MAKNA TAUHID DALAM SYAIR KESENIAN DAERAH...
Transcript of MAKNA TAUHID DALAM SYAIR KESENIAN DAERAH...
MAKNA TAUHID DALAM SYAIR KESENIAN DAERAH
(ANALISIS SEMIOTIKA SOSIAL PADA KESENIAN BADENG GARUT)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
FATWA DIENUL HAQ
NIM: 1112051000060
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
MAKNA TAT]IIID DALAM SYAIR KESENIAN DAERAII
(ANALIflS SEMIOTIKA SOSIAL PADA KESE}TIAN BADENG GARUT)
SkripsiDiajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Fatwa Dienul HaqNIM. 1112051000060
NIP. 19771 105 200112 2 002
PROGRAM STIIDI KOMUMKASI PEI{YIARAN ISLAMFAIruLTAS ILMU DAKWAH DAII ILMU KOMT]NIKASI
LINIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATI]LLAH
JAKARTA1438H12017 M
PENGESAIIAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul "Makna Tauhid Dalam Syair Kesenian Daerah
(Analisis Semiotika Sosial Pada Kesenian Badeng Garut)'o telah diujikan
dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
syarif Hidayatullah padatanggal 12 April2017. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial (S.Sos) pada program
studi Komunikasi Penyiaran Islam.
Jakarta, 12 Apil20l7
Sidang Munaqasyah
Sekertaris Merangkap Anggota
+Nip. I 9 83 06 102009 12200 I
Anggota,
Penguji II
Dr. Armawati Arbi. M.SiNip. 1 9650207 199t032002
Penguji IM
Ketua Merangkap Anggota
99403 1 00 1
Bintfn Humeira. M.Si,, NIP. 19771 1052001 t22002
994031002
.....
LEMBAR PERNY AT AAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan basil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S 1) di Universitas
Islam Negri (UIN) SyarifHidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negri (UIN)
Syari'fHidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli karya saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 10 April2017
Fatwa Dienul Haq
i
ABSTRAK
FATWA DIENUL HAQ NIM : 1112051000060 MAKNA TAUHID DALAM SYAIR
KESENIAN DAERAH (ANALISIS SEMIOTIKA SOSIAL PADA KESENIAN BADENG
GARUT) Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1438 H/2017 M.
Kekayaan Indonesia salah satunya adalah beragamnya suku bangsa dan bahasa. Bahasa
dan budaya tidak hanya sebagai alat untuk berkomunikasi dengan satu sama lainnya, akan tetapi
juga digunakan sebagai alat menyebarkan kebaikan. Seperti yang dilakukan Sunan Kalijaga.
Beliau merupakan salah satu walisongo yang menggunakan pendekatan kebudayaan untuk
menyebarkan agama Islam. Salah satu bentuk pendekatannya yaitu melalui lagu-lagu yang
berbahasa daerah atau bahasa penduduk lokal. Perlu diketahui bahwa ada penyebar agama Islam
yang menggunakan cara yang sama dengan Sunan Kalijaga. Kesenian Badeng yang ada di desa
Sanding kecamatan Malangbong kabupaten Garut dulunya merupakan kesenian yang juga
digunakan sebagai alat dalam menyebarkan agama Islam. Kandungan dalam Syair perlu diteliti
lebih lanjut agar masyarakat awam mengerti dan memahami maksud dan tujuan dari kesenian
Badeng ini.
Syair dari kesenian Badeng ini menggunakan bahasa Sunda.Hal ini merupakan salah satu
kendala sulitnya kesenian Badeng ini dikenal oleh masyarakat luas. Tidak semua masyarakat
mengerti bahasa Sunda. maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar syair dapat dimengerti
oleh orang awam. Sedangkan tauhid merupakan salah satu ajaran pertama yang dilakukan oleh
para Rasul kepada umatnya. Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
makna teks dan makna tauhid dalam syair kesenian badeng dilihat dari segi medan wacana,
pelibat wacana, dan sarana wacana.
Maka metode penelitian yang digunakan adalah analisis teks dengan pendekatan analisis
semiotika sosial dari M.A.K Halliday. Analisis dengan menggunakan semiotika sosial dapat
membantu memahami teks dengan sebaik-baiknya. Hal ini dikarenakan teks dilihat dari segi
konteksnya. Dalam melihat konteksnya ini, dibantu dengan tiga konsep didalamnya yaitu medan
wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana. Karena teks dilihat dari segi konteksnya, maka
secara tidak langsung dapat diketahui seberapa jauh teks itu menggambarkan kondisi atau situasi
tertentu. Oleh karena itu, analisis semiotika sosial cocok digunakan dalam meneliti syair dari
kesenian Badeng.
Dari hasil penelitian penulis, berdasarkan analisis semiotika yang menjadi medan
wacana dalam syair kesenian Badeng yaitu agar masyarakat desa Sanding percaya kepada
keberadaan Allah SWT dan Nabi Muhammad. Terdapat juga nasihat dan anjuran untuk
mengamalkan beberapa ajaran Islam. Adapun yang menjadi pelibat wacana yaitu nabi
Muhammad sebagai utusan Allah yang membawa ajaran agama Islam, masyarakat desa Sanding
serta sosok Kyai yang menjadi panutan. Adapun Sarana wacananya adalah kesenian Badeng itu
sendiri, serta syair menggunakan berbagai gaya bahasa dengan dominasi majas penegasan.
Penegasan untuk mempercayai Allah. Dalam makna teks Syair terdapat unsur-unsur dari
komunikasi intrapribadi dan antarpribadi. Kemudian terdapat tiga konsep tauhid dalam syair
kesenian Badeng. Ketiga konsep itu adalah tauhid ulluhiyah, tauhid rubbubiyah, dan tauhid
asma’ wa ash-shifat.Setelah dipahami makna dari syairnya, diharapkan kesenian Badeng lebih
dikenal luas dan patut untuk dibanggakan.
Kata Kunci: Kesenian, Badeng, Syair, Semiotika Sosial, Budaya, Bahasa.
ii
KATA PENGANTAR
بسم ميحرلا نمحرلا هللا
Puji syukur kepada Allah Tuhan Seru Sekalian Alam.Tidak ada kata yang pantas kecuali
pujian yang terus dilafalkan oleh lisan dan tidak ada perbuatan baik dan perbuatan ketaatan
kecuali tertuju hanya kepada-Nya. Hanya Dialah yang pantas dipuji dan hanya Dialah yang
pantas disembah, kepada-Nya pula hamba memohon pertolongan, sehingga penulisan karya
ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Sholawat serta salam kepada “legislator” yang tidak ada tandingannya, membuat hukum
dengan kemaslahatan yang mengelilinginya, menegakkan hukum dengan penuh kebersihan akal
dan jiwa sehingga setiap keputusan sesuai tidak ada yang menentangnya. Semoga sholawat dan
salam menolong hamba pada saat penghakiman di akhirat kelak, serta memberikan atsar
semangat dan keteguhan dalam perjuangan penulis dalam menegakkan hukum di kehidupan
sehari-hari hamba.
Penulisan skripsi ini bukanlah akhir dari studi dari penulis lakukan mudah-mudahan
penulis akan terus melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Tidak lupa, penulis juga
menyampaikan terimakasih kepada orang-orang yang turut membimbing, mendidik, membantu
dan mendewasakan penulis, yang terhormat:
1. Dr. Arief Subhan, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan jajarannya serta seluruh
civitas akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Teima kasih atas
segala bantuan, bimbingan dan arahannya selama ini.
2. Bintan Humeira, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing penulis
dalam penulisan Skripsi sampai penulisan skripsi ini selesai.
3. Drs. S. Hamdani, MA sebagai dosen pembimbing akademik yang tidak bosan
mensuport sejak penulis memulai pendidikan di UIN SyarifHIdayatullah Jakarta.
4. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi yang telah mendidik
dan memberikan ilmu-ilmu selama masa perkuliahan.
5. Kepada seluruh Staff Perpustakaan Utama dan Fakultas yang sudah menyediakan
buku-buku ajar selama masa perkuliahan.
6. Ayahanda Eye Sutarya Putra S.Pd, dan Ibunda Hayati yang sangat menanti kelulusan
ini.
iii
7. Keluarga besar Kakek Akhyar dan Kakek Eman yang telah dan selalu memberikan
kehangatan keluarga.
8. Eka Saptawati dan Dodi Asmara sebagai kakak sekaligus bapak dan ibu kost yang
selalu mensuport dari awal perkuliahan sampai hari-hari perjuangan penulisan skripsi
ini.
9. Teman dari kecil hingga sekarang; Kong, Kokos, Didu, Banol, Badut dan Amus.
10. Teman, sahabat sekaligus keluarga seperjuangan sebagai mahasiswa rantau, terbentuk
oleh ikatan alumni Darul Aqram yang menetap dilingkungan udara panas jakarta
khususnya ciputat; Ogna, Ferizqo, Mim, Afrijal, Ghilman, Fatur, AF, Hilal, Lukman,
dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
11. Kawan seperjuangan di kelas KPI B 2012 (WEAK).
12. Ucapan terima kasih yang spseial untuk zaky Fachrul dan fitri Karimadhani yang
membantu penulisan skripsi.
13. Masyarakat Sanding, Malangbong, Garut yang memiliki tempat sebagai lahirnya
sejarah dari kesenian Badeng.
Akhirnya penulis sampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis
tuliskan, semoga doa dan harapan kita semua dikabulkan-Nya, Amiin.
Jakarta, 10 April 2017
Penulis,
Fatwa Dienul Haq
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK............................................................................................................................
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................................
I
ii
iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................
B. Pembatasan Masalah.................................................................................
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................................................
D. Metodologi Penelitian...............................................................................
E. Kerangka Konsep......................................................................................
F. Tinjauan pustaka.......................................................................................
G. Sistematika Penulisan...............................................................................
1
7
8
8
13
14
16
BAB II LANDASAN TEORI
A. Analisis Semiotika....................................................................................
B. Teori Analisis Semiotika Sosial M.A.K Halliday.....................................
C. Konsep Tauhid..........................................................................................
D. Gaya Bahasa..............................................................................................
18
25
32
36
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Kesenian Badeng.........................................................................
B. Tokoh Penggarap Kesenian Badeng.........................................................
C. Alat dan Syair Kesenian badeng...............................................................
D. Profil Desa Sanding..................................................................................
46
48
49
50
v
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Makna Teks syair Kesenian Badeng...........................................
B. Analisis semiotika Sosial dalam Syair Kesenian Badeng.........................
C. Analisis Makna Tauhid dalam Syair Kesenian Badeng ..........................
52
74
87
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................................
B. Saran........................................................... .............................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
93
94
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wali Songo dikenal sebagai penyebar agama Islam di Indonesia terutama di
pulau Jawa. Dalam menyiarkan agama Islam, sebagian besar dari wali-wali
tersebut pada umumnya dilakukan dengan cara mendirikan pesantren-pesantren
atau padepokan. Hal ini ditujukan agar pesantren tersebut dapat dijadikan sebagai
pusat pendidikan. Dengan demikian para santri yang berasal dari luar daerah tidak
perlu untuk pulang pergi dari tempat asal ke padepokan. Hal ini tentu saja cukup
mendorong bagi perkembangan Islam di tanah Jawa.1
Wali Songo yang menyebarkan agama Islam dengan menggunakan
pendekatan budaya yaitu Sunan Kalijaga. Proses Islamisasi melalui pendekatan
budaya oleh Sunan Kalijaga dilakukan dalam tiga wujud kebudayaan. Yakni
dalam bentuk ide, dalam bentuk lagu dan dalam bentuk materi.2 Dalam bentuk
lagu atau aktivitas ini dapat dilihat dari adanya tembang-tembang Jawa.
Perlu diketahui bahwa tidak hanya Sunan Kalijaga saja yang menyebarkan
Islam dengan menggunakan pendekatan budaya. Kesenian Badeng yang berada di
Kampung Sanding, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut dulunya digunakan
sebagai media untuk dakwah dalam penyebaran agama Islam. Maka berdasarkan
hal tersebut isi dalam syair ini pantas di teliti terutama tentang makna tauhid.
1Syaiful M Solikin. “Metode Dakwah Sunan Kalijaga dalam Proses Islamisasi di Jawa,”
artikel diakses pada 11 November 2016 dari http://www.e-jurnal.com/2015/04/metode-dakwah-
sunan-kalijaga-dalam.html. pukul 15.28. 2Solikin. “Metode Dakwah Sunan Kalijaga dalam Proses Islamisasi di Jawa.”
2
Karena tauhid merupakan hal mendasar dan yang pertama diajarkan oleh para
Nabi kepada umatnya.
Kesenian tradisional Badeng diciptakan pada tahun 1800 yaitu di jaman
Para Wali. Kesenian ini mula-mulanya diciptakan oleh seorang tokoh penyebar
agama Islam bernama Arfaen Nursaen yang berasal dari daerah Banten. Arfaen
kemudian menetap di Kampung Sanding, Kecamatan Malangbong, Kabupaten
Garut, beliau dikenal masyarakat disana dengan sebutan Lurah Acok. Arti dari
nama “Badeng” yaitu berasal dari kata Bahadrang yang berarti musyawarah,
berunding dengan suatu alat kesenian. Badeng adalah suatu jenis kesenian sebagai
media untuk menyebarkan agama Islam pada waktu itu.3 Alat –alat dari kesenian
Badeng terdiri dari dua buah angklung kecil bernama roel, dua buah dogdog
lonjor, dan tujuh buah angklung agak besar.
Kesenian Badeng ini merupakan kesenian yang memadukan bunyi yang
keluar dari alat yang terbuat dari bambu, sehingga mengeluarkan irama musik.
Ditambah nyanyian-nyanyian yang beriramakan sunda buhun dan arab atau
solawatan. Sunda buhun merupakan bahasa yang biasa digunakan oleh para
leluhur. Kuntowijoyo mengungkapkan bahwa kesenian yang didalamnya terdapat
solawatan ada semenjak masuknya Islam. Menurutnya, dalam catatan-catatan
semua jenis kesenian dimasukan kedalam seni terbangan atau solawatan,
barangkali karena unsur terbang sebagai instrumen musik dikenal sejak masuknya
islam di indonesia, dan kemudian menjadi ciri khas bagi seni musik Islam.4
Berdasarkan hal tersebut maka bisa dipastikan bahwa kesenian Badeng ini
3Wawan Somarwan. “Kesenian Tradisional Kabupaten Garut,” artikel diakses pada 11 Juni
2016 dari http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbbandung/2015/05/29/kesenian-tradisional-
kabupaten-garut/. pukul 15.28. 4Kuntowijoyo, Tema Islam Dalam pertunjukan Rakyat Jawa: Kajian Aspek Sosial.
Keagamaan, dan Kesenian (Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986), h. 11.
3
merupakan kesenian Islam. Diperkuat dengan penjelasan Nanang Rizali yang
menyatakan bahwa karya seni yang bernafaskan Islam mengandung makna
simbolik kesaksian La illaha ilallah, muhammadarusulullah, dengan muatan
kebenaran, kebaikan, dan keindahan.5 Dalam syair kesenian ini jelas bahwa
kesaksian simbolik yang dimaksud Nanang tercantum dengan jelas. Oleh karena
itu, tidak mengherankan apabila sejarah dari kesenian ini dipercaya sebagai media
yang digunakan untuk berdakwah karena termasuk dari kesenian Islam.
Saat ini kesenian Badeng masih ada di Kampung Sanding dan digunakan
sebagai alat hiburan. Diantaranya seperti penyambutan tamu-tamu besar, perayaan
nikahan, dan khitanan. Hal ini termasuk dalam salah satu ciri seni, yaitu sebagai
hiburan untuk kebutuhan hidup manusia. Seni dan hiburan merupakan kebutuhan
hidup manusia, baik manusia sebagai individu maupun kelompok masyarakat.
Karena cara, jiwa dan keyakinan berbeda-beda, maka sudah barang tentu corak,
macam dan ragamnya bentuk seni dan hiburannya pun bermacam-macam pula.
Sesuai dengan lingkungan masyarakatnya.6 Syair kesenian Badeng adalah salah
satu corak atau ciri khas dari kesenian ini. Syair ini menggunakan bahasa sunda,
yang merupakan bahasa Ibu di Jawa Barat, khususnya masyarakat lingkungan
disekitar kampung Sanding.
Selain dari adanya dokumen tentang kesenian Badeng, syair yang ada dalam
kesenian Badeng ini juga masih terjaga secara turun temurun melalui hafalan. Hal
ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Marcel Danesi. Seiring dengan
berkembangnya media cetak, budaya lisan kuno mengabadikan sejarah
5Nanang Rizali, “Kedudukan Seni dalam Islam,” Tsaqafa, Jurnal Kajian Seni dan Budaya
Islam Vol 1, no. 1 (Juni 2012): h. 7. 6Kuntowijoyo, Tema Islam Dalam pertunjukan Rakyat Jawa: Kajian Aspek Sosial.
Keagamaan, dan Kesenian, h. 23.
4
kebudayaan dan tradisi mereka melalui komunikasi wicara. Yaitu dengan cara
penyampaian kisah, lagu-lagu, dan kata-kata bijak –seperti yang terjadi pada
kelompok-kelompok suku zaman modern. Dengan mengisahkan kembali cerita
yang didengarkan satu sama lain, manusia meneruskan semua yang mereka
ketahui dan mereka anggap bernilai ke generasi-generasi berikutnya. Meskipun
setiap kali kisah akan berubah sesuai dengan si pendongeng, „sistem pengetahuan‟
pokok budaya tersebut tetap saja bertahan, ketika gagasan, nilai, keahlian dasar
diteruskan dengan cara yang sama seperti yang dilakukan sekarang oleh para
orang tua kepada anak-anaknya yang belum melek huruf –dengan bertutur.7
Dalam nyanyian pertama syair kesenian Badeng menggunakan bahasa
arab, yang isinya berupa tahlil dan merupakan kalimat tauhid. Nyanyian kedua
menggunakan bahasa sunda, isinya nasihat untuk mengamalkan salah satu sunnah
Rasul. Nyanyian ketiga menggunakan bahasa arab, isinya shalawat kepada nabi
Muhammad SAW. Nyanyian keempat menggunakan bahasa sunda yang berupa
seruan, dan yang kelima isinya berupa nasihat.
Perlu diketahui bahwa metode penilitian komunikasi kualitatif dapat
dikelompokan menjadi dua bagian. Hasyim dalam jurnalnya membaginya kepada
field research dan discourse analysis.8 Dalam kategori field research diantaranya
masuk penelitian yang menggunakan pendekatan Studi Kasus, Fenomonologi,
Grounded Theory, Etnometodologi, Etnografi Biografi, Historical Social Science,
Clinical Research, dan Cultural Studies. Sedangkan discourse analysis terbagi
lagi menjadi dua bagian yaitu analisis teks dan analisis wacana kritis (CDA).
7Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media. Penejemah A.Gunawan
Admiranto (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 66. 8Hasyim Ali Imran, “Semiotika Sosial Sebagai Alat Analisis Teks dalam Penelitian
Komunikasi Kualitatif,” INSANI, Volume I No. 1 (Desember 2014): h. 2.
5
Dalam analisis teks didalamnya menggunakan penedekatan penelitian Semiotika;
Marxis; Framing; Semiotika Sosial (M.A.K Halliday; Theo Van Lewin). Dalam
analisis wacana kritis bisa menggunakan pendekatan dari Nomran fairclough atau
Ruth Wodak.
Kategori yang disusun oleh Hasyim memperjelas bagaimana metode
penelitian yang akan digunakan agar relavan untuk diterapkan dalam penelitian.
Agar metode yang diterapkan sesuai, syair yang berupa teks dalam penelitan ini
akan dianalisis menggunakan metode semiotika sosial M.A.K Halliday. Halliday
dan Hasan memberikan batasan pada kajian semiotika bukan hanya sekedar tanda,
akan tetapi sebagai sistem tanda. Dengan kata lain sebagai suatu kajian tentang
„makna‟ dalam artinya yang paling umum. Tidak hanya sampai disitu, mereka
menambahkan bahwa “... Ilmu bahasa, dengan demikian, merupakan suatu jenis
dari semiotika. Ilmu bahasa adalah satu segi kajian tentang makna ...”9
Halliday memberikan batasan budaya sebagai sistem semiotik dan sebagai
seperangkat sistem makna, yang semuanya saling berhubungan. Selain itu,
Halliday dan Hasan mencoba menghubungkan bahasa terutama dengan satu segi
tertentu dari pengalaman manusia, yaitu segi struktur sosial.10
Selanjutnya,
Semiotika menurut Halliday lebih ditekankan pada produk, poses, dan sistem,
bukan pada partisipan dalam aktivitas semiotika. Acuan situasi (reference of
situation) memberikan suatu kekuatan terhadap timbulnya makna.11
Makna yang
dimaksud adalah ada hubungannya dengan subjek dan objek kongkrit, yang tidak
9M.A.K Halliday dan Hasan. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam
Pandangan Semiotika Sosia. Penerjemah Barouri Tou (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
1992), h. 4. 10
Halliday dan Hasan. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan
Semiotika Sosial, h. 5. 11
Sawirman, “Memposisikan Frame Cultural Studies,” Linguistika Kultural, Vol. 02,
No.02 (November 2008): h. 99.
6
bisa diuraikan kecuali berdasarkan seperangkat hubungannya dengan struktur
sosial yang dimaksud di atas.
Selain itu, Halliday menyatakan bahwa bentuk semiotika paling kecil yang
memiliki eksistensi konkret adalah pesan. Dalam studi komunikasi verbal, istilah
semiotika yang sering dipakai Halliday adalah teks dan wacana. Teks mengacu ke
suatu struktur pesan yang utuh dan memiliki satu kesatuan makna. Perlu di garis
bawahi bahwa pandangan dari semiotika sosial ini adalah kajian teks yang
termasuk didalamnya juga konteks. Halliday menyebut konteks sebagai
lingkungan teks. Dalam bahasan umum kami, kami akan memusatkan perhatian
pada bidang khusus yang dalam ilmu bahasa disebut teks, tetapi selalu dengan
tekanan pada situasinya sebagai konteksnya tempat naskah itu terbentang dan
harus ditafsirkan.12
Kesenian Badeng merupakan suatu produk yang lahir karena budaya dan
memiliki sejarah. Syair atau teks dalam kesenian ini menggunakan bahasa Sunda,
menjadi satu ciri bahwa kesenian ini terlahir dari bumi Pasundan yang harus
dibanggakan serta dilestarikan. Syair ini tercipta karena ada sesuatu hal yang
terjadi, maka hal ini masuk dalam „konteks‟ seperti yang dikemukakan Halliday
dan Hasan. Dengan analisis semiotika sosial dapat terlihat seberapa jauh teks
menggambarkan sesuatu yang terjadi, maka makna dari suatu teks akan terlihat.
Hal ini yang menjadikan kenapa makna tauhid yang diambil dalam penelitian ini.
Analisis teks menggunakan pendekatan analisis dari M.A.K Halliday dapat
membantu mengetahui teks seutuhnya, yaitu membantu memahami makna dari
bahasa tertentu yaitu bahasa Sunda. Halliday memandang bahwa tidak semua teks
12
Halliday dan Hasan. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan
Semiotika Sosial, h. 6.
7
dapat dipahami atau dimaknai oleh orang luar selain dimana teks itu digunakan,
kecuali jika kita mengetahui konteksnya seperti apa. Inilah yang dimaksud
Halliday sebagai pertukaran makna. Selain itu juga, dalam penelitian ini, akan
dibahas mengenai tauhid yang merupakan dasar dari agama terutama Islam.
Karena, secara implisit, Halliday berpesan bahwa teori semiotika sosial berpegang
pada asumsi bahwa teks menghasilkan makna dan efek seperti yang diharapkan
pengarangnya.13
Berdasarkan hal-hal di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul
penelitian “Makna Tauhid dalam Syair Kesenian Daerah (Analisis Semiotika
Sosial pada Kesenian Badeng Garut)”.
B. Pembatasan Masalah
Pembatasan ini dilakukan agar pembahasan masalah tetap fokus, serta tidak
melebar dan meluas ke dalam hal-hal yang terlalu menyimpang, apalagi tidak ada
kaitannya dengan pembahasan ini. Maka penelitian ini hanya akan membahas
tentang Makna tauhid yang terkandung dalam syair Kesenian Badeng.
Adapun perumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana makna teks dalam syair kesenian Badeng?
2. Bagaimana syair Kesenian Badeng dilihat dari segi semiotika sosial model
M.A.K Halliday?
3. Bagaimana makna tauhid dalam syair Kesenian Badeng?
13
Sawirman, “Memposisikan Frame Cultural Studies,” h. 100-101.
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui makna teks dalam syair kesenian Badeng.
2. Mengetahui syair Kesenian Badeng dilihat dari segi semiotika sosial
model M.A.K Halliday.
3. Mengetahui makna tauhid dalam syair Kesenian Badeng.
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperdalam makna teks,
melihat apakah sebuah syair atau lirik dari nyanyian Kesenian Badeng dapat
dianalisis dengan dengan metode analisis semiotika sosial M.A.K Halliday, dan
memperdalam makna tauhid dalam syair.
b. Manfaat praktis
Penelitiaan ini diharapkan dapat membantu dalam memahami syair bagi
masyarakat sekitar desa Sanding maupun masyarakat luas. Dapat menjaga
kelestarian kebudayaan sunda khusunya Kesenian Badeng serta dapat lebih
dikenal luas oleh masyarakat. Selain itu, menjaga kelestarian dari bahasa Sunda
yang merupakan bahasa Ibu dari daerah Garut, Jawa Barat.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Paradigma Penelitian
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini merupakan paradigma
penelitian konstruktivisme. Paradigma ini merupakan paradigma yang longgar,
serta tidak terlalu mementingkan tahap penelitian.14
Perspektif konstruktivis yang
14
Deddy Mulyana dan Solatun. Metode Penelitian Komunikasi (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2008), h. 341.
9
digunakan dalam penelitian ini menuntun peneliti dalam mengasumsi bahwa
persepsi manusia global terhadap Islam dibangun dari kesadaran akan adanya
nilai-nilai yang memandu manusia untuk mendefinisikan realitas kultural
keIslaman. Individu memahami sesuatu, melekatkan makna pada peristiwa
tertentu, dan berusaha menjalani realitas keseharian kita berdasarkan nilai-nilai
yang kita yakini –entah disadari atau tidak.15
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ialah metode analisis semiotika
sosial dengan pendekatan kualitatif. Analisis semiotika sosial merupakan salah
satu bentuk alternatif untuk menganalisis teks dalam media.
Pada penelitian ini, peneliti mengggunakan model analisis Semiotika Sosial
M.A.K Halliday. Teori analisis semiotika sosial Halliday merupakan model
analisis semotika yang digunakan untuk menganalisa tanda dalam bentuk teks.
Ciri khas dari analisis smiotika sosial Halliday menyangkut interaksi berbagai
tanda di dalam medan tanda, dengan sejumlah pelibatnya, dalam sarana wacana.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah tokoh yang terlibat kesenian Badeng yaitu
Udin Holidin, Mumu Syafe‟i, Wawan Somawan dan masyarakat Kampung
Sanding, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sedangkan yang
menjadi objek penelitian ini adalah lima syair kesenian Badeng.
4. Tahapan Penelitian
Prosedur penelitian terdiri dari mengumpulkan data, mengolah data,
menganalisa data dan teknik penulisan.
15
Deddy dan solatun, Metode Penelitian Komunikasi, h. 341.
10
a. Mengumpulkan data
Penelitian ini menggunakan berbagai instrumen, yaitu:
1) Wawancara
Mengadakan wawancara mendalam atau depth interview. Dimana
mendapatkan informasi dan data yang dibutuhkan dengan cara melakukan
wawancara langsung kepada orang-orang yang berhubungan dengan
penelitian. Dalam hal ini wawancara digunakan guna melengkapi data-data
yang dibutuhkan dalam penelitian. Pada penelitian ini peneliti
menggunakan wawancara tak terstruktur atau bersifat fleksibel.16
Hal ini
bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada narasumber dalam
menjawab pertanyaan yang diberikan namun tetap terarah pada masalah
yang diangkat.
2) Dokumentasi
Yakni dengan mencari data berupa buku, catatan, arsip, dan
sebagainya yang berkaitan dengan kesenian Badeng, terutama mengenai
makna pesan dalam syair kesenian badeng yang sangat dibutuhkan sebagai
pendukung hasil wawancara.
3) Studi Pustaka
Mencari sumber data yang berhubungan dengan makna tauhid,
syair, dan analisis semiotika sosial.
b. Pengolahan Data
Data yang di dapat kemudian diolah dan dimasukan kedalam tabel.
16
Rusdi Pohan, Metodologi Penelitian Pendidikan (Yogyakarta: Lanarka, 2007), h.58.
11
c. Analisa Penelitian
Dalam penelitian ini, temuan dianalisis dengan teknik analisis yang
digunakan oleh peneliti adalah model analisis semiotika sosial M.A.K
Halliday. Pada umumnya ada tiga jenis masalah yang hendak diulas dalam
analisis semiotika.
Pertama, membahas masalah makna (the problem of meaning),
yaitu tentang bagaimana orang memahami pesan. Kedua, masalah
tindakan (the problem of action) atau pengetahuan tentang bagaimana
memperoleh sesuatu melalui pembicaraan. Ketiga, masalah koherensi
(problem of coherence), yang menggambarkan bagaimana memperoleh
pola pembicaraan masuk akal (logic) dan dapat dimengerti (sensible).17
Dalam semiotika sosial, ada tiga unsur yang menjadi pusat
penafsiran teks secara kontekstual, yaitu :18
1) Medan Wacana (field of discourse): Menunjuk pada hal yang
terjadi pada tindakan sosial yang sedang berlangsung dan apa
yang dijadikan wacana oleh pelaku (tokoh Kesenian Badeng dan
masyarakat Kampung Sanding) mengenai sesuatu yang terjadi
di lapangan peristiwa.
2) Pelibat wacana (tenor of discourse): Menunjuk pada orang
kedua yang mengambil bagian dan dicantumkan dalam teks
(syair Kesenian Badeng); sifat orang-orang itu, kedudukan dan
17
Alex Sobur, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotika, Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h. 148. 18
Alex Sobur, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotika, Analisis Framing, h.148.
12
peranan mereka. Dengan kata lain, siapa yang dikutip dan
bagaimana sumber itu digambarkan sifatnya.
3) Sarana Wacana (mode of discourse): Menunjuk pada bagian
yang diperankan oleh bahasa: bagaimana komunikator (syair
kesenian Badeng) menggunakan gaya bahasa untuk
menggambarkan medan (situasi lingkungan masyarakat
Kampung Sanding) dan pelibat (tokoh-tokoh yang berperan
dalam Kesenian Badeng dan masyarakat Kampung Sanding).
Lalu mengenai organisasi simbolik teks, apakah menggunakan
bahasa yang diperhalus atau vulgar dan sebagainya.
d. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dalam penelitian ini mengacu kepada buku
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang
diterbitkan oleh Center for Development and Assurance (CeQDA) tahun
2007, Uniesitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.19
19
Hamid Nasuhi, dkk., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jakata: CeQDA UIN, 2007).
13
E. Kerangka Konsep
Tauhid adalah orang yang menganggap atau menjadikan adanya sesuatu
(apa saja) itu hanya satu.20
Tauhid menurut istilah, adalah beriman kepada
keberadaan Allah, mengesakan-Nya dengan Rububiyah dan uluhiyah, serta
beriman kepada semua asma‟ dan sia-sifatNya.21
Para ulama dari kalangan salaf
ulama telah menyebutkan tiga macam tauhid yaitu tauhid ulluhiyah, tauhid
rubbubiyah dan tauhid asma‟ wa ash-shifat.
Semiotika sosial merupakan alternatif untuk mengkaji teks. Dalam
semiotika sosial, ada tiga unsur yang menjadi pusat penafsiran teks secara
kontekstual, yaitu: Medan wacana, menunjuk pada hal yang terjadi pada ranah
pengalaman. pelibat wacana, menunjuk pada orang kedua yang mengambil bagian
dan dicantumkan dalam teks. Kemudian sarana wacana, menunjuk pada bagian
yang diperankan oleh bahasa.
20
Abu Haniefah. Tauhid Khalis (Garut: Pondok Pesantren Darul Arqam, 1988), h. 11. 21
Abdullah bin Abdul, Cara Mudah Memahami Aqidah (Jakarta: pusttaka at-tazkia, 2007),
h. 21.
Makna tauhid menurut Islam
Makna syair kesenian Badeng
Semiotika sosial model M.A.K
Halliday
1. Medan wacana
2. Pelibat wacana
3. Sarana wacana
14
F. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan oleh peneliti di perpustakaan
umum Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, terdapat beberapa
penelitian skripsi terdahulu yang berkaitan. Tujuan dari tinjauan pustaka ini untuk
menghindari adanya plagiasi dan bisa jadi bahan referensi peneliti. Beberapa
penelitian terdahulu yang berkaitan diantaranya:
Representasi Dakwah Melalui Sejarah Islam (Analisis Semiotika Sosial
Buku Mengenal Islam for Beginners Karya Ziauddin Sardar) oleh Inda
Nurshadrina, mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2014. Persamaannya yakni terletak pada pendekatan dan metode
penelitian yang digunakan, yakni pendekatan kualitatif dan metode analisis
semiotika M.A.K Halliday. Perbedaannya terletak pada objek dan judul penelitian.
Penelitian ini membahas mengenai cara penyajian wacana tentang sejarah islam
dan menjelaskan bagaimana penulis buku merepresentasikan dakwah melalui teks
sejarah islam.22
Representasi Budaya Betawi dan Religiusitas Islam dalam BENS Radio
(Analisis Semiotika Sosial M.A.K Halliday Program Acara Nasi Ulam (Nasihat
Ulama)) oleh Syifa Fauziah, mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam,
konsentrasi jurnalistik, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas
Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012. Persamaannya yakni terletak pada
pendekatan dan metode penelitian yang digunakan, yakni pendekatan kualitatif
dan metode analisis semiotika M.A.K Halliday. Perbedaannya terletak pada objek
22
Inda Nurshadrina, “Representasi Dakwah Melalui Sejarah Islam (Analisis Semiotika
Sosial Buku Mengenal Islam for Beginners Karya Ziauddin Sardar)”, Skripsi Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakata, (2014).
15
dan judul penelitian. Penelitian ini membahas mengenai isi pesan yang terkandung
dalam dalam program acara Nasi Ulam dan Batavian di Bens Radio dengan
menggunakan pendekatan analisis semiotika sosial M.A.K Halliday, dan
menjelaskan bagaimana bentuk representasi budaya dan religiusitas Islam dalam
program tersebut. 23
Dinamika Fungsi Syair Gulong Sebagai Khasanah Sosial dan Seni
Masyarakat Melayu Kalimantan Barat 1970-1990 oleh Zulfian Rahman,
mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2016.
Persamaan dalam skripsi ini yakni mengkaji mengenai syair dalam kesenian
daerah. Perbedaannya yaitu terletak pada pendekatan dan teori yang digunakan
dalam penelitian. Dalam skripsi ini, dijelaskan bagaimana syair terjaga secara
turun temurun, serta syair yang digunakan sebagai medium bagi aspirasi, inspirasi
dan kritik masyarkat lokal.24
Konsttruksi realitas Sosial Masyarakat Mandar pada Syair Passayang –
Sayang di Kabupaten Polewali Mandar (Analisis Semiotika) oleh Cici
Fakhrunnisa Sofyan, mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi, Fakulttas Ilmu Sosial
dan Ilmu Polittik Universitas Hassanudin Makasar, 2016. Persamaan dalam
skripsi ini yaitu terletas pada objek yang sama meneliti tanda dari syair budaya
lokal. Pebedaannya terletak pada teori yang digunakan. Skripsi ini menggunakan
teori semiotika Roland Barthes. Hasil dari skripsi ini menunjukkan bahwa, dalam
syair Passayang –sayang terdapat nilai dan karakter yan dimiliki oleh masyarakat
23
Syifa Fauziah, “Representasi Budaya Betawa dan Religiusitas Islam dalam BENS Radio
(Analisis Semiotika Sosial M.A.K Halliday Program Acara Nasi Ulam (Nasihat Ulama))”, Skripsi
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakata, (2012). 24
Zulfian Rahman, “Dinamika Fungsi Syair Gulong Sebagai Khasanah Sosial dan Seni
Masyarakat Melayu Kalimantan Barat 1970-1990”, Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sebelas Maret Surakarta, (2016).
16
Mandar. Yaitu nilai dan karakter pemimpin, saling mengasihi serta karakter
religious.25
Kajian Struktur, Formula, dan Fungsi Syair-Syair Kesenian Hadrah
Kuntulan dalam Masyarakat Using Banyuwangi oleh Andini Yuliandari,
mahasiswi Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universittas Jember, 2011.
Persamaan dalam skripsi ini yaitu sama-sama mengkaji tentang syair dari
kesenian daerah. Perbedaannya terletak pada pendekatan dan teori yang
digunakan. Dalam skripsi ini lebih dibahas mengenai struktur dari syair,
fomulanya dan fungsinya. Sedangkan penulis mengkaji makna dari syair.26
.
G. Sistematika Penulisan
Dalam rangka mempermudah tahap demi tahap penulisan karya ilmiah ini,
maka penulis menyusunnya ke dalam lima bab. Setiap bab diuraikan lagi menjadi
sub-sub bab, namun pada akhirnya selalu dotemui keterkaitan antar bab.
Bab I. Pendahuluan, membahas tentang pendahuluan yang melatarbelakangi
penelitian ini dan batasan penelitian yang meliputi: Latar belakang masalah,
batasan dan rumuan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penlitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II. Landasan Teoritis, membahas landasan teori menguraikan beberapa hal
yang menyangkut pembahasan dalam penelitian ini.
25
Cici Fakhrunnisa Sofyan, “Konsttruksi realitas Sosial Masyarakat Mandar pada Syair
Passayang – Sayang di Kabupaten Polewali Mandar (Analisis Semiotika)“,Skripsi, Fakulttas Ilmu
Sosial dan Ilmu Polittik Universitas Hassanudin Makasar, (2016). 26
Andini Yuliandari, “Kajian Struktur, Formula, dan Fungsi Syair-Syair Kesenian Hadrah
Kuntulan dalam Masyarakat Using Banyuwangi” Skripsi Fakultas Sastra Universitas Jember,
(2011).
17
Bab III. Gambaran Umum, pada bab ketiga ini difokuskan terhadap gambaran
umum objek penelitian yakni kesenian badeng.
Bab IV. Temuan dan Analisis Hasil Data Penelitian, membahas menganai
analisa hasil temuan data, menejelaskan makna tauhid yang terkandung dalam
syair kesenian Badeng.
Bab V. Penutup, pada bab kelima, peneliti memberikan kesimpulan terhadap
hasil penelitian, serta memberikan saran-saran dan beberapa lampiran yang
didapat oleh penulis.
18
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Analisis Semiotika
Dalam memahami semiotika tidak dapat lepas dari pengaruh Charles
Sander Pierce dan Ferdinand de Saussure. Keduanya meletakkan dasar-dasar bagi
kajian semiotika. Teori dari Pierce seringkali disebut sebagai “grand theory”
dalam semiotika. Hal ini disebabkan karena gagasan Pierce bersifat menyeluruh,
serta deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Pierce merupakan filsuf
dari Amerika pada abad ke-19. Menurut Pierce tidak hanya bahasa dan sistem
komunikasi (verbal) yang tersusun dari tanda-tanda. Gerak-gerik, bentuk pakaian,
dan semua yang berbentuk visualpun (non-verbal) mempunyai makna. Syaratnya
adalah selama hal itu berkaitan dengan pikiran manusia. Contohnya adalah tanda
lampu merah yang sering ditemui di jalanan. Bagi Pierce lampu merah tersebut
tersusun dari ttan-tanda. Pierce ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda
dan menggabungkan kembali semua komponen dalam struktur tunggal.1
Pemikiran dasar dari pierce disebut juga sebagai segitiga makna. Elemen dari
makna Pierce dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar Segitiga Makna Pierce (Sobur, 2009:115)
1Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi
Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 17.
sign
object interpreta
nt
19
Menurut Pierce, tanda (sign) cenderung fisik dan nampak. Sedangkan
objek (object) adalah sesuatu yang dirujuk tanda atau konsep dari pemikiran
pengguna tanda. Sementara interpretan (interpretant) adalah tanda yang ada
dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga
elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka munculah makna
tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut.2 sebagaimana contoh ketika ada
tanda lampu merah yang nampak (sign) dijalanan, pengendara motor (object) akan
berhenti secara otomatis. Hal ini dikarenakan (interpretan) si pengendara motor
adalah bahwa lampu merah tandanya untuk berhenti. Ketika semuanya berjalan
seperti yang dicontohkan, maka tanda lampu merah mempunyai makna berhenti.
Lebih jauh Malone dalam Pawito menjelaskan semiotika menurut Pierce yaitu “...
Proses yang digunakan untuk menunjuk studi tentang lambang-lambang (sign)
secara luas baik dalam konteks kultural maupun natural ...”3
Dalam konsep Pierce, lambang atau tanda dibedakan menjadi tiga tipe
kategori pokok yang meliputi ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol).
Untuk memahaminya dapat dilihat pada tabel berikut:4
Tipe Ditandai Contoh Proses kerja
Ikon - Persamaan
- Kesamaan
- Kemiripan
- Gambar
- Foto
- Patung
Dilihat
Indeks - Hubungan sebab -
akibat
- Keterkaitan
- Asap – api
- Gejala – penyakit
Diperkirakan
2Alex Sobur. Analisis Teks Media – Suatu Pengatar, Analisis Wacana, Analisis Semiotik,
Analisis Framing. (Bandung :Remaja Rosdakarya, 2009), h. 115. 3Pawito, Penelititan Komunikasi Kualitatif. (Jogjakarta: LKiS Pelangi Nusantara, 2007), h.
161-162. 4Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi
Komunikasi, h. 19.
20
Simbol - Konvensi atau
kesepakatan social
- Kata-kata
- Isyarat
Dipelajari
Tabel Konsep Lambang Pierce (Seto, 2013:19)
Kemudian perkembangan semiotika datang dari Ferdinand de Saussure.
Sausure dikenal sebagai pendiri linguistik modern. Bahasa dimata Saussure tak
ubahnya sebuah karya musik (simfoni). Bila kita ingin memahaminya kita harus
memperhatikan keutuhan karya musik secara keseluruhan, bukan kepada
permainan individual dari setiap pemain musik.5 Pandangan Saussure terhadap
prinsip dasar semiotika terdapat lima paradigma. Pertama Signifier (penanda) dan
signified (petanda); kedua form (bentuk) dan content (isi); ketiga langue (bahasa)
dan parole (tuturan,ujaran); keempat syinchronic (sinkronik) dan diachonic
(diakronik); dan kelima syntagmatic (sintagmatik) dan assosiative (paradimatik).6
Untuk memahami lebih jauh dari paradigma Sausure tersebut, penjelasannya
sebagai berikut:7
a. Konsep signifier (penanda) dan signified (petanda).
Bisa dikatakan bahwa signifier adalah bentuk bunyi sedangkan signified
adalah maknanya. Sebagai contoh kata “kursi” jika dilihat dari segi signifier
terdiri dari beberapa huruf atau fonem yaitu k/u/r/s/i. Sedangankan sigified dari
kata kursi adalah tempat duduk.
Signifier dan signified dalam hal ini bersifat arbitrer atau semena-mena.
Tidak ada hubungan diantara keduanya, akan tetapi ada kesepakatan. Seperti
5Seto, Semiotika Komunikasi, h. 20.
6 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung :Remaja Rosdakarya, 2013), h. 46.
7Helfina Rayya, Telaah Konsep Semiotik Ferdinand de Saussue, diakses dari
https://www.academia.edu/12894426/Telaah_Konsep_Semiotik_Ferdinand_de_Saussure Diakses
pada 29/03/17 pukul 15.28.
21
contoh diatas yang menyepakati bahwa kursi adalah tempat duduk, walaupun
tidak ada hubungannya dengan beberapa huruf atau fonem didalamnya.
b. Pandangan Saussure terhadap kata „bahasa‟ yang rujukannya dalam bahasa
prancis. Saussure merujuk kepada tiga hal:
(1) Parole adalah ekspresi bahasa yang keluar dari masing-masing
individu dan terlepas dari kaidah.
(2) Langage adalah parole ditambah dengan kaidah tapi masih ada
unsur dari individu.
(3) Langue adalah kaidah-kaidah bahasa yang digunakan oleh
sekelompok masyarakat.
c. Sinkronik dan Diakronik
Sinkronik yaitu yang mempelajari bahasa pada kurun waktu tertentu.
Sedangkan diakronik tidak terbatas waktu atau sepanjang masa. Pandangan
Saussure dalam hal ini lebih kepada pandangan sinkronik. Baginya bahasa yang
sekarang digunakanlah yang berlaku. Saussure tidak memperdulikan awalnya atau
dulu seperti apa bahasa itu dipergunakan.
d. Sintagmatik dan paradigmatik
Sintagmatik adalah hubungan antar unsur yang terdapat dalam suatu
tuturan yang tersusun secara berurutan. Sifatnya linear atau mengandung unsur S-
P-O-K. Contoh Ibu membeli sayur ke pasar. Apabila kata „Ibu‟ dipisahkan dari
kata-kata tersebut maka menjadikan kalimat tersebut tidak bermakna. Kata „ibu‟
menjadi bermakna dikarenakan adanya kata yang lain seperti kata „membeli‟ atau
„sayur‟ atau „ke pasar‟. Hal ini dinamakan dengan sintagma yaitu kumpulan tanda
yang berurut secara logis. Maka syaratnya adalah susunan yang mengandung
22
unsur S-P-O-K haruslah lengkap. Ketika susunan tidak lengkap, kalimat tersebut
menjadi tidak bermakna.
Paradigmatik yaitu hubungan antar unsur dalam suatu tuturan dengan
unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan. Contoh kata
ibu dalam contoh sintagmatik sebelumnya dapat diganti dengan Iwan atau Ani.
Kalimatnya menjadi „Iwan membeli sayur ke pasar‟ atau „Ani membeli ikan ke
pasar‟. Hal inilah yang dimaksud dengan paradigmatik, hubungan yang saling
menggantikan dengan syarat sesuai dengan aturan sintagmatiknya. Intinya adalah
masih dalam aturan sintagma, hanya saja salah satu dari susunan S-P-O-K diganti
dengan kata yang sama posisinya dan keberadaannya.
Kemudian pemikiran Saussure diteruskan oleh muridnya yaitu Roland
Barthes. Barthes melihat analisis semiotika digunakan untuk melihat tingkatan
makna dalam tanda (sign). Makna denotasi misalnya mengacu pemaknaan pada
tingkat pertama yang bersifat objektif (first order) yang dapat diberikan terhadap
lambang-lambang, yakni dengan mengaitkan secara langsung antara lambang
dengan realitas atau gejala yang ditunjuk. Contoh, jus jeruk adalah minuman yang
di blender berwarna kuning.
Sedangkan makna konotasi mengacu pada makna dalam tingkatan kedua
(second order), yakni makna-makna yang dapat diberikan pada lambang-lambang
dengan mengacu pada nilai-nilai budaya. Bahkan untuk melihat makna konotatif
ini, Barthes menggunakan istilah mitos (myth) atau rujukan yang bersifat
kultural.8 Contoh, dengan meminum jus jeruk bisa menjadikan seorang laki-laki
ganteng maksimal. Mitos adalah suatu wahana dimana suatu ideologi berwujud.
8Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, h. 163-164.
23
Maksudnya adalah ketika masyarakat melakukan dan mempercayai seseorang
akan menjadi ganteng jika meminum jus jeruk, maka itulah wujud dari
ideologinya. Mitos dapat berangkai menjadi mitologi yang memainkan peranan
penting dalam kesatuan-kesatuan budaya.9
Adapun menurut Eco, Secara Etimologis, semiotik berasal dari kata
Yunani Semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai
sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat
dianggap mewakili sesuatu yang lain. Sedangkan secara Terminologis, semiotik
dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek,
peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.10
Alex Sobur menggaris bawahi definisi semiotika dari para ahli bahwa
semiotika itu sebagai ilmu atau proses yang berhubungan dengan tanda.11
Komarudin Hidayat mendefinisikan bidang kajian semiotik atau semiologi
sebagai alat untuk mempelajari fungsi tanda dalam teks. Yaitu bagaimana
memahami sistem tanda yang ada dalam teks yang berperan membimbing
pembacanya agar bisa menangkap pesan yang terkandung di dalamnya. Dengan
kata lain, semiologi berperan untuk melakukan interogasi terhadap kode-kode
yang dipasang oleh penulis. Hal ini bertujuan agar pembaca bisa memasuki bilik-
bilik makna yang tersimpan dalam sebuah teks.12
Ketika ada tanda, maka ada makna yang ingin disampaikan. Dalam
pandangan Saussure makna sebuah tanda sangat dipengaruhi oleh tanda yang lain.
9Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, h.
22. 10
Sobur, Analisis Teks Media – Suatu Pengatar, Analisis Wacana, Analisis Semiotik,
Analisis Framing, h. 95. 11
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung :Remaja Rosdakarya, 2013), h. 16. 12
Sobur, Analisis Teks Media – Suatu Pengatar, Analisis Wacana, Analisis Semiotik,
Analisis Framing, h. 107.
24
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pandangan Saussure tentang
tanda selalu tidak telepas dari tanda yang lain. Walaupun sifanya abitrer bahkan
tidak ada hubungannya sama sekali, akan tetapi kaitan itu harus ada agar suatu
tanda bisa bermakna. Sementara itu, Umar Junus menyatakan “... Makna dianggap
sebagai fenomena yang bisa dilihat sebagai kombinasi dari beberapa unsur. Secara
sendiri-sendiri, unsur tersebut tidak mempunyai makna sepenuhnya ...”13
Kajian tentang semiotika terbagi menjadi dua jenis, yakni semiotika
komunikasi dan semiotika signifikasi. Semiotika komunikasi menekankan pada
teori tentang produksi tanda yang salah satu di antaranya mengasumsikan adanya
enam faktor dalam komunikasi (pengirim, penerima, pesan, saluran dan acuan).
Sedangkan semiotika signifikasi memberikan tekanan pada teori tanda dan
pemahamannya dalam suatu konteks tertentu.14
Walaupun demikian, banyak yang
tidak mempermasalahkan mengenai jenis dari kajian tentang semiotika ini.
Dalam kajian komunikasi, semiotika merupakan ilmu penting. Tanda-
tanda (signs) merupakan basis utama dari seluruh komunikasi (Littlejohn, 1996).
Bahkan bisa dibilang perkembangan komunikasi diawali dengan tanda. Orang-
orang jaman dulu menggambar sesuatu pada batu seolah ingin bekomunikasi
dengan orang-orang yang hidup di jaman sekarang. Mereka seolah ingin memberi
tahu keadaan jaman dahulu kala. Batu yang digambar tersebut merupakan sebuah
tanda, dan bayangkan seberapa pentingnya tanda itu. Dengan tanda-tanda manusia
dapat melakukan komunikasi apapun dengan sesamanya.15
13
Sobur, Analisis Teks Media Analisis Teks Media – Suatu Pengatar, Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, Analisis Framing, h. 112. 14
Sobur, Semiotika Komunikasi, h.15. 15
Sobur, Semiotika Komunikasi, h.15.
25
B. Teori analisis semiotika sosial M.A.K Halliday
M.A.K Haliday melihat kajian tentang tanda konsep yang agak sempit.
Hasan dan Halliday beranggapan bahwa tanda selalu cenderung dilihat sebagai
sesuatu yang terpisah dan mandiri. Maksud dari hal tersebut adalah mereka
melihat tanda harus selalu dihubungkan dengan yang lain. Misalkan, konsep dari
Sausure melihat bahasa sebagai suatu perangkat hubungan. Contohnya konsep
signifier dan signified. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya walaupun
bersifat arbitrer, Saussure tetap memposisikan tanda tidak mandiri dan selalu
dihubungkan dengan yang lain. Maka dari itu Halliday dan Hasan mengubah
batasan dari semiotik bukan kajian tentang tanda melainkan kajian tentang sistem
tanda. Dengan kata lain, sebagai suatu kajian „makna‟ dalam artinya yang paling
umum. Hal ini yang menjadikan bahasa sebagai akar pandangan pertama oleh
Halliday. Karena ilmu bahasa sendiri diartikan oleh Halliday sebagai satu segi
kajian tentang makna.16
Halliday dan Hasan menggunakan Istilah „semiotik‟ untuk memberi
batasan sudut pandang. Hal ini di gunakan untuk melihat bahasa sebagai salah
satu dari sejumlah sistem makna. Maksudnya yang secara bersama-sama
membentuk budaya manusia. Sebagai contoh, di sebuah pondok pesantren sehabis
shalat maghrib santri terbiasa mengaji al-qur‟an yang dinamakan „tadarusan‟.
Lama kelamaan karena terbiasa melakukan hal tersebut (tadarusan) menjadi
budaya dikalangan para santri.
Adapun istilah „sosial‟, yang dimaksudkan ialah untuk mengemukakan
dua hal secara bersamaan. Pertama „sosial‟ yang digunakan dalam arti sistem
16
M.A.K Halliday dan Hasan. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam
Pandangan Semiotika Sosial,Penerjemah Barouri Tou (Yogyakarta: Gajah Mada UnAiversity
Press, 1992), h. 4.
26
sosial, yang diartikan sinonim dengan kebudayaan. Dengan kata lain, „semiotik
sosial‟, dalam arti yang pertama dimaksudkan sebagai batasan sistem sosial, atau
kebudayaan, sebagai suatu sistem makna.17
Kedua, Halliday dan Hasan
menafsirkan „sosial‟ lebih khusus sebagai keseriusannya dalam menunjukkan
bahwa erat kaitannya hubungan antara bahasa dengan struktur sosial. Dengan
memandang struktur sosial sebagai satu segi dari sistem sosial.
Penafsiran bahasa dalam semiotika sosial Halliday ini dilihat dari sudut
pandang sosial. Hal ini karena Halliday dan Hasan mencari penjelasan-penjelasan
mengenai gejala-gejala kebahasaan. Dalam hal ini, Halliday mencoba
menghubungkan bahasa dengan satu segi pengalaman manusia, yaitu segi struktur
sosial.18
Dalam bahasan tentang teori semiotika sosial dipusatkan kepada bidang
khusus yang dalam ilmu bahasa disebut teks, tetapi selalu dengan tekanan pada
situasinya sebagai konteksnya. Konteks merupakan tempat naskah itu terbentang
dan harus ditafsirkan.19
Halliday beranggapan bahwa konteks selalu mendahului
teks. Seperti yang sudah di contohkan sebelumnya, bahwa tidak akan ada yang
namanya „tadarusan‟ apabila konteksnya para santri tidak melakukan hal tersebut.
Maka „tadarusan‟ dalam hal ini adalah bahasa yang hidup atau teks. Halliday
melihat teks sebagai bahasa yang berfungsi, yaitu sedang melaksanakan tugas
tertentu dalam konteks situasi. Teks disini bukan contoh kata-kata atau kalimat
17
Halliday dan Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan
Semiotika Sosial, h. 5. 18
Halliday dan Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan
Semiotika Sosial, h. 5. 19
Halliday dan Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan
Semiotika Sosial, h. 6.
27
lepas yang ditulis dalam papan tulis. Teks dalam semiotika sosial adalah bahasa
yang ambil bagian dalam konteks.
Halliday dan Hasan beranggapan bahwa meskipun teks tersebut bila kita
tuliskan tampak seakan-akan terdiri dari kata-kata dan kalimat, namun
sesungguhnya terdiri dari makna-makna. Lebih lanjut mereka menyatakan bahwa
teks itu pada dasarnya adalah satuan makna bukan sesuatu yang dapat diberi
batasan seperti sejenis kalimat. Walapun demikian, Halliday menganggap perlu
untuk memberikan sistem bahasa agar dapat dipahami dan orang dapat
menggunakannya. Hal inilah yang menjadikan Semioika Sosial lebih cenderung
melihat bahasa sebagai sisttem tanda atau simbol yang sedang mengekspresikan
nilai dan norma kultural dan sosial suatu masyarakat tertentu di dalam suatu
proses sosial kebahasaan.20
Konteks merupakan teks yang menyertai teks yang tidak hanya dilisankan
atau ditulis, melainkan termasuk pula kejadian-kejadian yang nirkata (non-verbal)
lainnya. Pandangan tentang konteks, Halliday dan Hasan mengawalinya dari
penelitian Malinowski. Inti dari penelitiannya bahwa konteks diperlukan agar teks
dapat dipahami oleh orang luar. Maksudnya kembali kepada contoh sebelumnya
bahwa orang diluar lingkungan pesantren mungkin tidak akan memahami apa
yang namanya „tadarusan‟. Maka dari itu, agar orang dilua lingkungan pesantren
memahami maksud atau maknanya perlu diberikan konteks. Sebagai contoh
„tadarusan‟ itu berarti kebiasaan para santri melakukan kegiatan mengaji selepas
shalat maghrib. Berdasarkan hal tersebut maksud dari konteks adalah untuk
memahami teks sebaik-baiknya.
20
Riyadi Santoso, Semiotika Sosial: Pandangan terhadap Bahasa (Surabaya: Pustaka
Eureka dan JP Press, 2003), h. 6.
28
Karena Malinowski merupakan ahli antropologi maka penelitiannya ini
dilanjutkan oleh sahabatnya Firth yang merupakan bahasawan. Konsep konteks
diperbaharui ke dalam kebahasaan umum, hal ini bertujuan agar dapat digunakan
untuk kajian. Dalam konsepnya, fitrh membagi konteks situasi kepada (1) Pelibat,
(2) Tindakan pelibat (verbal/non-verbal), (3) Ciri-ciri situasi yang lain yang
relavan. Contohnya benda-benda atau kejadian sekitar, selama hal itu berkaitan.
(4) Dampak atau perubahan yang timbul.
Setelah berkembang penelitian yang menjelaskan lebih jauh mengenai ciri-
ciri dari situasi teks itu datang dari Dell Hymes yang berasal dari Amerika dan
merupakan antropogi etnografi komunikasi. Adapun identifikasi dari Dell adalah
(1) Bentuk dan isi pesan, (2) Perangkat lingkungan (waktu atau tempat), (3)
Pelibat, (4) Maksud dan dampak komunikasi, (5) Kunci atau petunjuk, (6)
Perantara, (7) Genre, (8) Norma interaksi.
Kemudian Halliday melihat teks dan konteks sebagai fenomena dari
semiotika sebagai modes of meaning atau bentuk dari makna. Konsep-konsep dari
firth dan kemudian Dell disederhanakan oleh Halliday, maka kerangka konseptual
dari semiotika sosial ini terbagi menjadi tiga bahasan yaitu „medan‟ (field),
„pelibat‟ (tenor), dan „sarana‟ (mode). Ketiga konsep ini digunakan untuk
menafsirkan konteks sosial teks, yaitu lingkungan teks tersebut berfungsi.
Anang Santoso dalam jurnalnya menyebutkan bahwa kajian bahasa sebagai
semiotika sosial dalam pandangan Halliday mencakup sub-kajian:21
21
Anang Santoso, “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis,”
Bahasa dan Seni, No. 1, (Februari 2008): h. 2.
29
a. Teks
Bagi Halliday teks adalah bahasa yang berfungsi. Maksudnya adalah
bahasa yang sedang melaksanakan tugas tertentu dalam konteks situasi.22
Sebuah
teks “tidak tersusun” dari kalimat-kalimat atau klausa, tetapi “direalisasikan”
dalam kalimat-kalimat. Tulisan di papan tulis bukan berarti itu teks, akan tetapi
percakapan dalam suatu diskusi itu bisa jadi teks bagi Halliday.
b. Trilogi Konteks
Trilogi konteks merupakan tiga komponen penting yang dijadikan acuan
atau konsep dalam analisis semiotika Sosial. Didalamnya yaitu terdapat medan
wacana, pelibat wacana, dan modus wacana.
c. Register
Register merupakan konsep semantis yang dapat didefinisikan sebagai
suatu susunan makna yang dihubungkan secara khusus dengan susunan situasi
tertentu dari medan, pelibat dan sarana. Register bisa disamakan dengan gaya,
yaitu variasi dalam tuturan atau tulisan seseorang. Selain itu bisa juga berarti
variasi tuturan yang digunakan oleh kelompok tertentu yang biasanya memiliki
pekerjaan yang sama atau kepentingan yang sama.
d. Kode
Kode menurut Halliday di aktualisasikan dalam bahasa melalui register.
Kode menentukan orientasi semantis penutur dalam konteks sosial tertentu.
e. Sistem Lingual
Dalam sistem lingual mencakup komponen ideasional, yang berarti bahasa
memiliki fungsi representasi. Interpersonal, yaitu yang berarti bahasa berfungsi
22
Halliday dan Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan
Semiotika Sosial, h. 13.
30
mengkodekan makna-makna tentang sikap, interaksi dan relasi timbal balik.
Tekstual, dalam hal ini bahasa digunakan untuk mengorganisasikan makna-makna
pengalaman dan interpersonal kita ke dalam bentuk yang linear dan koheren.
f. Struktur Sosial.
Struktur sosial yang dimaksud Halliday berhubungan dengan konteks
situasi, dan kelas atau hierarki sosial. Struktur sosial menetapkan dan memberikan
arti kepada berbagai jenis konteks sosial tempat makna-makna itu dipertukarkan.
Struktur sosial hadir dalam bentuk-bentuk interaksi semiotis dan menjadi nyata
melalui “keganjilan” dan “kekacauan” dalam sistem semantis.
Halliday dan hasan menjelaskan tujuan aplikasi atau penggunaan
semiotika sosial dalam analisis isi media dengan menggunakan komponen
semiotika sosial dari M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hassan adalah untuk
menemukan hal terkait dengan tiga komponen semiotika sosial, yaitu: Medan
Wacana (field discourse); Pelibat Wacana (tenor of discourse); dan Sarana
Wacana (mode of discourse).23
Pengertiannya sebagai berikut:24
(1) Medan Wacana
Medan Wacana menunjuk pada hal yang sedang terjadi, pada sifat
tindakan sosial yang sedang berlangsung. Sedangkan Anang Santoso dalam
jurnalnya menjelaskan bahwa untuk menganalisa medan, kita dapat mengajukan
pertanyaan what is going on. Di dalamnya mencakup tiga hal, yakni ranah
pengalaman, tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang.25
Lebih lanjut
dijelaskan bahwa ranah pengalaman mempertanyakan apa yang terjadi dengan
23
Hasyim Ali Imran, “Semiotika Sosial Sebagai Alat Analisis Teks dalam Penelitian
Komunikasi Kualitatif,” INSANI, Volume I No.1 (Desember 2014): h. 3. 24
Halliday & Hasan. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan
Semiotika Sosial, h. 16. 25
Santoso, “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis,” h. 4.
31
seluruh “proses”, “partisipan”, dan “keadaan”. Sedangkan tujuan jangka pendek
yaitu tujuan yang ingin segera dicapai dalam waktu singkat. Dan tujuan jangka
panjang merujuk pada tempat teks dalam skema suatu persoalan yang lebih besar
dan sifatnya abstrak.
(2) Pelibat Wacana
Pelibat Wacana menunjuk pada orang-orang yang mengambil bagian, pada
sifat para pelibat, kedudukan dan peranan mereka. Anang Santoso dalam
jurnalnya menjelaskan bahwa untuk menganalisa pelibat, kita dapat mengajukan
pertanyaan who is taking part. Pada bagian ini ada tiga hal yang harus
diperhatikan, yakni peran agen atau masyarakat, status sosial, dan jarak sosial.26
Fungsi atau sesuatu hal dilakukan individu atau masyarakat menjadi
peranan mereka yang terlibat. Dalam status sosial dilihat bagaimana masyarakat
diperbandingkan kesejajarannya. Adapun jarak sosial terkait dengan tingkat
pengenalan atau keakraban satu individu dengan individu yang lainnya yang
terlibat dalam suatu teks. Ketiga hal yang dimaksud dapat bersifat sementara dan
dapat pula permanen, hal ini dikarenakan setiap individu mengalami
perkembangan atau perubahan dalam hidupnya.
(3) Sarana Wacana
Sarana wacana menunjuk pada bagian yang diperankan oleh bahasa, hal
yang diharapkan oleh para pelibat diperankan bahasa dalam situasi itu. Anang
Santoso dalam jurnalnya menjelaskan menganalisa modus atau wacana,
pertanyaan yang dapat diajukan adalah what’s role assigned to language. Di
dalamnya mencakup lima hal, yakni peran bahasa, tipe interaksi, medium, saluran,
26
Santoso, “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis,” h. 4.
32
dan modus retoris.27
Lebih lanjut dijelaskan bahwa peran bahasa terkait
kedudukan bahasa dalam aktivitas. Tipe interaksi merujuk pada jumlah pelaku.
Medium terkait dengan lisan tulisan atau isyarat. Saluran berkaitan dengan
bagaimana teks itu disampaikan. Dan retoris merujuk pada perasaan teks secara
keseluruhan, yakni persuasif, kesastraan, akademis dan lain sebagainya.
C. Konsep Tauhid
Menurut bahasa, pengertian tauhid adalah orang yang menganggap atau
menjadikan adanya sesuatu (apa saja) itu hanya satu.28
Tauhid menurut istilah,
adalah beriman kepada keberadaan Allah, mengesakan-Nya dengan Rububiyah
dan uluhiyah, serta beriman kepada semua asma‟ dan sia-sifatNya.29
Ayat al-
quran yang mengungkapkan macam-macam tauhid yaitu diantaranya ada pada
awal surat Al-Fatihah.
Ayat pada awal surat Al-Fatihah berbunyi Alhamdulillah hirabbilaamin
“segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.” Kata Allah menetapkan tauhid
uluhiyah, dan kata rabbolalamin menetapkan tauhid rububiyah. Makna dari
kalimat “segala puji bagi Allah” yaitu mengesakan Allah dengan sebenar-
benarnya dan tidak mempercayai tuhan lain. sedangkan kalimat “Rabb semesta
alam” yaitu semua yang diciptakan merupakan pemberian dari Allah, kita harus
mempercayai semua yang ada di bumi ini merupakan ciptaannya.
27
Santoso, “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis,” h. 4. 28
Abu Haniefah. Tauhid Khalis (Garut: Pondok Pesantren Darul Arqam, 1988), h. 11. 29
Abdullah bin Abdul, Cara Mudah Memahami Aqidah (Jakarta: pusttaka at-tazkia, 2007),
h. 21.
33
Sebelum kita diciptakan, Allah telah memiliki tujuan penciptaan kita yaitu
ibadah kepada-Nya. Inti dari ibadah itu sendiri adalah tauhid. Seperti yang
tercantum dalam surat Adz-Dzariyat ayat ke 56:
“Dan tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia melainkan hanya untuk
beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat : 56”
Jadi setiap mahluk (Jin dan manusia) diciptakan untuk bertauhid. Dengan
kata lain, bersamaan dengan penciptaan beban tauhid telah melekat pada kita. Dan
tauhid itu sendiri adalah fitrah manusia. Dan setiap jiwa yang terlahir ke dunia ini
memiliki fitrah Tauhid.
Seperti yang dijelaskan dalam surat Ar ruum ayat 30:
”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS: Ar ruum, 30).”
Pada ayat di atas, fitrah Allah maksudnya adalah ciptaan Allah. Manusia
diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada
manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak
beragama tauhid itu hanyalah pengaruh dari lingkungan.
34
Abdulah menjelaskan bahwa para ulama dari kalangan salaf ulama telah
menyebutkan tiga macam tauhid:30
a. Tauhid uluhiyah
Tauhid uluhiyah adalah berupa i‟tikad (kepercayaan dan keyakinan) akan
ke-tuhanannya Allah, dan mengesakan Allah dalam peribadatan.31
Selain dari
mempercayai Allah SWT adalah tuhan yang esa, tauhid ini juga berlandaskan
pada keihklasan niat dalam semua peribadatan. Dalam melakukan semua kegiatan
meniatkannya karena Allah semata. Seperti firman Allah dalam surat Thaha ayat
14:
“Sesungguhnya Aku, Aku adalah Allah, tiada Tuhan melainkan Aku. Maka
beribadahlah kamu kepada Ku.”
Tauhid uluhiyah tercakup dan terangkum dalam kalimat tauhid:
lailahailallah. dalam memahami tauhid uluhiya bisa dibagi menjadi dua
kategori:32
(1) Syahadat
Makna syahadat secara global adalah tidak ada yang berhak diibadahi
kecuali Allah. Berdasakan hal itu maka tidak boleh berdoa kecuali kepada allah.
Tidak boleh melakukan ibadah-ibadah lainnya kecuali karena allah.
(2) Ibadah
Ibadah menurut bahasa, kata ibnu sayyidah, “makna asal ibadah, menurut
bahasa, ialah merendahkan diri. Ibadah adalah sejenis ketundukan yang hanya
30
Abdullah, Cara Mudah Memahami Aqidah, h. 23. 31
Haniefah, Tauhid Khalis, h. 15. 32
Abdullah, Cara Mudah Memahami Aqidah, h. 35.
35
menjadi hak pemberi kenikmatan dengan berbagai nikmat yang paling tinggi,
seperti kehidupan, pemahaman, pendengaran dan penglihatan.”
b. Tauhid rububiyah
Tauhid rububiyah adalah berupa i‟tikad (kepercayaan dan keyakinan),
bahwa hanya Allah saja sendirilah yang mempunyai kekuasaan mencipta,
mengatur dan memelihara serta menguasai alam semesta.33
Tauhid rububiyah,
selain mengimani keberadaan Allah, juga didalamnya mencakup hal-hal
mengenai, Allah adalah pencipta segala sesuatu, pemiliknya, dan pemberi rizki
kepadanya. Dialah yang menghidupkan, yang mematikan, yang memberi manfaat,
yang memberi kemudhartan, satu-satunya yang dapat mengabulkan doa, dan yang
memilki segala urusan. Intinya adalah meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di
dunia ini merupakan ciptaan Allah SWT.
c. Tauhid Asma‟ wa ash-shfiat
Nama-nama allah dan sifat-nya adalah merupakan perkara ghaib yang
tidak bisa diketahui oleh manusia secara detil kecuali lewat jalan as-sam‟
(wahyu). Tauhid Asma‟ wa Ash-shifat adalam meyakini dan mempercayai semua
sifat-sifat agung yang dimiliki oleh Allah SWT.
33
Haniefah, Tauhid Khalis, h. 13
36
D. Gaya Bahasa
Sumadaria dalam Suhaemi dan Ruli, menjelaskan beberapa gaya bahasa,
diantaranya:34
a. Gaya Bahasa Perbandingan
Yaitu gaya bahasa/majas yang dipakai untuk membandingkan sesuatu
dengan yang lainnya.
(1) Perumpamaan
Gaya bahasa perumpamaan adalah membandingkan dua hal yang berbeda
sehingga dianggap memiliki unsur-unsur persamaan di antara keduanya.
Misalnya: Dua calon gubernur îtu seperti anjing dan kucing.
(2) Metafora
Poerwadarminta, dalam Sumadaria, (2006: 148), Gahaya bahasa metafora
adalah pemakaian kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai
lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Misalnya: santi
merupakan anak emas perusahaan PȚ Țimun.
(3) Personifikasi
Edgar DaJe dalam Sumadaria, (2006: 148), Dengan gaya
bahasa personifikasi kita memberikan ciri-ciri atau kualitas pribadi seseorang
kepada gagasan atau benda-benda tidak bernyawa sehingga benda-benda tidak itu
seolah-olah menjadi hidup atau bernyawa seperti layaknya manusia. Misalnya: Di
dalam jeruji besi ia tidur diselimuti dinginnya malam.
34
Suhaemi dan Ruli. Bahasa Jurnalistik (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009),
h. 156-166.
37
(4) Depesonifikasi
Gaya bahasa depersonifikasi merupakan gaya bahasa kebalikan
dari personifikasi. Depersonifikasi mengandalkan manusia atau segala hal yang
hidup, bernyawa, sebagai benda-benda mati atau kaku beku. Misainya: Hatinya
sedingin batu es.
(5) Alegori
Gaya bahasa alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam Iambang-
lambang, tempat atau wadah objek-objek atau gagasan-gagasan yang
dipelambangkan. Alegori sering ditemui untuk produk jurnalistik yang
dtperuntukkan bagi anak-anak.
Misalnya: Kancil itu berkata, "Aku tidak mencuri mentimun." “tapi
engkau membawa mentimun di tanganmu," ujar Harimau. “Ya,tapi aku diberi
oleh Pak Tani," jawab Kancil.
(6) Antitesis
Gaya bahasa antitesis adalah sejenis gaya bahasa yang
mengadakan perbandingan antara dua anttonim yaitu kata-kata yang mengandung
ciri- ciri semantik yang bertentangan.
Misalnya: Wajahnya polos tidak berdosa, tetapi siapa vang tahu kalau dia
ternyata pernbunuh
(7) Pleonasme dan Tautologi
Pleonasme adalah pemakaian kata mubazir atau berlebihan yang
sebenarnya tidak perlu. Tautologi adalah penegasan terhadap suatu hal yang
mengandung unsur perulangan tetapi dengan menggunakan kata-kata yang
tain. Misalnya: Direktur itu melihat stafnya bekerja rajin dengan matanya sendiri.
38
(8) Perifrasis
Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang agak mirip dengan pleonasme,
tetapi pada perifrasis kata-kata yang berlebihan itu bisa diganti dengan satu kata
saja. Misalnya: Ulama itu sore tadi kembali ke pangkuan-Nya (meninggal).
(9) Antisipasi (Prolepsis)
Gaya bahasa antisipasi adalah gaya bahasa yang mendahului tentang
sesuatu yang masih akan dikerjakan atau akan terjadi. Misalnya: Pertandingan
baru digelar sebulan lagi, tetapi Andi sudah berlatih siang malam.
(10) Koreksio (Epanortosis)
Gaya bahasa koreksio adalah gaya bahasa yang berwujud semula ingin
menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan memperbaikinya mana yang
salah. Misalnya: Dia adalah direktur, ah ternyata hanya manajer, di perusahaan
itu.
b. Gaya Bahasa Pertentangan
Gaya bahasa pertentangan adalah membandingkan dua hal berlawanan
atau bertolak belakang. Diantaranaya adalah:
(1) Hiperbola
Gaya bahasa hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang rnengandung
pernyataan yang melebih-lebihkan jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya, dengan
maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk
memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya.
Misalnya:
Kecantikan Dinda seperti putri kerajaan
Sudah kering air matanya karena meratapi nasib
39
(2) Litotes
Litotes adalah majas yang dalam pengungkapannya menyatakan sesuatu
yang positif dengan bentuk yang negatif atau bentuk yang bertentangan. litotes
mengurangi atau melemahkan kekuatan pernyataan yang sebenamya.
Misalnya:
Kardi memberikan sumbangan ala kadarnya.
(3) İroni
İroni adalah sejenis gaya bahasa yang mengimplikasikan sesuatu yang
berbeda, bahkan ada kalanya bertentangan dengan yang sebenarnya dikatakan itu.
Misalnya: Bogor kota hujan, tetapi sulit sekali mencari air bersih disini.
(4) Oksimororn
Gaya bahasa oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung penegakan
atau pendirian suatu hubungan sintaksis baik koordinasi atau determinasi, anatara
dua antonim.
Misalnya: Pisau membantu pekerjaan dapur, tetapi bisa juga untuk
membunuh.
(5) Satire
Adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu, bentuk satire
mengandung kritik tentang kelemahan manusia.
Misalnya : Indonesia juara satu tingkat korupsi di dunia
Misalnya: Karena jarang olahraga, tubuhnya seperti papan.
(6) Antifrasis
Adalah gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah kata dengan makna
kebalikannya.
40
Misalnya: Pejabat itu adalah pahlawan yang memakai uang Negara.
(7) Paradoks
Paradoks adalah suatu pernyataan yang bagaimanapun diartikan selalu
berakhir dengan bertentangan.
Misalnya: Pejabat Negara itu memakai mobil mewah, sementara rakyat
kelaparan di tepi jalan.
(8) Klimaks
Adalah sejcnis gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang makin
lama makin mengandung penekanan.
Misalnya: Awalnya hanya staf biasa, lalu menjadi supervisor, kemudian
manajer, akhirnya direktur
(9) Antiklimaks
Adalah kebalikan dari gaya bahasa klimaks. Antiklimaks merupakan suatu
acuan yang berisi gagasan-gagasan yang diurutkan dari yang terpenting berturut-
turut ke gagasan yang kurang penting.
Misalnya: Calon Presiden Jusuf Kalla mengingatkan pentingnya kemandirian
bangsa dan para sarjana hendaklah rajin bekerja dan jangan berpangku tangan
saja.
(10) Sinisme
Adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk
kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati.
Misalnya: Bagaímana mungkin dia bisa memenangkan pemilu presiden?
Jangankan dukungan partai politik, uang saja untuk membiayai dana kampanye
dia tidak Punya, dan juga latar belakang politiknya banyak tidak disukai orang
41
(11) Sarkasme
Adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung sindiran pedas
dan menyakitkan hati.
Misalnya: Langkahi mayatku dulu baru engkau bisa mencalonkan diri menjadi
Lurah
c. Gaya Bahasa Pertautan
Ciri khas dari gaya bahasa pertautan yakni penggunaan kata-kata kiasan
yang memiliki hubungan atau pertautan terhadap sesuatu yang sebenarnya ingin
diutarakan. Hal ini karena kata-kata kiasan tersebut memiliki kedekatan atau yang
merujuk pada makna yang sebenarnya
(1) Motonomia
Adalah gaya bahasa yang menggunakan nama suatu barang bagi sesuatu
yang lain yang berkaitan dengannya.
Misalnya: Ayah suka menghisap gudang garam (maksudnya roko)
(2) Sinekdoke
Ialah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama
keseluruhan atau sebaliknya.
Misalnya: Sudah seminggu iwan tidak kelihatan batang hidungnya
(padahal yang dimaksud bukan hanya batang hidungnya saja).
(3) Alusi
Adalah majas yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa
atau hal dengan menggunakan peribahasa yang sudah umum ataupun
mempergunakan sampiran pantun yang isinya sudah dimaklumi. Majas ini disebut
juga majas kilatan.
42
Misalnya:
Semangat si pitung menggelora di tim persib.
Ah, kau ini memang tua-tua keladi ( maksudnya adalah makin tua makin
menjadi)
(4) Eufisme
Adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang
dirasakan kasar yang dianggap merugikan, atau yang tidakmenyenangkan.
Misalnya: Orang itu memang bertukar akal (pengganti gila)
(5) Eponim
Adalah majas yang mengandung nama seseorang yang begitu sering
dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan
sifat tersebut.
Misalnya: Pertandingan bulu tangkis itu ibarat Taufik Hidayat melawan
Lee Chong Wei.
(6) Epitet
Adalah semacam gaya bahasa yang megandung acuan yang menyatakan
suatu sifat atau ciri yang khas dari seseorang atau sesuatu hal.
Misalnya: Pikiran pencuri itu cerdik bagai si kancil.
(7) Antonomasia
Adalah segala macam gaya bahasa yang merupakan bentuk khusus dari
sinekdoke yang berupa sebuah epitet untuk menggantikan nama diri atau gelar
resmi, atau jabatan untuk menggantikan diri.
Misalnya: Saudagar kain itu membagi-bagikan uang kepada karyawannya.
(8) Retoris
43
Adalah yang berupa pertanyaan yang digunakan dalam tulisan atau pidato
yang bertujuan untuk mencapa efek yang lebih mendalam dan penekanan yang
wajar dan sama sekali tidak menuntut suatu jawaban.
Misalnya: Sudah bergaji sangat tinggi, haruskah anggota dewan
menaikkan gaji mereka sendiri?
(9) Paralelisme
Adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam
pemakaian kata-kata yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal
yang sama.
Misalnya: Sang suami menarik becak, istrinya berjualan kue, sementara
anaknya berdagang koran.
(10) Elipsis
Adalah gaya bahasa yang didalamnya dilaksanakan penghilangan kata
yang memenuhi bentuk kalimat berdasarkan tata bahasa.
Misalnya: Setelah kembali dari jerman (maksudnya melakukan kunjungan
kerja), anggota DPR menyebrang ke Belanda.
(11) Asindeton
Adalah semacam gaya bahasa yang berupa acuan padat ketika beberapa
kata yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung, bentuk itu bisanya
dipisahkan dengan tanda koma.
Misalnya: Seragam sekolah, sepatu, dan tas hanya itu yang dibawa joko ketika
pergi.
d. Gaya Bahasa Perulangan
44
Majas perulangan merupakan ungkapan gaya bahasa yang menegaskan
pernyataan dengan tujuan peningkatan pengaruh dan kesan tertentu terhadap
pembaca atau pendengar.
(1) Aliterasi
Aliterasi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang
sama pada seluruh baris.
Misalnya: Ini dadaku, mana dadamu? Atau Bila biduan bernai berkicau
(2) Asonansi
Adalah jenis gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan pada vokal yang
sama.
Misalnya: Dia menjerit, dadanya terasa sakit. Waktu semakin menyempit.
(3) Anatanaklasis
Adalah gaya bahasa yang mengandung ulangan kata yang sama dengan
makna yang berbeda.
Misalnya: Kecantikan wajahnya, kecantikan perilakunya, kecantikan tutur
bahasanya.
(4) Epizeukis
Adalah gaya bahasa perulangan yang bersifat langsung, yaitu kata yang
ditekankan diulang beberapa kali berturut-turut.
Misalnya: Tidak! Saya tidak mencuri. Tidak! Saya bukan pencuri.
(5) Tautotes
Adalah gaya bahasa perulangan atas sebuah kata berulang-ulang dalam
konstruksi.
45
Misalnya: Si A menyalahkan si B, besoknya si B menyalahkan si A, dan
dalam seminggu sudah beberapa kali si A dan B saling melemparkan tanggung
jawab terhadap kejadian itu.
(6) Anafora
Anafora ialah jenis majas repetisi yang berupa perulangan kata pertama
pada setiap baris atau setiap kalimat.
Misalnya: Aku marah, karena dia salah. Aku marah, karena dia tidak
bertanggung jawab. Aku marah, karena dia melecehkan putriku.
(7) Simploke
Simploke adalah jenis majas repetisi berupa perulangan pada awal dan
akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut.
Misalnya:
Engkau meminta aku duduk. Aku bilang baiklah
Engkau meminta aku bekerja. Abu bilang baiklah
(8) Epanalepsis
Adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama dari
baris, kalimat menjadi terakhir.
Misalnya: “diam!” polisi itu menghardik sang pencuri. “diam!”
(9) Canadiplosis
Sejenis gaya bahasa repetisi kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau
kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari klausa atau kalimat berikutnya.
Misalnya: Siapa sangka dia pencuri motor. Siapa sangka motor yang
dicurinya adalah motor temannya. Siapa sangka temannya merupakan tetangganya
sendiri.
46
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Kesenian Badeng
Kesenian tradisional Badeng diciptakan pada akhir abad ke-17 atau masuk
tahun 1800 yaitu dijaman Para Wali, kesenian ini mula-mulanya diciptakan oleh
seorang tokoh penyebar agama Islam bernama Arfaen Nursaen yang berasal dari
daerah Banten yang kemudian menetap di Kampung Sanding, Kecamatan
Malangbong, Kabupaten Garut. Beliau dikenal masyarakat disana dengan sebutan
Lurah Acok.
Lurah Acok berfikir didalam hatinya, bagaimana caranya supaya ajaran
agama Islam dapat menyebar luas di masyarakat, karena pada waktu itu agama
Islam sangat asing sekali. Pada suatu hari, saat dia pergi menuju suatu
perkampungan di daerah Malangbong, di tengah jalan beliau menemukan suatu
benda yang bentuknya panjang bulat terbuat dari bambu serat. Secara tidak sadar,
benda itu dibawanya ke rumah dan dibuat menjadi suatu alat yang bisa
mengeluarkan bunyi. Pada saat itu juga, Arfaen mengumpulkan para santri dan
meminta mereka agar membuat alat-alat lainnya dari bambu-bambu yang sudah
tua. Tujuannya untuk memadukan bunyi alat tersebut dengan alat yang Arfaen
buat sebelumnya. Kemudian bambu-bambu tersebut disusun, dan dibuat
sedemikian rupa, sehingga dapat mengeluarkan suara yang nyaring. Kemudian,
Arfaen mencoba semua alat-alat itu dengan cara ditabuh atau dibunyikan, maka
terdengarlah irama musik. Jika pada masa kini, merupakan musik yang sangat
47
enak didengar ditambah dengan nyanyian-nyanyian beriramakan Sunda Buhun
dan Arab atau Sholawatan.
Semenjak saat itu, Lurah Acok dan para santrinya, setiap hari, setiap
minggu, setiap bulan berkeliling. Mengumpulkan tokoh-tokoh masyarakat, umaro
dan tokoh-tokoh santri. Tujuannya untuk berkumpul serta bermusyawarah sambil
memasukan ajaran-ajaran agama Islam dengan menabuh seperangkat alat-alat
yang dibuatnya serta membawakan lagu-lagu solawatan dan lagu-lagu sunda
buhun. Dimana isi syairnya mengajak kepada masyarakat untuk masuk agama
Islam.
Hampir semua penduduk yang ada di Desa Sanding, di kampung-kampung
dan kota sekitar daerah Malangbong bahkan di seluruh daerah Kabupaten Garut
yang pernah didatangi oleh Lurah Acok, pada umumnya masyarakatnya menganut
ajaran agama Islam. Maka, sejak saat itu, Lurah Acok memberikan nama
“Kesenian Badeng” yang berasal dari kata Bahadrang yang artinya musyawarah
berunding dengan suatu alat kesenian. Badeng adalah suatu jenis kesenian sebagai
media untuk menyebarkan agama Islam pada waktu itu.
Sampai sekarang kesenian ini masih ada dan dipergunakan sebagai alat
hiburan, untuk menyambut tamu-tamu besar, perayaan, Mauludan, khitanan, hajat
dan lain sebagainya, hanya saja para pemainnya sudah tua-tua rata-rata berumur
60 tahunan.1
Adapun sekarang untuk gerak dari tariannya, tiap gerakan pada tiap syair,
gerakannya hampir 75% merupaka gerakan silat, dan 25% merupakan gerakan tari
gemulai. Tiap bagian syair boleh ditambah asal jiwanya mengagungkan agama
1Warjita, Katalog Kesenian Tradisional Kab. Garut, Jawa Barat. (Garut: Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Garut, 2013), h. 12-14.
48
Islam. Pada pementasan, pembukaan diawali dengan membaca basmallah, dan
penghormatan kepada para hadirin. Sedangkan untuk penutupan ditutup dengan
“sololloh” yaitu shalawat kepada Nabi Muhammad S.A.W. Busana yang
digunakan berbentuk pakaian silat bagi para pemain yang berada di lapangan,
sebab gerakan ini langkahnya berupa langkah silat. Sedangkan busana untuk
wanita adalah busana muslim.2
B. Tokoh Penggarap Kesenian Badeng
Pencipta dan pembuat kesenian badeng pada akhir abad ke-17 atau
generasi pertama, yaitu3 Arpaen Nursaen, Embah Santi dan Lurah Acok.
Diteruskan oleh generasi kedua pada abad ke18, yaitu Manduki, Djadja,
Suminta dan Madja.
Abad ke-19, generasi ketiga diteruskan olehSarkowi dan Kaedji.
Generasi ke empat Pada tahun 1930 sampai 1970 dilanjutkan oleh Kohri,
Sarnan dan Suherman.
Generasi kelima pada tahun 1970, dibawah organisasi medal cipta Mumu
Safe’I, Kohri, Sarnan, Kurdi, Musir, Rohim, Suhirman.
Generasi ke enam pada tahun 1987, oleh Mumu Safe’I, Ujang Suganda,
Samid Omo, Udo djakaria, Atang Amir.
Generesi ke tujuh pada tahun 2013, oleh Udin Holidin, Ucha Hamid,
Hatomi, Salim , Samono, dan Karso.
2Mumu Safe’i, Arsip Kesenian Badeng PGRI (Garut: T.pn., 1995), h. 6.
3Sukandi, Arsip Kesenian Badeng. (Garut: Kandep Dikbud Malangbong, 1990).
49
C. Alat dan Syair Kesenian Badeng
1. Alat Kesenian Badeng
Adapun alat-alat Kesenian Badeng tersebut terdiri dari:
a. 2 (dua) buah Angklung Kecil bernama Roel yang artinya bahwa dua
pimpinan pada waktu itu antara kaum ulama dengan umaro
(pemerintah harus bersatu, alat ini dipegang oleh seorang dalang.
b. 2 (dua) buah dogdog lonjor ujungnya simpay lima yang artinya
menandakan bahwa didunia ini ada siang ada malam dan laki-laki
dengan perempuan, alat ini dipegang oleh dua orang simpay lima
berarti rukun Islam.
c. 7 (tujuh) buah angklung agak besar terdiri dari angklung indung,
angklung kendung dan angklung kecer disesuaikan dengan nama-nama
hari, alatini dipegang oleh 4 orang.4
2. Syair Kesenian Badeng
Seiring dengan berjalannya waktu syair dari kesenian badeng ini sudah
mengalami banyak penambahan. Adapun syair yang peneliti ambil dalam
penulisan ini hanya diambil yang paling buhun (lama).
Adapun teks syairnya terbagi menjadi lima bagian, sebagai berikut:
Syair pertama : Lailahailallah Muhammadarosulallah
syair kedua : Lantun Layung
Langlayang Alus diayun
Siang beurang siang peuting
Kuar-kier karihok ngong panganten
4Warjita, Katalog Kesenian Tradisional Kab. Garut, Jawa Barat. h.14.
50
Syair ketiga : Yati hulaila mala yati hulaila
Yati Muhammadarosulillah
Hailallah muhammadu rosulullah
Syair Keempat : Kyai dagoan kuring
Kuring nutur keur paneuri
Gusti balikeun deui
Syair Kelima : Lumbang limung
lumbang limung
narembong teu boga indung
ngajajal teu boga bapa
ngaronyok teu boga alo
aduh lilimungan
aduh gengsor
ilungenong
(sumber: Arsip Kesenian Badeng)
D. Profil Desa Sanding
Desa sanding merupakan wilayah yang berada di Kecamatan Malangbong
Kabupaten Garut. Desa sanding mempunyai luas 1.959.492 m , sedangkan letak
geografisnya berada di garis bujur 108 3’57,5”, garis lintang 7 4’54,64”, dan
berada di ketinggian 1500 M DPL. Dengan kata lain, daerah Desa Sanding berada
di wilayah dataran tinggi atau daerah pegunungan, yang menjadikan desa ini
berbatasan dengan kawasan hutan.
51
Sebagian besar wilayah Desa Sanding selain dari tanah pemukiman warga
yaitu berupa tanah sawah yang biasa ditanami padi, tanah ladang yang ditanami
palawija serta hortikultur, dan tanah hutan yang ditanami pohon bambu dan kayu
jati. Hal ini yang menjadikan mayoritas mata pencaharian pokok warga adalah
pertanian. Pertanian di Desa Sanding menjadi jenis komoditi utama diantaranya
seperti padi, palawija berupa jagung, kacang-kacangan, ubi-ubian dan hortikultur
berupa buah-buahan dan sayur-sayuran.5
Semua warga di desa menganut agama Islam dan tidak ada yang menganut
agama lain. Kebanyakan masyarakat Desa Sanding berpendidikan terakhir
SD/Sederajat, hal itu tidak menjadi sebuah hambatan bagi para warga untuk
membentuk perkumpulan organisasi sosial di desa. Hal ini terbukti dengan adanya
organisasi karang taruna, PKK , perkumpulan agama (majelis taklim), organisasi
lembaga tani serta organisasi dibidang kesenian adat dan budaya. Kebudayaan
atau adat warga desa sanding yang nampak dan sering dilakukan adalah
menghadiri perayaan adat kelahiran, kematian, perkawinan dan khitanan.6
5Arsip,Profil Database Sumber Daya Alam Kawasan Perdesaan Desa Sanding.
6Arsip, Pedoman Pemutakhiran Data Indeks Data Membangun 2016, Desa Sanding.
52
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Makna Teks Syair Kesenian Badeng
Syair kesenian Badeng terbagi menjadi lima bagian dengan menggunakan
bahasa Sunda dan Arab. Syair ini berisi pesan mengenai pengenalan Islam dan
ajaran-ajaran Islam serta keagungan Nabi Muhammad. Berdasarkan data yang
dimiliki oleh kepengurusan kesenian Badeng dan yang tercatat oleh dinas
kebudayaan Kabupaten Garut, syair kesenian Badeng merujuk kepada kitab
barzanji. Seperti yang dikatakan oleh Wawan Somarwan:
“kesenian ini muncul dipengaruhi oleh faktor kondisi masyarakat dulu
yang mayoritas beragama hindu, yang kemudian kesenian ini digunakan
sebagai alat penyebaran agama islam. maka pesannya kebanyakan dari
kitab barzanji, kitab yang menjelaskan kisah-kisah nabi dan ajaran
islam.”1
Kitab Barzanji ini dulunya merupakan kitab rujukan untuk melakukan
puji-pujian kepada Nabi Muhammad. Kesenian ini biasanya dipentaskan dalam
acara perayaan syukuran seperti kelahiran, pernikahan dan khitanan. Seiring
berjalannya waktu dan semakin canggihnya teknologi, kesenian Badeng mulai
dikenal masyarakat luas. Hal ini menjadikan kesenian Badeng menjadi budaya
yang mempunyai nilai jual. Kesenian Badeng sering dipentaskan di berbagai
tempat sebagai alat hiburan pada saat ini. Sebagaimana yang diungkapkan Udin,
kepala desa Sanding, sebagai berikut:
“karena sudah tercatat sebagai kebudayaan lokal dan mempunyai nilai
jual, kesenian Badeng sering dipentaskan sebagai alat hiburan”2
1Wawancara pribadi dengan Wawan Somarwan, seksi bidang nilai tradisional dan bahasa
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Garut. Garut, 5 desember 2016. 2Wawancara pribadi dengan Udin Holidin, dalang ketujuh Kesenian Badeng dan kepala
desa Sanding. Garut, 8 desember 2016.
53
Walaupun sudah beralih fungsi, kesenian Badeng bagi masyarakat desa
Sanding bukan hanya sekadar alat hiburan. Masyarakat mempunyai kebanggaan
tersendiri terhadap kesenian ini karena sejarahnya yang sangat melekat. Kesenian
Badeng di desa Sanding selalu dipentaskan setahun sekali pada hari kemerdekaan
sebagai bentuk dari rasa kebanggaan dan penghargaan terhadap kesenian Badeng.
Pementasan kesenian Badeng pada hari kemerdekaan karena untuk mensyukuri
kemerdekaan bangsa Indonesia, dan mengingat bagaimana instrumen ini pernah
dilakukan untuk menyamangati para pejuang, seperti yang diungkapkan Udin
sebagai berikutt:
“Dulu pun para tokoh dari pencipta kesenian Badeng harus berjuang
melawan para penjajah untuk mengajarkan agama Islam, maka untuk
menghargainya kita pilih pas 17 agustus saja dan ini untuk mengingatkan
masyarakat sekitar agar tidak lupa bahwa desa kita punya sejarah yang
luar biasa.” 3
Syair kesenian badeng semuanya dinarasikan dalam bentuk teks. Syair
dalam kesenian Badeng ini lahir berdasarkan situasi dan kondisi masyarakat pada
saat itu. Makna dan pesan yang disampaikan tidak bisa langsung dipahami begitu
saja, namun perlu dimaknai secara mendalam dengan melihat konteks situasi
tempat dimana bahasa ini berlaku. Untuk mengetahui makna teks secara
keseluruhan dalam penulisan ini, teks akan dilihat dan dikaitkan dengan sejarah
terciptanya kesenian Badeng. Ditambah dengan menggali sumber dari para tokoh
kesenian Badeng diantaranya Mumu Safe‘i yang merupakan dalang ke-6 dari
kesenian badeng. Kesenian Badeng di bawah pimpinan Mumu masuk dalam
organisasi Medal Cipta, yang juga diciptakan olehnya untuk menaungi kesenian-
kesenian lain yang ada di desa Sanding. Mumu Safe‘i juga merupakan tokoh
agama dan masyarakat bagi warga desa Sanding.
3Wawancara pribadi dengan Udin Holidin.
54
Selanjutnya pelibat yang dicantumkan adalah Udin Holidin. Udin
merupakan Kepala Desa Sanding yang juga merupakan dalang penerus Mumu
Safe‘i yang berarti dalang ke-7. Sebagai penerus dan keterlibatannya dalam
kesenian Badeng yang cukup lama, Udin diharapkan bisa memberi data-data dan
informasi yang valid. Selain itu, diharapkan juga dapat mengetahui kondisi
masyarakat Sanding sekarang karena jabatannya sebagai kepada desa. Hal ini
dimaksudkan untuk memenuhi dan melihat apa yang terjadi dalam medan wacana.
Selain dari para tokoh kesenian Badeng, penulis mencantumkan pelibat
dari pihak pemerintah atau dari Dinas Kebudayaan Kabupaten Garut. Wawan
Somarwan sebagai seksi nilai tradisional dan bahasa, sebagai narasumber yang
dilibatkan dalam penulisan ini. Sama seperti pelibat-pelibat yang dicantumkan
sebelumnya, keterlibatan Wawan dalam penulisan ini sebagai perwakilan dari
Pemerintah. Keberadaannya dibutuhkan untuk menggali informasi mengenai
kesenian Badeng.
Kesemua pelibat, dilihat dari kredibiltasnya dan dari segi penulis layak
untuk dijadikan narasumber. Para pelibat tidak secara langsung terlibat dalam
pelibat wacana yang dimaksud oleh Halliday. Pelibat wacana menurut Halliday
adalah keterlibatannya langsung dengan apa yang sedang terjadi dan atau
dicantumkan dalam teks. Karena mereka tidak terlibat saat lahirnya kesenian
Badeng, maka keberadaannya sekarang menjadi pelibat wacana yang masuk
dalam kategori peran masyarakat sekarang. Ranah pengalaman dan pengetahuan
para narasumber mengenai kesenian Badeng selama ini, menjadikan mereka
masuk dalam pelibat wacana.
55
Penjelasan mengenai makna teks akan dipisahkan sesuai dengan
pembagian syair kesenian Badeng, sebagai berikut:
1. Makna Syair pertama
Lailahaillallah Muhammadarasulullah
(Tiada tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah).
Kalimat ―La ilaha illallah‖ pada syair pertama ini merupakan kalimat
tauhid. Istilah tersebut telah menjadi ―term‖ bagi para ahli/ulama Tauhid.4 Intinya
adalah mempercayai keberadaan dan beriman hanya kepada Allah SWT. Banyak
penjelasan mengenai kalimat tauhid ini dalam Al-qur‘an, beberapa penjelasan
tersebut diantaranya:
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan,
tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa)
orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui
tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal..” (QS. Muhammad: 19)
“Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, karena sekali-kali tidak ada
Tuhan bagimu selain DIA.” (QS. Al-Mu’minun: 23)
“Dialah (Tuhan) yang hidup kekal, tiada Tuhan melainkan dia; maka
4Abu Haniefah, Tauhid Khalis (Garut: Pondok Pesantren Darul Aqam, 1988), h. 23.
56
sembahlah Dia dengan menunjukkan ibadah kepada-Nya” (QS. Ghafir:
65)
Berdasarkan penjelasan ayat Al-qur‘an diatas, maka makna dan
kandungan dari syair ini yaitu jelas agar menyembah serta mempercayai
keberadaan Allah SWT dan tidak menyembah yang lain. Tauhid merupakan
ajaran yang paling pertama dan utama disampaikan oleh para Rasul kepada
umatnya. Seperti yang tercantum dalam surat an-Nahl ayat 36:
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu, maka
di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan
ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya.
Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”
Maka pada kalimat selanjutnya dicantumkan ―Muhammadarasulullah‖
yang berarti ―Muhammad adalah utusan Allah‖. hal ini seolah-olah mengaskan
bahwa, selain dari menyembah Allah SWT, Nabi Muhammad juga harus
dipercayai sebagai utusan-Nya. ketika mempercayai nabi Muhammad, otomatis
mempercayai agama (Islam) yang dibawanya pun benar.
Apabila dikaitkan dengan sejarahnya, keadaan pada saat itu masyarakat
desa Sanding menganut paham hindu. Kemudian kesenian ini muncul sebagai alat
untuk berdakwah mempercayai keberadaan dan menyembah Allah SWT. Mumu
Safe‘i sebagai tokoh masyarakat sekaligus dalang keenam menyatakan bahwa:
57
“Dulu sanding belum Islam, masih banyak hindu dan masih melakukan
ritual sesajen.”5
Maka jelaslah bahwa syair pertama ini untuk menghilangkan kepercayaan
masyarakat desa Sanding terhadap paham Hindu agar mempercayai Allah Swt.
Hal ini juga dibuktikan dengan data yang dimiliki oleh desa Sanding, sekarang
semua penduduk desa Sanding beragama Islam dan tidak ada agama lain. Bisa
jadi ini merupakan efek jangka panjang dari adanya kesenian Badeng.
Apabila dilihat dari segi psikologi komunikasi dakwah, syair pertama ini
juga termasuk dalam kalimat Thayyibah. Kalimat Thayyibah secara bahasa adalah
perkataan yang baik. Kalimat thayyibah adalah setiap ucapan yang mengandung
kebenaran dan kebajikan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Serta
mengandung aneka perbuatan ma'ruf dan pencegahan dari perbuatan munkar.
Kalimat Thayyibah ini masuk dalam kategori komunikasi intra pribadi (KIP). KIP
yaitu komunikasi kepada diri sendiri, dan syair pertama ini masuk dalam kategori
dakwah dzatiyah. Menurut pandangan Armawati Arbi dakwah dzatiyah yaitu
dakwah kepada diri sendiri melalui pendekatan komunikasi di dalam diri, dengan
demikian kita melakukan hubungan interaktif langsung antara manusia dengan
pencipta-Nya.6 Kalimat thayyibah yang ada pada syair pertama ini bukan hanya
sekadar untuk diucapkan, akan tetapi dituntut untuk adanya tindakan nyata.
Tindakan untuk melakukan perbuatan yang positif yang dimulai dari diri sendiri.
5Wawancara pribadi dengan Mumu Safe‘i, dalang keenam Kesenian Badeng . Garut, 8
Desember 2016. 6Armawati Arbi, Psikologi Komunikasi dan tabligh (Jakarta: Amzah, 2012), cet 1, h.17.
58
2. Makna syair kedua
Lantung Layung
(Melakukan kegiatan di sore hari)
Langlayang Alus diayun
(Layangan bagus jika di ayunkan)
Siang beurang siang peuting
(Terik Siang gelap malam)
Kuar-kier kari sok ngong panganten
(Kesana kemari mencari pasangan untuk tinggal di nikahkan).
Pada teks ini, kata ‗lantung‘ yaitu merupakan kegiatan berjalan-jalan atau
bermain yang biasa dilakukan sore hari. Kata selanjutnya yaitu ‗layung‘ berarti
senja. Hal ini menegaskan bahwa kegiatan tersebut memang benar dilakukan pada
sore hari. Kalimat ‗langlayang alus diayun‘ yang berarti ‗layangan bagus apabila
dimainkan dengan cara diayunkan‘ merupakan salah satu kegiatan yang biasa
dilakukan masyarakat pada sore hari yaitu bermain layangan. Kalimat ‗langlayang
alus diayun‘ dalam bahasa Sunda masuk dalam kecap pancen atau kata Tugas.
Kecap pancen adalah kata-kata yang digunakan untuk hubungan gramatikal dalam
sebuah konstruksi atau kata-kata yang memilki tugas (pancen) menjelaskan
kalimat dan bagian-bagiannya.7 Biasanya Kecap pancen ini digunakan dalam
bahasa sehari-hari dan terbagi menjadi beberapa jenis. Adapun dalam kalimat ini
masuk dalam jenis kecap panambah panahap yaitu yang menunjukkan kualitas.
Kalimat ‗langlayang alus di ayun‘ atau layangan bagus di ayunkan
merupakan kata tugas yang menunjukan kualitas. Kualitas yang dimaksud
7Bachari, ―Mengungkap bentuk fatis dalam bahasa sunda,‖ linguistik Indonesia, tahun ke-
25 no. 2 (Agustus 2007): h. 3.
59
merujuk pada kata senja yang apabila berdiri sendiri hanya sebagai keadaan ketika
sore hari. Akan tetapi ketika ada kata ‗layangan bagus jika diayunkan‘, senja
bukan sekedar bermakna keadaan di sore hari tapi menjadi waktu yang istimewa
untuk melakukan sesuatu hal. Maka maksud dari kalimat ‗lantung layung,
langlayang alus diayun‘ adalah saat senja datang bermain layangan akan bagus
jika dimainkan dengan cara diayunkan.
Kemudian dalam kata ‗layung‘ terdapat makna tersirat yang menunjukan
bahwa syair ini masuk dalam tauhid rububiyah. ‗layung‘ berarti ‗senja‘ yang
merupakan salah satu dari ciptaan Allah Swt. Adapun tauhid rububiyah itu sendiri
adalah tauhid yang merujuk pada keyakinan terhadap apa yang diciptakan oleh
Allah Swt. Maka secara tidak langsung, kata ‗layung‘ dicantumkan sebagai
pengingat dan contoh bahwa keindahan yang ada di dunia ini pun meupakan dari
ciptaan Allah yang harus diyakini.
Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan, masyarakat daerah Sanding
khususnya para remaja suka melakukan kegiatan di sore hari. Biasanya untuk
sekarang para remaja (putra/putri) bermain di sore hari menggunakan motor, atau
hanya sekadar nongkrong di pinggir jalan. Sama seperti yang dilakukan oleh ibu-
ibu, sebagian berkumpul bersama ibu-ibu yang lain sambil mengurusi anaknya,
sambil anak kecilnya bermain ibunya memberi makan. Terkait dengan
pengamatan ini, Udin menjelaskan bahwa:
“Bisa saja ini merupakan kebiasaan yang diturunkan dari masyarakat
dulu, biasanya memang untuk dulu perayaan hasil tani biasa dilakukan
sore hari dan kesenian badeng pun ikut meramaikan.”8
Berdasarkan hal tersebut maka bisa dipastikan syair ini merujuk pada
kondisi kegiatan masyarakat yang banyak melakukan kegiatan di sore hari.
8Wawancara pribadi dengan Udin Holidin.
60
Diperkuat dengan lirik selanjutnya yaitu ―kuar-kier‘ yang berarti kegiatan mencari
sesuatu yag diinginkan. Maksud dari mencari sesuatu disini tertuju kepada
mencari pasangan. Hal ini karena pada kata selanjutnya yaitu ‗kari hok ngong
panganten‘ yang berarti tunggu apalagi, tinggal adakan pernikahan. Kata ‗kari‘
berarti tinggal, tinggal yang dimaksud bukan menetap. Contoh penggunaan kata
‗kari‘ seperti maneh geus beunghar kari nikah (kamu sudah mapan tinggal nikah),
sedangkan kata panganten yaitu berari pengantin dalam arti lain pernikahan.
Kata ‗hok‘ masuk dalam kecap pancen, jenisnya yaitu kecap panambah
panganteb atau kata penambah yang fungsinya sebagai penjelas. Kata ‗hok‘ tidak
mempunyai makna apa-apa, hanya sebagai penjelas (panganteb) dari kata ‗kari‘
yang maksudnya untuk menguatkan kata yang dipentingkan. Dalam bahasa sunda
contoh lain dari jenis ini yaitu seperti kata atuh dalam kalimat geura makan atuh
(cepat makan sana), kata atuh disini sebagai penjelas dari kata ‗makan‘ yang
dipentingkan. Maka kata ‗kari‘ yang berarti tinggal, jika memakai penjelas yaitu
‗hok‘ maka bisa bermakna ‗tinggal menunggu apa lagi‘. Kalimat ini akan semakin
jelas dengan kata ‗ngong panganten‘. Adapun kata ‗ngong‘ dalam kecap pancen
bahasa Sunda masuk dalam jenis kecap panambah panganteur atau kata yang
bertugas mengantarkan. Contohnya dalam kalimat terekel naek monyet kana
tangkal (memanjat monyet itu ke pohon). Kata terekel disini tidak tahu pasti
maknanya apa, tetapi dalam kegunaannya kata antaran untuk kata naek
(memanjat). Dalam hal ini, kata ‗ngong‘ merupakan kata antaran untuk kata
‗panganten‘, yang berarti menandakan pernikahan.
Maka berdasarkan hal tersebut, ungkapan ‗kari hok, ngong panganten‘ ini
seperti kalimat nasihat. Karena sebelumnya ada kegiatan mencari pasangan, maka
61
nasihatnya adalah lebih baik pasangannya untuk segera dinikahi. Pernikahan
merupakan salah satu ajaran dari Islam. Hal ini untuk menjaga dari keturunan
selain dari membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah. Maka
syair ini bermakna anjuran untuk mengamalkan salah satu ajaran Islam yaitu
pernikahan.
Dari segi komunikasi dakwah, pada syair kedua ini terdapat unsur-unsur
yang mengandung dakwah fardiyah. Dakwah fardiyah merupakan komunikasi
antarpribadi, yang hubugannya dimanfaatkan untuk mengkaderisasi seseorang
dan membina persahabatan.9 Dalam syair kedua ini terdapat sunnah Rasul agar
menyegerakan menikah. Menikah ini yang dimaksudkan Armawati Arbi dalam
komunikasi antar peribadi. Menikah bertujuan unuk membangun sebuah keluarga.
Substansi kekuatan komunikasi antarpribadi dalam dakwah fardiyah adalah
kekuatan keluarga sakinah10
.
3. Makna syair ketiga
Ya’ti ulla illah ala ya’ti ha illalloh
(Datang, tiada yang datang kecuali Allah)
Ala ya’ti Muhammadun rosulillah
(Muhammad Rasulullah datang, tiada tuhan selain Allah)
Ha ilalloh muhammadu rosululloh
(Muhammad utusan Allah).
Bahasa arab yang tercantum pada syair kesenian Badeng ini merupakan
bahasa arab yang diserap kedalam bahasa Sunda. Sebagaimana yang di jelaskan
oleh Mumu Safe‘i sebagai berikut:
99
Armawati Arbi, Psikologi Komunikasi dan tabligh (Jakarta: Amzah, 2012), cet 1, h.138. 10
Armawati Arbi, Psikologi Komunikasi dan tabligh (Jakarta: Amzah, 2012), cet 1, h.275.
62
“Pelafalan bahasa arab pada syair ini kenapa seperti itu karena tidak
terpaku dengan pelafalan orang gujharat (arab). Dengan demikian hal itu
merupakan faktor atau pengaruh dari bangsa kita atau masyarakat
disini.”11
Secara tersirat, syair yang menggunakan bahasa Arab ini merupakan
penegasan tentang rukun Islam pertama yaitu Syahadat. Dalam kalimat syahadat
dijelaskan mengenai keesaan Allah sebagai dzat yang tiada sekutu bagi-Nya dan
Nabi Muhammad sebagai pembawa pesan dari Allah.
Dua kalimat syahadat (laa ilaaha illallah Muhammadan Rasulullah)
merupakan rukun Islam yang pertama yang diatasnya didirikan amalan dan tidak
diterima suatu amal tanpa keduanya. Imam Bukhari dan Imam Muslim
meriwayatkan dari sahabat Ibnu Umar radhiallahu ‗anhu, bahwa Rasulullah
Shalalallahu ‗Alaihi Wassalam bersabda:
―Islam dibangun diatas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada ilaah
yang berhak disembah kecuali Allah semata dan bahwasanya Muhammad
itu utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji
dan shaum di bulan Ramadhan.‖ (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits diatas adalah dalil tentang rukun Islam yang salah satunya adalah
syahadatain. Al Hafizh Ibnul Rajab rahimahullah berkata: ―Maksud hadits ini
ialah bahwa Islam dibangun di atas lima perkara yang merupakan rukun dan tiang
penyangga bangunan Islam. Permisalan Islam dengan bangunan dan tiang
penyangga bangunan yang lima adalah bahwa bangunan tidak akan berdiri kokoh
jika tidak mempunyai tiang penyangga. Cabang Islam yang lain merupakan
penyempurna bangunan tersebut. Jika salah satu cabang tersebut tidak ada maka
bangunan tersebut akan berkurang namun masih tetap berdiri, tidak akan runtuh
dengan kekurangan tersebut. Berbeda jika yang kurang tersebut adalah tiang
penyangganya. Tidak perlu diragukan, Islam seseorang akan runtuh semuanya
11
Wawancara pribadi dengan Mumu Safe‘i.
63
jika salah satu rukun tersebut tidak ada. Begitu juga Islam seseorang akan lenyap
bila tidak bersyahadat, karena itu merupakan tiang penyangga Islam.
Adapun dalil syahadat laa ilaaha illallah dalam firman Allah:
‖Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Ilah (yang berhak disembah)
melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-
orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tiadalah ilah
(yang berhak disembah) selain Dia.‖(QS. Ali Imran:18).
Ayat di atas merupakan dalil yang menjelaskan tentang pentingnya
syahadat. Syahadat merupakan kesaksian yang sangat agung, dan bukan untuk
dipermainkan. Persaksian tersebut sangat agung karena bersaksi di hadapan Allah
Subahanahu wa Ta‘ala dan para Malaikat. Persaksian atau pernyataan tersebut
adalah bahwa tiada ilah yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah
semata. Di ayat tersebut juga disebutkan bahwa ahli ‗ilmi yaitu para Nabi dan
ulama mempunyai kedudukan yang tinggi di hadapan Allah, karena Allah
menyebutkan mereka secara khusus dan tidak menyebutkan manusia lain. Allah
menyebutkan mereka secara khusus dan persaksian mereka disertakan dengan
persaksian para malaikat. Ini menunjukkan bahwa pentingnya syahadat sebagai
tauhid.
Sebagaimana informasi bahwa masyarakat desa Sanding pada masa itu
menganut paham Hindu. Syair pertama berisikan kalimat tauhid yang ditujukan
agar mempercayai keberadaan dan menyembah Allah serta percaya pada nabi
Muhammad. Pun begitu, lirik ini menjelaskan pentingnya syahadat. Maka makna
dari syair ketiga ini menjadi penegasan dari syair pertama. Tujuannya untuk
64
memperjelas dan mengingatkan kembali agar masyarakat desa Sanding
mempercayai keberadaan dan menyembah Allah dan nabi Muhammad SAW
sebagai utusan-Nya.
Sebagaimana telah dijelaskan pada syair pertama bahwa keyakinan
terhadap Allah SWT merupakan komunikasi intrapribadi. Pun begitu pada syair
ketiga merupakan komunikasi pada diri sendiri. Keyakinan terhadap Allah dan
Nabi Muhammad bukan hanya sekedar ucapan, akan tetapi dalam setiap tindakan
yang dilakukan harus berdasarkan keyakinan kepada Allah SWT. Kekuatan
komunikasi intrapribadi menjadi modal dasar dalam menjalankan dakwah
fardiyah atau komunikasi antarpribadi.12
4. Makna syair keempat
kyai dagoan kuring
(Kyai tunggu saya)
kuring nutur keur paneuri
(Saya mengikuti dari belakang)
gusti balikeun deui
(Ya allah, kembalikan lagi).
Dalam teks ini, ‗kyai dagoan kuring‘ berarti kyai tunggu saya. Sama
seperti Kyai pada umumnya. Desa Sanding pun kyai adalah sosok tokoh yang ahli
dan paham mengenai agama. Kyai sering menjadi tempat bernaung bagi
masyarakat ketika menghadapi permasalahan sosial. Seperti yang dinyatakan oleh
Udin Holidin sebagai berikut:
“Kyai kan merupakan panutan dan kadang dipercaya untuk memberi
saran bagi masyarakat, istilahnya kyai orang yang diberi pengetahuan
12
Armawati Arbi, Psikologi Komunikasi dan tabligh (Jakarta: Amzah, 2012), cet 1, h.138.
65
lebih mengenai agama karena dia benar-benar fokus dalam mempelajari
agama makanya bisa dibilang guru”13
Kalimat selanjutnya ―kuring nutur keur paneuri‘ yang berarti saya
mengikuti dari belakang. Sebagaimana diketahui bahwa dahulu pementasan
kesenian Badeng sering dilakukan pada perayaan seperti kelahiran. Apabila
melihat hal tersebut, maksud dari kedua kalimat tersebut ditujukan bagi anak yang
baru dilahirkan ke dunia ini. sebagai penerus dari desa Sanding. Anak yang baru
lahir tersebut diharapkan dapat belajar kepada para Kyai dan menjadikannya
sebagai contoh dalam berbagai hal. Hal inipun yang menjadi medan wacana dari
syair ini yang merupakan nasihat. Nasihat yang dimaksud yaitu diharapkan bagi
generas penerus muda atau yang baru lahir agar dapat belajar agama dan
mengikuti apa yang dilakukan oleh para kyai.
Lirik atau kalimat selanjutnya adalah ‗gusti balikeun deui‘, yang berarti ya
Tuhan kembalikan lagi. Kata ‗gusti‘ merupakan sebutan untuk Tuhan, yang juga
biasa digunakan untuk memohon kepada Tuhan atau bisa juga dalam kondisi
mengeluh. Contoh seperti ungkapan ‗gusti, kenapa hidupku seperti ini. berilah
hamba kekuatan dalam menghadapi cobaan‘. Adapun Tuhan yang dimaksud
dalam hal ini jelas adalah Tuhan Allah SWT. Menyambung dari medan wacana
sebelumnya yang merupakan nasihat, maka kalimat ini berarti pengharapan.
Pengharapan disini berupa permohonan kepada Allah agar generasi muda atau
yang baru lahir benar-benar dapat berada di jalan yang benar atau kembali kepada
ajaran Islam. Pengharapan agar generasi penerus tidak kembali kepada perilaku
masyarakat desa Sanding sebelumnya yang menganut ajaran Hindu.
13
Wawancara pribadi dengan Udin Holidin.
66
Sosok Kyai pada syair keempat digambarkan sebagai sosok yang pantas
untuk dijadikan tauladan. Dakwah dzatiyah dalam Komunikasi intrapribadi
menyatakan bahwa faktor pribadi dan situasi mempengaruhi perilaku manusia.
Ketika suatu lingkungan menjadikan sosok kyai sebagai tauladan yang baik, maka
akan menjadikan perilaku manusia yang ada pada lingkungan tersebut baik pula.
Sosok kyai dijadikan tauladan dimaksudkan agar dapat mempengaruhi dan
membantu individu siap kembali ke fitrah. Baharuddin menjelaskan dimensi fitrah
melingkari kotak dimensi-dimensi akal, ruh, nafs, dan kalbu.14
Kesemuanya agar
manusia beribadah kepada Allah SWT.
5. Makna syair kelima
lumbang limung
(Keadaan tidak jelas)
narembong teu boga indung
(Menampakan diri tidak punya ibu)
ngajajal teu boga bapa
(Mencoba sesuau hal tidak punya bapak)
ngaronyok teu boga alo
(Bekumpul tidak mempunyai saudara)
Kata ‗lumbang-limbung‘ pada bahasa sunda digunakan merujuk pada
kondisi tidak ada kejelasan. Misalkan dalam penggunaannya sehari-hari,
ungkapan kata ‗lumbang-limbung‘ melekat pada seorang pengangguran.
Pengangguran biasanya lumbang-limbung; Pengganguran itu biasanya dalam
kondisi tidak memiliki pekerjaan. Arti atau makna dari kata tersebut, berlaku juga
14
Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h. 237.
67
seperti yang tercantum dalam syair kesenian Badeng ini. Dalam syair ini, kata
‗lumbang-limbung‘ merujuk pada kondisi masyarakat akhir abad ke-17 atau
masuk abad ke-18 yang berada pada masa penjajahan Belanda. Selama penjajahan
masyarakat tidak memiliki tujuan, berada dibawah kendali penjajah Belanda, dan
hanya bisa mengikuti segala yang diperintahkannya. Segala bentuk kegiatan
masyarakat diawasi oleh penjajah. Seperti halnya kesenian Badeng pada masa itu
dilarang karena ditakutkan akan membahayakan bangsa Belanda.
Dalam bahasa sunda kata ‗lumbang-limbung‘ merupakan kata dwilingga,
yaitu kata yang diulang seluruhnya. Kata ini terbagi menjadi dua bagian yaitu
yang pertama dwimurni yang pengucapannya tidak dirubah seperti mobil-mobil
dan bangku-bangku, sedangkan yang kedua dwireka yaitu pengucapannya
berubah. Kata ‗lumbang-limbung‘ masuk dalam kategori dwireka yang dilakukan
lebih dari satu kali.15
Jadi kegiatan atau kondisi ketidak jelasan ini bukanlah hal
yang sekali terjadi, melainkan hal yang sering terjadi. Artinya, masyarakat desa
Sanding benar-benar mengalami kondisi ketidak jelasan akibat dari penjajahan
Belanda.
Adapun kalimat selanjutnya yaitu ‗narembong teu boga indung, ngajajal
teu boga bapa, ngaronyok teu boga alo‘ merupakan penjelasan bagaimana ketidak
jelasan itu digambarkan. Dengan kata lain, kalimat tersebut merupakan
pengibaratan. Apabila diperjelas arti dari kalimat tersebut yaitu ‗menampakan diri
seperti tidak mempunyai ibu, mencoba beberapa hal seperti tidak mempunyai
bapak, bekumpul seperti tidak mempunyai saudara.‘ . Secara keseluruhan dapat
15
Supriatna, Tungtunan Basa jeung Sastra Sunda. (Garut: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Wilayah Provinsi Jawa Barat, Kantor Kabupaten Garut, 1994), h. 3.
68
disimpulkan, kondisi individu pada saat itu seperti tidak mempunyai keluarga
sebagai sandaran. Individu seperti budak yang hanya dikendalikan oleh penjajah.
Syair kelima menggambarkan situasi individu yang tidak bisa
mengembangkan dirinya. Dalam psikologi komunikasi, individu ini tidak
mempunyai rasa humanisme. Psikologi humanis memandang manusia memiliki
kualitas dan potensi. Manusia humanis memiliki kemampuan untuk memaknai
hidup, bebas berkehendak serta mengembangkan dirinya sendiri.16
Dalam syair
kelima ini, individu digambarkan tidak mempunyai sosok manusia yang humanis
tersebut. Terusan dari syair kelima berikutnya yaitu:
aduh lilimbungan
(Aduh kegiatan tidak jelas)
aduh gengsor
(Aduh tidak kuat)
ilu ngenong
(Ikut menginap)
Ungkapan kalimat ‗aduh lilimbungan, aduh gengsor‘ jika merujuk kepada
kalimat sebelumnya, ini merupakan ungkapan kesedihan. Diperjelas adanya kata
‗aduh‘. Dalam bahasa sunda ini masuk dalam kecap pancen jenis kecap penyeluk,
yaitu kata-kata yang mengungkapkan perasaan penuturnya. Contoh dalam kecap
panyeluk ini yaitu seperti ah, aduh, dan ih. Kata ‗lilimbungan‘ merujuk dari kata
‗lumbang-limbung‘. ‗lumbang-limbung‘ seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya merupakan kondisi dimana tidak ada kejelasan.
16
Armawati Arbi, Psikologi Komunikasi dan tabligh (Jakarta: Amzah, 2012), cet 1, h.23.
69
Adapun ‗lilimbungan‘ digunakan untuk merujuk dimana kegiatan ketidak
jelasan dilakukan. Contoh dalam bahasa indonesia kegiatan bermain mobil
mainan disebut ‗mobil-mobilan‘, sedangkan dalam bahasa sunda kegiatan
bermain mobil mainan atau ‗mobil-mobilan‘ tersebut menggunakan istilah
‗momobilan‘. Hal inipun yang berlaku dalam kata atau istilah ‗lilimbungan‘.
Dalam bahasa sunda, kata lilimbungan masuk dalam kecap rajekan. Kecap
rajekan yaitu kata yang disebutkan dua kali atau lebih, sebagian atau seluruhnya,
rubah suaranya atau tidak rubah.17
Kecap rajekan ini terbagi menjadi beberapa
bagian, adapun kata lilimbungan masuk dalam jenis dwipurwa dengan ditambah
akhiran –an. Kata dwipurwa dalam bahasa sunda bisa dilihat dari huruf atau kata
pertama yang diulang. Seperti kata lilimbungan, asalnya dari kata ‗limbung‘
masuk kategori dwipurwa dan ditambah akhiran –an jadi lilimbungan. Hal ini
menunjukkan kegiatan yang sering dilakukan, seperti ungkapan ‗mobil-mobilan‘,
yaitu merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh anak kecil. Begitupun
‗lilimbungan‘, kondisi tidak jelas ini dijelaskan sering terjadi dan dilakukan oleh
masyarakat desa Sanding.
Kata ‗gengsor‘ yaitu bermakna atau berlaku dalam kondisi ketika tidak
kuat melihat atau melakukan sesuatu. Jadi ungkapan yang dimaksud adalah
ungkapan sedih karena tidak kuat atau tidak tahan melihat kondisi masyarakat
yang tidak jelas karena seperti tidak memiliki arah tujuan hidup.
Selain dari hal yang sudah dijelaskan diatas, maksud dari syair disini
sebenarnya adanya suatu pengharapan. Pesan tersirat berupa harapan yang
dimaksud adalah meskipun mayarakat di desa Sanding berada dalam kondisi
17
Supriatna, Tungtunan Basa jeung Sastra Sunda, h. 3.
70
ketidak jelasan dan mengahadapi berbagai kesulitan, tetapi mereka harus tetap
yakin dan percaya terhadap ajaran Allah SWT. Pemahaman atau keyakinan
terhadap Allah SWT tidak boleh runtuh atau terpengaruhi oleh penjajah Belanda
atau paham lain. Hal inipun menjelaskan bahwa agama Islam merupakan sandaran
bagi siapa saja, serta salah satu dari tujuan hidup agar hidup bisa dimaknai. Hal ini
juga ditegaskan oleh Mumu Safe‘i yang menyatakan:
“ini merupakan sindirian walaupun tidak ada pemimpin karena waktu itu
dalam penjajahan belanda tapi masyarakat harus dewasa jangan sampai
terpecah belah, begitu juga harus tetap percaya terhadap islam jangan
terpengaruhi oleh paham lain. jadi memang pada saat itu kondisinya
sedang kacau karena penjajahan.”18
Kacau yang dimaksudkan oleh Mumu bisa juga berarti karena kondisi
terjajah, tidak mempunyai aturan jelas yang sesuai dengan ajaran Islam. Adapun
kalimat atau kata terakhir dalam syair ini yaitu ‗ilu ngenong‘ yang dalam bahasa
sunda asal katanya adalah ‗milu ngendong‘. Dalam kata ‗ilu ngenong‘ ada
beberapa huruf yang hilang Hal ini merupakan kebiasaan dari masyarakat Sunda
khususnya masyarakat desa Sanding dalam pelafalan atau pengucapan. Contohnya
kata ‗bandung‘ menjadi ‗banung‘. Jika dalam bahasa indonesia seperti kata
‗enggak‘ dalam pelafalannya jadi ‗engga‘. Arti kata dari ‗milu ngendong‘ adalah
ikut menginap. Mumu Safe‘i mengatakan bahwa:
“Untuk dulu karena masih diperbolehkan sesajen, maka ketika ada
perayaan atau syukuran kesenian badeng ini dipentaskan semalaman
tanpa henti.”19
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kalimat
‗ilu ngenong‘ bermakna dan berlaku ketika kesenian badeng ini digunakan dalam
sebuah perayaan yang dipentaskan semalaman. Maksudnya karena para pemain
18
Wawancara pribadi dengan Mumu Safe‘i. 19
Wawancara pribadi dengan Mumu Safe‘i.
71
kesenian Badeng ini mementaskan kesenian semalaman maka mereka meminta
ijin agar diperbolehkan ikut menginap. Dalam terusan syair terakhir ini, para
pemain kesenian Badeng mengekspresikan dirinya terhadap situasi yang terjadi.
Para pemain mengekspresiakan kesedihan melihat individu di Desa Sanding tidak
memiliki sosok manusia humanis dan tidak berbuat apa-apa.
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan, temuan makna teks dalam
penelitian syair kesenian Badeng disimpulkan pada tabel di bawah ini:
Tabel
Hasil Temuan Makna Teks pada Syair Kesenian Badeng
No Syair Arti Temuan Makna
1 Lailahaillallah
Tiada tuhan selain Allah, Untuk menghilangkan
kepercayaan
masyarakat desa
Sanding yang
memiliki paham
Hindu agar
mempercayai Allah
SWT.
Muhammadarasulullah Muhammad utusan
Allah
2 Lantung Layung
Melakukan kegiatan di
sore hari
Nasihat untuk
mengamalkan salah
satu sunnah Rasul
yaitu menyegerakan
menikah dengan
pasangan.
Langlayang Alus
diayun
Layangan bagus jika di
ayunkan
Siang beurang siang
peuting
Siang malam
Kuar-kier kari sok
ngong panganten
Kesana kemari mencari
pasangan untuk tinggal
di nikahkan
3 Ya‘ti ulla illah ala
ya‘ti ha illalloh
Datang, tiada yang
datang kecuali Allah
Penegasan agar
masyarakat desa
Sanding mempercayai
keberadaan dan
menyembah Allah
dan mempercayai
nabi Muhammad
SAW sebagai utusan-
Nya.
Ala ya‘ti
Muhammadun
rosulillah
Muhammad Rasulullah
datang, tiada tuhan
selain Allah
Ha ilalloh
muhammadu
rosululloh
Muhammad utusan
Allah
72
4 kyai dagoan kuring
Kyai tunggu saya Pengharapan agar
generasi muda atau
anak yang baru lahir
di desa Sanding
berada di jalan yang
benar atau kembali
kepada ajaran Islam.
Pengharapan agar
generasi penerus
tidak kembali kepada
perilaku masyarakat
desa Sanding
sebelumnya yang
menganut ajaran
Hindu.
kuring nutur keur
paneuri
Saya mengikuti dari
belakang
gusti balikeun deui Ya allah, kembalikan
lagi
5 lumbang limung
Keadaan tidak jelas Gambaran kondisi
masyarakat Desa
Sanding yang tidak
memiliki arah atau
tujuan hidup karena
dibawah kendali
penjajah.
narembong teu boga
indung
Menampakan diri tidak
punya ibu
ngajajal teu boga bapa
Mencoba sesuatu hal
tidak punya bapak
ngaronyok teu boga
alo
Bekumpul tidak
mempunyai saudara
aduh lilimbungan
Aduh kegiatan tidak
jelas
aduh gengsor Aduh tidak kuat
ilu ngenong
Ikut menginap
Berdasarkan Tabel temuan teks pada syair kesenian Badeng, makna syair
tidak memiliki kesinambungan apabila dilihat secara perbait. Namun makna teks
dapat dilihat kesinambungannya ketika diartikan secara keseluruhan. Adapun
apabila dilihat dari segi dakwah dan komunikasi, hasil temuan makna teks bisa
dilihat pada tabel di bawah ini:
73
Tabel
Hasil Temuan Makna Teks pada Syair Kesenian Badeng dilihat dari
Dakwah dan Komunikasi
No Syair Makna Dakwah dan Komunikasi Temuan
1 Pertama Terdapat unsur dakwah dzatiyah dan masuk
dalam kategori komunkasi intrapribadi
Adanya kalimat
thayyibah yang
merupakan
kalimat yang
mengandung
kebenaran dan
kebajikan yang
bermanfaat bagi
dirinya sendiri
kemudian orang
lain.
2 Kedua Terdapat unsur dakwah fardiyah dan masuk
dalam komunikasi antarpribadi
Adanya Nasihat
untuk melakukan
sunnah rasul yaitu
menyegerakan
pernikahan.
Pernikahan
bertujuan untuk
membangun dan
membina sebuah
keluarga.
3 Ketiga Terdapat unsur dakwah dzatiyah dan masuk
dalam kategori komunkasi intrapribadi
Kepercayaan dan
keyakinan kepada
Allah dan Nabi
Muhammad
bukan hanya
untuk diucapkan
akan tetapi setiap
tindakan yang
dilakukan harus
mencerminkan
bahwa kita
sebagai individu
harus benar-benar
yakin percaya
pada Allah SWT
serta nabi
Muhammad
SAW.
4 Keempat Terdapat unsur dakwah dzatiyah dan masuk
dalam kategori komunkasi intrapribadi
Sosok Kyai
dijadikan tauladan
agar individu di
lingkungan Desa
Sanding menjadi
74
pribadi yang siap
kembali ke fitrah
yaitu beribadah
kepada Allah Swt.
5 Kelima Masuk dalam kategori komunikasi
intrapribadi dan antarpribadi
Menggambarkan
individu yang
tidak mempunyai
rasa humanis
untuk
mengembangkan
dirinya sendiri
yang menjadi
dasar dari
komunikasi
intrapribadi dan
antarpribadi
Dominasi dakwah dzatiyah pada syair kesenian Badeng menegaskan
bahwa untuk pertama kali yang harus dilakukan dalam berkomunikasi adalah
komunikasi pada diri sendiri. Setelah penguatan pada diri sendiri sudah dilakukan,
tahapan selanjutnya komunkasi atarpribadi dan kelompok akan mudah untuk
dilakukan.
B. Analisis Semiotika Sosial dalam Syair Kesenian Badeng
Penelitian menggunakan analisis semiotika M.A.K Halliday, terfokus pada
tiga unsur konsep situasi yang menjadi pusat penafsiran teks secara kontekstual.
Konsep-konsep tersebut yaitu medan wacana (field of discourse), pelibat wacana
(tenor of discourse), dan sarana wacana ( mode of discourse).
Pada pembahasan sebelumnya mengenai analisis makna teks sudah
disinggung mengenai medan wacana pada syair kesenian badeng ini. Adapun
dalam pembahasan ini akan dijelaskan secara lebih rinci dengan melihat
keseluruhan dari syairnya, yang kemudian akan dibagi kedalam tiga unsur konsep
yang ada dalam semiotika sosial.
75
1. Medan Wacana
Medan wacana yaitu bertujuan untuk melihat dari ranah pengalaman apa
yang terjadi dengan proses dan juga keadaan yang terjadi. Hal ini bertujuan untuk
membantu memahami teks sebaik-baiknya seperti yang sudah dilakukan pada
pembahasan sebelumnya.
Pada pembahasan sebelumnya, analisis makna teks dibantu dengan
melihat dari sejarah terlahirnya kesenian Badeng agar teks mudah dipahami.
Selain dari melihat keadaan yang terjadi, medan wacana bisa dibantu dengan
melihat dari tujuan jangka panjang dan pendek. Dengan melihat dari tujuan jangka
pendek dan jangka panjangnya teks bisa dipahami sebaik-baiknya.
Seperti pada syair kesenian Badeng, jelas terlihat bahwa tujuan yang ingin
segera dicapai adalah ingin masyarakat sekitar yang menganut paham hindu agar
masuk dalam ajaran Islam. Tujuan jangka panjang bisa dilihat merujuk pada
tempat teks ini dulunya berlaku atau lahir, berdasarkan data yang didapat peneliti
semua masyarakat desa Sanding menganut agama Islam dan hal ini masuk
kepada tujuan jangka panjang apabila meihat dari tujuan jangka pendek
sebelumnya yang ingin mengislamkan masyarakat desa Sanding.
Secara keseluruhan yang menjadi medan wacana dalam syair kesenian
Badeng ini ialah proses peng-islaman terhadap masyarakat sekitar. Hal ini
tidaklah mengherankan mengingat semua pemain kesenian Badeng terdahulu
merupakan ahli agama. Apabila di garis besarkan, dalam syair ini yang dibahas
adalah hal-hal utama yang harus diperhatikan dalam bertauhid yaitu percaya akan
adanya tuhan dan semua yang di ciptakannya. Seperti pada syair pertama, medan
wacana merujuk pada pengenalan agama Islam. Disini dijelaskan bahwa Islam
76
merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Syair ini di cantumkan di
awal mempertegas bahwa yang harus dilakukan untuk masuk Islam adalah
mempercayai akan adanya Allah, dan mengakui Nabi Muhammad sebagai utusan-
Nya. Sejalan dengan apa yang dikatakan Mumu safe‘i:
“kenapa kalimat ini dicantumkan adalah tentu harus ada pengenalan.
Islam itu apa seperti apa, ya diawali lah dengan kalimat lailahailallah.
Maka jelas hal ini bertujuan agar masyarakat sekitar mempercayai
keberadaan Allah dan Muhammad sebagai rasul-Nya.”20
Tentu maksud pengenalan disini adalah untuk mengajak agar bertauhid
kepada Allah. Hal inipun dipertegas pada syair ketiga, yang secara tersirat
merupakan penegasan tentang rukun Islam pertama yaitu syahadat. Dalam kalimat
syahadat dijelaskan mengenai keesaan Allah sebagai dzat yang tiada sekutu bagi-
Nya dan Nabi Muhammad sebagai pembawa pesan dari Allah. Dua kalimat
syahadat (laa ilaaha illallah wa anna Muhammadan Rasulullah) merupakan rukun
Islam yang pertama yang diatasnya didirikan amalan dan tidak diterima suatu
amal tanpa keduanya. Maka menyambung dari sebelumnya syair ini dulunya
digunakan untuk mengajak kepada ajaran islam yang mempercayai kepada Allah
dan Muhammad dan juga diharapkan agar mempercayai keduanya –tidak salah
satunya— agar amalan yang dilakukan diterima oleh Allah.
Kemudian pada medan wacana yang membahas mengenai tauhid yang
mengharuskan percaya dengan semua yang diciptakan oleh Allah. Hal ini
dijelaskan pada syair kedua, yang merupakan penegasan untuk mempercayai
ciptaan Allah dan anjuran untuk mengamalkan ajaran Islam yaitu pernikahan.
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya mengenai makna teks, pada syair
kedua ciptaannya merujuk pada kata senja. Senja merupakan keadaan sore hari
20
Wawancara pribadi dengan Mumu Safe‘i.
77
yang lahir ketika matahari akan terbenam. Pada syair kedua pun ada makna teks
yang menganjurkan untuk mengamalkan salah satu ajaran Islam yaitu pernikahan.
Anjuran nikah ini melihat dari kondisi desa Sanding yang suka melakukan
kegiatan di sore hari dimana para remaja selalu mencari pasangan. Syair kedua ini
bertujuan untuk menghindari dari adanya perzinaan diantara para remaja sekitar,
maka lebih bagus untuk segera menikah karena itu merupakan anjuran dari agama
Islam yang salah satu tujuannya untuk menjaga keturunan.
Selain anjuran untuk mengamalkan ajaran Islam yaitu pernikahan medan
wacana dalam syair ini juga memberikan nasihat. Nasihat yang dimaksud ada
pada syair keempat. Seperti yang telah disinggung dalam pembahasan
sebelumnya, nasihat disini yaitu diharapkan bagi generas penerus muda atau anak
yang baru lahir bisa belajar agama dan mengikuti arahan dari para Kyai di desa
Sanding yang dipercaya sebagai sosok yang patut di contoh karena memperdalami
agama Islam lebih dalam dan sebagai sesepuh yang harus dihormati. Pada syair
keempat pun berisi doa dan harapan bagi generasi penerus. Pengharapan disini
memohon kepada Allah agar generasi muda atau yang baru lahir tadi benar-benar
dapat kembali kepada jalan yang benar yaitu ajaran Islam. Pengharapan agar
generasi penerus tidak kembali kepada perilaku masyarakat desa Sanding
sebelumnya yang menganut ajaran Hindu. Dalam permasalahan ini Udin sebagai
dalang ketujuh memperjelas dalam wawancara yang dilakukan peneliti:
“jadi dulu itu kan hindu, masyarakatnya suka sesajen. Sesajen ini
dilakukan ketika seperti perayaan hasil tani. Karena sulit mengilangkan
kebiasaan itu maka hal itu dibiarkan, akan tetapi di masukan juga ajaran
islam seperti khitanan, perkawinan dan kelahiran itu dirayakan. Nah
ketika perayaan itulah Kesenian badeng itu dipentaskan, selain untuk
78
meramaikan juga sebagai bentuk syukur dan memberi wejangan dalam
syairnya.”21
Wejangan yang dimaksud narasumber diatas yaitu nasihat. Nasihat yang
diberikan bukan hanya untuk generasi penerus seperti yang dipermasalahkan
dalam syai ketiga. Pada syair kelima harapan dan nasihat pun diberikan untuk
masyarakat desa Sanding pada saat itu. Nasihat yang dibahas adalah mengenai
keyakinan terhadap Islam tidak boleh runtuh oleh keadaan yang tidak jelas.
Keadaan tidak jelas ini merujuk pada kondisi masyarakat akhir abad ke-17 atau
masuk abad ke-18 yang berada pada masa penjajahan Belanda. Selama
penjajahan, masyarakat tidak mempunyai tujuan dan pemimpin, mereka berada
dibawah kendali penjajah Belanda, masyarakat hanya bisa mengikuti segala yang
diperintahkan oleh para penjajah. Segala bentuk yang dilakukan oleh masyarakat
diawasi oleh penjajah. Hal ini juga yang ditegaskan oleh Mumu Safe‘i yang
menyatakan:
“untuk dulu kan tidak ada pemimpin karena waktu itu dalam penjajahan
belanda tapi masyarakat harus dewasa jangan sampai terpecah belah,
begitu juga harus tetap percaya terhadap islam jangan terpengaruhi oleh
paham lain. jadi memang pada saat itu kondisinya sedang kacau karena
penjajahan.”22
Sebagaimana telah dibahas makna dari syair kelima, bahwa kekacauan
masyarakat Sanding pada saat itu digambarkan seperti tidak mengenal satu sama
lain, bahkan seperti tidak mengenal keluarganya sendiri. Hal ini bertentangan
dengan ajaran Islam yang harus menjaga silaturahim dan silaturahmi. Karena
keadaan yang kacau, pesan tersirat yang dibahas pun berharap agar Islam
dijadikan sandaran. Maksudnya ketika masyarakat desa Sanding tidak mempunyai
aturan yang jelas dan dibawah kendali dari para penjajah, masyarakat diharapkan
21
Wawancara pibadi dengan Udin Holidin. 22
Wawancara pibadi dengan Mumu Safe‘i.
79
tetap yakin akan Islam beserta ajarannya agar mereka mempunyai tujuan hidup
yang jelas tidak hanya sebagai budak yang hanya mengikuti perintah penguasa
saja. Ketika Islam yang dibawa nabi Muhammad diharapkan bisa jadi sandaran
maka yang perlu dilakukan adalah pecaya dan meyakini akan adanya Allah. Hal
ini menegaskan kembali bahwa syair kesenian Badeng menginginkan masyarakat
desa Sanding bertauhid kepada ajaran Allah yang dibawa nabi Muhammad yaitu
agama Islam.
2. Pelibat Wacana
Pelibat wacana dalam semiotika sosial Mak Halliday yaitu siapa saja yang
terlibat baik yang dicantumkan dalam teks itu sendiri atau yang terlibat dalam
prosesnya dimana teks itu berlaku. Pelibat wacana ini juga membantu dalam
memahami teks dari konteksnya agar bisa dipahami sebaik-baiknya. Dengan
melihat siapa saja yang terlibat akan terlihat apa yang sedang dipermasalahkan
dan maksud dari teks itu sendiri. Contoh sederhana adalah kata ‗cokot‘ bagi orang
Sunda berarti ‗ambil‘ sedangkan bagi orang Jawa berarti ‗gigit‘. Untuk bisa
mengartikan arti dari kata ‗cokot‘ itu ‗ambil atau gigit‘ bisa dengan melihat siapa
yang terlibat didalamnya orang Sunda atau Jawa. Apabila yang terlibat dalam
teks itu adalah orang Sunda maka kata ‗cokot‘ berarti ambil sedangkan apabila
yang terlibat orang Jawa maka kata ‗cokot‘ berarti gigit. Dalam pelibat wacana ini
yang dibahas adalah mengenai peran masyarakat dalam teks yang juga mencakup
status dan jarak sosialnya.
Dalam teks syair Kesenian Badeng, terlihat dari medan wacana yang
sudah dibahas sebelumnya peran masyarakat desa Sanding adalah sebagai objek
dan yang menjadi subjeknya adalah para pemain kesenian Badeng. Masyarakat
80
desa Sanding dalam teks syair ini diperlihatkan hanya sebagai objek dari pesan-
pesan yang ingin disampaikan oleh para pemain kesenian Badeng. Maka hal ini
menegaskan kembali bahwa teks syair ini merupakan dakwah, karena muatan
dalam syair ini pesannya yaitu berupa anjuran untuk mengamalkan ajaran Islam
seperti pernikahan dan juga nasihat. Dalam syair ini, status sosial masyarakat desa
Sanding disamakan yaitu yang kesemuanya menganut paham Hindu. Adapun
jarak sosial hanya dibedakan antara masyarakat desa Sanding dengan para
penjajah Belanda. Dalam teks syair ini para pemain kesenian Badeng membaur
dan masuk dari bagian masyarakat desa Sanding, tidak ada jarak sosial diantara
keduanya. Hal ini juga menegaskan dakwah yang dipakai melalu pendekatan
kesenian Badeng ini secara halus dan pelan-pelan, tidak dipaksakan.
Dalam teks syair kesenian Badeng sendiri, ada beberapa sosok yang
dicantumkan. Pertama adalah sosok Kyai. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) kata Kiai yaitu berarti sebutan bagi alim ulama yang cerdik atau pandai
dalam ajaran agama Islam. Kata Kiyai berasal dari gabungan dua unsur kata,
yakni ‗ki‘ dan ‗yai‘. Kata ‗ki‘ adalah panggilan kepada laki-laki yang dihormati.
Bagi wanita, kata ‗ki‘ diganti dengan ‗nyi‘. Sampai saat ini, sebutan ‗ki‘ tetap
melekat bagi orang-orang yang beraktivitas dalam kebudayaan Jawa. Baik dalam
ranah fisik maupun spiritual. Sedangkan ‗yai‘ adalah gelar kehormatan bagi
apapun yang dianggap memiliki kewaskitaan dan kewibawaan.
Kata ‗kyai‘ ini memiliki sinonim dalam Bahasa Arab, yakni syaikh. Secara
terminologi, arti kata syaikh adalah orang-orang yang telah sampai pada derajat
keutamaan, yakni berpengetahuan agama dan mengamalkan ilmu itu untuk dirinya
sendiri serta mengajarkan kepada murid-muridnya. Penyebutan ‗kyai‘ ini berasal
81
dari inisiatif masyarakat, bukan dari dirinya sendiri. Orang yang sudah melampaui
usia sepuh pun disebut syaikh, dan anak muda yang berpengetahuan agama luas
serta mulia budinya juga disapa dengan sebutan syaikh. Intinya, sebutan ‗kyai‘
disematkan bagi orang-orang yang khususnya mereka yang berpengetahuan
agama dan membimbing masyarakat, baik di lingkungan pesantren atau bukan.
Sebagaimana yang telah dijelaskan, di desa Sanding pun Kyai adalah
sosok yang dipercaya sebagai ahli dan paham mengenai agama. Kyai sering
menjadi tempat bernaung bagi masyarakat ketika menghadapi permasalahan
sosial. Seperti yang dinyatakan oleh udin Holidin dalam sesi wawancara:
“Kyai kan merupakan panutan dan kadang dipercaya untuk memberi
saran bagi masyarakat, istilahnya kyai orang yang diberi pengetahuan
lebih mengenai agama karena dia benar-benar fokus dalam mempelajari
agama makanya bisa dibilang guru”23
Selain dari sosok Kiai, pelibat yang dicantumkan dalam teks syair ini yaitu
Nabi Muhammad. Beliau merupakan Nabi terakhir yang dipercayai membawa
ajaran agama Islam. Pencantuman ‗Muhammad‘ dalam syair ini karena beliau
merupakan suri tauladan bagi kaumnya, dalam hal apapun itu. Diantara sifat-sifat
beliau yang harus dijadikan tauladan bagi kaum muslimin adalah kebenarannya
dalam setiap bertindak (Sidiq), menyampaikan pada setiap titipan (Tabligh),
bertanggungjawab pada setiap urusan (Amanah), dan memiliki kecerdasan
sehingga menghasilkan perangai yang baik dan bijaksana (Fathonah). Sifat-sifat
ini terbukti telah menjadikan Muhammad SAW sukses dalam melakukan
penyebaran agama dan berhasil membangun sebuah negara Islam.
Apabila dilihat dari sejarahnya, perjuangan para pemain kesenian Badeng
terdahulu pun hampir sama seperti perjuangan Nabi Muhammad. Para tokoh
23
Wawancara pribadi dengan Udin Holidin.
82
kesenian Badeng dalam menyebarkan agama Islam harus berjuang melawan para
penjajah Belanda. Maka disini nabi Muhammad dicantumkan dalam syair
kesenian Badeng karena Muhammad mempunyai sifat-sifat yang baik yang bisa
dicontoh, yang terbukti sukses membawa rakyatnya ke arah yang lebih baik
(bangsa Arab).
Pelibatan nabi Muhammad pada syair ini juga ditujukan kepada para
masyarakat sekitar agar bisa menjadikannya sebagai sosok yang dicontoh ketika
menghadapi kesulitan. Nabi Muhammad dalam menyebarkan agama Islam,
banyak menghadapi pertentangan, cemoohan, dan kesulitan lainnya. Akan tetapi
nabi Muhammad sabar menghadapi itu dan iklas menerimanya, serta tetap yakin
kepada Allah. Hal ini yang diharapkan juga ada pada masyarakat desa Sanding
yang pada saat itu sedang mengalami berabagai kesulitan karena penjajahan.
Walaupun berada dibawah tekanan masyarakat desa Sanding diharapkan bisa
berperilaku seperti Nabi Muhammad yang sabar dalam menghadapi kesulitan,
ikhlas dan tetap yakin kepada Allah.
3. Sarana Wacana
Dalam semiotika sosial, sarana wacana membantu memahami teks dengan
cara bagaimana bahasa itu berperan. Termasuk didalamnya tipe interaksi yang
digunakan dilihat dari jumlah pelaku dan medium yang digunakan dalam bentuk
lisan, tulisan atau isyarat. Selain itu diperhatikan juga dalam sarana wacana ini
saluran yang digunakan terkait dengan bagaimana teks itu disampaikan dan yang
terkahir gaya bahasa yang digunakan.
Adapun sarana wacana dalam teks syair ini, kesenian Badeng hanya
sebagai saluran atau media yang digunakan untuk menyampaikan syair-syair atau
83
pesan didalamnya. Sebagaimana yang sudah diketahui, sejarah dari lahirnya
kesenian Badeng ini untuk berdakwah, dan kesenian ini sebagai wadahnya. Dari
dulu hingga sekarang kesenian Badeng ini dipentaskan di kalangan umum. Lirik
di nyanyikan dengan keras oleh dalang dengan memainkan angklung Roel yang
menunjukkan mediumnya berupa lisan. Hal ini juga menunjukan bahwa jumlah
pelaku yang terlibat sangat banyak dan sifatnya hanya satu arah atau tidak ada
timbal balik dalam tipe interaksinya. Terkait dengan gaya bahasa yang digunakan
dalam teks syair kesenian badeng ini, penulis akan mengkategorikannya sesuai
dengan bagian syair yang terbagi menjadi lima, diantaranya:
a. Syair pertama: terdapat Gaya Bahasa antiklimaks; penjabaran dan
tautologi; penegasan.
Terjemahan dari syair pertama, yaitu ―tiada tuhan selain Allah,
Muhammad adalah utusan Allah.‖ Kalimat tersebut, atau kata-kata yang
digunakan jika dikategorikan masuk dalam majas antiklimaks.
Majas antiklimaks merupakan suatu acuan yang berisi gagasan-gagasan
yang diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang
penting. Jika melihat dari kalimat tersebut, pesan yang disampaikan adalah
pertama harus meyakini akan adanya Allah selanjutnya harus meyakini
Muhammad yang merupakan utusan Allah. Maka jelas kalimat ini menggunakan
gaya bahasa yang berurut, dari mulai Allah kemudian Muhammad.
Kalimat ini juga bisa masuk dalam majas atau gaya bahasa tautologi.
Tautologi adalah penegasan terhadap suatu hal yang mengandung unsur
pengulangan tetapi dengan menggunakan kata-kata yang lain. Setelah kalimat
84
‗tiada tuhan selain Allah‘ dilanjut dengan kalimat penegasan yang menyatakan
‗muhammad adalah utusan Allah‘. Disini terlihat ada perulangan dan penegasan.
b. Syair kedua: terdapat Gaya bahasa Asonasi; repetisi pada vokal yang
sama.
Kalimat ‗lantung layung, langlayang alus diayun‘ jika dikategorikan
masuk dalam gaya bahasa Asonasi. Asonasi adalah jenis gaya bahasa repetisi
yang berupa perulangan pada vokal yang sama. Seperti yang sudah dijelaskan
pada medan wacana, maksud dari perulangan dalam syair ini yaitu kalimat kedua
‗langlayang alus diayun‘ memperjelas kalimat sebelumnya yaitu ‗lantung layung‘,
hal ini merupakan gaya bahasa perulangan pada vokal yang sama.
c. Syair ketiga: terdapat Gaya bahasa Epizeukis; perulangan untuk
penekanan.
Sarana Wacana dalam teks ini, yaitu terdapat kalimat ―Tiada yang datang
kecuali Allah. Tiada tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah‖. Banyak
perulangan dalam kalimat ini yang menekankan kepada kata ―Allah‖. Berdasarkan
hal tersebut jika dikategorikan, kalimat ini masuk dalam gaya bahasa Epizeukis.
Epizeukis adalah gaya bahasa perulangan yang bersifat langsung, yaitu kata yang
ditekankan diulang beberapa kali berturut-turut. Allah menjadi kata yang diulang
beberapa kali yang berarti menunjukkan penekakan bahwa harus benar yakin
terhadap Allah dan nabi Muhammad sebagai utusan-Nya.
d. Syair keempat: terdapat Gaya Bahasa Tautologi; perulangan;
menjelaskan.
Kalimat ―kyai dagoan kuring, kuring nutur keur paneuri‖ jika
dikategorikan masuk dalam gaya bahasa tautologi. Tautologi adalah penegasan
85
terhadap suatu hal yang mengandung unsur perulangan tetapi dengan
menggunakan kata-kata yang lain. Kalimat ‗kyai dagoan kuring‘ jika diartikan
adalah kyai tunggu saya, selanjutnya dipertegas kembali dengan ada kata
perulangan yaitu ‗kuring nutur keur paneuri‘ yang berarti saya mengikuti dari
belakang. Kalimat kedua ini juga menjelaskan atau menegaskan dari ungkapan
yang pertama, yaitu menunggu karena ingin mengikuti dari belakang.
e. Syair kelima: terdapat Gaya bahasa perumpamaan, metafora, dan
alegori; membandingkan dengan cerita akan tetapi bukan arti
sebenarnya.
Pada kalimat ‗narembong teu boga indung, ngajajal teu boga bapa,
ngaronyok teu boga alo‘, seperti yang sudah dijelaskan pada medan wacana
bahwa ini merupakan pengibaratan. Oleh karena itu jika dikategorikan masuk
dalam gaya bahasa perumpamaan. Gaya bahasa perumpamaan adalah
membandingkan beberapa hal yang berbeda sehingga dianggap memiliki unsur-
unsur persamaan di antara keduanya. Tidak mempunyai ibu, bapa, dan saudara
merupakan hal yang berbeda tapi mempunyai kesamaan yaitu sama-sama tidak
punya. Selain itu juga masuk dalam gaya bahasa metafora. Gahaya bahasa
metafora adalah pemakaian kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan
sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Berdasarkan
pengamatan dari peneliti, kalimat ini bukan arti sebenarnya. Karena tidak
mungkin masyarakat sekitar tidak punya orang tua atau saudara. Menampakkan
diri seperti tidak mempunyai ibu, apabila dilihat maksudnya seperti tidak
mempunyai kasih sayang dari ibu. Mencoba beberapa hal seperti tidak punya
86
bapak, maksudnya seperti tidak diajarkan oleh sosok ayah. Dan berkumpul seperti
tidak mempunyai saudara, maksudnya seperti tidak mempunyai teman dekat.
Kemudian bisa masuk dalam gaya bahasa alegori. Gaya bahasa alegori
adalah cerita yang dikisahkan dalam Iambang-lambang, tempat atau wadah objek-
objek atau gagasan-gagasan yang dipelambangkan. Hal ini dikarenakan kalimat
tersebut seperti sebuah kisah atau dikisahkan dalam lirik ini, dan dilambangkan
berdasarkan ikatan keluarga.
Berikut ini merupakan tabel hasil ringkasan dari komponen analisis
semiotika sosial pada kesenian Badeng yang telah dipaparkan sebelumnya.
Tabel
Hasil Temuan Analisis Semiotika Sosial pada Syair Kesenian Badeng.
No Komponen
Analisis Semiotika
Sosial
Syair Temuan
1 Medan wacana Keseluruhan Kondisi masyarakat Desa Sanding
yang beragama Hindu dan dalam masa
penjajahan. Syair diciptakan untuk
mengajak masyarakat Sanding
mempercayai Allah dan segala yang
diciptakan-Nya, Serta mempercayai
Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya.
Dalam Syair terdapat makna yang
memberikan nasihat untuk
mengamalkan salah satu sunnah Nabi
Muhammad yaitu menyegerakan
Nikah. Kemudian nasihat agar
menjadikan Allah sebagai sandaran
hidup. Selanjutnya terdapat makna
berupa pengharapan agar generasi
muda berada di jalan Allah SWT.
2 Pelibat wacana Keseluruhan Seluruh masyarakat desa Sanding
menjadi bagian dari syair kesenian
Badeng. Status dan jarak sosial
masyarakat semuanya di samakan dan
tidak ada yang dibedakan. Kecuali
Sosok Kyai yang dicantumkan dalam
syair sebagai tokoh yang dipercaya
masyarakat dan dianggap mempunyai
pengetahuan lebih tentang agama.
87
Kemudian dicantumkannya Nabi
Muhammad sebagai sosok panutan
agama Islam yang harus dipercaya
bahwa beliau merupakan utusan Allah.
3 Sarana wacana Keseluruhan
Pertama
Syair yang digunakan menggunakan
bahasa lokal, yang biasa digunakan
sehari-hari oleh masyarakat desa
Sanding. Syair Kesenian Badeng ini
dinyanyikan dan dipentaskan secara
terbuka dengan jumlah pelaku yang
terlibat banyak. Adapun perasaan teks
atau gaya bahasa dari syair ini sebaai
berikut:
Gaya Bahasa antiklimaks; penjabaran
dan tautologi; penegasan.
Kedua Gaya bahasa Asonasi; repetisi pada
vokal yang sama.
Ketiga Gaya bahasa Epizeukis; perulangan
untuk penekanan.
Keempat Gaya Bahasa Tautologi; perulangan;
menjelaskan.
Kelima Gaya bahasa perumpamaan, metafora,
dan alegori; membandingkan dengan
cerita akan tetapi bukan arti
sebenarnya.
C. Analisis Makna Tauhid Dalam Syair Kesenian Badeng
Tauhid merupakan landasan terpenting dalam agama para rasul dan poros
utama dakwah mereka. Allah Ta‘ala berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah mengutus seorang rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): “Beribadahlah kepada Allah (saja), dan jauhilah
Thoghut (segala sesuatu yang diibadahi selain Allah dalam keadaan dia
ridho)” (An-Nahl : 36)
88
“Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami
wahyukan kepadanya : “Bahwasanya tidak ada ilah (yang hak) melainkan
Aku, maka beribadahlah kalian semua kepada-Ku” (Al-Anbiya’ : 25)
Tauhid adalah masalah yang paling penting dalam Islam. Tauhid adalah
satu-satunya garis pemisah yang membedakan antara muslim dan kafir. Dengan
tauhid, jiwa, harta, dan kehormatan seorang hamba diharamkan (wajib
dijaga/dilindungi). Maka dari itu, tauhid merupakan kewajiban pertama atas setiap
hamba.
Tauhid adalah meyakini bahwa Allah-lah satu-satunya Pencipta, Penguasa,
dan Pengatur seluruh alam, Allah sebagai satu-satunya yang berhak dan pantas
diibadahi, dan hanya Allah sajalah yang memiliki nama-nama yang indah dan
sifat-sifat kesempurnaan, tidak serupa dengan sifat-sifat makhluk-makhluk-Nya.
Ringkasnya, tauhid adalah meyakini keesaan Allah dalam rububiyyah-Nya,
uluhiyyah-Nya, dan asma‘ dan shifat-Nya.
Kesenian Badeng merupakan alat yang digunakan untuk berdakwah yaitu
mengajak agar masyarakat desa Sanding menyembah Allah SWT dan
mempercayai Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Sebagaimana telah
dijelaskan bahwa tauhid merupakan salah satu tugas dan hal pertama yang
dilakukan oleh para Rasul kepada umatnya.
Syair Kesenian badeng terbagi menjadi lima bagian dan setiap syair
masuk kepada dua kategori konsep tauhid. Penjelasannya sebagai berikut:
Syair pertama masuk pada kategori tauhid ulluhiyah. Syair pertama pada
kesenian Badeng ini merupakan kalimat tauhid yang dikategorikan masuk dalam
89
tauhid ulluhiyah. Uluhiyah atau ilahiyah berasal dari kata ilah. Dalam bahasa
Arab kata ilah memiliki akar kata a-la-ha yang memiliki arti tentram, tenang,
lindungan, cinta dan sembah. Semua makna ini sesuai dengan sifat-sifat dan
kekhususan zat Allah.
Konsekuensi pernyataan laa ilaaha ilallah yaitu harus meninggalkan
seluruh ilah selain kepada Allah serta mempercayai bahwa nabi Muhammad
merupakan utusan-Nya. Tauhid uluhiyah mengandung konsekuensi yang
menuntut totalitas dalam mengabdi kepada Allah dalam segenap aktivitas kita.
Semua hal yang dilakukan harus atas dasar keyakinan terhadap Allah.
Syair kedua masuk pada kategori tauhid rububiyah. Pada Syair kedua
terdapat ciri-ciri atau makna tersirat yang mengarah kepada tauhid rububiyah.
Kata rububiyah berasal dari akar kata rabb, yaitu zat yang menghidupkan dan
mematikan. Makna rububiyah mewujud dalam fenomena penciptaan, pemberian
rezeki, juga pengelolaan dan penguasaan alam semesta ini. Tauhid rububiyah
sebagai bentuk keyakinan manusia bahwa Allah itu esa dalam penciptaan,
pemberian rezeki dan penguasaan atas makhluk-makhluk-Nya.
Tauhid Rububiyah meyakini bahwa semua yang ada di dunia ini seperti
air, api atau gunung merupakan ciptaan Allah. Pada syair kedua ini dijelaskan
mengenai gambaran kondisi masyarakat yang suka beraktifitas pada sore hari.
Sore hari digambarkan pada syair kedua ini sebagai keadaan yang apabila
digunakan untuk bermain layangan akan terlihat bagus dan indah. Semua yang
ada di dunia ini merupakan ciptaan Allah yang harus diyakini, termasuk
ciptaannya adalah keadaan sore hari yang terjadi ketika matahari akan terbenam.
90
Syair ketiga masuk pada kategori tauhid ulluhiyah. Makna dari syair
ketiga ini merupakan penguatan dari syair yang pertama. Pada syair ketiga ini
terdapat pengulangan kata yang mengaskan bahwa tiada yang patut disembah
selain Allah dan Nabi Muhammad merupakan utusan Allah. Tauhid uluhiyah
merupakan pengejawantahan dari sikap kepasrahan dan penghambaan yang utuh
kepada Allah. Seseorang yang berorientasi pada tauhid uluhiyah akan
mengabdikan segenap kehidupannya kepada Allah semata. Makna tauhid
uluhiyah adalah sebuah keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya zat yang
melindungi, memiliki dan menguasai langit, bumi, dan seisinya serta satu-satunya
yang wajib ditaati dan yang menentukan segala aturan.
Pada syair keempat masuk pada kategori tauhid al-asma wash shifat.
Tauhid al-asma wash shifat merupakan penetapan bahwasanya Allah Maha
Mengetahui dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Dialah Dzat Yang Maha
Hidup, Yang Maha Mengurus makhluk-makhlukNya, Yang Tidak Mengantuk dan
Tidak Tidur. Bagi-Nya lah kehendak yang berlaku serta hikmah yang jelas. Sifat-
sifat Allah wajib untuk mempercayainya.
Makna tersirat yang menunjukan bahwa syair keempat ini masuk pada
kategori tauhid al-asma wash shifat yaitu pada kata ‗ya Allah, kembalikan lagi‘.
Kata-kata ini sebagaimana telah dijelaskan bahwa merupakan kalimat
pengharapan dengan meminta pertolongan dari Allah agar masyarakat desa
Sanding kembali kepada ajaran yang benar yaitu Islam. Secara tidak langsung,
kata-kata ini menunjukan atau percaya bahwa Allah mempuyai sifat yang maha
mengurus makhluk-makhluknya, dan yang maha kuasa.
91
Syair terakhir masuk pada kategori tauhid ulluhiyah. Pada syair kelima, isi
dari pesannya yaitu penjelasan mengenai gambaran kondisi masyarakat desa
Sanding yang kacau balau karena berada dalam masa penjajahan, makna tersirat
nya adalah berupa penekanan bahwa walaupun berada dalam kondisi tidak jelas,
harus tetap yakin bahwa Islam merupakan sandaran untuk hidup dan ajaran yang
benar. seperti yang diungkapan Mumu Safe‘i:
“ini merupakan sindirian walaupun tidak ada pemimpin karena waktu itu
dalam penjajahan belanda tapi masyarakat harus dewasa jangan sampai
terpecah belah, begitu juga harus tetap percaya terhadap islam jangan
terpengaruhi oleh paham lain.”24
Ketika Islam sudah dijadikan sandaran, maka otomatis orang itu akan
beriman dan meyakini keberadaan Allah. Hal ini yang menjadikan syair kelima
masuk pada tauhid Ulluhiyah.
Berikut ini adalah tabel ringkasan dari hasil analisis makna tauhid pada
syair kesenian Badeng.
Tabel Hasil Temuan Makna Tauhid dalam Syair Kesenian Badeng.
No Syair Kategori Tauhid Temuan
1 Pertama Ulluhiyah Terdapat pernyataan laa ilaaha ilallah
yang memiliki konsekuensi harus
meninggalkan seluruh ilah selain kepada
Allah. Serta terdapat pernyataan harus
mempercayai nabi Muhammad sebagai
utusan-Nya.
2 Kedua Rubbubiyah Terdapat ciri-ciri atau makna tersirat yang
mengharuskan untuk mempercayai kepada
ciptaan Allah. dalam syair kedua dibahas
mengenai keindahan lembayung yang
tercipta dari matahari yang akan terbenam.
Matahari dan keindahan lembayung
merupakan ciptaan dan kekuasaan Allah
SWT yang harus diyakini kebenarannya.
24
Wawancara pibadi dengan Mumu Safe‘i.
92
3 Ketiga Ulluhiyah Syair ketiga merupakan penegasan dari
syair pertama. terdapat pengulangan kata
yang mengaskan bahwa tiada yang patut
disembah selain Allah dan Nabi
Muhammad merupakan utusan Allah.
4 Keempat Asma‘ wa Ash-
Shifat
Pada kalimat ‗ya Allah, kembalikan lagi‘
menjelaskan atau ada pengharapan
didalamnya. Harapan dan meminta
pertolongan dari Allah agar masyarakat
desa Sanding tidak kembali ke ajaran
Hindu. Secara tidak langsung, kata-kata ini
menunjukan atau percaya bahwa Allah
mempuyai sifat yang maha mengurus
makhluk-makhluknya, yang maha kuasa,
pemberi ampun serta maha penolong.
5 Kelima Ulluhiyah Syair kelima menjelaskan mengenai
gambaran kondisi masyarakat desa
Sanding yang kacau balau karena berada
dalam masa penjajahan. Makna tersirat
nya adalah berupa penekanan bahwa
walaupun berada dalam kondisi tidak
jelas, harus tetap yakin dan menjadikan
Allah SWT sebagai sandaran hidup.
Dominasi konsep tauhid Ulluhiyah menekankan bahwa secara keseluruhan
syair kesenian Badeng menekankan untuk mempercayai dan menanamkan untuk
yakin kepada Allah SWT dan nabi Muhammad. Keyakinan ini tidak hanya dalam
ucapan akan tetapi setiap tindakan yang dilakukan harus mencerminkan dan
berprilaku Islami.
93
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dalam syair Kesenian Badeng terdapat unsur-unsur yang menunjukkan
dakwah dzatiyah dan fardiyah. Hal ini yang menunjukkan kategori komunikasi
dalam syair menekankan pada komunikasi intrapribadi dan antarpribadi.
Kemudian Setelah melalui proses analisis dengan menggunakan semiotika
sosial M.A.K Halliday, pada teks syair kesenian Badeng peneliti menyimpulkan
sebagai berikut.
Pada aspek medan wacana, kesenian Badeng menjelaskan kondisi
masyarakat Desa Sanding yang beragama Hindu dan dalam masa penjajahan.
Syair diciptakan untuk mengajak masyarakat Sanding mempercayai Allah dan
segala yang diciptakan-Nya, serta mempercayai Nabi Muhammad sebagai utusan-
Nya. Dalam Syair terdapat makna yang memberikan nasihat untuk mengamalkan
salah satu sunnah Nabi Muhammad yaitu menyegerakan Nikah. Kemudian nasihat
agar menjadikan Allah sebagai sandaran hidup. Selanjutnya terdapat makna
berupa pengharapan agar generasi muda berada di jalan Allah S.W.T.
Pada aspek pelibat wacana, seluruh masyarakat desa Sanding menjadi
bagian dari syair kesenian Badeng. Status dan jarak sosial masyarakat semuanya
di samakan dan tidak ada yang dibedakan. Kecuali Sosok Kyai yang dicantumkan
dalam syair sebagai tokoh yang dipercaya masyarakat dan dianggap mempunyai
pengetahuan lebih tentang agama. Kemudian dicantumkannya Nabi Muhammad
94
sebagai sosok panutan agama Islam yang harus dipercaya bahwa beliau
merupakan utusan Allah.
Pada aspek sarana wacana, syair yang menggunakan bahasa lokal, yang
biasa digunakan sehari-hari oleh masyarakat desa Sanding. Syair Kesenian
Badeng ini dinyanyikan dan dipentaskan secara terbuka. Adapun gaya bahasa
yang digunakan pada syair ini di dominasi oleh majas penegasan.
Pada aspek makna tauhid, dalam syair kesenian Badeng terdapat tiga
kategori tauhid yaitu Ulluhiyah yang terdapat pada syair pertama, ketiga dan
kelima. Rubbubiyah pada syair kedua, serta Asma’ wa Ash-Shifat pada syair
keempat.
B. Saran
Kelestarian Bahasa dan Budaya Indonesia adalah yang harus dijaga oleh
semua kalangan dan berbagai lapisan masyarakat. Perlu kesadaran untuk menjaga
dari kekayaan bahasa dan budaya Indonesia. Bahasa Indonesia memang
pemersatu dari berbagai suku. Akan tetapi hal itu tidak berati harus melupakan
dan meninggalkan bahasa daerah yang merupakan warisan nenek moyang.
Berdasarkan penelitian ini, penulis menyarankan kepada
1. Pemerintahan Kabupaten Garut tetap konsisten dalam melestarikan
kesenian Badeng dengan tetap menjalankan program yang sudah
berjalan sebelumnya.
2. Masyarakat Desa Sanding agar bangga memiliki kesenian Badeng
yang mempunyai nilai dan sejarah yang luar biasa dan konsisten untuk
menjaga kelestarian kesenian Badeng. Salah satunya dengan cara
mempelajari dan memahami semua yang ada di kesenian Badeng.
95
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah bin Abdul. Cara Mudah Memahami Aqidah. Jakarta: pustaka at-tazkia, 2007.
Arbi, Armawati. Psikologi Komunikasi dan tabligh. Jakarta: Amzah, 2012.
Baharuddin. Paradigma Psikologi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Danesi, Marcel. Pengantar Memahami Semiotika Media, Terj. A.Gunawan Admiranto.
Yogyakarta: Jalasutra, 2010.
Eriyanto. Analisis Wacana. Yogyakarta: LKIS, 2012.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2013.
Haniefah, Abu. Tauhid Khalis. Garut: Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadyah,
1988.
Halliday, M.A.K dan Hasan. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam
Pandangan Semiotika Sosial. Terj. Barouri Tou. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1992.
Nasrullah, Rulli dan Suhaimi. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Jakarta, 2009.
Kuntowijoyo. Tema Islam Dalam pertunjukan Rakyat Jawa: Kajian Aspek Sosial.
Keagamaan, dan Kesenian. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1986.
Mulyana, Deddy dan Solatun. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2008.
Mulyana, Deddy. Komunikasi Antar Budaya. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001.
Nasuhi, Hamid. dkk., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jakata: CeQDA UIN, 2007.
Pawito. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Jogjakarta: LKiS Pelangi Nusantara, 2007.
96
Pohan, Rusdi. Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Lanarka, 2007.
Safe’i,Mumu. Arsip Kesenian Badeng PGRI. Garut: T.pn., 1995.
Santoso, Riyadi. Semiotika Sosial: Pandangan terhadap Bahasa. Surabaya: Pustaka
Eureka dan JP Press, 2003.
Seto, Indiwan. Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi
Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013.
Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Cetakan Kelima. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2013.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media: analisis wacana, analisis semiotika dan analisis
Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
Sukandi. Arsip Kesenian Badeng. Garut: Kandep Dikbud Malangbong, 1990.
Supriatna. Tungtunan Basa jeung Sastra Sunda. Garut: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Wilayah Provinsi Jawa Barat, Kantor Kabupaten Garut, 1994.
Warjita. Katalog Kesenian Tradisional Kab. Garut, Jawa Barat. Garut: Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Kabupaten Garut, 2013.
Jurnal
Ali Imran, Hasyim. “Semiotika Sosial Sebagai Alat Analisis Teks dalam Penelitian
Komunikasi Kualitatif.” INSANI, ISSN: 977-240-768-500-5, Volume I No. 1
(Desember 2014).
Bachari. “Mengungkap bentuk fatis dalam bahasa sunda.” linguistik Indonesia, tahun ke-
25 no. 2 (Agustus 2007).
Rizali, Nanang. “Kedudukan Seni Dalam Islam.” TSAQAFA, Jurnal Kajian Seni Budaya
Islam Vol 1, No 1 (Juni 2012).
Santoso, Anang. “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis.”
Bahasa dan Seni, tahun36, No.1 (Februari 2008).
97
Sawirman. “Memposisikan Frame Cultural Studies dan E-135.” Linguistika Kultural,
Vol. 02, No.02 (November/2008).
Referensi Pendukung
Rayya, Helfina. “Telaah Konsep Semiotik Ferdinand de Saussue,” diakses dari
https://www.academia.edu/12894426/Telaah_Konsep_Semiotik_Ferdinand_de_S
aussure pada 29 maret 2017.
Solikin, Syaiful M. dan Wakidi. “Metode Dakwah Sunan Kalijaga dalam Proses
Islamisasi di Jawa.” E-Jurnal. Kode Jurnal: jpsejarah&umumdd130075,
http://www.e-jurnal.com/2015/04/metode-dakwah-sunan-kalijaga-dalam.html. 10
juni 2016.
Somarwan, Wawan. “Kesenian Tradisional Kabupaten Garut.” artikel diakses dari
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbbandung/2015/05/29/kesenian-
tradisional-kabupaten-garut/ pada 11 Juni 2016.
Lampiran-Lampiran
Wawancara bersama Bpk. Wawan di kantor Dikbud kabupaten Garut
Bersama Bpk. Udin di kantor desa Sanding
wawancara bersama Bpk. Mumu di
kediamannya di desa Sanding
Alat-alat kesenian Badeng sekarang
Foto-foto pementasan kesenian Badeng
1
OPEN CODING – TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber 3 (Mumu Saei’i)
Topik riset : Makna Tauhid dalam Syair Kesenian Daerah (Analisis Semiotika Sosial pada Kesenian Badeng Garut)
Wawancara dilakukan pada hari Kamis, 8 Desember 2016 pukul 13.00 – 15.00 WIB
Konsep : Medan Wacana, Pelibat Wacana, Sarana Wacana, Makna Tauhid.
No Refleksi diri peneliti Isi transkrip Keterangan Kategori / konsep
1 P: Bagaiamana perspektif bapa selaku dalang
mengenai sejarah dari kesenian badeng?
NS: saya atas nama teman dan penerus dalang dari
sepuh-sepuh terdahulu, saya ringkas saja yah. Pada
abad akhir ke-17 dulu banyak orang gujharat
(Arab) melakukan perdagangan ke indonesia
terutama daerah Aceh. Dari situlah terjadi
transaksi pertukaran barang seperti rempah-
rempah, dengan barang arab seperti pakaian.
Seiring berjalannya waktu hingga akhirnya akrab,
barang yang diperjual belikan tersbar ke pulau
jawa. Pada jaman kerajaan, barang-barang aceh
dari orang gujharat banyak ditampung di kerajaan
besar seperti kerajaan demak, ataupun kerajaan
kecil. Dari kerjaan disebarkan kembali ke seluruh
wilayah Indonesia. Dari situ sembari menyebarkan
barang terjadi pernikahan antara orang Arab
dengan orang pribumi terutama yang pertama
Akhir abad ke-17 banyak
bangsa Arab masuk ke
Indonesia.
Terjadi pertukaran barang dan
budaya, salah satunya kesenian
yang disebut badi’un.
Medan wacana
2
adalah aceh. Dari situ juga orang arab membawa
alat hiburan kesenian, yang disebut badi’un.
Badi’un yaitu cikal bakal kesenian badeng.
Dinamakan badeng itu karena di Indonesia
diantaranya ada yang nerima seni badi’un,
diantaranya orang sumatera dan pulau Jawa seperti
Arfaen Nursaen ditambah dari jawa tengah embah
santi, jadi suku para wali ikut berjuang, nerima
kehadiran kesenian itu. Dulu kesenian yang
dibawa hanya tiga, yaitu badi’un, dog-dog lonjor
panjang dua, alat padang pasir atau disebut
gamusan. Pada saat itu belum menggunakan
angklung. Sesudahnya digunakan kesenian itu di
aceh dalam acara terutama pernikahan, kemudian
khitanan, selanjutnya digunakan dalam syukuran
tahunan (hasil kekayaan). Karena pada saat itu
juga sedang maraknya pergerakan belanda, satu
waktu salah satu dalang tertangkap basah sedang
melakukan hiburan kesenian ini dengan maksud
untuk menyebarkan agama islam. pada saat itu
islam dianggap bahaya karena ditakutkan dapat
mengancam keberadaan belanda. karena hal itu,
orang pribumi memerintahkan agar menyebar ke
wilayah lain karena ditakutkan belanda akan
menangkap dan memenjarakan merka (pemain
kesenian). Ketika akan masuk abad-18 orang-
orang tadi kabur ke pulau jawa, kebanyakan ke
pulau jawa diantaranya orang sumatera yang
memimpin badeng yaitu Acok. Mereka masuk ke
kerajaan islam kerajaan demak. Badeng yang ada
dikerajaan pada saat itu dipertontonkan secara
sembunyi-sembunyi. Mereka berlatih di daerah
Badi’un cikal bakal lahirnya
kesenian badeng.
Badi’un pertama kali
dipentaskan di Aceh dalam
acara pernikahan, khitanan dan
syukuran tahunan (hasil
kekayaan.)
Kesenian Badi’un dilarang
oleh penjajah.
Pada saat itu Islam diangap
bahaya oleh Belanda.
Masuk abad 18 para penyebar
Islam lari ke pulau jawa.
Kesenian badeng dipentaskan
sembunyi-sembunyi dan sudah
menggunakan angklung.
Para pemain kesenian Badeng
3
perkebunan. Sambil menyebarkan islam di
pinggiran gunung, alatnya ditambah yaitu kalau
sekarang adalah angklung. Sebelum pemainnya
bertambah banyak, kesenian itu dipegang oleh 3
orang. Pemain teradaulu itu merupakan murid atau
santri dari Arfaen Nursaen. Salah satunya ada
perempuan yaitu embah santi. Dari murid-
muridnya itu ada juga dari sanding, yaitu manduki
yang nantinya akan menjadi penerus selanjutnya.
Setelah bertahun-tahun di kerjaan demak, belanda
kembali memergoki persembunyian dari para
pemain kesenian badng ini. Walaupun demikian,
para pemain berhasil lolos dari sergapan belanda.
karena daerah jawa tengah dan timur dikuasai oleh
belanda maka mereke pergi ke jawa barat. Di
jakarta bertemu dengan orang mongol, yang
sedang menyebarkan agama islam pula. Pemain
Badeng dan orang mongol masih terus diincar oleh
Belanda. orang mongol pergi ke daerah pinggir
seperti banten, tangerang, dll. Pada saat itu pemain
badeng pergi kemana, kemudian Salah satu santri
yang berasal dari sanding menyarankan untuk
menetap di daerah asalnya. Kemudian pergilah ke
sanding menyebarkan ajaran agama islam dan
menetap di Sanding. Mereka tinggal di sanding di
lereng gunung atau abria (tempat yang bisa jadi
persembunyian di lereng gunung), hal ini karena
daerah tersebut yang sulit dijangkau oleh belanda.
dulu sanding belum islam semuanya masih banyak
hindu dan masih melakukan ritual sesajen.
Walaupun orang sanding yang hindu-budha sudah
masuk islam, sesajen masih tetap dilakukan. Hal
terdahulu Arfaen Nursaen,
embah Santi, dan Manduki.
Masuk ke desa Sanding
tepatnya di lereng gunung agar
ttidak terjangkau bangsa
Belanda.
Masyarakat desa Sanding
masih beragamakan Hindu
Budha.
4
tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi orang
hindu budha yang belum masuk islam dan
akhhirnya ingin masuk islam. rigkasnya karena
lamanya tinggal di sanding orang aceh dan
keseluruhan pemain badeng meninggal di sanding.
Namun sangat disayangkan hanya makam dalang
saja yang masih terjaga dan dirawat dan sekarang
jadi petilasan (tempat jiarah). Setelah
meninggalnya itu diteruskan oleh generasi yang
baru. Kesemua generasi penerusnya merupakan
santri dan merupakan tokoh atau pemuka agama.
Ringkasnya setelah kemerdekaan, desa sanding
ramai dengan seringnya dipentaskan kesenian
badeng. Maka kepala desa dan para ulama
berunding, setiap acara keagamaanpun seperti
maulid nabi kesenian badeng ditampilkan.
Adapaun bapa baru mulai jadi anggota sekitar
tahun 1957. Adapaun di tahun sekitar 1962, mulai
dipentaskan keluar dari sanding. tahun 1970
kesenian badeng ini tercatat oleh pemerintah
sebagai kesenian jawa barat dan berada dibawah
medal cipta. Juga awal mula kesenian badeng
dipentaskan tidak hanya oleh berlatar belakang
santri tapi juga masyarakat umum yang tertarik
dengan kesenian ini karena sudah beralih fungsi
sebagai hiburan bukan alat penyebar ajaran islam.
Setelah para sepuh pemain
Badeng meninggal, diteruskan
oleh para santrinya di desa
Sanding.
Setelah kemerdekaan, Badeng
dipentaskan dalam acara
keagamaan seperti maulid
Nabi.
1962 dipentaskan keluar
daerah desa Sanding.
1970 dicatat oleh
pemerintahan setempat sebagai
kesenian daerah Jawa Barat.
Sarana wacana
5
No Refleksi diri peneliti Isi transkrip Keterangan Kategori / konsep
2 P: Apakah isi pesan dari syair badeng ini berkaitan
dengan kondisi sosial masyarakat sanding pada
saat itu?
NS: Jadi sebenarnya terdapat beberapa tujuan,
diantaranya untuk nutup penyebaran agama hindu-
budha di daerah sanding. akan tetapi tidak ada
pemaksaan untuk menghentikan ritual sesajen,
seperti memotong ayam, tumpengan, dan perayaan
hasil tani. Untuk dulu karena masih diperbolehkan
sesajen, maka ketika ada syukuran kesenian
badeng ini dipentaskan semalaman tanpa henti.
Yang ditekankan adalah harus yakin bahwa
semuanya itu diberikan oleh yang maha kuasa.
Jadi bisa dibilang melihat keadaan masyarakat.
Disinilah memang intinya badeng dari dulu hadir
dalam setiap perayaan.
Bertujuan unuk menutup
ajaran hindu budha.
Tidak menghentikan ritual
sesajen, tetapi menekankan
bahwa semua pemberian yang
maha kuasa.
Makna tauhid
3 P: Walaupun ada tambahan dari lirik ataupun alat
dan gerak, apakah bisa dipastikan keaslian dari
kesenian badeng ini tetap ada?
NS: tentu iya, walaupun dulu tidak dituliskan tapi
dari mulai sejarah, lirik dan semua nilai yang ada
pada badeng ini terjaga dari mulut ke mulut atau
lisan ke lisan. Namanya orang kampung dulu tidak
mengenal tulisan hanya bisa mengandalkan
ingatan. Alhamdulillah sekarang sudah tercatat dan
diabadikan dalam bentuk tulisan, walaupun ada
beberapa versi yang berkembang tapi secara garis
besar benang merahnya dapat.
Syair Kesenian terjaga dari
lisan ke lisan.
6
No Refleksi diri peneliti Isi transkrip Keterangan Kategori / konsep
4 P: Pada syair pertama berbunyi kalimat tahlil, jika
dikaitkan dengan sejarah apakah hal ini
dikarenakan ingin menegaskan bahwa masyarakat
sanding harus benar-benar mempercayai bahwa
agama yang benar adalah islam?
NS: Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa
memang syair yang ada pada badeng ini melihat
kondisi masyarakat sekitar seperti apa, kenapa
kalimat tahlil ini disimpan didepan adalah tentu
harus ada pengenalan. Islam itu apa seperti apa, ya
diawali lah dengan kalimat lailahailah. Maka jelas
hal ini bertujuan agar masyarakat sekitar
mempercayai keberadaan allah dan muhammad
sebagai rasulNya.
Kalimat tahlil pada syair
pertama merupakan ajakan
untuk mempercayai
keberadaan Allah dan Nabi
Muhammad.
Makna tauhid
5 P: Apakah bahasa arab yang terdapat pada badeng
ini merupakan shalwat kepada nabi yang jika
dilihat dari sejarah menekankan juga bahwa selain
beriman kepada allah juga harus beriman kepada
nabi muhammad?
NS: Jadi gini sebenarnya syair arab ini kurang
lebih mencontohkan jika kita beriman kepada allah
kata-katanya seperti ini, atau untuk sekarang bisa
dinamakan shalawat. Itu merupakan bentuk dari
keimanan kita. Tapi kalaupun ingin menggunakan
kata-kata lain bebas, yang dicantumkan disini
hanyalah contoh. Tetapi dalam hal isi kandungan
juga syair ini ingin menekankan bahwa
muhammad merupakan sosok yang harus benar-
benar di contoh. selain dari karena sifat-sifatnya
yang dimiliki sangat mulia, nabi muhammad kan
Shalawat merupakan bentuk
lain dari keimanan terhadap
Nabi. Kandungannya
menekankan bahwa Nabi
Muhammad sosok yang harus
di contoh.
Pelibat wacana
7
yang membawa agama itu ke dunia ini. adapaun
pelafalan dari syair ini kenapa seperti itu karena
tidak terpaku dengan pelafalan orang gujharat
(arab). Dengan demikian hal itu merupakan faktor
atau pengaruh dari bangsa kita atau bisa jadi
masyarakat disini. Contoh misalkan syair badeng
yang diwariskan kepada saya yaitu ya’ti hulailah
ala ya’ti ailallah. Tapi kan kata aslinya harusnya
yatinihulailah. Atau contoh lain dalam pelafalan
kata asrakal, apabila masuk di kita kan jadi
asrokol. Gitulah kira-kira, Walaupun tidak seperti
seharusnya tapi hal ini tidak dirubah karena
warisan budaya dan juga agar keasliannya tetap
terjaga.
6 P: Arti kata dari lumbang limbung adalah kondisi
ketidak jelasan, apakah kata yang dimaksud sama
dengan yang ada pada syair badeng?
NS: Syair lilimbungan pada badeng ini
meggambarkan masyarakat yang tidak punya
pemimpin, ini merupakan sindirian walaupun tidak
ada pemimpin karena waktu itu dalam penjajahan
belanda tapi masyarakat harus dewasa jangan
sampai terpecah belah, begitu juga harus tetap
percaya terhadap islam jangan terpengaruhi oleh
paham lain. jadi memang pada saat itu kondisinya
sedang kacau karena penjajahan, kacau dalam
artian disini juga berarti tidak mempunyai aturan
yang sesuai dengan ajaran islam.
Lumbang-limbung meupakan
sindiran.
Makna teks
1
OPEN CODING – TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber 2 (Udin Holidin)
Topik riset : Makna Tauhid dalam Syair Kesenian Daerah (Analisis Semiotika Sosial pada Kesenian Badeng Garut)
Wawancara dilakukan pada hari Kamis, 8 Desember 2016 pukul 9.00 – 12.00 WIB
Konsep : Medan Wacana, Pelibat Wacana, Sarana Wacana, Makna Tauhid.
No Refleksi diri peneliti Isi transkrip Keterangan Kategori / konsep
1 P: Bagaimana eksistensi kesenian Badeng dulu dan
sekarang?
NS: Dulu keberadaan kesenian Badeng merupakan
sesuatu yang sering dipentaskan dalam berbagai
perayaan seperti salah satunya khitanan, dan juga
memberi semangat kepada para pejuang
kemerdekaan karena dulu masa penjajahan. Kalau
sekarang, kesenian Badeng hanya diperingati
khusus oleh masyarakat desa Sanding pada
kemerdekaan saja atau 17-an. Karena sudah
menjadi budaya yang diakui oleh masyarakat luas
dan sudah mempunyai nilai jual, maka untuk
ditempat lain kesenian ini dipentaskan berdasarkan
panggilan saja karena hanya sebagai hiburan saja.
P: Kenapa dipilih tanggal 17 agustus?
NS: masyarakat disini jelas punya rasa kebanggan
tersendiri pada kesenian badeng ini karena
Dulu dipentaskan dalam
perayaan khitanan, dan
sebagai alat untuk
menyemangati para
pejuang.
Sekarang dipentaskan
hanya pada hari
kemerdekaan, dan ketika
ada panggilan.
Masyarakat mempunyai
kebanggan tersendiri
terhadap kesenian badeng,
Sarana wacana
Pelibat Wacana
2
sejarahnya memang lahir disini, lalu kenapa pada
hari kemerdakaan karena dulu pun para tokoh dari
pencipta kesenian Badeng harus berjuang melawan
para penjajah untuk mengajarkan agama Islam,
maka untuk menghargainya kita pilih pas 17
agustus saja dan ini untuk mengingatkan
masyarakat sekitar agar tidak lupa bahwa desa kita
punya sejarah yang luar biasa.”
17 agustus diperingati
sebagai keberhasilan
dalam melawan penjajah.
2 P: Kesenian ini dulunya dipergunakan sebagai alat
dakwah, bagaimana cara kesenian ini dipentaskan?
NS: Jadi dulu itu kan hindu, masyarakatnya suka
sesajen. Sesajen ini dilakukan ketika seperti
perayaan hasil tani. Karena sulit mengilangkan
kebiasaan itu maka hal itu dibiarkan akan tetapi di
masukan juga ajaran islam seperti khitanan,
perkawinan dan kelahiran itu dirayakan. Nah
ketika perayaan itulah Kesenian badeng itu
dipentaskan, selain untuk meramaikan juga
sebagai bentuk syukur dan memberi wejangan
dalam syairnya. Contohnya acara kelahiran dalam
syair terdapat kata kyai dagoan kuring, maksud
dari hal ini adalah bahwa anak merupakan titpan
Allah dan syair tersebut menerangkan bahwa kyai
merupakan sosok yang patut untuk dicontoh.
Maka diharapkan anak yang lahir bisa mempelajari
agama islam. Namun untuk sekarang badeng
sudah jarang sekali dihadirkan dalam adat-adat
seperti kelahiran atau khitanan.
Dalam melaksanakan
tugasnya sebagai alat
dakwah, badeng
dipentaskan dalam adat
khitanan, kelahiran, dan
pernikahan.
Medan wacana
3
No Refleksi diri peneliti Isi transkrip Keterangan Kategori / konsep
3 P: Apakah para pemain kesenian badeng paham
mengenai maksud dari syair kesenian Badeng?
NS: Memang keseluruhan pemain pasti tahu syair
dan lagunya, akan tetapi tidak full (tidak
memahami pasti maksudnya). Hal ini dikarenakan
faktor modernisasi yang menyebabkan jarangnya
kesenian badeng dipentaskan.
Untuk sekarang, para
pemain tidak
mementingkan isi dari
syair.
4 P: Kenapa terdapat bahasa arab dalam syair
kesenian badeng ini?
NS: karna awal tujuan dibentuknya kesenian
badeng adalah untuk syiar agama islam, untuk
mengajak dan mengajarkan agama islam. Karena
semua waditra (isi/pesan) berdasarkan pemahaman
tentang kitab barzanji. Oleh karena itu, ada bahasa
arab yang dimasukan.
syair yang menggunakan
bahasa arab berasal dari
kitab barzanji untuk syiar
agama.
Makna tauhid
5 P: Pada syair keempat terdapat sosok kyai yang
dicantumkan, apakah bagi desa sanding sosok kyai
sangat penting?
NS: Kyai kan merupakan panutan dan kadang
dipercaya untuk memberi saran bagi masyarakat,
istilahnya kyai orang yang diberi pengetahuan
lebih mengenai agama karena dia benar-benar
fokus dalam mempelajari agama makanya bisa
dibilang guru.
Sosok kyai merupakan
panutan dan sebagai
tempat bernaung bagi
masyarakat.
Pelibat wacana
4
No Refleksi diri peneliti Isi transkrip Keterangan Kategori / konsep
6 P: Terkait dengan kebiasaan atau adat masyarakat
sekitar, apakah benar ada kebiasaan masyarakat
Sanding ini keluar rumah di sore hari hanya untuk
jalan-jalan atau sekedar bermain diluar rumah?
NS: memang benar banyak masyarakat sekitar
yang suka keluar rumah atau beraktiftias diluar
rumah di sore hari, bermain bola lah, voli atau ibu-
ibu gosip misalkan. Bisa saja ini merupakan
kebiasaan yang diturunkan dari masyarakat dulu,
biasanya memang untuk dulu perayaan hasil tani
biasa dilakukan sore hari disitu juga kesenian
badeng pun ikut meramaikan. Untuk dulu.
Kegiatan masyarakat di
sore hari merupakan
warisan dari para leluhur.
Pelibat wacana
7 P: Apakah benar tedapat 2 badeng di daerah
malangbong ini? Jika benar mana yang asli dan
apa perbedaan dari keduanya?
NS: Memang benar terdapat 2 versi dari kesenian
badeng. Yang asli sebagai badeng yang ada di
kampung sanding yang dipimpin oleh pa Musir
dan yang ada di desa sanding ini. Hal Ini
dikarenakan pada tahun 2011 terjadi pemekaran di
desa sanding. Dulunya kampung sanding masuk di
desa sanding karena pemekaran kampung sanding
jadi masuk ke desa girimukti. Bukan berarti sala
satu dari keduanya ada yang palsu, tetapi yang
lebih dikenal luas dan sudah tercatat di pemerintah
yaitu yang berada di desa sanding ini karena
dulunya pun kampung sanding masuk ke desa
sanding. Perbedaannya hanya ada tambahan alat,
gerak tari dan syair.
P: Apa alasan penambahan tersebut?
Terdapat dua versi
kesenian badeng.
Perbedaanya hanya ada
tambahan alat, gerak tari
dan syair.
Penambahan dilakukan
5
NS: supaya ga hilang, dan disesuaikan dengan
perkembangan jaman agar menarik perhatian
generasi baru. Harapan saya badeng ini bisa
menyaingi hiburan modern.
karena faktor modernisasi.
1
OPEN CODING – TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber 1 (Wawan Somarwan)
Topik riset : Makna Tauhid dalam Syair Kesenian Daerah (Analisis Semiotika Sosial pada Kesenian Badeng Garut)
Wawancara dilakukan pada hari Senin, 5 desember 2016 pukul 10.00 – 12.00 WIB
Konsep : Medan Wacana, Pelibat Wacana, Sarana Wacana, Makna Tauhid.
No Refleksi diri
peneliti Isi transkrip Keterangan Kategori / konsep
1 Sejarah Kesenian
Badeng
P: Bagaimana kesenian badeng ini muncul?
NS: singkatnya kesenian ini muncul dipengaruhi oleh
faktor kondisi masyarakat dulu yang mayoritas
beragama hindu, yang kemudian kesenian ini digunakan
sebagai alat penyebaran agama islam. maka pesannya
kebanyakan dari kitab barzanji, kitab yang menjelaskan
kisah-kisah nabi dan ajaran islam. Dan tentunya pesan
yang disampaikan dalam syair kesenian ini diperuntukan
untuk masyarakat umum.
Penduduk desa sanding
dulunya beragama Hindu.
Syair diambil dari kitab
barzanji.
Medan wacana
2
P: Apa perbedaan kegunaan kesenian badeng dulu dan
sekarang?
NS: dulu kan penyebaran Islam, ya tau lah dulu kan
Jawa Barat hampir seluruhnya beragama hindu. jaman
prabu kiansantang atau sunan gunung djati itu mulai
masuk agama islam, kemudian badeng ini diciptakan
oleh salah ulama sebagai alat untuk menyebarkan agama
islam. Kalau untuk sekarang, kesenian ini digunakan
sebagai alat hiburan masyarakat, penyambutan tamu
besar.
Dulu digunakan sebagai
alat penyebaran agama
Islam
Sekarang menjadi alat
komoditas yang
mempunyai nilai jual.
Sarana wacana
2
No Refleksi diri
peneliti Isi transkrip Keterangan Kategori / konsep
3
P: Apakah ada syarat tertentu untuk menjadi pemain
kesenian badeng?
NS: kalau dulu syarat untuk menjadi pemain dari
kesenian badeng harus dari pewaris asli keturunan
sanding atau bisa dibilang leluhur mereka. kalau untuk
sekarang karena efek modernisasi maka sebagai upaya
melestarikan kesenian badeng siapapun boleh menjadi
bagian dan mempelajari kesenian badeng.
P: Seiring berjalannya waktu, apakah syair dari kesenian
badeng ini mengalami perubahan?
NS: kemungkinan besar keaslian masih terjaga, karena
yang ada sekarang pun masih menggunakan sunda
buhun dan keasliannya terjaga dari lisan ke lisan.
P: Apakah ada kajian mendalam mengenai syair
kesenian Badeng?
NS: untuk sekarang belum ada, karena prioritas
pemerintah sekarang bagaimana kesenian badeng ini
agar dapat dikenal oleh berbagai kalangan masyarakat.
Adapun yang mengetahui dari maksud pesan syair ini
hanya para sesepuh di daerah tersebut.
siapa saja boleh
memainkan dan
mempelajari kesenian
Badeng.
Kelestarian syair salah
satunya dijaga dengan cara
diwariskan dari lisan ke
lisan.
Belum ada kajian
mendalam mengenai syair
kesenian badeng.
Pelibat wacana
3
No Refleksi diri
peneliti Isi transkrip Keterangan Kategori / konsep
4 P: Apakah ada kesenian lain yang dimiliki oleh daerah
Sanding selain dari kesenian Badeng?
NS: yang tecatat di pemerintahan banyak, hanya saja
rata-rata semuanya adalah kesenian yang umum yang
juga dimiliki oleh daerah lain. seperti kecapi suling,
pencak silat, tembang sunda, wayang golek. Akan tetapi
yang khas dan hanya dimiliki oleh daerah sanding
adalah kesenian Badeng, karena kesenian Badeng
merupakan kesenian yang pertama dan tertua sebelum
munculnya kesenian yang lain di daerah tersebut.
ditambah kesenian ini ada kaitannya dengan penyebaran
agama Islam. Bahkan kesenian badeng ini disebutkan
pada khazanah kesenian Jawa Barat yang di tuliskan
oleh tokoh kesenian terdahulu.
Kesenian badeng
merupakan yang pertama
dan tertua di Desa
Sanding.
Macam-macam kesenian
Desa Sanding
5 P: Bagaimana upaya pemerintah dalam melestarikan
kesenian badeng sampai sekarang?
NS: salah satu upaya untuk melestarikan kesenian
Badeng yaitu dengan membukukan sejarah dari kesenian
badeng dalam katalog kesenian tradisional Garut. Selain
itu, sering diadakan atau dipertunjukannya (diberi ruang)
kesenian badeng itu sendiri, karena aktifitas seni
tradisional berbeda dengan seni modern. Di hari-hari
tertentu kami memberikan bimbingan dan pengarahan
untuk nantinya ditampilkan di setiap wilayah (daerah
Garut). Selanjuttnya lebih ditekankan kepada ketua
pengurus agar bisa memunculkan generasi penerus,
seperti bekerja sama dengan pesantren karena syairnya
pun memilki nilai-nilai keislaman. Dipelajari di Sekolah
dasar setempat.
Pemerintah menjaga
kelestarian dengan
membukukan semua yang
terdapat dalam kesenian
badeng, memberikan
ruang untuk ditampilkan,
dan menciptakan generasi
penerus.
Upaya pelestarian
1
AXIAL CODING
“Makna Tauhid dalam Syair Kesenian Daerah (Analisis Semiotika Sosial pada Syair Kesenian Badeng Garut)”
Dimensi: Ranah pengalaman, siapa saja yang terlibat, tipe interaksi, medium dan saluran, makna teks.
No. Kategori Dimensi Narasumber 1 Narasumber 2 Narasumber 3
1 Latar Belakang Nama: Wawan Somarwan
Jabatan: Seksi Nilai Tradisional
dan Bahasa Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kabupaten Garut.
Nama: Udin Holidin
Jabatan: Kepala Desa
Sanding dan dalang ke-7
Kesenian Badeng.
Nama: Mumu Safe’i
Jabatan: Dalang ke-6
Kesenian Badeng dan
tokoh masyarakat Desa
Sanding.
2 Medan
Wacana
Ranah pengalaman
Penduduk desa sanding
dulunya beragama Hindu.
Syair diambil dari kitab
barzanji.
Dalam melaksanakan
tugasnya sebagai alat
dakwah, badeng
dipentaskan dalam adat
khitanan, kelahiran, dan
pernikahan.
Akhir abad ke-17
banyak bangsa Arab
masuk ke Indonesia.
Terjadi pertukaran
barang dan budaya,
salah satunya kesenian
yang disebut badi’un.
Badi’un cikal bakal
lahirnya kesenian
badeng.
Masuk abad 18 para
penyebar Islam lari ke
pulau jawa.
Kesenian badeng
dipentaskan sembunyi-
sembunyi dan sudah
menggunakan
angklung
2
No. Kategori Dimensi Narasumber 1 Narasumber 2 Narasumber 3
Masyarakat desa
Sanding masih
beragamakan Hindu
Budha.
3 Pelibat
Wacana
Siapa saja yang terlibat siapa saja boleh memainkan
dan mempelajari kesenian
Badeng.
Masyarakat mempunyai
kebanggan tersendiri
terhadap kesenian
badeng, 17 agustus
diperingati sebagai
keberhasilan dalam
melawan penjajah.
Sosok kyai merupakan
panutan dan sebagai
tempat bernaung bagi
masyarakat.
Kegiatan masyarakat di
sore hari merupakan
warisan dari para leluhur.
Shalawat merupakan
bentuk lain dari
keimanan terhadap
Nabi. Kandungannya
menekankan bahwa
Nabi Muhammad
sosok yang harus di
contoh.
4 Sarana
Wacana
Tipe interaksi,
Medium dan saluran. Dulu digunakan sebagai alat
penyebaran agama Islam
Sekarang menjadi alat
komoditas yang mempunyai
nilai jual.
Dulu dipentaskan dalam
perayaan khitanan, dan
sebagai alat untuk
menyemangati para
pejuang.
Sekarang dipentaskan
hanya pada hari
kemerdekaan, dan ketika
ada panggilan.
Setelah kemerdekaan,
Badeng dipentaskan
dalam acara
keagamaan seperti
maulid Nabi.
1962 dipentaskan
keluar daerah desa
Sanding.
1970 dicatat oleh
pemerintahan setempat
sebagai kesenian
daerah Jawa Barat.
3
No. Kategori Dimensi Narasumber 1 Narasumber 2 Narasumber 3
5 Makna Tauhid Makna teks syair yang menggunakan
bahasa arab berasal dari
kitab barzanji untuk syiar
agama.
Bertujuan unuk
menutup ajaran hindu
budha.
Tidak menghentikan
ritual sesajen, tetapi
menekankan bahwa
semua pemberian yang
maha kuasa.
Kalimat tahlil pada
syair pertama
merupakan ajakan
untuk mempercayai
keberadaan Allah dan
Nabi Muhammad.