Makalah+Pendidikan+Non+Formal

26

Click here to load reader

Transcript of Makalah+Pendidikan+Non+Formal

Page 1: Makalah+Pendidikan+Non+Formal

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Salah satu agenda utama bagi pembangunan nasional adalah sektor

pendidikan. Melalui pendidikan negara dapat meningkatkan sumber daya

manusia yang berimplikasi pada kemajuan di berbagai bidang kehidupan

lainnya, seperti: sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itulah pemerintah

harus memenuhi hak setiap warga dalam memperoleh layananan pendidikan

sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.

Pendidikan tidak hanya berperan besar dalam kemajuan bangsa, melainkan

juga berkaitan dengan pasar bebas yang semakin kompetitif, pendidikan

hendaknya dipandang dapat mengakomodir masyarakat agar suatu negara

memiliki manusia-manusia yang berkualitas. Melalui pendidikan dapat

menciptakan tenaga kerja yang tidak hanya kaya akan pengetahuan teoritis

melainkan juga praktis, penguasaan teknologi, dan memiliki keahlian khusus.

Hal inilah yang kemudian menjadi dasar pengevaluasian dan peningkatan

pendidikan di setiap negara secara berkesinambungan.

Melihat sedemikian penting peranan pendidikan, kemunculan pendidikan

non formal dapat dipandang sebagai salah satu upaya pemerintah untuk

meningkatkan taraf pendidikan penduduk di berbagai negara, termasuk di Indonesia.

Konsep awal dari Pendidikan Non Formal ini muncul sekitar akhir tahun 60-an

hingga awal tahun 70-an dalam bukunya Philip Coombs dan Manzoor A., P.H.

(1985) The World Crisis In Education. Menurut Coombs (1974) pendidikan non

formal adalah:

Any organized, systematic educational activity outside the

framework of the formal (school) system (designed) to provide

selective type of learning particular sub-groups in the population

adult, as well as children.1

1 Coombs, P.H. and Ahmed, M. 1974, Attacking rural poverty: Hoe educatin can help,

Baltimore: John Hopkins University Press seperti dikutip dalam Wiratomo, Paulus 1986,

Indonesian Non Formal Education Program: Problems of Access and The effect of The

Programs on The Attitudes of Learners, Albany: State University of New York.

Page 2: Makalah+Pendidikan+Non+Formal

Kehadiran pendidikan non formal marak di awal-awal tahun 1970-an

terutama disebabkan oleh adanya kebutuhan akan pendidikan yang begitu luas

terutama di negara-negara berkembang. Meluasnya kebutuhan akan pendidikan

tidak terimbangi dengan ketersediaan pendidikan disebabkan adanya kegagalan

pendidikan formal. Sebagaimana diungkapkan oleh Paulston dan Le Roy (1972:

338) bahwa pendidikan formal mengalami kegagalan logistik dan fungsi

sehingga untuk memenuhi kebutuhan pendidikan yang begitu besar dan cepat

maka munculah sistem pendidikan alternatif di luar pendidikan formal.2

Sebagaimana dalam UU Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 26 ayat 1 dijelaskan

bahwa pendidikan non formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang

memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah

dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan

sepanjang hayat. Lebih lanjut dalam ayat 2 dijelaskan pendidikan non formal

berfungsi mengembangkan potensi peserta didik (warga belajar) dengan

penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta

pengembangan sikap dan kepribadian professional.3

Maka geliat menjamurnya lembaga kursus di Indonesia menjadi wajar. Di

seluruh Indonesia terdapat 13.446 lembaga kursus yang tersebar di seluruh

Indonesia. Seluruh lembaga kursus tersebut memiliki 90.946 orang pendidik

yang melayani 1.348.565 peserta. Dari lembaga kursus yang ada di Indonesia

lebih dari setengahnya (59,50%) berada di Pulau Jawa, khususnya Provinsi DKI

Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi Jawa Timur.4

Sementara di ayat 3, disana disebutkan bahwa pendidikan non formal

meliputi pendidikan kecakapan hidup (life skills); pendidikan anak usia dini;

pendidikan kepemudaan; pendidikan pemberdayaan perempuan; pendidikan

keaksaraan; pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja; pendidikan kesetaraan;

serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta

didik.

2 Wiratomo, Paulus 1986, Indonesian Non Formal Education Program: Problems of Access and

The effect of The Programs on The Attitudes of Learners, Albany: State University of New York.3 http://www.litbang.depkes.go.id/download/regulasi/UU-20-2003.pdf4 Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan Dirjen Pendidikan Nonformal dan IinformalDepartemen Pendididkan Nasional dalam www.infokursus.net/stat.php

Page 3: Makalah+Pendidikan+Non+Formal

Pendidikan-pendidikan non formal ini dianggap mampu menyediakan

aktivitas pendidikan yang memenuhi kebutuhan dan kepentingan yang tidak

dapat dipenuhi oleh sekolah formal untuk dapat memenuhi tuntutan global di

dunia kerja.

I.2 Permasalahan

Di Indonesia pendidikan formal sangat dihargai sehingga orang yang bisa

diterima kerja adalah orang yang berpendidikan formal. Pemerintah akhirnya

memperbanyak angka pendidikan formal agar masyarakat yang tidak

berpendidikan bisa memperoleh pendidikan dengan baik dan nantinya bisa

mendapatkan pekerjaan sehingga mengurangi angka pengangguran. Namun,

permasalahan terjadi saat jumlah lulusan dari pendidikan formal tidak sebanding

dengan lapangan kerja yang ada. Banyak lulusan dari sekolah formal yang tidak

mendapatkan lapangan pekerjaan yang mereka inginkan. Akhirnya persaingan

dalam pencarian kerja menjadi semakin gencar. Pendidikan formal dirasa kurang

cukup untuk memenuhi syarat kualifikasi pekerjaan dalam persaingan kerja.

Munculnya pendidikan non formal sebagai penambah keahlian bagi orang yang

telah menempuh pendidikan formal sehingga mereka lebih memenuhi kualifikasi

dalam dunia kerja.

I.3 Tujuan Penelitian

Menjelaskan gambaran mengenai pendidikan non-formal dan hubungan antara

seseorang yang telah menempuh pendidikan non formal dengan kualifikasinya di

dalam dunia kerja.

Page 4: Makalah+Pendidikan+Non+Formal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL

II.1 Tinjauan Pustaka

Pendidikan non formal berbeda dari aliran pendidikan formal dimana

dalam kenyataannya individu dapat bergabung pada setiap umur, setiap level dan

setiap waktu pada tahun menerima level pendidikan dari setiap langkahnya

sendiri. Kursus-kursus pada komunitas sekolah dan college ialah bagi pelajar dan

pelengkap untuk membuat individu percaya diri melalui self-employment

sehingga mereka memiliki keahlian dan kekuatan untuk bekerja meningkatkan

status sosial-ekonomi mereka. Aliran pendidikan nonformal dirancang untuk

mempertemukan kebutuhan-kebutuhan yang spesifik dari komunitas. Komunitas

pendidik dan guru akan secara itu juga menerapkan proses demokrasi,

memimpin komunitas melalui otonomi pendidikan dan membangun perasaan

yang berhubungan dengan solidaritas.5

Berdasarkan penelitian sejak tahun 1950 sampai 1980 di Amerika Latin

dan Caribean memfokuskan untuk melakukan inovasi dan aktivitas di pendidikan

non formal. Pendidikan non formal sering dijadikan pusat strategi untuk

perubahan dan peningkatan sosial-ekonomi bagi masyarakat miskin. Program

pendidikan non formal didisain untuk membangun infrastruktur wilayah hingga

sumber daya manusia yang lebih cakap dan dapat ditempatkan di posisi tertentu

yang lebih tanggap terhadap permintaan pasar dunia. Program-program yang

berkaitan dengan Human Capital lebih memberi dukungan dan untuk

memelihara kehidupan sosial dan politik dalam hal status quo. Kesempatan bagi

pembuat kebijakan untuk mengembangkan strategi dan juga advokasi dari kaum

miskin dalam hal ini mejadi jelas. Penilaian terhadap program human capital dan

5 Narang, Renuka H, 1992, Social Justice and Political Education through Non-Formal Education (http://www.jstor.org/stable/3444692 )

Page 5: Makalah+Pendidikan+Non+Formal

pergerakan sosial dan reforamsi pendekatannya berorientasi pada ekonomi dan

marginalitas sosial dalam periode 50 tahun. Gerakan reformasi menekankan pada

agenda politik dan sosial, sementara program human capital lebih menekankan

pada kepentingan ekonomi. Mengkobinasikan keuntungan ekonomi dengan

politik dan perubahan sosial itu diperlukan dan menjadi usaha yang terus

dilakukan.

Dalam segi ekonomi, struktur kesempatan, hingga pertumbuhan

ekonomi, harus dibuka atau sedikit dapat dibuka dengan berbagai pengaruh atau

dampak pengangguran dan pendapatan. Sekurang-kurangnya tersedianya

beberapa kesempatan kerja lebih banyak ditawarkan daripada masuk ke dalam

posisi pada level tertentu. Kesempatan perlu dihadirkan, dan ada dua area yang

menjadi perhatian. Pertama adalah pertumbuhan masalah pengangguran diantara

generasi muda, yang telah dikalkulasikan sebanyak dua kali dalam taraf nasional.

Sejarah tentang perubahan generasi muda di dalam negara, dikombinasikan

dengan perhatian utama dalam pembentukan generasi baru yang akan memimpin

negara. Perhatian tersebut hingga mengkobinasikan pendidikan formal dan

program pendidikan non formal yang merupakan dua area yang potensial untuk

dikombinasikan. Kombinasi tersebut secara langsung berkaitan dengan ekonomi

informal dimana lebih membutuhkan analisis kompetensi dan program-program

yang harus berkelanjutan.6

‘Non formal education’ diperkenalkan pada akhir 1960-an untuk

menandakan adanya kebutuhan untuk membuat tanggung jawab pendidikan di

luar sekolah atas permintaan pendidikan yang baru dan berbeda. Selama tahun

1970-an, bagi kebanyakan negara dunia ketiga, pendidikan non formal memiliki

frekuensi alternatif program untuk remaja dan dewasa yang tidak terpuaskan atau

sedikit tepuaskan pendidikannya oleh sekolah, atau bagi yang membutuhkan

tambahan disamping schooling yang telah mereka terima. Karakteristik dari

pendidikan non formal adalah bahwa aktivitasnya harus dipisahkan dari state-

sanctioned schooling dan direncanakan secara sistematik dan mengantarkan

kelompok tertentu pada tujuan spesifik. Pendidikan non formal tidak seperti

pendidikan formal yang memiliki standar terhadap eksistensinya. Namun, pada

6 Rama, German W and Tedesco, Juan Carlos, Education and Development in Latin America 1950-19. pp. 187-211 (http://www.jstor.org/stable/3443730)

Page 6: Makalah+Pendidikan+Non+Formal

beberapa situasi, mengejar pendidikan tidak hanya formal melainkan juga non-

formal dapat menjadi tradisi untuk mobilitas karir.

Tidak semua pendidikan non formal dapat diakses setiap strata budaya

dan sosio-ekonomi di masyarakat. Terdapat partisipasi yang berbeda yang

bergantung pada etnis, kelas sosial, jenis kelamin, dan berpengaruh pula antar

masyarakat pedesaan dan perkotaan. Pada beberapa instansi, misalnya,

pendidikan non formal bagi solidaritas agama dan etnis, sementara yang lainnya

untuk menyokong kebutuhan skill bagi mobilitas sosial-ekonomi. Pada program

yang lainnya pendidikan non formal merupakan pemenuhan waktu luang bagi

kelas atas dengan jangka panjangnya untuk meningkatkan sosialisasi politik

dalam masyarakat. Pendidikan non formal menjamin kesempatan untuk pilihan

pendidikan lebih besar yang biasanya tidak dipenuhi sekolah formal. Untuk

itulah, pendidikan non formal menjadi biasa dan ketergantungan pada negara

industri atau pusat kota. Dengan kata lain, kelas sosial cenderung mendominasi

karakteristik partisipasi dalam aktivitas pendidikan nonformal, khususnya bagi

private-for-profit programs. Bersama-sama dengan bias kelas sosial, ethno-

religious dan jenis kelamin, menentukan aktivitas, antara satu grup dengan

lainnya. Pendidikan nonformal berkontribusi untuk perubahan tingkah laku

inividual bagi perubahan sosial. Atau dengan kata lain, jika individual

memerlukan basic skills dan masyarakat dilihat sebagai sistem yang memerlukan

adaptasi, maka pendidikan non formal harus dilihat sebagai kontributor.

Pendidikan non formal digunakan melewati batas sosio-ekonomi atau kelompok

etnik untuk memfasilitasi perubahan yang lebih radikal melibatkan akses kepada

sumber daya politik dan ekonomi, dimana hasilnya seringkali gagal. Pendidikan

nonformal lebih impotent dibandingkan pendidikan formal karena harus

berhadapan dengan pemisahan antara politik dan ekonomi. Untuk itulah

perencanaan program pendidikan non formal harus disesuaikan dengan kelas

sosial dan etnik berdasarkan goal yang spesifik. Pendidikan non-formal

seharusnya dilihat sebagai alternatif bagi pembentukan karakter melalui

ketergantungan, ketertarikan dan ketidaksinambungan, dan sangat sulit untuk

melihatnya membuat kontribusi besar bagi perlawanan sosial untuk perubahan

individual, mengingat akses untuk kesempatan terikat kuat pada schooling.7

7 La Belle, Thomas J, 1982, Formal, Nonformal and Informal Education: A Holistic Perspective on Lifelong Learning , pp. 159-175, (http://www.jstor.org/stable/3443930)

Page 7: Makalah+Pendidikan+Non+Formal

II.2 Kerangka Konseptual

Berdasarkan teori konflik, Samuel Bowles dan Gintis (1976):

- Peran utama pendidikan adalah menghasilkan tenaga kerja. Kurikulum

yang ada didesain sedemikian rupa (hidden curriculum) sehingga

memiliki korelasi dengan kebutuhan yang ada di dunia industri. Dengan

kata lain pendidikan adalah lembaga penting dalam men-supply

kebutuhan kapitalisme. Pendidikan menyiapkan murid-muridnya untuk

mengabdi pada sistem perekonomian kapital atau industri. Lembaga

Pendidikan yang lebih elit akan mendapatkan informasi dan memiliki

fasilitas yang lebih baik. Sehingga bagi kelas atas mereka memiliki

fasilitas dan pengetahuan diluar sekolah lebih banyak. Oleh karena itu

pendidikan menjadi sarana bagi kaum kapitalis untuk mendapatkan

pekerja yang sesuai dengan kebutuhan produksinya.

- Bowles dan Gintis melihat bahwa pendidikan secara tidak langsung

menguntungkan bagi kapitalis melalui melalui legitimation of inequality.

- Bowles dan Gintis melihat meskipun pendidikan terbuka untuk siapa

saja, tetapi beberapa orang memiliki kesempatan yang lebih besar

dibandingkan yang lainnya. Anak orang kaya dan berkuasa cenderung

untuk memenuhi kualifikasi dan penghargaan yang tinggi untuk

kemampuan kerja.

Sedangkan Glenn Rikowski dalam paradigma konflik menyatakan bahwa:

- Rikowski melihat pelayanan pendidikan bertransformasi menjadi

komoditi dengan tujuan pertambahan nilai surplus-profit atau

keuntungan. Dorongan terbesar dalam pendidikan adalah menciptakan

keuntungan dari sistem ini. Pendidikan sebagai komoditi yakni

pendidikan beroperasi seperti perusahaan komersil.

- Ekspansi pasar yang konstant adalah kepentingan atau kebutuhan untuk

pembangunan kapitalisme. Sehingga kecenderungan kapitalis adalah

membuat pasar global. Jadi menurut Rikowski, globalisasi yang terjadi

sekarang adalah globalisasi kapitalis dan pendidikan termasuk dalam

Page 8: Makalah+Pendidikan+Non+Formal

proses tersebut. Dan sekolah tidak dapat melawan kepentingan

fundamental kepentingan kapitalis.

Menurut Theodore Schultz dalam teori Human Capital:

The process of acquiring skills and knowledge through education was not

to be viewed as a form of consumption,but rather as a productive

investment “buy investing in themselves people can ellarge the range of

choice available to them.it is the one way freemen can enhance their

welfare

jika seseorang mengikuti pendidikan, maka Ia berinvestasi terhadap

dirinya sendiri, karena pendidikan yang telah Ia dapatkan akan membuatnya

lebih kompeten untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.

Page 9: Makalah+Pendidikan+Non+Formal

BAB III

PEMBAHASAN

IV.1 Peran Pendidikan Non Formal sebagai Penunjang Pendidikan Formal

dalam Kualifikasi Dunia Kerja dan Penerapannya bagi Tiap Provinsi di

Indonesia

Terhadap human capital yang dilakukan seseorang dengan mengikuuti

pendidikan Non-Formal, terdapat beberapa unsur yang mendukung kualifikasi

dirinya dalam dunia kerja. Yang dapat dijabarkan ke dalam indikator-indikator

sebagai berikut:8

IV.1.1 Lembaga Non Formal di Indonesia

Dari 13.446 lembaga kursus yang ada di Indonesia, 11.207 lembaga

(83,35%) sudah memiliki ijin operasi. Sisanya, sebesar 10,20% lembaga sedang

dalam proses mengurus ijin dan 6,45% lembaga belum memiliki ijin. Hal ini

menunjukkan bahwa sebagian besar lembaga kursus sudah resmi dan dapat

dipertanggungjawabkan keberadaannya. Status perijinan lembaga memberikan

kepastian bagi peserta untuk mendapatkan layanan pendidikan dan sertifikat

yang dibutuhkan dalam memasuki dunia kerja.

Gambar 1. Lembaga Menurut Status Perijinan

8 www.infokursus.net/stat.php

Page 10: Makalah+Pendidikan+Non+Formal

Dari 13.446 lembaga kursus di Indonesia sebanyak 9.209 (68,49%)

berstatus perseorangan, 4.164 (30,97%) berstatus yayasan atau badan hukum lain

dan 73 atau (0,54%) adalah dengan status kerjasama dengan lembaga asing.

Gambar 2. Lembaga Menurut Status Kerjasama dengan Lembaga Lain

Pendidikan non formal pada hakikatnya bertujuan untuk memenuhi

kualifikasi dalam dunia kerja. Oleh karena itu skill yang diajarkan oleh

pendidikan non formal berhubungan dengan permintaan dunia industri. Namun,

berdasarkan data BPS diatas lembaga pendidikan non forml dari ada yang

memiliki perijinan dan yang tidak memiliki perijinan. Di dalam pendidikan non

formal terdapat lembaga yang memiliki perijinan dan yang tidak memiliki

perijinan. Sementara, ketika lembaga tersebut memiliki perijinan, maka selain

mendapatkan sertifikat resmi, lembaga tersebut juga akan mudah dalam bekerja

sama dengan lembaga lain, baik dengan lembaga asing maupun dengan berbadan

hukum. Hal itu lah yang akan membuat lembaga tersebut akan lebih

menghasilkan orang-orang yang lebih kompeten dalam dunia kerja. Sedangkan

yang tidak memiliki perizinan, lembaga tersebut secara otomatis tidak memiliki

sertifikat dan sulit untuk bekerja sama dengan lembaga lain. Sehingga lulusannya

kurang kompeten dalam dunia kerja. Dengan kata lain, setiap pendidikan non

formal tidak memiliki standar yang sama yang menurut Bowles dan Gintis, biasa

Page 11: Makalah+Pendidikan+Non+Formal

disebut dengan legitimacy inequality, yang pada akhirnya pendidikan itu akan

ditujukan agar dapat menghasilkan keuntungan tersendiri pada sistem kapitalis.

IV.1.2 Peserta

Dari keseluruhan peserta kursus tersebut terdiri dari berbagai tingkat

pendidikan mulai dari SD sampai S2 atau S3. Dilihat dari persentase peserta

didik ternyata peserta dengan tingkat pendidikan SMA menempati urutan

pertama yaitu sebesar 45,51%, kemudian diikuti tingkat pendidikan SMP sebesar

22,97%, SD 17,84%, S2/S3 sebanyak 10,11% dan terkecil adalah tingkat

pendidikan S1 yaitu sebesar 5,42. Yang cukup menarik adalah bahwa jumlah

peserta kursus dengan tingkat pendidikan S2/S3 ternyata hampir dua kali bila

dibandingkan dengan S1.

Gambar 3. Peserta Kursus Menurut Pendidikan

Penyelenggaraan ujian kursus dapat dibedakan menjadi (4) empat macam

yaitu ujian lokal atau lembaga (79,50%), ujian nasional (17,50%), ujian

internasional (1,79%) dan ujian kompetensi atau profesi (1,21%). (Gambar 4).

Dari keempat jenis ujian tersebut berhasil meluluskan sebanyak 798.845 atau

(90,14%), ujian nasional 78.942 atau (8,91%) dan ujian internasional sebanyak

8.398 atau (0,95%).

Gambar 4. Kursus Menurut Ujian Yang Diselenggarakan

Page 12: Makalah+Pendidikan+Non+Formal

Persentase terbanyak pada peserta didik dalam pendidikan non formal

terdapat pada siswa SMA, kemudian S2, S3, dan posisi terakhir ditempati pada

mahasiswa S1. Penyebab lebih banyaknya persentase untuk siswa SMA yang

mengambil pendidikan non formal dikarenakan siswa SMA akan melanjutkan

pendidikan yang lebih tinggi, yaitu bangku perkuliahan, sehingga mereka lebih

ingin fokus untuk dapat masuk ke universitas yang mereka inginkan. Perkuliahan

termasuk dalam pendidikan formal, oleh karena itu untuk mendapatkan keahlian

lebih yang tidak mereka dapatkan di pendidikan formal, mereka mengambil

pendidikan non fomal yang bertujuan untuk membantu mereka dalam

pencapaiannya menuju ke perkuliahan. Selain itu, bagi mereka yang tidak dapat

melanjutkan ke jenjang perkuliahan, pendidikan non formal menjadi alternatif

untuk meningkatkan skill agar mereka dapat bersaing dengan orang yang

menempuh pendidikan formal dan memenuhi permintaan dunia kerja.

Berdasarkan teori human capital oleh Theodore Schultz:

The process of acquiring skills and knowledge through education

was not to be viewed as a form of consumption,but rather as a

productive investment “buy investing in themselves people can

ellarge the range of choice available to them.it is the one way

freemen can enhance their welfare”

Maka, jika seseorang mengikuti pendidikan non formal, maka Ia berinvestasi

terhadap dirinya sendiri karena pendidikan yang Ia dapatkan akan membuat Ia

lebih kompeten untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Sementara

penyelenggaraan ujian kursus bertingkat nasional hingga internasional

menghasilkan lulusan yang semakin bersaing dalam pasar global.

IV.1.3 Pendidik

Page 13: Makalah+Pendidikan+Non+Formal

Data mengenai tenaga pendidikan mencakup kewarganegaraan, latar

belakang pendidikan, status kepegawaian, dan sertifikasi yang dimiliki. Dari

90.946 orang pendidik yang ada, 88.900 pendidik (97,8%) berwarga negara

Indonesia (WNI). Sisanya, sebesar 2,2% pendidik berwarga negara asing

(WNA). Hal ini menunjukkan bahwa globalisasi sudah masuk ke industri

pendidikan, khususnya kursus. Dirinci menurut jenjang pendidikan, sebagian

besar pendidik (57,0%) berpendidikan S1 (sarjana) dan yang lebih tinggi.

Gambar 5. Pendidik Menurut Kewarganegaraan

Gambar 6. Pendidik Menurut Sertifikat Profesi

Dilihat kepemilikan sertifikat profesi, sebagian besar pendidik memiliki

sertifikasi tingkat nasional (83,7%). Hal ini menunjukkan bahwa kualitas

pendidik sudah baik sehingga diharapkan lulusannya diharapkan juga baik.

Page 14: Makalah+Pendidikan+Non+Formal

Terdapat 4,1% pendidik yang memiliki sertifikasi internasional. Hal ini

merupakan nilai tambah yang perlu terus dikembangkan agar lulusan lembaga

kursus mampu bersaing di pasar tenaga kerja. Sebaliknya, masih ada 12,2%

pendidik yang belum memiliki sertifikasi.

Adanya pendidik dalam pendidikan non formal yang tidak hanya

berwarga negara Indonesia (WNI), tapi ada yang berwarganegara asing (WNA).

Hal ini menunjukan bahwa globalisasi telah masuk ke dalam dunia pendidikan.

Hal ini sesuai dengan pandangan Glenn Rikowski bahwa:

In capitalis society education will be like any other commodity.

Today globalization is essentially capitalist globalization.

Education become global commodity.

Maka sementara itu sertifikasi pendidikan yang sudah tingkat nasional bahkan

ada yang memiliki sertifikat internasional menunjukan bahwa pendidik telah

memiliki pandangan secara global diharapkan juga dapat menghasilkan lulusan

yang baik. Sehingga akan menghasilkan lulusan yang semakin bersaing dalam

pasar global.

IV.1.4 Prasarana

Data mengenai prasarana pada lembaga kursus mencakup kepemilikan

gedung serta ketersediaan ruang teori dan ruang praktek. Dari seluruh lembaga

kursus, 7.282 lembaga (54,2%) memiliki gedung sendiri, 5.271 lembaga (39,2%)

masih menyewa gedung untuk kegiatan belajar mengajar, 394 lembaga (2,9%)

menggunakan gedung bebas sewa (pinjam), dan 498 lembaga (3,7%) memiliki

menggunakan gedung dengan status lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa lebih

dari setengah lembaga kursus sudah memiliki gedung sendiri untuk mendukung

proses belajar mengajar.

Gambar 7. Lembaga Menurut Kepemilikan Gedung

Page 15: Makalah+Pendidikan+Non+Formal

Dari 13.446 lembaga kursus yang ada di Indonesia, 12.646 lembaga

(94,1%) memiliki ruang teori dan 11.229 lembaga (83,5%) memiliki ruang

praktek. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar lembaga kursus sudah

melengkapi diri dengan ruang yang memadai bagi pesertanya. Persentase

lembaga yang sudah memiliki ruang teori masing-masing provinsi juga cukup

tinggi.

Gambar 8. Lembaga Menurut Ketersediaan Ruang

Menurut logika kapitalisme, lembaga yang memiliki modal yang berlebih

akan memberikan investasi yang lebih baik berupa fasilitas yang menunjang

kegiatan belajar mengajar dalam upaya pengembangan skill. Untuk membangun

fasilitas yang baik ini tentunya membutuhkan dana yang cukup besar maka

lembaga ini pun mengenakan standar harga yang mahal, otomatis orang-orang

yang bergabung dengan lembaga inipun adalah orang-orang yang juga memiliki

modal yang besar (akumulasi modal). Hal inilah yang semakin menyebabkan

legitimation of inequality.

Page 16: Makalah+Pendidikan+Non+Formal

BAB V

Penutup

V.1 Kesimpulan

Tidak semua orang yang telah menempuh pendidikan non-formal akan

memenuhi kualifikasi dalam dunia kerja. Terdapat beberapa unsur sebagai

Page 17: Makalah+Pendidikan+Non+Formal

indikator yang mempengaruhi kualifikasi dirinya dalam dunia kerja. Yang dapat

dijabarkan sebagai berikut:

Setiap pendidikan non-formal tidak memiliki standar yang sama yang

menurut Bowles dan Gintis, biasa disebut dengan legitimacy inequality. Ketika

lembaga tersebut memiliki perijinan, maka selain mendapatkan sertifikat resmi,

lembaga tersebut juga akan mudah dalam bekerja sama dengan lembaga lain Hal

itu lah yang akan membuat lembaga tersebut akan lebih menghasilkan orang-

orang yang lebih kompeten dalam dunia kerja.

Investasi diri (human capital) dilakukan agar seseorang lebih kompeten di

dunia kerja dapat dengan mengikuti lembaga pendidikan non formal. Lembaga

pendidikan non formal yang di dalam tes akhir kelulusannya mengacu pada

standarisisasi global tentu akan menunjang seseorang dalam dunia kerja.

Selain itu, yang terjadi saat ini, terdapat pendidik dalam pendidikan non

formal yang tidak hanya diikuti oleh masyarakat dalam negeri, tapi juga oleh

masyarakat luar negeri. Hal tersebut dapat diartikan bahwa globalisasi telah

masuk ke dalam dunia pendidikan, dan sesuai dengan pandangan Glenn

Rikowski bahwa pendidikan menjadi komoditi. Dimana semakin pendidik

memiliki pandangan secara global maka lulusannya juga akan memiliki

pandangan global.

Menurut logika kapitalisme, lembaga yang memiliki modal berlebih akan

memiliki fasilitas yang baik, sehingga dapat dilihat bahwa orang-orang yang

mengikuti lembaga tersebut adalah termasuk orang-orang yang memiliki modal.

Hal ini sesuai dengan pandangan akumulasi modal teori konflik. Namun, tidak

dipungkiri bahwa semakin baik fasilitas akan semakin kompeten lulusannya.

V.2 Saran

Ketika kita hendak menempuh pendidikan non formal maka hal pertama

yang harus dilakukan adalah memilih lembaga yang memiliki perizinan.

Lembaga pendidikan non formal yang tidak memiliki izin tidak akan memiliki

sertifikat yang diakui. Dalam hal ini, lembaga pendidikan non formal yang tidak

Page 18: Makalah+Pendidikan+Non+Formal

memiliki izin operasi akan kurang menunjang peserta didiknya untuk

memperoleh akses yang lebih besar dalam memenuhi kualifikasi pekerjaan.

Selain itu, di dalam lembaga pendidikan nonformal selain harus memiliki

syarat perijinan, sebaiknya juga memiliki staf pengajar yang berkualitas, dan

prasarana yang mendukung pendidikan, sehingga pada akhirnya kita akan

mendapatkan kompetensi yang lebih baik daripada orang yang tidak menempuh

pendidikan yang nonformal.