makalah vibrio.docx

25
TUGAS MAKALAH PATOLOGI IKAN BAKTERI VIBRIO SP. Disusun oleh Kelompok I: CITRA ANGRYANI A UMI KALSUM ST RAFIAH DARJAT FACHRULDIN ASRIANI NURUL FADILAH AZIS ZAINUDDIN HAFDALIA MUH CHAIDIR JANE TRIANA TANGKE DEBYSALFIA MALIA NURUL INAYAH FAEDIL AMRI TJONENG NUR MAYA NUGRAWANGSA A. MUH ASWAR AKIL RAHMA A. MADDANUANG

Transcript of makalah vibrio.docx

Page 1: makalah vibrio.docx

TUGAS MAKALAHPATOLOGI IKAN

BAKTERI VIBRIO SP.

Disusun oleh

Kelompok I:

CITRA ANGRYANI A UMI KALSUM ST RAFIAH DARJAT

FACHRULDIN ASRIANI NURUL FADILAH AZIS

ZAINUDDIN HAFDALIA MUH CHAIDIR

JANE TRIANA TANGKE DEBYSALFIA MALIA NURUL INAYAH

FAEDIL AMRI TJONENG NUR MAYA NUGRAWANGSA

A. MUH ASWAR AKIL RAHMA A. MADDANUANG

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRANJURUSAN PERIKANAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANANUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2014

Page 2: makalah vibrio.docx

BAB IPENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Bakteri merupakan jasad renik yang kira-kira dua puluh kali lebih kecil dari

sel-sel jamur, protozoa atau sel daging ikan. Biasa terdapat di udara, dalam tanah

maupun dalam air dan benda padat lainnya. Sebagian besar bakteri sebenarnya tidak

menyebabkan penyakit. Namun bakteri mempunyai kemampuan memperbanyak diri

sangat cepat, sehingga apabila bakteri tersebut berada dalam bagian tubuh hewan.

Bakteri ini bermacam-macam jenisnya. Yang menyerang manusia, berbeda dengan

jenis yang menyerang ikan dan tumbuh-tumbuhan. Tetapi ada pula jenis-jenis yang

dapat menyerang manusia dan hewan sekaligus (Alfarico, 2012).

Vibrio merupakan jenis bakteri yang hidupnya saprofit di air, air laut, dan

tanah. Bakteri ini juga dapat hidup di salinitas yang relatif tinggi. Sebagian besarjuga

bersifat halofil yang tumbuh optimal pada air laut bersalinitas 20-40‰.

Genus Vibrio adalah agen penyebab penyakit vibriosis yang menyerang hewan laut

seperti ikan, udang, dan kerang-kerangan. Spesies Vibrio umumnya menyerang larva

udang dan penyakitnya disebut penyakit udang berpendar. BakteriVibrio menyerang

larva udang secara sekunder yaitu pada saat dalam keadaan stress dan lemah, oleh

karena itu sering dikatakan bahwa bakteri ini termasuk jenisopportunistic

pathogen yang dalam keadaan normal ada dalam lingkungan pemeliharaan, kemudian

berkembang dari sifat yang saprofitik menjadi patogenik jika kondisi lingkungannya

memungkinkan (Soliha, 2013).

Terdapatnya bakteri pathogen Vibrio di perairan laut menandakan adanya

kontak dengan buangan limbah industri dan rumah tangga seperti tinja manusia atau

sisa bahan makanan lainnya, di mana bakteri tersebut secara langsung akan tumbuh

dan berkembang bila kondisi perairan tersebut memungkinkan. Selanjutnya dari

keadaan ini kemudian akan berpengaruh terhadap biota perairan dan akhirnya pada

manusia. Bakteri dari spesies Vibrio secara langsung akan menimbulkan penyakit

(pathogen), yang dapat menyebabkan kematian biota laut (Soliha,2013).

Page 3: makalah vibrio.docx

I.2 Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya penulisan makalah ini adalah

mengetahui morfologi bakteri vibrio, spesies bakteri vibrio, patogenitanya, gejala

penyakit, mekanisme pengobatan serta pencegahan oleh penyakit yang disebabkan

bakteri vibrio yang menyerang biota perairan.

I.3 Manfaat Penulisan

Manfaat yang diharapkan dari makalah Patologi Ikan ini adalah:

1. Mengetahui marfologi bakteri vibrio2. Mengetahui spesies bakteri vibrio3. Mengetahui tigkat patogenitas bakteri vibrio4. Penampakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri vibrio5. Mekanisme penyerangan bakteri vibrio6. Pengobatan dan pencegahan penyakit yang disebabkan oleh bakteri vibrio

Page 4: makalah vibrio.docx

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II. I Morfologi

Vibrio  merupakan jenis bakteri yang hidupnya saprofit di air tawar, air laut,

dan tanah. Bakteri ini juga dapat hidup di salinitas yang relatif tinggi. Sebagian besar

juga bersifat halofil yang tumbuh optimal pada air laut bersalinitas  20-40‰.

Vibrio berpendar termasuk bakteri anaerobic fakultatif yaitu dapat hidup baik dengan

atau tanpa oksigen. Bakteri Vibrio tumbuh pada pH 4 - 9 dan tumbuh optimal pada

pH 6,5 - 8,5 atau kondisi alkali dengan pH 9,0. (Kima, 2011).

Vibrio merupakan patogen oportunistik yang dalam keadaan normal ada

dalam lingkungan pemeliharaan, kemudian berkembang dari sifat yang saprofitik

menjadi patogenik jika kondisi lingkungannya memungkinkan. Bakteri vibrio yang

patogen dapat hidup di bagian tubuh organisme lain baik di luar tubuh dengan jalan

menempel, maupun pada organ tubuh bagian dalam seperti hati, usus dan sebagainya

(Jusman, 2012).

Umumnya bakteri Vibrio menyebabkan penyakit pada hewan perairan laut

dan payau. Sejumlah spesies Vibrio yang dikenal sebagai pathogen

seperti V. alginolyticus, V. anguillarum, V. carchariae, V.cholerae, V.harveyii,

V. ordalii dan V. vulnificus (Irianto,2003). MenurutEgidius (1987) Vibrio sp. 

menyerang lebih dari  spesies ikan di 16 negara. Vibrio sp. mempunyai sifat gram

negatif, sel tunggal berbentuk batang pendek yang bengkok (koma) atau lurus,

berukuran panjang (1,4 – 5,0) µm dan lebar (0,3 – 1,3) µm, motil, dan

mempunyai flagella polar (Kima, 2011).

II. II Klasifikasi Vibrio

Kingdom :   Eubacteria

Divisi   :   Bacteri

Class       :   Schizomycetes

Ordo         :   Eubacteriales

family      :   Vibrionaceae

Page 5: makalah vibrio.docx

Genus     :   Vibrio

Spesies  : Vibro anguillarum

Vibrio vulnificus

Vibrio parahaemolyticus 

Vibrio cholera             

Vibrio Vibrio El Tor

Vibrio alginolyticus.

Vibrio salmonicida

II. III Spesies Bakteri Vibrio

1)    Vibrio parahaemolyticus             

Bakteri Vp hidup pada sekitar muara sungai (brackish water atauestuaries),

pantai (coastal waters) tetapi tidak hidup pada laut dalam (open sea). Bakteri Vp

terutama hidup di perairan Asia Timur.  Bakteri ini tumbuh pada air laut dengan

kadar NaCl optimum 3%,  ( berkembang baik pada kadar NaCl 0,5% - 8 %)  pada

kisaran suhu 5 -  43 OC, pH 4,8 –11 dan water activity (aw) 0,94- 0,99.   Pertumbuhan

berlangsung cepat pada suhu  optimum 37 OC dengan waktu generasi hanya 9-11

menit.  Pada beberapa spesies Vibrio suhu pertumbuhan sekitar 5 – 43 OC (pada suhu

10 OC merupakan suhu minimum pada lingkungan)(Adams and Moss 2008). Selama

musim dingin, organisme ini ditemukan di lumpur laut, sedangkan selama musim

panas mereka ditemukan di perairan pantai.  Bakteri Vp dapat hidup sebagai koloni

pada kerang-kerangan, udang, ikan dan produk makanan laut lainnya (Santoso, 2011).

Bakteri Vibrio parahaemolyticus (Vp) merupakan bakteri gram negatif, halofilik,

bersifat motil atau bergerak, berbentuk bengkok atau koma, menghasilkan energi

untuk pertumbuhan dengan oksidasi, fakultatif anaerob dan mempunyai flagelum

kutub tunggal dan tidak dapat membentuk spora serta bersifat zoonosis .  (Soliha,

2013).

Page 6: makalah vibrio.docx

2)    Vibrio vulnificus

Vibrio vulnificus merupakan mikroba patogen gram negatif dan merupakan

bakteri non spora dari famili Vibrionaceae yang dapat ditemukan secara alami di

daerah perairan hangat (halofilik obligat) yang tumbuh baik di lingkungan laut tropis

maupun subtropis. Jumlah organisme ini tergantung suhu air laut, yang biasanya

jumlah lebih banyak ditemukan pada musim panas. Vibrio vulnificus dapat juga

ditemukan hidup bebas di air laut dan endapan lumpur di dasar laut. (Soliha, 2013).

Mempunyai ciri-ciri berwarna biru sampai hijau, diameter 2-3 mm.

Karakteristik biokimia adalah mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, methyl

red dan H2S glukosa, sellobiosa, fruktosa, galaktosa dan manitol positif. Sedangkan,

laktosa bersifat negatif. (Sari, 2013).

3)   Vibrio anguillarum

Mempunyai ciri-ciri warna putih kekuning-kuningan, bulat, menonjol dan

berkilau. Karakteristik fisika-biokimia adalah pewarnaan gram negatif, dan

mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, glukosa, laktosa, sellobiosa,

galaktosa dan manitol positif. Sedangkan methyl red dan H2S negatif. (Kima, 2011).

4)   Vibrio alginolyticus.

Mempunyai ciri-ciri berwarna kuning, diameter 3-5 mm. Karakteristik fisika-

biokimia adalah pewarnaan gram negatif, dan mempunyai sifat fermentatif, katalase,

oksidase, methyl red dan H2S glukosa, laktosa, dan manitol positif. Sedangkan

sellobiosa, fruktosa, galaktosa negative (Kima, 2011).

5)   Vibrio salmonicida

      Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: berwarna bening, diameter < 1 mm, bulat,

menonjol dan utuh. Karakteristik biokimia adalah pewarnaan gram negatif, dan

mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, glukosa positif. Sedangkan methyl

red, H2S, laktosa, galaktosa, mannitol sellobiosa, fruktosa, bersifat negative (Kima,

2011).

Page 7: makalah vibrio.docx

6)   Vibrio cholera

      Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : Berwarna kuning, datar, diameter 2-3

mm, warna media berubah menjadi kuning. Karakteristik fisika-biokimia adalah

pewarnaan gram negatif, dan mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, methyl

red dan H2S glukosa, laktosa, galaktosa dan manitol positif. Sedangkan sellobiosa,

fruktosa, bersifat negative (Kima, 2011).

       Vibrio cholera tumbuh baik pada agar tiosulfat-sitrat-empedu-sukrosa. pH

optimumnya 7,8 – 8,2 (alkalis), bakteri ini cepat mati karena asam. Perbenihan

khusus untuk bakteri ini adalah perbenihan Diedonne yang mempunyai pH 8,5 – 9,5.

Perbenihan ini merupakan perbenihan selektif untuk bakteri ini karena dengan pH ini

bakteri lain akan mati sedangkan Vibrio cholera tidak. Pada agar darah bersifat

haemodigesti, mengeluarkan eksotoksin, dan pada media padat kooninya bening

seperti embun (Kima, 2011).

7)   Vibrio El Tor

Menurut Kima (2011), Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Gotschlick tahun

905 di stasion Qarantina El Tor di Semenanjung Sinai (Mesir). Sifat bakteri ini sama

dengan Vibrio cholera hanya pada agar darah bersifat haemolsis. Pada manusia

menyebabkan penyakit muntah da diare, tetapi lebih ringan dibandingkan dengan

cholera asiatica dan sering disebut paracholera (Entjang, 2003).

II. IV IDENTIFIKASI DAN DIAGNOSA BAKTERI

a. Pewarnaan Gram

       Metode ini dikemukakan oleh Christian Gram,  Prinsip kerja dari pewarnaan

gram Membedakan bakteri Gram positif dengan Gram negatif yaitu apabila bakteri

berwarna ungu, maka Gram Positif, sedangkan bila bakteri berwarna merah maka

Gram negative (Sari, 2013).

b. Tes kultur

Dari hasil yang didapat, sumber penyakit dari pasien adalah bakteri Gram

negatif batang bengkok. Untuk pemeriksaan selanjutnya dapat dilakukan uji coba

Page 8: makalah vibrio.docx

dengan tes kultur yaitu penanaman bakteri pada suatu media agar dapat dibedakan

jenis bakteri yang satu dengan yang lainnya berdasakan hasil reaksinya terhadap

bahan dalam media tersebut. Jika media yang digunakan sesuai dengan kebutuhan

bakteri, maka bakteri dapat melakukan pertumbuhan dengan baik. Karena sudah

diketahui bahwa sifat dari bakteri yang diperiksa adalah Gram negatif dengan

morfologinya batang bengkok, maka dapat disimpulkan bahwa bakteri tersebut

adalah Vibrio. Untuk mempertegas hasil, media yang digunakan adalah TCBS

(Thiosulfate Citrate Bile Salt Sucrose) karena mengandung garam yang tinggi dan

brilliant yang selektif untuk bakteri Vibrio serta mengandung sukrosa sehingga

membedakan V. cholerae dan V. parahaemolythicus. Media BA (Blood Agar) juga

dipergunakan untuk bakteri V. parahaemolythicus yang bersifat hemolitik atau

membutuhkan darah untuk pertumbuhannya (Sari, 2013).

II. V Patogenitas

Kepatogenan (patogenitas) adalah kapasitas mikroba untuk menyebabkan

kerusakan dan virulensi (keganasan) adalah kapasitas relatif suatu mikroba untuk

menyebabkan kerusakan dalam inang (Casadevall dan Pirofski, 1999). Virulensi bisa

diukur dalam persentase kematian per infeksi (Ewald, 1993) dan dosis atau jumlah sel

yang menghasilkan respon patologi dalam waktu tertentu (Brock dan Madigan,

1993).

Dalam keadaan alamiah, bakteri ini hanya patogen terhadap manusia, tetapi

secara eksperimen dapat juga menginfeksi hewan. Hewan laut yang telah terinfeksi

Vibrio khususnya Udang, akan mengalami kondisi tubuh lemah, berenang lambat,

nafsu makan hilang, badan mempunyai bercak merah-merah (red discoloration) pada

pleopod dan abdominal serta pada malam hari terlihat menyala. Udang yang terkena

vibriosis akan menunjukkan gejala nekrosis. Serta bagian mulut yang kehitaman

adalah kolonisasi bakteri pada esophagus dan mulut. (Sari, 2013).

Tingkat patogenesis bakteri ditentukan oleh suatu mekanisme dalam proses

pertumbuhan. Menurut Greenberg (1999) cit. Muliani (2002) suatu mekanisme yang

umum untuk mengontrol kepadatan populasi bakteri gram negatif adalah dengan

Page 9: makalah vibrio.docx

menghambat komunikasi antar sel. Kemampuan komunikasi satu sama lain terjadi

setelah mencapai quorum sensing yang terjadi karena adanya suatu senyawa

acylhomoserine lactone (Rahmat, 2008).

Bakteri patogen dapat dibedakan atas dua tipe yaitu patogen obligate dan

patogen non obligate. Patogen obligate yaitu patogen yang dapat menimbulkan

penyakit setiap kali kontak dengan inangnya atau dengan kata lain bakteri ini

dapat hidup dan berkembang jika mendapatkan inang, sedangkan pathogen non

obligate yaitu patogen yang dapat hidup dan berkembang biak di dalam inang

maupun bebas di luar inang, seperti Vibrio sp. Menurut Sukenda dan

Wakabayashi (2001), permukaan tubuh adalah tempat media masuknya bakteri ke

dalam tubuh inang dan daerah ini dapat menjadi gerbang utama untuk

menyebabkan infeksi. Pada saat kondisi kulit inang (kutikula) atau permukaan

tubuh lainnya mengalami luka, maka sangat memungkinkan bakteri patogen untuk

masuk (Naiborhu 2002).

Vibrio tidak bersifat invasif, yaitu tidak pernah masuk kedalam sirkulasi

darah tetapi menetap di usus sehingga dapat menyebabkan gastritis pada

manusia. Masa inkubasi bakteri ini antara 6 jam sampai 5 hari. Vibrio menghasilkan

enterotoksin yang tidak tahan asam dan panas, musinase, dan eksotoksin. Toksin

diserap dipermukaan gangliosida sel epitel dan merangsang hipersekresi air dan

klorida sehingga menghambat absorpsi natrium. 

Bakteri Vibriosis menyerang larva udang yaitu pada saat udang dalam

keadaan stress dan lemah, oleh karena itu sering dikatakan bahwa bakteri

termasuk opportunistik pathogen. Dengan adanya kemunculan berbagai jenis

penyakit di perairan yang disebabkan oleh bakteri Vibriosis sp. telah

berdampak terhadap penurunan hasil produksi budidaya perikanan. Akibat infeksi

mikroorganisme patogen tersebut, banyak organisme perairan yang

dibudidayakan mengalami kematian massal sehingga menimbulkan kerugian

ekonomi yang cukup tinggi (Paillard et al., 2004; Gonzales, 2005).

Page 10: makalah vibrio.docx

II.VII Gejala Klinis

Gejala klinis penyakit Vibriosis bentuk akut pada ikan dewasa ditandai

dengan warna kulit kusam disertai hilang nafsu makan, letargi dengan hemoragi

dipangkal sirip dengan fin rot yaitu kerusakan kulit dengan tepi merah atau putih

karena infeksi sekunder jamur. Pada dinding abdomen, organ viseral, jantung, dan

kulit terjadi hemoragi difus, membengkak, distensi abdomen dengan asites.

Penyebaran penyakit cepat dan ikan mati dalam 2-3 hari dengan mortalitas tinggi .

Biasanya dalam keadaan stres ikan tampak berwarna kusam (gelap) dengan hemoragi

kutan pada sirip dan ekor, insang pucat , hemoragi tersebut memborok sampai terjadi

lesi di kulit . Saat nekropsi terlihat kongesti dengan hemoragi diseluruh permukaan

organ internal dan cairan serosanguinus pada ginjal dan limpa yang membengkak.

Vibrio jenis lain juga dapat menghasilkan soluble hemolysin yang dapat melisiskan

sel darah merah.  (Pojokvet, 2011).

Patogenesis dari penyakit ini, bakteri masuk lewat darah dan ke sirkulasi

jaringan menyebabkan kerusakan dan radang pada pembuluh darah kulit dan pangkal

sirip, diikuti hemoragi pada jantung dan akumulasi cairan di abdomen yang

menyebabkan dropsi. Bakteri yang masuk ketubuh ikan melalui epihel dari traktus

interstinalis menyebabkan septikemia hemoragi. Selain itu bakteri dapat juga

menginfeksi ikan melalui insang. Bakteri ini memperbanyak diri pada daerah usus

dan menginduksikan toksin sehingga menimbulkan toksemia pada hewan yang

diserangnya. Hemoragi kapiler terjadi pada bagian luar insang dan lapisan submukosa

abdomen, sedangkan sel hepar dan tubulus renalis menunjukkan adanya degenerasi .

Toksin yang dihasilkan oleh bakteri tersebut menyebabkan anemia hemolitik yang

mengakibatkan peningkatan hemosiderin pada pusat melanomakrofag pada jaringan

hemapoietik limpa dan ginjal (Pojokvet, 2011).

Gambaran mikroskopik terlihat hemoragi dan foki bakteri di jaringan otot

jantung, hemapoetik dan insang. Adanya infiltrasi sel leukosit pada foci berkaitan

dengan eksotoksin yang dihasilkan oleh Vibrio sp. Foki nekrotik bakterial terlokalisir

Page 11: makalah vibrio.docx

pada dermis dan epidermis, diawali dengan hiperemi dan edema fibrin, infiltrasi

makrofag dan polimorfonuklear leukosit yang menyebar rata. Nekrosis pada pusat

lesi dengan deposit fibrin, banyak sel radang mengandung granula melanin

(Pojokvet,2011).

Sel epitel usus nekrosis dan mengelupas ke lumen, pada organ jantung, hati

dan pankreas ditemukan nekrosis fokal likuifaktif. Sel hati dan epitel tubulus ginjal

mengalami degenerasi, sel glomerulus rusak, hemoragi jaringan interstitial dengan

eksudat serum berfibrin (Pojokvet,2011).

Bentuk Vibriosis kronis yang dapat diamati adalah letargi, eksoptalmia, lesi

nekrosis, pembengkakan hipodermal, perdarahan di sirip, hidung, ventrikulus, otot

dan jaringan, limpa dan ginjal bengkak dan lunak, ginjal sering mengalami nekrosis

pada glomerulus, tubulus dan dearah interstitial, fokal nekrosis pada hati dan ikan

dapat bertahan meskipun adanya jaringan parut (Roberts, 1989). Selain itu pada

infeksi bakterial yang kronis terlihat adanya perubahan cara berenang yaitu berenang

miring dan bergerak lamban, lesu dan hilang nafsu makan (Khairuman dan

Amri, 2003).

II. VIII Mekanisme penyerangan vibriosis

Mekanisme penyerangan bakteri vibrio pada ikan yaitu dengan pertama-tama

menyerang bagian kulit pada ikan yaitu mucus. Mucus merupakan media yang baik

bagi bakteri untuk tumbuh karena pada mucus terdapat banyak nutrisi. Mekanisme

penyerangan akan dilanjutkan pada organ dalam bila pada kulit terdapat luka yang

menjadi perantara masuknya bakteri ke dalam tubuh organisme. Selain luka , bakteri

vibrio bakteri dapat masuk melalui mulut dan insang ikan. Setelah di dalam tubuh,

bagian dari bakteri yang berupa adhesin bakteri secara tipikal merupakan komponen

makromolekul pada permukaan sel bakteri yang berinteraksi dengan sel inang. Adhesin

dan reseptor biasanya berinteraksi dengan komplemen dan menunjukkan suatu ikatan

yang spesifik. Pascale et al (2000), menjelaskan bahwa pathogen akan mendapatkan

respon yang kuat dari hospes. Terdapat dua faktor yang menjelaskan mekanisme ini,

adalah pathogen memiliki serangkaian molekul yang mengaktivasi hospes. Kedua

Page 12: makalah vibrio.docx

adalah pathogen memiliki molekul aktivasi hospes lebih efisien terhadap sel sehingga

terjadi hubungan aktivasi respon hospes terhadap daya survivalnya.  Hubungan antara

hospes dengan pathogen melibatkan molekul adhesin yang ditemukan pada ECM

seperti kolagen, fibrinektin dan protein matrik lainnya atau melibatkan protein

reseptor adhesin seperti integrin, selectin, cadherin dan kelompok immunoglobulin

pada sel hospes. Perlekatan bakteri terhadap permukaan mukosa sel eukariot atau

permukaan jaringan membutuhkan dua faktor yaitu protein reseptor dan adhesin.

Reseptor merupakan molekul karbohidrat spesifik pada permukaan membran

sitoplasma sel eukariot yang diperankan oleh protein, terdiri atas gugus H (hidrogen),

NH2 (amino) dan COOH (karboksil). Tahap awal terjadinya infeksi oleh Vibrio pada

sel inang diantaranya diperankan oleh factor virulensi bakteri seperti pili. Proses

selanjutnya adalah kolonisasi dan penyebaran bakteri secara sistematik serta produksi

toksin. Perlekatan bakteri pada sel hospes diperankan protein adhesin yang identik

dengan protein haemaglutinin. Proses yang menyebabkan terjadinya infeksi bakteri

diawali dengan perlekatan, kolonisasi, kemudian invasi. Sistem perlekatan bakteri

diperankan oleh molekul adhesin bakteri dan molekul reseptor pada hospesnya

(Rahmaningsih, 2011).

Bakteri ini memperbanyak diri pada daerah usus dan menginduksikan toksin

sehingga menimbulkan toksemia pada hewan yang diserangnya. Toksin yang

dihasilkan oleh bakteri tersebut menyebabkan anemia hemolitik yang mengakibatkan

peningkatan hemosiderin pada pusat melanomakrofag pada jaringan hemapoietik

limpa dan ginjal (Pojokvet, 2011).

Menurut Astuti dkk (2012) Patogenesis dari penyakit ini, bakteri masuk

lewat darah dan ke sirkulasi jaringan menyebabkan kerusakan dan radang pada

pembuluh darah kulit dan pangkal sirip, diikuti hemoragi pada jantung dan akumulasi

cairan di abdomen yang menyebabkan dropsi. Bakteri yang masuk ketubuh ikan

melalui epitel dari traktus interstinalis menyebabkan septikemia hemoragi. Selain itu

bakteri dapat juga menginfeksi ikan melalui insang. Bakteri ini memperbanyak diri

pada daerah usus dan menginduksikan toksin sehingga menimbulkan toksemia pada

hewan yang diserangnya. Hemoragi kapiler terjadi pada bagian luar insang dan

Page 13: makalah vibrio.docx

lapisan submukosa abdomen, sedangkan sel hepar dan tubulus renalis menunjukkan

adanya degenerasi. Toksin yang dihasilkan oleh bakteri tersebut menyebabkan

anemia hemolitik yang mengakibatkan peningkatan hemosiderin pada pusat melano

makrofag pada jaringan hemapoietik limpa dan ginjal (Benenson et al. 1964).

Gambaran mikroskopik terlihat hemoragi dan foki bakteri di jaringan otot jantung,

hemapoetik dan insang. Adanya infiltrasi sel leukosit pada foci berkaitan dengan

eksotoksin yang dihasilkan oleh Vibrio sp. Foki nekrotik bakterial terlokalisir pada

dermis dan epidermis, diawali dengan hiperemi dan edema fibrin, infiltrasi makrofag

dan polimorfonuklear leukosit yang menyebar rata. Nekrosis pada pusat lesi dengan

deposit fibrin, banyak sel radang mengandung granula melanin (Gustaffson et

al.1985).

Pemberian pakan yang tidak terkontrol mengakibatkan akumulasi limbah

organik di dasar tambak sehingga menyebabkan terbentuknya lapisan anaerob yang

menghasilkan H2S. Akibat akumulasi H 2S tersebut maka bakteri patogen

oportunistik, jamur, parasit, dan virus mudah berkembang dan memungkinkan

timbulnya penyakit pada udang. Ciri-ciri udang yang terserang vibriosis antara lain

kondisi tubuh lemah, berenang lambat, nafsu makan hilang, badan mempunyai bercak

merah-merah (red discoloration) pada pleopod dan abdominal serta pada malam hari

terlihat menyala. Udang yang terkena vibriosis akan menunjukkan gejala nekrosis

(Rozi, 2008).

II. IX Pengobatan

Menurut Astuti dkk (2012) pencegahan dan pengobatan dengan antibiotik

dapat dilakukan, antara lain penggunaan oxytetracycline sebanyak 0,5 garam per kg

makanan pada udang yang ditambak selama 7 hari, sulphonamides 0,5 gram per kg

makanan udang ditambak selama 7 hari dan chloromphenicol sebanyak 0,2 gram per

kg berat makanan udang selama 4 hari. Bahan-bahan yang digunakan merupakan

salah satu bahan kimia yang digunakan juga dalam pengobatan ikan yang terkena

bakteri Vibrio (Basyari et al1988).

Page 14: makalah vibrio.docx

Iodin merupakan salah satu bahan yang juga dapat digunakan sebagi bahan

dapat mencegah penyebaran bakteri Vibrio. Iodin dapat dengan mudah kita peroleh di

pasaran berupa cairan antiseptik seperti yang sering kita kenal dengan betadin,

mercurucrome dan lain-lain.  Iodin merupakan bahan aktif yang biasanya digunakan

sebagai obat oles luar untuk pengobatan pertama pada luka karena bisa mencegah

infeksi lanjutan. Iodin mengandung bahan aktif yang fungsinya dapat melumpuhkan

atau mematikan bakteri atau kuman pada luka. Iodin terbukti ampuh untuk

mempercepat sembuhnya luka yang ada di sekujur tubuh ikan dalam waktu seminggu

tanpa melalui perendaman antibiotik, hasilnya akan terlihat setelah dioles keluka pada

hari ketiga.  Menurut Astuti dkk (2012) Cara pencegahan penyakit akibat

bakteri Vibrio dapat dilakukna dengan cara menghindari sama sekali kontak ikan

sehat dengan yang sakit, lakukan tindakan cepat terhadap ikan yang mulai terlihat

serangan vibriosis, karantina ikan yang baru datang, dan bila perlu tutup sementara

akses keluar masuknya ikan di area budidaya. Manajemen pengelolaan budidaya yang

baik dan benar juga perlu dibiasakan. Pencegahan timbulnya penyakit merupakan

tindakan yang sangat bijaksana daripada mengobati setelah ikan sakit. Penanganan

yang baik sesuai kaidah yang ada sangat diperlukan dan penganan dini dengan cairan

antiseptik iodin akan membantu pembudidaya dalam mencegah meluasnya serangan

vibriosis (Feliatra, 1999).

Page 15: makalah vibrio.docx

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Vibrio merupakan jenis bakteri yang hidupnya saprofit di air, air laut, dan

tanah. Bakteri ini juga dapat hidup di salinitas yang relatif tinggi. Spesies bakteri

vibrio ini ialah Vibro anguillarum, Vibrio vulnificus, Vibrio parahaemolyticus ,Vibrio

cholera, Vibrio Vibrio El Tor, Vibrio alginolyticus dan Vibrio salmonicida.

Identifikasi bakteri ini biasanya menggunakan pewarnaan gram dan tes kultur.

Vibrio tidak bersifat invasif, yaitu tidak pernah masuk kedalam sirkulasi darah

tetapi menetap di usus. Gejala klinis penyakit Vibriosis bentuk akut pada ikan

dewasa ditandai dengan warna kulit kusam disertai hilang nafsu makan, letargi

dengan hemoragi dipangkal sirip dengan fin rot yaitu kerusakan kulit dengan tepi

merah atau putih karena infeksi sekunder jamur. Mekanisme penyerangan bakteri

vibrio pada ikan yaitu dengan pertama-tama menyerang bagian kulit pada ikan yaitu

mucus. Mucus merupakan media yang baik bagi bakteri untuk tumbuh karena pada

mucus terdapat banyak nutrisi. Mekanisme penyerangan akan dilanjutkan pada organ

dalam bila pada kulit terdapat luka yang menjadi perantara masuknya bakteri ke

dalam tubuh organisme. Pencegahan dan pengobatan dengan antibiotik dapat

dilakukan, antara lain penggunaan oxytetracycline sebanyak 0,5 garam per kg

makanan pada udang yang ditambak selama 7 hari, sulphonamides 0,5 gram per kg

makanan udang ditambak selama 7 hari dan chloromphenicol sebanyak 0,2 gram per

kg berat makanan udang selama 4 hari.

Page 16: makalah vibrio.docx

Daftar pustaka

Astuti, E., A. Dini A.,P. Suharyanto, M. Margaretha, D., W. Galih, W., P. 2012. Vibriosis . online pada https://astutipage.wordpress.com. Diakses pada 26 November 2014 pukul 17:00 Wita.

Kima , A., A. 2011. Vibrio. Online pada http://ahmadakhsan.blogspot.com. Diakses pada 26 November 2014 pukul 16:00 wita.

Pojokvet . 2011. Vibriosis pada ikan. Online pada http://www.pojok-vet.com. Diakses pada 26 november 2014 pukul 15:00 wita.

Rahmahningsi , S. 2011. Identifikasi Patogenitas Selular Bakteri Vibrio Alginolyticus Yang Menginfeksi Benih Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes Altivelis). Online pada http://srirahmaningsih.blogspot.com. Diakses pada 8 oktober 2014 pukul 13:00 wita.

Rahmat. 2004. Pathogenesis Bakteri Vibrio pada Udang Windu. Online pada http://rahmatsoft.web.ugm.ac.id. Diakses pada 26 november 2014 pukul 18:00 Wita.

Santoso , G. 2011. Vibrio Parahaemolyticus Sebagai Agen Penyebab Foodborne Disease. Online pada http://gatotsantoso79.blogspot.com. Diakses pada 26 november 2014 pukul 12:00 wita.

Sari , S., Y. 2013. Vibrio sp. Online pada http://wirnawatisilviantiyunita. Diakses pada 8 oktober 2014 pukul 14:00 wita.

Soliha , M. 2013. Makalah Vibrionaceae. Online pada http://maratus-soliha.blogspot.com. Diakses pada 26 November 2014 pukul 19:00 Wita.