MAKNA TRADISI KHATMIL QUR’AN BERJAMAAH STUDI PADA JAMAAH BAPAK-BAPAK MASJID...
Transcript of MAKNA TRADISI KHATMIL QUR’AN BERJAMAAH STUDI PADA JAMAAH BAPAK-BAPAK MASJID...
-
MAKNA TRADISI KHATMIL QUR’AN BERJAMAAH
STUDI PADA JAMAAH BAPAK-BAPAK
MASJID AL ISHLAH RINGINAWE LEDOK
KOTA SALATIGA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh :
Muhammad Yusuf
NIM 21514022
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019
-
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Muhammad Yusuf
NIM : 215-14-022
Fakultas : Ushuluddin Adab dan Humaniora
Program Studi : Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir
Menyatakan bahwa naskah skripsi saya yang berjudul ”Makna Tradisi
Khatmil Qur’anBerjamaah: Studi Pada Jamaah Bapak-bapak Masjid
Al Ishlah Ringinawe Ledok Kota Salatiga” adalah benar-benar hasil
penelitian/karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk
sumbernya berdasarkan kode etik ilmiah, dan bebas dari plagiarisme. Jika
kemudian hari terbukti ditemukan plagiarisme, maka saya siap ditindak
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Salatiga, 21Maret 2019
Yang menyatakan,
Muhammad Yusuf
-
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA
Jalan Nakula Sadewa VA/No. 09 Salatiga 50721. Telp (0298) 323706 Fax. 323433
iv
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi Saudara Muhammad Yusufdengan Nomor Induk Mahasiswa 215-
14-022 yang berjudul “Makna Tradisi Khatmil Qur’an Berjamaah: Studi
Pada Jamaah Bapak-bapak Masjid Al Ishlah Ringinawe Ledok Kota
Salatiga” telah dimunaqosyahkan dalam Sidang Panitia Ujian Fakultas
Ushuluddin Adab dan Humaniora, Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga pada Jum‟at, 22 Maret 2019 dan telah diterima sebagai bagian dari
syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Ilmu Al-
Qur‟an dan Tafsir.
Salatiga, Maret 2019
Panitia Ujian
Ketua Sidang
Dr. Benny Ridwan, M.Hum.
NIP. 19730520 199903 1006
Sekretaris Sidang
Dra. DjamiatulIslamiyah, M.Ag.
NIP. 19570812 198802 2001
Penguji I
Dr. AdangKuswaya, M.Ag.
NIP.19720531 199803 1002
Penguji II
Dr. Mubasirun, M.Ag.
NIP. 19590202 1999003 1001
Dekan FUADAH
Dr. Benny Ridwan, M.Hum.
NIP. 19730520 199903 1006
-
MOTTO
اْلَمْكُرْوَهةََّيَْسُهُلَّبِاالت ْمِرْيهََِّّإن َّ
“Sesungguhnyaapa yang sulitituakanmenjadimudahdenganlatihan”
-
PERSEMBAHAN
TeruntukKeluarga yang
telahmemberikandukunganbaikmaterimaupun non-
materikepadapenulis
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan berbagai
nikmat dan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Makna Tradisi Khatmil
Qur’anBerjamaah: Studi Pada JamaahBapak-bapak Masjid Al Ishlah
Ringinawe Ledok Kota Salatiga”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Strata I (S1) pada Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu penulis curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan ummatnya yang selalu setia
pada syafaatnya hingga akhir zaman. Terima kasih penulis haturkan kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. Atas
bantuan baik itu berupa dukungan, tenaga, maupun waktu dan materi. Tiada
kata-kata yang bisa mengungkapkan rasa terima kasih penulis selain
“Jazakumullah Khairan Katsiran” semoga kebaikan dari semua pihak
dibalas Allah SWT dengan berlipat ganda. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga
yang telah memberikan kesempatan penulis untuk kuliah di
IAIN Salatiga dan mengadakan penelitian ini.
2. Bapak Dr. Benny Ridwan, M. Hum., selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin Adab dan Humaniora (FUADAH).
3. Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Ibu Tri Wahyu
Hidayati, M. Ag.,
4. Bapak Dr. M. Ghufron, M.Ag selaku dosen pembimbing
akademik yang telah memberikan pengarahan dan masukan serta
motivasi kepada penulis.
5. Ibu Dra. Djamiatul Islamiyah, M.Ag., selaku dosen pembimbing
skripsi yang selalu sabar dan teliti dalam mengoreksi dan
membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.
-
6. Bapak dan Ibu dosen yang telah membimbing penulis dalam
memahami ilmu selama duduk di bangku kuliah.
7. Teman-teman saya, Aris Munanadar, Hendrawan Yanuar, Yudha
Anggia Utomo, Saifunnuha, Faidurrahman, As‟ad Abdullah, dan
Muhammad Rafiq; yang telah berkontribusi dan memberikan
banyak masukan dan bantu an kepada penulis danselalu
memberikan motivasi serta dukungannya kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu
yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penulisan skripsi ini.
Jazakumullah bi ahsanil jaza’ atas semuanya. Semoga Allah SWT
meridhai dan memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala jasa-
jasanya.
Demikianlah ucapan terima kasih ini penulis sampaikan, semoga
skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan bagi semua
pembaca pada umumnya.
Salatiga, 21Maret 2019
Penulis,
Muhammad Yusuf
-
ABSTRAK
Yusuf, Muhammad. 2019. Makna Tradisi Khatmil Qur’an BerjamaahStudi
PadaJamaah Bapak-Bapak Masjid Al Ishlah Ringinawe Ledok
Salatiga. Skripsi, Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora
Kata Kunci: Khatmil Qur’an, Tradisi, Makna
Penelitian ini mengkaji tentang tradisi khatmil qur’anberjamaah
yang dilakukan oleh jamaahBapak-bapakMasjid Al Ishlah Ringinawe,
Ledok, Salatiga. Dilihat dari substansi materi, penelitian ini termasuk
penelitian living Qur’an yaitu studi tentang makna dan fungsi Al-Qur‟an
yang real dipahami dan dialami masyarakat muslim. Fokus peneltian ini
pertama, bagaimanana deskripsi tradisi khatmil qur’anberjamaahyang
dilakukanjamaah bapak-bapak masjid Al Ishlah. Kedua, apa makna yang
terkandung dalam tradisi khatmil qur’an berjamaah bagi jamaah bapak-
bapak masjid Al Ishlah. Sementara tujuan dari penelitian ini adalah
pertama, untuk mengetahui deskripsi tradisi khatmil qur’an berjamaahyang
dilakukan jamaah bapak-bapak masjid Al Ishlah. Kedua, untuk mengetahui
makna yang terkandung dalam tradisi khatmil qur’an berjamaah bagi
jamaah bapak-bapak masjid Al Ishlah.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang
bersifat kualitatif.Dan untuk memperoleh data mengenai kegiatan serta apa
saja yang terkait dengan kegiatan khatmil qur’an berjamaah tersebut,
penulis menggunakan metode serta langkah-langkah yang penulis lakukan
secara berurutan dan berkesinambungan, yaitu: observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
Dengan langkah-langkah penelitian yang dilakukan, serta poin-poin
pertanyaan yang dilontarkan kepada beberapa responden terkait makna
khatmil qur’an, secara umum penelitian ini menghasilkan pemahaman
bahwa makna tradisi yang muncul dari tradisi khatmil qur’an berjamaah ini
terdiri dari makna ekspresif dan makna ekspektatif. Makna ekspresif antara
lain ialah khatmil qur’anberjamaah sebagai sebuah ibadah, syiar, thalabul
ilmi, ketentraman hati, dan silaturrahmi. Adapun makna ekspektatif antara
lain ialah menjaga istiqamah, menguatkan keimanan, meraih kemakmuran,
memotivasi keluarga, meningkatkan kualitas bacaan Al-Qur‟an,
mengharapkan pahala, dan memperoleh keberkahan.
-
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman Transliterasi Arab Latin yang merupakan hasil
keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/U/1987.
1. Konsonan Tunggal
Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkandengan huruf, dalam pedoman ini sebagian
dilambangkan dengan huruf dansebagian dilambangkan dengan tanda,
dan sebagian lagi dilambangkan denganhuruf dan tanda sekaligus.
Huruf
Arab
Nama Huruf Latin Keterangan
Alif - tidak dilambangkan ا
- bā‟ b ب
- tā‟ t ت
ṡā‟ ṡ s dengan satu titik di ث
atas
- Jīm j ج
حḥā‟ ḥ
h dengan satu titik di
bawa
- khā‟ kh خ
- Dāl d د
ذŻāl ż
z dengan satu titik di
atas
- rā‟ r ر
- Zāi z ز
- Sīn s س
- Syīn sy ش
صṣād ṣ
s dengan satu titik di
bawah
ضḍād ḍ
d dengan satu titik di
bawah
طṭā‟ ṭ
t dengan satu titik di
bawah
ẓā‟ ẓ z dengan satu titik di ظ
-
bawah
ʿain ʿ koma terbalik ع
- Gain g غ
- fā‟ f ف
- Qāf q ق
- Kāf k ك
- Lām l ل
- Mīm m م
- Nūn n ن
- Wāwu w و
- hā‟ h ه
ء
Hamzah
tidak
dilambangkan
atau ‟
apostrof, tetapi lambang
initidak dipergunakan
untukhamzah di awal
kata
- yā‟ Y ي
2. Konsonan Rangkap
Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap,
Contoh: َربَّنَا ditulis rabbanā
بََ ditulis qarraba قَرَّ
ditulis al-ḥaddu الَحدَ
3. Tā’ marbūṭahdi akhir kata
Transliterasinya menggunakan :
a. Tā’ marbūṭahyang mati atau mendapat harakat sukun,
transliterasinyah, kecuali untuk kata-kata Arab yang sudah
terserap menjadi bahasaIndonesia, seperti salat, zakat, dan
sebagainya.
Contoh: طَْلَحة ditulis ṭalhah
ditulis at-taubah اَلتَّوبَة
ditulis Fātimah فَاِطَمة
-
b. Pada kata yang terakhir dengan tā‟ marbūṭah diikuti oleh
kata yang
menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu
terpisah, makatā‟ marbūṭah itu ditransliterasikan dengan h.
Contoh : ََةَُْاالَْطفَالَرْوض ditulis rauḍah al-aṭfāl
c. Bila dihidupkan ditulis t.
Contoh: َرْوَضةَُْاالَْطفَال ditulis rauḍatul aṭfāl
Huruf ta marbuthah di akhir kata dapat dialihaksarakan sebagai t
ataudialihbunyikan sebagai h (pada pembacaan waqaf/berhenti).
-
DAFTAR ISI
Halaman Judul ....................................................................................... i
Pernyataan Keaslian Tulisan .................................................................. ii
Persetujuan Pembimbing ........................................................................ iii iii
Pengesahan Kelulusan ............................................................................ iv
Motto ...................................................................................................... v
Persembahan ........................................................................................... vi
Kata Pengantar ....................................................................................... vii
Abstrak ................................................................................................... ix
Pedoman Transliterasi ............................................................................ x
Daftarisi .................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................. 1
B. Rumusan Masalah ...................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ....................................................... 5
D. KegunaanPenelitian ..................................................... 5
E. Kajian Pustaka ............................................................ 5
F. Metodologi Penelitian ................................................ 10
G. TeknisAnalisis Data ................................................... 13
H. Sistematika Pembahasan ............................................ 14
BAB II LANDASAN TEORI
A. Living Qur’an .............................................................. 15
B. TeoriTindakanSosial Max Weber ............................... 19
BAB III PAPARAN DATA HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Masjid Al Ishlah .......................................... 20
B. Struktur Kepengurusan Masjid Al Ishlah .................... 21
C. Kegiatan Masjid Al Ishlah........................................... 22
D. Deskripsi Tradisi Khatmil Qur’anBerjamaah ............. 23
E. Struktur Kepengurusan Khatmil Qur’anBerjamaah .... 27
-
F. Makna Tradisi Khatmil Qur’anBerjamaah ................. 27
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Makna Ekspresif ......................................................... 34
B. Makna Ekspektatif ..................................................... 39
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................ 52
B. Saran ........................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 54
LAMPIRAN .......................................................................................... 57
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bagi umat Islam, Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang
menjadi pedoman hidup. Mereka disuruh untuk membaca dan
mengamalkan agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Dalam
realitasnya, fenomena “pembacaan Al-Qur‟an” sebagai sebuah apresiasi
dan respon ummat Islam ternyata sangat beragam. Ada berbagai model
pembacaan Al-Qur‟an, mulai yang beriorentasi pada pemahaman dan
pendalaman maknannya, sampai yang sekedar membaca Al-Qur‟an
sebagai ibadah ritual atau untuk memperoleh ketenangan jiwa.1
Dari beberapa praktek interaksi umat Islam pada masa awal,
dapat dipahami jika kemudian berkembang pemahaman di masyarakat
tentang fadhilah atau khasiat serta keutamaan surat-surat tertentu atau
ayat-ayat tertentu di dalam Al-Qur‟an sebagai obat dalam arti yang
sesungguhnya yaitu untuk menyembuhkan penyakit fisik. Di samping
beberapa fungsi tersebut, Al-Qur‟an juga tidak jarang digunakan
masyarakat untuk menjadi solusi atas persoalan ekonomi yaitu sebagai
alat untuk memudahkan datangnya rezeki.2
Pengalaman berinteraksi dengan Al-Qur‟an dapat terungkap
atau diungkapkan melalui lisan, tulisan, maupun perbuatan, baik perupa
pemikiran, pengalaman emosional, maupun spiritual.3 Selanjutnya dari
pengalaman ini dapat menghasilkan pemahaman dan penghayatan
terhadap ayat-ayat Al-Qur‟an tertentu secara atomistik. Pemahaman
dan penghayatan individual yang diungkapkan dan dikomunikasikan
secara verbal maupun dalam bentuk tindakan tersebut yang dapat
1Abdul Mustaqim, “Metode penelitian Living Qur‟an”, dalam Metodologi
Penelitian Living Qur’an dan Hadits, Ed. M. Mansyur, dkk. (Yogyakarta: Teras, 2007),
65-81. 2Didi Djunaedi, “Living Qur‟an (Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-
Qur‟an )”, Journal of Qur’an and Hadith Studies (Vol. 4, No. 2, 2015), 178. 3Muhammad, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi Dengan Al-
Qur‟an” dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits, Ed. M. Mansyur dkk.
(Yogyakarta: Teras, 2007), 11-34.
-
2 mempengaruhi individu lain sehingga membentuk kesadaran bersama,
dan pada taraf tertentu melahirkan tindakan-tindakan kolektif dan
terorganisasi. Pengalaman bergaul dengan Al-Qur‟an itu meliputi
bermacam-macam bentuk kegiatan, misalnya membaca Al-Qur‟an,
memahami dan menafsirkan Al-Qur‟an, menghafal Al-Qur‟an, berobat
dengan Al-Qur‟an, memohon berbagai hal dengan Al-Qur‟an, mengusir
makhlus halus dengan Al-Qur‟an, menerapkan ayat-ayat Al-Qur‟an
tertentu dalam kehidupan individual maupun dalam kehidupan sosial,
dan menuliskan ayat-ayat Al-Qur‟an untuk menangkal gangguan
maupun untuk hiasan.4
Anggapan-anggapan tertentu terhadap Al-Qur‟an dari berbagai
komunitas baru inilah yang menjadi salah-satu faktor pendukung
munculnya praktik memfungsikan Al-Qur‟an dalam kehidupan praksis
di luar kondisi tekstualnya. Hal ini berarti bahwa terjadinya praktik
pemaknaan Al-Qur‟an yang tidak mengacu pada pemahaman atas pesan
tekstualnya, tetapi berlandaskan anggapan adanya “fadhilah” dari unit-
unit tertentu teks Al-Qur‟an bagi kepentingan praksis kehidupan
keseharian ummat.5
Sampai saat ini dapat dinyatakan bahwa sebetulnya yang
dimaksud dengan living Qur’an dalam konteks ini adalah kajian atau
penelitian ilmiah tentang berbagai peristiwa sosial terkait dengan
kehadiran atau keberadaan Al-Qur‟an di sebuah komunitas muslim
tertentu. Penelitian ilmiah disini perlu dikemukakan untuk menghindari
dimasukkannya tendensi keagamaan yang tentu dengan tendensi ini
berbagai peristiwa tersebut akan dilihat dengan kacamata ortodoksi
yang ujung-ujungnya berupa vonis hitam putih sunnah-bid’ah,
syar’iyah-ghairu syar’iyah atau meminjam istilah yang agak berimbang
dengan istilah living Qur’an maka peristiwa tersebut sebetulnya lebih
tepat disebut The Dead Qur’an. artinya jika dilihat dengan kacamata
keislaman (sebagai agama), tentu peristiwa sosial dimaksud berarti
telah membuat teks-teks Qur‟an tidak berfungsi, dan hanya dapat
4Ibid., 12.
5M. Mansur, “Living Qur‟an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur‟an” dalam
Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadith, Ed. M. Mansyur dkk. (Yogyakarta:
Teras, 2007), 3-9.
-
3
diaktualisasikan secara benar jika bertolak dari praktek perlakuan atas
Qur‟an dalam kehidupan kaum muslim sehari-hari yang tidak bertolak
dari pemahaman yang benar (secara agama) atas kandungan teks
Qur‟an.6
Artinya dalam kehidupan praktis, Al-Qur‟an dipakai dan
diambil fungsinya sebagai praktik penerapan di luar kondisi
tekstualnya. Seperti yang dilakukan oleh bapak-bapak jamaah masjid Al
Ishlah yaitu kegiatan khatmil qur’an berjamaah yang dilakukan pada
malam rabu “wage” di setiap bulannya. Khatmil qur’an berjamaah
adalah kegiatan membaca Al-Qur‟an yang dimulai dari awal juz hingga
juz terakhir (30 juz) yang dilakukan secara berjamaah.
Terdapat dua hal yang mendasari tradisi khatmil qur’an
berjamaah ini merupakan bagian dari living Qur’an karena ia
merupakan bentuk respon dari masyarakat terhadap Al-Qur‟an yang
tidak bertumpu pada makna teks ayat itu sendiri. Kedua dasar tersebut
adalah berangkat dari ayat Al-Qur‟an beserta hadits Nabi SAW sebagai
berikut:
Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu,
Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu
mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan
Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut/29:45).
إمُْقْرآَٓن ِِفْ َشهٍْر ِْقَرإ
ِ)روإه ٔآبو دإود(إ
7
Artinya: “Bacalah (khatamkanlah) Al-Qur’an dalam sebulan.”
(HR. Bukhari)
6Ibid., 8.
7 Imam Abi Daud, Jami’ul Huquq Mahfudzah, Cet. 1, Vol. 3 (Beirut: Darul Kutub
Al-Ilmiyah, 1996), 54.
-
4 Ayat di atas adalah salah-satu dari sekian banyak ayat yang
menunjukkan makna perintah untuk membaca Al-Qur‟an. Demikian
juga hadits di atas adalah merupakan hadits yang menunjukkan pula
perintah membaca Al-Qur‟an hingga mengkhatamkannya. Dari kedua
dasar tersebut baik ayat maupun hadits diatas bahwa “makna perintah”
yang dikandungnya hanya menunjuk pada kewajiban membaca Al-
Qur‟an. Sedang ayat maupun hadits di atas, tidak secara spesifik
mewajibkan mengkhatamkan Al-Qur‟an dengan cara berjamaah.
Sehingga tradisi khatmil qur’an berjamaah adalah termasuk fenomena-
fenomena yang murni bersumber dari kesadaran masyarakat itu sendiri
dalam merespon Al-Qur‟an yang tentu diyakininya dapat membawa
kemanfaatan.
Oleh sebab itu maka penulis tertarik untuk meneliti tentang
makna dari tradisi khatmil qur’an berjamaah yang dilakukan oleh
bapak-bapak jamaah masjid Al Ishlah Ringinawe Ledok Salatiga.
Pilihan pada bapak-bapak jamaah masjid Al Ishlah Sebagai fokus
penelitian didasarkan pertimbangan bahwa tradisi khatmil qur’an
berjamaah yang dilakukan secara berjamaah ini memiliki beberapa
keunikan, diantaranya adalah pelaksanaan khatmil qur’an berjamaah
hanya diperuntukkan bagi bapak-bapak dan dilaksanakan secara rutin
pada malam rabu wage setiap bulannya.
Berdasakan uraian di atas, maka penelitian ini berfokus pada
tema: “Makna Tradisi Khatmil qur’an Berjamaah, Studi Pada Jamaah
Bapak-Bapak Masjid Al Ishlah Ringinawe, Ledok, Salatiga Tahun
2018.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil pokok-
pokok rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana deskripsi tradisi khatmil qur’an berjamaah yang
dilakukan bapak-bapak jamaah masjid Al Ishlah?
2. Apa makna yang terkandung dalam tradisi khatmil qur’an
berjamaah bagi bapak-bapak di masjid Al Ishlah?
-
5
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui deskripsi tradisi khatmil qur’an berjamaah
yang dilakukan bapak-bapak jamaah masjid Al Ishlah.
2. Untuk mengetahui makna tradisi khatmil qur’an berjamaah
bagi bapak-bapak jamaah masjid Al Ishlah.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini memiliki dua manfaat, yaitu manfaat
teoritis dan manfaat praktis. Dua hal tersebut antara lain:
1. Manfaat teoritis yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah khazanah pustaka tentang kajian living Qur’an
yang pernah ada.
2. Manfaat praktis yaitu memberikan kesadaran secara langsung
akan pentingnya menjaga Al-Qur‟an yang salah-satunya
melalui kegiatan khatmil qur’an berjamaah dan menambah
kecintaan terhadap Al-Qur‟an bagi jamaah bapak-bapak masjid
Al Ishlah Ringinawe Ledok Salatiga, baik bagi subjek
penelitian maupun orang-orang sekitarnya.
E. Kajian Pustaka
Kajian dan penelitian terhadap khataman Al-Qur‟an telah
menjadi topik bahasan tersendiri di kalangan mahasiswa khususnya
bagi jurusan ilmu Al-Qur‟an dan tafsir. Sehingga banyak ditemui
literatur dan karya ilmiah yang khusus membahas mengenai tema
tersebut. Diantara beberapa literatur dan tulisan yang senada dengan
penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut:
Sebuah tesis karya Elly Maghfirah yang berjudul kecerdasan
emosi para khatimat (orang yang berparisipasi dalam khataman) pada
khataman Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak
Yogyakarta. Dalam tulisan tersebut, dijelaskan tradisi khatmil qur’an
berjamaah merupakan kegiatan pembacaaan beberapa ayat Al-Qur‟an
diikuti oleh empat kriteria khatimat. Diantaranya, khatimat 30 Juz bil
hifdzi (Al-Qiyamah 1-40), 15 Juz bil hifdzi (Al-An‟an 160-165), 30 Juz
bin nadzri (Al-Hasyr 18-24) dan juz 30 diantaranya pra-latihan, latihan,
-
6 nadwah khatmil qur’an berjamaah. Kedua, makna yang muncul dalam
praktik khatmil qur’an berjamaah tersebut diantaranya: makna penilaian
diri secara teliti, kendali diri, adabtibilias, inisiatif, dorongan prestasi,
optimisme, kemampuam tim, dan kekuatan pengaruh. Ketiga, terdapat
sepuluh motivasi yang mendasari para khatimat mengikuti khatmil
qur’an berjamaah diantaranya: Semata-mata mengharapkan keridhaan
Allah SWT, menjaga kelestarian Al-Qur‟an, wadah silaturrahim,
mengikuti dawuh kyai, mendapatkan sanad dan ijazah, dan
mendapatkan beasiswa belajar dan penghargaan, mendapatkan barakah,
harapan supaya rajin belajar Al-Qur‟an dan membahagiakan orang tua.
Keempat, pola kecerdasan emosi para khatimat yang dianalisis
berdasarkan teori Daniel Goleman diantaranya: memotivasi diri,
pantang menyerah, sabar, optimis, mudah memanajemen diri, ketaatan,
produktif, berfikir positif, dan memiliki sifat pemimpin.
Kemudian tulisan lain adalah skripsi berjudul Khatmil qur’an
berjamaah di Pondok Pesantren Darul Ulum Wal Hikam Yogyakarta
(Studi Living Qur’an) karya M. Khairul Anam. Di dalamnya dijelaskan
mengenai khatmil qur’an berjamaah bi an-Nadzr yang dilaksanakan di
Pondok Pesantren Darul Ulum Wal Hikam merupakan tradisi yang
sudah cukup lama dan berjalan hingga sekarang. Dalam prosesi,
masing-masing santri bisa membaca 1 hingga 2 juz Al-Qur‟an setiap
setelah shalat Maghrib. Khatmil qur’an berjamaah tidak hanya
membaca Al-Qur‟an secara utuh 30 juz oleh para santri. Akan tetapi
ada beberapa ritual lain seperti bertawasul terlebih dahulu, Istighosah,
Membaca sholawat nariyah dan manaqib Syekh Abdul Qodir Al-
Jailany. Pondok Pesantren Darul Ulum Wal Hikam Yogyakarta
merupakan pondok yang merutinkan pembacaan Al-Qur‟an yang
dijadikan sebagai pendamping hidup dalam keseharian dengan cara
mengkhatamkan Al-Qur‟an secara bi an-nadhr maupun bi al-ghaib.
Sebab mengacu pada dalil-dalil Al-Qur‟an yang memerintahkan untuk
membacanya salah satunya pada surat Ali Imran ayat 113. Praktik
tersebut merupakan salah satu tindakan sosial yang memiliki makna,
baik makna objektif, ekspresif maupun dokumenter. Pertama, makna
objektif-nya adalah praktik tersebut merupakan salah satu peraturan
yang ada di Pondok Pesantren Darul Ulum wal Hikam yang harus
-
7
dilaksanakan, karena jika tidak melaksanakan praktik tersebut akan
dikenai takzir. Kedua, makna ekspresifnya antara lain adalah sebagai
sarana memohon agar tercapainya hajat atau cita-cita ponpes dan santri-
santri, Keberkahan dalam hidup, Serta sebagai upaya mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Yang ketiga, makna dokumenter-nya adalah
disadari atau tidak disadari khatmil qur’an berjamaah sudah menjadi
kebiasaan dan hal yang wajar.
Tulisan selanjutnya adalah skripsi karya Ahmad Ramli dengan
judul Nilai Religius Tradisi Khatmil qur’an berjamaah Malam Jum‟at
Manis (Studi Kasus di Musholla Mathla‟un Nur Grujugan, Gapura,
Sumenep, Madura dalam menjaga Nilai nilai Aswaja ala NU) di
dalamnya dijelaskan bahwa khatmil qur’an berjamaah yang dilakukan
oleh masyarakat Desa Grujugan dilakukan sampai tiada hentinya lalu
kemudian diketahui nilai-nilai yang tampak bagi masyarakat tersebut.
Khatmil qur’an berjamaah di Musholla Mathla‟un Nur termasuk
kegiatan yang sangat di agung-agungkan oleh masyarakat Desa
Grujugan dan memilki banyak manfaat serta nilai yang perlu
dipertahankan. Sebab tanpa adanya kegiatan tersebut sulit diketahui
makna dan maksud yang tersirat pada kegiatan khatmil qur’an
berjamaah itu. Namun salah satu yang paling utama dengan kegiatan
khatmil qur’an berjamaah yang dilaksanakan oleh Musholla Mathla‟un
Nur adalah memberi kesempatan dan peluang kepada para alumni dan
masyarakat tertentu supaya bisa membaca Al-Qur‟an dan bisa
bersilaturrahmi kepada pengasuh walaupun hanya sebulan sekali. Guru
agama adalah tiang yang harus dirawat dengan baik, karena segala
seutunya bisa karena atas restunya.
Tulisan lain mengenai khatmil qur’an berjamaah adalah skripsi
karya Marwah yang berjudul Resepsi Al-Qur‟an dalam Tradisi
„Mappanre temme’ (Studi Living Qur’an Di Kelurahan Buloa,
Kecamatan Tallo, Kota Makassar, Sulawesi Selatan). Tulisan tersebut
menjelaskan tentang tradisi khatmil qur’an berjamaah yang dalam
istilah bugis dikenal dengan nama mappanre temme’ yaitu tradisi
upacara perayaan khatmil qur’an berjamaah yang dilakukan oleh
seorang anak yang telah mengkatamkan Al-Qur‟an Tradisi Mappanre
-
8 temme’ adalah sebuah tradisi yang terbentuk melalui proses Islamisasi
di Sulawesi Selatan, tepatnya di Kerajaan Gowa pada abad XVII M.
Tradisi tersebut hadir setelah terbentuknya parewa syara’ (lembaga
sara‟) sebagai suatu lembaga yang khusus dalam bidang pendidikan
dasar Al-Qur‟an pada saat itu. Penelitian ini mengambil titik fokus
tentang tradisi mappanre temme’ di Kelurahan Buloa Kecamatan Tallo
Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Tradisi mappanre temme’ di
Sulawesi Selatan sampai saat ini masih terus dilaksanakan, Meskipun
terjadi perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut sangat wajar
terjadi karena disebabkan pemahaman keagamaan masing-masing
individu dan metode pembelajaran Al-Qur‟an yang digunakan.
Sehingga tradisi tersebut yang mulanya merupakan tradisi yang
dilaksanakan secara khusus, kini telah dipadukan dan digabungkan
dengan tradisi-tradisi lainnya, dan yang paling umum dilaksanakan
bersamaan dengan dilaksanakannya acara mappacci, suatu rangkaian
dalam ritual penikahan. Adapun sumber pengetahuan masyarakat
mengenai tradisi tersebut, diperoleh melalui cerita-cerita dari orang tua
serta merujuk dari sumber Al-Qur‟an dan hadis.
Kemudian selanjutnya tulisan skripsi yang berjudul Pembacaan
Ayat- Ayat Al-Qur‟an Dalam Tradisi Mujahadah Minggu Kliwon
(Studi Living Qur’an Di Jamaah Pengajian Dan Pendidikan Islam
(JPPI) Minhajul Muslim Sleman, Yogyakarta). Tulisan tersebut terkait
dengan praktik khatmil qur’an berjamaah dalam mujahadah Minggu
Kliwon dan makna praktik pembacaan Al-Qur‟an dalam mujahadah
tersebut, baik makna bagi pengasuh, pengurus dan para santri JPPI
Minhajul Muslim. Mujahadah Minggu Kliwon JPPI Minhajul Muslim
merupakan ibadah yang dilakukan untuk proses pendekatan kepada
Allah. Dalam pelaksanaannya mujahadah Minggu Kliwon dilaksanakan
setiap selepanan (35 hari) yaitu pada hari Minggu Kliwon. Mujahadah
tersebut diawali dengan mengkhatamkan Al-Qur‟an 30 juz, selanjutnya
pembacaan dzikir bersama seperti tahlil dan racikan bacaan yang ada di
dalam mujahadah seperti bacaan asmaul husna, shalawat, potongan ayat
87 surat al-Anbiya‟, ayat 180-182 penutup surat as-Shāffat. Praktik
tersebut merupakan salah satu tindakan sosial yang memilik makna,
baik makna objektif, ekspresif maupun dokumenter. Pertama, makna
-
9
objektif-nya adalah praktik tersebut merupakan salah satu peraturan atau
kegiatan rutin santri JPPI Minhajul Muslim yang harus dilaksanakan.
Kedua, makna ekspresif-nya antara lain sebagai sarana pembiasaan diri
dekat dengan Al-Qur‟an, sarana memohon keberkahan dari pembacaan
Al-Qur‟an dan bacaan mujahadah serta menentramkan hati. Ketiga,
makna dokumenter-nya adalah disadari atau tidak disadari pembacaan
Al-Qur‟an pada suatu mujahadah atau kegiatan lain sudah menjadi hal
yang wajar. Karena praktik tersebut sudah ada sejak lama bahkan Nabi
Muhammad saw. pun melaksanakan praktik tersebut.
Dari pemaparan literatur di atas, beberapa praktik living Qur’an
telah dikaji oleh akademisi. Namun tradisi khatmil qur’an berjamaah
yang dilakukan oleh bapak-bapak jamaah masjid Al Ishlah berbeda
dengan dengan penelitian sebelumnya. Baik dari waktu pelaksanaannya,
keanggotaan, serta prosesinya. Disini penulis juga akan menguraikan
tentang makna dari tradisi khatmil qur’an berjamaah tersebut. Oleh
karena itu, penulis merasa berkesempatan membahas beberapa hal
diatas untuk memperoleh pemahaman tentang prosesi dan makna tradisi
khatmil qur’an berjamaah yang dilakukan oleh bapak-bapak jamaah
masjid Al Ishlah. Sesuai dengan tujuan dari pada studi living Qur’an
sendiri adalah untuk mendeskripsikan dan mempublikasikan tentang
keragaman masyarakat di satu tempat dengan tempat lainnya dalam
merespon Al-Qur‟an di luar dari pesan tekstualnya.
F. Metode Penelitian
Metode merupakan suatu proses, prinsip, prosedur dan cara
yang kita pergunakan untuk mendekati dan mencari jawaban dari
persoalan yang ada.8
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
a. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (field
research) yaitu: suatu penelitian yang dilakukan secara
sistematis dengan mengangkat data diri lapangan.9
8 Dedi Mulyana, Metode Penelitian Paragidma Baru Ilmu Komunikasi dan Sosial
Lainnya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), 145.
-
10 b. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Menurut Moleong pendekatan kualitatif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara
holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.10
2. Sumber Data
a. Data Primer
Data yang menjadi sumber utama dalam penelitian ini
adalah keterangan hasil wawancara dengan responden. Adapun
yang menjadi responden adalah: Bapak-bapak jamaah masjid Al
Ishlah yang tergabung dalam kegiatan khatmil qur’an
berjamaah.
b. Data Sekunder
Data sekunder mencakup data tertulis dan data yang
bisa diamati di lokasi penelitian. Seperti foto-foto dokumentasi,
buku, dan lain-lain yang relevan dengan tema pembahasan.
c. Lokasi Penelitian dan Subyek Penelitian
Lokasi penelitian adalah di Dusun Ringinawe
Kecamatan Ledok kota Salatiga yang subyeknya adalah bapak-
bapak jamaah Masjid Al Ishlah.
3. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini, penulis menggunakan metode sebagai berikut:
a. Observasi
Obeservasi adalah bentuk pengamatan langsung
terhadap objek yang diteliti, untuk mengetahui kebenarannya,
9 M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya
(Jakarta: Ghalia Inonesia, 2002), 11. 10
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelititan Kualitatif (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya,
2005), 6.
-
11
situasi, kondisi, konteks, ruang, serta maknanya dalam upaya
pengumpulan data suatu penelitian.11 Pengamatan tersebut bisa
dengan melihat, mendengar, merasakan, dan mencatatnya
seobjektif mungkin.
Observasi dalam penelitian ini dilakukan terhadap
aktifitas khatmil qur’an berjamaah oleh bapak-bapak jamaah
masjid Al Ishlah Ringinawe Ledok Salatiga.
b. Wawancara
Wawancara atau interview adalah sebuah dialog atau
tanya jawab yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh
informasi dari kegiatan wawancara tersebut.12
Fokus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
makna tradisi khatmil qur’an berjamaah bagi bapak-bapak
jamaah masjid Al Ishlah, maka penelitian dalam hal ini akan
banyak berkomunikasi dengan subyek penelitian melalui
wawancara. Dalam konteks ini, penulis akan mengadakan
wawancara terhadap beberapa responden yang tergabung dalam
kegiatan khatmil qur’an berjamaah bapak-bapak jamaah masjid
Al Ishlah. Disamping itu, dalam proses wawancara penulis
merujuk pada metode Max Weber tentang Verstehen.
Seadangkan menurut Brian Morris dalam bukunya yang
berjudul Anthropologycal Studies of Religion and Introductory
Text, yang dikutip oleh Muhammad Yusuf bahwa Verstehen
adalah pemahaman empatik (nir-keberpihakan), tidak simpati,
dan tidak antipati. Dalam arti, kemampuan menyerap dan
mengungkapkan perasaan, motif-motif, dan pemikiran-
pemikiran yang ada dibalik tindakan orang lain.13
11
Ibrahim, Metodologi Penelitian Kualitatif: Panduan Penelitian Beserta Contoh
Proposal Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2015), 81. 12
Nana Syadik Sukamadinata, Metode Penelitan Pendidikan (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 20007), 221. 13 Muhammad Yusuf, “Pendekatan Sosiologi Dalam Penelitian Living Qur‟an”,
dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadith, Ed. M. Mansyur dkk.
(Yogyakarta: Teras, 2007), 3-9.
-
12
c. Dokumentasi
Dokumentasi yakni sumber yang memberikan data atau
informasi atau fakta kepada peneliti yang berisi berkenaan
dengan peristiwa/moment atau kegiatan yang telah lalu, baik itu
berupa catatan, foto, rekaman video maupun lainnya.14
Disini penulis akan mendokumentasikan semua
aktivitas yang berhubungan dengan pelaksanaan tersebut.
Metode ini digunakan upaya menyempurnakan data-data yang
diperoleh dari metode observasi dan wawancara. Serta data-data
lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
4. Prosedur dan Langkah Penelitian
Prosedur dan langkah yang penulis tempuh adalah
menggunakan prosedur penelitian fenomenologi yang dirumuskan
oleh Creswell sebagai berikut:
a. Menetapkan lingkup fenomena yang akan diteliti. Dalam hal ini
adalah tempat pelaksanaan khatmil qur’an berjamaah yang
dilakukan oleh jamaah bapak-bapak Masjid Al Ishlah yaitu di
Ringinawe Ledok Salatiga.
b. Menyusun daftar pertanyaan. Dalam hal ini dimana penulis
menyiapkan instrument penelitian terlebih dahulu sebelum
melakukan penelitian secara langsung.
c. Pengumpulan data. Dalam hal ini penulis secara langsung
mengumpulkan data melalui proses observasi, wawancara, dan
dokumentasi serta penulusuran dokumen yang terkait langsung
dengan tema penelitian.15
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah merujuk pada teknis analisis data fenomenologis menurut
Creswell, sebagai berikut:
14
Ibrahim, Metodologi Penelitian Kualitatif: Panduan Penelitian Beserta Contoh
Proposal Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2015), 93. 15
John W. Creswell, Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among
Five Traditions (London: Sage Publicatios, 1998), 54-55.
-
13
1. Tahap awal: Peneliti mendeskripsikan sepenuhnya fenomena yang
dialami subjek penelitian. Seluruh data hasil wawancara mendalam
dengan subjek penelitian ditranskripsikan ke dalam bahasa tulisan.
2. Tahap horizontal: Dari hasil transkripsi, peneliti menginventarisasi
pernyataan-pernyataan penting yang relevan dengan topik. Pada
tahap ini, peneliti menunda penilaian (bracketing/ephoce) artinya,
unsur subjektivitas penulis tidak mencampuri upaya dalam merinci
point-point penting sebagai data penelitian yang diperoleh dari hasil
wawancara.
3. Tahap cluster of meaning: Selanjutnya peneliti mengklasifikasikan
pernyataan-pernyataan tadi ke dalam tema-tema atau unit-unit
makna, serta menyisihkan pernyataan yang tumpang tindih atau
berulang-ulang. Pada tahap ini, dilakukan dengan cara berikut:
a. Tekstural description yaitu peneliti menuliskan apa yang
dialami, yakni deskripsi apa yang dialami oleh para individu.
b. Structural description yaitu peneliti menuliskan makna yang
berdasarkan pendapat, penilaian, perasaan, harapan subjek
penelitian tentang fenomena yang dialaminya.
4. Tahap deskripsi esensi: peneliti mengonstruksi (membangun)
deskripsi menyeluruh mengenai makna dan esensi pengalaman para
subjek.16
H. Sistematika Penulisan
Agar hasil penulisan skripsi ini mudah dipahami, maka penulis
menetapkan sistematika penulisan tersebut untuk mengklasifikasikan
persoalan-persoalan yang telah ada. Penelitian ini terdiri dari tiga
bagian yaitu bagian pendahuluan, bagian isi, dan bagian akhir. Adapun
secara lebih rinci sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut:
16
John W. Creswell, Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among
Five Traditions (London: Sage Publicatios, 1998), 147-150.
-
14 Bab I: Pendahuluan
Bab pertama berisi tentang: Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kajian Pustaka,
Metode Penelitian, Teknik Analisis Data, dan Sistematika Penulisan.
Bab II: Landasan teori
Bagian ini berisi tentang landasan teori yang memuat mengenai
ruang lingkup kajian Living Qur’an beserta teori tindakan sosial Max
Weber.
Bab III: Paparan Data dan Temuan Penelitian
Bab tiga berisi tentang deskripsi Masjid Al Ishlah, deskripsi
tradisi khatmil qur’an berjamaah, dan makna tradisi khatmil qur’an
berjamaah.
Bab IV : Analisis dan Pembahasan
Pada bab ini berisi tentang analisis sejumlah data hasil
penelitian.
Bab V : Penutup
Bab lima merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan
dan saran, serta lampiran-lampiran yang terkait dengan penelitian ini.
-
15
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Living Qur’an
Banyak definisi yang ditawarkan untuk menentukan arah kajian
Living Qur’an, salah satunya datang dari Sahiron Syamsuddin yang
menyatakan, “Teks Al-Qur‟an yang „hidup‟ dalam masyarakat itulah
yang disebut Living Qur’an, sedangkan manifestasi teks yang berupa
pemaknaan Al-Qur‟an disebut dengan Living Tafsir. Adapun yang
dimaksud dengan teks Al-Qur‟an yang hidup ialah pergumulan teks Al-
Qur‟an dalam ranah realitas yang mendapat respons dari masyarakat
dari hasil pemahaman dan penafsiran. Termasuk dalam pengertian
„respons masyarakat‟ adalah resepsi mereka terhadap teks tertentu dan
hasil penafsiran tertentu. Resepsi sosial terhadap Al-Qur‟an dapat
ditemui dalam kehidupan sehari-hari, seperti pentradisian bacaan surat
atau ayat tertentu pada acara dan seremoni sosial keagamaan tertentu.
Sementara itu, resepsi sosial terhadap hasil penafsiran terjelma dalam
dilembagakannya bentuk penafsiran tertentu dalam masyarakat, baik
dalam skala besar maupun kecil.17
Disisi lain, Muhammad Mansyur berpendapat bahwa
pengertian Living Qur’an sebenarnya bermula dari fenomena Qur‟an
in everyday life, yang tidak lain adalah “makna dan fungsi Al-Qur‟an
yang real dipahami dan dialami masyarakat Muslim”. Maksud
Muhammad Mansyur adalah “perilaku masyarakat yang dihubungkan
dengan Al-Qur‟an pada tataran realitas, di luar maqasid an-nas”. Al-
Qur‟an atau teks mempunyai fungsi sesuai dengan apa yang bisa
dianggap atau dipersepsikan oleh satuan masyarakat dengan
beranggapan akan mendapatkan “fadilah” dari pengamalan yang
17
Sahiron Syamsuddin, “Ranah-Ranah Penelitian Dalam Studi Al-Qur‟an Dan
Hadis”, dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, Ed. M. Mansyur, dkk.
(Yogyakarta: Teras, 2007), xi-xvi.
-
16 dilakukan dalam tataran realitas yang dijustifikasi dari teks Al-Qur‟an
.18
Sementara itu, Heddy Shri Ahimsa-Putra mengklasifikasikan
pemaknaan terhadap Living Qur’an menjadi tiga kategori. Pertama,
Living Qur’an adalah sosok Nabi Muhammad SAW yang
sesungguhnya. Hal ini didasarkan pada keterangan dari Siti Aisyah
ketika ditanya tentang akhlak Nabi Muhammad SAW, maka beliau
menjawab bahwa akhlaq Nabi SAW adalah Al-Qur‟an. Dengan
demikian Nabi Muhammad SAW adalah “Al-Qur‟an yang hidup,” atau
Living Qur’an. Kedua, ungkapan Living Qur’an juga bisa mengacu
kepada suatu masyarakat yang kehidupan sehari-harinya menggunakan
Al-Qur‟an sebagai kitab acuannya. Mereka hidup dengan mengikuti
apa-apa yang diperintahkan Al-Qur‟an dan menjauhi hal-hal yang
dilarang di dalamnya, sehingga masyarakat tersebut seperti “Al-Qur‟an
yang hidup”, Al-Qur‟an yang mewujud dalam kehidupan sehari-hari
mereka. Ketiga, ungkapan tersebut juga dapat berarti bahwa Al-Qur‟an
bukanlah hanya sebuah kitab, tetapi sebuah “kitab yang hidup”, yaitu
yang perwujudannya dalam kehidupan sehari-hari begitu terasa dan
nyata, serta beraneka ragam, tergantung pada bidang kehidupannya.19
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Living Qur’an adalah
suatu kajian ilmiah dalam ranah studi Al-Qur‟an yang meneliti
dialektika antara Al-Qur‟an dengan kondisi realitas sosial di
masyarakat. Living Qur’an juga berarti praktek-praktek pelaksanaan
ajaran Al-Qur‟an di masyarakat dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Sering kali praktek-praktek yang dilakukan masyarakat, berbeda dengan
muatan tekstual dari ayat-ayat atau surat-surat Al-Qur‟an itu sendiri.
Dalam lintasan sejarah islam, bahkan pada era yang sangat dini,
praktik memperlakukan Al-Qur‟an atau unit-unit tertentu dari Al-
Qur‟an sehingga bermakna dalam kehidupan praksis umat pada
dasarnya sudah terjadi. Ketika Nabi Muhammad saw. masih hidup,
18
M. Mansur, “Living Qur‟an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur‟an”, dalam
Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadith, Ed. M. Mansyur dkk. (Yogyakarta:
Teras, 2007), 3-9. 19
Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Al-Qur‟an : Beberapa Perspektif
Antropologi”, Jurnal Walisongo (Vol. 20, No. 1, Mei/2012): 236-237.
-
17
sebuah masa yang paling baik bagi islam, masa dimana semua perilaku
umat terbimbing wahyu lewat Nabi secara langsung, praktik semacam
ini konon dilakukan oleh Nabi sendiri. Menurut salah-satu riwayat,
Nabi pernah menyembuhkan penyakit dengan ruqyah lewat surat Al-
fatihah, atau menolak sihir dengan surat Al-mu’awwizatain. Kalau lah
praktik semacam ini sudah ada pada zaman Nabi, maka hal ini berarti
bahwa Al-Qur‟an diperlakukan sebagai pemangku fungsi di luar
kapasitasnya sebagai teks. Sebab secara semantis surat Al-fatihah tidak
memiliki kaitan soal penyakit tetapi digunakan untuk fungsi di luar
fungsi semantisnya.20
Apa yang pernah dilakukan oleh Nabi ini tentu bergulir sampai
generasi-generasi berikutnya, apalagi ketika Al-Qur‟an mulai
menambah wilayah baru yang memiliki kesenjangan kultural dengan
wilayah di mana Al-Qur‟an pertama kali turun. Bagi telinga dan lidah
yang sama sekali asing dengan bunyi teks, maka peluang untuk
memperlakukan Al-Qur‟an secara khusus menjadi jauh lebih besar
dibandingkan ketika masih berada dalam komunitas aslinya.21
Dari sudut pandang Islam tentu praktek ini berarti
menunjukkan the deed Qur’an, tetapi sebagai fakta sosial, praktek
semacam ini tetap berkaitan dengan Al-Qur‟an dan betul-betul terjadi di
tengah komunitas Muslim tertentu. Itulah yang kemudian perlu
dijadikan obyek studi baru bagi para pemerhati studi Qur‟an dan untuk
menyederhanakan ungkapan, maka digunakanlah istilah Living
Qur’an.22
Praktek-praktek semacam ini dalam bentuknya yang paling
sederhana pada dasarnya sudah sama tuanya denga usia Al-Qur‟an itu
sendiri. Namun, pada periode yang cukup panjang praktek-praktek di
atas belum menjadi obyek kajian penelitian Qur‟an. Baru pada penggal
terakhir sejarah studi Al-Qur‟an kajian tentang praktek-praktek ini
20
M. Mansur, “Living Qur‟an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur‟an”, dalam
Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadith, Ed. M. Mansyur dkk. (Yogyakarta:
Teras, 2007), 3-9. 21
Ibid., 4. 22
Ibid., 9.
-
18 diinisiasikan kedalam wilayah studi Qur‟an oleh para pemerhati studi
Qur‟an kontemporer.23
Living Qur’an, dimaksudkan bukan bagaimana individu atau
sekelompok orang memahami Al-Qur‟an (penafsiran), tapi bagaimana
Al-Qur‟an itu disikapi dan direspon masyarakat Muslim dalam realitas
kehidupan sehari-hari menurut konteks budaya dan pergaulan sosial.
Hamat saya, apa yang mereka lakukan adalah merupakan “panggilan
jiwa” yang merupakan kewajiban moral sebagai Muslim untuk
memberikan penghargaan, penghormatan, cara memuliakan (ta’zim)
kitab suci yang diharapkan pahala dan berkah dari Al-Qur‟an
sebagaimana keyakinan umat Islam tehadap fungsi Al-Qur‟an yang
dinyatakan sendiri secara beragam. Oleh karena itu, maksud yang
dikandung bisa sama, tetapi ekspresi dan ekspektasi masyarakat
terhadap Al-Qur‟an antara kelompok satu dengan kelompok yang
laiinya bisa berbeda, begitu juga antara golongan, antara etnis, dan
antara bangsa.24
Dalam penelitian model Living Qur’an yang dicari bukan
kebenaran agama lewat Al-Qur‟an atau menghakimi kelompok
keagamaan tertentu dalam Islam, tetapi lebih mengedepankan penelitian
tentang tradisi yang menggejala (fenomena) di masyarakat dilihat dari
persepsi kualitatif.25
Signifikansi akademik dari penelitian living Qur’an ini tentu
tidak lebih dari mengeksplorasi dan mempublikasikan kekayaan ragam
fenomena sosial terkait dengan Al-Qur‟an di berbagai komunitas
muslim dalam batas-batas kepentingan ilmiah yang tidak berpihak.26
B. Teori Tindakan Sosial Max Weber
Menurut Bryan dalam bukunya Teori Sosial Dari Klasik
Sampai Post-Modern, yang dikutip oleh Alis Muhlis bahwa Weber
mengklasifikasi tindakan sosial menjadi empat tipe tindakan yang
23
Ibid., 9. 24
Ibid., 50. 25
Ibid., 50. 26
M. Mansur, “Living Qur‟an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur‟an”, dalam
Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadith, Ed. M. Mansyur dkk. (Yogyakarta:
Teras, 2007), 3-9.
-
19
dibedakan dalam konteks motif dan tujuan para pelakunya yaitu:
tindakan rasionalitas instrumental, tindakan rasionalitas nilai,
tindakan afektif, dan tindakan tradisional. Adapun penjabaran
mengenai keempat klasifikasi tipe tindakan yaitu sebagai berikut: 27
1. Tindakan rasionalitas instrumental
Tindakan rasionalitas instrumental, yaitu tindakan yang ditujukan
pada pencapaian tujuan-tujuan yang secara rasional diperhitungkan
dan diupayakan sendiri oleh aktor yang bersangkutan.
2. Tindakan rasional nilai.
Tindakan rasionalitas nilai, yaitu tindakan rasional berdasarkan nilai
yang dilakukan untuk alasan-alasan dan tujuan-tujuan yang ada
kaitannya dengan nilai-nilai yang diyakini secara personal tanpa
memperhitungkan prospek-prospek yang ada kaitannya dengan
berhasil atau gagalnya tindakan tersebut.
3. Tindakan afektif
Ketiga, tindakan afektif, yaitu tindakan yang ditentukan oleh
kondisi-kondisi dan orientasi-orientasi emosional si aktor.
4. Tindakan tradisional
Tindakan tradisional yaitu tindakan yang ditentukan oleh kebiasaan-
kebiasaan yang sudah mengakar turun-temurun.
27
Alis muhlis, “Analisis Tindakan Sosial Max Weber Dalam Tradisi Pembacaan
Kitab Mukhtashar al-Bukhari”, Jurnal Living Hadis (Vol. 1, No. 2, Oktober 2016), 248.
-
20
BAB III
PAPARAN DATA HASIL PENELITIAN
A. Deskrisi Masjid Al Ishlah
Pada tahun 1965 dibangun sebuah mushalla berukuran = 6 m x
10 m di atas tanah milik ibu Hj. Mutiah seluas + 60 m2. Tanah tersebut
pada akhir tahun 1990 setelah ditambah luasnya menjadi 322 m2 lalu
diwakafkan oleh wakif yang sama untuk pembangunan masjid (hak
milik wakaf no: 898 desa ledok).
Tahun 1991 mushalla direnovasi menjadi masjid dengan
ukuran = 12 m x 12 m di atas tanah wakaf seluas 322 m2. Pada tanggal
2 Mei 2006, Bpk. H. Amam Nurhadi mewakafkan tanahnya yang
terletak di sebelah barat masjid (bersebelahan) seluas 90 m2 berdasarkan
Akta Ikrar Wakaf No. W.2/03/V/06 tanggal 2 mei 2006.
Dengan memperhatikan kepentingan kedua belah pihak, maka
masyarakat secara bergotong royong membeli tanah yang di sebelah
selatan tanah seluas 92 m2 yang kemudian diwakafkan untuk perluasan
dan pembangunan masjid. Sehingga perluasan sebanyak 182 m2.28
Adapun letak Geografis Masjid Al Ishlah berada di tengah-
tengah Kota Salatiga. Lebih rincinya, secara geografis Masjid Al Ishlah
terletak pada posisi yang berbatasan dengan beberapa tempat. Pada
bagian timur berbatasan dengan Jl. Argorumekso II. Di bagian utara
berbatasan dengan Jl. Argoluwih. Di bagian barat berbatasan dengan Jl.
Argoluwih I. Kemudian di bagian selatan berbatasan dengan Jl.
Argorumekso.
Adapun alamat Masjid Al Ishlah terletak di Dusun Ringinawe
RT 10/RW 01 Kelurahan Ledok, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga,
Jl. Argorumekso, No. 9 B.29
Selanjutnya berkaitan dengan sumber dana Masjid Al Ishlah
baik dalam dana pembangunan serta dana penunjang kegiatan-kegiatan
masjid lainnya yakni murni bersumber dari para jamaah dan masyarakat
sekitar melalui kotak amal dan infaq-infaq lainnya.30
28
Hasil observasi 29
Hasil observasi. 30
Hasil wawancara dengan F U S, pada tanggal 20 Desember 2018.
-
21
B. Struktur Kepengurusan Masjid Al-Ishlah
Adapun susunan kepengurusan dari Masjid Al Ishlah adalah
seperti berikut ini:31
SUSUNAN PENGURUS TAKMIR MASJID AL ISHLAH
PERIODE 2016-2020
1. Pelindung : Lurah Ledok
: Ketua RW 1
2. Penasehat : Bpk. KH. Muh. Zainal Arifin
: Bpk. KH. Abdillah Amin
: Bpk. H. Basaruddin Jamin, S.H
3. Ketua : Bpk. H. Fauzi Untung Sarwono
4. Wakil ketua : Bpk. Slamet Khirom, S.Pd.
5. Sekretaris : Bpk. Winarno, S.E
6. Wakil Sekretaris : Bpk. Tri Rohmat
7. Bendahara : Bpk. Rohadi
8. Wakil Bendahara : Bpk. H. Abd. Aziz Rubimin
9. Seksi-seksi
a. Pendidikan TPA : Bpk. Nur Said
: Bpk. Purwadi Antoro
: Bpk. Drs. Sutrisna, M.Pd
b. Pengajian/dakwah dan PHBI : Bpk. Ridwanto
: Bpk. Noer Achmadi
: Bpk. H. Buyadi
: Bpk. H. Ahmad Wartono
: Ibu Hj. Suratmin
: Ibu Hj. Tulus S
: Ibu rdwanto
c. Remaja Masjid : Sdr. Sugianto
: Sdr. Nurdin
d. Pembangunan : Bpk. Ir. Gandung
: Bpk. Ridwanto
31
Hasil observasi.
-
22 e. Humas : Bpk. Budiono
: Bpk. Priyono
: Bpk. Ahmad Supardi
f. Sosial : Bpk. Drs. Sarmanto
: Bpk. Budiono
g. Perawatan Masjid : Bpk. Ngatibun
: Bpk. Tukino
: Bpk. Haryanto
: Bpk. Triyanto
: Bpk. Sutrisno
C. Kegiatan masjid Al Ishlah
Adapun kegiatan yang ada di Masjid Al Ishlah dapat di
kategorikan sebagai berikut:32
1. Kegiatan Tahunan
Kegiatan tahunan yang ada di masjid Al Ishlah meliputi shalat Idul
Adha, shalat Idul Fitri dan peringatan peringatan hari keagamaan
lainnya seperti peringatan Maulid Nabi dan Isra‟ Mi‟raj. Dan
termasuk di dalamnya melakukan Ziarah ke makam para wali tiap
tahunnya.
2. Kegiatan Bulanan
Kegiatan bulanan yang ada di masjid Al Ishlah antara lain
mujahadah yang dilaksanakan setiap malam Jum‟at pon. Kemudian
khatmil qur’an berjamaah yang dilaksanakan setiap malam Rabu
wage dan pengajian umum yang dilaksanakan setiap malam Jum‟at
wage.
3. Kegiatan Mingguan
Kegiatan mingguan yang ada di masjid Al Ishlah di antaranya ada
pengajian tafsir Al-Qur‟an yang dilaksanakan setiap malam Kamis
ba’da isya‟, kuliah subuh yang dilaksanakan pada hari Rabu pagi
dan Ahad pagi. Berikutnya yaitu tarbiyatul hasanah yang
dilaksanakan setiap malam Ahad. Dan pengajian yasinan dan
tahlilan yang dilaksanakan setiap malam Jum‟at.
4. Kegiatan Harian
32
Hasil observasi.
-
23
Adapun yang menjadi kegiatan harian di masjid Al Ishlah yaitu
tadarrus Al-Qur‟an yang dilakukan setiap ba’da maghrib yang
dipimpin oleh imam masjid yang di ikuti oleh jamaah lainnya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kegiatan yang
menjadi fokus dalam penelitian ini adalah kegiatan bulanan berupa
khatmil qur’an berjamaah. Meskipun dalam praktiknya sebetulnya ada
yang bersifat insedentil yaitu kegiatan khatmil qur’an berjamaah
berdasarkan undangan karena hajat tertentu.
D. Deskripsi Tradisi Khatmil Qur’an berjamaah
Tradisi khatmil qur’an berjamaah pada mulanya dirintis oleh
bapak Kyai Junaidi Amin pada tanggal 12 Oktober 2010. Namun
setelah beliau meningal maka kepemimpinannya dilanjutkan oleh
Bapak Slamet Kirom. Tujuan dari dibentuknya tradisi khatmil qur’an
berjamaah ini, pertama adalah untuk mengistiqomahkan dalam
mengkhatamkan Al-Qur‟an setiap bulannya. Hal itu dikarenakan
kegiatan khatmil qur’an berjamaah pada awalnya hanya dilakukan
pada saat Ramadhan saja. Kedua, sebagai kegiatan tholabul ilmi
dimana dalam pelaksanaan khatmil qur’an berjamaah tersebut di
dalamnya terdapat kajian-kajian ayat dan hadits, serta tema-tema
keagamaan lainnya. Alasan lainnya adalah untuk menguatkan
ukhuwah/persaudaraan bagi bapak-bapak jamaah masjid Al Ishlah,
disamping itu, juga untuk mengetahui kondisi jamaah. Adapun harapan
dari pelaksanaan tradisi khatmil qur’an berjamaah dapat membawa
berkah bagi shohibul bait. Selanjutnya yang berbeda dari kegiatan
pengajian pada umunya adalah pengajian khatmil qur’an berjamaah ini
hanya diperuntukkan bagi jamaah bapak-bapak yang artinya dalam
pelaksanaannya tidak ada jamaah perempuan yang ikut dalam kegiatan
tersebut dengan alasan bahwa dalam pengajian tidak boleh bercampur
antara laki-laki dan perempuan.33
Adapun kegiatan khatmil qur’an berjamaah tersebut
dilaksanakan di rumah jamaah yang telah terjadwal. Namun terkadang
kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini dilaksanakan di hari-hari
33
Wawancara dengan Bpk. S L K, pada tanggal 07 Desember 2018.
-
24 tertentu sesuai permintaan dari masyarakat sekitar. Demikian pula
ketika tidak memungkinkan dilaksanakan di rumah jamaah karena
alasan tertentu, maka kegiatan khatmil qur’an berjamaah
diselenggarakan di masjid.34 Dan pelaksanaannya dilakukan pada
malam Rabu Wage, ba’da shalat Isya‟. Pilihan pada malam Rabu
Wage tersebut adalah bahwa malam Rabu Wage merupakan adat Jawa
khususnya dalam melaksanakan amalan-amalan kebaikan.35
Pada setiap kegiatan tentu ada hal-hal yang menjadi penunjang
demi terlaksananya sebuah agenda salah-satunya adalah dana. Dana
dari kegiatan khatmil qur’an berjamaah tersebut ialah bersumber dari
para jamaah itu sendiri.36
Khatmil qur’an berjamaah yang dilaksanakan secara rutin oleh
jamaah bapak-bapak masjid Al Ishlah pada malam rabu wage setiap
bulannya adalah salah-satu agenda rutinan yang diselenggarakan oleh
para pengurus masjid Al Ishlah. Di samping itu, kegiatan khatmil
qur’an berjamaah juga diselenggarakan di beberapa tempat dan di
waktu yang berbeda. Misalnya ketika adanya hajatan-hajatan tertentu
dari masyarakat sekitar, para jamaah diundang ke rumah untuk
melakukan khatmil qur’an berjamaah.
Pengajian khatmil qur’an berjamaah tersebut merupakan
sebuah kegiatan yang sangat penting bagi para jamaah dimana mereka
sangat antusias dalam mengikuti kegiatan yang diadakan setiap
bulannya itu. Hal itu dapat ditunjukkan melalui beberapa keterangan
dari para jamaah khatmil qur’an berjamaah bahwa mereka berharap
agar kegiatan khatmil qur’an berjamaah bapak-bapak tetap
dipertahankan di lingkungan Ringinawe setempat.
Beberapa hari sebelum kegiatan khatmil qur’an berjamaah
dilaksanakan, pengurus yang bertugas kembali membagikan undangan
baik berupa surat atau menginformasikan ke para jamaah bapak-bapak
lewat WhatsApp. Saat menjelang maghrib, salah satu pengurus
kemudian mengingatkan kembali melalui pengumuman lewat
microphone masjid Al Ishlah.
34
Hasil observasi. 35
Hasil observasi. 36
Hasil wawancara dengan Bpk. S L K, pada tanggal 07 Desember 2018.
-
25
Sekitar lima belas menit sebelum acara dimulai, para jamaah
khatmil qur’an berjamaah menuju tempat dimana khatmil qur’an
berjamaah itu dilaksanakan tepatnya pada pukul 19.45 WIB. Setelah
jamaah hadir, ketua pengurus kemudian membagikan Al-Qur‟an
kepada para jamaah yang dibagi satu juz untuk satu jamaah. Setelah
dibagi, acara khatmil qur’an berjamaah kemudian dibuka secara resmi
oleh pembawa acara.
Ada beberapa sesi dalam acara kegiatan khatmil qur’an
berjamaah tersebut. diantaranya ada sambutan dan ceramah yang
umumnya disampaikan langsung oleh ketua khatmil qur’an berjamaah.
Penulis melihat bahwa dalam ceramah yang disampaikan oleh ketua
khatmil qur’an berjamaah itu membahas beberapa tema-tema pokok
dan mendasar dalam masalah-masalah keagamaan.
Dari pengamatan penulis diatas, maka sesungguhnya kegiatan
khatmil qur’an berjamaah juga menjadi sebuah media edukasi bagi para
jamaah dalam meningkatkan pengetahuan mereka dalam hal-hal
keagamaan. Oleh karena itu, maka khatmil qur’an berjamaah yang
dilakukan secara rutin oleh bapak-bapak jamaah masid Al Ishlah tidak
terbatas pada kegiatan membaca, di samping itu juga dapat memahami
nilai-nilai petunjuk dari Al-Qur‟an melalui ceramah yang disampaikan
oleh ketua khatmil qur’an berjamaah.
Pada sesi khatmil qur’an berjamaah, para jamaah fokus dengan
bacaannya masing-masing sampai selesai. Namun terkadang antara satu
jamaah dan yang lainnya tidak bersamaan dalam menyelesaikan bacaan.
Hal ini disebabkan sebagian jamaah membaca dengan cara yang cepat
dan sebagian yang lainnya membaca dengan lambat.
Setelah sebagian besar dari jamaah telah menyelesaikan
bacaannya, kemudian dilnjutkan dengan acara berikutnya yaitu tahlil.
Tahlil dilakukan pula secara berjamaah dan dipimpin oleh ketua khatmil
qur’an berjamaah. Tahlil merupakan sebuah kegiatan yang tanpa absen
dilakukan di setiap pengajian termasuk dalam pengajian kelompok
jamaah khatmil qur’an berjamaah bapak-bapak masjid Al Ishlah.
Setelah pembacaan tahlil, berikutnya adalah pengiriman do‟a
kepada almarhum/almarhumah dari para keluarga jamaah khatmil
-
26 qur’an berjamaah. Di samping itu juga secara khusus pembacaan do‟a
disampaikan untuk keluarga shahibul bait yang telah bersedia dan
ikhlas menyambut para jamaah dalam melaksanakan kegiatan khatmil
qur’an berjamaah di kediamannya. Dan setelah itu, ketua khatmil
qur’an berjamaah kemudian memimpin kembali do‟a khatmil qur’an.
Setelah pembacaan do‟a, sesi selanjutnya adalah tanya jawab.
Dimana para jamaah di persilakan untuk bertanya yang berhubungan
dengan masalah-masalah keagamaan baik yang bersifat individu
maupun yang bersifat sosial sehingga jamaah yang bersangkutan dapat
tercerahkan melalui kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini.
Sesi terakhir adalah istirahat. Setelah acara ditutup, shahibul
bait kemudian mempersiapkan dan menghidangkan makanan kepada
para jamaah khatmil qur’an. Hal tersebut tidak lain adalah sebagai
bentuk rasa hormat shahibul bait kepada para jamaah sebagai tamu.
Namun adanya jamuan dan hidangan makanan tersebut tidak bersifat
wajib. Dalam arti apabila shahibul bait tidak mempunyai cukup biaya
untuk menyiapkan hidangan, maka hal tersebut tidak menjadi sebuah
masalah, dan kegiatan khatmil qur’an berjamaah tetap dilaksanakan
sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Kegiatan yang berjalan
lancar dan khusyu‟ itu dilaksanakan kurang lebih dua jam yang dimulai
pada pukul 19:45-22:00 WIB.
E. Struktur Kepengurusan Khatmil Qur’an Berjamaah
Adapun struktur kepengurusan khatmil qur’an berjamaah
adalah sebagai berikut:37
a. Ketua : Bpk. Slamet Kirom
b. Sekretaris : Bpk. Subkhan
c. Bendahara : Bpk. Sugiyanto
d. Humas : Bpk. Gunanto
F. Makna Tradisi Khatmil Qur’an Berjamaah
Untuk mendapatkan data mengenai pemaknaan para bapak-
bapak jamaah masjid Al Ishlah terkait tradisi khatmil qur’an
berjamaah, maka penulis melakukan wawancara terhadap sepuluh
37
Hasil wawancara dengan Bpk. S L K, pada tanggal 07 Desember 2018.
-
27
responden yang tergabung dalam kegiatan khatmil qur’an
berjamaah. Kesepuluh responden tersebut adalah sebagai berikut:
1. S T R
S T R merupakan salah satu pengurus masjid Al-Islah yang
juga aktif sebagai anggota jamaah khatmil qur’an berjamaah bapak-
bapak. Usia beliau saat ini sudah memasuki 60 tahun. Beliau
mengikuti pengajian khatmil qur’an berjamaah ini sejak
dibentuknya kelompok jamaah khatmil qur’an berjamaah yaitu pada
tanggal 12 Oktober 2010 yang lalu.
Saat penulis bertanya mengenai pendapat beliau tentang
kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini, beliau menjawab bahwa
khatmil qur’an berjamaah adalah kegiatan silaturrahmi yang dapat
menjaga hubungan baik sesama masyarakat dan di dalamnya dapat
menambah wawasan ilmu agama. Penilaian beliau dari kegiatan ini
adalah positif yang di dalamnya banyak kebaikan, silaturrahmi,
membaca Al-Qur‟an dan lain-lain. Perasaan beliau saat mengikuti
kegiatan ini yaitu merasa senang ketika berkumpul bersama dalam
satu kelompok untuk mengkhatamkan Al-Qur‟an. Harapan beliau
dari kegiatan ini adalah untuk memberikan contoh kepada keluarga
agar kedepannya dapat ikut serta dalam kegiatan khatmil qur’an
berjamaah.38
2. S L K
S L K yang merupakan salah satu pengurus dan jamaah
masjid Al Ishlah di samping sebagai ketua khatmil qur’an
berjamaah yang ke dua hingga saat ini yang menggantikan Bpk.
Junaidi selaku pendiri kegiatan khatmil qur’an berjamaah. Usia
beliau saat ini memasuki usia 53 tahun. Beliau mengikuti kegiatan
khatmil qur’an berjamaah sejak mulai dari kegiatan ini dibentuk,
yakni pada tahun 2010.
Saat penulis bertanya mengenai pendapat beliau tentang
makna kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini, beliau menjawab
bahwa khatmil qur’an berjamaah ini adalah kegiatan tadarus Al-
Qur‟an bersama dan sebagai wadah bagi jamaah agar bacaan Al-
38
Hasil wawancara pada tanggal 07 Desember 2018.
-
28 Qur‟annya semakin meningkat. Penilaian beliau dari kegiatan
khatmil qur’an berjamaah ini sangat baik termasuk sering kali
dalam pelaksanaannya mendapat undangan bagi warga sekitar
ketika ada hajatan-hajatan tertentu misalnya memperingati 7 hari
kematian, memasuki rumah baru, dan untuk bagi yang hamil 3
bulan dan seterusnya. Perasaan beliau saat mengikuti khatmil
qur’an berjamaah yaitu semakin terjalin keakraban dan
kebersamaan sesama jamaah bapak-bapak. Harapan beliau dari
kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini adalah agar bacaan Al-
Qur‟an nya memenuhi standar bacaan yang benar yaitu membaca
dengan tajwid.39
3. N T B
N T B adalah salah seorang jamaah dan pengurus masjid Al
Ishlah, dan beliau aktif sebagai anggota jamaah khatmil qur’an
berjamaah bapak-bapak. Usia beliau saat ini memasuki 63 tahun.
Beliau mengikuti pengajian khatmil qur’an berjamaah ini sejak
dibentuknya kelompok jamaah khatmil qur’an berjamaah yaitu pada
tanggal 12 Oktober 2010 yang lalu.
Saat penulis bertanya mengenai pendapat beliau tentang
kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini, beliau menjawab bahwa
khatmil qur’an berjamaah ini adalah kegiatan dakwah yang
bertujuan menambah wawasan ilmu agama dan semakin menambah
kecintaan masyarakat terhadap Al-Qur‟an. Penilaian beliau dari
kagiatan ini adalah sangat baik yaitu dengan bertambahnya jumlah
peminat yang ikut kegiatan khatmil qur’an berjamaah. Perasaan
beliau saat mengikuti kegiatan khamtil qur’an berjamaah ini adalah
senang ketika berkumpul bersama dalam mengkhatamkan Al-
Qur‟an. Harapan beliau dari kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini
yaitu semoga kedepannya terus bertambah jumlah peminatnya.40
4. A S P
A S P adalah salah seorang jamaah masjid Al Ishlah dan
aktif sebagai anggota jamaah khatmil qur’an berjamaah bapak-
39
Hasil wawancara pada tanggal 07 Desember 2018. 40
Hasil wawancara pada tanggal 07 Desember 2018.
-
29
bapak. Usia beliau saat ini memasuki usia 58 tahun. Beliau
mengikuti pengajian khatmil qur’an berjamaah ini sejak
dibentuknya kelompok jamaah khatmil qur’an berjamaah yaitu pada
tanggal 12 Oktober 2010 yang lalu.
Saat penulis bertanya mengenai pendapat beliau tentang
kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini, beliau menjawab bahwa
khatmil qur’an berjamaah ini adalah kegiatan yang dapat menjaga
dan menumbuhkan kecintaan pada Al-Qur‟an di tengah-tengah
masyarakat di lingkungan Ringinawe. Penilaian beliau dari kegiatan
khatmil qur’an berjamaah ini sangat baik. Perasaan beliau saat
mengikuti kegiatan khatmil qur’an berjamaah adalah merasakan
kedamaian di dalam hati. Harapan beliau dari kegiatan khatmil
qur’an berjamaah ini adalah dapat membawa keberkahan.41
5. S T R N
S T R N adalah salah seorang jamaah masjid Al Ishlah yang
juga aktif sebagai jamaah khatmil qur’an berjamaah. Beliau juga
merupakan ketua RW setempat. Dan saat ini beliau masih aktif
dalam mengikuti kegiatan khatmil qur’an berjamaah bapak-bapak.
Usia beliau saat ini sudah memasuki usia 54 tahun. Beliau
mengikuti pengajian khatmil qur’an berjamaah ini sejak
dibentuknya kelompok jamaah khatmil qur’an berjamaah yaitu pada
tanggal 12 Oktober 2010 yang lalu.
Saat penulis bertanya mengenai pendapat beliau tentang
kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini, beliau menjawab bahwa
khatmil qur’an berjamaah ini adalah kegiatan dalam rangka
mendalami bacaan dan pemahaman Al-Qur‟an dan terjalinnya
persaudaraan melalui kegiatan khatmil qur’an berjamaah. Penilaian
beliau tentang kegiatan ini adalah positif yaitu menghidupkan
kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini di lingkungan masyarakat
Ringinawe. Perasaan beliau saat ikut kegiatan ini adalah terdapat
kenyamanan batin dan terdapat kepuasan tersendiri ketika bisa
mengkhatamkan Al-Qur‟an dengan cara berjamaah. Dan keluarga
shahibul bait pun merasa termotivasi untuk ikut membaca Al-
41
Hasil wawancara pada tanggal 07 Desember 2018.
-
30 Qur‟an. Harapan beliau dari kegiatan ini adalah untuk memberikan
contoh kepada keluarga agar kedepannya dapat mengikuti khatmil
qur’an berjamaah.42
6. A D S
A D S adalah salah seorang jamaah masjid Al Ishlah yang
juga beliau aktif sebagai anggota khatmil qur’an berjamaah bapak-
bapak. Usia beliau saat ini sudah memasuki usia 51 tahun. Beliau
mengikuti kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini sejak tiga tahun
terakhir yakni di tahun 2015.
Saat penulis bertanya mengenai pendapat beliau tentang
kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini, beliau menjawab bahwa
khatmil qur’an berjamaah ini adalah merupakan ibadah dan dapat
menambah wawasan keagamaan dimana dalam pelaksanaannya
terdapat kajian beberapa ayat Al-Qur‟an. Penilaian beliau dari
kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini adalah sangat positif
termasuk dapat menciptakan hubungan yang baik di antara
masyarakat. Perasaan beliau saat mengikuti khatmil qur’an
berjamaah ini adalah merasakan ketenangan, nyaman, dan keluarga
menjadi tentram. Harapan beliau dari kegiatan ini adalah nilai-nilai
Al-Qur‟an dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari oleh
masyarakat.43
7. H B D
H B D juga adalah salah seorang jamaah masjid Al Ishlah
yang juga aktif sebagai anggota jamaah khatmil qur’an berjamaah
bapak-bapak. Beliau saat ini memasuki usia 51 tahun, yakni beliau
mengikuti pengajian khatmil qur’an berjamaah ini sejak
dibentuknya kelompok jamaah khatmil qur’an berjamaah yaitu pada
tanggal 12 Oktober 2010 yang lalu.
Saat penulis bertanya mengenai pendapat beliau tentang
kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini, beliau menjawab bahwa
khatmil qur’an berjamaah ini adalah kegiatan yang dapat
mengembangkan bacaan Al-Qur‟an dan sebagai moment
42
Hasil wawancara pada tanggal 07 Desember 2018. 43
Hasil wawancara pada tanggal 07 Desember 2018.
-
31
bersilaturrahmi sesama jamaah. Penilaian beliau terhadap kegiatan
ini sangat baik dan sangat bermanfaat yang diantaranya dalam
pelaksanaannya dipanjatkannya doa-doa yang dikhususkan bagi
jamaah yang punya hajatan dan mendoakan orang-orang yang telah
meninggal. Perasaan beliau saat mengikuti khatmil qur’an
berjamaah ini adalah merasa senang dan hati terasa tentram dan
lebih mudah mengkhatamkan Al-Qur‟an jika dilakukan dengan cara
berjamaah. Harapan beliau dari kegiatan ini adalah agar generasi
berikutnya tetap melanjutkan tradisi khatmil qur’an berjamaah ini.44
8. A R
A R adalah salah seorang jamaah masjid Al Ishlah yang
juga aktif sebagai anggota jamaah khatmil qur’an berjamaah bapak-
bapak. Usia beliau saat ini telah memasuki 64 tahun, dan beliau
mengikuti pengajian khatmil qur’an berjamaah ini sejak
dibentuknya kelompok jamaah khatmil qur’an berjamaah yakni
pada tanggal 12 Oktober 2010 yang lalu.
Saat penulis bertanya mengenai pendapat beliau tentang
kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini, beliau menjawab bahwa
khatmil qur’an berjamaah ini adalah salah-satu kegiatan ibadah
yaitu untuk meningkatkan bacaan Al-Qur‟an. Penilaian beliau dari
khatmil qur’an berjamaah ini adalah terdapat perkembangan
sehingga beliau mengharapkan agar kegiatan khatmil qur’an
berjamaah ini terus dilaksanakan dari generasi ke generasi. Perasaan
beliau saat mengikuti khatmil qur’an berjamaah adalah semakin
tenang dan menyejukkan hati. Harapan beliau dari kegiatan khatmil
qur’an berjamaah ini adalah agar kedepannya keluarga-keluarga
beliau dapat mengikuti kegiatan khatmil qur’an berjamaah.45
9. K W R
K W R adalah salah seorang jamaah masjid Al Ishlah yang
juga aktif sebagai anggota jamaah khatmil qur’an berjamaah bapak-
bapak. Usia beliau saat ini telah memasuki usia 67 tahun. Beliau
mengikuti pengajian khatmil qur’an berjamaah ini sejak
44
Hasil wawancara pada tanggal 07 Desember 2018. 45
Hasil wawancara pada tanggal 07 Desember 2018.
-
32 dibentuknya kelompok jamaah khatmil qur’an berjamaah yaitu pada
tanggal 12 Oktober 2010 yang lalu.
Saat penulis bertanya mengenai pendapat beliau tentang
kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini, beliau menjawab bahwa
khatmil qur’an berjamaah ini adalah kegiatan yang dapat
menguatkan iman. Penilaian beliau dari khatmil qur’an berjamaah
ini adalah baik didasarkan bahwa bendera Islam adalah Al-Qur‟an.
Perasaan beliau saat mengikuti kegiatan khatmil qur’an berjamaah
ini adalah merasakan kenikmatan dan hati terasa lebih tenang.
Harapan beliau dari kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini adalah
untuk memperoleh pahala dari bacaan Al-Qur‟an dan ingin bertemu
dengan wajah Allah di akhirat kelak.46
10. F U S
F U S adalah salah seorang jamaah dan pengurus masjid Al
Ishlah yang juga saat ini aktif sebagai anggota jamaah khatmil
qur’an berjamaah bapak-bapak. Usia beliau saat ini telah memasuki
usia 58 tahun. Beliau mengikuti pengajian khatmil qur’an
berjamaah ini sejak dibentuknya kelompok jamaah khatmil qur’an
berjamaah yaitu pada tanggal 12 Oktober 2010 yang lalu.
Saat penulis bertanya mengenai pendapat beliau tentang
kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini, beliau menjawab bahwa
khatmil qur’an berjamaah ini adalah merupakan bentuk kegiatan
syiar dakwah di lingkungan masjid Al Ishlah. Penilaian beliau dari
kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini adalah sangat baik yaitu
dapat mempererat persaudaraan sesama jamaah Al Ishlah. Perasaan
beliau saat mengikuti khatmil qur’an berjamaah ini adalah
merasakan ketenangan dan menambah keistiqamahan untuk terus
mengikuti kegiatan khatmil qur’an berjamaah tersebut. Harapan
beliau dari kegiatan khatmil qur’an berjamaah ini adalah agar
sesama jamaah menjadi makmur sehingga diharapakan agar
kegiatan ini tetap berlanjut seterusnya.47
46
Hasil wawancara pada tanggal 07 Desember 2018. 47
Hasil wawancara pada tanggal 07 Desember 2018.
-
33
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Merujuk pada pendapat Muhammad Mansur bahwa dalam praktik
living Qur’an di dalamnya mengandung makna ekspresif dan ekspektatif.
Pertama, makna ekspresif yang terdiri dari tiga aspek yang didalamnya
menyangkut pendapat, penilaian, dan perasaan. Kedua, makna ekspektatif
yang didalamnya menyangkut harapan. Kedua unit makna tersebut dalam
redaksi penulis menjadi makna dari tradisi khatmil qur’an berjamaah dalam
prespektif responden.
A. Makna Ekpresif
1. Ibadah
Dalam keyakinan ummat islam bahwa setiap manusia
memiliki kewajiban beribadah kepada Allah swt. Beberapa
responden antara lain, A D S mempersepsikan kegiatan khamtil
Qur’an adalah sebagai ibadah. Lalu bagaimanakah sebetulnya yang
dimaksud dengan ibadah?. Pengertian ibadah salah-satunya
dikemukakan oleh Ibnu Taimiyyah yang juga dikenal dengan
sebutan syaikhul Islam ialah:
بُّهُ ْْسٌ َخاِمٌع ِمُكِّ َما ُُيِِاِل َإمَْباِطنَِة َإمِْؼَباَدُة ِِهَ إ هللُا َويَْرَضاُه ِمَن إْْلَْقَوإِل َو إْْلَْْعَ
اِهَرة .48َوإمظَّArtinya: “Yang dimaksud dengan ibadah adalah suatu nama
yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridhai Allah swt. Baik
berupa perkataan, perbuatan, yang Nampak dan yang tersembunyi”.
Berangkat dari definisi diatas maka dapat dikatakan bahwa
apa yang dilakukan oleh bapak-bapak jamaah masjid Al Ishlah
dalam bentuk tradisi khatmil qur’an berjamaah adalah merupakan
salah-satu bentuk ibadah kepada Allah swt. Karena dalam
pelaksanaan tersebut tentu akan mengundang rahmat dan kecintaan
Allah pada dirinya dimana mereka berkumpul bersama dalam
rangka membaca Al-Qur‟an sekaligus mentadabburi maknanya
48
Ibnu Taimiyah, Al-Ubudiyah, Vol. 4 (Ismailiyah: Darul Ashalah, 1999), 19.
-
34 sehingga nilai-nilai Al-Qur‟an dapat diaktualisasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Syiar
Makna ekpresif lain yang dikemukakan oleh responden F U
S menyebutkan bahwa kegiatan khatmil qur’an berjamaah tersebut
adalah sebagai syiar. Dengan kata lain syiar memang bukan
dakwah, namun syiar adalah bagian dari dakwah itu sendiri yang
berupa kegitan. Sebagai contoh maulid Nabi SAW. Maulid memang
tidak dapat disebut sebagai syariat karena tidak terdapat nash baik
Qur‟an maupun hadits yang secara khusus memerintahkan untuk
melaksanakan maulid Nabi SAW. Tetapi dilihat dari tujuan
pelaksanaannya adalah untuk menyampaikan kisah hidup Nabi
SAW yang merupakan teladan bagi setiap ummat muslim. Dan
mengetahui kisah Nabi sebagai teladan hukumnya adalah wajib.
Karena maulid itu bukan syariat tetapi didalamnya mengandung
nilai-nilai keagamaan maka hal itu disebut sebagai syiar demikian
juga dengan acara-acara semisal termasuk kegiatan khatmil qur’an
berjamaah ini.
3. Thalabul Ilmi
Mayoritas dari para jamaah khatmil qur’an berjamaah
adalah seorang pekerja yang setiap-harinya disibukkan dengan
pekerjaan. Pekerjaan adalah kewajiban bagi setiap orang terlebih
bagi seorang kepala rumah tangga. Namun bagi seorang muslim,
kesibukan pekerjaan bukan menjadi penghalang akan belajar.
Karena belajar adalah sesuatu yang sangat urgen dalam kehidupan
seseorang baik ilmu agama maupun ilmu yang umum sehingga
imam Syafi‟i menyebutkan dalam salah-satu keterangannya akan
fungsi dari sebuah ilmu pengetahuan sebagaimana berikut:
هَْيا فََؼلَْيِه ِِبمِْؼْْلِ َوَمْن َآَرإَد إْْلِٓخَرِة فََؼلَْيِه ِِبمِْؼْْلِ َوَمْن َآَرإَد ُُهَا َمًؼا فََؼلَْيِه َمْن َآَرإَد إلُ
49.ِِبمِْؼْلِْ
49
Imam An-Nawawi, Majmu’ Syarkhul Mahdzab, Vol. 1, Cet. 1 (Jeddah: Maktabat
Al-Irsyad, Tt.), 30.
-
35
Artinya: “Siapa orang yang menginginkan dunia maka
haruslah dengan ilmu. Dan siapa orang yang menginginkan akhirat
maka haruslah dengan ilmu. Dan barang siapa yang menginginkan
keduanya maka haruslah dengan ilmu.”
Keterangan imam Syafi‟i diatas dapat dijadikan sumber
inspirasi bagi setiap orang yang menginginkan kebahagian dunia
dan akhirat. Dan peran ilmu pengetahuan sangat berpengaruh pada
kebahagian seseorang baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Istilah belajar sendiri tidak harus dilakukan dalam bentuk
yang formal seperti sekolah, perguruan tinggi dan lain-lain. Tetapi
wadah dan kesempatan untuk belajar tidak terbatas oleh ruang dan
waktu. Bahkan rumah pun juga dapat dijadikan sebagai tempat
untuk belajar seperti yang dilakukan oleh para jamaah bapak-bapak
yang melaksanakan tradisi khatmil qur’an berjamaah setiap
bulannya. Oleh karena itu, salah satu makna ekspresif dikatakan
oleh beberapa responden antara lain N T B bahwa kegiatan khatmil
qur’an berjamaah yang rutin dilaksanakan setiap bulannya adalah
sebagai “media edukasi”.
4. Ketentraman Hati
Ketenangan hati merupakan kebutuhan manusia secara
universal. Salah-satu aspek penting mengapa orang beragama
adalah karena ingin mendapatkan ketentraman hati. Demikian juga
dengan para responden antara lain A R yang telah merasakan
ketenangan batin sebagai dampak positif secara langsung dari
kegiatan khatmil qur’an berjamaah tersebut.
Jika ditelusuri lebih dalam benar bahwa di antara fungsi
membaca dan mendengarkan Al-Qur‟an adalah dapat
menentramkan hati seseorang sebagaimana disebutkan pada ayat
berikut:
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka
manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
-
36 mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang
beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat
kembali yang baik.” (QS. Ar-Ra‟d/13:28-29).
Arti dzikir dari ayat diatas salah-satunya adalah Al-Qur‟an
itu sendiri. Hal ini dikuatkan dengan ayat lain yang menggunakan
kata ad-zikr untuk menunjukkan arti Al-Qur‟an yaitu:
Artinya: “dan Al Quran ini adalah suatu kitab (peringatan)
yang mempunyai berkah yang telah