Makalah Uu
-
Upload
ephram-gunawan -
Category
Documents
-
view
8 -
download
0
description
Transcript of Makalah Uu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, memiliki peran strategis dalam
usaha pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Seiring dengan meningkatnya pendidikan
dan tingkat kesadaran masyarakat akan arti pentingnya kesehatan, maka industri farmasi
dituntut untuk dapat menyediakan obat dalam jenis, jumlah dan kualitas yang memadai.
Untuk itu obat yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan
(safety) dan mutu (quality) dalam dosis yang digunakan untuk tujuan pengobatan .
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan
kefarmasian, industri farmasi menjadi salah satu tempat bagi apoteker untuk
melaksanakan pekerjaan kefarmasian yang meliputi pengadaan, penyimpanan,
pembuatan obat, pengawasan, pengendalian mutu, dan distribusi obat. Pekerjaan
kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi harus memenuhi ketentuan Cara
Pembuatan Obat yang Baik yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI dan
Penegakkan disiplin Tenaga Kefarmasian dalam menyelenggarakan Pekerjaan
Kefarmasian dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Produksi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus dilakukan dengan cara
produksi yang baik memenuhi syarat-syarat yang berlaku sesuai dalam Farmakope
Indonesia atau buku standar yang lain. Maka industri farmasi dalam pembuatan obat
harus menerapkan acuan standar sebagai pedoman dalam pembuatan obat yang baik
sesuai dengan Keputusan Menkes No. 43/Menkes/SK/11/1988 tentang Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang mengharuskan pembuatan obat yang baik
untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan industri farmasi dalam seluruh aspek dan
serangkaian kegiatan produksi sehingga obat jadi yang dihasilkan memenuhi syarat
mutu yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Sumber daya
manusia (personalia) merupakan bagian penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab
itu perlu adanya implementasi pedoman disiplin dalam pekerjaan kefarmasian di
industri.
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penyusun dapat merumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah yang dimkasud dengan disiplin?
2. Apakah yang di maksud dengan implementasi pedoman disiplin dalam
pekerjaan kefarmasian di industry?
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan disiplin
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan implementasi pedoman disiplin
dalam pekerjaan kefarmasian di industry
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
1. Disiplin
Pengertian disiplin dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1990) adalah
ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan tata tertib. Disiplin adalah melaksanakan
apa yang telah disetujui bersama antara pimpinan dengan para pekerja baik
persetujuan tertulis, lisan ataupun berupa peraturan-peraturan dan kebiasaan-
kebiasaan.
Tujuan dilakukannya pembinaan disiplin adalah dalam rangka usaha untuk
menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas dari para
pegawai yang bermental baik, berwibawa, berdaya guna, berhasil, bersih, bermutu
tinggi, dan sadar akan tanggung jawabnya untuk menyelenggarakan tugas
pemerintahan dan pembangunan.
Disiplin juga tidak kalah pentingnya dengan prinsip-prinsip lainnya artinya disiplin
setiap pegawai selalu mempengaruhi hasil prestasi kerja. Oleh sebab itu dalam
setiap organisasi perusahaan khususnya industri farmasi perlu ditegaskan disiplin
tenaga kerja-tenaga kerja di perusahaan tersebut.
2. Industri farmasi
Industri farmasi adalah industri yang meliputi industri obat jadi dan industri
bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang menghasilkan suatu
produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan, sedangkan industri
bahan baku obat adalah industri yang menghasilkan bahan baku yang diperlukan
pada proses pembuatan suatu obat jadi. Proses pembuatan merupakan seluruh
rangkaian kegiatan yang menghasilkan suatu obat yang meliputi produksi dan
pengawasan mutu mulai dari pengadaan bahan awal, proses pengolahan,
pengemasan, sampai obat jadi untuk distribusi.
Industri farmasi ada dua bentuk, yaitu primary industry dan secondary
industry. Primary industry terfokus pada penemuan bahan-bahan obat baru (new
drug substances), sedangkan secondary industry terfokus pada usaha pengelolaan
3
bahan baku menjadi produk jadi. Saat ini, sebagian besar industri farmasi di
Indonesia adalah secondary industry. Hal ini berkaitan dengan nilai investasi yang
sangat tinggi, baik dalam bentuk biaya, fasilitas maupun waktu yang panjang.
Meskipun demikian, kedua industri tersebut bertanggung jawab atas kualitas,
keamanan dan khasiat obat yang diproduksinya. Hal ini terkait dengan hukum dan
peraturan yang mengatur industri farmasi untuk melindungi konsumen melalui
upaya pengadaan obat dengan kualitas, keamanan dan khasiat yang sesuai dengan
ketentuan standar yang berlaku.
3. Persyaratan industri farmasi
Semua industri farmasi wajib memiliki izin untuk usaha, izin tersebut diperoleh
dari Menteri Kesehatan melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Berdasarkan SK Menkes RI No.1191/Menkes/SK/IX/2002.
Persyaratan yang harus dipenuhi industri farmasi untuk medapatkan izin usaha,
yaitu:
1. Membuat laporan jumlah dan nilai produksinya sekali dalam 6 (enam) bulan.
Sedangkan untuk laporan lengkap wajib disampaikan sekali dalam setahun.
2. Menyalurkan produksinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
3. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian serta mencegah pencemaran
lingkungan.
4. Melaksanakan keamanan dan keselamatan alat, bahan baku, proses, hasil
produksi, pengangkutan dan keselamatan kerja.
5. Melakukan Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) berupa Upaya Pengelolaan
Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
4. Pencabutan izin usaha industri farmasi
Hal-hal yang dapat membuat izin usaha industri farmasi dicabut adalah:
1. Melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industri farmasi, dan
perluasan bangunan (pabrik) tanpa memiliki izin.
2. Tidak menyampaikan informasi industri kepada BPOM secara berturut-turut tiga
kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.
4
3. Melakukan pemindahan lokasi usaha produksi tanpa persetujuan tertulis terlebih
dahulu dari Menteri Kesehatan RI.
4. Dengan sengaja memproduksi obat atau bahan baku obat yang tidak memenuhi
persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).
5. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.
B. Tujuan pengaturan pekerjaan kefarmasian
Tujuan pengaturan pekerjaan kefarmasian di bidang industri untuk :
Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan
perundang-undangan.
C. Peran, fungsi dan tugas seorang farmasis/apoteker di industri farmasi
Apoteker adalah seseorang yang mempunyai keahlian dan kewenangan di
bidang kefarmasian baik di apotek, rumah sakit, industri, pendidikan, dan bidang lain
yang masih berkaitan dengan bidang kefarmasian. Pendidikan apoteker dimulai dari
pendidikan sarjana, kurang lebih empat tahun, ditambah satu tahun untuk pendidikan
profesi apoteker. Profesi apoteker ini merupakan salah satu profesi di bidang
kesehatan khususnya di bidang farmasi yang ditujukan untuk kepentingan
kemanusiaan. Kepentingan kemanusiaan yang dimaksud adalah mampu memberikan
jaminan bahwa mereka memberikan pelayanan, arahan atau bimbingan terhadap
masyarakat agar mereka dapat menggunakan sediaan farmasi secara benar. Sediaan
farmasi terutama obat bukanlah zat atau bahan yang begitu saja aman digunakan.
Tanpa keterlibatan tenaga profesional.
Tugas, peran, dan tanggung jawab Apoteker menurut PP 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian di bidang industri adalah sebagai berikut :
1.Tugas
a. Melakukan pekerjaan kefarmasian (pembuatan termasuk pengendalian mutu
Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi
atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional).
5
b. Membuat dan memperbaharui SOP (Standard Operational Procedure) baik di
industri farmasi.
c. Harus memenuhi ketentuan cara distribusi yang baik yang ditetapkan oleh
menteri saat melakukan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau
penyaluran sediaan farmasi, termasuk pencatatan segala sesuatu yang
berkaitan dengan proses distribusi atau penyaluran sediaan farmasi.
2. Peran
a. Sebagai penanggung jawab di industri farmasi pada bagan pemastian mutu
(Quality Assurance), produksi, dan pengawasan mutu (Quality Control).
3. Tanggung jawab
a. Menjaga rahasia kefarmasian di industri farmasi dan di apotek yang
menyangkut proses produksi, distribusi dan pelayanan dari sediaan farmasi
ermasuk rahasia pasien.
b. Harus memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang
ditetapkan oleh Menteri dalam melakukan pekerjaan kefarmasian dalam
produksi sediaan farmasi, termasuk di dalamnya melakukan pencatatan segala
sesuatu yang berkaitan dengan proses produksi dan pengawasan mutu sediaan
farmasi pada fasilitas produksi sediaan farmasi.
c. Tenaga kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
produksi sediaan farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang produksi dan pengawasan mutu.
d. Wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya, yang
dilakukan melalui audit kefarmasian.
e. Menegakkan disiplin dalam menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan aturan perundang-undangan.
6
Peran apoteker di industri farmasi seperti yang disarankan oleh World Health
Organization (WHO), yaitu Eight Star of Pharmacist yang meliputi :
1. Care Giver, apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk informasi obat, efek
samping obat dan lain-lain kepada profesi kesehatan. Perlu ada interaksi dengan
individu/kelompok di dalam industri (regulatory, QA/QC, produksi dll) dan
individu/kelompok di luar industri.
2. Decision maker, apoteker sebagai pengambil keputusan yang tepat untuk
mengefisienkan dan mengefektifkan sumber daya yang ada di industri.
3. Communicator, apoteker harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan
baik secara lisan maupun tulisan.
4. Leader, apoteker sebagai pemimpin yang berani mengambil keputusan dalam
mengatasi berbagai permasalahan di industri dan memberikan bimbingan ke
bawahannya dalam mencapai sasaran industri.
5. Manager, apoteker sebagai pengelola seluruh sumber daya yang ada di industri
farmasi dan mampu mengakumulasikannya untuk meningkatkan kinerja industri dari
waktu ke waktu.
6. Long-life learner, apoteker belajar terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan.
7. Teacher, bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan dan pelatihan mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan dunia industri kepada sejawat apoteker atau lainnya.
8. Researcher, apoteker sebagai peneliti yang harus selalu melakukan riset dan
mengetahui perkembangan obat baru yang lebih baik dan bermanfaat untuk kesehatan
masyarakat.
7
Peran tersebut diterapkan di dalam fungsi-fungsi industrial yang diperlukan, yaitu
manajemen produksi, pemastian/manajemen mutu (Quality Assurance),
registrasi produk, pemasaran produk (Product Manager), dan pengembangan produk
(Research and Development).
D. Apoteker sebagai Penanggung Jawab Pemastian Mutu (Quality Assurance)
Seorang penanggung jawab Pemastian Mutu/Manajemen Mutu (Quality Assurance)
adalah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang
sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat
dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas
secara profesional.
Penanggung jawab Pemastian Mutu/Manajemen Mutu harus seorang apoteker atau
Magister Sains atau Doktor Sains dan memiliki pengalaman paling sedikit 5 tahun
sebagai apoteker dalam suatu perusahaan farmasi, pengalaman praktek dalam analisis
fisika dan kimia, pengalaman dalam menggunakan metode dan peralatan laboratorium
modern, kemampuan untuk menguraikan metode analisis serta fasih berbahasa
inggris, kesanggupan dalam manajemen dan motivasi personalia serta memiliki
pengetahuan yang baik dalam proses pembuatan obat dan CPOB baik nasional
maupun internasional.
Penanggung jawab Pemastian Mutu memiliki kewenangan dan tanggung jawab penuh
dalam sistem mutu, termasuk:
1. Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu.
2. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan.
3. Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala.
4. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian pengawasan mutu.
5. Memprakarsai dan mengawasi audit eksternal (audit terhadap pemasok).
6. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi.
7. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Otoritas Pengawasan
Obat (OPO) yang berkaitan dengan mutu produk jadi.
8. Mengevaluasi/mengkaji catatan bets.
9. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan
semua faktor terkait.
8
10. Memantau kinerja sistem mutu dan prosedur serta menilai efektifitasnya.
Penekanan difokuskan pada pencegahan kerugian/cacat dan realisasi peluang
perbaikan yang berkesinambungan.
11. Menyiapkan prosedur dalam penerapan CPOB dalam pembuatan obat,
pengemasan, penyimpanan dan pengawasan mutu.
12. Memastikan pemenuhan peraturan pemerintah dan standar perusahaan.
13. Melaksanakan inspeksi diri dan menyelenggarakan pelatihan CPOB.
14. Menyusun prosedur tetap (Protap) dan mengelola sistem protap.
15. Melakukan penilaian terhadap keluhan teknik farmasi dan mengambil keputusan
serta tindakan atas hasil penilaian, bila perlu bekerja sama dengan bagian lain.
16. Memastikan penyelanggaraan validasi proses pembuatan dan sistem pelayanan.
17. Memantau penyimpangan bets.
18. Mengawasi sistem pengendalian perubahan dan menyetujui perubahan.
19. Menyetujui prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk.
20. Menyetujui atau menolak pasokan bahan baku.
21. Bertanggung jawab dalam pelulusan atau penolakan obat jadi sesuai Protap
terkait.
E. Apoteker dalam Proses Registrasi Obat dan Desain Kemasan
Unit ini dikepalai oleh seorang apoteker yang membawahi Packaging
Specialist and Documentation and Registration Officer. Unit ini bertanggung jawab
terhadap pengembangan kemasan (baik untuk produk baru dan produk lama) serta
menyiapkan dokumen-dokumen untuk registrasi. Selain itu juga bertugas membuat
spesifikasi dan prosedur pemeriksaan bahan kemas, dan membuat Master batch
bekerja sama dengan kepala unit formulasi.
Sebuah obat harus memiliki Nomor Izin Edar (NIE) sebelum dapat dipasarkan. Untuk
memperoleh NIE sebuah industri farmasi harus mendaftarkan produknya ke BPOM
dan melalui prosedur registrasi yang berlaku. Dalam hal inilah seorang apoteker
sebagai seseorang yang kompeten di bidang obat berperan penting. Selain itu,
apoteker sebagai seseorang yang mengetahui peraturan mengenai kemasan dan label
harus mampu dalam mengatur desain kemasan yang benar.
Uraian tugas dan tanggung jawab bagian registrasi dan desain kemasan:
9
1. Bertanggung jawab dalam melakukan semua kegiatan yang berhubungan dengan
kegiatan pendaftaran semua produk / obat. Baik pendaftaran produk baru, atau
pendaftaran ulang suatu produk.
2. Bertanggung jawab dalam melengkapi dokumen registrasi dengan
data valid dan data yang sebenarnya.
3. Bertanggung jawab dalam melakukan desain kemasan yang sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
F. Apoteker sebagai Tenaga Pemasaran
Dalam pelaksanaan peran apoteker sebagai tenaga pemasaran / ritel perlu diakukan
studi kelayakan terlebih dahulu. Studi kelayakan merupakan suatu kajian sebagai
bagian dari perencanaan yang dilakukan menyeluruh mengenai suatu usaha dalam
proses pengambilan keputusan investasi yang mengawali resiko yang belum jelas.
Melalui studi kelayakan berbagai hal yang diperkirakan dapat menyebabkan
kegagalan, dapat diantisipasi lebih awal.
Ritel adalah keseluruhan aktivitas bisnis yang terkait dengan penjualan dan pemberian
layanan kepada konsumen untuk penggunaan yang sifatnya individu sebagai pribadi
maupun keluarga. Agar sukses di dunia ritel maka ritel harus dapat menawarkan
produk yang tepat, dengan harga yang tepat, di tempat yang tepat, dan waktu
yang tepat.
Fungsi Ritel adalah sebagai berikut :
1. Menyediakan berbagai jenis produk dan jasa Konsumen selalu mempunyai pilihan
sendiri terhadap bebagai jenis produk dan jasa. Untuk itu, dalam fungsinya sebagai
peritel, mereka menyediakan beraneka ragan produk dan jasa yang dibutuhkan
konsumen.
2. Memecah
Memecah beberapa ukuran produk menjadi lebih kecil, yang akhirnya
menguntungkan produsen dan konsumen. Jika produsen memproduksi barang
dan jasa dalam ukuran besar, maka harga barang dan jasa tersebut menjadi
tinggi. Sementara konsumen juga membutuhkan barang dan jasa tersebut dalam
ukuran yang lebih kecil dan harga yang lebih rendah. Kemudian peritel
menawarkan produk-produk tersebut dalam jumlah kecil yang disesuaikan dengan
pola konsumsi para konsumen secara individual.
3. Penyimpanan Persediaan
10
Peritel juga dapat berposisi sebagai perusahaan yang menyimpan persediaan dengan
ukuran yang lebih kecil. Dalam hal ini, pelanggan akan diuntungkan karena terdapat
jaminan ketersediaan barang dan jasa yang disimpan peritel.
4. Penyedia Jasa
Dengan adanya ritel, maka konsumen akan mendapatkan kemudahan dalam
mengonsumsi produk-produk yang dihasilkan produsen. Selain itu, ritel juga dapat
mengantar hingga dekat ke tempat konsumen, menyediakan jasa yang memudahkan
konsumen dalam membeli dan menggunakan produk dengan segera dan membayar
belakangan.
5. Meningkatkan Nilai Produk dan Jasa
Dengan adanya beberapa jenis produk dan jasa, maka untuk suatu aktivitas pelanggan
mungkin memerlukan beberapa barang. Dengan menjalankanfungsi-fungsi tersebut,
peritel dapat berinteraksi dengan konsumen akhir dengan memberikan nilai tambah
bagi produk atau barang.
dimiliki perusahaan. Apoteker sebagai seorang yang kompeten di bidang obat dapat
berperan sebagai Product Manager. Apoteker sangat potensial dalam
memperkenalkan produk industri pada masyarakat (obat bebas/OTC) atau pada
para dokter (obat ethical) karena ilmu kefarmasian dan managemen yang
dikuasainya.
G. Apoteker dalam Riset dan Pengembangan Produk
Seorang penanggung jawab riset dan pengembangan produk harus seorang apoteker
yang memiliki pengetahuan memadai mengenai zat aktif dan berbagai zat pembantu
yang akan digunakan dalam pengembangan formula. Uraian tugas dan tanggung
jawab penanggung jawab riset dan pengembangan produk adalah:
1. Bertanggung jawab dalam pengembangan produk baru sesuai dengan permintaan
marketing.
2. Bertanggung jawab untuk melakukan efisiensi biaya produksi dengan membuat
formulasi bahan yang memerlukan biaya rendah tetapi tetap menjaga kualitas.
3. Bertanggung jawab untuk memperbaiki formula obat jika ditemukan permasalahan
dalam produksi.
11
4. Bertanggung jawab untuk pengembangan sarana penunjang yang dibutuhkan untuk
kelancaran produksi (seperti sistem tata udara, sistem pengolahan air, sistem
pengolahan limbah, dan lain-lain).
BAB III
PENUTUP
1. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, memiliki peran strategis dalam usaha
pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
2. Disiplin adalah melaksanakan apa yang telah disetujui bersama antara pimpinan
dengan para pekerja baik persetujuan tertulis, lisan ataupun berupa peraturan-
peraturan dan kebiasaan-kebiasaan.
3. Tugas, peran, dan tanggung jawab Apoteker menurut PP 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian di bidang industri adalah sebagai berikut :
1.Tugas
a. Melakukan pekerjaan kefarmasian (pembuatan termasuk pengendalian mutu
Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi
atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional).
b. Membuat dan memperbaharui SOP (Standard Operational Procedure) baik di
industri farmasi.
c. Harus memenuhi ketentuan cara distribusi yang baik yang ditetapkan oleh
menteri saat melakukan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau
penyaluran sediaan farmasi, termasuk pencatatan segala sesuatu yang
berkaitan dengan proses distribusi atau penyaluran sediaan farmasi.
2. Peran
a. Sebagai penanggung jawab di industri farmasi pada bagan pemastian mutu
(Quality Assurance), produksi, dan pengawasan mutu (Quality Control).
3. Tanggung jawab
12
a. Menjaga rahasia kefarmasian di industri farmasi dan di apotek yang
menyangkut proses produksi, distribusi dan pelayanan dari sediaan farmasi
ermasuk rahasia pasien.
b. Harus memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang
ditetapkan oleh Menteri dalam melakukan pekerjaan kefarmasian dalam
produksi sediaan farmasi, termasuk di dalamnya melakukan pencatatan segala
sesuatu yang berkaitan dengan proses produksi dan pengawasan mutu sediaan
farmasi pada fasilitas produksi sediaan farmasi.
c. Tenaga kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
produksi sediaan farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang produksi dan pengawasan mutu.
d. Wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya, yang
dilakukan melalui audit kefarmasian.
e. Menegakkan disiplin dalam menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan aturan perundang-undangan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian
14