Makalah Tutorial Jiwa Halusinasi

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Halusinasi merupakan salah satu gangguan presepsi, dimana terjadi pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan sensorik (pesepsi indera yang salah) meliputi panca indera secara keseluruhan (pendengaran, perabaan, penglihatan, pengecapan dan pembauan) terjad pada saat kesadaran individu penuh atau baik Di Indonesia diperkirkan lebih dari 90% klien dengan skizofrenia mengalami halusinasi. meskipun bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar klien skizofrenia dirumah sakit jiwa mengalami halusinasi dengar.Suara dapat bertasal dari dalam diri individu atau dai luar dirinya. Suara dapat tunggal atau multiple. Isi suara dapat memerintahkan sesuatu pada klien atau seringnya tentang perilaku klien sendiri. 1.3. Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian dari halusinasi ? 2. Apa saja jenis-jenis dari halusinasi ? 3. Apa saja tahap – tahap dari halusinasi ? 1

description

Choirul Ariffuddin

Transcript of Makalah Tutorial Jiwa Halusinasi

Page 1: Makalah Tutorial Jiwa Halusinasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Halusinasi merupakan salah satu gangguan presepsi, dimana terjadi

pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan sensorik (pesepsi indera

yang salah) meliputi panca indera secara keseluruhan (pendengaran, perabaan,

penglihatan, pengecapan dan pembauan) terjad pada saat kesadaran individu

penuh atau baik

Di Indonesia diperkirkan lebih dari 90% klien dengan skizofrenia

mengalami halusinasi. meskipun bentuk halusinasinya bervariasi tetapi

sebagian besar klien skizofrenia dirumah sakit jiwa mengalami halusinasi

dengar.Suara dapat bertasal dari dalam diri individu atau dai luar dirinya.

Suara dapat tunggal atau multiple. Isi suara dapat memerintahkan sesuatu pada

klien atau seringnya tentang perilaku klien sendiri.

1.3. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari halusinasi ?

2. Apa saja jenis-jenis dari halusinasi ?

3. Apa saja tahap – tahap dari halusinasi ?

4. Apa saja faktor - faktor yang mempengaruhi halusinasi ?

5. Apa saja tanda dan gejala dari halusinasi ?

6. Bagaimana cara mengkaji klien dengan halusinasi ?

7. Apa saja Diagnosa gangguan persepsi halusinasi ?

8. Bagaimana tindakan keperawatan halusinasi ?

1.2. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari halusinasi.

2. Untuk mengetahui jenis-jenis dari halusinasi .

3. Untuk mengetahui tahap – tahap dari halusinasi.

4. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi halusinasi.

1

Page 2: Makalah Tutorial Jiwa Halusinasi

5. Untuk mengetahui tanda gejala dari halusinasi.

6. Untuk mengetahui pengkajian halusinasi.

7. Untuk mengetahui Diagnosa gangguan persepsi halusinasi.

8. Untuk mengetahui tindakan keperawatan halusinasi.

2

Page 3: Makalah Tutorial Jiwa Halusinasi

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Halusinasi

2.1.1 Halusinasi adalah persepsi sensori palsu yang tidak dikaitkan dengan

stimulus eksternal yang nyata; mungkin terdapat interpretasi berupa

waham atas pengalaman halusinasi tersebut namun mungkin pula

tidak (synopsis of psyciatric).

2.1.2 Halusinasi adalah suatu tangkapan atau penerimaan panca indra atau

sensori persepsition tanpa adanya rangsangan panca indra yang wajar

(ensiklopedi umum).

2.1.3 Halusinasi adalah persepsi salah yang diterima panca indra eksternal

yang biasanya tidak diinterpretasikan ke dalam pengalaman

(Ensiklopedi Keperawatan).

2.1.4 Halusinasi adalah persepsi sensori imajinasi semata dapat berupa

audiotoryik, visual, tactil, olfactory dan lain-lain (Buku Saku

Psyciatric edisi 6).

2.1.5 Hallucinations can be defined as sensory perceptions for which no

external stimulus exists. Dapat didefinisikan sebagai terganggunya

persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus (Iyus

Yosep, 2011).

2.1.6 Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam

membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal.

Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada

objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan

mendengarn suara padahal tidak ada orang yang berbicara

(Kusumawati Farida, 2011).

2.1.7 Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang

dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa

suara, penglihatan, pengecapan, atau penghiduan tanpa stimulus

nyata (Keliat Budi Anna, dkk, 2011).

3

Page 4: Makalah Tutorial Jiwa Halusinasi

2.1.8 Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada

panca indra seorang pasien , yang terjadi dalam keadaan sadar atau

bangun, dasarnya mungkin organic, fungsional,psikotik, ataupun

histeric( Maramis, 1998).

2.1.9 Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

rangsangan dari luar (Iyus Yosep, 2011).

2.2 Jenis-Jenis Halusinasi

Jenis-jenis Halusinasi menurut Buku Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa

(W.F Maramis):

1) Halusinasi penglihatan (visual optic): tak berbentuk atau sinar, kilapan

atau pola cahaya atau berbentuk orang, binatang atau barang lain yang

dikenalnya, berwarna atau tidak.

2) Halusinasi pendengaran (auditif, acustic): suara manusia, hewan atau

mesin, barang, kejadian alamiah dan musik.

3) Halusinasi pencium (olfactoric): mencium sesuatu bau.

4) Halusinasi pengecap (gustactori): merasa/mengecap sesuatu.

5) Halusinasi peraba (tactil): merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari atau

seperti ada ulat bergerak dibawah kulitnya.

6) Halusinasi kinestetik : merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang,

atau anggota badannya bergerak (umpamanya anggota badan bayangan

atau “panthom limb”).

7) Halusinasi viseral: perasaan timbul didalam tubuhnya.

8) Halusinasi hipnagogic: terdapat ada kalanya pada seorang yang normal,

tepat sebelum tertidur persepsi sensori bekerja salah.

9) Halusinasi hipnopompic: seperti pada nomor 8, tetapi terjadi tepat

sebelum terbangun sama sekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula

pengalaman halusinatoric dalam impian yang normal.

10) Halusinasi histeric: timbul pada nerosa histeric karena konflik

emosional.

4

Page 5: Makalah Tutorial Jiwa Halusinasi

2.3 Tahap-Tahap Halusinasi

2.3.1 Menurut Iyus Yosep,2011

Sleep disorder: fase awal seseorang sebelum muncul

halusinasi. Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari

lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak

masalah. Masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor

terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dikhianati

kekasih, masalah dikampus, PHK ditempat kerja, penyakit, utang,

nilai dikampus, drop out. Masalah merasa menekan karena

terakumulasi sedangkan support system kurang dan persepsi

terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur dengan terus-menerus

sehingga terbiasa mengkhayal. Klien menganggap lamunan-lamunan

awal tersebut sebagai pemecahan masalah.

Comforting moderate level of anxiety: halusinasi secara

umum ia terima sebagai sesuatu yang alami. Pasien mengalami

emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas, kesepian,

perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan pikiran pada

timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran

dan sensorinya dapat ia control bila kecemasannya diatur, dalam

tahap ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan

halusinansinya.

Condemning severe level of anxiety: pengalaman sensori

klien menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien mulai merasa

tidak mampu lagi mengontrolnya berupaya menjaga jarak antara

dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai menarik diri

dengan orang lain dengan intensitas waktu yang lama.

Controlling severe level of anxiety: klien mencoba melawan

suara-suara atau sensory abnormal yang datang. Klien dfapat

merasakn kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai

fase gangguan psychotic.

5

Page 6: Makalah Tutorial Jiwa Halusinasi

Conquering panic level of anxiety: pengalaman sensorinya

terganggu, klien merasa terancam dengan adanya suara-suara

terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang

dengar dari halusinasinya. Halusinasinya dapat berangsung selama

minimal 4 jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan

komunikasi terapiutik. Terjadi gangguan psikotik berat.

2.3.2 Menurut kusumawati, farida , 2011

Fase pertama disebut juga fase comforting yaitu fase

menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.

Karakteristik: klien mengalami stres, cemas, perasaan perpisaan, rasa

bersalah, kesepian yang memuncak, dan yang tidak dapat

diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang

menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara. Perilaku klien :

tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa

suara, pergerakan mata cepat, respon ferbal yang lambat jika sedang

asik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.

Fase kedua disebut juga dengan fase condemning atau

ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikkan. Termasuk

kedalam psikotik ringan. Karakteristik : pengalaman sensori

menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan

berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang

tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat

mengiontrolnya. Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system

saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah.

Klien asik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.

Fase ketiga adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu

pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan

psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi, semakin

meninjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa

dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan

6

Page 7: Makalah Tutorial Jiwa Halusinasi

dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau

detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor, dan tidak

mampu mematuhi perintah.

Fase ke empat adalah fase conquering atau panic yaitu klien

lebur dengan halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.

Karakteristik: halusinasinya berubah menjadi mengancam,

memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak

berdaya, hilang control dan tidak dapat berhubungan secara nyata

dengan orang lain di lingkungan. Perilaku klien : perilaku terror

akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik

diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah

kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

2.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Halusinasi

a. Faktor predisposisi

1. Faktor perkembangan

Perkembangan yang terganggu misalnya rendah control dan

kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak

kecil, yang menyebabkan mudah frustasi, hilang percaya diri, dan

lebih rentan terhadap strees.

2. Faktor sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak terima lingkungannya sejak bayi

( unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak

percaya pada lingkungannya.

3. Faktor biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinnya gangguan jiwa, adannya

strees yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan

dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia,

seperti bufennol dan dimetytranferase (DMP). Akibat stress

bekepanjangan menyebabkan teraktifasinya, neurotransmitter otak,

misanya terjadi ketidakseimbangan asetyl kolin dan dopamine.

7

Page 8: Makalah Tutorial Jiwa Halusinasi

4. Faktor psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah

terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh

pada ketidak mampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat

demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari

dari alam nyata kea lam khayal.

5. Faktor genetic dan pola asuh

Pemnelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh ortu

skizofreinia cenderung mengalami skizofreinia. hasil studi

menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang

saling berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor Presipitasi

1. Perilaku

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,

perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri,

kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak

dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut

Rawlinsh Heacock, 1993 mencoba mememcahkan masalah

halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang individu

sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur bio, psiko, sosial,

spiritual. Sehingga dapat dilihat dari 5 dimensi:

a. Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti

kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam

hingga delirium, intoksikasi alcohol, dan kesulitan tidur dalam

waktu lama.

b. Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak

dapat diatasi isi halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan

menakutkan.

8

Page 9: Makalah Tutorial Jiwa Halusinasi

c. Dimensi intelektual

Dalam dimensi ini individu dengan halusinasi akan

memperlihatkan adanya penurunan ego. Awalnya halusinasi

merupakan usaha dari ego sendiri melawan impuks yang

menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan

kewaspadaaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan

akan mengontrol semua perilaku klien.

d. Dimensi sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan

comforting, klien menganggap bahwa hidup di alam nyata sangat

membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya, seolah-olah dia

merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan agar interaksi

sosial, control diri, dan haarga diri yang tidak didapatkan dalam

dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system control oleh individu

tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman,

dirinya atau orang lain cenderung untuk itu. Aspek penting

dalam melakukan intervensi keperawatan klien dengan

mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan

pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan

klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan

lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.

e. Dimensi spiritual

Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,

rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan

berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri.

2.5 Tanda-Tanda dan Gejala

i. Menurut Ade Herman Surya Direja

Halusinasi pendengaran:

1. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.

2. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.

9

Page 10: Makalah Tutorial Jiwa Halusinasi

3. Mengarahkan telinga pada sumber suara.

4. Bicara atau tertatawa sendiri.

5. Marah-marah tanpa sebab.

6. Menutup telinga.

Halusinasi Penglihatan:

7. Melihat bayangan,sinar bentuk geometris, bentuk kartoon, melihat

hantu atau monster

8. Menunjuk-nunjuk kearah tertentu

9. Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas

ii. Menurut Iyus Yosep

Halusinasi Pendengaran

1. Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain atau

suara lain yang membahayakan.

2. Mulut komat-kamit.

3. Ada gerakan tangan.

Halusinasi Penglihatan

4. Melihat seseorang yang sudah meninggal

5. Melihat makhluk tertentu

6. Melihat bayangan, hantu atau sesuatu yang menakutkan, cahaya,

monster yang memasuki perawat

7. Tatapan pada tempat tertentu

8. Ketakutan pada objek yang dilihat

2.6 Pengkajian Pada Pasien dengan Halusinasi

Pengkajian yang dilakukan pada pasien halusinasi meliputi:

1. Jenis dan isi halusinasi

Data objektif dapat dikaji dengan cara mengobservasi perilaku pasien,

sedangkan data subyetif dapat dikaji dengan melakukan wawancara

dengan pasien. Melalui data ini perawat dapat mengetahui isi halusinasi

pasien.

10

Page 11: Makalah Tutorial Jiwa Halusinasi

2. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan halusinasi

Perawat perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya

halusinasi yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi? Jika

mungkin jam berapa? Frekuensi terjadinya apakah terus menerus atau

hanya sesekali? Situasi terjadinya, apakah jika sedang sendiri, atau

setelah terjadi kejadian tertentu? Hal ini dilakukan intervensi khusu

pada waktu terjadinya halusinasi dan untuk menghindari situasi yang

menyebabkan munculnya halusinasi sehingga pasien tidak larut dengan

halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi,

tidakan untuk mencegah terjadinya halusinasi dapat direncanakan.

3. Respons Halusinasi

Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu

muncul, perawat dapat menanyakan kepada pasien tentang perasaan

atau tindakan pasien saat halusinasi terjadi. Perawat dapat juga

menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan pasien atau

denganmengobservasi perilaku pasien saat halusinasi muncul.

2.7 Diagnosa gangguan Persepsi Halusinasi

1) Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

2) Percobaan Bunuh Diri

3) Isolasi Sosial

4) Harga diri rendah kronis

5) Gangguan persepsi halusinasi

2.8 Tindakan Keperawatan pada Klien dengan Halusinasi

Tindakan perawatan pada pasien

1. Tujuan keperawatan

a. Pasien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya

b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya

c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

11

Page 12: Makalah Tutorial Jiwa Halusinasi

2. Tindakan keperawatan

a. Bantu pasien mengenali halusinasi

Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, perawat dapat

berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar,

dilihat, atau diraba), waktu terjadi halusinasi , frekuensi terjadinya

halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon

pasien saat halusinasi muncul.

b. Melatih pasien mengontrol halusinasi

untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halisinasi, perawat

dapat melatih pasien 4 cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan

halusinasi.

Ke 4 cara mengontrol halusinasi adalah sebagai berikut.

1. Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap

halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasein

dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul

atau tidak memperdulikan halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan

pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti

halusinasi muncul. Mungkin halusinasi tetap ada, tetapi dengan

kemampuan ini, pasien tidak akan larut untuk menuruti

halusinasinya. Berikut ini tahapan intervensi yang dilakuakan

perawat dalam mengajarkan pasien.

a.menjelaskan cara menghardik halusinasi

b. memperagakan cara menghardik

c. meminta pasien memeragakan ulang

d. memantau penerapan cara, menguatkan perilaku pasien.

2. Bercakap-cakap dengan orang lain

Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol

halusinasi. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain, terjadi

distraksi, fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi

kepercakapan yang dilakukan dengan orang lain.

12

Page 13: Makalah Tutorial Jiwa Halusinasi

3. Melakukan aktivitas sesuai jadwal

Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan

menyibukkan diri melakukan aktivias yang teratur. Dengan

beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak

waktu luang sendiri yang sering mencetuskan halusinasi.

4. Minum obat secara teratur

Dapat mengontrol halusinasi. Pasien juga harus dilatih untuk

minum obat secara teratur sesuai dengan program terapi dokter.

Pasien gangguan jkiwa yang dirawat di rumah sering mengalami

putus obat sehingga pasien mengalami kekambuhan. Jika

kekambuhan terjadi, untu mencapai kondisi semula akan

membutuhkan waktu.

13

Page 14: Makalah Tutorial Jiwa Halusinasi

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang dimana tidak

terdapat stimulus. Perhatikan apakah termasuk ke dalam tipe halusinasi

pengelihatan (optik), halusinasi pendengaran (akustik), halusinasi pengecap

(gustatorik), halusinasi peraba (taktil), halusinasi penciuman (olfaktori), halusinasi

gerak (kinestetik), halusinasi histerik, halusinasi hipnogogik, ataukah halusinasi

viseral.

Sedangkan seseorang yang mengalami gangguan persepsi halusinasi akan

mengalami fase-fase berikut:

1. Sleep disorder (fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi)

2. Comforting moderate level of anxiety (halusinasi secara umum ia

terima sebagai sesuatu yang alami)

3. Condemning severe level of anxiety (secara umum halusinasi sering

mendatangi klien)

4. Controlling severe level of anxiety (fungsi sensori menjadi tidak

relefan dengan kenyataan)

5. Conquering panic level of anxiety (klien mengalami gangguan dalam

menilai)

Adapun Faktor-faktor penyebab halusinasi:

c. Faktor predisposisi (Faktor perkembangan, Faktor sosiokultural,

Faktor biokimia, Faktor psikologis, serta Faktor genetic dan pola

asuh)

d. Faktor Presipitasi (Dimensi fisik, Dimensi emosional, Dimensi

intelektual, Dimensi sosial, Dimensi spiritual)

Seseorang dapat dikatakan mengalami gangguan presepsi halusinasi ketika

muncul tanda gejala halusinasi seperti : Bicara atau tertawa sendiri, Marah-marah

14

Page 15: Makalah Tutorial Jiwa Halusinasi

tanpa sebab, Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas, Menghidu seperti sedang

membaui bau-bauan tertentu, Sering meludah atau muntah, Mengaruk-ngaruk

permukaan kulit seperti ada serangga di permukaan kulit. Sehingga didapatkan

diagnosa sebagai berikut: isolasi social, resti pk, gangguan persepsi halusinasi,

harga diri rendah kronis, percobaan bunuh diri karena rasa bersalah.

Hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kasus gangguan persepsi halusinasi

meliputi:

4. Jenis dan isi halusinasi

5. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan halusinasi

6. Respons Halusinasi

Dari pengkajian di atas, kita dapat melakukan tindakan keperawatan

sebagai berikut:

Tindakan perawatan pada pasien

5. Tindakan keperawatan

c. Bantu pasien mengenali halusinasi

perawat dapat berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa

yang didengar, dilihat, atau diraba), waktu terjadi halusinasi , frekuensi

terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan

respon pasien saat halusinasi muncul.

d. Melatih pasien mengontrol halusinasi

Ke 4 cara mengontrol halusinasi adalah sebagai berikut:

2. Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap

halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul.

3. Bercakap-cakap dengan orang lain

6. Melakukan aktivitas sesuai jadwal

7. Minum obat secara teratur

SARAN

Diharapkan kepada para pembaca, jika menjumpai seseorang yang mengalami

gangguan persepsi halusinasi agar memberikan perhatian dan perawatan yang

15

Page 16: Makalah Tutorial Jiwa Halusinasi

tepat kepada penderita sehingga keberadaannya dapat diterima oleh masyarakat

seperti sediakala.

16

Page 17: Makalah Tutorial Jiwa Halusinasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Yosep Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa.Bandung: Reflika Aditama.

2. Hartono Y, Kusumawati F. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:

Medika Salemba.

3. Akemat, dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC.

4. Maramis W.F. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga

University press.

17