MAKNA TRADISI KHATMIL QUR’AN BERJAMAAH STUDI PADA JAMAAH BAPAK-BAPAK MASJID...

74
MAKNA TRADISI KHATMIL QUR’AN BERJAMAAH STUDI PADA JAMAAH BAPAK-BAPAK MASJID AL ISHLAH RINGINAWE LEDOK KOTA SALATIGA SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.) Oleh : Muhammad Yusuf NIM 21514022 JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2019

Transcript of MAKNA TRADISI KHATMIL QUR’AN BERJAMAAH STUDI PADA JAMAAH BAPAK-BAPAK MASJID...

  • MAKNA TRADISI KHATMIL QUR’AN BERJAMAAH

    STUDI PADA JAMAAH BAPAK-BAPAK

    MASJID AL ISHLAH RINGINAWE LEDOK

    KOTA SALATIGA

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memperoleh

    Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

    Oleh :

    Muhammad Yusuf

    NIM 21514022

    JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

    FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    2019

  • PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Muhammad Yusuf

    NIM : 215-14-022

    Fakultas : Ushuluddin Adab dan Humaniora

    Program Studi : Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir

    Menyatakan bahwa naskah skripsi saya yang berjudul ”Makna Tradisi

    Khatmil Qur’anBerjamaah: Studi Pada Jamaah Bapak-bapak Masjid

    Al Ishlah Ringinawe Ledok Kota Salatiga” adalah benar-benar hasil

    penelitian/karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk

    sumbernya berdasarkan kode etik ilmiah, dan bebas dari plagiarisme. Jika

    kemudian hari terbukti ditemukan plagiarisme, maka saya siap ditindak

    sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    Salatiga, 21Maret 2019

    Yang menyatakan,

    Muhammad Yusuf

  • KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA

    Jalan Nakula Sadewa VA/No. 09 Salatiga 50721. Telp (0298) 323706 Fax. 323433

    iv

    PENGESAHAN KELULUSAN

    Skripsi Saudara Muhammad Yusufdengan Nomor Induk Mahasiswa 215-

    14-022 yang berjudul “Makna Tradisi Khatmil Qur’an Berjamaah: Studi

    Pada Jamaah Bapak-bapak Masjid Al Ishlah Ringinawe Ledok Kota

    Salatiga” telah dimunaqosyahkan dalam Sidang Panitia Ujian Fakultas

    Ushuluddin Adab dan Humaniora, Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

    Salatiga pada Jum‟at, 22 Maret 2019 dan telah diterima sebagai bagian dari

    syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Ilmu Al-

    Qur‟an dan Tafsir.

    Salatiga, Maret 2019

    Panitia Ujian

    Ketua Sidang

    Dr. Benny Ridwan, M.Hum.

    NIP. 19730520 199903 1006

    Sekretaris Sidang

    Dra. DjamiatulIslamiyah, M.Ag.

    NIP. 19570812 198802 2001

    Penguji I

    Dr. AdangKuswaya, M.Ag.

    NIP.19720531 199803 1002

    Penguji II

    Dr. Mubasirun, M.Ag.

    NIP. 19590202 1999003 1001

    Dekan FUADAH

    Dr. Benny Ridwan, M.Hum.

    NIP. 19730520 199903 1006

  • MOTTO

    اْلَمْكُرْوَهةََّيَْسُهُلَّبِاالت ْمِرْيهََِّّإن َّ

    “Sesungguhnyaapa yang sulitituakanmenjadimudahdenganlatihan”

  • PERSEMBAHAN

    TeruntukKeluarga yang

    telahmemberikandukunganbaikmaterimaupun non-

    materikepadapenulis

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan berbagai

    nikmat dan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

    menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Makna Tradisi Khatmil

    Qur’anBerjamaah: Studi Pada JamaahBapak-bapak Masjid Al Ishlah

    Ringinawe Ledok Kota Salatiga”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi

    persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Strata I (S1) pada Institut Agama

    Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

    Shalawat serta salam tidak lupa selalu penulis curahkan kepada Nabi

    Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan ummatnya yang selalu setia

    pada syafaatnya hingga akhir zaman. Terima kasih penulis haturkan kepada

    semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. Atas

    bantuan baik itu berupa dukungan, tenaga, maupun waktu dan materi. Tiada

    kata-kata yang bisa mengungkapkan rasa terima kasih penulis selain

    “Jazakumullah Khairan Katsiran” semoga kebaikan dari semua pihak

    dibalas Allah SWT dengan berlipat ganda. Ucapan terima kasih penulis

    sampaikan kepada yang terhormat:

    1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga

    yang telah memberikan kesempatan penulis untuk kuliah di

    IAIN Salatiga dan mengadakan penelitian ini.

    2. Bapak Dr. Benny Ridwan, M. Hum., selaku Dekan Fakultas

    Ushuluddin Adab dan Humaniora (FUADAH).

    3. Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Ibu Tri Wahyu

    Hidayati, M. Ag.,

    4. Bapak Dr. M. Ghufron, M.Ag selaku dosen pembimbing

    akademik yang telah memberikan pengarahan dan masukan serta

    motivasi kepada penulis.

    5. Ibu Dra. Djamiatul Islamiyah, M.Ag., selaku dosen pembimbing

    skripsi yang selalu sabar dan teliti dalam mengoreksi dan

    membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.

  • 6. Bapak dan Ibu dosen yang telah membimbing penulis dalam

    memahami ilmu selama duduk di bangku kuliah.

    7. Teman-teman saya, Aris Munanadar, Hendrawan Yanuar, Yudha

    Anggia Utomo, Saifunnuha, Faidurrahman, As‟ad Abdullah, dan

    Muhammad Rafiq; yang telah berkontribusi dan memberikan

    banyak masukan dan bantu an kepada penulis danselalu

    memberikan motivasi serta dukungannya kepada penulis dalam

    menyelesaikan skripsi ini.

    8. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu

    yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak

    langsung dalam penulisan skripsi ini.

    Jazakumullah bi ahsanil jaza’ atas semuanya. Semoga Allah SWT

    meridhai dan memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala jasa-

    jasanya.

    Demikianlah ucapan terima kasih ini penulis sampaikan, semoga

    skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan bagi semua

    pembaca pada umumnya.

    Salatiga, 21Maret 2019

    Penulis,

    Muhammad Yusuf

  • ABSTRAK

    Yusuf, Muhammad. 2019. Makna Tradisi Khatmil Qur’an BerjamaahStudi

    PadaJamaah Bapak-Bapak Masjid Al Ishlah Ringinawe Ledok

    Salatiga. Skripsi, Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora

    Kata Kunci: Khatmil Qur’an, Tradisi, Makna

    Penelitian ini mengkaji tentang tradisi khatmil qur’anberjamaah

    yang dilakukan oleh jamaahBapak-bapakMasjid Al Ishlah Ringinawe,

    Ledok, Salatiga. Dilihat dari substansi materi, penelitian ini termasuk

    penelitian living Qur’an yaitu studi tentang makna dan fungsi Al-Qur‟an

    yang real dipahami dan dialami masyarakat muslim. Fokus peneltian ini

    pertama, bagaimanana deskripsi tradisi khatmil qur’anberjamaahyang

    dilakukanjamaah bapak-bapak masjid Al Ishlah. Kedua, apa makna yang

    terkandung dalam tradisi khatmil qur’an berjamaah bagi jamaah bapak-

    bapak masjid Al Ishlah. Sementara tujuan dari penelitian ini adalah

    pertama, untuk mengetahui deskripsi tradisi khatmil qur’an berjamaahyang

    dilakukan jamaah bapak-bapak masjid Al Ishlah. Kedua, untuk mengetahui

    makna yang terkandung dalam tradisi khatmil qur’an berjamaah bagi

    jamaah bapak-bapak masjid Al Ishlah.

    Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang

    bersifat kualitatif.Dan untuk memperoleh data mengenai kegiatan serta apa

    saja yang terkait dengan kegiatan khatmil qur’an berjamaah tersebut,

    penulis menggunakan metode serta langkah-langkah yang penulis lakukan

    secara berurutan dan berkesinambungan, yaitu: observasi, wawancara, dan

    dokumentasi.

    Dengan langkah-langkah penelitian yang dilakukan, serta poin-poin

    pertanyaan yang dilontarkan kepada beberapa responden terkait makna

    khatmil qur’an, secara umum penelitian ini menghasilkan pemahaman

    bahwa makna tradisi yang muncul dari tradisi khatmil qur’an berjamaah ini

    terdiri dari makna ekspresif dan makna ekspektatif. Makna ekspresif antara

    lain ialah khatmil qur’anberjamaah sebagai sebuah ibadah, syiar, thalabul

    ilmi, ketentraman hati, dan silaturrahmi. Adapun makna ekspektatif antara

    lain ialah menjaga istiqamah, menguatkan keimanan, meraih kemakmuran,

    memotivasi keluarga, meningkatkan kualitas bacaan Al-Qur‟an,

    mengharapkan pahala, dan memperoleh keberkahan.

  • PEDOMAN TRANSLITERASI

    Pedoman Transliterasi Arab Latin yang merupakan hasil

    keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan

    Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/U/1987.

    1. Konsonan Tunggal

    Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab

    dilambangkandengan huruf, dalam pedoman ini sebagian

    dilambangkan dengan huruf dansebagian dilambangkan dengan tanda,

    dan sebagian lagi dilambangkan denganhuruf dan tanda sekaligus.

    Huruf

    Arab

    Nama Huruf Latin Keterangan

    Alif - tidak dilambangkan ا

    - bā‟ b ب

    - tā‟ t ت

    ṡā‟ ṡ s dengan satu titik di ث

    atas

    - Jīm j ج

    حḥā‟ ḥ

    h dengan satu titik di

    bawa

    - khā‟ kh خ

    - Dāl d د

    ذŻāl ż

    z dengan satu titik di

    atas

    - rā‟ r ر

    - Zāi z ز

    - Sīn s س

    - Syīn sy ش

    صṣād ṣ

    s dengan satu titik di

    bawah

    ضḍād ḍ

    d dengan satu titik di

    bawah

    طṭā‟ ṭ

    t dengan satu titik di

    bawah

    ẓā‟ ẓ z dengan satu titik di ظ

  • bawah

    ʿain ʿ koma terbalik ع

    - Gain g غ

    - fā‟ f ف

    - Qāf q ق

    - Kāf k ك

    - Lām l ل

    - Mīm m م

    - Nūn n ن

    - Wāwu w و

    - hā‟ h ه

    ء

    Hamzah

    tidak

    dilambangkan

    atau ‟

    apostrof, tetapi lambang

    initidak dipergunakan

    untukhamzah di awal

    kata

    - yā‟ Y ي

    2. Konsonan Rangkap

    Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap,

    Contoh: َربَّنَا ditulis rabbanā

    بََ ditulis qarraba قَرَّ

    ditulis al-ḥaddu الَحدَ

    3. Tā’ marbūṭahdi akhir kata

    Transliterasinya menggunakan :

    a. Tā’ marbūṭahyang mati atau mendapat harakat sukun,

    transliterasinyah, kecuali untuk kata-kata Arab yang sudah

    terserap menjadi bahasaIndonesia, seperti salat, zakat, dan

    sebagainya.

    Contoh: طَْلَحة ditulis ṭalhah

    ditulis at-taubah اَلتَّوبَة

    ditulis Fātimah فَاِطَمة

  • b. Pada kata yang terakhir dengan tā‟ marbūṭah diikuti oleh

    kata yang

    menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu

    terpisah, makatā‟ marbūṭah itu ditransliterasikan dengan h.

    Contoh : ََةَُْاالَْطفَالَرْوض ditulis rauḍah al-aṭfāl

    c. Bila dihidupkan ditulis t.

    Contoh: َرْوَضةَُْاالَْطفَال ditulis rauḍatul aṭfāl

    Huruf ta marbuthah di akhir kata dapat dialihaksarakan sebagai t

    ataudialihbunyikan sebagai h (pada pembacaan waqaf/berhenti).

  • DAFTAR ISI

    Halaman Judul ....................................................................................... i

    Pernyataan Keaslian Tulisan .................................................................. ii

    Persetujuan Pembimbing ........................................................................ iii iii

    Pengesahan Kelulusan ............................................................................ iv

    Motto ...................................................................................................... v

    Persembahan ........................................................................................... vi

    Kata Pengantar ....................................................................................... vii

    Abstrak ................................................................................................... ix

    Pedoman Transliterasi ............................................................................ x

    Daftarisi .................................................................................................. xii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ............................................. 1

    B. Rumusan Masalah ...................................................... 5

    C. Tujuan Penelitian ....................................................... 5

    D. KegunaanPenelitian ..................................................... 5

    E. Kajian Pustaka ............................................................ 5

    F. Metodologi Penelitian ................................................ 10

    G. TeknisAnalisis Data ................................................... 13

    H. Sistematika Pembahasan ............................................ 14

    BAB II LANDASAN TEORI

    A. Living Qur’an .............................................................. 15

    B. TeoriTindakanSosial Max Weber ............................... 19

    BAB III PAPARAN DATA HASIL PENELITIAN

    A. Deskripsi Masjid Al Ishlah .......................................... 20

    B. Struktur Kepengurusan Masjid Al Ishlah .................... 21

    C. Kegiatan Masjid Al Ishlah........................................... 22

    D. Deskripsi Tradisi Khatmil Qur’anBerjamaah ............. 23

    E. Struktur Kepengurusan Khatmil Qur’anBerjamaah .... 27

  • F. Makna Tradisi Khatmil Qur’anBerjamaah ................. 27

    BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

    A. Makna Ekspresif ......................................................... 34

    B. Makna Ekspektatif ..................................................... 39

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ................................................................ 52

    B. Saran ........................................................................... 53

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 54

    LAMPIRAN .......................................................................................... 57

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Bagi umat Islam, Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang

    menjadi pedoman hidup. Mereka disuruh untuk membaca dan

    mengamalkan agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Dalam

    realitasnya, fenomena “pembacaan Al-Qur‟an” sebagai sebuah apresiasi

    dan respon ummat Islam ternyata sangat beragam. Ada berbagai model

    pembacaan Al-Qur‟an, mulai yang beriorentasi pada pemahaman dan

    pendalaman maknannya, sampai yang sekedar membaca Al-Qur‟an

    sebagai ibadah ritual atau untuk memperoleh ketenangan jiwa.1

    Dari beberapa praktek interaksi umat Islam pada masa awal,

    dapat dipahami jika kemudian berkembang pemahaman di masyarakat

    tentang fadhilah atau khasiat serta keutamaan surat-surat tertentu atau

    ayat-ayat tertentu di dalam Al-Qur‟an sebagai obat dalam arti yang

    sesungguhnya yaitu untuk menyembuhkan penyakit fisik. Di samping

    beberapa fungsi tersebut, Al-Qur‟an juga tidak jarang digunakan

    masyarakat untuk menjadi solusi atas persoalan ekonomi yaitu sebagai

    alat untuk memudahkan datangnya rezeki.2

    Pengalaman berinteraksi dengan Al-Qur‟an dapat terungkap

    atau diungkapkan melalui lisan, tulisan, maupun perbuatan, baik perupa

    pemikiran, pengalaman emosional, maupun spiritual.3 Selanjutnya dari

    pengalaman ini dapat menghasilkan pemahaman dan penghayatan

    terhadap ayat-ayat Al-Qur‟an tertentu secara atomistik. Pemahaman

    dan penghayatan individual yang diungkapkan dan dikomunikasikan

    secara verbal maupun dalam bentuk tindakan tersebut yang dapat

    1Abdul Mustaqim, “Metode penelitian Living Qur‟an”, dalam Metodologi

    Penelitian Living Qur’an dan Hadits, Ed. M. Mansyur, dkk. (Yogyakarta: Teras, 2007),

    65-81. 2Didi Djunaedi, “Living Qur‟an (Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-

    Qur‟an )”, Journal of Qur’an and Hadith Studies (Vol. 4, No. 2, 2015), 178. 3Muhammad, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi Dengan Al-

    Qur‟an” dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits, Ed. M. Mansyur dkk.

    (Yogyakarta: Teras, 2007), 11-34.

  • 2 mempengaruhi individu lain sehingga membentuk kesadaran bersama,

    dan pada taraf tertentu melahirkan tindakan-tindakan kolektif dan

    terorganisasi. Pengalaman bergaul dengan Al-Qur‟an itu meliputi

    bermacam-macam bentuk kegiatan, misalnya membaca Al-Qur‟an,

    memahami dan menafsirkan Al-Qur‟an, menghafal Al-Qur‟an, berobat

    dengan Al-Qur‟an, memohon berbagai hal dengan Al-Qur‟an, mengusir

    makhlus halus dengan Al-Qur‟an, menerapkan ayat-ayat Al-Qur‟an

    tertentu dalam kehidupan individual maupun dalam kehidupan sosial,

    dan menuliskan ayat-ayat Al-Qur‟an untuk menangkal gangguan

    maupun untuk hiasan.4

    Anggapan-anggapan tertentu terhadap Al-Qur‟an dari berbagai

    komunitas baru inilah yang menjadi salah-satu faktor pendukung

    munculnya praktik memfungsikan Al-Qur‟an dalam kehidupan praksis

    di luar kondisi tekstualnya. Hal ini berarti bahwa terjadinya praktik

    pemaknaan Al-Qur‟an yang tidak mengacu pada pemahaman atas pesan

    tekstualnya, tetapi berlandaskan anggapan adanya “fadhilah” dari unit-

    unit tertentu teks Al-Qur‟an bagi kepentingan praksis kehidupan

    keseharian ummat.5

    Sampai saat ini dapat dinyatakan bahwa sebetulnya yang

    dimaksud dengan living Qur’an dalam konteks ini adalah kajian atau

    penelitian ilmiah tentang berbagai peristiwa sosial terkait dengan

    kehadiran atau keberadaan Al-Qur‟an di sebuah komunitas muslim

    tertentu. Penelitian ilmiah disini perlu dikemukakan untuk menghindari

    dimasukkannya tendensi keagamaan yang tentu dengan tendensi ini

    berbagai peristiwa tersebut akan dilihat dengan kacamata ortodoksi

    yang ujung-ujungnya berupa vonis hitam putih sunnah-bid’ah,

    syar’iyah-ghairu syar’iyah atau meminjam istilah yang agak berimbang

    dengan istilah living Qur’an maka peristiwa tersebut sebetulnya lebih

    tepat disebut The Dead Qur’an. artinya jika dilihat dengan kacamata

    keislaman (sebagai agama), tentu peristiwa sosial dimaksud berarti

    telah membuat teks-teks Qur‟an tidak berfungsi, dan hanya dapat

    4Ibid., 12.

    5M. Mansur, “Living Qur‟an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur‟an” dalam

    Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadith, Ed. M. Mansyur dkk. (Yogyakarta:

    Teras, 2007), 3-9.

  • 3

    diaktualisasikan secara benar jika bertolak dari praktek perlakuan atas

    Qur‟an dalam kehidupan kaum muslim sehari-hari yang tidak bertolak

    dari pemahaman yang benar (secara agama) atas kandungan teks

    Qur‟an.6

    Artinya dalam kehidupan praktis, Al-Qur‟an dipakai dan

    diambil fungsinya sebagai praktik penerapan di luar kondisi

    tekstualnya. Seperti yang dilakukan oleh bapak-bapak jamaah masjid Al

    Ishlah yaitu kegiatan khatmil qur’an berjamaah yang dilakukan pada

    malam rabu “wage” di setiap bulannya. Khatmil qur’an berjamaah

    adalah kegiatan membaca Al-Qur‟an yang dimulai dari awal juz hingga

    juz terakhir (30 juz) yang dilakukan secara berjamaah.

    Terdapat dua hal yang mendasari tradisi khatmil qur’an

    berjamaah ini merupakan bagian dari living Qur’an karena ia

    merupakan bentuk respon dari masyarakat terhadap Al-Qur‟an yang

    tidak bertumpu pada makna teks ayat itu sendiri. Kedua dasar tersebut

    adalah berangkat dari ayat Al-Qur‟an beserta hadits Nabi SAW sebagai

    berikut:

    Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu,

    Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu

    mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan

    Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar

    (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa

    yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut/29:45).

    إمُْقْرآَٓن ِِفْ َشهٍْر ِْقَرإ

    ِ)روإه ٔآبو دإود(إ

    7

    Artinya: “Bacalah (khatamkanlah) Al-Qur’an dalam sebulan.”

    (HR. Bukhari)

    6Ibid., 8.

    7 Imam Abi Daud, Jami’ul Huquq Mahfudzah, Cet. 1, Vol. 3 (Beirut: Darul Kutub

    Al-Ilmiyah, 1996), 54.

  • 4 Ayat di atas adalah salah-satu dari sekian banyak ayat yang

    menunjukkan makna perintah untuk membaca Al-Qur‟an. Demikian

    juga hadits di atas adalah merupakan hadits yang menunjukkan pula

    perintah membaca Al-Qur‟an hingga mengkhatamkannya. Dari kedua

    dasar tersebut baik ayat maupun hadits diatas bahwa “makna perintah”

    yang dikandungnya hanya menunjuk pada kewajiban membaca Al-

    Qur‟an. Sedang ayat maupun hadits di atas, tidak secara spesifik

    mewajibkan mengkhatamkan Al-Qur‟an dengan cara berjamaah.

    Sehingga tradisi khatmil qur’an berjamaah adalah termasuk fenomena-

    fenomena yang murni bersumber dari kesadaran masyarakat itu sendiri

    dalam merespon Al-Qur‟an yang tentu diyakininya dapat membawa

    kemanfaatan.

    Oleh sebab itu maka penulis tertarik untuk meneliti tentang

    makna dari tradisi khatmil qur’an berjamaah yang dilakukan oleh

    bapak-bapak jamaah masjid Al Ishlah Ringinawe Ledok Salatiga.

    Pilihan pada bapak-bapak jamaah masjid Al Ishlah Sebagai fokus

    penelitian didasarkan pertimbangan bahwa tradisi khatmil qur’an

    berjamaah yang dilakukan secara berjamaah ini memiliki beberapa

    keunikan, diantaranya adalah pelaksanaan khatmil qur’an berjamaah

    hanya diperuntukkan bagi bapak-bapak dan dilaksanakan secara rutin

    pada malam rabu wage setiap bulannya.

    Berdasakan uraian di atas, maka penelitian ini berfokus pada

    tema: “Makna Tradisi Khatmil qur’an Berjamaah, Studi Pada Jamaah

    Bapak-Bapak Masjid Al Ishlah Ringinawe, Ledok, Salatiga Tahun

    2018.”

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil pokok-

    pokok rumusan masalah sebagai berikut:

    1. Bagaimana deskripsi tradisi khatmil qur’an berjamaah yang

    dilakukan bapak-bapak jamaah masjid Al Ishlah?

    2. Apa makna yang terkandung dalam tradisi khatmil qur’an

    berjamaah bagi bapak-bapak di masjid Al Ishlah?

  • 5

    C. Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Untuk mengetahui deskripsi tradisi khatmil qur’an berjamaah

    yang dilakukan bapak-bapak jamaah masjid Al Ishlah.

    2. Untuk mengetahui makna tradisi khatmil qur’an berjamaah

    bagi bapak-bapak jamaah masjid Al Ishlah.

    D. Kegunaan Penelitian

    Hasil penelitian ini memiliki dua manfaat, yaitu manfaat

    teoritis dan manfaat praktis. Dua hal tersebut antara lain:

    1. Manfaat teoritis yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat

    menambah khazanah pustaka tentang kajian living Qur’an

    yang pernah ada.

    2. Manfaat praktis yaitu memberikan kesadaran secara langsung

    akan pentingnya menjaga Al-Qur‟an yang salah-satunya

    melalui kegiatan khatmil qur’an berjamaah dan menambah

    kecintaan terhadap Al-Qur‟an bagi jamaah bapak-bapak masjid

    Al Ishlah Ringinawe Ledok Salatiga, baik bagi subjek

    penelitian maupun orang-orang sekitarnya.

    E. Kajian Pustaka

    Kajian dan penelitian terhadap khataman Al-Qur‟an telah

    menjadi topik bahasan tersendiri di kalangan mahasiswa khususnya

    bagi jurusan ilmu Al-Qur‟an dan tafsir. Sehingga banyak ditemui

    literatur dan karya ilmiah yang khusus membahas mengenai tema

    tersebut. Diantara beberapa literatur dan tulisan yang senada dengan

    penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut:

    Sebuah tesis karya Elly Maghfirah yang berjudul kecerdasan

    emosi para khatimat (orang yang berparisipasi dalam khataman) pada

    khataman Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak

    Yogyakarta. Dalam tulisan tersebut, dijelaskan tradisi khatmil qur’an

    berjamaah merupakan kegiatan pembacaaan beberapa ayat Al-Qur‟an

    diikuti oleh empat kriteria khatimat. Diantaranya, khatimat 30 Juz bil

    hifdzi (Al-Qiyamah 1-40), 15 Juz bil hifdzi (Al-An‟an 160-165), 30 Juz

    bin nadzri (Al-Hasyr 18-24) dan juz 30 diantaranya pra-latihan, latihan,

  • 6 nadwah khatmil qur’an berjamaah. Kedua, makna yang muncul dalam

    praktik khatmil qur’an berjamaah tersebut diantaranya: makna penilaian

    diri secara teliti, kendali diri, adabtibilias, inisiatif, dorongan prestasi,

    optimisme, kemampuam tim, dan kekuatan pengaruh. Ketiga, terdapat

    sepuluh motivasi yang mendasari para khatimat mengikuti khatmil

    qur’an berjamaah diantaranya: Semata-mata mengharapkan keridhaan

    Allah SWT, menjaga kelestarian Al-Qur‟an, wadah silaturrahim,

    mengikuti dawuh kyai, mendapatkan sanad dan ijazah, dan

    mendapatkan beasiswa belajar dan penghargaan, mendapatkan barakah,

    harapan supaya rajin belajar Al-Qur‟an dan membahagiakan orang tua.

    Keempat, pola kecerdasan emosi para khatimat yang dianalisis

    berdasarkan teori Daniel Goleman diantaranya: memotivasi diri,

    pantang menyerah, sabar, optimis, mudah memanajemen diri, ketaatan,

    produktif, berfikir positif, dan memiliki sifat pemimpin.

    Kemudian tulisan lain adalah skripsi berjudul Khatmil qur’an

    berjamaah di Pondok Pesantren Darul Ulum Wal Hikam Yogyakarta

    (Studi Living Qur’an) karya M. Khairul Anam. Di dalamnya dijelaskan

    mengenai khatmil qur’an berjamaah bi an-Nadzr yang dilaksanakan di

    Pondok Pesantren Darul Ulum Wal Hikam merupakan tradisi yang

    sudah cukup lama dan berjalan hingga sekarang. Dalam prosesi,

    masing-masing santri bisa membaca 1 hingga 2 juz Al-Qur‟an setiap

    setelah shalat Maghrib. Khatmil qur’an berjamaah tidak hanya

    membaca Al-Qur‟an secara utuh 30 juz oleh para santri. Akan tetapi

    ada beberapa ritual lain seperti bertawasul terlebih dahulu, Istighosah,

    Membaca sholawat nariyah dan manaqib Syekh Abdul Qodir Al-

    Jailany. Pondok Pesantren Darul Ulum Wal Hikam Yogyakarta

    merupakan pondok yang merutinkan pembacaan Al-Qur‟an yang

    dijadikan sebagai pendamping hidup dalam keseharian dengan cara

    mengkhatamkan Al-Qur‟an secara bi an-nadhr maupun bi al-ghaib.

    Sebab mengacu pada dalil-dalil Al-Qur‟an yang memerintahkan untuk

    membacanya salah satunya pada surat Ali Imran ayat 113. Praktik

    tersebut merupakan salah satu tindakan sosial yang memiliki makna,

    baik makna objektif, ekspresif maupun dokumenter. Pertama, makna

    objektif-nya adalah praktik tersebut merupakan salah satu peraturan

    yang ada di Pondok Pesantren Darul Ulum wal Hikam yang harus

  • 7

    dilaksanakan, karena jika tidak melaksanakan praktik tersebut akan

    dikenai takzir. Kedua, makna ekspresifnya antara lain adalah sebagai

    sarana memohon agar tercapainya hajat atau cita-cita ponpes dan santri-

    santri, Keberkahan dalam hidup, Serta sebagai upaya mendekatkan diri

    kepada Allah SWT. Yang ketiga, makna dokumenter-nya adalah

    disadari atau tidak disadari khatmil qur’an berjamaah sudah menjadi

    kebiasaan dan hal yang wajar.

    Tulisan selanjutnya adalah skripsi karya Ahmad Ramli dengan

    judul Nilai Religius Tradisi Khatmil qur’an berjamaah Malam Jum‟at

    Manis (Studi Kasus di Musholla Mathla‟un Nur Grujugan, Gapura,

    Sumenep, Madura dalam menjaga Nilai nilai Aswaja ala NU) di

    dalamnya dijelaskan bahwa khatmil qur’an berjamaah yang dilakukan

    oleh masyarakat Desa Grujugan dilakukan sampai tiada hentinya lalu

    kemudian diketahui nilai-nilai yang tampak bagi masyarakat tersebut.

    Khatmil qur’an berjamaah di Musholla Mathla‟un Nur termasuk

    kegiatan yang sangat di agung-agungkan oleh masyarakat Desa

    Grujugan dan memilki banyak manfaat serta nilai yang perlu

    dipertahankan. Sebab tanpa adanya kegiatan tersebut sulit diketahui

    makna dan maksud yang tersirat pada kegiatan khatmil qur’an

    berjamaah itu. Namun salah satu yang paling utama dengan kegiatan

    khatmil qur’an berjamaah yang dilaksanakan oleh Musholla Mathla‟un

    Nur adalah memberi kesempatan dan peluang kepada para alumni dan

    masyarakat tertentu supaya bisa membaca Al-Qur‟an dan bisa

    bersilaturrahmi kepada pengasuh walaupun hanya sebulan sekali. Guru

    agama adalah tiang yang harus dirawat dengan baik, karena segala

    seutunya bisa karena atas restunya.

    Tulisan lain mengenai khatmil qur’an berjamaah adalah skripsi

    karya Marwah yang berjudul Resepsi Al-Qur‟an dalam Tradisi

    „Mappanre temme’ (Studi Living Qur’an Di Kelurahan Buloa,

    Kecamatan Tallo, Kota Makassar, Sulawesi Selatan). Tulisan tersebut

    menjelaskan tentang tradisi khatmil qur’an berjamaah yang dalam

    istilah bugis dikenal dengan nama mappanre temme’ yaitu tradisi

    upacara perayaan khatmil qur’an berjamaah yang dilakukan oleh

    seorang anak yang telah mengkatamkan Al-Qur‟an Tradisi Mappanre

  • 8 temme’ adalah sebuah tradisi yang terbentuk melalui proses Islamisasi

    di Sulawesi Selatan, tepatnya di Kerajaan Gowa pada abad XVII M.

    Tradisi tersebut hadir setelah terbentuknya parewa syara’ (lembaga

    sara‟) sebagai suatu lembaga yang khusus dalam bidang pendidikan

    dasar Al-Qur‟an pada saat itu. Penelitian ini mengambil titik fokus

    tentang tradisi mappanre temme’ di Kelurahan Buloa Kecamatan Tallo

    Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Tradisi mappanre temme’ di

    Sulawesi Selatan sampai saat ini masih terus dilaksanakan, Meskipun

    terjadi perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut sangat wajar

    terjadi karena disebabkan pemahaman keagamaan masing-masing

    individu dan metode pembelajaran Al-Qur‟an yang digunakan.

    Sehingga tradisi tersebut yang mulanya merupakan tradisi yang

    dilaksanakan secara khusus, kini telah dipadukan dan digabungkan

    dengan tradisi-tradisi lainnya, dan yang paling umum dilaksanakan

    bersamaan dengan dilaksanakannya acara mappacci, suatu rangkaian

    dalam ritual penikahan. Adapun sumber pengetahuan masyarakat

    mengenai tradisi tersebut, diperoleh melalui cerita-cerita dari orang tua

    serta merujuk dari sumber Al-Qur‟an dan hadis.

    Kemudian selanjutnya tulisan skripsi yang berjudul Pembacaan

    Ayat- Ayat Al-Qur‟an Dalam Tradisi Mujahadah Minggu Kliwon

    (Studi Living Qur’an Di Jamaah Pengajian Dan Pendidikan Islam

    (JPPI) Minhajul Muslim Sleman, Yogyakarta). Tulisan tersebut terkait

    dengan praktik khatmil qur’an berjamaah dalam mujahadah Minggu

    Kliwon dan makna praktik pembacaan Al-Qur‟an dalam mujahadah

    tersebut, baik makna bagi pengasuh, pengurus dan para santri JPPI

    Minhajul Muslim. Mujahadah Minggu Kliwon JPPI Minhajul Muslim

    merupakan ibadah yang dilakukan untuk proses pendekatan kepada

    Allah. Dalam pelaksanaannya mujahadah Minggu Kliwon dilaksanakan

    setiap selepanan (35 hari) yaitu pada hari Minggu Kliwon. Mujahadah

    tersebut diawali dengan mengkhatamkan Al-Qur‟an 30 juz, selanjutnya

    pembacaan dzikir bersama seperti tahlil dan racikan bacaan yang ada di

    dalam mujahadah seperti bacaan asmaul husna, shalawat, potongan ayat

    87 surat al-Anbiya‟, ayat 180-182 penutup surat as-Shāffat. Praktik

    tersebut merupakan salah satu tindakan sosial yang memilik makna,

    baik makna objektif, ekspresif maupun dokumenter. Pertama, makna

  • 9

    objektif-nya adalah praktik tersebut merupakan salah satu peraturan atau

    kegiatan rutin santri JPPI Minhajul Muslim yang harus dilaksanakan.

    Kedua, makna ekspresif-nya antara lain sebagai sarana pembiasaan diri

    dekat dengan Al-Qur‟an, sarana memohon keberkahan dari pembacaan

    Al-Qur‟an dan bacaan mujahadah serta menentramkan hati. Ketiga,

    makna dokumenter-nya adalah disadari atau tidak disadari pembacaan

    Al-Qur‟an pada suatu mujahadah atau kegiatan lain sudah menjadi hal

    yang wajar. Karena praktik tersebut sudah ada sejak lama bahkan Nabi

    Muhammad saw. pun melaksanakan praktik tersebut.

    Dari pemaparan literatur di atas, beberapa praktik living Qur’an

    telah dikaji oleh akademisi. Namun tradisi khatmil qur’an berjamaah

    yang dilakukan oleh bapak-bapak jamaah masjid Al Ishlah berbeda

    dengan dengan penelitian sebelumnya. Baik dari waktu pelaksanaannya,

    keanggotaan, serta prosesinya. Disini penulis juga akan menguraikan

    tentang makna dari tradisi khatmil qur’an berjamaah tersebut. Oleh

    karena itu, penulis merasa berkesempatan membahas beberapa hal

    diatas untuk memperoleh pemahaman tentang prosesi dan makna tradisi

    khatmil qur’an berjamaah yang dilakukan oleh bapak-bapak jamaah

    masjid Al Ishlah. Sesuai dengan tujuan dari pada studi living Qur’an

    sendiri adalah untuk mendeskripsikan dan mempublikasikan tentang

    keragaman masyarakat di satu tempat dengan tempat lainnya dalam

    merespon Al-Qur‟an di luar dari pesan tekstualnya.

    F. Metode Penelitian

    Metode merupakan suatu proses, prinsip, prosedur dan cara

    yang kita pergunakan untuk mendekati dan mencari jawaban dari

    persoalan yang ada.8

    1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

    a. Jenis Penelitian

    Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (field

    research) yaitu: suatu penelitian yang dilakukan secara

    sistematis dengan mengangkat data diri lapangan.9

    8 Dedi Mulyana, Metode Penelitian Paragidma Baru Ilmu Komunikasi dan Sosial

    Lainnya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), 145.

  • 10 b. Pendekatan Penelitian

    Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    pendekatan kualitatif. Menurut Moleong pendekatan kualitatif

    adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena

    tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya

    perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara

    holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan

    bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

    memanfaatkan berbagai metode alamiah.10

    2. Sumber Data

    a. Data Primer

    Data yang menjadi sumber utama dalam penelitian ini

    adalah keterangan hasil wawancara dengan responden. Adapun

    yang menjadi responden adalah: Bapak-bapak jamaah masjid Al

    Ishlah yang tergabung dalam kegiatan khatmil qur’an

    berjamaah.

    b. Data Sekunder

    Data sekunder mencakup data tertulis dan data yang

    bisa diamati di lokasi penelitian. Seperti foto-foto dokumentasi,

    buku, dan lain-lain yang relevan dengan tema pembahasan.

    c. Lokasi Penelitian dan Subyek Penelitian

    Lokasi penelitian adalah di Dusun Ringinawe

    Kecamatan Ledok kota Salatiga yang subyeknya adalah bapak-

    bapak jamaah Masjid Al Ishlah.

    3. Metode Pengumpulan Data

    Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam

    penelitian ini, penulis menggunakan metode sebagai berikut:

    a. Observasi

    Obeservasi adalah bentuk pengamatan langsung

    terhadap objek yang diteliti, untuk mengetahui kebenarannya,

    9 M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya

    (Jakarta: Ghalia Inonesia, 2002), 11. 10

    Lexy J. Moleong, Metodologi Penelititan Kualitatif (Bandung: PT Remaja

    Rosdakarya,

    2005), 6.

  • 11

    situasi, kondisi, konteks, ruang, serta maknanya dalam upaya

    pengumpulan data suatu penelitian.11 Pengamatan tersebut bisa

    dengan melihat, mendengar, merasakan, dan mencatatnya

    seobjektif mungkin.

    Observasi dalam penelitian ini dilakukan terhadap

    aktifitas khatmil qur’an berjamaah oleh bapak-bapak jamaah

    masjid Al Ishlah Ringinawe Ledok Salatiga.

    b. Wawancara

    Wawancara atau interview adalah sebuah dialog atau

    tanya jawab yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh

    informasi dari kegiatan wawancara tersebut.12

    Fokus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

    makna tradisi khatmil qur’an berjamaah bagi bapak-bapak

    jamaah masjid Al Ishlah, maka penelitian dalam hal ini akan

    banyak berkomunikasi dengan subyek penelitian melalui

    wawancara. Dalam konteks ini, penulis akan mengadakan

    wawancara terhadap beberapa responden yang tergabung dalam

    kegiatan khatmil qur’an berjamaah bapak-bapak jamaah masjid

    Al Ishlah. Disamping itu, dalam proses wawancara penulis

    merujuk pada metode Max Weber tentang Verstehen.

    Seadangkan menurut Brian Morris dalam bukunya yang

    berjudul Anthropologycal Studies of Religion and Introductory

    Text, yang dikutip oleh Muhammad Yusuf bahwa Verstehen

    adalah pemahaman empatik (nir-keberpihakan), tidak simpati,

    dan tidak antipati. Dalam arti, kemampuan menyerap dan

    mengungkapkan perasaan, motif-motif, dan pemikiran-

    pemikiran yang ada dibalik tindakan orang lain.13

    11

    Ibrahim, Metodologi Penelitian Kualitatif: Panduan Penelitian Beserta Contoh

    Proposal Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2015), 81. 12

    Nana Syadik Sukamadinata, Metode Penelitan Pendidikan (Bandung: PT

    Remaja Rosdakarya, 20007), 221. 13 Muhammad Yusuf, “Pendekatan Sosiologi Dalam Penelitian Living Qur‟an”,

    dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadith, Ed. M. Mansyur dkk.

    (Yogyakarta: Teras, 2007), 3-9.

  • 12

    c. Dokumentasi

    Dokumentasi yakni sumber yang memberikan data atau

    informasi atau fakta kepada peneliti yang berisi berkenaan

    dengan peristiwa/moment atau kegiatan yang telah lalu, baik itu

    berupa catatan, foto, rekaman video maupun lainnya.14

    Disini penulis akan mendokumentasikan semua

    aktivitas yang berhubungan dengan pelaksanaan tersebut.

    Metode ini digunakan upaya menyempurnakan data-data yang

    diperoleh dari metode observasi dan wawancara. Serta data-data

    lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

    4. Prosedur dan Langkah Penelitian

    Prosedur dan langkah yang penulis tempuh adalah

    menggunakan prosedur penelitian fenomenologi yang dirumuskan

    oleh Creswell sebagai berikut:

    a. Menetapkan lingkup fenomena yang akan diteliti. Dalam hal ini

    adalah tempat pelaksanaan khatmil qur’an berjamaah yang

    dilakukan oleh jamaah bapak-bapak Masjid Al Ishlah yaitu di

    Ringinawe Ledok Salatiga.

    b. Menyusun daftar pertanyaan. Dalam hal ini dimana penulis

    menyiapkan instrument penelitian terlebih dahulu sebelum

    melakukan penelitian secara langsung.

    c. Pengumpulan data. Dalam hal ini penulis secara langsung

    mengumpulkan data melalui proses observasi, wawancara, dan

    dokumentasi serta penulusuran dokumen yang terkait langsung

    dengan tema penelitian.15

    G. Teknik Analisis Data

    Teknik analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini

    adalah merujuk pada teknis analisis data fenomenologis menurut

    Creswell, sebagai berikut:

    14

    Ibrahim, Metodologi Penelitian Kualitatif: Panduan Penelitian Beserta Contoh

    Proposal Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2015), 93. 15

    John W. Creswell, Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among

    Five Traditions (London: Sage Publicatios, 1998), 54-55.

  • 13

    1. Tahap awal: Peneliti mendeskripsikan sepenuhnya fenomena yang

    dialami subjek penelitian. Seluruh data hasil wawancara mendalam

    dengan subjek penelitian ditranskripsikan ke dalam bahasa tulisan.

    2. Tahap horizontal: Dari hasil transkripsi, peneliti menginventarisasi

    pernyataan-pernyataan penting yang relevan dengan topik. Pada

    tahap ini, peneliti menunda penilaian (bracketing/ephoce) artinya,

    unsur subjektivitas penulis tidak mencampuri upaya dalam merinci

    point-point penting sebagai data penelitian yang diperoleh dari hasil

    wawancara.

    3. Tahap cluster of meaning: Selanjutnya peneliti mengklasifikasikan

    pernyataan-pernyataan tadi ke dalam tema-tema atau unit-unit

    makna, serta menyisihkan pernyataan yang tumpang tindih atau

    berulang-ulang. Pada tahap ini, dilakukan dengan cara berikut:

    a. Tekstural description yaitu peneliti menuliskan apa yang

    dialami, yakni deskripsi apa yang dialami oleh para individu.

    b. Structural description yaitu peneliti menuliskan makna yang

    berdasarkan pendapat, penilaian, perasaan, harapan subjek

    penelitian tentang fenomena yang dialaminya.

    4. Tahap deskripsi esensi: peneliti mengonstruksi (membangun)

    deskripsi menyeluruh mengenai makna dan esensi pengalaman para

    subjek.16

    H. Sistematika Penulisan

    Agar hasil penulisan skripsi ini mudah dipahami, maka penulis

    menetapkan sistematika penulisan tersebut untuk mengklasifikasikan

    persoalan-persoalan yang telah ada. Penelitian ini terdiri dari tiga

    bagian yaitu bagian pendahuluan, bagian isi, dan bagian akhir. Adapun

    secara lebih rinci sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai

    berikut:

    16

    John W. Creswell, Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among

    Five Traditions (London: Sage Publicatios, 1998), 147-150.

  • 14 Bab I: Pendahuluan

    Bab pertama berisi tentang: Latar Belakang Masalah, Rumusan

    Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kajian Pustaka,

    Metode Penelitian, Teknik Analisis Data, dan Sistematika Penulisan.

    Bab II: Landasan teori

    Bagian ini berisi tentang landasan teori yang memuat mengenai

    ruang lingkup kajian Living Qur’an beserta teori tindakan sosial Max

    Weber.

    Bab III: Paparan Data dan Temuan Penelitian

    Bab tiga berisi tentang deskripsi Masjid Al Ishlah, deskripsi

    tradisi khatmil qur’an berjamaah, dan makna tradisi khatmil qur’an

    berjamaah.

    Bab IV : Analisis dan Pembahasan

    Pada bab ini berisi tentang analisis sejumlah data hasil

    penelitian.

    Bab V : Penutup

    Bab lima merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan

    dan saran, serta lampiran-lampiran yang terkait dengan penelitian ini.

  • 15

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Living Qur’an

    Banyak definisi yang ditawarkan untuk menentukan arah kajian

    Living Qur’an, salah satunya datang dari Sahiron Syamsuddin yang

    menyatakan, “Teks Al-Qur‟an yang „hidup‟ dalam masyarakat itulah

    yang disebut Living Qur’an, sedangkan manifestasi teks yang berupa

    pemaknaan Al-Qur‟an disebut dengan Living Tafsir. Adapun yang

    dimaksud dengan teks Al-Qur‟an yang hidup ialah pergumulan teks Al-

    Qur‟an dalam ranah realitas yang mendapat respons dari masyarakat

    dari hasil pemahaman dan penafsiran. Termasuk dalam pengertian

    „respons masyarakat‟ adalah resepsi mereka terhadap teks tertentu dan

    hasil penafsiran tertentu. Resepsi sosial terhadap Al-Qur‟an dapat

    ditemui dalam kehidupan sehari-hari, seperti pentradisian bacaan surat

    atau ayat tertentu pada acara dan seremoni sosial keagamaan tertentu.

    Sementara itu, resepsi sosial terhadap hasil penafsiran terjelma dalam

    dilembagakannya bentuk penafsiran tertentu dalam masyarakat, baik

    dalam skala besar maupun kecil.17

    Disisi lain, Muhammad Mansyur berpendapat bahwa

    pengertian Living Qur’an sebenarnya bermula dari fenomena Qur‟an

    in everyday life, yang tidak lain adalah “makna dan fungsi Al-Qur‟an

    yang real dipahami dan dialami masyarakat Muslim”. Maksud

    Muhammad Mansyur adalah “perilaku masyarakat yang dihubungkan

    dengan Al-Qur‟an pada tataran realitas, di luar maqasid an-nas”. Al-

    Qur‟an atau teks mempunyai fungsi sesuai dengan apa yang bisa

    dianggap atau dipersepsikan oleh satuan masyarakat dengan

    beranggapan akan mendapatkan “fadilah” dari pengamalan yang

    17

    Sahiron Syamsuddin, “Ranah-Ranah Penelitian Dalam Studi Al-Qur‟an Dan

    Hadis”, dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, Ed. M. Mansyur, dkk.

    (Yogyakarta: Teras, 2007), xi-xvi.

  • 16 dilakukan dalam tataran realitas yang dijustifikasi dari teks Al-Qur‟an

    .18

    Sementara itu, Heddy Shri Ahimsa-Putra mengklasifikasikan

    pemaknaan terhadap Living Qur’an menjadi tiga kategori. Pertama,

    Living Qur’an adalah sosok Nabi Muhammad SAW yang

    sesungguhnya. Hal ini didasarkan pada keterangan dari Siti Aisyah

    ketika ditanya tentang akhlak Nabi Muhammad SAW, maka beliau

    menjawab bahwa akhlaq Nabi SAW adalah Al-Qur‟an. Dengan

    demikian Nabi Muhammad SAW adalah “Al-Qur‟an yang hidup,” atau

    Living Qur’an. Kedua, ungkapan Living Qur’an juga bisa mengacu

    kepada suatu masyarakat yang kehidupan sehari-harinya menggunakan

    Al-Qur‟an sebagai kitab acuannya. Mereka hidup dengan mengikuti

    apa-apa yang diperintahkan Al-Qur‟an dan menjauhi hal-hal yang

    dilarang di dalamnya, sehingga masyarakat tersebut seperti “Al-Qur‟an

    yang hidup”, Al-Qur‟an yang mewujud dalam kehidupan sehari-hari

    mereka. Ketiga, ungkapan tersebut juga dapat berarti bahwa Al-Qur‟an

    bukanlah hanya sebuah kitab, tetapi sebuah “kitab yang hidup”, yaitu

    yang perwujudannya dalam kehidupan sehari-hari begitu terasa dan

    nyata, serta beraneka ragam, tergantung pada bidang kehidupannya.19

    Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Living Qur’an adalah

    suatu kajian ilmiah dalam ranah studi Al-Qur‟an yang meneliti

    dialektika antara Al-Qur‟an dengan kondisi realitas sosial di

    masyarakat. Living Qur’an juga berarti praktek-praktek pelaksanaan

    ajaran Al-Qur‟an di masyarakat dalam kehidupan mereka sehari-hari.

    Sering kali praktek-praktek yang dilakukan masyarakat, berbeda dengan

    muatan tekstual dari ayat-ayat atau surat-surat Al-Qur‟an itu sendiri.

    Dalam lintasan sejarah islam, bahkan pada era yang sangat dini,

    praktik memperlakukan Al-Qur‟an atau unit-unit tertentu dari Al-

    Qur‟an sehingga bermakna dalam kehidupan praksis umat pada

    dasarnya sudah terjadi. Ketika Nabi Muhammad saw. masih hidup,

    18

    M. Mansur, “Living Qur‟an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur‟an”, dalam

    Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadith, Ed. M. Mansyur dkk. (Yogyakarta:

    Teras, 2007), 3-9. 19

    Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Al-Qur‟an : Beberapa Perspektif

    Antropologi”, Jurnal Walisongo (Vol. 20, No. 1, Mei/2012): 236-237.

  • 17

    sebuah masa yang paling baik bagi islam, masa dimana semua perilaku

    umat terbimbing wahyu lewat Nabi secara langsung, praktik semacam

    ini konon dilakukan oleh Nabi sendiri. Menurut salah-satu riwayat,

    Nabi pernah menyembuhkan penyakit dengan ruqyah lewat surat Al-

    fatihah, atau menolak sihir dengan surat Al-mu’awwizatain. Kalau lah

    praktik semacam ini sudah ada pada zaman Nabi, maka hal ini berarti

    bahwa Al-Qur‟an diperlakukan sebagai pemangku fungsi di luar

    kapasitasnya sebagai teks. Sebab secara semantis surat Al-fatihah tidak

    memiliki kaitan soal penyakit tetapi digunakan untuk fungsi di luar

    fungsi semantisnya.20

    Apa yang pernah dilakukan oleh Nabi ini tentu bergulir sampai

    generasi-generasi berikutnya, apalagi ketika Al-Qur‟an mulai

    menambah wilayah baru yang memiliki kesenjangan kultural dengan

    wilayah di mana Al-Qur‟an pertama kali turun. Bagi telinga dan lidah

    yang sama sekali asing dengan bunyi teks, maka peluang untuk

    memperlakukan Al-Qur‟an secara khusus menjadi jauh lebih besar

    dibandingkan ketika masih berada dalam komunitas aslinya.21

    Dari sudut pandang Islam tentu praktek ini berarti

    menunjukkan the deed Qur’an, tetapi sebagai fakta sosial, praktek

    semacam ini tetap berkaitan dengan Al-Qur‟an dan betul-betul terjadi di

    tengah komunitas Muslim tertentu. Itulah yang kemudian perlu

    dijadikan obyek studi baru bagi para pemerhati studi Qur‟an dan untuk

    menyederhanakan ungkapan, maka digunakanlah istilah Living

    Qur’an.22

    Praktek-praktek semacam ini dalam bentuknya yang paling

    sederhana pada dasarnya sudah sama tuanya denga usia Al-Qur‟an itu

    sendiri. Namun, pada periode yang cukup panjang praktek-praktek di

    atas belum menjadi obyek kajian penelitian Qur‟an. Baru pada penggal

    terakhir sejarah studi Al-Qur‟an kajian tentang praktek-praktek ini

    20

    M. Mansur, “Living Qur‟an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur‟an”, dalam

    Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadith, Ed. M. Mansyur dkk. (Yogyakarta:

    Teras, 2007), 3-9. 21

    Ibid., 4. 22

    Ibid., 9.

  • 18 diinisiasikan kedalam wilayah studi Qur‟an oleh para pemerhati studi

    Qur‟an kontemporer.23

    Living Qur’an, dimaksudkan bukan bagaimana individu atau

    sekelompok orang memahami Al-Qur‟an (penafsiran), tapi bagaimana

    Al-Qur‟an itu disikapi dan direspon masyarakat Muslim dalam realitas

    kehidupan sehari-hari menurut konteks budaya dan pergaulan sosial.

    Hamat saya, apa yang mereka lakukan adalah merupakan “panggilan

    jiwa” yang merupakan kewajiban moral sebagai Muslim untuk

    memberikan penghargaan, penghormatan, cara memuliakan (ta’zim)

    kitab suci yang diharapkan pahala dan berkah dari Al-Qur‟an

    sebagaimana keyakinan umat Islam tehadap fungsi Al-Qur‟an yang

    dinyatakan sendiri secara beragam. Oleh karena itu, maksud yang

    dikandung bisa sama, tetapi ekspresi dan ekspektasi masyarakat

    terhadap Al-Qur‟an antara kelompok satu dengan kelompok yang

    laiinya bisa berbeda, begitu juga antara golongan, antara etnis, dan

    antara bangsa.24

    Dalam penelitian model Living Qur’an yang dicari bukan

    kebenaran agama lewat Al-Qur‟an atau menghakimi kelompok

    keagamaan tertentu dalam Islam, tetapi lebih mengedepankan penelitian

    tentang tradisi yang menggejala (fenomena) di masyarakat dilihat dari

    persepsi kualitatif.25

    Signifikansi akademik dari penelitian living Qur’an ini tentu

    tidak lebih dari mengeksplorasi dan mempublikasikan kekayaan ragam

    fenomena sosial terkait dengan Al-Qur‟an di berbagai komunitas

    muslim dalam batas-batas kepentingan ilmiah yang tidak berpihak.26

    B. Teori Tindakan Sosial Max Weber

    Menurut Bryan dalam bukunya Teori Sosial Dari Klasik

    Sampai Post-Modern, yang dikutip oleh Alis Muhlis bahwa Weber

    mengklasifikasi tindakan sosial menjadi empat tipe tindakan yang

    23

    Ibid., 9. 24

    Ibid., 50. 25

    Ibid., 50. 26

    M. Mansur, “Living Qur‟an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur‟an”, dalam

    Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadith, Ed. M. Mansyur dkk. (Yogyakarta:

    Teras, 2007), 3-9.

  • 19

    dibedakan dalam konteks motif dan tujuan para pelakunya yaitu:

    tindakan rasionalitas instrumental, tindakan rasionalitas nilai,

    tindakan afektif, dan tindakan tradisional. Adapun penjabaran

    mengenai keempat klasifikasi tipe tindakan yaitu sebagai berikut: 27

    1. Tindakan rasionalitas instrumental

    Tindakan rasionalitas instrumental, yaitu tindakan yang ditujukan

    pada pencapaian tujuan-tujuan yang secara rasional diperhitungkan

    dan diupayakan sendiri oleh aktor yang bersangkutan.

    2. Tindakan rasional nilai.

    Tindakan rasionalitas nilai, yaitu tindakan rasional berdasarkan nilai

    yang dilakukan untuk alasan-alasan dan tujuan-tujuan yang ada

    kaitannya dengan nilai-nilai yang diyakini secara personal tanpa

    memperhitungkan prospek-prospek yang ada kaitannya dengan

    berhasil atau gagalnya tindakan tersebut.

    3. Tindakan afektif

    Ketiga, tindakan afektif, yaitu tindakan yang ditentukan oleh

    kondisi-kondisi dan orientasi-orientasi emosional si aktor.

    4. Tindakan tradisional

    Tindakan tradisional yaitu tindakan yang ditentukan oleh kebiasaan-

    kebiasaan yang sudah mengakar turun-temurun.

    27

    Alis muhlis, “Analisis Tindakan Sosial Max Weber Dalam Tradisi Pembacaan

    Kitab Mukhtashar al-Bukhari”, Jurnal Living Hadis (Vol. 1, No. 2, Oktober 2016), 248.

  • 20

    BAB III

    PAPARAN DATA HASIL PENELITIAN

    A. Deskrisi Masjid Al Ishlah

    Pada tahun 1965 dibangun sebuah mushalla berukuran = 6 m x

    10 m di atas tanah milik ibu Hj. Mutiah seluas + 60 m2. Tanah tersebut

    pada akhir tahun 1990 setelah ditambah luasnya menjadi 322 m2 lalu

    diwakafkan oleh wakif yang sama untuk pembangunan masjid (hak

    milik wakaf no: 898 desa ledok).

    Tahun 1991 mushalla direnovasi menjadi masjid dengan

    ukuran = 12 m x 12 m di atas tanah wakaf seluas 322 m2. Pada tanggal

    2 Mei 2006, Bpk. H. Amam Nurhadi mewakafkan tanahnya yang

    terletak di sebelah barat masjid (bersebelahan) seluas 90 m2 berdasarkan

    Akta Ikrar Wakaf No. W.2/03/V/06 tanggal 2 mei 2006.

    Dengan memperhatikan kepentingan kedua belah pihak, maka

    masyarakat secara bergotong royong membeli tanah yang di sebelah

    selatan tanah seluas 92 m2 yang kemudian diwakafkan untuk perluasan

    dan pembangunan masjid. Sehingga perluasan sebanyak 182 m2.28

    Adapun letak Geografis Masjid Al Ishlah berada di tengah-

    tengah Kota Salatiga. Lebih rincinya, secara geografis Masjid Al Ishlah

    terletak pada posisi yang berbatasan dengan beberapa tempat. Pada

    bagian timur berbatasan dengan Jl. Argorumekso II. Di bagian utara

    berbatasan dengan Jl. Argoluwih. Di bagian barat berbatasan dengan Jl.

    Argoluwih I. Kemudian di bagian selatan berbatasan dengan Jl.

    Argorumekso.

    Adapun alamat Masjid Al Ishlah terletak di Dusun Ringinawe

    RT 10/RW 01 Kelurahan Ledok, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga,

    Jl. Argorumekso, No. 9 B.29

    Selanjutnya berkaitan dengan sumber dana Masjid Al Ishlah

    baik dalam dana pembangunan serta dana penunjang kegiatan-kegiatan

    masjid lainnya yakni murni bersumber dari para jamaah dan masyarakat

    sekitar melalui kotak amal dan infaq-infaq lainnya.30

    28

    Hasil observasi 29

    Hasil observasi. 30

    Hasil wawancara dengan F U S, pada tanggal 20 Desember 2018.

  • 21

    B. Struktur Kepengurusan Masjid Al-Ishlah

    Adapun susunan kepengurusan dari Masjid Al Ishlah adalah

    seperti berikut ini:31

    SUSUNAN PENGURUS TAKMIR MASJID AL ISHLAH

    PERIODE 2016-2020

    1. Pelindung : Lurah Ledok

    : Ketua RW 1

    2. Penasehat : Bpk. KH. Muh. Zainal Arifin

    : Bpk. KH. Abdillah Amin

    : Bpk. H. Basaruddin Jamin, S.H

    3. Ketua : Bpk. H. Fauzi Untung Sarwono

    4. Wakil ketua : Bpk. Slamet Khirom, S.Pd.

    5. Sekretaris : Bpk. Winarno, S.E

    6. Wakil Sekretaris : Bpk. Tri Rohmat

    7. Bendahara : Bpk. Rohadi

    8. Wakil Bendahara : Bpk. H. Abd. Aziz Rubimin

    9. Seksi-seksi

    a. Pendidikan TPA : Bpk. Nur Said

    : Bpk. Purwadi Antoro

    : Bpk. Drs. Sutrisna, M.Pd

    b. Pengajian/dakwah dan PHBI : Bpk. Ridwanto

    : Bpk. Noer Achmadi

    : Bpk. H. Buyadi

    : Bpk. H. Ahmad Wartono

    : Ibu Hj. Suratmin

    : Ibu Hj. Tulus S

    : Ibu rdwanto

    c. Remaja Masjid : Sdr. Sugianto

    : Sdr. Nurdin

    d. Pembangunan : Bpk. Ir. Gandung

    : Bpk. Ridwanto

    31

    Hasil observasi.

  • 22 e. Humas : Bpk. Budiono

    : Bpk. Priyono

    : Bpk. Ahmad Supardi

    f. Sosial : Bpk. Drs. Sarmanto

    : Bpk. Budiono

    g. Perawatan Masjid : Bpk. Ngatibun

    : Bpk. Tukino

    : Bpk. Haryanto

    : Bpk. Triyanto

    : Bpk. Sutrisno

    C. Kegiatan masjid Al Ishlah

    Adapun kegiatan yang ada di Masjid Al Ishlah dapat di

    kategorikan sebagai berikut:32

    1. Kegiatan Tahunan

    Kegiatan tahunan yang ada di masjid Al Ishlah meliputi shalat Idul

    Adha, shalat Idul Fitri dan peringatan peringatan hari keagamaan

    lainnya seperti peringatan Maulid Nabi dan Isra‟ Mi‟raj. Dan

    termasuk di dalamnya melakukan Ziarah ke makam para wali tiap

    tahunnya.

    2. Kegiatan Bulanan

    Kegiatan bulanan yang ada di masjid Al Ishlah antara lain

    mujahadah yang dilaksanakan setiap malam Jum‟at pon. Kemudian

    khatmil qur’an berjamaah yang dilaksanakan setiap malam Rabu

    wage dan pengajian umum yang dilaksanakan setiap malam Jum‟at

    wage.

    3. Kegiatan Mingguan

    Kegiatan mingguan yang ada di masjid Al Ishlah di antaranya ada

    pengajian tafsir Al-Qur‟an yang dilaksanakan setiap malam Kamis

    ba’da isya‟, kuliah subuh yang dilaksanakan pada hari Rabu pagi

    dan Ahad pagi. Berikutnya yaitu tarbiyatul hasanah yang

    dilaksanakan setiap malam Ahad. Dan pengajian yasinan dan

    tahlilan yang dilaksanakan setiap malam Jum‟at.

    4. Kegiatan Harian

    32

    Hasil observasi.

  • 23

    Adapun yang menjadi kegiatan harian di masjid Al Ishlah yaitu

    tadarrus Al-Qur‟an yang dilakukan setiap ba’da maghrib yang

    dipimpin oleh imam masjid yang di ikuti oleh jamaah lainnya.

    Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kegiatan yang

    menjadi fokus dalam penelitian ini adalah kegiatan bulanan berupa

    khatmil qur’an berjamaah. Meskipun dalam praktiknya sebetulnya ada

    yang bersifat insedentil yaitu kegiatan khatmil qur’an berjamaah

    berdasarkan undangan karena hajat tertentu.

    D. Deskripsi Tradisi Khatmil Qur’an berjamaah

    Tradisi khatmil qur’an berjamaah pada mulanya dirintis oleh

    bapak Kyai Junaidi Amin pada tanggal 12 Oktober 2010. Namun

    setelah beliau meningal maka kepemimpinannya dilanjutkan oleh

    Bapak Slamet Kirom. Tujuan dari dibentuknya tradisi khatmil qur’an

    berjamaah ini, pertama adalah untuk mengistiqomahkan dalam

    mengkhatamkan Al-Qur‟an setiap bulannya. Hal itu dikarenakan

    kegiatan khatmil qur’an berjamaah pada awalnya hanya dilakukan

    pada saat Ramadhan saja. Kedua, sebagai kegiatan tholabul ilmi

    dimana dalam pelaksanaan khatmil qur’an berjamaah tersebut di

    dalamnya terdapat kajian-kajian ayat dan hadits, serta tema-tema

    keagamaan lainnya. Alasan lainnya adalah untuk menguatkan

    ukhuwah/persaudaraan bagi bapak-bapak jamaah masjid Al Ishlah,

    disamping itu, juga untuk mengetahui kondisi jamaah. Adapun harapan

    dari pelaksanaan tradisi khatmil qur’an berjamaah dapat membawa

    berkah bagi shohibul bait. Selanjutnya yang berbeda dari kegiatan

    pengajian pada umunya adalah pengajian khatmil qur’an berjamaah ini

    hanya diperuntukkan bagi jamaah bapak-bapak yang artinya dalam

    pelaksanaannya tidak ada jamaah perempuan yang ikut dalam kegiatan

    tersebut dengan alasan bahwa dalam pengajian tidak boleh bercampur

    antara laki-laki dan perempuan.33

    Adapun kegiatan khatmil qur’an berjamaah tersebut

    dilaksanakan di rumah jamaah yang telah terjadwal. Namun terkadang

    kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini dilaksanakan di hari-hari

    33

    Wawancara dengan Bpk. S L K, pada tanggal 07 Desember 2018.

  • 24 tertentu sesuai permintaan dari masyarakat sekitar. Demikian pula

    ketika tidak memungkinkan dilaksanakan di rumah jamaah karena

    alasan tertentu, maka kegiatan khatmil qur’an berjamaah

    diselenggarakan di masjid.34 Dan pelaksanaannya dilakukan pada

    malam Rabu Wage, ba’da shalat Isya‟. Pilihan pada malam Rabu

    Wage tersebut adalah bahwa malam Rabu Wage merupakan adat Jawa

    khususnya dalam melaksanakan amalan-amalan kebaikan.35

    Pada setiap kegiatan tentu ada hal-hal yang menjadi penunjang

    demi terlaksananya sebuah agenda salah-satunya adalah dana. Dana

    dari kegiatan khatmil qur’an berjamaah tersebut ialah bersumber dari

    para jamaah itu sendiri.36

    Khatmil qur’an berjamaah yang dilaksanakan secara rutin oleh

    jamaah bapak-bapak masjid Al Ishlah pada malam rabu wage setiap

    bulannya adalah salah-satu agenda rutinan yang diselenggarakan oleh

    para pengurus masjid Al Ishlah. Di samping itu, kegiatan khatmil

    qur’an berjamaah juga diselenggarakan di beberapa tempat dan di

    waktu yang berbeda. Misalnya ketika adanya hajatan-hajatan tertentu

    dari masyarakat sekitar, para jamaah diundang ke rumah untuk

    melakukan khatmil qur’an berjamaah.

    Pengajian khatmil qur’an berjamaah tersebut merupakan

    sebuah kegiatan yang sangat penting bagi para jamaah dimana mereka

    sangat antusias dalam mengikuti kegiatan yang diadakan setiap

    bulannya itu. Hal itu dapat ditunjukkan melalui beberapa keterangan

    dari para jamaah khatmil qur’an berjamaah bahwa mereka berharap

    agar kegiatan khatmil qur’an berjamaah bapak-bapak tetap

    dipertahankan di lingkungan Ringinawe setempat.

    Beberapa hari sebelum kegiatan khatmil qur’an berjamaah

    dilaksanakan, pengurus yang bertugas kembali membagikan undangan

    baik berupa surat atau menginformasikan ke para jamaah bapak-bapak

    lewat WhatsApp. Saat menjelang maghrib, salah satu pengurus

    kemudian mengingatkan kembali melalui pengumuman lewat

    microphone masjid Al Ishlah.

    34

    Hasil observasi. 35

    Hasil observasi. 36

    Hasil wawancara dengan Bpk. S L K, pada tanggal 07 Desember 2018.

  • 25

    Sekitar lima belas menit sebelum acara dimulai, para jamaah

    khatmil qur’an berjamaah menuju tempat dimana khatmil qur’an

    berjamaah itu dilaksanakan tepatnya pada pukul 19.45 WIB. Setelah

    jamaah hadir, ketua pengurus kemudian membagikan Al-Qur‟an

    kepada para jamaah yang dibagi satu juz untuk satu jamaah. Setelah

    dibagi, acara khatmil qur’an berjamaah kemudian dibuka secara resmi

    oleh pembawa acara.

    Ada beberapa sesi dalam acara kegiatan khatmil qur’an

    berjamaah tersebut. diantaranya ada sambutan dan ceramah yang

    umumnya disampaikan langsung oleh ketua khatmil qur’an berjamaah.

    Penulis melihat bahwa dalam ceramah yang disampaikan oleh ketua

    khatmil qur’an berjamaah itu membahas beberapa tema-tema pokok

    dan mendasar dalam masalah-masalah keagamaan.

    Dari pengamatan penulis diatas, maka sesungguhnya kegiatan

    khatmil qur’an berjamaah juga menjadi sebuah media edukasi bagi para

    jamaah dalam meningkatkan pengetahuan mereka dalam hal-hal

    keagamaan. Oleh karena itu, maka khatmil qur’an berjamaah yang

    dilakukan secara rutin oleh bapak-bapak jamaah masid Al Ishlah tidak

    terbatas pada kegiatan membaca, di samping itu juga dapat memahami

    nilai-nilai petunjuk dari Al-Qur‟an melalui ceramah yang disampaikan

    oleh ketua khatmil qur’an berjamaah.

    Pada sesi khatmil qur’an berjamaah, para jamaah fokus dengan

    bacaannya masing-masing sampai selesai. Namun terkadang antara satu

    jamaah dan yang lainnya tidak bersamaan dalam menyelesaikan bacaan.

    Hal ini disebabkan sebagian jamaah membaca dengan cara yang cepat

    dan sebagian yang lainnya membaca dengan lambat.

    Setelah sebagian besar dari jamaah telah menyelesaikan

    bacaannya, kemudian dilnjutkan dengan acara berikutnya yaitu tahlil.

    Tahlil dilakukan pula secara berjamaah dan dipimpin oleh ketua khatmil

    qur’an berjamaah. Tahlil merupakan sebuah kegiatan yang tanpa absen

    dilakukan di setiap pengajian termasuk dalam pengajian kelompok

    jamaah khatmil qur’an berjamaah bapak-bapak masjid Al Ishlah.

    Setelah pembacaan tahlil, berikutnya adalah pengiriman do‟a

    kepada almarhum/almarhumah dari para keluarga jamaah khatmil

  • 26 qur’an berjamaah. Di samping itu juga secara khusus pembacaan do‟a

    disampaikan untuk keluarga shahibul bait yang telah bersedia dan

    ikhlas menyambut para jamaah dalam melaksanakan kegiatan khatmil

    qur’an berjamaah di kediamannya. Dan setelah itu, ketua khatmil

    qur’an berjamaah kemudian memimpin kembali do‟a khatmil qur’an.

    Setelah pembacaan do‟a, sesi selanjutnya adalah tanya jawab.

    Dimana para jamaah di persilakan untuk bertanya yang berhubungan

    dengan masalah-masalah keagamaan baik yang bersifat individu

    maupun yang bersifat sosial sehingga jamaah yang bersangkutan dapat

    tercerahkan melalui kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini.

    Sesi terakhir adalah istirahat. Setelah acara ditutup, shahibul

    bait kemudian mempersiapkan dan menghidangkan makanan kepada

    para jamaah khatmil qur’an. Hal tersebut tidak lain adalah sebagai

    bentuk rasa hormat shahibul bait kepada para jamaah sebagai tamu.

    Namun adanya jamuan dan hidangan makanan tersebut tidak bersifat

    wajib. Dalam arti apabila shahibul bait tidak mempunyai cukup biaya

    untuk menyiapkan hidangan, maka hal tersebut tidak menjadi sebuah

    masalah, dan kegiatan khatmil qur’an berjamaah tetap dilaksanakan

    sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Kegiatan yang berjalan

    lancar dan khusyu‟ itu dilaksanakan kurang lebih dua jam yang dimulai

    pada pukul 19:45-22:00 WIB.

    E. Struktur Kepengurusan Khatmil Qur’an Berjamaah

    Adapun struktur kepengurusan khatmil qur’an berjamaah

    adalah sebagai berikut:37

    a. Ketua : Bpk. Slamet Kirom

    b. Sekretaris : Bpk. Subkhan

    c. Bendahara : Bpk. Sugiyanto

    d. Humas : Bpk. Gunanto

    F. Makna Tradisi Khatmil Qur’an Berjamaah

    Untuk mendapatkan data mengenai pemaknaan para bapak-

    bapak jamaah masjid Al Ishlah terkait tradisi khatmil qur’an

    berjamaah, maka penulis melakukan wawancara terhadap sepuluh

    37

    Hasil wawancara dengan Bpk. S L K, pada tanggal 07 Desember 2018.

  • 27

    responden yang tergabung dalam kegiatan khatmil qur’an

    berjamaah. Kesepuluh responden tersebut adalah sebagai berikut:

    1. S T R

    S T R merupakan salah satu pengurus masjid Al-Islah yang

    juga aktif sebagai anggota jamaah khatmil qur’an berjamaah bapak-

    bapak. Usia beliau saat ini sudah memasuki 60 tahun. Beliau

    mengikuti pengajian khatmil qur’an berjamaah ini sejak

    dibentuknya kelompok jamaah khatmil qur’an berjamaah yaitu pada

    tanggal 12 Oktober 2010 yang lalu.

    Saat penulis bertanya mengenai pendapat beliau tentang

    kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini, beliau menjawab bahwa

    khatmil qur’an berjamaah adalah kegiatan silaturrahmi yang dapat

    menjaga hubungan baik sesama masyarakat dan di dalamnya dapat

    menambah wawasan ilmu agama. Penilaian beliau dari kegiatan ini

    adalah positif yang di dalamnya banyak kebaikan, silaturrahmi,

    membaca Al-Qur‟an dan lain-lain. Perasaan beliau saat mengikuti

    kegiatan ini yaitu merasa senang ketika berkumpul bersama dalam

    satu kelompok untuk mengkhatamkan Al-Qur‟an. Harapan beliau

    dari kegiatan ini adalah untuk memberikan contoh kepada keluarga

    agar kedepannya dapat ikut serta dalam kegiatan khatmil qur’an

    berjamaah.38

    2. S L K

    S L K yang merupakan salah satu pengurus dan jamaah

    masjid Al Ishlah di samping sebagai ketua khatmil qur’an

    berjamaah yang ke dua hingga saat ini yang menggantikan Bpk.

    Junaidi selaku pendiri kegiatan khatmil qur’an berjamaah. Usia

    beliau saat ini memasuki usia 53 tahun. Beliau mengikuti kegiatan

    khatmil qur’an berjamaah sejak mulai dari kegiatan ini dibentuk,

    yakni pada tahun 2010.

    Saat penulis bertanya mengenai pendapat beliau tentang

    makna kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini, beliau menjawab

    bahwa khatmil qur’an berjamaah ini adalah kegiatan tadarus Al-

    Qur‟an bersama dan sebagai wadah bagi jamaah agar bacaan Al-

    38

    Hasil wawancara pada tanggal 07 Desember 2018.

  • 28 Qur‟annya semakin meningkat. Penilaian beliau dari kegiatan

    khatmil qur’an berjamaah ini sangat baik termasuk sering kali

    dalam pelaksanaannya mendapat undangan bagi warga sekitar

    ketika ada hajatan-hajatan tertentu misalnya memperingati 7 hari

    kematian, memasuki rumah baru, dan untuk bagi yang hamil 3

    bulan dan seterusnya. Perasaan beliau saat mengikuti khatmil

    qur’an berjamaah yaitu semakin terjalin keakraban dan

    kebersamaan sesama jamaah bapak-bapak. Harapan beliau dari

    kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini adalah agar bacaan Al-

    Qur‟an nya memenuhi standar bacaan yang benar yaitu membaca

    dengan tajwid.39

    3. N T B

    N T B adalah salah seorang jamaah dan pengurus masjid Al

    Ishlah, dan beliau aktif sebagai anggota jamaah khatmil qur’an

    berjamaah bapak-bapak. Usia beliau saat ini memasuki 63 tahun.

    Beliau mengikuti pengajian khatmil qur’an berjamaah ini sejak

    dibentuknya kelompok jamaah khatmil qur’an berjamaah yaitu pada

    tanggal 12 Oktober 2010 yang lalu.

    Saat penulis bertanya mengenai pendapat beliau tentang

    kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini, beliau menjawab bahwa

    khatmil qur’an berjamaah ini adalah kegiatan dakwah yang

    bertujuan menambah wawasan ilmu agama dan semakin menambah

    kecintaan masyarakat terhadap Al-Qur‟an. Penilaian beliau dari

    kagiatan ini adalah sangat baik yaitu dengan bertambahnya jumlah

    peminat yang ikut kegiatan khatmil qur’an berjamaah. Perasaan

    beliau saat mengikuti kegiatan khamtil qur’an berjamaah ini adalah

    senang ketika berkumpul bersama dalam mengkhatamkan Al-

    Qur‟an. Harapan beliau dari kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini

    yaitu semoga kedepannya terus bertambah jumlah peminatnya.40

    4. A S P

    A S P adalah salah seorang jamaah masjid Al Ishlah dan

    aktif sebagai anggota jamaah khatmil qur’an berjamaah bapak-

    39

    Hasil wawancara pada tanggal 07 Desember 2018. 40

    Hasil wawancara pada tanggal 07 Desember 2018.

  • 29

    bapak. Usia beliau saat ini memasuki usia 58 tahun. Beliau

    mengikuti pengajian khatmil qur’an berjamaah ini sejak

    dibentuknya kelompok jamaah khatmil qur’an berjamaah yaitu pada

    tanggal 12 Oktober 2010 yang lalu.

    Saat penulis bertanya mengenai pendapat beliau tentang

    kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini, beliau menjawab bahwa

    khatmil qur’an berjamaah ini adalah kegiatan yang dapat menjaga

    dan menumbuhkan kecintaan pada Al-Qur‟an di tengah-tengah

    masyarakat di lingkungan Ringinawe. Penilaian beliau dari kegiatan

    khatmil qur’an berjamaah ini sangat baik. Perasaan beliau saat

    mengikuti kegiatan khatmil qur’an berjamaah adalah merasakan

    kedamaian di dalam hati. Harapan beliau dari kegiatan khatmil

    qur’an berjamaah ini adalah dapat membawa keberkahan.41

    5. S T R N

    S T R N adalah salah seorang jamaah masjid Al Ishlah yang

    juga aktif sebagai jamaah khatmil qur’an berjamaah. Beliau juga

    merupakan ketua RW setempat. Dan saat ini beliau masih aktif

    dalam mengikuti kegiatan khatmil qur’an berjamaah bapak-bapak.

    Usia beliau saat ini sudah memasuki usia 54 tahun. Beliau

    mengikuti pengajian khatmil qur’an berjamaah ini sejak

    dibentuknya kelompok jamaah khatmil qur’an berjamaah yaitu pada

    tanggal 12 Oktober 2010 yang lalu.

    Saat penulis bertanya mengenai pendapat beliau tentang

    kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini, beliau menjawab bahwa

    khatmil qur’an berjamaah ini adalah kegiatan dalam rangka

    mendalami bacaan dan pemahaman Al-Qur‟an dan terjalinnya

    persaudaraan melalui kegiatan khatmil qur’an berjamaah. Penilaian

    beliau tentang kegiatan ini adalah positif yaitu menghidupkan

    kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini di lingkungan masyarakat

    Ringinawe. Perasaan beliau saat ikut kegiatan ini adalah terdapat

    kenyamanan batin dan terdapat kepuasan tersendiri ketika bisa

    mengkhatamkan Al-Qur‟an dengan cara berjamaah. Dan keluarga

    shahibul bait pun merasa termotivasi untuk ikut membaca Al-

    41

    Hasil wawancara pada tanggal 07 Desember 2018.

  • 30 Qur‟an. Harapan beliau dari kegiatan ini adalah untuk memberikan

    contoh kepada keluarga agar kedepannya dapat mengikuti khatmil

    qur’an berjamaah.42

    6. A D S

    A D S adalah salah seorang jamaah masjid Al Ishlah yang

    juga beliau aktif sebagai anggota khatmil qur’an berjamaah bapak-

    bapak. Usia beliau saat ini sudah memasuki usia 51 tahun. Beliau

    mengikuti kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini sejak tiga tahun

    terakhir yakni di tahun 2015.

    Saat penulis bertanya mengenai pendapat beliau tentang

    kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini, beliau menjawab bahwa

    khatmil qur’an berjamaah ini adalah merupakan ibadah dan dapat

    menambah wawasan keagamaan dimana dalam pelaksanaannya

    terdapat kajian beberapa ayat Al-Qur‟an. Penilaian beliau dari

    kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini adalah sangat positif

    termasuk dapat menciptakan hubungan yang baik di antara

    masyarakat. Perasaan beliau saat mengikuti khatmil qur’an

    berjamaah ini adalah merasakan ketenangan, nyaman, dan keluarga

    menjadi tentram. Harapan beliau dari kegiatan ini adalah nilai-nilai

    Al-Qur‟an dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari oleh

    masyarakat.43

    7. H B D

    H B D juga adalah salah seorang jamaah masjid Al Ishlah

    yang juga aktif sebagai anggota jamaah khatmil qur’an berjamaah

    bapak-bapak. Beliau saat ini memasuki usia 51 tahun, yakni beliau

    mengikuti pengajian khatmil qur’an berjamaah ini sejak

    dibentuknya kelompok jamaah khatmil qur’an berjamaah yaitu pada

    tanggal 12 Oktober 2010 yang lalu.

    Saat penulis bertanya mengenai pendapat beliau tentang

    kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini, beliau menjawab bahwa

    khatmil qur’an berjamaah ini adalah kegiatan yang dapat

    mengembangkan bacaan Al-Qur‟an dan sebagai moment

    42

    Hasil wawancara pada tanggal 07 Desember 2018. 43

    Hasil wawancara pada tanggal 07 Desember 2018.

  • 31

    bersilaturrahmi sesama jamaah. Penilaian beliau terhadap kegiatan

    ini sangat baik dan sangat bermanfaat yang diantaranya dalam

    pelaksanaannya dipanjatkannya doa-doa yang dikhususkan bagi

    jamaah yang punya hajatan dan mendoakan orang-orang yang telah

    meninggal. Perasaan beliau saat mengikuti khatmil qur’an

    berjamaah ini adalah merasa senang dan hati terasa tentram dan

    lebih mudah mengkhatamkan Al-Qur‟an jika dilakukan dengan cara

    berjamaah. Harapan beliau dari kegiatan ini adalah agar generasi

    berikutnya tetap melanjutkan tradisi khatmil qur’an berjamaah ini.44

    8. A R

    A R adalah salah seorang jamaah masjid Al Ishlah yang

    juga aktif sebagai anggota jamaah khatmil qur’an berjamaah bapak-

    bapak. Usia beliau saat ini telah memasuki 64 tahun, dan beliau

    mengikuti pengajian khatmil qur’an berjamaah ini sejak

    dibentuknya kelompok jamaah khatmil qur’an berjamaah yakni

    pada tanggal 12 Oktober 2010 yang lalu.

    Saat penulis bertanya mengenai pendapat beliau tentang

    kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini, beliau menjawab bahwa

    khatmil qur’an berjamaah ini adalah salah-satu kegiatan ibadah

    yaitu untuk meningkatkan bacaan Al-Qur‟an. Penilaian beliau dari

    khatmil qur’an berjamaah ini adalah terdapat perkembangan

    sehingga beliau mengharapkan agar kegiatan khatmil qur’an

    berjamaah ini terus dilaksanakan dari generasi ke generasi. Perasaan

    beliau saat mengikuti khatmil qur’an berjamaah adalah semakin

    tenang dan menyejukkan hati. Harapan beliau dari kegiatan khatmil

    qur’an berjamaah ini adalah agar kedepannya keluarga-keluarga

    beliau dapat mengikuti kegiatan khatmil qur’an berjamaah.45

    9. K W R

    K W R adalah salah seorang jamaah masjid Al Ishlah yang

    juga aktif sebagai anggota jamaah khatmil qur’an berjamaah bapak-

    bapak. Usia beliau saat ini telah memasuki usia 67 tahun. Beliau

    mengikuti pengajian khatmil qur’an berjamaah ini sejak

    44

    Hasil wawancara pada tanggal 07 Desember 2018. 45

    Hasil wawancara pada tanggal 07 Desember 2018.

  • 32 dibentuknya kelompok jamaah khatmil qur’an berjamaah yaitu pada

    tanggal 12 Oktober 2010 yang lalu.

    Saat penulis bertanya mengenai pendapat beliau tentang

    kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini, beliau menjawab bahwa

    khatmil qur’an berjamaah ini adalah kegiatan yang dapat

    menguatkan iman. Penilaian beliau dari khatmil qur’an berjamaah

    ini adalah baik didasarkan bahwa bendera Islam adalah Al-Qur‟an.

    Perasaan beliau saat mengikuti kegiatan khatmil qur’an berjamaah

    ini adalah merasakan kenikmatan dan hati terasa lebih tenang.

    Harapan beliau dari kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini adalah

    untuk memperoleh pahala dari bacaan Al-Qur‟an dan ingin bertemu

    dengan wajah Allah di akhirat kelak.46

    10. F U S

    F U S adalah salah seorang jamaah dan pengurus masjid Al

    Ishlah yang juga saat ini aktif sebagai anggota jamaah khatmil

    qur’an berjamaah bapak-bapak. Usia beliau saat ini telah memasuki

    usia 58 tahun. Beliau mengikuti pengajian khatmil qur’an

    berjamaah ini sejak dibentuknya kelompok jamaah khatmil qur’an

    berjamaah yaitu pada tanggal 12 Oktober 2010 yang lalu.

    Saat penulis bertanya mengenai pendapat beliau tentang

    kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini, beliau menjawab bahwa

    khatmil qur’an berjamaah ini adalah merupakan bentuk kegiatan

    syiar dakwah di lingkungan masjid Al Ishlah. Penilaian beliau dari

    kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini adalah sangat baik yaitu

    dapat mempererat persaudaraan sesama jamaah Al Ishlah. Perasaan

    beliau saat mengikuti khatmil qur’an berjamaah ini adalah

    merasakan ketenangan dan menambah keistiqamahan untuk terus

    mengikuti kegiatan khatmil qur’an berjamaah tersebut. Harapan

    beliau dari kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini adalah agar

    sesama jamaah menjadi makmur sehingga diharapakan agar

    kegiatan ini tetap berlanjut seterusnya.47

    46

    Hasil wawancara pada tanggal 07 Desember 2018. 47

    Hasil wawancara pada tanggal 07 Desember 2018.

  • 33

    BAB IV

    ANALISIS DAN PEMBAHASAN

    Merujuk pada pendapat Muhammad Mansur bahwa dalam praktik

    living Qur’an di dalamnya mengandung makna ekspresif dan ekspektatif.

    Pertama, makna ekspresif yang terdiri dari tiga aspek yang didalamnya

    menyangkut pendapat, penilaian, dan perasaan. Kedua, makna ekspektatif

    yang didalamnya menyangkut harapan. Kedua unit makna tersebut dalam

    redaksi penulis menjadi makna dari tradisi khatmil qur’an berjamaah dalam

    prespektif responden.

    A. Makna Ekpresif

    1. Ibadah

    Dalam keyakinan ummat islam bahwa setiap manusia

    memiliki kewajiban beribadah kepada Allah swt. Beberapa

    responden antara lain, A D S mempersepsikan kegiatan khamtil

    Qur’an adalah sebagai ibadah. Lalu bagaimanakah sebetulnya yang

    dimaksud dengan ibadah?. Pengertian ibadah salah-satunya

    dikemukakan oleh Ibnu Taimiyyah yang juga dikenal dengan

    sebutan syaikhul Islam ialah:

    بُّهُ ْْسٌ َخاِمٌع ِمُكِّ َما ُُيِِاِل َإمَْباِطنَِة َإمِْؼَباَدُة ِِهَ إ هللُا َويَْرَضاُه ِمَن إْْلَْقَوإِل َو إْْلَْْعَ

    اِهَرة .48َوإمظَّArtinya: “Yang dimaksud dengan ibadah adalah suatu nama

    yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridhai Allah swt. Baik

    berupa perkataan, perbuatan, yang Nampak dan yang tersembunyi”.

    Berangkat dari definisi diatas maka dapat dikatakan bahwa

    apa yang dilakukan oleh bapak-bapak jamaah masjid Al Ishlah

    dalam bentuk tradisi khatmil qur’an berjamaah adalah merupakan

    salah-satu bentuk ibadah kepada Allah swt. Karena dalam

    pelaksanaan tersebut tentu akan mengundang rahmat dan kecintaan

    Allah pada dirinya dimana mereka berkumpul bersama dalam

    rangka membaca Al-Qur‟an sekaligus mentadabburi maknanya

    48

    Ibnu Taimiyah, Al-Ubudiyah, Vol. 4 (Ismailiyah: Darul Ashalah, 1999), 19.

  • 34 sehingga nilai-nilai Al-Qur‟an dapat diaktualisasikan dalam

    kehidupan sehari-hari.

    2. Syiar

    Makna ekpresif lain yang dikemukakan oleh responden F U

    S menyebutkan bahwa kegiatan khatmil qur’an berjamaah tersebut

    adalah sebagai syiar. Dengan kata lain syiar memang bukan

    dakwah, namun syiar adalah bagian dari dakwah itu sendiri yang

    berupa kegitan. Sebagai contoh maulid Nabi SAW. Maulid memang

    tidak dapat disebut sebagai syariat karena tidak terdapat nash baik

    Qur‟an maupun hadits yang secara khusus memerintahkan untuk

    melaksanakan maulid Nabi SAW. Tetapi dilihat dari tujuan

    pelaksanaannya adalah untuk menyampaikan kisah hidup Nabi

    SAW yang merupakan teladan bagi setiap ummat muslim. Dan

    mengetahui kisah Nabi sebagai teladan hukumnya adalah wajib.

    Karena maulid itu bukan syariat tetapi didalamnya mengandung

    nilai-nilai keagamaan maka hal itu disebut sebagai syiar demikian

    juga dengan acara-acara semisal termasuk kegiatan khatmil qur’an

    berjamaah ini.

    3. Thalabul Ilmi

    Mayoritas dari para jamaah khatmil qur’an berjamaah

    adalah seorang pekerja yang setiap-harinya disibukkan dengan

    pekerjaan. Pekerjaan adalah kewajiban bagi setiap orang terlebih

    bagi seorang kepala rumah tangga. Namun bagi seorang muslim,

    kesibukan pekerjaan bukan menjadi penghalang akan belajar.

    Karena belajar adalah sesuatu yang sangat urgen dalam kehidupan

    seseorang baik ilmu agama maupun ilmu yang umum sehingga

    imam Syafi‟i menyebutkan dalam salah-satu keterangannya akan

    fungsi dari sebuah ilmu pengetahuan sebagaimana berikut:

    هَْيا فََؼلَْيِه ِِبمِْؼْْلِ َوَمْن َآَرإَد إْْلِٓخَرِة فََؼلَْيِه ِِبمِْؼْْلِ َوَمْن َآَرإَد ُُهَا َمًؼا فََؼلَْيِه َمْن َآَرإَد إلُ

    49.ِِبمِْؼْلِْ

    49

    Imam An-Nawawi, Majmu’ Syarkhul Mahdzab, Vol. 1, Cet. 1 (Jeddah: Maktabat

    Al-Irsyad, Tt.), 30.

  • 35

    Artinya: “Siapa orang yang menginginkan dunia maka

    haruslah dengan ilmu. Dan siapa orang yang menginginkan akhirat

    maka haruslah dengan ilmu. Dan barang siapa yang menginginkan

    keduanya maka haruslah dengan ilmu.”

    Keterangan imam Syafi‟i diatas dapat dijadikan sumber

    inspirasi bagi setiap orang yang menginginkan kebahagian dunia

    dan akhirat. Dan peran ilmu pengetahuan sangat berpengaruh pada

    kebahagian seseorang baik di dunia maupun di akhirat kelak.

    Istilah belajar sendiri tidak harus dilakukan dalam bentuk

    yang formal seperti sekolah, perguruan tinggi dan lain-lain. Tetapi

    wadah dan kesempatan untuk belajar tidak terbatas oleh ruang dan

    waktu. Bahkan rumah pun juga dapat dijadikan sebagai tempat

    untuk belajar seperti yang dilakukan oleh para jamaah bapak-bapak

    yang melaksanakan tradisi khatmil qur’an berjamaah setiap

    bulannya. Oleh karena itu, salah satu makna ekspresif dikatakan

    oleh beberapa responden antara lain N T B bahwa kegiatan khatmil

    qur’an berjamaah yang rutin dilaksanakan setiap bulannya adalah

    sebagai “media edukasi”.

    4. Ketentraman Hati

    Ketenangan hati merupakan kebutuhan manusia secara

    universal. Salah-satu aspek penting mengapa orang beragama

    adalah karena ingin mendapatkan ketentraman hati. Demikian juga

    dengan para responden antara lain A R yang telah merasakan

    ketenangan batin sebagai dampak positif secara langsung dari

    kegiatan khatmil qur’an berjamaah tersebut.

    Jika ditelusuri lebih dalam benar bahwa di antara fungsi

    membaca dan mendengarkan Al-Qur‟an adalah dapat

    menentramkan hati seseorang sebagaimana disebutkan pada ayat

    berikut:

    Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka

    manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan

  • 36 mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang

    beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat

    kembali yang baik.” (QS. Ar-Ra‟d/13:28-29).

    Arti dzikir dari ayat diatas salah-satunya adalah Al-Qur‟an

    itu sendiri. Hal ini dikuatkan dengan ayat lain yang menggunakan

    kata ad-zikr untuk menunjukkan arti Al-Qur‟an yaitu:

    Artinya: “dan Al Quran ini adalah suatu kitab (peringatan)

    yang mempunyai berkah yang telah