Makna Upacara Mawinten
-
Upload
mita-puspita -
Category
Documents
-
view
138 -
download
6
Transcript of Makna Upacara Mawinten
Upacara Mawinten
Upacara Mawinten atau Upanayana merupakan salah satu upacara yang
tergolong Manusa Yadnya. Mawinten berasal dari Bahasa Kawi (Jawa Kuno) dari
kata : mawa yang berarti bersinar-sinar; inten yang berarti permata, arti
lengkapnya adalah bersinar-sinar bagaikan permata. Mawinten adalah tradisi
Agama Hindu di Bali yang bertujuan untuk memohon waranugraha (anugrah)
Sang Hyang Widhi untuk memberikan kesucian bathin kepada seseorang.
Mawinten dapat dilakukan oleh siapa saja, apakah ia akan menjadi pemangku di
suatu Pura/Pamerajan, atau lain sebagainya.
Secara lahir upacara Mawinten bertujuan untuk membersihkan diri dari
segala kotoran yang melekat pada dirinya (yang di Winten) dengan menggunakan
sarana air kumkuman (air yang berisi beraneka bunga harum). Sedangkan secara
bathin bertujuan untuk memohon penyucian diri kepada Sang Hyang Widhi Wasa
agar diberikan waranugraha berupa tuntunan dan bimbingan dalam mempelajari
ilmu pengetahuan yang bersifat suci dan selanjutnya dapat mengamalkan ajaran-
ajaran tersebut baik untuk diri sendiri maupun kepada orang lain yang
memerlukan.
Upacara Mawinten dijumpai dalam berbagai pustaka lontar seperti lontar
Tutur Pamangku yang isinya tentang Dharma Pawintenan, lontar Tutur
Pawintenan yang isinya tentang tata cara Pawintenan yang paling kecil dengan
upacara dan upakaranya, serta lontar Janma Prakreti yang isinya mengutarakan
tentang tingkatan-tingkatan upacara Pawintenan. Mengacu pada pustaka lontar di
atas, disebutkan pula ada beberapa jenis upacara Mawinten sebagai berikut :
1) Pawintenan Sastra/Saraswati,
2) Pawintenan Pamangku,
3) Pawintenan Dalang,
4) Pawintenan Tukang,
5) Pawintenan Balian/Dukun,
6) Pawintenan Sadeg/Dasaran,
7) Pawintenan Mahawisesa (pawintenan khusus bagi pengurus desa adat).
1
Berikut ini adalah beberapa penjelasan tentang jenis upacara Mawinten, yaitu :
1. Pawintenan Sastra/Saraswati : tujuannya adalah untuk menyucikan diri
secara lahir bathin dalam mempelajari pengetahuan (Weda) untuk peningkatan
kepandaian berilmu. Jenis pawintenan ini dapat dimulai dari umur 5 tahun
atau setelah tanggal gigi.
2. Pawintenan Pamangku : tujuannya adalah untuk menyucikan diri secara
lahir bathin dalam tugas kepemangkuan, yaitu sebagai pemangku pura yang
bertugas memimpin pelaksanaan upacara serta menjadi perantara antara umat
penyungsungnya dengan Tuhan Yang Maha Esa di suatu Pura.
3. Pawintenan Dalang : tujuannya adalah untuk menyucikan diri secara lahir
bathin dalam tugasnya sebagai Dalang, dengan harapan dapat lebih mampu
menarikan pemeranan tokoh-tokoh pewayangan dalam suatu acara pentas.
Dalang yang professional dapat memberikan siraman atau pencerahan rohani
kepada penonton dengan mengambil sumber ajaran Itihasa (yang
menceritakan kisah-kisah kepahlawanan para Raja dan ksatria Hindu di masa
lampau) dan Purana ( kesusastraan Hindu yang memuat mitologi, legenda, dan
kisah-kisah zaman dulu).
4. Pawintenan Tukang : tujuannya adalah untuk menyucikan diri secara lahir
bathin dalam tugas selanjutnya sebagai tukang, sesuai dengan profesi yang
ditekuni dalam kehidupan untuk mempimpin suatu pekerjaan. Profesi tukang
yang dimaksud adalah tukang banten/sajen/ tukang bangunan/undagi, tukang
besi/pande, patung, wadah dan sebagainya.
5. Pawintenan Balian/Dukun : tujuan adalah untuk menyucikan diri secara
lahir bathin dalam tugas selanjutnya memberikan pengobatan alternatif
terhadap suatu penyakit serta memohon kehadapan Hyang Widhi Wasa agar
yang sakit dapat bisa disembuhkan.
6. Pawintenan Mahawisesa : tujuannya adalah untuk menyucikan diri secara
lahir bathin terhadap fungsionaris pengurus Desa Adat (Bendesa Adat) dengan
segenap jajarannya, agar dalam tugas dan pengabdiannya mampu mengemban
dan melaksanakan ajaran-ajaran Agama Hindu di wilayah desanya serta dapat
melaksanakan tugas dengan baik.
2
7. Pawintenan Sadeg/Dasaran : tujuan adalah untuk menyucikan diri secara
lahir bathin terhadap tugas selanjutnya, agar dalam pengabdiannya sebagai
penyambung penyampaian pawisik/bisikan yang diterima dari Hyang Widhi/
manifestasiNya yang dimuliakan, diberikan kekuatan dengan tidak mengada-
ada (membuat-buat).
Jenis-jenis Upacara Mawinten sebagaimana yang telah dipaparkan
sebelumnya, hendaknya disesuaikan dengan profesi yang akan ditekuni dalam
kehidupan. Mengenai waktu penyelenggaraan Upacara Pawintenan pada
umumnya saat menjelang upacara “Penyineban” atau hari penutupan Piodalan
(ulang tahun tempat suci) yang disebut dengan “Nyurud Hayu”. Nyurud artinya
memohon dan Hayu artinya keselamatan. Jadi Nyurud Hayu adalah memohon
keselamatan kepada Sang Hyang Widhi Wasa, Bhatara-Bhatari dan Leluhur.
Selain itu, hari baik untuk melaksanakan upacara mawinten adalah pada saat
rahina Purnama, dengan tujuan agar pembersihan dan penyucian terhadap dirinya
benar-benar bersih serta terang benderang seperti sinar bulan purnama.
Secara umum tempat penyelenggaraan upacara Pawintenan adalah di Pura.
Pawintenan untuk Pamangku biasanya dilaksanakan dimana mereka akan
mengabdikan diri sebagai Pamangku, misalnya di Pura Dalem, Pura Desa, Pura
Puseh, Pura Dhang Kahyangan, Sad Kahyangan, Kahyangan Jagat, atau di
Merajan. Adapun pemimpin upacara pawintenan adalah seorang Pendeta. Di
beberapa desa di Bali atau di luar Bali yang tidak mempunyai pendeta, upacara
pawintenan dapat dilaksanakan dengan cara memohon kehadapan Hyang Widhi
yang diantar oleh pamangku senior, dan pawintenan ini disebut Pawintenan ka
Widhi.
Penyelenggaraan semua jenis upacara pawintenan pada dasarnya sama
yaitu sebagai berikut :
1. Upacara persiapan diawali dengan pembersihan lahir seperti menyapu
halaman pura, menata dengan baik alat-alat upacara pawintenan sesuai dengan
tempatnya, memasang busana perlengkapan untuk palinggih yang akan
dipakai menstanakan Tuhan dan manifestasiNya, upacara penyucian palinggih
dengan menghaturkan sesajen.
3
2. Upacara menstanakan Tuhan dan manifestasi-Nya, selanjutnya
mempersembahkan upakara-upakaranya dengan tujuan mohon agar beliau
berkenan menjadi saksi dalam penyelenggaraan upacara Pawintenan tersebut,
sehingga upacara berjalan tertib, aman, dan lancar.
3. Upacara melukat yaitu pembersihan diri untuk yang akan diwinten) dengan
sarana air kelapa muda (klungah) yang telah dijadikan Tirta oleh pendeta
melalui doa, puja, dan mantra. Selanjutnya dipercikkan ke ubun-ubun dan
badan orang yang akan diwinten.
4. Upacara mabyakala bertujuan untuk memberikan pengorbanan suci kepada
mahluk halus (bhutakala) agar tidak mengganggu jalannya upacara.
5. Upacara Maprayascita adalah memohon kekuatan-kekuatan Tuhan beserta
manifestasiNya agar yang diwinten dapat memiliki pandangan yang suci.
6. Upacara pengukuhan (masakapan, padudusan, marajah) yaitu upacara
penetapan sesuai dengan jenis profesi kepamangkuan yang ditekuni, ditandai
dengan sarana penyucian asapnya api (dudus) dan menulisi organ tubuh yang
diwinten dengan aksara-aksara suci.
7. Upacara mejaya-jaya yaitu upacara yang bertujuan menyatakan rasa syukur
kehadapan Hyang Widhi Wasa, karena telah dapat dilaksanakan dengan baik.
8. Upacara sembahyang, bertujuan mendekatkan diri kehadapan Hyang Widhi
untuk memohon tuntunan dan bimbingan-Nya agar yang diwinten dapat
menjalankan kewajibannya sesuai jenis dan tingkatan pawintenannya.
Rangkaian upacara Pawintenan yang dipaparkan di atas secara garis besar
dapat ditarik makna sebagai berikut :
1. Menenangkan dan memusatkan pikiran, sehingga dapat lebih terarah untuk
mulai mempelajari ilmu pengetahuan.
2. Mengendalikan diri dan menuntun seseorang untuk berpikir, berkata, dan
berbuat sesuai dengan ajaran dharma
3. Merupakan tahapan atau jenjang dalam pendakian spiritual
4. Meningkatkan kebersihan dan kesucian diri pribadi
5. Pengabdian, pelayanan kepada Hyang Widhi Wasa dan masyarakat
4