Makalah Vertigo dokter muda
description
Transcript of Makalah Vertigo dokter muda
Presentasi Kasus
VERTIGO
Aulia Agung Sanubari
G99131022
KEPANITERAAN KLINIK LAB/SMF ILMU FARMASIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RSUD DR. MOEWARDISURAKARTA
2013ILUSTRASI KASUS
1. Identitas Penderita
Nama : Ny. KB
Umur : 59 tahun
Berat badan : 64 kg
Jns Kelamin : Perempuan
Alamat : Jaten, Karanganyar
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
2. Anamnesa
a. Keluhan Utama
Pusing berputar
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan pusing berputar sejak kurang lebih 1 minggu yang
lalu. Pusing dirasakan sesaat setelah perubahan posisi kepala. Perubahan kepala
saat bangun tidur, mendongak ke atas, menoleh, dan membaik saat tidur-tiduran.
Serangan vertigo berlangsung tidak lama sekitar 10-20 detik. Tidak didapati
kurang pendengaran, tinitus (-), mual muntah (+).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat cidera kepala : -
Riwayat sakit serupa : -
Riwayat hipertensi : -
Riwayat diabetes melitus : -
Riwayat alergi : -
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa : -
Riwayat penyakit keganasan : -
3. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Sakit sedang,compos mentis, gizi cukup
2
b. Vital Sign : T : 120/ 80 mmHg N : 100x /
menit
Rr : 24 x / menit S : 37,2 o C
c. Kepala : dalam batas normal
d. Mata : CA ( - ), SI ( - )
e. Leher : dalam batas normal
f. Thorax : dalam batas normal
g. Abdomen : dalam batas normal
h. Extremitas : dalam batas normal
4. Pemeriksaan Keseimbangan
Nistagmus test : (+)
Romberg test : (+)
Tes vestibuler fistula sign
5. Diagnosa
Benigna Paroxysmal Positional Vertigo
6. Terapi
Tujuan terapi untuk menghilangkan gejala secara sementara.
Primperan 10 mg 3 X I
Mertigo 3 X I
Diazepam 5 mg 1 X I
7. Penulisan Resep
R/ Primperan mg 10 tab No. X
∫ 3 dd tab I
R/ Mertigo mg 5 tab No. X
∫ 3 dd tab I
R/ Diazepam mg 5 tab No.III
∫ 0-0-1
3
Pro : Ny. KB ( 59 th )
TINJAUAN PUSTAKA
BENIGNA PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO
A. DEFINISI
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, yang sering
digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness)
atau rasa pusing (dizziness). Deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak
dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam
kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian.
Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, merujuk pada
sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya
disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan. Berbagai macam defenisi
vertigo dikemukakan oleh banyak penulis, tetapi yang paling tua dan sampai
sekarang nampaknya banyak dipakai adalah yang dikemukakan oleh Gowers pada
tahun 1893 yaitu setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh penderita atau obyek-
obyek di sekitar penderita yang bersangkutan dengan kelainan keseimbangan.
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering
dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada
perubahan posisi kepala. Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena
kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis. BPPV
pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921. Karakteristik nistagmus
dan vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga bahwa kondisi ini terjadi
akibat gangguan otolit.
B. EPIDEMIOLOGI
Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) adalah gangguan
keseimbangan perifer yang sering dijumpai, kira-kira 107 kasus per 100.000
penduduk, dan lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Jarang
ditemukan pada orang berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki riwayat
cedera kepala.
4
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI ALAT KESEIMBANGAN
Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (labirin),
terlindung oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara
umum adalah telinga dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat
keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin membran. Labirin
membran terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir menurut bentuk
labirin tulang. Antara labirin membran dan labirin tulang terdapat perilimfa, sedang
endolimfa terdapat di dalam labirin membran. Berat jenis cairan endolimfa lebih
tinggi daripada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin
membran yang terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap
labirin terdiri dari 3 kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss
anterior (superior) dan kss posterior (inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat pula
utrikulus dan sakulus.
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di
sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ
visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan
diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan
pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap
pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor
keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada
tiap kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula.
Di dalamnya terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor
keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut
kupula.
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan
cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan
silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan
masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolari-sasi dan akan
5
merangsang pelepasan neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan
impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu
berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi
mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis
semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi
mengenai perubahan posisi tubuh akibat per-cepatan linier atau percepatan sudut.
Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang
sedang berlangsung.
Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga
kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala
yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa
bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.
D. ETIOLOGI
Penyebab utama BPPV pada orang di bawah umur 50 tahun adalah cedera
kepala. Pada orang yang lebih tua, penyebab utamanya adalah degenerasi sistem
vestibuler pada telinga tengah. BPPV meningkat dengan semakin meningkatnya
usia.
E. PATOFISIOLOGI
Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain :
• Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk menerangkan
BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsiurn karbonat
dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah
berdegenerasi, menernpel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis
semisirkularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat
pada kupula. Hal ini analog dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang,
bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung
miring. Pada saat miring partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral. Ini
6
digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke
belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). KSS posterior berubah
posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan
demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel
otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa laten
sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.
• Teori Canalithiasis
Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith bergerak
bebas di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada
pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala
direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai ± 900 di sepanjang
lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula
dan menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus
dan pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi
pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke
arah berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang
berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali
karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan
menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat
menerangkan keterlambatan "delay" (latency) nistagmus transient, karena partikel
butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala, otolith
menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta
nistagmus. Hal inilah yang dapat menerangkan konsep kelelahan "fatigability" dari
gejala pusing.
F. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat
perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada
posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan
membungkuk. Vertigo bisa diikuti dengan mual.
2. Pemeriksaan fisis
7
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada
evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV adalah Dix-
Hallpike. Cara melakukannya sebagai berikut :
- Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan
vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.
- Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi
terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o – 40o, penderita diminta tetap membuka
mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
- Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior yang terlibat). Ini
akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang
sedang berada di KSS posterior.
- Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan
sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
- Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik.
- Komponen cepat nistagmus harusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan ipsilateral.
- Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang yang
berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.
- Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45o dan
seterusnya
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada
pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, ± 40
detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya
kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit,
biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.
G. DIAGNOSIS BANDING
• Vestibular Neuritis
Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya merupakan
suatu kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan pusing berat dengan mual,
8
muntah yang hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejala-gejala ini
menghilang dalam tiga hingga empat hari. Sebagian pasien perlu dirawat di Rumah
Sakit untuk mengatasi gejala dan dehidrasi. Serangan menyebabkan pasien
mengalami ketidakstabilan dan ketidakseimbangan selama beberapa bulan,
serangan episodik dapat berulang. Pada fenomena ini biasanya tidak ada perubahan
pendengaran.
• Labirintitis
Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme telinga
dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda. Proses
dapat akut atau kronik, serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik akut
disebabkan suatu infeksi pada struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah atau
meningen tidak banyak bedanya. Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan
gangguan pendengaran dan fungsi vestibular. Hal ini diduga disebabkan oleh
produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan disebabkan oleh organisme
hidup. Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri akut yang meluas ke
dalam struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan pendengaran dan
fungsi vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis kronik dapat timbul dari
berbagai sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau
perubahan-perubahan patologik yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin.
• Penyakit Meniere
Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui,
dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran, tinitus, dan
serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa. Patofisiologi :
pembengkakan endolimfe akibat penyerapan endolimfe dalam skala media oleh
stria vaskularis terhambat. Manifestasi klinis : vertigo disertai muntah yang
berlangsung antara 15 menit sampai beberapa jam dan berangsur membaik. Disertai
pengurnngan pendengaran, tinitus yang kadang menetap, dan rasa penuh di dalam
telinga. Serangan pertama hebat sekali, dapat disertai gejala vegetatif Serangan
lanjutan lebih ringan meskipun frekuansinya bertambah.
H. PENATALAKSANAAN
9
Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk mereposisi debris
yang terdapat pada utrikulus. Manuver mungkin diulangi jika pasien masih
menunjukkan gejala-gejala. Bone vibrator bisa ditempatkan pada tulang mastoid
selama manuver dilakukan untuk menghilangkan debris.
Pasien digerakkan dalam 4 langkah, dimulai dengan posisi duduk dengan
kepala dimiringkan 45o pada sisi yang memicu. (1) pasien diposisikan sama dengan
posisi Hall-pike sampai vertigo dan nistagmus mereda. (2) kepala pasien kemudian
diposisikan sebaliknya, hingga telinga yang terkena berada di atas dan telinga yang
tidak terkena berada di bawah. (3) seluruh badan dan kepala kemudian dibalikkan
menjauhi sisi telinga yang terkena pada posisi lateral dekubitus, dengan posisi
wajah menghadap ke bawah. (4) langkah terakhir adalah mendudukkan kembali
pasien dengan kepala ke arah yang berlawanan pada langkah 1.
Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat. Pasien
ini gagal berespon dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat kelainan
patologi intrakranial pada pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV disebabkan oleh
respon stimulasi kanalis semisirkuler posterior, nervus ampullaris, nervus vestibuler
superior, atau cabang utama nervus vestibuler. Oleh karena itu, terapi bedah
tradisional dilakukan dengan transeksi langsung nervus vestibuler dari fossa
posterior atau fossa medialis dengan menjaga fungsi pendengaran.
Obat-obat-obatan digunakan untuk meredakan vertigo secara umum antara
lain:
1. Antikolinergik
Obat-obatan yang sepertinya efektif untuk profilaksis dan pengobatan motion
sickness adalah golongan antikolinergik. Efek sampingnya seperti mulut kering,
midriasis yang bisa menyebabkan pandangan kabur, adiksi dan ketergantungan.
Kontra indikasi dengan penderita glaukoma.
2. Antihistamin
Antihistamin seperti meclizin, difenhidramin dan dimenhidrinat. Paru waktu 4-6
jam, kecuali meclizin 24 jam. Mempunyai efek samping lebih banyak dibanding
dengan atikolinergik, seperti sedatif dan megantuk. Beberapa antihistamin
mempunyai kerja antikolinergik. Antihistamin menghambat motion sickness.
3. Benzodiazepin
10
Kerja benzodiazepin adalah supresan vestibular melalui sistem GABA. GABA
merupakan penghambat transmitter sistem vestibular. Benzodiazepin kerja
dengan cara menaikkan kerja GABA di SSP dan efektif untuk meredakan
vertigo.
4. Penghambat kanal kalsium
Cinarizine dan fluranizine juga bisa berperan sebagai supresan vestibular.
Cinarizine dan fluranizine juga mempunyai efek antikolinergik, dopaminergik,
antihistamin.
5. Antagonis dopamin
Antagonis dopamin seperti klorpromazin bekerja di zona trigger kemoreseptor,
mengurangi impuls saraf ke pusat muntah. Obat ini tidak bekerja untuk
mencegah vertigo maupun motion sickness, namun berguna untuk mengurangi
rasa mual muntah.
6. Monoaminergic
Obat golongan monoaminergik yang sering digunakan untuk vertigo adalah
amfetamin dan efedrin. Amfetamin dan efedrin mempotensiasi efek dari
scopalamin dan berguna saat dikombinasikan dengan antihistamin jika
pengobatan single terapy tidak berefek.
Pembahasan obat,
1. Mertigo
Tiap tablet lepas lambat mengandung : Betahistine mesylate 12 mg
Indikasi : mengurangi vertigo, pusing yang berhubungan dengan gangguan
keseimbangan yang terjadi pada gangguan sirkulasi darah atau sindrom
Meniere, penyakit Meniere dan vertigo perifer.
Kontraindikasi : Pasien yang menderita feokromositoma.
Dosis dan cara pemberian :
Dewasa, 1 tablet lepas lambat (12 mg betahistine mesylate) 2 kali sehari
diberikan secara oral sesudah makan. Tablet lepas lambat betahistine mesylate
harus ditelan seluruhnya dan tidak boleh digerus atau dikunyah.
Peringatan dan perhatian : Ulkus saluran cerna atau riwayat ulkus saluran cerna,
urtikaria dan rash, asma bronkial, wanita hamil.
11
Efek samping : Mual, muntah atau gangguan saluran cerna, ruam kulit.
2. Primperan
Kandungan : Metoclopramide HCL
Indikasi : Ggn GI, travel sicness, morning sickness, mual & muntah krn obat,
anoreksia, kembung, ulkus peptikum, stenosis piloris (ringan), dispepsia,
epigastralgia, gastroduodenitis, dispepsia pasca gastrektomi, endoskopi &
intubasi
Kontra Indikasi : Jika stimulasi motilitas Gl dpt membahayakan spt yg obstruksi
intestinal,epilepsi,feokromositoma.
Efek Samping : Pusing,kegelisahan,lesu,gejala ekstapiramidal,sakit
kepala,mengantuk,depresi,cepat lelah,ggn Gl,hipertensi.
Perhatian : Anak & remaja,kehamilan,menyusui,DM,depresi,pasien yg
menggunakan obat lain yg dpt menyebabkan reaksi ekstrapiramidal.
Dosis : Zollinger-Ellison 150 mg 3x/hr
Interaksi : Efek diantagonis oleh antikolinergik & analgesik anrkotik. Depresan
SSP meningkatkan efek sedasi. Absorpsi digoksin & simetidin terganggu.
Absorpsi parasetamol, tetrasiklin, lovodopa di usus halus akan meningkat.
Kebutuhan insulin akan berubah
3. Diazepam
Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-kloro-
1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on
Sediaan : tablet, injeksi dan gel rectal, dalam berbagai dosis sediaan. Beberapa
contoh nama dagang diazepam dipasaran yaitu Stesolid®, Valium®, Validex®
dan Valisanbe®, untuk sediaan tunggal dan Neurodial®, Metaneuron® dan
Danalgin®, untuk sediaan kombinasi dengan metampiron dalam bentuk sediaan
tablet.
Efek Samping : Efek samping yang sering terjadi, seperti : pusing, mengantuk.
Efek samping yang jarang terjadi, seperti : Depresi, Impaired Cognition. Efek
samping yang jarang sekali terjadi,seperti : reaksi alergi, amnesia, anemia,
angioedema, behavioral disorders, blood dyscrasias, blurred vision, kehilangan
keseimbangan, constipation, coordination changes, diarrhea, disease of liver,
drug dependence, dysuria, extrapyramidal disease, false Sense of well-being,
12
fatigue, general weakness, headache disorder, hypotension, Increased bronchial
secretions, leukopenia, libido changes, muscle spasm, muscle weakness, nausea,
neutropenia disorder, polydipsia, pruritus of skin, seizure disorder, sialorrhea,
skin rash, sleep automatism, tachyarrhythmia, trombositopenia, tremors, visual
changes, vomiting, xerostomia.
Indikasi : Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala yang
timbul seperti gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat diinginkan untuk
gemeteran, kegilaan dan dapat menyerang secara tiba-tiba. Halusinasi sebagai
akibat mengkonsumsi alkohol. diazepam juga dapat digunakan untuk kejang
otot, kejang otot merupakan penyakit neurologi. dizepam digunakan sebagai
obat penenang dan dapat juga dikombinasikan dengan obat lain.
Kontra Indikasi : Hipersensitivitas, sensitivitas silang dengan benzodiazepin
lain, ppasien koma, depresi SSP yang sudah ada sebelumnya, nyeri berat tak
terkendali, glaukoma sudut sempit, kehamilan atau laktasi, diketahui intoleran
terhadap alkohol atau glikol propilena (hanya injeksi).
Dosis & Rute :Antiansietas, Antikonvulsan.
PO (Dewasa) : 2-10 mg 2-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas lambat
sekali sehari.
PO (anak-anak > 6 bulan) : 1-2,5 mg 3-4 kali sehari.
IM, IV (Dewasa) : 2-10 mg, dapat diulang dalam 3-4 jam bila perlu.
Pra-kardioversi
IV (Dewasa) : 5-15 mg 5-10 menit prakardioversi.
Pra-endoskopi
IV (Dewasa) : sampai 20 mg.
IM (Dewasa) : 5-10 mg 30 menit pra-endoskopi.
Status Epileptikus
IV (Dewasa) : 5-10 mg, dapat diulang tiap 10-15 menit total 30 mg, program
pengobatan ini dapat diulang kembali dalam 2-4 jam (rute IM biasanya
digunakan bila rute IV tidak tersedia).
IM, IV (Anak-anak > 5 tahun) : 1 mg tiap 2-5 menit total 10 mg, diulang tiap 2-
4 jam.
13
IM, IV (Anak-anak 1 bulan – 5 tahun) : 0,2-0,5 mg tiap 2-5 menit sampai
maksimum 5 mg, dapat diulang tiap 2-4 jam.
Rektal (Dewasa) : 0,15-0,5 mg/kg (sampai 20 mg/dosis).
Rektal (Geriatrik) : 0,2-0,3 mg/kg.
Rektal (Anak-anak) : 0,2-0,5 mg/kg.
Relaksasi Otot Skelet
PO (Dewasa) : 2-10 mg 3-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas lambat satu
kali sehari. 2-2,5 mg 1-2 kali sehari diawal pada lansia atau pasien yang sangat
lemah.
IM, IV (Dewasa) : 5-10 mg (2-5 mg pada pasien yang sangat lemah) dapat
diulang dalam 2-4 jam.
Putus Alkohol
PO (Dewasa) : 10 mg 3-4 kali pada 24 jam pertama, diturunkan sampai 5 mg 3-
4 kali sehari.
IM, IV (Dewasa) : 10 mg di awal, keudian 5-10 mg dalam 3-4 jam sesuai
keperluan.
I. PROGNOSIS
Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning procedure) biasanya
bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun beberapa kasus
tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N,
Editor. Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. 2008. Hal. 104-9
2. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam : Arsyad E,
Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 94-101
3. Anderson JH dan Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : Effendi H, Santoso R,
Editor : Buku Ajar Penyakit THT Boies. Edisi Keenam. Jakarta : EGC. 1997. h 39-45
4. Sherwood L. Telinga, Pendengaran, dan Keseimbangan. Dalam: Fisiologi Manusia
dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1996. p 176-189
5. http://en.wikipedia.org/wiki/Benign_paroxysmal_positional_vertigo
6. Mansjoer a, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Penyakit Menierre.
Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI. 2001. Hal 93-94
7. http://www.news-medical.net/health/Treatment-of-vertigo-(Indonesian).aspx
15