Makna Puisi Chairil Anwar

10
Makna Puisi Chairil Anwar Berikut ini beberapa apresiasi penting akan makna puisi Aku karya Chairil Anwar di atas; 1. Dari segi bentuk tipograpi penulisan , puisi ini sudah menampilkan kebebasan dalam menyajikan bait- bait. Puisi ini tak lagi dikekang dengan jumlah baris dalam bait. Namun puisi ini juga tetap mengutamakan rima (bunyi di akhir lirik) yang cukup indah untuk didengar. Keindahan rima akan dirasakan pada saat membacakan puisi ini. Penyelaman makna puisi Aku karya Chairil Anwar ini pun akan terasa lebih indah jika dibarengi dengan rima yang cantik. 2. Dalam konteks penyajian pesan, puisi ini memberi kekuatan energi yang cukup terhadap nilai semangat yang terkandung di dalamnya. Chairil Anwar memberikan amanat tentang bagaimana menghadapi salah satu fragmen kehidupan. Semangat, kegigihan dan nilai perjuangan sangat kental dalam puisi ini. Melalui bahasa-bahasa yang disajikan, penulis mampu mengekspresikan keinginannya yang cukup kuat terhadap sebuah tujuan hidup . Kata ‘kumau tak seorang kan merayu’ merupakan bentuk ketegasan sikap yang cukup kuat. Lirik ini memperjelas kekokohan pesan makna yang dikandung puisi berjudul Aku ini. Sikap optimis terpancar jelas dari kalimat ‘Aku ingin hidup seribu tahun lagi’. Ini merupakan bentuk pesan tersirat yang perlu dimaknai mendalam oleh para penikmat sastra . Sebetulnya puisi itu akan muncul sebagai sajian yang menarik apabila kita mampu mengungkap makna tersirat dari sajian bahasanya. Tak hanya estetika yang akan kita dapatkan, namun juga ada makna yang membekas di hati dan pikiran. Di sanalah peran sebuah pesan itu muncul. 3. Secara bahasa, puisi Aku karya Chairil Anwar di atas menggunakan bahasa-bahasa lugas dan transparan,

Transcript of Makna Puisi Chairil Anwar

Page 1: Makna Puisi Chairil Anwar

Makna Puisi Chairil Anwar

Berikut ini beberapa apresiasi penting akan makna puisi Aku karya Chairil Anwar di atas;

1. Dari segi bentuk tipograpi penulisan, puisi ini sudah menampilkan kebebasan dalam menyajikan bait-bait. Puisi ini tak lagi dikekang dengan jumlah baris dalam bait. Namun puisi ini juga tetap mengutamakan rima (bunyi di akhir lirik) yang cukup indah untuk didengar. Keindahan rima akan dirasakan pada saat membacakan puisi ini. Penyelaman makna puisi Aku karya Chairil Anwar ini pun akan terasa lebih indah jika dibarengi dengan rima yang cantik.

2. Dalam konteks penyajian pesan, puisi ini memberi kekuatan energi yang cukup terhadap nilai semangat yang terkandung di dalamnya. Chairil Anwar memberikan amanat tentang bagaimana menghadapi salah satu fragmen kehidupan. Semangat, kegigihan dan nilai perjuangan sangat kental dalam puisi ini. 

Melalui bahasa-bahasa yang disajikan, penulis mampu mengekspresikan keinginannya yang cukup kuat terhadap sebuah tujuan hidup. Kata ‘kumau tak seorang kan merayu’ merupakan bentuk ketegasan sikap yang cukup kuat. Lirik ini memperjelas kekokohan pesan makna yang dikandung puisi berjudul Aku ini. 

Sikap optimis terpancar jelas dari kalimat ‘Aku ingin hidup seribu tahun lagi’. Ini merupakan bentuk pesan tersirat yang perlu dimaknai mendalam oleh para penikmat sastra. Sebetulnya puisi itu akan muncul sebagai sajian yang menarik apabila kita mampu mengungkap makna tersirat dari sajian bahasanya. Tak hanya estetika yang akan kita dapatkan, namun juga ada makna yang membekas di hati dan pikiran. Di sanalah peran sebuah pesan itu muncul.

3. Secara bahasa, puisi Aku karya Chairil Anwar di atas menggunakan bahasa-bahasa lugas dan transparan, tidak terlalu sublim. Diksi-diksi disajikan secara tegas dan kekuatan emosi yang cukup tinggi. Memaknai untaian kata puisi ini tak akan membuat kepala Anda menjadi ruwet, hanya saja Anda perlu menarik benang merah pesan universal dari puisi di atas.

(sumber: http://www.anneahira.com/makna-puisi-aku-karya-chairil-anwar.htm)

Aku: Personifikasi Jiwanya

Berikut akan ditampilkan bunyi puisi Aku yang ditulis Chairil Anwar tahun 1943.Bait pertama:

Page 2: Makna Puisi Chairil Anwar

Kalau sampai waktukuKu mau tak seorang kan merayuTidak juga kau

Sulit sekali untuk menginterpretasikan bait puisi diatas. Namun kurang lebih seperti ini: jika suatu ketika Chairil sampai hendak dijemput oleh sang Maha Kuasa untuk menjemputnya, maka ia tak mau seorang pun menguatkan, bahkan merayunya untuk kuat. Ia ingin sendiri. Berdiri dalam ketangguhan asanya akan hidup seribu tahun lagi sebagaimana diungkapkan dalam bait terakhir puisinya. 

Tak perlu sedan ituArtinya: tak mesti ada yang menangisi, bersedih dan berduka lara karena perjuangan diakhiri dengan kematian merupakan bagian dari keniscayaan. Justru darah dan peluh dari perjuangan itulah yang akan menjadi sumber kebahagiaan ketika sudah meninggalkan fana ini.

Aku ini binatang jalangDari kumpulannya yang terbuangChairil Anwar dalam bait ini bersikap “rendah diri”. Menganggap dirinya, ia tak mempuyai arti apapun. Jika pun ia mesti pergi, jangan ditangisi karena ia hanyalah “binatang jalang” sebagaimana pengakuannya. Ia menampilkan dirinya sebagai bagian dari kelompok terbuang, marjinal yang tak dipedulikan siapapun. 

Luka dan bisa kubawa lariBerlariHingga hilang pedih periSegala luka (fisik dan batin) bisa ia hadapi sendiri. Akan ia bawa lari, menjauh. Pergi sampai tak seorangpun menemukannya. Berdiri sendiri walau dalam (pe)sakit(an) adalah lebih berwibawa dan terhormat ketimbang mesti meminta bantuan orang lain yang belum tentu ikhlasakan perlakuannya. Jadi, biarkanlah Chairil pergi membawa luka dan bisa untuk dibawanya pergi, berlari, hingga rasa pedih yang tiada terperi dirasakan.

Dan aku akan lebih tidak perduliAku mau hidup seribu tahun lagiSebagai penutup dari puisinya yang memiliki makna sangat dalam,Chairil mengutarakan asanya untuk hidup tak berbatas, sampai seribu tahun. Keinginan yang sesungguhnya tak menjadi kenyataan karena toh senyatanya ia berumur pendek, 26 tahun. Umur yang sangat belia terlebih bagi manusia berbakat seperti dirinya. Manusia langka yang diturunkan Tuhan ke bumi dengan jarak dasawarsa yang sulit terjaga. Entah ada atau tidak ada lagi dalam seratus tahun ke depan.

Aku, sebagai judul puisi Chairil Anwar memang mewartakan kesedihan namun begitu terkenang di benak siapapun.

(sumber: http://www.anneahira.com/judul-puisi-chairil-anwar.htm)

Page 3: Makna Puisi Chairil Anwar

Puisi merupakan sarana untuk mencurahkan perasaan yang nyaman bagi seorang penulis. Karena di sana ia bisa bersembunyi di balik kata-kata yang dirangkaikannnya. Demikian juga halnya dengan puisi Aku karya Chairil Anwar. Banyak yang berpendapat bahwa itu merupakan representasi dari sik hidup, gagasan dan isi hati dari Chairil Anwar.

Jadi tidak mudah untuk menafsirkan makna yang terkandung di balik puisi. Hanya penulis itu sendirilah yang bisa menafsirkan makna puisi yang ia tulis dengan benar dan pas. Sementara pembaca hanya bisa menafsirkan puisi dari sudut pandangnya masing-masing. Termasuk puisi Aku karya Chairil Anwar ini.

Perjuangan

Masyarakat awam pada umumnya menafsirkan puisi Aku karya Chairil Anwar ini sebagai puisi perjuangan. Untaian kata-kata dalam puisi ‘Aku’ memang menggambarkan semangat perjuangan untuk membebaskan diri dari belenggu penjajah. Apalagi di sana ada kata-kata peluru, luka, menerjang dan sejenisnya yang menggambarkan heroisme seorang pejuang.

Pemberontakan

Ada juga pendapat yang menafsirkan bahwa puisi Aku karya Chairil Anwar merupakan cermin pemberontakan Chairil Anwar terhadap orang-orang di sekelilingnya. Kalimat, “aku ini binatang jalang” menggambarkan watak Chairil yang keras dan teguh pada pendirian.

Sementara kalimat, “dari kumpulannya yang terbuang” pembaca akan berkesimpulan bahwa sifat kerasnya, membuat Chairil dikucilkan oleh keluarganya sendiri. Dan pada kalimat, “tidak perlu sedu sedan itu” Chairil seolah berpesan pada Ibunya bahwa ia tidak butuh dikasihani dan ditangisi.

Sementara pada kalimat, “biar peluru menembus kulitku, aku tetap meradang menerjang” mengiaskan bahwa Chairil akan tetap pada prinsipnya walau berbagai rayuan dan bujukan dari keluarga danlingkungannya datang bertubi memintanya untuk melepaskan prinsip tersebut. 

Kecintaan pada Sastra 

Kalimat-kalimat yang terangkai dalam puisi Aku karya Chairil Anwar sarat akan kiasan-kiasan yang berpotensi ditafsirkan beragam oleh pembacanya. Hal ini senada dengan pendapat sastrawan kondang, Ajib Rosidi bahwa penggunaan kiasan-kiasan yang tajam merupakan ciri khas puisi-puisi Chairil Anwar. Sehingga wajar saja ketika dihadapkan dengan puisi ‘Aku’, setiap orang akan memberikan penafsiran yang berbeda.

Sebagian pengagum puisi Aku karya Chairil Anwar mencoba menafsirkan puisi ini sebagai ungkapan kecintaan dan prinsip Chairil dalam berkarya.

Page 4: Makna Puisi Chairil Anwar

Mereka menemukan semangat itu pada bait-bait puisi yang sarat akan kiasan-kiasan tajam.

Mari kita perhatikan kalimat, “aku ini binatang jalang” mengiaskan bahwa Chairil Anwar memiliki sikap dan pendirian yang keras kadang bertentangan dengan teman-temannya dalam hal kesusastraan umum dan khususnya puisi.

Sementara pada kalimat, “Biar peluru menembus kulitku aku akan tetap meradang menerjang” mengiaskan bahwa tidak akan ada yang bisa menghentikannya untuk terus berkarya. Walau kritik tajam menyerang setiap karya yang dimunculkannya, ia akan terus berkarya sesuai dengan prinsipnya.

Kecintaan Chairil pada dunia sastra dan puisi semakin jelas pada kalimat terakhir, “aku ingin hidup seribu tahun lagi”. Kalimat ini mengiaskan bahwa Chairil Anwar mengharapkan karya-karyanya akan terus abadi dan bernilai sampai kapan pun. Dan harapannya itu sepertinya akan menjadi kenyataan. Sampai saat ini puisi-puisi karya Chairil Anwar terus bernilai dan dijadikan referensi oleh banyak orang.

(sumber: http://www.anneahira.com/puisi-aku-karya-chairil-anwar.htm)

Makna Puisi Aku Chairil Anwar

Dengan membaca dan memahami makna puisi Aku Chairil Anwar, ada banyak hal yang bisa dipelajari. Khususnya, bagi generasi yang hidup di era kemerdekaan. Karena pada generasi ini, tentu tidak pernah hidup dan mengalami secara nyata apa yang terjadi di era awal kemerdekaanIndonesia.

Diharapkan, dengan mengetahui makna puisi Aku Chairil Anwar, para pembaca mampu mewarisi semangat para pahlawan dan pendiri negara ini. Khususnya dalam masalah melanjutkan pembangunan bangsa agar menjadi lebih baik lagi. Beberapa makna puisi Aku Chairil Anwar di antaranya adalah :

1. Wujud kesetiaan dan keteguhan hati atas pilihan kebenaran yang diyakininya. Hal ini tercermin melalui dua kalimat di awal puisi tersebut, yakni “kalau sampai waktuku ku tak mau seorang kan merayu”.

2. Keberanian dalam berjuang meski pun banyak resiko yang akan dihadapi. Termasuk resiko untuk kehilangan nyawa atau terluka karena senjata musuh. Inilah yang digelorakan oleh Chairil Anwar, yang tersurat pada bait ketiga puisi tersebut. Chairil Anwar menuliskannya sebagai bentuk penghormatan pada

Page 5: Makna Puisi Chairil Anwar

parapejuang yang membela bangsa ini hingga titik darah penghabisan.

3. Semangat yang tak pernah padam. Sebagaimana dinyatakan melalui kalimat “aku mau hidup seribu tahun lagi”. Hal tersebut adalah cermin dari betapa semangat Chairil Anwar untuk berjuang bersama bangsa ini, tidak ingin dibatasi oleh waktu. 

(sumber: http://www.anneahira.com/makna-puisi-aku-chairil-anwar.htm)

AKU 

Kalau sampai waktuku 'Ku mau tak seorang kan merayu 

Tidak juga kau 

Tak perlu sedu sedan itu 

Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang 

Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang 

Luka dan bisa kubawa berlari Berlari 

Hingga hilang pedih peri 

Dan aku akan lebih tidak perduli 

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Page 6: Makna Puisi Chairil Anwar

Satu sangkar dari besiTak bisa mengubah RajawaliMenjadi burung nuri.

Satu luka perasaanMaki puji dan hinaanTak merubah sang jagoanMenjadi makhluk picisan

(Rajawali-Kantata Takwa, diadaptasi dari puisi sosial“Rajawali” karya WS Rendra)

Apa persamaan antara burung rajawali dengan air raksa? 

Burung rajawali dikenal sebagai burung yang kuat, bermata tajam, bercakar runcing, dan berparuh kokoh. Oleh karenanya sejak lama Rajawali disimbolkan sebagai “sosok kuat pembela kaum papa”.

Sulit untuk menundukkan dan menjinakkan rajawali. Walaupun ia dikerangkeng dalam sangkar besi, rajawali tetaplah rajawali. Matanya tetap tajam, paruhnya tetap runcing dan cakarnya tetap kokoh.

Manusia rajawali adalah manusia yang bermata tajam sehingga dapat menyaksikan kedzoliman dan ketidakadilan yang menerjang banyak orang. Ia dapat langsung menukik dengan gerakan yang cepat dan tak terduga untuk membela mereka yang terluka.

Ia tak segan menggunakan paruh dan cakarnya untuk menolong kaum yang papa meski harus mempertaruhkan nyawanya. Bila akhirnya harus dipenjara, rantai kasar dan jeruji besi takkan bisa merubahnya menjadi burung nuri. 

Hanya sedikit sosok manusia seperti rajawali ini, kebanyakan mereka seperti nuri yang jinak setelah dimasukkan ke dalam sangkar. Sikapkritis dan vokal sebelumnya seolah sirna, pembelaannya terhadap kebenaran dan keadilan seolah terlupa.

Kekuatan, semangat dan idealismenya tereduksi dengan sempurna, sehingga kini sekan menjadi manusia amnesia.

Lain halnya dengan raksa. Raksa lazim digunakan sebagai bahan pengisi termometer, karena sifat alamiah yang dimilikinya. Raksa memiliki rentang yang jauh antara titik didih dan titik bekunya, sehingga wujud raksa tidak mudah berubah wujud untuk membeku atau menguap.

Raksa juga memiliki massa jenis yang besar, sehingga kuat menghadapi tekanan atmosfer. Bila ia mengembang tak terlalu panjang, bila menyusut tak terlalu pendek.

Page 7: Makna Puisi Chairil Anwar

Di samping itu kalor jenis yang dimilikinya tergolong kecil, sehingga raksa cepat tanggap terhadap lingkungannya. Perubahan suhu sedikit saja sudah membuatnya bereaksi dengan cepat. 

“Tidak mudah berubah wujud, kuat menghadapi tekanan, namun cepat tanggap terhadap lingkungan”, alasan inilah yang menjadikan raksa digunakan sebagai bahan pengisi termometer. 

Tiga sifat itu pulalah yang merupakan kesamaan antara rajawali dan air raksa. Sama halnya dengan kita, manusia. Pribadi-pribadi yang berkarakter kuat dan tahan menghadapi tekanan niscaya akan lebih teruji zaman.

Lain halnya dengan orang-orang bertipikal bunglon, kutu loncat, dan pragmatis yang hanya mencari aman demi kesenangan dirinya sendiri. Orang seperti ini hanya akan tampil sesaat, tidak langgeng dan akan terhempas zaman.              

Para politisi yang gemar loncat pagar, pengusaha yang gemar main belakang, jaksa yang suka bermain kasus, penegak hukum yang suka melecehkan hukum, para penjilat yang hipokrit, owner dan kaki tangannya yang suka sekehendaknya, semuanya adalah orang-orang yang bertipikal termometer air. 

Mereka sangat mudah untuk berubah wujud, di saat dingin mereka membeku di saat panas mereka menguap. Tak kuat menghadapi tekanan dan godaan, senantiasa merugikan karena memiliki tabung panjang untuk menyenangkan handai taulan.

Pramudya Ananta Toer, Che Guevara, M. Natsir dan Hasan Al Banna adalah sosok yang tepat untuk mewakili orang bertipikal termometer raksa. Mereka adalah manusia-manusia yang tidak mudah berubah wujud. Dingin tak membuatnya membeku dan takut, panas tak menjadikannya lari dan menguap.

Mereka tak bisa dibeli karena punya prinsip. Walau harus dicekal, dipenjara, diasingkan, diburu, dan dibunuh, namun tetap tak tergoyahkan.

(Sumber: http://www.anneahira.com/puisi-sosial.htm )