara bedah buku dan diskusi kelompok. D. Sistimatika Penulisan Sistimatika penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini terdiri dari empat bab yaitu: BAB I BAB II BAB III Pendahuluan terdiri dari : latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistimatika penulisan. Konsep dasar geriatrik dan konsep model Orems Manajemen asuhan keperawatan klien geriatrik dengan pendekatan konsep model Orems terdiri atas klien,SDM keperawatan,sistem keperawatan dan dokumentasi serta fasilitas dan sarana. Penutup.

BAB IV

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

4

BAB II KONSEP DASAR A. Konsep Geriatri Geriatri adalah kecabangan dari gerontology dan kedokteran yang berkaitan dengan kesehatan usia lanjut pada semua aspek pencegahan,klinik,pengobatan,rehabilitas dan pengawasan yang terus menerus (WHO,1974). Geriatri atau proses penuaan yang secara genetik ditandai dengan adanya gangguan pada struktur dan fungsi pada mahluk yang telah terjadi proses penuan,terjadi universal pada seluruh makhluk termasuk binatang,tumbuh-tumbuhan dan manusia. Kondisi orang yang sudah tua perlu dibedakan dari orang tua yang menderita sesuatu penyakit. Kondisi tua lebih pada proses alami dari penuaan dimana terdapat kemunduran fungsi-fungsi tubuh. Oleh karena itu kondisi penuaan tidak dapat diobati untuk menghilangkan gejala penuaan namun lebih kepada mencegah terjadinya gangguan sehubungan terjadinya proses penuaan dan proses rehabilitasi yang dapat menunjang proses adaptasi seseorang terhadap proses penuaan(Garret,1993). Banyak model yang telah membuat hipotesa tentang terjadinya proses penuaan dan secara umum mereka membagi dalam dua aliran yaitu teori Program Aging dan Random Deteration(Long,1990). Teori Program Aging mengatakan bahwa proses penuaan adalah proses yang berurutan dan sesuai dengan berjalanya waktu dan merupakan suatu rangkaian kejadian atau proses yang diakhiri pada tahap penuaan dan kematian. Sedangkan pada teori Random deteration menjelaskan bahwa proses penuaan adalah proses gangguan pada normal sel yang diakibatkan perubahanperubahan biologis atauerror pada fungsi sel ataupun dampak dari produk sisa buangan tubuh. Penuaan biologis pada lansia akan mempengaruhi respon tubuh secara keseluruhan. Proses penuaan yang bertahap dan terjadi penurunan kemampuan fungsi beberapa fungsi tubuh, khususnya kemampuan koordinasi dari beberapa sistim didalam tubuh Lansia. Pada beberapa penelitian sepertinya membuktikan bahwa efektivitas dari mekanisme kontrol dan keseimbangan tubuh pada Lansia akan terjadi peningkatan kerentanan terhadap permasalahan patofisiologi yang akan mungkin terjadi mencakup hampir seluruh sistim yang ada dalam tubuh,untuk melihat tingkat penurunan fungsi diterangkan dalam lampiran. Dengan demikian penurunan fungsi organ tubuh menyebabkan Lansia mengalami keterbatasan dalam melakukan kegiatan aktivitas kehidupan sehari-hari.

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

5

B. Konsep Aktivitas Kehidupan Sehari-hari(ADL) Aktivitas kehidupan sehari-hari(ADL) adalah tingkat kinerja seseorang untuk melakukan aktivitas atau fungsi-fungsi hidup sehari-hari yang dilakukan manusia secara rutin dan universal. Salah satu pengukuran status fungsional ini adalah pengukuran ADL yakni pengukuran terhadap aktivitas yang dilakukan oleh manusia setiap hari(Rustika,1997). Secara umum kondisi fisik dan mental penduduk usia lanjut sudah menurun dibandingkan dengan golongan penduduk yang masih muda. Untuk menilai status kesehatan penduduk usia lanjut yang paling ideal adalah melalui kemampuam mereka melakukan ADL(Warshaw,1982). 1. Basic Physical Limitation, adalah menunjukan kekurangan fungsional yang akut dan dalam beberapa hal berupa gejala yang tetap akibat kondisi yang kronis atau usia lanjut. Indikator dari Basic Physical Limitation adalah mampu mandi sendiri,makan sendiri,berpakaian sendiri,pergi kekamar mandi (buang air) sendiri,berdiri sendiri tanpa bantuan dari duduk dikursi dan berdiri sendiri tanpa bantuan dari duduk di lantai. 2. Intermediate physical Limitation adalah tingkat kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan sehari-hari (lebih berat dari aktivitas basic). Indikator yang digunakan untuk mampu mengangkat beban berat, mampu berjalan sepanjang 1Km, lari sepanjang 20meter, menyapu lantai, menimba air dan mampu untuk membungkuk dan berjongkok. 3. Keadaan emosi atau depresi adalah kondisi atau keadaan emosi sehari-hari penduduk usia lanjut. Pertanyaan yang digunakan untuk mengukur keadaan emosi adalah apakah susah tidur, cukup tidur? Apakah merasa sedih dan kesepian? Menurut angka-angka dari United Stated Public Health Service (dikutip oleh stiglitz, 1954) penyakit-penyakit kronik mempunyai prevalensi tertinggi pada usia 50-74 tahun. Jadi proses terjadinya invaliditas berlangsung dalam waktu kira-kira 20 tahun. Golongan orang tua yang mengalami invaliditas inilah yang merupakan beban masyarakat dan pemerintah. Secara ideal sebaiknya menjadi tua dan tetap sehat fisik dan mental dapat mencapai usia 80 atau 90 tahun untuk kemudian meninggal dunia dengan cepat tanpa menderita sakit. Scheuer (1966) membagi invaliditas ketergantungan (Dependency) tadi menjadi; 1. Personal Dependency Personal Dependency adalah ketergantungan yang dialami seseorang dalam mengerjakan pekerjaan sehari hari terhadap diri sendiri, misalnya; makanan, 6

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

minuman, sikat gigi, buang air besar, dsb. Ini adalah ketergantungan yang paling berat. 2. Domestic Dependency Yang dimaksud dengan Domestic Dependency adalah ketergantungan seseorang dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga sehari-hari, sebagai contoh; Memasak, mengatur kamar, mencuci piring, menyapu, dsb. 3. Social or Financial Dependency Ketergantungan sosial dan keuangan adalah ketergantungan seseorang dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan di luar rumah, misalnya; berbelanja, mengunjungi keluarga atau teman yang sakit, dsb. Biasanya mereka juga mempunyai kesulitan keuangan dan memerlukan subsidi dalam hal ini. Di USA invaliditas ini dibagi dalam derajat-derajat perawatan (care) yang dibutuhkan yang bersangkutan, yaitu (Baverly, 1976) a. Assistance In Personnal Care, membutuhkan konseling, persahabatan dan aktivitas yang terorganisasi. b. Costodial Care, membutuhkan bantuan sehari-hari dalam perawatan diri. c. Supervised Nursing Care, membutuhkan terapi fisik, diit khusus, pengobatan dengan pekerjaan, program dan kegiatan rekreasi, orientasi kenyataan hidup, terapi perilaku dan terapi rehabilitasi. d. Twenty Four Hour Continuous Skilled Nursing Care, memerlukan selain apa yang disebut pada Supervised Nursing Care, juga konsultasi dokter-dokter khusus. Klien-klien dalam golongan Twenty Four Hour Continuous Skilled Nursing Care memerlukan perawatan dirumah sakit atau tempat perawatan dengan perawat-perawat yang ahli. Klien-klien golongan Custodial Care dan Supervised Nursing Care dapat tinggal dirumah perawatan orang tua (Panti Werda). Sedangkan golongan Assistance In Personal Care, yang dapat tinggal di rumah mereka sendiri dengan mendapat batuanbantuan dan kunjungan dari tetangga-tetangga, perawat atau sukarelawan-sukarelawan tertentu. Standart ADL terdiri dari skala ADL Standar dan Instrumental. Skala ADL Standar mengkaji kemampuan dasar seseorang untuk merawat dirinya sendiri dan karenanya hanya mawakili rentang yang sempit dari kinerja. Skala ADL Standar seringkali sangat bermanfaat dalam menggambarkan fungsi dasar dan menentukan target yang ingin dicapai bagi klien-klien dengan derajat gangguan fungsional yang tinggi, terutama pada tempat-tempat rehabilitasi. Skala tersebut juga bermanfaat dalam menentukan kebutuhan klien untuk bantuan fungsi dasar sehari-hari, selama tinggal di rumah atau di rumah sakit (Applage dan Fillit. H).Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

7

Skala ADL Instrumental (IADL) digunakan untuk mengkaji tingkat kinerja yang lebih tinggi, seperti melakukan kegiatan rumah tangga atau pergi berbelanja. IADL terdiri dari tujuh aktivitas manusia sehari-hari yang dibutuhkan agar dapat tetap mandiri dalam masyarakat. Aktivitas tersebut antara lain : memasak, belanja, merawat rumah, mencuci, mengatur keuangan, minum obat dan memanfaatkan transportasi. Manusia yang hidup dalam masyarakat tetapi tidak dapat malakukan IADL ini umumnya tidak dapat berfungsi dengan baik di dalam rumah. IADL tidak hanya mengindentifikasi mereka yang beresiko, tetapi juga memperhatikan area tertentu dimana seseorang klien mengalami masalah, menentukan target untuk kondisi-kondisi yang mungkin dapat di intervensi yang dibutuhkan adalah menyediakan bahan makanan ke rumah atau menyediakan pembantu untuk belanja ke pasar. Jika klien kesulitan untuk minum obat, anggota keluarga atau perawat perlu membantunya. Pengukuran ADL Instrumental mungkin dapat dipakai untuk menapis gangguan fungsional dengan baik, karena aktivitas-aktivitas pada ADL Instrumental mungkin dapat dipakai untuk menapis gangguan fungsional dengan baik, karena aktivitas pada ADL Instrumental membutuhkan fungsi mobilitas, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif yang adekuat (Health & Public Commette, 1998). Dalam mengkaji ADL, kita harus waspada bahwa klien kadang-kadang tidak menjawab dengan benar apa yang sebenarnya dapat dilakukannya. Anggota keluarga juga mungkin terlalu emosional untuk memberikan jawaban yang obyektif. Pemecahan yang terbaik adalah dengan mengamati langsung apa yang sesungguhnya dapat dilakukan oleh klien. Namun hal ini mungkin juga tidak cukup karena kekhawatiran klien mungkin akan membuat mereka melakukan aktivitas yang diminta lebih baik atau normal. Jadi diperlukan kombinasi dari metode tersebut dibawah ini secara ideal, yakni : tanya kliennya, tanya keluarganya dan observasi apa yang dilakukan oleh klien sehubungan dengan pengkajian status fungsionalnya. Dalam merawat klien geriatri yang mengalami penurunan dalam kemampuannya melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL), perawat dapat menggunakan konsep model Orems dalam memberikan asuhan keperawatan . OREMS dalam konsepnya memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan self care. Konsep OREMS menyatakan tiga buah gagasan besar mengenai self care yaitu konsep keperluan self care, self care dan sistem keperawatan. Pusat model Orems adalah percaya bahwa fungsi individu, perawatan hidup, kesehatan dan sehat karena perawatan berasal dari diri mereka sendiri.

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

8

C. Konsep Model OREMS a. Klien : Individu, keluarga, kelompok yang tidak mampu secara terus menerus mempertahankan self care untuk hidup sehat, pemulihan dari sakit trauma atau koping dengan efektif. b. Sehat : Kemampuan individu atau kelompok memenuhi atau kelompok tuntutan self care yang berperan untuk mempertahankan dan meningkatkan integritas struktural, fungsi dan perkembangan. c. Lingkungan : Tatanan yang mana klien dapat memenuhi kebutuhan keperluan self care dan perawat termasuk terapi tidak spesifik. d. Keperawatan. : Pelayanan dengan sengaja dipilih atau kegiatan dilakukan untuk membantu individu, kelompok, dalam mempertahankan self care, mencakup integritas struktural, fungsi dan perkembangan (Christensen, 1995). Orems mengindentifikasi keperluan dan kebutuhan self care klien dan kegiatan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan klien. Model Oremss didasarkan pada gagasan utama. 1. Keperluan Self Care. Aktivitas-aktivitas sefl care adalah perilaku-perilaku individu melindungi sendiri dengan memprakasai dan melakukannya untuk mempertahankan hidup sehat dan sejahtera. Keperluan-keperluan ini menguraikan tujuan individu untul self care. Keperluan self care mencakup : self care universal, pengembangan dan penyimpangan kesehatan. 1) Keperluan Self Care Universal Adalah aktivitas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup seharihari dalam rangka mempertahankan proses hidup, integritas struktur dan berfungsi. OREMS mengemukakan keperluan self care universal mencakup : a. Mempertahankan adekuatnya udara, air dan makanan. b. Seimbang antara aktivitas dan istirahat. c. Seimbang antara menyendiri dan interaksi sosial. d. Ketetapan asuhan dihubungkan dengan proses eliminasi dan buang air besar. e. Pencegahan bahaya-bahaya terhadap hidup manusia, memfungsikan dan kesejahteraan. f. Meningkatkan fungsi dan perkembangan manusia dalam kelompok sosial. 2) Keperluan Self Care Developmental. Dihubungkan dengan proses-proses perkembangan dan kondisi yang terjadi selama siklus. Dua kategori sefl care developmental mencakup : a. Mempertahankan kondisi-kondisi mendukung proses hidup dan meningkatkan perkembangan b. Mencegah efek yang membahayakan perkembangan manusia dan menyediakan asuhan untuk menanggulangi efek tersebut.Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

9

3) Keperluan Self Care Penyimpangan Kesehatan. Dihubungkan dengan individu-individu sakit atau trauma kondisi patologi dan menerima asuhan medis. Orems mengindentifikasi enam keperluan untuk individu dengan penyimpangan kesehatan yaitu : a. Mencari dan memperoleh bantuan medis yang tepat. b. Mengenai dan mengambil asuhan untuk kondisi ini. c. Mengimplementasikan diagnostik yang dianjurkan terapi dan rehabilitasi. d. Mengenal dan mengatur efek tindakan. e. Memodifikasi konsep diri dan menerima kondisinya. f. Mempelajari hidup sesuai kondisi dalam gaya hidup untuk meningkatkan perkembangan selanjutnya. 2. Self Care (perawatan diri). Jika tuntutan self care melebihi kemampuan self care individu, maka self care deficit akan terjadi yang mana memerlukan intervensi keperawatan. Kebutuhan-kebutuhan self care terapeutik adalah keperluan-keperluan universal dan perkembangan. Kemungkinan self care penyimpangan kesehatan diperlukan untuk hidup sehat dan sejahtera. Kemampuan-kemampuan merujuk pada kesanggupan individu untuk memperoleh pengetahuan dalam rangka memenuhi keperluan-keperluan self care. Kekurangan self care terjadi jika individu tidak mampu melakukan kegiatan-kegiatan penting untuk memenuhi keperluan self carenya. Tujuan keperawatan pada konsep model Orems : a. Menurunkan tuntutan Self Care pada tingkat dimana klien mampu memenuhinya sehingga mengurangnya Self Care. b. Memungkinkan klien meningkatkan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan Self Care. c. Memungkinkan klien mengartikan orang lain untuk memberikan asuhan ketergantungan jika tidak mungkin self care. d. Jika tidak ada yang dicapai perawat secara langsung memenuhi kebutuhankebutuhan self care. 3. Nursing System (Sistem Keperawatan) Untuk menentukan Nursing System yang tepat, pertama-tama perawat harus memperhitungkan kebutuhan self care universal, perkembangan dan penyimpangan kesehatan. Perawat juga mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi keperluan self care dan hubungan antara keperluan-keperluan. a. Kompensasi penuh (Wholly Compensatory), digunakan pada klien yang tidak mampu melakukan kegiatan-kegiatan dengan sengaja, seseorang yang dapat atau tidak harus melakukan kegiatan, atau seseorang yang tidak mempu mengurus diri sendiri, membuat terputusnya rasional tentang self care. Kegiatan keperawatan 10

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

terdiri dari melakukan self care terapeutik klien, kompensasi kemampuan, mendukung serta melindungi klien. b. Kompensasi sebagian (Partly Compensatory). Untuk klien yang tidak mampu melakukan beberapa aktivitas self care seperti: keterbatasan anjuran medis, tidak adekuat dasar ilmiah atau pengetahuan teknikal. Ketrampilan-ketrampilan, gangguan kesiapan belajar atau melakukan aktivitas khusus. Perawat melakukan beberapa aktivitas self care untuk kompensasi keterbatasan klien atau membantu klien sesuai yang diperlukan. c. Supportive-Edicative Membantu klien yang mampu atau dapat belajar untuk melakukan self care terapeutik, saat ini memerlukan bantuan dalam membuat keputusan, pengawasan perilaku atau memperoleh pengetahuan dan ketrampilan-ketrampilan. Perawat membantu klien melalui bimbingan, dorongan,pendidikan serta perubahanperubahan lingkungan. Perawat-perawat membantu klien mempergunakan sistem keperawatan melalui lima metode bantuan: 1. Melaksanakan untuk atau berbuat untuk klien. 2. Mendidik klien 3. Membimbing klien 4. Mendorong klien 5. Menyediakan lingkungan yang mana klien dapat berkembang dan tumbuh (Marine-Tomey, 1981).

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

11

Manajemen

BAB III Asuhan Keperawatan Klien Geriatri Dengan Pendekatan Konsep Model OREMS di Ruang Rawat Khusus Geriatri

Dengan makin meningkatnya usia harapan hidup di indonesia maka diperkirakan jumlah Lansia akan bertambah. Dimana pada Lansia akan terjadi penurunan fungsi organ tubuh, penurunan fungsi organ tubuh tesebut mengakibatkan Lansia mudah jatuh dalam kondisi sakit yang diikuti oleh penyakit lain dan menjadi klien geriatri. Jumlah klien geriatri yang akan meningkat pada tahun-tahun yang akan datang maka diperlukan suatu ruang rawat yang khusus merawat klien geriatri tersebut. Pada Bab ini akan diuraikan tentang bagaimana seandainya asuhan keperawatan dikelola untuk sekelompok klien Geriatri diruang rawat IRNA B Lantai VI kanan. Komponen manajemen / pengelolaan yang akan diuraikan mencakup; klien, sumber daya tenaga keperawatan, sistem pemberian asuhan keperawatan, asuhan keperawatan dan dokumentasi serta fasilitas dan sarana. A. Klien Klien merupakan fokus / pusat dalam pemberian asuhan keperawatan. Karakteristik klien Geriatri adalah adanya penurunan kemampuan aktivitas hidup sehari hari, menurunnya daya cadangan faali, jumlah penyakit yang diderita lebih dari satu ( multi patologi ). Profil / penampilan klien yang diharapkan dari asuhan keperawatan yang diberikan menurut Orems adalah : 1. Klien geriatri mampu beradaptasi untuk dirinya sendiri dan lingkungannya dan untuk bertahan hidup serta berfungsi. 2. Kekuatan untuk melakukan kegiatan sesuai dengan tingkat kebutuhannya. 3. Kematangan klien digambarkan dari tingkah laku / pengalaman yang nyata. Indikator yang dapat dipakai untuk melihat perkembangan pada klien geriatri: 1. Pengambilan keputusan dimana dan bagaimana hidup untuk sisa usia mereka. 2. Penyediaan dukungan, intimasi dan kepuasan berhubungan dengan pasangan, keluarga, teman. 3. Mempertahankan lingkungan rumah yang adekuat dan memuaskan sampai dengan status kesehatan dan ekonomi. 4. Menyediakan pendapatan yang memuaskan. 5. Mempertahankan tingkat kesehatan yang maksimum. 6. Memperhatikan perawatan kesehatan menyeluruh dan kesehatan gigi. 7. Mempertahankan komunikasi dan kontak dengan keluarga dan teman. 8. Mempertahankan kebersihan diri.Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

12

9. Mempertahankan keterikatan sosial , sipil dan politik. 10. Membuat perhatian baru (membuat aktivitas) yang meningkatkan status kesehatan. 11. Mengenali dan merasa diperlukan. 12. Menemukan arti hidup setelah pensiun dan saat melawan penyakit dan kematian akan orang yang dicintai, adanya pernyataan kematian orang yang dicintai. 13. Mengembangkan filosofi hidup dan menemukan keyakinan dalam filosofi /agama. B. Sumber daya tenaga keperawatan Agar pelayanan dapat terlaksana diruang rawat IRNA B lantai VI kanan jika dipakai sebagai ruang rawat klien geriatri sehingga tampilan klien geriatri seperti dimaksud diatas tercapai diperlukan SDM tenaga keperawatan sebagai berikut: 1. Kualifikasi Perawat Pengetahuan yang diperlukan oleh tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien geriatri adalah pengetahuan tentang proses penuaan secara alamiah, perubahan- perubahan anatomi fisiologi dan biokemis pada jaringan tubuh, pengetahuan tentang fungsi dan kemampuan melakukan aktivitas kegiatan seharihari,dan pengetahuan tentang faktor dan resiko terjadinya injury serta cara berkomunikasi dengan klien geriatri. Ketrampilan perawat yang perlu dimiliki oleh seorang perawat dalam merawat klen geriatri adalah berfokus pada keperawatan, aktivitas-aktivitas pada kegiatan, meningkatkan dan memodifikasi serta memonitor interaksi antara pasien dan lingkungan dan adanya interaksi komunikasi ( Carol A. Miller ) Kemampuan spesifik yang harus dimiliki oleh perawat dalam intervensi keperawatan klien geriatri ( Joan M. Birchell, 1993 ) : 1. Memiliki keterampilan dalam hal meningkatkan dan latihan / R O M. 2. Ambulasi. 3. Komunikasi yang efektif. 4. Therapi bicara. 5. Kemampuan ADL. 6. Stimulasi intelektual. Sikap perawat yang yang diharapkan pada saat memberikan asuhan keperawatan klien geriatri adalah bersikap empati, bersikap meningkatkan harkat dan martabat, bersikap tulus, bersikap melindungi klien ( Dep Kes, 1999 ). 2. Jumlah Tenaga Perawat Pada suatu pelayanan profesional, jumlah tenaga yang diperlukan tergantung pada jumlah klien dan derajat ketergantungan klien. Menurut Douglas ( 1984 ) mengklarifikasi derajat ketergantungan klien dibagi 3 kategori yaitu : perawatanDisampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

13

minimal memerlukan waktu 1-2 Jam / 24 jam, perawatan partial memerlukan waktu 3-4 jam / 24 jam, perawatan maksimal atau total memerlukan waktu 5-6 jam /24 jam. Dalam suatu penelitian Douglas ( 1975 ) tentang jumlah tenaga perawat dirumah sakit, didapatkan jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan pada dinas pagi, dinas sore dan dinas malam tergantung pada tingkat ketergantungan klien yang terlihat pada tabel dibawah ini:Jumlah Klien 1 2 3 Dst Pagi 0,17 0,34 0,51 Minimal Siang 0,14 0,28 0,42 Klasifikasi Klien Parsial Siang Malam 0,15 0,07 0,30 0,14 0,45 0,21 Total Siang 0,30 0,60 0,90

Malam 0,10 0,20 0,30

Pagi 0,27 0,54 0,81

Pagi 0,36 0,72 1,08

Malam 0,20 0,40 0,60

Sebagai contoh bila diruangan IRNA B lantai VI kanan digunakan khusus untuk ruangan perawatan klien geriatri, dimana ruangan tersebut terdiri dari 4 ( empat ) kamar, setiap kamar sebaiknya ditempatkan 4 tempat tidur, sehingga jumlah klien geriatri yang dapat dirawat sebanyak 16 ( enam belas ) orang klien diperkirakan sebagai berikut : Maka jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan adalah:A. Pagi B. Siang C. Malam TOTAL MINIMAL 4 x 0.17 = 0.68 4 x 0,14 = 0,56 4 x 0,10 = 0,40 1,64 (2) PARTIAL 8 x 0,27 = 2,16 8 x 0,15 = 1,20 8 x 0,07 = 0,56 3,92 (4) TOTAL 4 x 0,36 = 1,44 4 x 0,30 =1,20 4 x 0,20 =0,80 3,44 (3) JUMLAH 4 3 2 9

Sehingga jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan dalam sehari adalah 9 perawat. 3. Program Pengembangan Untuk meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan klien geriatri perlu pengembangan staf yaitu pengembangan informasi dan pengembangan formal, pelatihan kelompok atau individu dan pendidikan. Aktivitas pengembangan staf yaitu pelatihan / training, prosedur orientasi, pendidikan dalam pelayanan, pendidikan berkelanjutan dan pelatihan untuk fungsi khusus seperti pelatihan manajemen geriatri, membuat tim tekhnik dan metode anggaran belanja ( Gillies, 1994 ). Program pengembangan yang diperlukan dalam perawatan geriatri adalah; Perawat memilki keterampilan dalam hal : 1. meningkatkan dan latihan / ROM 2. Ambulasi. 3. Komunikasi.Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

14

4. Therapi bicara. 5. Kemampuan ADL. 6. Stimulasi intelektual. C. Sistem pemberian asuhan keperawatan. Didalam pemberian asuhan keperawatan menurut Gillies (1989) terdapat empat metoda yaitu : metode fungsional, metode kasus, metode tim dan metode keperawatan primer. Dari keempat metode ini yang memungkinkan untuk pemberian pelayanan profesional adalah metode tim dan metode keperawatan primer. Sistem pemberian asuhan keperawatan adalah memberikan petunjuk bagaimana klien akan berhasil menerima asuhan keperawatan yang diberikan atau cara yang mana akan diberikan kepada klien ( Catherina, 1996 ). Tujuan system pemberian asuhan keperawatan. # Mempertahankan kualitas. # Memanfaatkan ketrampilan profesional dari Register Nurse ( R N ). # Memberikan pelayanan keperawatan yang tepat. 1. Metode keperawatan primer. Menurut Gillies 1989, pada metode keperawatan primary terdapat kontinuitas keperawatan dan bersifat komprehensif serta dapat dipertanggung jawabkan. Setiap primary nurse: biasanya mempunyai 4-6 klien dan bertanggung jawab selama 24 jam, selama klien dirawat dirumah sakit atau suatu unit. Perawat akan melakukan pengkajian secara komprehensif dan merencanakan asuhan keperawatan dan perawat itulah yang paling mengetahui keadaan klien dengan sebaik-baiknya demikian juga klien, keluarga, staf medis dan staf keperawatan.akan mengetahui klien tertentu merupakan tanggung jawab primary nurse. Perawat primer bertanggung jawab untuk menugasakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan juga akan membuat rencana pulang klien jika diperlukan. jika primary nurse sedang tidak bertugas, kelanjutan asuhan akan didelegasikan kepada perawat lain (associate nurse ). Associate nurse bertanggung jawab pada tugas pelayanan perawatan fisiologis dan kebutuhan kenyamanan pada klien yang diberikan oleh primary nurse. Primary nurse bertanggung jawab kepada asuhan keperawatan klien, keluarga, kepala ruangan, dokter dan staf keperawatan. Seorang primary nurse bukan hanya mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan keperawatan tetapi juga mempunyai kewenangan untuk melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial dimasyarakat, membuat jadwal perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah dan sebagainya. Dengan diberikan kewenangan tersebut maka dituntut akontabilitas yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan. Primary nurse berperan sebagai advokat klien terhadap birokrasiDisampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

15

rumah sakit. Keuntungan yang dirasakan adalah klien merasa dimanusiawikan karena terpenuhi kebutuhannya secara individu, asuhan keperawatan bermutu tinggi dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan advokasi. Kepuasan dirasakan oleh primary nurse adalah memungkinkan pengembangan diri melalui penerapan ilmu pengetahuan. Staf medik juga merasakan kepuasannya dengan model primer ini karena senantiasa informasi.tentang kondisi klien selalu akurat dan komprehensif serta informasi dapat diperoleh dari satu perawat yang benar-benar mengetahui keadaan kliennya. Untuk pihak rumah sakit keuntungan yanng diperoleh adalah rumah sakit tidak harus memperkerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan tetapi harus yang bermutu tinggi. Dalam menetapkan seseorang menjadi primary nurse perlu berhati-berhati karena memerlukan beberapa kriteria yaitu perawat yang menunjukkan kemampuan yang asertif, self direction, kemampuan mengambil kepuasaan yang tepat menguasai keperawatan klinik, akontabel serta mampu berkolaborasi dengan baik dengan berbagai berbagai disiplin. Dinegara maju umumnya perawat yang ditunjuk sebagai primary nurse adalah seseorang clinical nurse specialist yang mempunyai klasifikasi master dalam keperawatan 2. Metode Tim. Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif (Douglas,1984). Metode tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi sehingga diharapkan mutu asuhan keperawatan meningkat. Menurut Kron dan gray 1987 melaksanakan model tim harus berlandaskan konsep berikut ini : 1. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai tehnik kepemimpinan. 2. Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin. 3. Anggota harus menghaargai kepemimpinan ketua tim. 4. Peran kepala ruangan pentinng dalam model tim. Model tim akan berhasil baik bila didukung oleh kepala ruangan. Dari uraian tersebut diatas maka untuk asuhan keperawatan pada klien geriatri dengan menggunakan pendekatan model konsep Orems metode yang paling tepat adalah dengan mengunakan metode keperawatan primer ( primary nurse).

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

16

Untuk klien geriatri diruang rawat IRNA B Lt VI Kanan, kelompok memutuskan sistem pemberian asuhan keperawatan dengan sistem tim primary/primary tim (Marran,1979). Penetapan metode ini didasarkan pada beberapa alasan: 1. Metode keperqwatan primer tidak digunakan secara resmi karena sebagai perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan pada tingkat S1 keperawatan atau setara. Bila digunakan metode ini secara murni dibutuhkan jumah S1 keperawatan dalam jumlah yang banyak. 2. Metode tim tidak digunakan secara murni karena pada metode ini tanggung jawab tentang asuhan keperawatan klien terfragmentasi pada berbagai tim. 3. Melalui kombinasi keedua metode ini diharapkan teerdapat kontuinitas asuhan keperaawatan dan okontabilitas asuhan keperawatan terdapat pada beberapa perawat primer. Disamping itu karena saat ini jenis pendidikan perawat yang ada diruang rawat IRNA B Lt VI kanan mayoritas lulusan SPK, mereka akan mendapat bimbingan dari perawat primer / ketentuan tetang asuhan keperawatan. Untuk mengaplikasikan model Orems, maka dibutuhkan pemahaman yang baik mulai dari pengkajian sampai pada evaluasi. Dari pengkajian klien dan keluarga yang dikaitkan juga dengan pengkajjian lingkungan, sosial ekonomi dan budayanya, akan dapat ditentukan tingkat ketergantungan klien atau tingkat kebutuhan klien akan bantuan, apakah total care, partial care, minimal care atau self care. D. Asuhan keperawatan dan dokumentasi Menurut Orems pengelolaan asuhan keperawatan mencakup proses dari tindakan yang berhubungan dengan tujuan keperawatan. Rangkaian tindakan yang mengacu pada proses keperawatan, meliputi pengkajian dan perumusan diagnosa, penetapan tujuan dan perencanaanserta memberikan dan mengontrol pemberian bantuan keperawatan. I. Pengkajian. Pada tahap pengkajian dan perumusan diagnosa, perawat mengkaji mengapa individu memerlukan asuhan keperawatan. Pengkajian meliputi informasi mengenai status kesehatan klien, persepsi klien terhadap kesehatannya, keadaan kesehatan klien yang mempengaruhi hubungannya dengan orang lain, kebutuhan klien untuk theurapeutik self care serta kemampuan dan ketidakmampuan untuk melaksanakan self care. Pengkajian tersebut merupakan dasar untuk menentukan kebutuhan yang akan diberikan kepada klien. II. Diagnosa Keperawatan . Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien geriatri adalah: 1. Resiko injuri berhubungan dengan : 17

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

2. 3. 4. 5. 6. 7.

a. Penurunan penglihatan, pendengaran, perabaan, pendengaran dan keseimbangan tubuh. b. Kebutuhan eliminasi, kebutuhan makan dan kebutuhan minum. c. Penurunan kognitif. Resiko intoleransi aktivitas berhubungan dengan kemampuan dan fungsi fisik. Self care defisit berhubungan denngan penurunan fungsi fisik. Inkontinensiaa refleks berhubungan dengan tidak normalnya sensasi berkemih. Inkontinensia fungsional berhubungan dengan ketidak mampuan attau kesulitan mencapai toelet sekunder terhadap penurunan mobilitas. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerussakan yang berhubunngan dengan dimensia atau dilerium. Konstipasi berhubungan dean perubahan masukan cairan atau makanan atau tingkat aktipitas serta penurunan fungsi gastroentestinal.

Tujuan yang diharapkan: 1. Klien tidak akan mengalami kecelakaan dan ddapat mengoptimalkan kemampuan klien. 2. Klien akan mempertahankan tingkat kemandirian sesuai dengan kemampuan klien. 3. Kllien akan mampu melakukan perawatan diri. 4. Klien akan memperlihatkan penurunan jumlah waktu buang air kecil. 5. Klien akan mengurangi episode inkontinensia. 6. Komunikasi atau informasi kepada klien secara adekuat. 7. Klien akan mempertahankan pola depekasi. . III. Intervensi 1. Resiko Injuri 1.a.Intervensi keperawatan - Tingkatkan penerangan terutama disekitar tangga dan sudut ruangan. - Hindari penggunaan karpet pada lantai. - Sediakan lampu senter ditempat tidur atau kamar mandi untuk digunakan klien apa bila bangun pada malam hari. - Sediakan tanda yang gampang dilihat klien seperti:tanda cat yang kontras dilantai ditangga atau tanda-tanda fisik, seperti knop ditangga lantai bawah untuk meningkatkan klien terhadap area yang berbahaya. - Upayakan lingkungan yang nyaman (kurangi jumlah alat-alat yang tidak perlu). - Letakkan kaca mata klien yang mudah dijangkau oleh klien. - Hindari perubahan penataan ruangan klien. - Kurangi keributan dalam ruangan klien. Intervensi kolaborasi. - konsulkan kebagian mata, pendengaran dan spesialis lain untuk keperluan alat bantu yang dapat meningkatkan fungsi organ. 18

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

1.b.Intervensi keperawatan. - Antisipasi kebutuhan klien terhadap - Berikan respon segera terhadap permintaan klien. - Gunakan bahasa yang mudah dimengerti saat menjelaskan batasan mobilitas. - Rendahkan tempat tidur atau kursi roda. - Sedikan bed side untuk bab atau urinal bila diperlukan. - Yakinkan barang-barang klien mudah dijangkau. Intervensi kolaborasi - Diskusikan kebutuhan specifik klien dengan tim kesehatan untuk menentukan kebutuhannya,kemampuannya dan batasan-batasannya. 1.c. Intervensi kepeerawatan - Berikan permintaan klien untuk bantuan yang diperlukan - Gunakan tempat tidur yang dapat distell ( tempat tidur khusus ), beri alarm atau bell di tempat tidur klien untuk mengetahui keinginan klien bangun atau kebutuhan klien yang memerlukan pertolongan - Posisikan tempat tidur pada posisi yang paling rendah dan juga kursi rodanya - Kurangi kebiasaan klien , keinginan untuk b a b,b a k,secara interval pada tengah malam . 2. Resiko intolerance aktivitas Intervensi keperawatan : - Kaji kemampuan klien terhadap latihan atau program berjalan / ambulasi - Dorong klien untuk berpartisipasi melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan klien secara optimal - Monitor tanda- tanda vital sebelum dan sesudah melakukan aktivitas - Tambahkan rutinitas harian klien termasuk latihan mobilisasi , misalnya dorong klien untuk berjalan ke ruang makan - Rencanakan jadwal waktu latihan dan istirahat secara teratur untuk mengoptimalkan fungsi fisik klien - Bantu klien untuk mencapai tujuan yang realistk terhadap kemampuan fisik dan bantuan klien untuk mencapai tujuan tersebut Intervensi kolaborasi : - Konsultasi dengan fisiotherapy untuk peningkatan kemampuan klien tujuan , tingkat latihan kemampuan klien. 3. Self Care Defisit Intervensi keperawatan - Kaji kemampuan klien terhadap berpakaian atau perawatan diri 19

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

Berikan batasan minimum terhadap bantuan yang dibutuhkan klien . Bantuan yang mungkin dibutuhkan adalah sebagai berikut : - isarat verbal seperti ; saatnya anda memakai sepatu - isarat fisik seperti ; sentuhan lengan klien untuk mengingatkan klien latihan menggunakan kemampuan tangannya . - Dorong klien untuk memilih pakaian yang akan dipakai - Berikan pujian positif terhadap kemampuan klien - Tingkatkan keterlibatan maksimun klien dalam hal makan sendiri , saat mandi, berpakaiaan atau berdandan serta aktivitas. - Ajarkan cara berpakaian untuk meningkatkan kemampuan fisik contoh; anjurkan kllien untuk memasukan tangan kelengan pakaian.. Intervensi kolaborasi - konsultasi dengan fisioterapi dan staf terapi ocupasi tentang penggunaan alat bantu klien yan dapat digunakan. - Berikan sarana pada klien dan keluarga untuk memodifikasi alat bantu atau pakaian klien . 4. Inkontinensia refleks Intervensi keperawatan - Catat kebiasaan b.a.k klien. - Ajarkan klien untuk melakukan latihan pada otot pelvis, buat jadwal secara reguler, jadwal optimum 10-25 x/hari. - Doronng klien untuk minum cukup dengan junlah cairan 1500-2000 ml/hari kecuali ada kontra indikasi. - Dorong klien untuk melakukan latihan sesuai jadwal. - Jika klien mengguakan kateter yakinkan urine lancar masuk kedalam urine bag, observasi adanya slang yang tertekuk atau sumbatan dan kosongkan urine bag secara reguler. - Berikan perawatan kateter sesuai dengan protokol yang ada pada institusi. - Bersihkan klien segera setelah b.a.b. - Bersihkan dan keringkan daerah periniuum secara adekuat, batasi nomor kateter apabila mengganti kateter dan gunakan nomor sesuai klien. 5.Inkontinensia fungsional. Intervensi keperawatan. - Kaji lingkungan terhadap hambatan akses bagi klien untuk kekamar mandi. - Siapkan atau sediakan pegangan tangan dan toelet duduk bila perlu. - Bila kllien memerlukan bantuan, siapkan akses yang mudah untuk meraih bel pemanggil dan berikn respon segera bila dipanggil. - Berikan intervensi verbal untuk aktivitas toileting. - Pertahaankan hidrasi optimal 1500-2000 ml/hari, kecuali ada kontra indikasi. - Berikan cairan dengan jarak interval 2 jam.Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

-

20

6. Gangguan Komunikaasi Verbal Intervensi keperawatan - Komunikasi pada klien dengan jelas,suara lembut. Yakinkan klien dapat melihat petugas dengan jelas sebelum mulai berbicara. - Berbicara dengan posisi berhadapan dan sjajar,misal : klien duduk maka petugas posisinya agak membungkuk. - Batasi berbicara dibelakang klien dan kebisingan aktivitas rutin. - Tunggu dengan sabar respon klien terhadap jawaban atau komentar. - Batasi instruksi perawat,antu klien untuk mengerti instruksi tersebut. - Sentuh klien pada saat melakukan tindakan. - Gunakan pertanyaan langsung dengan jawaban ya atau tidak. - Gunakan istilah yang dapat dimengerti oleh klien 7. Konstipasi Intervensi keperawatan - Auskultasi bising usus. - Berikan tindakan untuk meningkatkan keseimbangan diet yang meningkatkan eliminasi. - Perbanyak masukan makanan tinggi serat. - Tingkatkan masukan cairan yang adekuat. - Jelaskan bagaimana aktivitas fisik mempengaruhi eliminasi setiap sehari, anjurkan dan bantu ambulasi reguler. - Anjurkan klien untuk mengggunakan kamar mandi dan tawarkan bed side bila tidak dapat ke kamar mandi. - Sarankan agar klien berupaya defikasi secara teratur di kamar mandi. 1V. Implementasi. Dalam melakukan implementasi pada klien geriatri prinsip yang harus dilakukan(Jaan m.Birchenael,1993),adalah : - Memelihara lingkungan yang nyaman. - Memelihara kenyamanan,istirahat,aktivitas dan mobilisasi. - Memelihara nutrisi yang adekuat. - Memelihara fungsi pernafasan. - Memelihara integritas kulit. - Memelihara fungsi eliminasi. - Meningkatkan kesehatan psikososial. - Mendorong pekembangan kemampuan. - Memelihara persepsi sensori dan komunikasi. V. Evaluasi Hasil yang diharapkan setelah melakukan Asuhan Keperawatan klien geriatri adalah:Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

21

1. Klien tidak mengalami injuri dan dapat mengoptimalkan fungsi kemampuan klien - Tidak ada laporan kejadian injuri fisik. - Tida ada laporan jatuh 2. Klien mampu mempertahankan tingkat kemandirian sesuai dengan kemampuan - Klien dapat mencapai tujuan ambulasi sesuai dengan yang ditentuan secara optimal. - Klien mampu melakukan kegiatan ADL secara optimal. 3. Klien mampu melakkukan perawatan diri sesuai kemampuan. - Berpartisipasi dalam hal makan,berpakaian,berdandan,mandi dan toileting. - Menunjukkan hygiene optimal. 4. Klien memperliatkan episode BAK - Klien terlihat tidak basah oleh urine dan terlihat nyaman. 5. Klien mampu mengurangi episode inkontinensia. 6. Komunikasi atau informasi kepada klien adekuat. - Tanda-tanda gelisah dan frustasi tidak ada. 7. klien mampu mempertahankan pola defekasi. Discharge Planning Discharge planning merupakan komponen yang terkait dengan rentang perawatan. Rentang perawatan sering disebut juga dengan perawatan perawatan yang dibutuhkan klien sepanjang rentang kesehatan dimanapun berada. Sistem perawatan yang berfokus pada klien terdiri dari mekanisme pelayanan perawatan yang membimbing dan mengarahkan klien sepanjang waktu kehidupan melalui perencanaan yang komprehensif tentang pelayanan kesehatan, meliputi kesehatan mental dan sosial pada semua tingkat perawatan(Chaska,1990) Discharge planning merupakan salah satu tahapan pada perawatan berkelanjutan untuk membantu individi yang sehat dan sakit serta keluarga mereka dalam mendpatkan cara penyelesaian yang paling baik terhadap masalah kesehatannya. Tujuan dan prinsip discharge planning adalah meningkatkan perawatan berkelanjutan klien, membantu rujukan klien pada pelayanan yang lain,membantu klien dan keluarga memiliki pengetahuan,ketrampilan dan sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan status kesehatannya. Prinsip yang perlu diperhatikan pada discharge planning yaitu, - Klien adalah fokus dalam discharge planning. Nilai,keinginan dan kebutuhan klien perlu dikaji dan dievalusi sehingga dapat dimasukkan dalam discharge planning. Klien dan oran yang terdekat dengan klien,tenaga pelayanan yang akan terlibat disertakan dalam proses discharge planning. - Kebutuhan klien diidentifikasi saat masuk dirawat sampai sebelum pulang, kebutuhan ini dikaitkan dengan masalah yang mungkin timbul setelah pulang sehingga rencana antisipasi masalah dapat dibuat untuk dilaksanakan setelah pulang.Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

22

-

-

Discharge planning dilakukan secara kolaboratif. Discharge planning adalah multi disiplin dan tergantung pada kerja sama yang jelas , komunikasi lisan dan tertulis diantara peserta tim kesehatan. Discharge planning disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas yang tersedia. Tindakan atau rencana yang akan dilakukan setelah pulang disesuaikan dengan pengetahuan dari tenaga yang tersedia, program dan fasilitas yang tersedia di masyarakat. Discharge dilakukan disetiap tatanan pelayanan

Proses rehabilitasi dimulai sejak awal timbulnya penyakit. Rencana klien pulang diberikan sejak awal pertama klien dirawat.rencana perawatan klien untuk di rumah tergantung pada beberapa faktor: klien.tim rehabilitasi, pemberi perawatan informal, keluarga dan lingkungan. Pertimbangan pertama ketika klien akan pulang adalh lokasi klien tinggal, apakah lokasi tersebut mempunyai fasilitas yang sama atau home care, hal ini tergantung kondisi fisik, mental kesediaan dan kemampuan keluarga untuk merawat klien,bila klien tidak mempunyai keluarga maka teman yang terdekat dengan klien dapat diminta pertolongannya. Aspek yang dinilai saat klien dirumah adalah, - Tempat tinggal memakai tangga atau tidak - Lingkungan fisik rumah klien misalnya dimana, lokasi kamar mandi klien, kondisinya bagaimana cocok tidak untuk klien geriatri. Dokumentasi keperawatan Dokumentsi keperawatan merupakan penting dalam sistem pelayanan kesehatan, karena dengan adanya dokumentasi yang baik informasi mengenai keadaan kesehatan klien dapat dilakukan secara berkesinambungan. Disamping itu dokumentasi merupakan dokumen leal tentang pemberian asuhan keperawatan. Secara lebih specifik dokumentasi berfungsi sebagai sarana komunikasi antar profesi kesehatan,sumber data untuk penelitian,sebagai bahan bukti pertanggung jawaban dan pertanggung gugatan asuhan keperawatan, dan sarana untuk pemantauan asuhan keperawtan . Dokumentasi dibuat berdasarkan pemecahan masalah klien, berdasarkan format pengkajian, rencana keperawatan, catatan tindakan keperawatan, dan catatan perkembangan klien. E. Fasilitas dan Sarana Fasilitas dan sarana yang diperlukan diruang rawat geriatri untuk melakukan asuhan keperawatan : 1. Ruang perawatan Ruangan cukup ventilasi dan tidak gelap, terdapat jam dan kelender dengan angka dan huruf yang besar. Lantai tidak licin,rata dan selalu kering. Terdapat pegangan pada tembok. Usahakan sinar matahari tidak terlalu terang. Cat dinding terang 23

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

,warna lembut dan tidak licin. Gunakan alat bantu gambar untuk membantu daya ingat klien. 2. Tata Ruang. Ruang perawatan untuk klien geriatri memiliki ruangan khusus,ruangan tersebut dibedakan sesuai dengan tingkat ketergantungan klien misalnya, pada klien dengan tingkat ketergantungan total care ruangan terletak dekat ruang perawat(nurse station) 3. Alat-alat. Tempat tidur lebih rendah dan tidak diatur posisinya,terdapat penghalang pada sisi tempat tidur. Terdapat meja kecil disamping untuk memudahkan mengambil alatalat yang digunakan. Sediakan bel disamping/dekat tempat tidur. Meja makan sesuai dengan kebutuhan klien. Kruk dan kursi roda diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau oleh klien. Kursi roda harus bersandar lurus, dengan tangan kursi dapat mendukung dengan nyaman, dapat bersandar kebelakang,tersedi pedal rem dan rem samping jika tidak ada rem disediakan pegangan yang mendukung. Alat tenun selalu bersih kering dan tegang. Pakaian yang digunakan longgar dan mudah menyerap keringat. Alat makan besar peganggannya dan tidak mudah pecah dan mudah dikenali klien 4. Kamar mandi Lantai tidak licin, ada pegangan tangan pada tembok/samping toilet, tinggi toilet sama dengan kursi roda atau lebih rendah sedikit dari tempat duduk kursi roda. Tissue toilet atau tali lampu mudah dijangkau, peralatan mandi: sikat gigi lembut, pasta gigi lembut dan tidak pedas, sabun dan shampo lembut dan peralatan ini harus mudah dijangkau. 5. Ruang Rekreasi dan Keluarga. Ruangan didesain senyaman mungkin agar memberi kenyamanan pada klien dan keluarga, misalnya televisi besar, musik lembut, dll.

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

24

BAB IV PENUTUP Konsep model self care dari Orems dapat dijadikan pedoman dalam manajemen asuhan keperawatan pada klien geriatri untuk mempertahankan kemampuannya melaksanakan kegiatan aktivitas kehidupan sehari-hari dan mempertahankan kesehatannya. Dalam upaya mengoptimalkan dapat terwujud bila semua perawat dibekali dengan pemahaman dan pengetahuan yang luas mengenai teori self care sehingga dengan demikian diketahui tingkat kebutuhan dan bantuan yang diperlulkan oleh klien. Dengan demikian diharapkan memberikan kepuasan kerja bagi perawat dan klien. Pada makalah seminar ini tim penyusun mencoba menampilkan bagaimana klien geriatri yang mengalami gangguan dalam memenuhi kebutuhan ADL dapat menerima asuhan keperawatan dengan menggunakan manajemen asuhan keperawatan dengan pendekatan konsep model Orems. Bila konsep model Orems digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien Geriatri maka klien tersebut harus dibedakan berdasarkan tingkat ketergantungannya, demikian jjuga tempat perawatannya harus dibedakan agar pelayanan yang diberikan lebih optimal. Untuk mencapai hasil pelayanan tersebut kelompok merekomendasikan agar ruangan perawatan klien Geriatri mempunyai ruangan yang khusus hanya untuk perawatan klien Geriatri, dengan menggunakan manajemen asuhan keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan seperti yang terdapat dalam Bab III.

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

25

Daftar Pustaka

1. Ann Marinner Tomey, 1986, Nursing theorists and their work, edisi tiga, Mosby. 2. Carol A. Miller, 1995, Nursing care of olders adult, edisi dua, Mosby. 3. Catherine E. Leveridge, 1996, Nursing management in the new paradigm, An Aspen Publication. 4. Dee Ann Gillies, ( 1994), Nursing Management Asystem Approach ,edisi tiga, WB Saunders Company, Tokyo. 5. Dee Ann Gillies, (1984), Nursing Management Asystem Approach,edisi tiga, WB Saunders Company, Tokyo. 6. Dee Ann Gillies, (1989), Nursing Management Asystem Approach, edisi tiga, WB Saunders Company, Tokyo. 7. Gloria Gilbert Mayer,1990,Patient care delivery models,An Aspen Publication. 8. Kaplan HI Saddock BJ Grebb. JA , ( 1994 ),Synopsis of Psychiatry ,edisi tujuh, Baltimore. 9. Laura Mae Dauglass, ( 1992 ) The Effective Nurse Leader and Manager,edisi empat, Mosby. 10. Paula J. Christensen, 1995, Nursing process Application of conceptual Models, edisi empat, Mosby. 11. Sadavoy J et al, ( 1996 ), Comprehensive Review of Geriatric Psychiatry,Mosby 12. Dep Kes RI,( 1999) , Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan. 13. PSIK FKUI,1990, Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Keperawatan 14. Rustika ,1997, Determinan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (ADL) Penduduk Lansia

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

26

Lampiran- lampiran.

Diagnosa lain pada klien geriatri : 1. Kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan penyakit atau keadaan tirah baring pada klien dilirium. 2. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi tirah baring pada klien dilirium 3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan klien apraksia atau penurunan persepsi . 4. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan dimensia atau dilirium 5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya disorientasi yang disebabkan oleh delirium atau demensia. 6. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan personal yang disebabkan oleh delirium atau dimensia. 7. Gangguan proses pikir berhubungan dengan dimensia kronik . Tujuan 1. Klien akan memperlihatkan tanda -tanda cairan tubuh adekuat . Kriteria hasil :urine out put normal (>30 ml/kg BB/hari ), serum elektrolit dalam batas normal, tanda - tanda vital stabil. 2. Klien akan memperlihatkan tidak adanya tanda - tanda infeksi. Kriteria hasil : tanda - tanda vital dan hasil laboratorium dalam batas normal. 3. Klien akan mempertahankn berat badan optimum dan status nutrisi adekuat. Kriteria hasil peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan , status nutrisi sesuai dengan tingkat kebutuhan klien , albumin dan protein dalam batas normal. 4. Klien akan memperlihatkan efek minimal atau tidak ada gangguan sensorik . 5. Klien akan memperlihatkan pola tidur dan istirahat yang cukup. Kriteria hasil : klien melaporkan kepuasan serta cukupnya waktu tidur, tanda - tanda kelemahan atau hiperaktiviti berkurang. 6. Klien akan berinteraksi sosial dengan keluarga, kerabat atau klien lain dan staff keperawatan. 7. Kriteria hasil : frustasi dan stress berkurang, mampu berinteraksi dengan klien lain . 8. Klien tidak menunjukan gangguan proses fikir. Intervensi 1. Kekurangan cairan tubuh : - monitor tanda- tanda vital : tekanan darah klien yakinkan diukur pada saat tidur , duduk, dan berdiri jika klien dapat berdiri. - Pertahankan kepatenan masukan cairan I .V dalam aliran tube ( drainage tube ) jika terpasang . - Monitor cairan masuk dan cairan yang keluar. 27

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

-

Kaji tanda-tanda lain dari kehilangan cairan seperti : gangguan status mental, meningkatnya kecemasan , meningkatnya heart rate, turgor jelek,dehidrasi membrab mukosa dan hipotensi.

Manajemen kolaborasi - Kaji nilai laboratorium : DPL( HB,HT), ureum kreatinin dan elektrolit. - Kaji nilai CVP bila terpasang . - Berikan cairan atau tranfusi darah sesuai progaram. 2. Resiko infeksi - Kaji penyebab infeksi terutama status immun. - Monitor perubahan tanda-tanda vital yang menandakan adanya infeksi seperti : peningkatan suhu tubuh, peningkatan nadi . - Anjurkan klien cukup minum , pertahankan nutrisi adekuat - Anjurkan cara dasar mengurangi infeksi seperti : cici tangan , menghindari orang yang sedang terinfeksi. Manajemen kolaborasi - Lakukan pemeriksaan darah lengkap atau eritrosit darah (pada klien lansia kemungkinan hasil tidak akurat terhadap pengontrolan infeksi , contoh : mungkin ada sedikit peningkatan hasil laboratorium seperti : lekositosis, eritrosit sedikit meningkat akibat adanya peradangan kronik ) - Berikan obat- obatan seperti anti biotik sesuai program. 3. Gangguan nutrisi - Catat berat badan, tinggi badan , tanda tanda vital dan status nutrisi terakhir - Monitor berat badan secara teratur per hari atau perminggu sesuai kondisi klien. - Tetapkan jam-jam makan secara rutin . - Identifikasi tehnik untuk meningkatkan selera makan klien seperti mempersiapkan porsi lebih sedikit dan lebih sering serta mempersiapkan makanan kesukaan klien. Manajemen kolaborasi - Konsultasi dengan ahli gizi tentang rencana diit sesuai kebutuhan klien - Monitor laboratorium seperti albumin dan protein. - Libatkan keluarga dalam pengenalan makanan yang disukai klien . - Berikan nutrisi suplemen sesuai dengan program . 4. Gangguan persepsi sensori. - Kaji kemampuan klien terhadap mendengar , melihat , perabaan, bau-bauan rasa dan gerakan . 28

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

-

-

-

Jika klien mempunyai problem pada fungsi pendengaran, berbicara dengan jelas, pelan dan berhadapan di depan klien serta kurangi suara bising. Jika klien mempunyai problem penglihatan berikan penerangan yang cukup, gunakan anti silau , gunakan perbedaan yang menyolok pada area yang berbahaya seperti pada tangga dan jalan keluar. Jika klien mempunyai penurunan pada rasa dan bau ,adaptasikan terhadap makanan untuk menyesuaikan terhadap gangguan perasaan tersebut.Berikan aroma yang mudah tercium seperti: kayu manis, roti , kopi atau teh. Jika klien menderita gangguan pada perabaan atau gerakan adaptasikan klien terhadap lingkungan.

Manajemen kolaborasi - Konsulkan dengan therapi okupasi dan fisiotherapi untk penggunaan alat bantu yang dapat meningkatkan fungsi tubuh. - Buat jadwal pertemuan dengan ahli mata dan pendengaran . - Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk menilai kenyamanan keadaan lingkungan yang berisiko terhadap gangguan sensori . - Dorong klien dan keluarga untuk memberikan support yang berhubungan dengan gangguan sensori. 5. Gangguan pola tidur . - Kaji kebiasaan / pola tidur klien yang ahkir-akhir ini - Dorong klien untuk membentuk pola tidur dengan menentukan waktu bangun pagi,waktu tidur siang setiap hari dan jumlah tidur setiap malam. - Batsi pemasukan kafein,kurangi latihan atau aktivitas pagi hari dan sore hari. - Kurangi penggunaan alkohol untuk bantuan tidur - Buat daftar aktivitas perawat yang tidak mengganggu tidur klien pada malam hari. - Berikan penerangan redup pada kamar tidur klien atau pada saat waktu tidur. - Jika klien bangun malam hari tentukan apakah klien membutuhkan kesejukan,rasa lapar,haus atau kesakitan dan berikan sesuai kebutuhan. Manajemen kolaborasi - Konsulkan dengan staf lain yang berkaitan dalam memperoleh saran pengetahuan pola tidur. - Hindari penggunaan obat tidur kecuali sangat dibutuhkan. 6. Gangguan interaksi sosial - Dorong klien berpartisipasi dalam beberapa aktivitas yang dapat dilakukan - Adakaan percakapan pada satu topik - Batasi stimulus pada lingkungan klien - Fokuskan klien pada aktivitas spesifikg digemari klien yang mempunyai fungsiDisampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

29

-

Dorong klien dan keluarga untuk berkomunikasi secara rutin dengan klien.

7. Gangguan proses fikir - Kaji proses klien dengan realitas. - Orentasikan pada klien tentang:lokasi RS,alasan kenapa klien berada di RS,berikan penjelasan tentang hari,tanggal,waktu dan bulan apa,serta informasikan tentang tugas yang berhubungan dengan klien Perubahan perubahan akibat penurunan fungsi organ tubuh pada Lansia. Perubahan yang sering terjadi pada lansia adalah perubahan pada sistem kardiovaskuler.Perbahan ini dimulai pada usia 40-50 an dengan meningkatnya kerja jantung untuk tetap dapat mengoksigenasi tubuh. Kerja keras dari jantung dapat diperburuk dengan adanya peningkatan kadar lemak dalam tubuh,penurunan elastisitas dari pembuluh darah yang ada pada yang pada akhirnya menggangu kelancaran aliran darah dan proses oksigenisasi tersebut. Iskemia dan infark dapat terjadi pada beberapa bagian organ tubuh jika terjadi blok aliran darah disuatu lokasi pada sistem vaskuler. Perubahan pada sistem pernafasan, gangguan yang sering muncul adalah karena terjadinya penurunan mekanisme pertahanan tubuh yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan paru-paru klien terinfeksi.Penyakit paru-paru kronik pada lansia sering mengakibatkan bentuk dada klien menyerupai tong minyak atau barrel chest. Perubahan pada sistem persyarafan mengakibatkan lansia mengalami linglung. Kondisi ini terjadi apabila otak tidak mendapatkan suplay oksigen dengan baik dapat pila diakibatkan ataau diperburuk oleh menurunnya aktivitas lansia. Menurunnya kemampuan persepsi dan sensori mengakibatkan lansia rentan terhadap terjadinya kecelakaan. Hilangnya kemampuan merasakan dan mencium makanan mengakibatkan munculnya permasalahan tidak adekuatnya pemenuhan kebutuhan nutrisi. Perubahan sistem gastrointestinal,terjadi penurunan elastisitas mukosa yang berpengaruh besar terhadap digestive absorpsi,mobilitas dan otot otot abdomen mengalami penurunan,sehingga lansia sering mengeluh konstipasi dan kurang nafsu makan. Jumlah gigi berkurang dan terjadi kerusakan gigi sehingga menyebabkan lansi mengalami gangguan dalam mencerna makanan. Perubahan sistem renal menurun pada lansia diatas usia 40 tahun dengan adanya vaskularisasi sehingga efek dari menurunnya kemampuan daya pompa jantung yang akan berpengaruh pada BAK dan kadang-kadang terjadi predisposisi jantung. Pada klien lansia fungsi ginjal menurun karena jumlah glomerulus sedikit dan fungsi filtrasi berkurng, sehingga ginjal kurng efektif dalam pembuangan sisa-sisa dan hilangnya kontrol homeostasis. 30

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

Perubahan muskuloskeletal,dengan bertambahnya usia maka jelas perubahan pada sendi dan sistem muskuloskeletal semakin banyak.Sebagai respon reparatif maka dapat terjadi pembentukan tulang baru. Penebalan selaput sendi dan fibrosin serta ruang lingkup gerak sendi yang bekurang dapat diperberat pula dengan tendon yang semakin kaku. Perubahan sistem hormonal,produksi testosteron dan sperma menurun mulai usia 45 tahun,namun tidak mencapai titik nadir. Pada usia 70 tahun seorang laki-laki masih memiliki libido dan mampu melakukan kopulasi. Pada wanita karena jumlah ovum dan folikel yang sangat rendah, mkaka kadar estrogen akan sangat menurun setelah menopause (uia45-50 thn). Keadaan ini menyebabkan dinding mulut rahum dan saluran kemih lebih sering terjadi pada wanita lansia.Pada wanita yang sering melahirkan , keadaan diatas memperbesar kemungkin terjadinya inkontinensia. Rendahnya kadar estrogen juga menyebabkan terjadinya osteoporosis, terutama bila intensitas tulang tidak mencapai kalsium pada usia 35 tahun . Resiko paling buruk adalah fraktur femur , vetebrae dan pergelangan tangan , dengan segala akibatnya. Selama itu gejala klimakterinne pada wanita yang dapat muncul adalah berdebar- debar , rasa panas diwajah , depresi badan terasa pegal- pegal serta sakit kepala . Pada lansia juga akan terjadi peningkatan resistensi terhadap hormon insulin sehingga toleransi terhadap glukose menurun . Perubahan pada sistem indra mata terjadi perubahan struktur, yaitu bola mata masuk kedalam orbital, kelopak mata mengalami pengerutan pada daerah kantong , respon mata terhadap cahaya jadi menurun . Pupil mengecil sehingga menyebabkan cahaya yang masuk keretina berkurang. Sklera menjadi tebal dan kaku , lensa menjadi besar dan tidak lagi trasparan , daya akomodasi menurun karena elastisitasnya berkurang sehingga lansia akan mengetahui kelainan retraksi , atau lebih dikenal dengan presbiop. Pada kelenjar air mata mengalami penurunan produksi air mata sehingga air mata menjadi berkurang dan akan mengakibatkan iritasi , selain itu penglihatan lansia menjadi berkurang penglihatan sehingga dapat menimbulkan rasa frustasi , karena sulit untuk membaca doa , nonton tv dan aturan-aturan lain. Perubahan sistem penciuman ( hidung ) terjadi penurunan sensitifitas didalam penciuman , reseptor pada hidung terutama reseptor penciuman mengalami atropi sehingga tidak dapat mencium dari masakan dan dari lingkungan sehingga kadang kadang lansia tidak nafsu makan ( afetite). Perubahan pada sistem pendengaran telinga pada lansia akan mengalami hearing loss ( presbycutis) yaitu tuli pendengaran yang terjadi secara progresif sebagai akibat atropi badan corti dan saraf auditori. Perubahan pada sistem pengecapan lidah , perubahan pada sensasi rasa bersamaan dengan proses penuaan ,secara struktur sebagian asam dan pahit lebih berfungsi efektif dibandingkan dengan bagian depan yang mengecap rasa manis dan asin. Demikian juga 31

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

mulut dan bibir terjadi penurunan metabolisme rate, kemungkinan menyebabkan selera makan menurun . Perubahan kulit , kuku, dan rambut , perubahan kulit yang tampak terutama pada garis muka ,lingkar mata , mulut dan hidung . Hal ini disebabkan karena hilangnya lemak sub kutan , menipisnya lapisan derma ,penurunan kolagen dan peningkatan glustin , selain itu membran mukosa tampak kering pengeluaran kelenjar keringat menurun. Pada kulit terjadi peningkatan produksi melanosit yang penyebarannya terjadi secara lokal . Perubahan yang terjadi pada rambut menjadi panjang dan tipis. Perubahan yang terjadi pada kuku yaitu pertumbuhan kuku lambat, kuku menjadi kurang becahaya dan kuku menonjol berubah bantuk. Perubahan sistem immunits , terjadi perubahan dalam sistem immunitas yaitu penurunan primary immun respon dari sel beta terutama dalam hal respon yang mengalami interaksi dari sel T. Perubahan spesifik dalam fungsi dari sel limpa termasuk : 1. Pengurangan dalam reaksi proliferatif terhadap mitogen mitogen seperti phytothemaghitinin dan concanavalin meningkat. 2. Pengurangan supresi dan limfosit beta dan sel T. 3. Pengurangan aktivitas yang sistostatik dari sel T. Perubahan perubahan ini ada hubungannya dengan beberapa penyakit pada orang tua mendapat 4-5 kali jumlah kanker dan TBC di bandingkan dengan orang dewasa muda 67 kali. Perubahan perubahan psikososiospritual pada klien geriatri. Penanggulangan problem psikososial merupakan bagian yang tak terpisahkan dari asuhan keperawatan pada klien geriatri. Klien geriatri dihadapkan pada berbagai tema kehilangan , yakni : menurunya kemampuan fisik , ancaman kehilangan indepandent, kehilangan peran , kehilangan hubungan interpersonal dsb. Keadaan keadaan tersebut mengancam intergritas egonya dan memunculkan berbagai bentuk mekanisme depensi immatur ( Kaplan Saddock, 1998 ) Perubahan yang terjadi pada proses penuaan adalah berkurangnya secara bertahap oada fungsi dari berbagai sistem organ . Hal yang mempengaruhi proses penuaan tidak hanya hasil dari prubahan secara biologik saja. Dari perubahan yang terjadi cukup sering menyebabkan keluhan pada lansia yaitu pada penglihatan , pendengaran, penciuman dan perubahan kapasitas kognitif. Dari lima perubahan sensasi yang ada yang menonjol sebagai keluhan dan menjadi problem pada lansia adalah kehilangan penglihatan dan pendengaran .

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

32

Penglihatan : pada usia lanjut secara normal akan mengalami sejumlah perubahan visual seperti penurunan akomodasi , penurunan sensitivitas pada warna , penurunan kedalaman persepsi dan insiden problem visual serta kebutaan meningkat sesuai usia. Sebagian besar penyebab problem mata adalah katarak. Gangguan lainnya dapat berupa glukoma, retinopati diabetikum. Pendengaran : mengalami penurunan kira- kira 50 % pada usia diatas 75 tahun. Pres bycusis suatu gangguan pada pendengaran yang dihubungkan dengan proses penuaan merupakan hasil dari kerusakan sensori neural yang terjadi selama kehidupan yang diakibatkan oleh trauma bising , pemaparan subyaek atau toksik dan faktor genetik maupun penyebab lainnya .Menurunnya pendengaran dapat membatasi keberadaan seseorang sehingga mereka cendrung mengisolasi diri. Disamping perubahan yang terjadi seperti telah diterangkan diatas mereka juga mengalami penurunan penciuman dan sensasi rasa.Papila lingual dan sensoris enciuman mengalami atropi dan terjadi pengurangan persepsi terhadap rasa manis dan asin. Halusinasi dan ilusi pada usia lanjut mungkin merupakan fenomena transien yang disebabkan oleh penurunan ketajaman sensorik. Pada pemeriksaan harus dicatat apakah terdapat kebingungan terhadap waktu dan atau tempat selama episode halusinasi . Adanya kebingungan menyatakan suatu kondisi organik . Penyimpangan persepsi tubuh adalah penting untuk ditanyakan pada usia lanjut , karena halusinasi dapat disebabkan oleh tumor otak dan patologikal lain, suatu pemeriksaan diagnostik mungkin diindikasikan penyakit otak menyebabkan gangguan persepsi. (Sadavoy, 1996 ) Kemampuan kognitif . Beberapa penelitian pada usia lanjut telah mendapatkan gambaran bahwa ada indikasi ditemukan penurunan intelektual akibat proses penuaan seperti menurunnya kemampuan sensori dan persepsi dan meningkatnya kecemasan . (Sadavoy, 1996 ) Fungsi intelegensi Ada dua faktor model dari intelegensia yang menerangkan penurunan dari intelegensia dengan cara membedakan antara Crystallized dan Fluid ability Kemampuan crystallized digambarkan sebagai pengetahuan yang didapat sepanjang hidup seseorang berdasarkan akumulasi pengalamannya dan kemampuan ini berkembang secara konsisten sampai akhir hidup . Sedangkan fluid digambarkan sebagai kemampuan untuk mendapatkan pengetahuan baru atau ketrampilan baru. Beberapa penelitian telah mengemukakan bahwa crystallized ability cendrung relatif stabil sepanjang hidup , sedangkan fluid ability cendrung menurun , disebabkan perubahan biologis susunan saraf. ( Sadavoy, 1996 ) Fungsi memori. 33

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

Hampir sebagian besar lansia mengeluhkan adanya gangguan daya ingatan . Banyak klasifikasi daya ingat yang seing dijumpai . Dalam neurologi dikenal ingatan segera (immediate) , baru (recent), jauh (remot). Ada juga yang memakai istilah penimbunan sensori (sensori strarage), ingatan jangka pendek (shortterm memory), ingatan jangka panjang (longterm memory). Menurut sadavoy (1996), ada tiga tipe umum dari memori yang dipengaruhi oleh proses penuaan. 1. Primery memory. Kapasitas penyimpangan memori sementara yang dibatasi oleh waktu, yang didefinisikan sebagai reproduksi, pengenalan atau pengigatan material dalam periodek sampai 40 detik setelah material dihadapkan. Istilah ini identik dengan ingatan jangka pendek. 2. Secondary memory. Secondary memory atau ingatan jangka panjang adalah kemampuan untuk mendapatkan informasi baru. Prosesnya adalah setelah ingatan jangka pendek ditransfer kedalam ingatan jangka panjang, kemudian dilakukan konsiladasi yaitu berupa penguatan yang progresif dari jejak ingatan sehingga menjadi permanen. Ingatan yang disimpan ini dapat dipanggil kembali dari memori. Proses ini sebagian besar dipengaruhi oleh proses penuaan, Light et al (1971) dalam penelitiannya melaporkan bahwa perkembangan kemampuan untuk belajar tentang materi-materi yang baru berhubungan dengan degenerasi hipokampus. 3. Tertiory memory. Memory yang disimpan dan dikonsiladasi dalam waktu yang lebih panjang seperti memory tentang kelahiran,perkawainan atau peristiwa penting yang mempunyai makna dalam kehidupan seseorang. Kognitif dan Kesehatan. Beberapa penelitian menemukan adanya hubungan antara kesehatan seseorang lansia dengan komponen kognitifnya. Salamon et al (1986) telah melaporkan adanya gangguan kognitif dan memory pada mereka yang depresi. Penurunan daya ingat sering terjadi, biasanya dilakukan sebagai cepat lupa. Lupa sebagai manifestasi gangguan kognitif merupakan komponen yang mencolok pada dimensia. Perbedaan Kultur. Pick (1980) telah meneliti dan melaporkan adanya hubungan antara intelegensi dengan latar belakang kultur seseorang. (sadavoy,1996 dan Kaplan saddock,1994).

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

34

Perbandingan tiga metode sistem pemberian asuhan keperawatan.Faktor Penugasan Fungsional Kepala perawat atau koordinator keperawatan menugasi staff anggota tugas yang jatuh dalam deskripsi job mereka Berhubungan dengan kebutuhan specifik masing-masing klien : dikerjakan oleh beberapa anggota staf perawat : tidak /jangan terus menerus. Metode keperawatan kesehatan Team Ketua tin menugasi anggota tugas yang jatuh dalam deskripsi pekerjaan mereka Primary Kepala perawat atau koordinator menugasi

Pengkajian,perencanaa n dan evaluasi

Implementasi

Perbedaan anggota staf perawat melaksanakan fungsi untuk klien.

Dokumentasi

Anggota staf membuat rotasi pada tindakan pertama atau aspek perawatan dikerjakan oleh mereka atau seorang anggota staf ditugasi untuk mencatat nomor klien,biasanya tidak ada NCP yang dalam data.

Pelaporan pada akhir shif

Seorang pimpinan perawat memberikan catan klien kepada pimpinan perawat yang lain,sering kali informasi yang

Berhubungan dengan kebutuhan specifik masing-masing klien dilakukan oleh ketua tin yang terus menerus tergantung pada bebeapa lama seseoraang masih menjadi ketua tim. Masing-masing anggota tim melaksanakan tugas untuk semua klien, tergantung pada deskripsi pekerjaan, ketua tim sering melakukan medikasi dan mencatat untuk tim. Anggota tim biasanya mendokumentasikan perawatan untuk klien yang dirawat oleh kebanyakan atau semua anggota tim,kadang-kadang anggota tim membuat pemasukan tertentu pada kartu klien,ketua tim mendokumentasikan perencanaan perawataan klien. Ketua tim memberikan laporan kelompok klien kepada tim yang baru datang,informasi didasarkan pada catatan pekerjaan lain.

Berhubungan dengan Kebutuhan specifik masing-masing klien, dilakukan oleh perawat primer,kontiunitas maksimum sejak perawat primer masih sepenuhnya bersama klien diunit RS. Masing-masing ketua tim melakukan perawatan total untuk semua klien.

Perawat primer memberi catatan tentang klien yang ditugaskan pada perawat yang baru datang yang akan

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

35

disaring didasarkan pada catatan pekerja yang lain.

merawat klien,perawat yang melaporkan berinteraksi langsung dengan semua klien yang tercatat.

Perbedaan Model Praktik Keperawatan (Ruth M,1998)Tingkat associate Orientasi tugas Kebutuhan fisiologis dan kenyamanan. - Rencana tindakan keperawatan. - Fokus keperawatan tekhnikal. - Penetapan dibatasi. Hasil : - Kenyamanan. - Kesehatan fisiologis. Tingkat sarjana Orientasi pada pemulangan. - Fokus pada koordinasi pengobatan dan pelayanan keperawatan. - Fokus keperawatan pada kontiunitas. - Pembatasan cairan. Hasil : - Kontuinitas dari perawatan . - Pemulangan yang tepat. Tingkat master Fokus pada kehidupan semua umur. - Multipel penempatan. - Membuat keputusan. - Fokus pada integritas keperawatan. - Penempatan situasional. Hasil : - Memberi wewenang/kuasa. - Perawatan yang utuh. -

Disampaikan Pada Seminar Keperawatan DIII RSCM Angkatan II Dep. Kes. RI [20 Juli 2000]

36