Mal Nutri Si

25
MARASMUS KWARSHIORKOR II.1 DEFINISI Kurang Energi Protein (KEP) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan patologi yang diakibatkan oleh karena defisiensi protein saja atau defesiensi energi saja atau protein dan energi baik secara kuantitatif atau kualitatif yang biasanya sebagai akibat atau berhubungan dengan beberapa faktor penyebab penyakit infeksi (1) . II.2 EPIDEMIOLOGI Riskesdas 2010 menunjukkan jumlah wilayah yang memiliki persentase penderita gizi kurang dan buruk, sekitar 8 provinsi telah mencapai presentase kurang dari 15% . Sementara 15 provinsi lainnya memiliki presentase lebih dari 20%. Secara umum, persentase penderita gizi buruk mengalami penurunan dari 7,2 persen pada tahun 1989 menjadi 4,9 persen pada 2010. Dengan tren peningkatan tersebut, angkanya dinilai sudah mendekati target yang ditetapkan dalam MDGs 2015 yakni 3,6 persen (2) . II.3 ETIOLOGI Kurang Energi-Protein merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu, ada beberapa faktor pendukung penyebab terjadinya penyakit tersebut antara lain, faktor diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan (3) . 1

description

malnutrisi

Transcript of Mal Nutri Si

Page 1: Mal Nutri Si

MARASMUS KWARSHIORKOR

II.1 DEFINISI

Kurang Energi Protein (KEP) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan

patologi yang diakibatkan oleh karena defisiensi protein saja atau defesiensi energi saja atau

protein dan energi baik secara kuantitatif atau kualitatif yang biasanya sebagai akibat atau

berhubungan dengan beberapa faktor penyebab penyakit infeksi (1).

II.2 EPIDEMIOLOGI

Riskesdas 2010 menunjukkan jumlah wilayah yang memiliki persentase penderita gizi

kurang dan buruk, sekitar 8 provinsi telah mencapai presentase kurang dari 15% . Sementara 15

provinsi lainnya memiliki presentase lebih dari 20%. Secara umum, persentase penderita gizi

buruk mengalami penurunan dari 7,2 persen pada tahun 1989 menjadi 4,9 persen pada 2010.

Dengan tren peningkatan tersebut, angkanya dinilai sudah mendekati target yang ditetapkan

dalam MDGs 2015 yakni 3,6 persen(2).

II.3 ETIOLOGI

Kurang Energi-Protein merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu, ada beberapa

faktor pendukung penyebab terjadinya penyakit tersebut antara lain, faktor diet, faktor sosial,

kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan(3).

II.4. KLASIFIKASI KURANG ENERGI PROTEIN

Tujuannya adalah untuk menentukan prevalensi KEP di suatu daerah, sehingga dapat

menentukan presentasi gizi-kurang dan berat di daerah tersebut(3).

II.4.1 Klasifikasi menurut derajat beratnya KEP

a. Klasifikasi menurut Gomez

Klasifikasi tersebut berdasarkan atas berat badan individu dibandingkan dengan

berat badan yang diharapakan pada anak sehat yang seumur. Sebagai baku patokan

dipakai persentil 50 baku Harvard (Stuart dan Stevenson, 1945). Gomez

mengelompokkan KEP dalam KEP ringan, sedang, dan berat(3).

1

Page 2: Mal Nutri Si

Tabel 2.1. Klasifikasi KEP menurut Gomez(3)

Derajat KEP Berat Badan % dari baku*

0 = normal ≥ 90 %

1 = ringan 89-75 %

2 = sedang 74-60 %

3 = berat < 60 %

*Baku = persentil 50 Harvard

b. Modifikasi Bengoa atas Klasifikasi Gomez

Bengoa pada tahun 1970 mengadakan modifikasi pada klasifikasi Gomez, yang

hanya didasarkan pada defisit berat badan saja. Penderita KEP dengan edema, tanpa

menlihat defisit berat badannya digolongkan oleh Bengoa dalam derajat 3. Penderita

kwarsiorkor berat badannya jarang menurun hingga kurang dari 60% disebabkan oleh

adanya edema, sedangkan lemak tubuh dan otot-ototnya tidak mengurang sebanyak

seperti pada keadaan marasmus. Padahal kwarshiorkor merupakan penyakit yang serius

dengan angka kematian tinggi(3).

c. Modifikasi yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan R.I.

Demi keseragaman dalam membuat rencana dan mengevaluasi program-program

pangan dan gizi serta kesehatan masyarakat, maka Lokakarya Antropometri Gizi

Departemen Kesehatan R.I yang diadakan pada tahun 1975 membuat keputusan yang

merupakan modifikasi klasifikasi Gomez. Berbeda dengan penggolongan yang

ditetapkan Gomez, lokakarya mengklasifikasikan status gizi dalam gizi lebih, gizi

kurang, dan gizi buruk(3).

Tabel 2.2. Klasifikasi KEP menurut Dep.Kes (1975) (3)

Derajat KEP Berat badan % dari baku*

0 = normal ≥ 80%

1 = gizi kurang 60-79 %

2 = gizi buruk < 60 %

*Sebagai baku patokan dipakai persentil 50 Harvard.

2

Page 3: Mal Nutri Si

II.4.2 Klasifikasi menurut tipe

Klasifikasi ini menggolongkan KEP menurut tipenya: gizi kurang, marasmus,

kwarshiorkor, dan marasmus-kwarshiorkor. Gizi buruk juga dapat dikaslifikasikan

berdasarkan gambaran klinis sebagai berikut:

1. Marasmus (atrofi, infantile, kelemahan, insufisiensi nutrisi bayi (athrepesia))

Malnutrisi berat pada bayi sering terdapat di daerah dengan makanan yang tidak

cukup atau hygiene jelek. Sinonim marasmus ditetapkan pada pola penyakit klinis

yang menekankan satu atau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. Gambaran klinis

marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet yang tidak

cukup. Hal ini berhubungan dengan kebiasaan makan yang tidak tepat seperti pada

hubungan orang tua dan anak yang terganggu, atau karena kelainan metabolik atau

malformasi kongenital. Gangguan berat setiap sistem tubuh dapat mengakibatkan

malnutrisi(4).

2. Malnutrisi protein (Malnutrisi protein kalori, kwarshiorkor).

Kwarshiorkor merupakan sindroma klinis akibat dari malnutrisi protein berat

(MEP berat) dan masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari

kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolic yang disebabkan oleh

infeksi kronis, akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda

dan gejala tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan menonjol di dunia saat

ini terutama pada daerah industri belum berkembang. Kwarshiorkor berarti ‘anak

tersingkirkan’ yaitu anak yang tidak lagi mengisap, dapat menjadi jelas sejak masa

bayi sampai sekitar usia 5 tahun, biasanya sudah menyapih dari ASI. Walaupun

penambahan tinggi dan berat badan dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak

akan pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak normal(4).

II.5. PATOFISIOLOGI

Kurang Energi-Protein (KEP) adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan

energi dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG), dan

biasanya juga disertai adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Makanan dengan

3

Page 4: Mal Nutri Si

kadar gizi yang tidak adekuat akan menyebabkan tubuh memakai cadangan makan untuk

menghasilkan energy. Pemakaian cadangan makanan ini dimulai dengan pembakaran

cadangan karbohidrat, bila karbohidrat habis, maka tubuh akan membakar cadangan lemak,

dan terakhir tubuh akan membakar cadangan protein setelah cadangan lemak habis. Bila

terjadi stress metabolik (infeksi), maka kebutuhan protein akan meningkat sehingga dapat

menyebabkan defisiensi protein yang relatif. Apabila kondisi tersebut terjadi pada status gizi

diatas -3 SD (-2 SD—3 SD) maka terjadi kwarshiorkor. Bila stess metabolik terjadi pada

status gizi dibawah -3 SD, maka terjadilah marasmus-kwarshiorkor. Bila kekurangan ini

dapat diataptasi secara terus-menerus sampai dibawah -3 SD, maka akan terjadi marasmus.

Dengan demikian, pada malnutisi dapat terjadi gangguan pertumbuhan, atrofi otot,

penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekabalan tubuh

dan berbagai sistem enzim(5).

Pada keadaan marasmus yang menyolok ialah pertumbuhan yang kurang atau terhenti

disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada mulanya kelainan

demikian merupakan suatu proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh

memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan. Kebutuhan ini tidak

terpenuhi pada intake yang kurang, karena itu untuk pemenuhannya digunakan cadangan

protein tubuh sebagai sumber energi(5).

Pada kwashiorkor yang klasik, gangguan metabolisme dan perubahan sel

menyebabkan edema dan perlemakan hati. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi

katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh

jumlah kalori yang cukup dalam dietnya. Namun kekurangan protein dalam diet akan

menimbulkan kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis.

Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat

dan sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan

disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya

pembentukan albumin oleh hati, sehingga kemudian timbul edema(5).

II.6. GAMBARAN KLINIS

4

Page 5: Mal Nutri Si

Anak dengan Kurang Energi-Protein ringan dan sedang hanya terlihat kurus sebagai

gejala klinisnya. Namun, untuk gejala klinis KEP buruk secara garis besar dapat dibedakan

menjadi marasmus, kwarshiorkor, dan marasmic-kwarshiorkor(3,4,5).

a. Marasmus

Tampak sangat kurus, hanya tulang berbungkus kulit.

Wajah seperti orang tua (old man face).

Cengeng, rewel.

Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada.

Perut cekung.

Iga gambang.

Sering disertai penyakit infeksi kronis berulang, diare kronik, atau susah buang air

besar.

b. Kwarshiorkor

Edema, umumnya pada seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki.

Wajah bulat dan sembab.

Pandangan mata sayu.

Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa

sakit, rontok.

Signa de bandera merupakan kelainan rambut yang rumbuh dengan warna

berbeda bergantung kepada asupan makanan yang masuk pada saat rambut

tersebut akan tumbuh.

Perubahan status mental, apatis, dan rewel.

Pembesaran hati.

Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau

duduk.

Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna

menjadi cokelat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis).

c. Marasmus – Kwarshiorkor.

5

Page 6: Mal Nutri Si

Penyakit marasmic – kwarshiorkor memperlihatkan gejala campuran antara

penyakit marasmus dan kwarshiorkor. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung

protein dan energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping

menurunnya berat badan dibawah 60% dari normal, memperlihatkan tanda-tanda

kwarshiorkor berupa edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan terlihat pula kelainan

biokimiawi (3,4,5).

II.7. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan untuk KEP berat/Gizi buruk dengan menggunakan 10 langkah dalam

penatalaksanaan KEP(4,6,7,8,9,10).

Tabel 2.6.Tatalaksana Gizi Buruk(5).

a. Sepuluh Langkah Utama pada Tatalaksana KEP Berat/Gizi Buruk

1. Mencegah dan Mengatasi Hipoglikemi (Gula Darah < 54 mh/dl)

Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan KEP

berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah, kesadaran

menurun, keringat dingin, pucat, lemah, dan bisa terjadi kejang. Terapi dengan

menggunakan dextrose 10% 50 ml. Bila anak sadar, berikan 1 sendok teh gula

6

Page 7: Mal Nutri Si

ditambah 3,5 sendok makan air dan berikan tiap 2 jam. Bila anak tidak sadar, gunakan

sonde. Evaluasi setiap 30 menit, apabila masih hipoglikemi ulangi pemberian(5).

2. Mencegah dan Mengatasi Hipotermia (suhu tubuh <36o C)

Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 36o C. Pada

keadaan seperti ini, anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau

orang dewasa lain dapat mendekap anak didadanya dan ditutupi dengan selimut

(Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernapas(5).

Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan meletakkan

lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh telalu dekat apalagi sampai menyentuh

anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu tubuh melalui dubur

setiap 30 menit sekali. Jika suhu tubuh sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan

selimut atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh kembali kedalam kondisi

hipotermia(5).

3. Mencegah dan Mengatasi Dehidrasi (Kekurangan Cairan) (5)

Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi

buruk dengan dehidrasi adalah:

Terdapat riwayat diare sebelumnya.

Anak sangat kehausan.

Mata cekung.

Nadi lemah.

Tangan kanan dan kiri teraba dingin.

Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.

Tindakan yang dapat dilakukan adalah:

Jika anak masih menyusu, teruskan pemberian ASI dan berikan setiap 30

menit sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan

rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan)

setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi khusus untuk KEP

disebut ReSoMal (Rehydration Solution for Malnutrition) 70 – 100

7

Page 8: Mal Nutri Si

ml/KgBB dalam 2 jam, atau 5 ml/KgBB tiap 30 menit dalam 2 jam

pertama kemudian 5-10 ml/KgBB dalam 4-10 jam berikutnya. Kemudian

monitor tanda-tanda vital, diuresis, frekuensi BAB atau muntah. Evaluasi

pemberian cairan jika frekuensi nadi dan nafas meningkat.

Jika tidak ada ReSoMal, untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat

menggunaka oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum,

dapat dilakukan dengan pemberian cairan secara intravena dengan

menggunakan cairan Ringer Laktat/Glukosa 5% dengan perbandingan 1:1.

4. Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit.

Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan

elektrolit diantaranya:

Kelebihan natrium (Na)tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.

Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg).

Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema, dan untuk pemulihan

keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu. Pemberian elektrolit

dapat dilakukan dengan cara:

Makanan tanpa diberi garam atau rendah garam.

Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2x (dengan

menambahkan 1 liter air) ditambah 4 gr KCl dan 50 gr gula atau bila balita KEP

bisa makan, berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral (Zn,

Cuprum, Mangan, Mg, K) dalam bentuk makanan lunak.

Contoh makanan sumber mineral:

Sumber zink : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur ayam.

Sumber cuprum: daging, hati.

Sumber mangan: beras, kacang tanah, kedelai.

Sumber magnesium: kacang-kacangan, bayam.

Sumber kalium: jus tomat, pisang, kacang-kacangan, apel, alpukat, bayam,

daging tanpa lemak(5).

8

Page 9: Mal Nutri Si

5. Mencegah dan Mengatasi Infeksi

Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda umum yang menunjukkan adanya infeksi

seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/gizi

buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis sebagai berikut(5):

Tabel. 2.7. Dosis Antibiotik Spektrum Luas

Umur atau

Berat Badan

Kotrimoksazol

(Trimetoprim + Sulfametoksazol)

Beri 2x/hari selama 5 hari

Amoksisilin

3x/hari untuk 5

hari

Tablet dewasa

80 mg

trimetoprim +

40 mg

sulfametksazol

Tablet anak

20 mg

trimetoprim +

100 mg

sulfametoksazol

Sirup/5 ml

40 mg

trimetoprim +

200 mg

sulfametoksazol

Sirup

125 mg/5m

2-4 bulan

(4-< 6 kg)

¼ 1 2,5 ml 2,5 ml

4 – 12 bulan

(6- < 10 kg)

½ 2 5 ml 5 ml

12 bulan – 5

tahun (10- <

19 Kg)

1 3 7,5 ml 10 ml

Vaksinasi campak bila anak belum diimunisasi dan umur sudah mencapai 9 bulan.

Catatan:

Mengingat pasien KEP berat/ gizi buruk pada umumnya juga menderita infeksi,

maka pengobatan dilakukan untuk mencegah agar infeksi tidak menjadi lebih

parah. Bila tidak ada perbaikan atau terjadi komplikasi, segera rujuk ke Rumah

Sakit Umum.

Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang

dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati. Berikan

9

Page 10: Mal Nutri Si

metronidazole 7,5 mg/KgBB setiap 8 jam selama 7 hari. Bila diare berlanjut

segera rujuk ke rumah sakit.

6. Pemberian Makanan pada Balita KEP berat/ Gizi buruk.

Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, antara lain fase stabilisasi,

fase transisi, dan fase rehabilitasi.

Fase Stabilisasi

Pada fase awal stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena

keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.

Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang

sedemikian rupa, sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi

metabolisme basal saja(5,6).

Formula khusus yang dianjurkan seperti Formula WHO

75/modifikasi/Modisco ½ dan jadwal pemberian makanan harus disusun

sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan

diet sebagai berikut:

Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa.

Energi: 100 kkal/kg/hari.

Protein: 1-1,5 gr/kgbb/hari

Cairan: 130 ml/kgbb/hari (jika edema berat: 100 ml/kgbb/hari)

Bila anak masih mendapatkan ASI teruskan pemberiannya, dianjurkan

memberi Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan

cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet.

Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti dan

jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak.

Keterangan:

Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan

pemberian formula dapat lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam).

10

Page 11: Mal Nutri Si

Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO

75/pengganti/Modisco ½ dalam sehari, maka berikan sisa formula

tersebut pada pipa nasogastrik (dengan keterampilan petugas).

Pada fase ini jangan diberikan makanan lebih dari 100 Kkal/kgbb/hari.

Pada hari ke-3 sampai hari ke-4 frekuensi pemberian formula diturunkan

setiap jam dan pada hari ke-5 sampai hari ke-7 diturunkan lagi setiap 4

jam.

Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke-7 (akhir minggu 1).

Pantau dan catat:

Jumlah yang diberikan dan sisanya.

Banyaknnya muntah

Frekuensi buang air besar dan konsistensi tinja

Berat badan harian

Selama fase ini, diare secara perlahan-lahan berkurang pada penderita

edema, mula-mula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan

naik.

7. Perhatikan Masa Tumbuh Kejar Balita (Catch-up Growth) (5,6,7)

Pada fase ini, meliputi fase transisi dan fase rehabilitasi.

Fase Transisi (minggu ke-2).

Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara perlahan-lahan untuk

menghindari risiko gagal jantung yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi

makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.

Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0,9-1,0 gr/100 ml)

dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2,9 gr/100 ml)

dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi makanan keluarga dapat digunakan

asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.

Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap hari, sampai hanya sedikit formula yang

tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200

ml/kgbb/hari).

11

Page 12: Mal Nutri Si

Pemantauan pada fase transisi:

o Frekuensi nafas

o Frekuensi denyut nadi

Bila terjadi peningkatan nadi detak nafas > 5x/menit dan denyut nadi >

25x/menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturut-turut, kurangi

volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan

volume seperti sebelumnya.

o Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.

Setelah fase transisi terlampaui, anak diberikan:

Formula WHO 100/pengganti Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan

sering.

Energi: 150-220 Kkal/kgbb/hari.

Protein 4-6 gr/kgbb/hari.

Bila anak masih mendapat ASI, teruskan pemberian ASI, ditambah dengan

makanan formula, karena energi dan protein ASI tidak akan cukup untuk

tumbuh kejar.

Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga.

Pemantauan Fase Rehabilitasi(5,6,7)

Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan:

Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.

Setiap minggu, kenaikan berat badan dihitung.

Baik bila kenaikan BB ≥ 50 gr/kgbb/minggu.

Kurang bila kenaikan BB < 50 gr/kgbb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh.

Tabel 2.8. Tahapan Pemberian Diet.

TAHAPAN PEMBERIAN DIET

FASE STABILISASI : FORMULA WHO 75 ATAU PENGGANTI

FASE TRANSISI : FORMULA WHO 75, FORMULA WHO 100 ATAU

12

Page 13: Mal Nutri Si

PENGGANTI

FASE REHABILITASI : FORMULA WHO 135 (ATAU PENGGANTI)

MAKANAN KELUARGA

8. Lakukan Penaggulangan Kekurangan Zat Gizi Mikro.

Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mnegalami kekurangan vitamin dan

mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, namun jangan tergesa-gesa dalam

memberikan preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat

badannya mulai naik (biasanya pada minggu ke-2). Pemberian Fe pada masa

stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya(5,6,7).

Berikan setiap hari:

Tambahkan multivitamin lain.

Bila berat badan mulai naik, berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat

atau sirup besi dengan dosis sebagai berikut.

Tabel 2.9. Dosis pemberian Tablet Besi (Fe) Folat dan Sirup Besi

UMUR DAN

BERAT

BADAN

TABLET BESI/FOLAT

Sulfas ferosus 200 mg +0,25

mg Asam Folat, diberikan

3x/hari

SIRUP BESI

Sulfa ferosus 150 ml,

diberikan 3x/hari

6 – 12 bulan

(7- < 10 kg)

¼ tablet 2,5 ml ( ½ sendok teh)

12 bulan – 5

tahun

½ tablet 5 ml (1 sendok teh)

Bila anak diduga menderita cacingan, berikan Pirantel Pamoat dengan dosis

tunggal sebagai berikut:

Tabel 2.10. Pemberian Pirantel Pamoat.

Umur atau Berat Badan Pirantel Pamoat (125 mg/tablet)

13

Page 14: Mal Nutri Si

dosis tunggal

4 bulan – 9 bulan (6 - < 8 kg) ½ tablet

9 bulan – 1 tahun (8 - < 10 kg) ¾ tablet

1 tahun – 3 tahun (10 - < 14 kg) 1 tablet

3 tahun – 5 tahun (14 - < 19 kg) 1 ½ tablet

Anak juga dapat menderita defisiensi vitamin A. Gejalanya dapat berupa

konjungtiva atau kornea yang kering, bercak Bitot, ulkus kornea, dan

keratomalasia.

Gambar 4. Bercak Bitot pada mata

Oleh karena itu, untuk pencegahan dapat diberikan vitamin A dengan dosis

sebagai berikut:

Tabel 2.11. Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis

Umur Dosis

< 6 bulan

6 – 12 bulan

1-5 tahun

50.000 (1/2 kapsul biru)

100.000 ( 1 kapsul biru)

200.000 (1 kapsul merah)

Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian kapsul Vitamin A

9. Berikan Stimulasi Sensorik dan Dukungan Emosional(5,6,7)

14

Page 15: Mal Nutri Si

Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,

karenannya diberikan:

Kasih sayang

Ciptakan lingkungan yang menyenangkan

Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari

Rencanakan aktivitas fisik segera setelah sembuh

Tingkatkan ketelibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain, dll)

10. Persiapan untuk Tindak Lanjut di Rumah

Bila berat anak sudah berada di garis warna kuning, anak dapat dirawat di rumah

dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan desa. Pola makan yang

baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah pasien dipulangkan dan

ikuti pemberian makanan, dan aktivitas bermain(5.6,7).

Nasihatkan kepada orang tua untuk:

Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur ke

puskesmas.

Pelayanan di PPG untuk memperoleh PMT-Pemulihan selama 90 hari. Ikuti

nasihat pemberian makanan, berat badan anak harus selalu di timbang setiap

bulan secara teratur di posyandu/puskesmas.

Pemberian makanan yang sering dengan kandungan energi dan nutrient yang

padat.

Penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau posyandu.

Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal.

Anjurkan pemerian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000 SI)

sesuai umur anak setiap bulan Februari dan Agustus.

II.8 PENYAKIT PENYERTA GIZI BURUK

Diare

15

Page 16: Mal Nutri Si

Pada gizi buruk, sering terjadi diare karena mukosa usus yang tidak dapat berfungsi

dengan baik. Selain itu, karena tidak adanya makanan yang masuk, asam lambung dapat

dengan mudah masuk ke usus halus, sehingga merusak mukosa usus halus.

Cacingan

Pada gizi buruk, terdapat pertahanan tubuh yang kurang terhadap berbagai macam

penyakit. Sehingga bila anak memakan makanan yang tidak bersih, terutama telah

terkontaminasi oleh cacing, maka cacing tersebut dapat dengan leluasa untuk

berkembang biak.

TB paru

Kuman TB merupakan kuman yang lemah, namun kuman ini dapat berkembang biak

didalam penjamu yang rentan. Pada gizi buruk, pertahanan tubuh terhadap penyakit

sangat kurang, sehingga kuman TB dapat berkembang biak dengan baik.

16

Page 17: Mal Nutri Si

DAFTAR PUSTAKA

1. Sujana IW. Kekurangan Energi Protein. Ikatan Dokter Indonesia Jembrana Bali [IDI

JEMBRANA website]. April 14, 2011 (cited 2013, April 27). Available at:

http://www.idijembrana.or.id/index.php?module==artikel&kode==10

2. Pudjiadi S. Ilmu Gizi Klinis. Penyakit KEP (Kurang Energi-Protein). Jakarta: Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 1990. p.95-139.

3. Behrman RE, Kleigman R, Arvin AM. Nelson Textbook of Pediatrics. 18 th edition.

Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2009 p.225-32.

4. Israr YA, Putra CA, Julianti R, Tambunan R, Hasriani A. Gizi Buruk (severe

malnutrition) [FK UNRI website]. 2009 (cited 2013, April 27). Available at:

http://www.Files-of-DrsMed.tk

5. Depkes RI. Buku Bagan Tatalaksana Gizi Buruk Anak Gizi Buruk. Jilid 1. Jakarta:

Departemen Kesehatan; 2003.

6. WHO. Management of the Child with a Serious Infection or Severe Malnutrition. WHO;

2000. P.80-91

17