Makalah.docx

29
MAKALAH SAINS BUMI DAN KOSMIK EVOLUSI BINTANG II “Evolusi Deret Utama dan Tahap Evolusi Lanjut ” OLEH : GB.SATYA NARAYANA 1313021005 NI NYOMAN DITA TRI PRAMIDA 1313021020 PUTU SONIA VIRGAWATI PRATIWI 1313021040 Semester/Kelas: IV/A JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

Transcript of Makalah.docx

MAKALAH SAINS BUMI DAN KOSMIKEVOLUSI BINTANG IIEvolusi Deret Utama dan Tahap Evolusi Lanjut

OLEH :GB.SATYA NARAYANA1313021005NI NYOMAN DITA TRI PRAMIDA1313021020PUTU SONIA VIRGAWATI PRATIWI1313021040

Semester/Kelas: IV/A

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHASINGARAJA2015

PRAKATAOm Swastyastu,Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya, makalah yang berjudul Evolusi Deret Utama dan Tahap Evolusi Lanjut dapat diselesaikan tepat waktu. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Sains Bumi dan Kosmik, Drs. Iwan Siswandi, M.Pd. Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan. Evolusi Bintang ataupun infomasi dari media massa (internet). Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pengajar matakuliah Sains Bumi dan Kosmik atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.Besar harapan penulis, makalah ini dapat memberi manfaat bagi setiap orang. Terutama dalam hal menambah wawasan tentang Sains Bumi dan Kosmik mengenai Evolusi Deret Utama dan Tahap Evolusi Lanjut. Penulis sadari, makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang konstruktif dari setiap pihak, demi penyempurnaan makalah ini.Om Santih, Santih, Santih Om.

Singaraja, Mei 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iiDAFTAR ISI iiiBAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang 11.2 Rumusan Masalah 21.3 Tujuan Penulisan 31.4 Manfaat Penulisan3BAB II PEMBAHASAN 2.1 Evolusi Deret Utama42.2 Tahap Evolusi Lanjut9BAB III PENUTUP 3.1Simpulan 163.2. Saran 16DAFTAR PUSTAKA

i

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangBintang merupakan benda langit yang memancarkan cahaya. Terdapat bintang semu dan bintang nyata ( Hanif, 2004). Bintang semu adalah bintang yang tidak menghasilkan cahaya sendiri, tetapi memantulkan cahaya yang diterima dari bintang lain. Bintang nyata adalah bintang yang menghasilkan cahaya sendiri. Secara umum sebutan bintang adalah objek luar angkasa yang menghasilkan cahaya sendiri (bintang nyata).Bintang-bintang telah menjadi bagian dari setiap kebudayaan. Bintang-bintang digunakan dalam praktik-praktik keagamaan, dalam navigasi, dan bercocok tanam. Kalender Gregorian, yang digunakan hampir di semua bagian dunia, adalah kalender Matahari, mendasarkan diri pada posisi Bumi relatif terhadap bintang terdekat, Matahari.Astronom-astronom awal seperti Tycho Brahe berhasil mengenali bintang-bintang baru di langit (kemudian dinamakan novae) menunjukkan bahwa langit tidaklah kekal. Pada 1584 Giordano Bruno mengusulkan bahwa bintang-bintang sebenarnya adalah Matahari-matahari lain, dan mungkin saja memiliki planet-planet seperti Bumi di dalam orbitnya, ide yang telah diusulkan sebelumnya oleh filsuf-filsuf Yunani kuno seperti Democritus dan Epicurus (Wikipedia, 2008). Pada abad berikutnya, ide bahwa bintang adalah Matahari yang jauh mencapai konsensus di antara para astronom. Untuk menjelaskan mengapa bintang-bintang ini tidak memberikan tarikan gravitasi pada tata surya, Isaac Newton mengusulkan bahwa bintang-bintang terdistribusi secara merata di seluruh langit, sebuah ide yang berasal dari teolog Richard Bentley.Astronom Italia Geminiano Montanari merekam adanya perubahan luminositas pada bintang Algol pada 1667. Edmond Halley menerbitkan pengukuran pertama gerak diri dari sepasang bintang tetap dekat, memperlihatkan bahwa mereka berubah posisi dari sejak pengukuran yang dilakukan Ptolemaeus dan Hipparchus. Pengukuran langsung jarak bintang 61 Cygni dilakukan pada 1838 oleh Friedrich Bessel menggunakan teknik paralaks.Seperti halnya manusia, bintang juga mengalami tahapan kehidupan yang mirip dengan manusia yaitu lahir, hidup dan mati (tidak bersinar lagi). Proses lahir, berkembang dan, dan akhirnya mati inilah yang disebut dengan evolusi bintang (Rahmi, 2010). Bintang akan terlihat bersinar terang ketika malam hari. Bintang yang kita lihat telah ada jauh sebelum bumi terbentuk. Mempelajari evolusi bintang sangat penting bagi manusia, terutama karena kehidupan kita bergantung pada matahari. Matahari sebagai bintang terdekat harus kita kenali sifat-sifatnya lebih jauh. Berbeda dengan manusia evolusi bintang memerlukan waktu jutaan bahkan milyaran tahun.Alam semesta ini banyak dihuni oleh bintang dengan berbagai umur dan tahap evolusi. Usia manusia tidak akan cukup untuk mengamati bintang yang memiliki usia hingga milyaran tahun. Jumlah manusia di bumi dan bintang di angkasa sangat banyak dengan usia yang berbeda-beda. Kita bisa mengamati kondisi manusia dan bintang yang berada pada usia/tahapan evolusi yang berbeda-beda. Ditambah dengan pemodelan, akhirnya kita bisa menyusun teori evolusi bintang tanpa harus mengamati sebuah bintang sejak kelahiran hingga akhir evolusinya. Berdasarkan latar belakang diatas maka dipandang perlu untuk membuat sebuah makalah yang berjudul Evolusi Bintang II yang terdiri dari Evolusi Deret Utama dan Tahap Evolusi Lanjut yang dapat memberikan informasi lebih mendalam mengenai perubahan kehidupan bintang atau yang disebut evolusi bintang.

1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini sebagai berikut.1.2.1 Bagaimana konsep bintang deret utama?1.2.2 Bagaimana konsep tahap evolusi lanjut?

1.3 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan kali ini adalah sebagai berikut.1.3.1 Untuk mendeskripsikan konsep bintang deret utama.1.3.2 Untuk mendeskripsikan konsep tahap evolusi lanjut.

1.4 ManfaatAdapun manfaat yang didapatkan dari penulisan makalah ini antara lain:1.4.1. Bagi penulisPenulisan makalah ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan penulis tentang penulisan suatu karya ilmiah dan materi evolusi bintang-bintang.1.4.2. Bagi pembacaPenulisan makalah ini bermanfaat bagi pembaca terutama untuk menambah pengetahuan tentang evolusi bintang-bintang.

BAB IIPEMBAHASAN2.1 Evolusi Di Deret UtamaDeret utama berumur nol (zero age main sequence = ZAMS) adalah posisi bintang pada diagram Hertzsprung-Russell pada saat pertama kali membakar hidrogen di intinya (Hanif, 2004). Komposisi kimia bintang pada saat itu masih homogen (sama dari pusat hingga permukaan) dan masih mencerminkan komposisi awan antarbintang yang membentuknya. Deret utama merupakan kedudukan bintang dengan reaksi inti di pusatnya yang komposisi kimianya masih homogen. Akibat pengerutan gravitasi, temperatur di pusat bintang menjadi makin tinggi. Pada temperatur sekitar 10 juta derajat, inti hydrogen mulai bereaksi membentuk helium. Berlangsungnya reaksi inti di pusat bintang mengakibatkan hidrogen di pusat berkurang sedangkan helium bertambah. Jadi dengan perlahan terjadi perubahan komposisi kimia di pusat bintang. Sedikit demi sedikit bintang tidak homogen lagi komposisi kimianya. Hal ini berakibat perubahan struktur bintang dengan perlahan. Bintang menjadi lebih terang, jejari bertambah besar dan temperatur efektifnya berkurang, namun belum bergeser terlalu jauh dari deret utama. Tahap evolusi ini disebut tahap deret utama yang bermula dari deret utama berumur nol. 2.2.1 Pembangkitan energi di dalam bintangDi pertengahan abad ke-19, Lord Kelvin dan Hermann von Helmholtz, dengan menggunakan teori konservasi energi mempostulatkan bahwa energi yang dihasilkan Matahari berasal dari pengerutan gravitasi. Proses pengerutan mengubah energi gravitasi menjadi energi panas dan meningkatkan suhu di inti Matahari.

Gambar 1. Reaksi Pembangkitan Energi Perkembangan fisika kuantum, menelurkan teori baru akan pembangkitan energi di dalam bintang. Adalah Sir Arthur Eddington pada 1920 yang mengemukakannya untuk pertama kali, melibatkan dua proton yang bergabung untuk membentuk satu inti helium dikuti dengan pelepasan energi. Pada 1939, Hans Bethe mengemukakan mekanisme daur proton-proton untuk pembangkitan energi di dalam bintang sekelas matahari, melengkapi teori mekanisme daur karbon-nitrogen-oksigen yang dikemukakan sebelumnya pada 1938 oleh Carl Friedrich von Weizscker.Ketika Eddington mengungkapkan usulannya untuk pertama kali, didapati bahwa tekanan dan temperatur Matahari tidak cukup tinggi untuk melangsungkan pembakaran fusi hidrogen. Bethe melihat bahwa efek terowong dalam fisika kuantum dapat mengatasi masalah ini, sehingga reaksi fusi dapat terjadi dalam lingkungan dengan temperatur dan tekanan yang tidak terlalu tinggi. Daur proton-proton yang diusulkan oleh Hans Bethe adalah reaksi fusi yang tidak terlalu peka terhadap suhu dan berlangsung dengan lambat. Daur ini juga yang membuat bintang-bintang sekelas matahari dan yang lebih kecil dapat berumur jauh lebih panjang.

Gambar 2. Reaksi Daur KarbonDi lain pihak, daur karbon-nitrogen-oksigen berlangsung pada temperatur dan tekanan yang tinggi yaitu saat energi kinetik mampu mengatasi penghalang gaya Coulomb. Daur karbon-nitrogen-oksigen berlangsung dengan laju cepat, sehingga sekali bintang memiliki cukup tekanan dan temperatur, daur ini akan lebih dominan ketimbang rantai proton-proton. Dengan daur CNO, terjadi semacam siklus melingkar, semakin tinggi temperatur, semakin cepat reaksi berlangsung, dan semakin cepat reaksi berlangsung, semakin tinggi temperatur. Daur ini yang dominan terjadi pada bintang-bintang yang lebih masif daripada matahari.Perbedaan mekanisme fusi nuklir di dalam bintang ini akan membuat perbedaan struktur bintang antara yang bermassa lebih kecil dari matahari dan yang lebih besar.Bintang yang temperatur pusatnya dua kali lebih tinggi daripada matahari menghasilkan energi dari daur karbon seribu kali lebih besar daripada matahari, sedangkan energi dari reaksi proton-proton hanya sekitar lima kali lebih besar. Bintang di deret utama bagian atas mempunyai temperatur pusat lebih tinggi daripada yang di deret utama bagian bawah. Jadi untuk bintang deret utama bagian atas pembangkitan energi terutama berasal dari reaksi daur karbon, sedangkan di bagian bawah (seperti matahari) terutama dari reaksi proton-proton. Tak ada batas tajam untuk deret utama bagian atas dan bagian bawah, batasnya berkisar antara massa 2,5 dan 1,5 M.Pembangkitan energi pada bintang-bintang sekelas matahari atau yang lebih kecil, terutama ditempuh melalui mekanisme rantai proton-proton yang tidak terlalu peka terhadap suhu. Hal ini menyebabkan temperatur pada lapisan-lapisan di bagian inti tidak terlalu jauh berbeda sehingga konveksi tidak terjadi. Energi di bagian inti diangkut keluar dengan cara radiasi.Sebaliknya di bagian luar bintang, temperatur cukup rendah sehingga mengijinkan atom hidrogen berada dalam keadaan netral. Pada satu titik di dalam bintang antara inti dan permukaan, foton-foton berenergi tinggi dalam panjang gelombang ultra violet yang diradiasikan dari inti kemudian diserap oleh hidrogen-hidrogen netral untuk mengionisasi diri, sehingga seolah-olah lapisan ini menjadi tidak tembus cahaya ultra violet. Dari titik ini penghantaran dengan cara radiasi berhenti dan energi kemudian diangkut secara konveksi.

Gambar 3. Pembangkitan Energi MatahariJadi untuk bintang-bintang sekelas matahari atau yang lebih kecil, lapisan radiasi dominan di bagian inti sementara lapisan konveksi dominan di bagian luar.

Gambar 4. Struktur bintang yang lebih masif dari matahari

Pada bintang-bintang bermassa lebih besar daripada matahari, reaksi CNO yang sangat peka pada temperatur membuat gradien temperatur di inti sangat besar. Semakin dalam kita masuk ke lapisan-lapisan di bagian inti maka semakin tinggi temperatur, sehingga semakin cepat reaksi berlangsung. Semakin cepat reaksi berlangsung, berakibat pada semakin tingginya temperatur, begitu seterusnya, sehingga perbedaan temperatur antar lapisan di bagian inti menjadi begitu besar yang membuat pengangkutan energi di pusat diangkut dengan cara konveksi. Tempat terjadinya konveksi ini di sebut pusat konveksi. Karena laju raksi yang cepat ini, hidrogen di pusat bintang akan habis dalam waktu yang relatif singkat. Tetapi akibat adanya aliran konveksi, bagian pusat akan diisi kembali oleh hidrogen bagian luar yang reaksinya lebih lambat, sedang materi di pusat akan terbawa keluar. Pengadukan yang berlangsung terus menerus ini menyebabkan komposisi kimia di dalam pusat konveksi seragam. Dengan begitu hidrogen akan habis secara serentak dalam seluruh pusat konveksi itu.Energi yang begitu besar yang dibangkitkan dari reaksi CNO membuat bagian luar bintang juga memiliki temperatur yang tinggi sehingga hampir semua atom hidrogen berada dalam keadaan terionisasi. Hal ini menyebabkan foton-foton ultra violet tidak menemui halangan dan lolos begitu saja, sehingga penghantaran energi dengan cara radiasi lebih dominan di bagian kulit bintang.bintang-bintang yang lebih masif daripada matahari, lapisan radiasi dominan di bagian kulit/luar sementara lapisan konveksi dominan di bagian inti.Akibat reaksi pembakaran hidrogen, jumlah helium di pusat bintang bertambah. Timbunana helium di pusat bintang ini disebut pusat helium. Terjadi pengerutan gravitasi secara perlahan pada pusat helium itu. Energi yang dibangkitkan akibat pengerutan itu kecil sekali hingga gradien temperatur di situ kecil. Dengan kata lain pusat helium ini bersifat isoterm (suhunya sama di semua tempat). Schonberg dan Chandrasekhar mendapatkan bila massa pusat helium ini mencapai 10 hingga 20% massa bintang, gradien tekanan tak dapat mengimbangi berat bagian luar bintang. Pusat helium tidak lagi mengerut dengan perlahan tetapi runtuh dengan cepat. Massa kritis pusat helium agar hal ini terjadi disebut batas Schonberg Chandrasekhar. Saat itu struktur bintang berubah secara hebat. Bagian luar bintang akan memuai dengan cepat. Bintang berevolusi menjadi bintang raksasa merah. 2.2 Tahap Evolusi LanjutJejak evolusi bintang pada tahap lanjut, dapat dilihat dengan menggunakan diagram HR. Diagram ini dikenal sebagai diagram Herzsprung-Russel.

Gambar 5. Diagran HR

Struktur dalam bintang pada tahap deret utama bergantung pada massa bintang. Begitu pula evolusi lanjut bintang dimulai dan ditentukan oleh massa awan pembentuk bintang dan massa bintang. Makin besar massanya maka evolusinya makin cepat untuk meninggalkan tahap deret utama.

Gambar 6. Siklus Kehidupan Bintang

Bintang Raksasa MerahDiawali oleh reaksi termonuklir yang mengubah empat isotop atom Hidrogen (H) menjadi satu atom helium (He). Ketika H di pusat habis terjadi pembakaran He di pusat dengan cara berbeda dengan pembakaran H. Sedangkan pembakaran H berlangsung di kulit bintang. Akibatnya gaya gravitasi memanaskan inti, memanaskan H yang menyelubungi dan lebih lanjut mengembangkan selubung bintang. Akibat reaksi pembakarn hydrogen, jumlah helium di pusat bintang bertambah.

Gambar 6. Bintang Raksasa MerahTimbunan helium di pusat bintang disebut pusat helium. Terjadi pengerutan gravitasi secara perlahan pada pusat helium itu. Energi yang dibangkitkan akibat pengerutan itu kecil sekali sehingga gradien temperature disitu kecil. Dengan kata lain pusat helium ini bersifat isotherm. Bila massa pusat helium ini mencapai 10 hingga 20% massa bintang, gradien tekanan tidak dapat mengimbangi berat bagian luar bintang. Pusat helium tidak lagi mengerut dengan perlahan tetapi tuntuh dengan cepat. Massa kritis pusat helium agar hal ini terjadi disebut batas Schonberg Chandrasekhar. Saat itu struktur bintang berubah secara hebat. Bagian luar bintang akan memuai dengan cepat. Bintang berevolusi menjadi bintang raksasa merah. Bintang berubah menjadi raksasa merah, berukuran 100 kali Matahari, namun lebih dingin. Bergeser di kanan atas diagram HR.Kabut Palnetary

Gambar 7. Kabut PlanetaryInti semakin panas He berubah menjadi karbon ( C ) dengan sangat cepat dan eksplosif hingga memunculkan kilatan helium. Bintang raksasa mengerut dengan kondisi di pusat terjadi pembakaran He menjadi C, dan di kulit terjadi pembakaran H menjadi He. Inti C terbentuk, bintang mengembang lagi menjadi maha raksasa merah, dimana sebagian materi terlempar keluar membentuk selubung dan menjadi kabut planet (planetary nebula). Pengamatan Kabut Planetari ini menunjukkan bahwa cincin gas mengembang dan Inti bintangnya mengerut.Katai Putih Evolusi lebih lanjut ditentukan oleh massa bintang dengan batas massa sebesar 1,44 massa Matahari yang disebut batas Chandrasekhar. Bintang ini adalah Katai Putih yang terletakpada daerah sebelah kiri bawah diagram H-R ( Ariasti, dkk., 2013). Pada saat ini tidak ada reaksi inti yang berlangsung di pusatnya. Kerapatan bintang katai putih adalah 20 miliar gram/cm3. Matahari akan menjadi katai putih seukuran Bumi 5 miliar tahun lagi.Sedangkan di bawah batas Chandrasekhar ini bintang akan terus mengerut. Tetapi saat bintang mencapai ukuran kira-kira sebesar bumi, yaitu sekitar 100 kali lebih kecil daripada saat di deret utama, terdapat tekanan yang dapat memberikan tekanan balik yang dapat menghentikan pengerutan. Materi Bintang katai putih dikatakan dalam keadaan terdegenerasi (kondisi yang timbul sesuai dengan hukum-hukum mekanika kuntum (Ariasti, dkk., 2013).

Gambar 8. Bintang Katai PutihSelama bermiliar tahun katai putih tetap memancarkan radiasi sebelum berubah menjadi katai gelap. Kadang katai putih meledak menjadi nova, atau supernova tipe I bila meledak dan hancur sama sekali.

Bintang Neutron

Gambar 9. Bintang NeutronBila semula massa bintang melebihi 8 kali massa matahari dan setelah pembentukan inti C dengan massa melebihi batas Chandrasekhar terjadi pembakaran C maka akan terjadi pembentukan unsur berat di inti secara berlapis yaitu oksigen, neon, silikon dan besi. Akhirnya bintang meledak dahsyat, hancur sama sekali dalam peristiwa supernova tipe II (Suwitra, 2001).Ketika bintang meledak, biasanya kejadiannya sangat cepat sehingga astronom hanya bisa melihat sisa-sisa ledakannya. Namun dalam sebuah keberuntungan, sebuah satelit berhasil menangkap ledakan sinar X dari sebuah bintang yang tengah mengakhiri hidupnya saat kejadian ledakan itu sedang terbentang. Penemuan ini menjadi titik awal untuk kemungkinan pengamatan supernova yang sedang meledak di masa mendatang.

Gambar Bintang NeutronDari sisa ledakan, bintang mengerut namun masih bisa menahan tekanan gravitasinya, inti memanas hingga mencapai 5 miliar derajat C, dan inti besi membelah. Terbentuklah inti netron dengan kerapatan 270 triliun gram/cm3. Bila bintang netron ini berotasi maka akan memancarkan gelombang radio, dan dinamakan sebagai Pulsar (pulsating radio sources). Yang akan berhenti berotasi dalam waktu sangat lama.Black Hole ( Lubang Hitam)

Gambar 10. Lubang HitamPada bintang-bintang bermassa sangat besar, bila pusat bintang mengalami keruntuhan gravitasi maka bagian luar bintang terlontar keluar dengan menghamburkan unsur berat yang dihasilkan oleh reaksi inti di dalam bitang. Bila massa bintang yang runtuh itu lebih dari 3 massa Matahari maka tekanan degenerasi elektron dan neutron tak akan mampu menghentikan keruntuhan gravitasi bintang. Bintang menjadi semakin mampat, medan gravitasi permukaanya semakin kuat. Menurut teori Einstein, makin besar massa suatu benda dan makin dekat kebenda itu maka makin besar kelengkungan ruang waktu pada benda tersebut. Gerak cahaya juga mengikuti kelengkungan ruang waktu di sekitar suatu bend tidak lurus lagi melainkan dibelokkan. Dengan demikian kelengkungan ruang waktu disekitar bintangpun semakin besar. Bila jari-jari yang disebut dengan jejari Schwarzschild maka kelengkungan ruang waktu sudah demikian besarnya hingga cahayapun tidak dapat lepas dari permukaan bintang tersebut. Bintang ini seolah-olah menutup dirinya dari alam semesta (Sutyanto, 2010). Bintang inilah yang disebut dengan black hole (lubang hitam). Lubang Hitam akan mearik materi yang berada disekitarnya (Sutyanto, 2010). Sebagian materi akan tersedot kedalam lubang hitam, dan sebagian lagi mengorbit lubang hitam dengan kecepatan tinggi.Gesekan yang terjadi antara gas disekililing lubang hitam menimbulkan suhu yang sangat tinggi sehingga dapat diamati dalam spektrum sinar X. Jadi walaupun kuta tidak dapat mengamati lubang hitam secara langsung, kita dapat mengamati dari sinar X dari gas yang berda di sekelilingnya. Melalui pencarian sumber-sumber sinar X yang intesnsif sejak 1970, ditemukan sinar X, Cygus X-1, sebuah lubang hitam yang berpasangan dengan sebuah bintang maharaksasa biru (Ariasti, dkk., 2013). Gaya gravitasi lubang hitam yang sangat kuat akan menarik materi maharaksasa tersebut . Aliran materi akan membentuk piringan gas yang mengorbit lubang hitam dan memancarkan radiasi dalam sinar X.

BAB IIIPENUTUP3.1 Simpulan1. Evolusi Di Deret Utama. Deret utama berumur nol (zero age main sequence = ZAMS) adalah posisi bintang pada diagram Hertzsprung-Russell pada saat pertama kali membakar hidrogen di intinya, tepatnya kedudukan bintang dengan reaksi inti di pusatnya yang komposisi kimianya masih homogen. 2. Tahap Evolusi Lanjut dimulai dari evolusi menjadi bintang raksasa merah, kemudian berevolusi menjadi kabut planetori, berlanjut menjadi bintang katai putih, kemudian berevolusi menjadi bintang neutron, hingga pada tahap akhir lubang hitam.3.2 SaranBerdasarkan pembahasan dan simpulan, maka saran dari pembuatan makalah ini yaitu mahasiswa sebagai calon pendidik harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kemungkinan munculnya hal-hal baru berkaitan dengan evolusi bintang sangatlah besar. Oleh karena itu, perlu diadakan pembaharuan terhadap teori-teori yang telah ada saat ini.

DAFTAR PUSTAKAAriasti, dkk. 2013. Perjalanan Mengenal Astronomi. Bandung: ITBHanif. 2004. EvolusiBintang. Tersedia pada http://www.solarviews.com/cap/moon/moonint.htm. Diakses pada tanggal 15 Mei 2015. Suwitra. 2001. Astronomi Dasar. Singaraja: UNDIKSHASutyanto, W. 2010. Bintang-bintang di Alam Semesta. Bandung: ITB.Rahmi. 2010. Evolusi Bintang. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.Wikipedia. 2008. EvolusiBintang. Tersedia pada http://en.wikipedia.org./wiki/moon_fase. Diakses pada tanggal 15 Mei 2015.

1