MAKALAH TALAK

12
TALAK 1. PENGERTIAN TALAK Secara bahasa berarti melepas, mengurai, atau meninggalkan Secara istilah berarti pernyataan atau sikap atau perbuatan untuk melepaskan ikatan pernikahan.Bisa juga dikatakan sebagai putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri dalam waktu tertentu atau selamanya. 2. MACAM-MACAM TALAK Talak di bagi menjadi menjadi 5 macam : A. TALAK SUNNI Talak sunni, yakni perceraian yang dilakukan oleh suami yang mengucapkan cerai talak kepada isterinya yang masih suci dan belum disetubuhinya (sang istri beradaa dalam keadaan suci). B. TALAK BID’I Talak bid’i, suami mengucapkan talak kepada isterinya ketika sang istri dalam keadaan haid atau berada dalam kondisi suci tapi sang istri sudah disetubuhi (berhubungan intim). Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya beliau pernah mentalak istrinya dan istrinya dalam keadaan haidh, itu dilakukan di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu ‘Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu menanyakan masalah ini kepada Rasulullah

description

tentang agama

Transcript of MAKALAH TALAK

Page 1: MAKALAH TALAK

TALAK

1. PENGERTIAN TALAK

Secara bahasa berarti melepas, mengurai, atau meninggalkan

Secara istilah berarti pernyataan atau sikap atau perbuatan untuk melepaskan ikatan

pernikahan.Bisa juga dikatakan sebagai putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri

dalam waktu tertentu atau selamanya.

2. MACAM-MACAM TALAK

Talak di bagi menjadi menjadi 5 macam :

A. TALAK SUNNI

• Talak sunni, yakni perceraian yang dilakukan oleh suami yang mengucapkan cerai talak

kepada isterinya yang masih suci dan belum disetubuhinya (sang istri beradaa dalam

keadaan suci).

B. TALAK BID’I

 Talak bid’i, suami mengucapkan talak kepada isterinya ketika sang istri dalam keadaan haid

atau berada dalam kondisi suci tapi sang istri sudah disetubuhi (berhubungan intim).

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya beliau pernah mentalak istrinya

dan istrinya dalam keadaan haidh, itu dilakukan di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu

‘Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu menanyakan masalah ini kepada Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam.Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda.

“Hendaklah ia meruju' istrinya kembali, lalu menahannya hingga istrinya suci kemudian haidh

hingga ia suci kembali. Bila ia (Ibnu Umar) mau menceraikannya, maka ia boleh mentalaknya

dalam keadaan suci sebelum ia menggaulinya. Itulah al 'iddah sebagaimanayang telah

diperintahkan Allah 'azza wajalla.”

Page 2: MAKALAH TALAK

C. TALAK RAJ’I

Talak raj’i, yakni perceraian ketika suami mengucapkan talak satu atau talak dua kepada

isterinya.Suami boleh rujuk kembali ke isterinya ketika masih dalam iddah.Jika waktu iddah

telah habis, maka suami tidak dibenarkan melakukan rujuk dengan istrinya kecuali dengan

melakukan akad nikah baru.

D. TALAK BAIN

Talak bain, perceraian pada saat suami mengucapkan atau melafazkan talak tiga (atau ketiga)

kepada isterinya. Isterinya tidak boleh diajak rujuk kembali kecuali setelah isterinya menikah

dengan lelaki lain, suami barunya menyetubuhinya, setelah diceraikan suami barunya dan telah

habis iddah dengan suami barunya.

E. TALAK TAKLIK

Talak taklik, yakni suami yang menceraikan isterinya dengan sesuatu sebab atau syarat.Apabila

syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah penceraian atau talak.

Dari penjelasan di atas, maka jelaslah bahwa talak 1 dan talak 2 adalah talak (cerai) yang

memungkinkan si suami untuk kembali rujuk (termasuk mengajak berhubungan intim) dengan

istrinya selama masa iddah.Dari penjelasan di atas, maka talak 1 dan talak 2 masuk dalam

kategori talak raj’i.Sementara jika seorang suami menyatakan talak 3 kepada istrinya, maka dia

tidak boleh rujuk kecuali syarat yang telah disebut di talak bain di atas.

Di sisi lain talak di bagi 2 keadaan:

1.Talak dalam keadaan marah.

Ketika seseorang mengatakannya dengan tegas dan jelas bahwa Anda telah menceraikan isteri

Anda, maka di mata Allah SWT tidak ada lagi tempat untuk mengelak. Bahkan meski

sebenarnya saat mengucapkannya, Anda sama sekali tidak berniat untuk mentalaknya. Atau

hanya sekedar menggeretak atau karena emosi sesaat.

 2. Talak dalam keadaan mabuk.

Orang yang mentalak istri dalam keadaan mabuk, para ulama berbeda pendapat, sebagian mereka

mengatakan bahwa talak orang yang sedang mabuk tidak dianggap jatuh sebab dilakukan dalam

Page 3: MAKALAH TALAK

keadaan tidak sadar.Dan sebagiannya mengatakan bahwa talaknya dianggap jatuh sebagai sanksi

atas kejahatannya.

KHULU’Khulu’ menurut syara’ adalah lafadz yang menunjukkan perceraian antara suami istri dengan

tebusan yang harus memenuhi persyaratan tertentu.

SYARAT KHULU

Jika persengketaan  antara suami isteri kian parah dan tidak mungkin lagi diambil langkah-

langkah kompromistis supaya mereka bersatu kembali atau pihak isteri sudah menggebu-gebu

untuk bercerai dengan suaminya, maka ia boleh menebus dirinya dari kekuasaan suaminya

dengan menyerahkan sejumlah harta kepadanya sebagai ganti dari buruknya keadaan yang

menimpa suaminya karena bercerai dengannya, Allah SWT berfirman, ”Dan tidak halal bagi

kamu mengambil dari sesautu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya

(suami isteri) khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa

atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.” (Al-

Baqarah:229).

LI’AN

PENGERTIAN LI’AN

Kata li’an menurut bahasa berarti alla’nu bainatsnaini fa sha’idan (saling melaknat yang terjadi

di antara dua orang atau lebih). Sedang, menurut istilah syar’i, li’an ialah sumpah dengan redaksi

tertentu yang diucapkan suami bahwa isterinya telah berzina atau ia menolak bayi yang lahir dari

isterinya sebagai anak kandungnya, dan kemudian sang isteri pun bersumpah bahwa tuduhan

suaminya yang dialamatkan kepada dirinya itu bohong.

Hukum Li’an

Apabila suami isteri melakukan mula’anah atau li’an, maka berlakukan pada keduanya hukum-

hukum berikut ini :

1. Keduanya harus diceraikan, berdasarkan hadist:

Dari Ibnu Umar r.a , ia berkata, “Nabi saw memutuskan hukum di antara seorang suami dan

Page 4: MAKALAH TALAK

isteri dari kaum Anshar, dan menceraikan antara keduanya.”

2. Keduanya haram ruju’ untuk selama-lamanya.

Dari Sahl bin Sa’d ra, ia berkata, “Telah berlaku sunnah Nabi saw tentang suami isteri yang

saling bermula’anah di mana mereka diceraikan antara keduanya, kemudian mereka tidak (boleh)

ruju’ buat selama-lamanya.”

POLIGAMI MENURUT ISLAMTetapi, poligami diperbolehkan dengan syarat ia dilakukan pada masa-masa terdesak untuk

mengatasi perkara yang tidak dapat diatasi dengan jalan lain. Atau dengan kata lain bahawa

poligami itu diperbolehkan oleh Islam dan tidak dilarang kecuali jikalau dikhawatirkan bahwa

kebaikannya akan dikalahkan oleh keburukannya.

SYARAT POLIGAMI1. Membatasi jumlah isteri yang akan dinikaninya. Dalam Islam 4 orang

2. Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan

menjadi isterinya. Misalnya, nikah dengan kakak dan adik, ibu dan anaknya, anak saudara

dengan emak saudara baik sebelah ayah maupun ibu.

3. Disyaratkan pula berlaku adil,

Dengan tegas diterangkan serta dituntut agar para suami bersikap adil jika akan berpoligami.

Andaikan takut tidak dapat berlaku adil kalau sampai empat orang isteri, cukuplah tiga orang

sahaja.Tetapi kalau itupun masih juga tidak dapat adil, cukuplah dua sahaja.Dan kalau dua itu

pun masih khawatir tidak boleh berlaku adil, maka hendaklah menikah dengan seorang saja.

PANDANGAN ISLAM TENTANG KB (KELUARGA

BERENCANANamun ternyata gerakan pembatasan keturunan ini jika kita perhatikan dari sisi agama, ternyata

program Keluarga Berencana ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam

ajaran Islam. Sebab Allah SWT dan Rasulullah SAW telah mensyariatkan kepada umatnya untuk

Page 5: MAKALAH TALAK

hukum asal membatasi keturunan adalah haram, kecuali dalam keadaan-keadaan tertentu yang

mengharuskannya untuk tidak melahirkan lagi seperti dalam keadaan darurat.

Yang dimaksud dalam kondisi darurat tersebut,yakni :

-Pertama: Keadaan istri yang sakit, yang tidak memungkinkan untuk hamil atau melahirkan lagi.

Dan jika mengandung atau melahirkan lagi akan membahayakan kesehatan sang istri. Maka

dibolehkan baginya untuk berhenti memiliki keturunan.

-KEDUA: keadaan seseorang (suami-istri) yang sudah memiliki anak banyak, sedangkan istri

keberatan untuk hamil lagi, maka dalam hal ini seorang istri tidak di perkenankan untuk hamil

lagi.

HUKUM ANAK LAHIR DI LUAR NIKAH2. Status Anak di Luar Nikah Menurut Islam

Islam hanya mengakui hubungan darah ( nasab ) seseorang melalui jalinan perkawinan yang sah. Ini

bisa dipahami langsung dari salah satu tujuan pernikahan adalah untuk meneruskan keturunan. Artinya,

ketika sesorang telah melangsungkan akad nikah, kemudian mereka bercampur ( melakukan hubungan

suami isteri) dan memperoleh keturunan, maka anak yang dilahirkan tersebut adalah sah dan

dinasabkan kepada si ayah. Namun sebaliknya, jika keturunan yang diperoleh di luar ikatan perkawinan,

baik dilakukan dengan suka rela (perzinahan) atau paksaan (perkosa), maka dalam hal ini, anak yang

dilahirkan dinasabkan pada si Ibu yang melahirkannya, bukan pada si Ayah. Walaupun secara biologis

diketahui bahwa anak tersebut terlahir dari benih sang ayah.

Kondisi ini juga berlaku pada kasus hamil di luar nikah. Mayoritas ulama sepakat bahwa anak

yang dilahirkan dari hasil hubungan di luar nikah tidak boleh dinasabkan pada ayahnya. Karena

perbuatan tersebut tergolong  zinah. Ini berdasarkan pada hadis rasulullah saw : “Status

(kewalian) anak adalah bagi pemilik kasur/suami dari perempuan yang melahirkan. Dan bagi

pelaku zina (dihukum) batu”.(Muttafaq ‘alaih). Dengan demikian, pernikahan yang didahului 

zinah dan dan hamil sebelum dilangsungkan aqad nikah maka anak yang terlahir dinasabkan

pada ibu. Sebagai konsekwensi, si ayah tidak berhak menjadi wali nikah, mewariskan, dan

hukum lainnya yang berkaitan dengan nasab.

Page 6: MAKALAH TALAK

Adapun soal apakah si Ibu harus memberitahukan pada si anak siapa ayah sebenarnya, itu tidak

wajib. Jadi tidak berdosa  menyembunyikan identitas ayahnya. Karena secara hukum, tidak ada

lagi hak si ayah pada anak yang dihasilkan dari perzinahannya. Hanya saja, untuk

memberitahukan bahwa sang ayah sudah mati, kalau itu tidak benar dan hanya sebagai luapan

kebencian semata maka ini tidak boleh. Sebab termasuk pada perbuatan dusta yang justru akan

menyulut  permusuhan lebih dalam. Cukup saja mengatakan kondisi apa adanya jika anak itu

telah dewasa atau telah memungkinkan untuk menerima kenyataan.  Karena kita diharuskan

senantiasa berbuat adil kepada siapapun, sampai pada orang yang kita benci sekalipun.  Dan,

kejujuran itu merupakan wujud dari adil yang harus kita tampilkan. Allah swt berfirman : “Dan

janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak

adil” (QS.Al-maidah :8)

Di sini, juga perlu diingat bahwa tidak ada istilah anak haram. Karena Islam tidak mengakui

adanya dosa warisan.  Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah (suci). Kalaupun ia ditakdirkan

lahir dari hasil zina kedua orang tuanya, namun dosa zina bukan pada si anak tapi pada kedua

orang tuanya. Allah swt berfirman : “dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang

lain”. (QS.az-Zumar: 7).  Oleh karenanya,  orang tua harus bertaubat nasuha.  Sebab zina adalah

satu dosa besar yang sangat dimurkai oleh Allah swt.

Akibat Hukum

Jika seorang anak telah dihukumkan sebagai anak yang lahir di luar perkawinan sebagaimana

disebutkan diatas, maka terdapat beberapa akibat hukum menyangkut hak dan kewajiban antara

anak, ibu yang melahirkannya dan ayah/bapak alaminya (genetiknya), yaitu :

Hubungan Nasab

Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam sebagaimana yang telah dikemukakan, dinyatakan bahwa

anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan

keluarga ibunya saja.

Hal demikian secara hukum anak tersebut saama sekali tidak dapat dinisbahkan kepada

ayah/bapak alaminya, meskipun secara nyata ayah/bapak alami (genetik) tersebut merupakan

laki-laki yang menghamili wanita yang melahirkannya itu.

Page 7: MAKALAH TALAK

Meskipun secara sekilas terlihat tidak manusiawi dan tidak berimbang antara beban yang

diletakkan di pundak pihak ibu saja, tanpa menghubungkannya dengan laki-laki yang menjadi

ayah genetik anak tersebut, namun ketentuan demikian dinilai menjunjung tinggi keluhuran

lembaga perkawinan, sekaligus menghindari pencenaran terhadap lembaga perkawinan.

Nafkah

Oleh karena status anak tersebut menurut hukum hanya mempunyai hubungan nasab dengan

ibunya dan keluarga ibunya semata, maka yang wajib memberikan nafkah anak tersebut adalah

ibunya dan keluarga ibunya saja.

Sedangkan bagi ayah/bapak alami (genetik), meskipun anak tersebut secara biologis merupakan

anak yang berasal dari spermanya, namun secara yuridis formal sebagaimana maksud Pasal 100

Kompilasi Hukum Islam diatas, tidak mempunyai kewajiban  hukum memberikan nafkah kepada

anak tersebut.

Hal tersebut berbeda dengan anak sah. Terhadap anak sah, ayah wajib memberikan nafkah dan

penghidupan yang layak seperti nafkah kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya kepada anak-

anaknya, sesuai dengan penghasilannya, sebagaimana ketentuan Pasal 80 ayat (4) Kompilasi

Hukum Islam, dalam hal ayah dan ibunya masih terikat tali perkawinan.

Apabila ayah dan ibu anak tersebut telah bercerai, maka ayah tetap dibebankan memberi nafkah

kepada anak-anaknya sesuai dengan kemampuannya, sebagaimana maksud Pasal 105 huruf (c)

dan Pasal 156 huruf (d) Kompilasi Hukum Islam.

Meskipun dalam kehidupan masyarakat ada juga ayah alami/genetik yang memberikan nafkah

kepada anak yang demikian,maka hal tersebut pada dasarnya hanyalah bersifat manusiawi,

bukan kewajiban yang dibebankan hukum sebagaimana kewajiban ayah terhadap anak sah. Oleh

karena itu secara hukum anak tersebut tidak berhak menuntut nafkah dari ayah/bapak alami

(genetiknya).

 

Hak – Hak Waris

Sebagai akibat lanjut dari hubungan nasab seperti yang dikemukakan, maka anak tersebut hanya

mempunyai hubungan waris-mewarisi dengan ibunya dan keluarga ibunya saja, sebagaimana

yang ditegaskan pada Pasal 186 Kompilasi Hukum Islam : “ anak yang lahir diluar perkawinan

Page 8: MAKALAH TALAK

hanya mempunyai hubungan saling mewarisi dengan ibunya dan keluarganya dari pihak ibunya”.

Dengan demikian, maka anak tersebut secara hukum tidak mempunyai hubungan hukum saling

mewarisi dengan ayah/bapak alami (genetiknya).

Hak Perwalian

Apabila dalam satu kasus bahwa anak yang lahir akibat darti perbuatan zina (diluar

perkawinan)tersebut ternyata wanita, dan setelah dewasa anak tersebut akan menikah, maka

ayah/bapak alami (genetiknya) tidak berhak atau tidak sah menjadi wali niksahnya, sebagaimana

ketentuan wali nikah dalam Pasal 19 Kompilasi Hukum Islam :

Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon

mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.

Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum

Islam yakni Muslim, aqil dan baligh.

Ketentuan hukum yang sama sebagaimana ketentuan hukum terhadap anak luar nikah

tersebut, sama halnya dengan status hukum semua anak yang lahir diluar pernikahan

yang sah sebagaimana disebutkan diatas.