Makalah Tutorial Jiwa Halusinasi
-
Upload
iyounks-lee -
Category
Documents
-
view
154 -
download
3
description
Transcript of Makalah Tutorial Jiwa Halusinasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Halusinasi merupakan salah satu gangguan presepsi, dimana terjadi
pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan sensorik (pesepsi indera
yang salah) meliputi panca indera secara keseluruhan (pendengaran, perabaan,
penglihatan, pengecapan dan pembauan) terjad pada saat kesadaran individu
penuh atau baik
Di Indonesia diperkirkan lebih dari 90% klien dengan skizofrenia
mengalami halusinasi. meskipun bentuk halusinasinya bervariasi tetapi
sebagian besar klien skizofrenia dirumah sakit jiwa mengalami halusinasi
dengar.Suara dapat bertasal dari dalam diri individu atau dai luar dirinya.
Suara dapat tunggal atau multiple. Isi suara dapat memerintahkan sesuatu pada
klien atau seringnya tentang perilaku klien sendiri.
1.3. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari halusinasi ?
2. Apa saja jenis-jenis dari halusinasi ?
3. Apa saja tahap – tahap dari halusinasi ?
4. Apa saja faktor - faktor yang mempengaruhi halusinasi ?
5. Apa saja tanda dan gejala dari halusinasi ?
6. Bagaimana cara mengkaji klien dengan halusinasi ?
7. Apa saja Diagnosa gangguan persepsi halusinasi ?
8. Bagaimana tindakan keperawatan halusinasi ?
1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari halusinasi.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis dari halusinasi .
3. Untuk mengetahui tahap – tahap dari halusinasi.
4. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi halusinasi.
1
5. Untuk mengetahui tanda gejala dari halusinasi.
6. Untuk mengetahui pengkajian halusinasi.
7. Untuk mengetahui Diagnosa gangguan persepsi halusinasi.
8. Untuk mengetahui tindakan keperawatan halusinasi.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Halusinasi
2.1.1 Halusinasi adalah persepsi sensori palsu yang tidak dikaitkan dengan
stimulus eksternal yang nyata; mungkin terdapat interpretasi berupa
waham atas pengalaman halusinasi tersebut namun mungkin pula
tidak (synopsis of psyciatric).
2.1.2 Halusinasi adalah suatu tangkapan atau penerimaan panca indra atau
sensori persepsition tanpa adanya rangsangan panca indra yang wajar
(ensiklopedi umum).
2.1.3 Halusinasi adalah persepsi salah yang diterima panca indra eksternal
yang biasanya tidak diinterpretasikan ke dalam pengalaman
(Ensiklopedi Keperawatan).
2.1.4 Halusinasi adalah persepsi sensori imajinasi semata dapat berupa
audiotoryik, visual, tactil, olfactory dan lain-lain (Buku Saku
Psyciatric edisi 6).
2.1.5 Hallucinations can be defined as sensory perceptions for which no
external stimulus exists. Dapat didefinisikan sebagai terganggunya
persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus (Iyus
Yosep, 2011).
2.1.6 Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal.
Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan
mendengarn suara padahal tidak ada orang yang berbicara
(Kusumawati Farida, 2011).
2.1.7 Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa
suara, penglihatan, pengecapan, atau penghiduan tanpa stimulus
nyata (Keliat Budi Anna, dkk, 2011).
3
2.1.8 Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada
panca indra seorang pasien , yang terjadi dalam keadaan sadar atau
bangun, dasarnya mungkin organic, fungsional,psikotik, ataupun
histeric( Maramis, 1998).
2.1.9 Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya
rangsangan dari luar (Iyus Yosep, 2011).
2.2 Jenis-Jenis Halusinasi
Jenis-jenis Halusinasi menurut Buku Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa
(W.F Maramis):
1) Halusinasi penglihatan (visual optic): tak berbentuk atau sinar, kilapan
atau pola cahaya atau berbentuk orang, binatang atau barang lain yang
dikenalnya, berwarna atau tidak.
2) Halusinasi pendengaran (auditif, acustic): suara manusia, hewan atau
mesin, barang, kejadian alamiah dan musik.
3) Halusinasi pencium (olfactoric): mencium sesuatu bau.
4) Halusinasi pengecap (gustactori): merasa/mengecap sesuatu.
5) Halusinasi peraba (tactil): merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari atau
seperti ada ulat bergerak dibawah kulitnya.
6) Halusinasi kinestetik : merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang,
atau anggota badannya bergerak (umpamanya anggota badan bayangan
atau “panthom limb”).
7) Halusinasi viseral: perasaan timbul didalam tubuhnya.
8) Halusinasi hipnagogic: terdapat ada kalanya pada seorang yang normal,
tepat sebelum tertidur persepsi sensori bekerja salah.
9) Halusinasi hipnopompic: seperti pada nomor 8, tetapi terjadi tepat
sebelum terbangun sama sekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula
pengalaman halusinatoric dalam impian yang normal.
10) Halusinasi histeric: timbul pada nerosa histeric karena konflik
emosional.
4
2.3 Tahap-Tahap Halusinasi
2.3.1 Menurut Iyus Yosep,2011
Sleep disorder: fase awal seseorang sebelum muncul
halusinasi. Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari
lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak
masalah. Masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor
terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dikhianati
kekasih, masalah dikampus, PHK ditempat kerja, penyakit, utang,
nilai dikampus, drop out. Masalah merasa menekan karena
terakumulasi sedangkan support system kurang dan persepsi
terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur dengan terus-menerus
sehingga terbiasa mengkhayal. Klien menganggap lamunan-lamunan
awal tersebut sebagai pemecahan masalah.
Comforting moderate level of anxiety: halusinasi secara
umum ia terima sebagai sesuatu yang alami. Pasien mengalami
emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas, kesepian,
perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan pikiran pada
timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran
dan sensorinya dapat ia control bila kecemasannya diatur, dalam
tahap ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan
halusinansinya.
Condemning severe level of anxiety: pengalaman sensori
klien menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien mulai merasa
tidak mampu lagi mengontrolnya berupaya menjaga jarak antara
dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai menarik diri
dengan orang lain dengan intensitas waktu yang lama.
Controlling severe level of anxiety: klien mencoba melawan
suara-suara atau sensory abnormal yang datang. Klien dfapat
merasakn kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai
fase gangguan psychotic.
5
Conquering panic level of anxiety: pengalaman sensorinya
terganggu, klien merasa terancam dengan adanya suara-suara
terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang
dengar dari halusinasinya. Halusinasinya dapat berangsung selama
minimal 4 jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan
komunikasi terapiutik. Terjadi gangguan psikotik berat.
2.3.2 Menurut kusumawati, farida , 2011
Fase pertama disebut juga fase comforting yaitu fase
menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik: klien mengalami stres, cemas, perasaan perpisaan, rasa
bersalah, kesepian yang memuncak, dan yang tidak dapat
diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang
menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara. Perilaku klien :
tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa
suara, pergerakan mata cepat, respon ferbal yang lambat jika sedang
asik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
Fase kedua disebut juga dengan fase condemning atau
ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikkan. Termasuk
kedalam psikotik ringan. Karakteristik : pengalaman sensori
menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan
berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang
tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat
mengiontrolnya. Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system
saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah.
Klien asik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
Fase ketiga adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu
pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan
psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi, semakin
meninjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa
dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan
6
dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau
detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor, dan tidak
mampu mematuhi perintah.
Fase ke empat adalah fase conquering atau panic yaitu klien
lebur dengan halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik: halusinasinya berubah menjadi mengancam,
memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak
berdaya, hilang control dan tidak dapat berhubungan secara nyata
dengan orang lain di lingkungan. Perilaku klien : perilaku terror
akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik
diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
2.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Halusinasi
a. Faktor predisposisi
1. Faktor perkembangan
Perkembangan yang terganggu misalnya rendah control dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, yang menyebabkan mudah frustasi, hilang percaya diri, dan
lebih rentan terhadap strees.
2. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak terima lingkungannya sejak bayi
( unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak
percaya pada lingkungannya.
3. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinnya gangguan jiwa, adannya
strees yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia,
seperti bufennol dan dimetytranferase (DMP). Akibat stress
bekepanjangan menyebabkan teraktifasinya, neurotransmitter otak,
misanya terjadi ketidakseimbangan asetyl kolin dan dopamine.
7
4. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidak mampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat
demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari
dari alam nyata kea lam khayal.
5. Faktor genetic dan pola asuh
Pemnelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh ortu
skizofreinia cenderung mengalami skizofreinia. hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
saling berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
1. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak
dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut
Rawlinsh Heacock, 1993 mencoba mememcahkan masalah
halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang individu
sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur bio, psiko, sosial,
spiritual. Sehingga dapat dilihat dari 5 dimensi:
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium, intoksikasi alcohol, dan kesulitan tidur dalam
waktu lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi isi halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan.
8
c. Dimensi intelektual
Dalam dimensi ini individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan ego. Awalnya halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri melawan impuks yang
menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan
akan mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup di alam nyata sangat
membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya, seolah-olah dia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan agar interaksi
sosial, control diri, dan haarga diri yang tidak didapatkan dalam
dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system control oleh individu
tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman,
dirinya atau orang lain cenderung untuk itu. Aspek penting
dalam melakukan intervensi keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan
klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
e. Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri.
2.5 Tanda-Tanda dan Gejala
i. Menurut Ade Herman Surya Direja
Halusinasi pendengaran:
1. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
2. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
9
3. Mengarahkan telinga pada sumber suara.
4. Bicara atau tertatawa sendiri.
5. Marah-marah tanpa sebab.
6. Menutup telinga.
Halusinasi Penglihatan:
7. Melihat bayangan,sinar bentuk geometris, bentuk kartoon, melihat
hantu atau monster
8. Menunjuk-nunjuk kearah tertentu
9. Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas
ii. Menurut Iyus Yosep
Halusinasi Pendengaran
1. Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain atau
suara lain yang membahayakan.
2. Mulut komat-kamit.
3. Ada gerakan tangan.
Halusinasi Penglihatan
4. Melihat seseorang yang sudah meninggal
5. Melihat makhluk tertentu
6. Melihat bayangan, hantu atau sesuatu yang menakutkan, cahaya,
monster yang memasuki perawat
7. Tatapan pada tempat tertentu
8. Ketakutan pada objek yang dilihat
2.6 Pengkajian Pada Pasien dengan Halusinasi
Pengkajian yang dilakukan pada pasien halusinasi meliputi:
1. Jenis dan isi halusinasi
Data objektif dapat dikaji dengan cara mengobservasi perilaku pasien,
sedangkan data subyetif dapat dikaji dengan melakukan wawancara
dengan pasien. Melalui data ini perawat dapat mengetahui isi halusinasi
pasien.
10
2. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan halusinasi
Perawat perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya
halusinasi yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi? Jika
mungkin jam berapa? Frekuensi terjadinya apakah terus menerus atau
hanya sesekali? Situasi terjadinya, apakah jika sedang sendiri, atau
setelah terjadi kejadian tertentu? Hal ini dilakukan intervensi khusu
pada waktu terjadinya halusinasi dan untuk menghindari situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi sehingga pasien tidak larut dengan
halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi,
tidakan untuk mencegah terjadinya halusinasi dapat direncanakan.
3. Respons Halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu
muncul, perawat dapat menanyakan kepada pasien tentang perasaan
atau tindakan pasien saat halusinasi terjadi. Perawat dapat juga
menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan pasien atau
denganmengobservasi perilaku pasien saat halusinasi muncul.
2.7 Diagnosa gangguan Persepsi Halusinasi
1) Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan
2) Percobaan Bunuh Diri
3) Isolasi Sosial
4) Harga diri rendah kronis
5) Gangguan persepsi halusinasi
2.8 Tindakan Keperawatan pada Klien dengan Halusinasi
Tindakan perawatan pada pasien
1. Tujuan keperawatan
a. Pasien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
11
2. Tindakan keperawatan
a. Bantu pasien mengenali halusinasi
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, perawat dapat
berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar,
dilihat, atau diraba), waktu terjadi halusinasi , frekuensi terjadinya
halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon
pasien saat halusinasi muncul.
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi
untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halisinasi, perawat
dapat melatih pasien 4 cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan
halusinasi.
Ke 4 cara mengontrol halusinasi adalah sebagai berikut.
1. Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap
halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasein
dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul
atau tidak memperdulikan halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan
pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti
halusinasi muncul. Mungkin halusinasi tetap ada, tetapi dengan
kemampuan ini, pasien tidak akan larut untuk menuruti
halusinasinya. Berikut ini tahapan intervensi yang dilakuakan
perawat dalam mengajarkan pasien.
a.menjelaskan cara menghardik halusinasi
b. memperagakan cara menghardik
c. meminta pasien memeragakan ulang
d. memantau penerapan cara, menguatkan perilaku pasien.
2. Bercakap-cakap dengan orang lain
Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol
halusinasi. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain, terjadi
distraksi, fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi
kepercakapan yang dilakukan dengan orang lain.
12
3. Melakukan aktivitas sesuai jadwal
Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri melakukan aktivias yang teratur. Dengan
beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak
waktu luang sendiri yang sering mencetuskan halusinasi.
4. Minum obat secara teratur
Dapat mengontrol halusinasi. Pasien juga harus dilatih untuk
minum obat secara teratur sesuai dengan program terapi dokter.
Pasien gangguan jkiwa yang dirawat di rumah sering mengalami
putus obat sehingga pasien mengalami kekambuhan. Jika
kekambuhan terjadi, untu mencapai kondisi semula akan
membutuhkan waktu.
13
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang dimana tidak
terdapat stimulus. Perhatikan apakah termasuk ke dalam tipe halusinasi
pengelihatan (optik), halusinasi pendengaran (akustik), halusinasi pengecap
(gustatorik), halusinasi peraba (taktil), halusinasi penciuman (olfaktori), halusinasi
gerak (kinestetik), halusinasi histerik, halusinasi hipnogogik, ataukah halusinasi
viseral.
Sedangkan seseorang yang mengalami gangguan persepsi halusinasi akan
mengalami fase-fase berikut:
1. Sleep disorder (fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi)
2. Comforting moderate level of anxiety (halusinasi secara umum ia
terima sebagai sesuatu yang alami)
3. Condemning severe level of anxiety (secara umum halusinasi sering
mendatangi klien)
4. Controlling severe level of anxiety (fungsi sensori menjadi tidak
relefan dengan kenyataan)
5. Conquering panic level of anxiety (klien mengalami gangguan dalam
menilai)
Adapun Faktor-faktor penyebab halusinasi:
c. Faktor predisposisi (Faktor perkembangan, Faktor sosiokultural,
Faktor biokimia, Faktor psikologis, serta Faktor genetic dan pola
asuh)
d. Faktor Presipitasi (Dimensi fisik, Dimensi emosional, Dimensi
intelektual, Dimensi sosial, Dimensi spiritual)
Seseorang dapat dikatakan mengalami gangguan presepsi halusinasi ketika
muncul tanda gejala halusinasi seperti : Bicara atau tertawa sendiri, Marah-marah
14
tanpa sebab, Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas, Menghidu seperti sedang
membaui bau-bauan tertentu, Sering meludah atau muntah, Mengaruk-ngaruk
permukaan kulit seperti ada serangga di permukaan kulit. Sehingga didapatkan
diagnosa sebagai berikut: isolasi social, resti pk, gangguan persepsi halusinasi,
harga diri rendah kronis, percobaan bunuh diri karena rasa bersalah.
Hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kasus gangguan persepsi halusinasi
meliputi:
4. Jenis dan isi halusinasi
5. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan halusinasi
6. Respons Halusinasi
Dari pengkajian di atas, kita dapat melakukan tindakan keperawatan
sebagai berikut:
Tindakan perawatan pada pasien
5. Tindakan keperawatan
c. Bantu pasien mengenali halusinasi
perawat dapat berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa
yang didengar, dilihat, atau diraba), waktu terjadi halusinasi , frekuensi
terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan
respon pasien saat halusinasi muncul.
d. Melatih pasien mengontrol halusinasi
Ke 4 cara mengontrol halusinasi adalah sebagai berikut:
2. Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap
halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul.
3. Bercakap-cakap dengan orang lain
6. Melakukan aktivitas sesuai jadwal
7. Minum obat secara teratur
SARAN
Diharapkan kepada para pembaca, jika menjumpai seseorang yang mengalami
gangguan persepsi halusinasi agar memberikan perhatian dan perawatan yang
15
tepat kepada penderita sehingga keberadaannya dapat diterima oleh masyarakat
seperti sediakala.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Yosep Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa.Bandung: Reflika Aditama.
2. Hartono Y, Kusumawati F. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Medika Salemba.
3. Akemat, dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC.
4. Maramis W.F. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University press.
17