Makalah Protokol Dan Manajemen Komunikasi Selular
description
Transcript of Makalah Protokol Dan Manajemen Komunikasi Selular
TUGAS
Protokol dan Manajemen Komunikasi Selular
Disusun Oleh :
1. Wahyu Setyawan (14223764)
2. Yudha Pristanto (14223766)
3. Yulia Anita (14223768)
4. Zahra Nur Azizah Hasri (14223769)
5. Ahmad Wahyudi (14223774)
6. Angga Wijaya (14223775)
7. Arif Fathoni Setyawan (14223777)
8. Jone Ferdi Yuliansyah (14223783)
9. Rahmat Haris (14223791)
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem komunikasi seluler di Indonesia mulai dikenalkan pada tahun 1984 dan teknologi
seluler yang masih bersistem analog itu seringkali disebut sebagai teknologi seluler generasi
pertama (1G). Pada tahun 1995 diluncurkan teknologi generasi pertama CDMA (Code Division
Multiple Access) dan teknologi GSM (Global Global System for Mobile Communications). Data
terbaru dari Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) menunjukkan bahwa jumlah
pelanggan seluler di Indonesia per tahun 2011 telah mencapai lebih dari 240 juta pelanggan pada
akhir tahun 2011 lalu, naik 60 juta pelanggan dibanding tahun 2010. Hal tersebut menunjukan
bahwa perkembangan teknologi selular di Indonesia sangat diterima dengan baik oleh
masyarakat di negeri ini, yang telah diatur Undang- Undang nomor 36 tahun 1999 tentang
telekomunikasi.
Global System for Mobile communication (GSM) adalah sebuah standar global untuk
komunikasi bergerak digital. Jaringan GSM telah digunakan oleh lebih dari 2 milyar pengguna
pada 212 negara. Jaringan GSM beroperasi pada beberapa frekuensi gelombang yang berbeda.
Sebagian besar jaringan GSM beroperasi pada frekuensi 900 MHz atau 1800 MHz. Kecuali di
Amerika dan Kanada, GSM beroperasi pada frekuensi 850 MHz dan 1900 MHz. GSM adalah
jaringan seluler, artinya mobile phone dapat berkoneksi dengan mencari cell terdekat. Protokol
GSM merupakan model layer yang didesain untuk menyediakan komunikasi antara 2 sistem
yang berbeda. Pada GSM –protokol stack meliputi layer 1, layer 2, dan layer 3 modul dari MS
(Mobile Station), BTS (Base Transeiver Station), BSC (Base Station Controller) dan MSC
(Mobile Switching Center).
Pada makalah ini akan menjelaskan mengenai protokol komunikasi selular khususnya
GSM dan manajemen pemerintah mengatur komunikasi selular di Indonesia.
BAB II
ISI
2.1 Protokol Pada Komunikasi GSM
Interface (antarmuka) dibutuhkan untukmengenali suatu sistem dengan sistem yang lainnya.
Jika interface tidak bisa dikenali maka komunikasi yang diinginkan tidak mungkin terjadi.
Dalam GSM/DCS terdapat 4 BSS Interface yaitu Air Interface (Um), A-Bis Interface, A-Sub
interface dan A-Interface. Pada bagian ini akan membahas mengenai air Interface secara detail
mulai dari Physical Layer yang membahas Logical Channel DSM/DCS, Data Link Layer untuk
access protocol, Network Layer yang berisi Connection Management, Mobility Management dan
Radio Resource Management. Pada bagian ini juga kita bisa mengetahui bagaimana proses Call
Setup, Mobile Originating Call (MOC), Mobile Terminating Call (MTC), Location Up date dan
Hand Over
AIR INTERFACE
Merupakan interface antara MS (mobile station) dan BTS (Base Transmission
Sistem).Pada interface ini speech dan data yang ditansmisikan melalui Physical Channel. Media
yang digunakan adalah udara. Didalam air interface dibagi menjadi 3 layer yang masing masing
fungsi layer ini sangat spesifik.
Layer 1 merupakan bagian dari air interface yang tugasnya adalah sebagai logical channel.
Channel di air Iinterface ini dibagi 2 kelompok penting yaitu :
A. Traffic Chanel (TCH)
B. Signaling Channel
Layer 2 merupakan media untuk access protocol dalam hal ini digunakan untuk LAPD (Link
Access Protol Dedicated) Channel, yang juga berfungsi untuk melindungi transmisi jika terjadi
gangguan.
Layer 3 berisi data yang dibagi menjadi 3 bagian penting untuk pengaturan management data
yaitu :
1. Connection Management
Yang didalamnya terdapat management untuk pengaturan percakapan (call control),
Supplementary service support yang digunakan untuk call forwarding dan Layanan pengenalan
nomor merupakan layanan call line identification presentation (CLIP), call line identification
restriction (CLIR), dan SMS (Short Messege Service).
2. Mobility Management
Yang tugasnya menyampaikan pesan antara MS dan MSC yang dikirimkan melalui A-bis
dan A-Interface. Fungsi utamanya adalah mensupport mobilitas pengguna sehingga informasi
network untuk pemberian lokasi channel dan menyediakan identitas yang dibutuhkan antara MS
dan network. Mobility management dibutuhkan untuk Autentification, indentification,
Information procedure, location update, IMSI Attact/detach, periodic updating dll.
3. Radio Resource Management
Pada Radio Resource Management pesan antara MS dan BTS atau BSC akan disampaikan
melalui A-bis interface. Bagian ini digunakan untuk pengaturan common transmission resource,
sebagai contoh digunakan pada physical channel dan data link connection pada control channel.
2.2.1 Physical Layer 1 Air Interface
Pada layer 1 speech dan data ditransmisikan melewati media udara pada Air (Um) interface.
Physical channel didefinisikan sebagai specific carrier (Radio Frequency Carrier) dengan
menggunakan range frequency GSM/DCS yang terdiri dari 174 Channel .
Layer 1 berhubungan langsung dengan layer 3 yang prosesnya diatur oleh channel
management dan measurement control. Sedangkan Hubungan Layer 1 dan 2 untuk fungsi-
fungsi : Burst transmission , error detection dan correction serta supervisi radio link control.
Selain itu Layer 1 digunakan untuk mencari BCCH (Broardcase common channel) dan DCCH
(Dedicated Control Channel) dari MS setelah pengalokasian channel dari Base Station.
Logical Channel dalam GSM/DCS
Dibagi menjadi 2 type logical channel : Traffic channel dan Signaling Channel
A. Traffic Channel : Digunakan untuk mengirimkan code speech dan data informsidari mobile
subscriber (MS) . Ada 2 bentuk traffic channel yang didifinisikan sebagai Full rate traffic
channel yaitu traffic channel transmisi speech dan data pada air interface ditransmisikan dengan
kecepatan 13 kbit/s dan data 9,6 kbit/s dan Half Rate Traffic channel yaitu speech yang
ditransmisikan pada air interface 6.5 kbit/s dan data 4.8 kbit/s.
B. Signaling Channel : Digunakan untuk pensinyalan dari MS ke BTS, yang mana pada channel
ini dibagi menjadi 3 type :
Broardcase Control Channel (BCCH) yang digunakan untuk sinkronisasi dan mengirimkan
specific data dari BTS ke MS yang bekerja pada Down link (Signaling dari BTS ke MS).
BCCH ini dibagi lagi dalam beberapa fungsi yaitu Frequency Correction Channel (FCCH)
yang bertugas untuk mengawasi ketepatan frequensi agar bias berkomunikasi dengan MS.
Synchronization Channel (SCH) yang bertugas untuk melanjutkan perjuangan dari FACCH
setelah bersingkronisasi dengan MS selanjutnya dilakukan checking prosedur untuk
memeriksa informasi yang berisi BSIC (Base Station Identification Code) dan TDMA frame
number dan Broardcase Control Channel (BCCH) yang berisi informasi dimana MS
membutuhkan referensi untuk ke cell mana akan ditempatkan. Digunakan pada saat Channel
combination, frekuensi hopping dan cell identification.
Commond Control Channel (CCCH) yang digunakan untuk pengontrolan akses dari BTS
atau dari MS yang bekerja pada frequency up link dan down link. Channel ini dibagi lagi
menjadi 4 bagian penting Yaitu : Paging Channel yang digunakanuntuk proses call dari BTS
ke MS yang bekerja pada frequency down link. Notification Channel yang bertugas sebagai
notifikasi MS pada Voice group dan voice boardcase call, bagian ini juga bekerja pada
frequency down link. Random Access Channel yang digunakan untuk permohonan signaling
channel dari network atau untuk respon dari paging channel dan Access Grant Channel
(AGCH) yang bekerja pada saat proses signaling channel oleh BTS untuk MS.
Dedicated Control Channel (DCCH) yang dibagi menjadi 3 channel penting yaitu : Stand
alone Dedicated Control Channel (SDCCH) yang digunakan 2 arah BTS dan MS untuk call
setup. Authentification dan fungsi signaling juga dilakukan oleh channel ini. Slow
Associated Control Channel (SACCH) yang selalu dipasangkan dengan SDCCH dan TCH.
Informasi pensinyalan untuk control dan parameter pengukuran dilakukan lewat channel ini.
Pada BTS informasi spesifik network ditransmisikan menggunakan SACCH menjaga agar
MS selalu up to date pada setiap perubahan parameter cell. Juga control command pada time
advance dan power control ditransmisikan BTS via SACCH. Fast Associated Control
Channel (FACCH) yang akan diaktivekan pada saat memerlukan penambahan signaling
pada situasi mendesak (contoh : padasaat handover).
2.2.2 Layer 2 (Data Link Layer) Pada Um Interface
Pada um/air interface layer 2 sering juga disebutdengan data link layer atau dalam istilah
GSMnya disebut dengan Linking. Di layer ini informasi yang akan dikirmkan akan dilindungi
dari gangguan yang akan terjadi. Tugas dari layer ini adalah mendeteksi gangguan dan
melakukan perbaikan, melakukan stabilisasi transmisi atau dengan kata lain memberikan garansi
terbebas darigangguan data.
2.2.3 Layer 3 (Network Layer)
Pada layer 3 terdapat 3 fungsi pentingyaitu :
Radio Resource management functions
Pada Radio resource management pesan dikirimkan antara MS (mobile subscbriber) dan
Base Transciever Station (BTS) atau Base Station Controller (BSC). Pesan pada radio
resourse akan dikirimkan pada A-bis interface dalam Radio Signaling Link (RSL) atau
Direct Tranfer Application Part (DTAP) kearah BSC. Pada bagian ini hal-hal yang mendasar
yang dilakukan adalah :
Pada Idle mode procedure (pada saat MS pada kondisi tidak melakukan percakapan):
a. Melakukan broadcast informasi dari MS ke BSS atau sebaliknya.
b. Melakukan Paging
Pada saat dedicated mode (pada saat MS sedang melakukan aktivitas) hal hal penting
yang dilakukan pada fungsi radio resource management adalah sebagai berikut :
a. Pada saat channel assignment procedure (prosedur dimana pembagian untuk
penempatan channel dari BTS ke MS).
b. Hand over procedure (Pada saat MS akan melakukan perpindahan dari suatu cell ke
cell yang lainnya.
c. Pada saat prosedur penambahan channel.
d. Pada saat pelepasan channel (channel release procedure)
Pada saat Radio Resources Establishment procedure (Pada saat procedure pembukaan
Radio resource).
a. Pada saat memasuki dedicated mode permohonan untuk procedure penempatan
channel dengan cepat yang biasanya terjadi pada saat hand over.
b. Pada saat prosedur pengaksesan untuk up link
c. Notification prosedur untuk call setup, hand over dll
Mobility Management
Pada Mobility management menyampaikan pesan antara MS dan MSC tanpa dipengaruhi
dari sisi BSS. Pesan tersebut dikirimkan melalui A-bis dan A-Interface dalam RSL (Radio
Signaling Link) ataupun DTAP (Direct Transfer Application Part) ke BSC. Fungsi utamanya
adalah mensupport mobilitas pengguna sehingga informasi network untuk pemberian lokasi
channel dan menyediakan identitas yang dibutuhkan antara MS dan network.
Prosedur dasar yang dilakukan dalam Mobility Management adalah sebagai berikut :
1. Mobility Management Common Prosedure : suatu Prosedur Mobility Management yang
dilakukan dalam keadaan biasa yaitu pada saat merealokasikan TMSI (Temporary Mobile
subscriber Idensifier), Autentifikasi, Identifikasi, IMSI detach, prosedur pembatalan dan
pada saat prosedur informasi pada Mobility Management.
2. Mobility Management specific Prosedure : suatu prosedur dimana Mobility management
memerlukan prosedur khusus yaitu pada saat Location update, periodic updating dan pada
saat IMSI attach.
3. Connection Management Sub layer service provision : suatu prosedur pada saat
connection management sublayer untuk layanan yang bersyarat yaitu :
Mobility Management Connection establishment (pembukaan hubungan pada Mobility
management), Mobility Management connection Information transfer Phase dan pada saat
Mobility Management Connection release.
Connection Management
Connection Management terdiri dari : Call Control, Short Massage dan
Supplementary Service Support. Pada bagian ini pesan dikirimkan antara MS dan MSC
oleh karena itu sebagian besar dipertimbangkan untuk segera dilaksanakan.
Selain Call Control pada connection management terdapat juga Supplementary
service support yang digunakan untuk call forwarding dan Layanan pengenalan nomor
yang merupakan layanan call line identification presentation (CLIP), call line
identification restriction (CLIR), dan SMS (Short Messege Service).
Prosedur mendasar yang dilakukan pada call control adalah sebagai berikut :
Prosedur pembukaan panggilan (Call establishment prosedur) : suatu prosedur
pembuka pada saat akan melakukan panggilan dimana pada prosedur ini terdapat
prosedur pada saat akan melakukan panggilan (Mobil originating call) dan pada saat
penerimaan panggilan (Mobil terminating Call).
Prosedur Signaling sampai pada kondisi active pada prosedur ini terdapat : User
Notification, call rearrangement, user initiated level up dan down grading.
Call Clearing suatu prosedur dimana dilakukan (clearing) percakapan, pada prosedur ini
terdapat clearing yang dilakukan oleh mobile station dan ada juga clearing yang
dilakukan oleh network serta clearing yang dilakukan secara berbarengan.
Proses Location update pada Um interface
Location Update akan dilakukan mobile station pada saat :
1. MS pindah kelokasi area yang lain ( Normal location up dating)
2. Pada saat network membutuhkan informasi updating (Priodic updating)
3. Pada saat IMSI attach/detach (pada saat mematikan atau menghidupkan handphone)
Pada saat Mobile Station mendapatkan signal dari BTS yang lain dan menemukan location
Area Identification (LAI) yang baru pada BCCH, Maka MS akan melakukan permohonan
Signaling Dedicated Control Channel (SDCCH) lewat RACH (Random Access Channel) ke
network tersebut. Setelah mendapatkan Signaling Channel yang terdapat pada AGCH (Access
Grand Channel) MS melakukan set up pada layer 2 connection termasuk melakukan Set
Asynchronous Balance Mode pada layer 3 message yaitu permohonan location update (location
update request). Sebagai indikasi tambahan MS menginformasikan bahwa permohonan location
update yang akan dilakukan adalah Normal location update (bukan priodik atau pun IMSI
attch /detach).
VLR (Visitor Location Register) akan menentukan IMSI berdasarkanpada TIMSI dan LAI
dan memungkinkan juga dari pemeriksaan VLR sebelumnya dan ketentuan admistrasidari HLR
(Home Location Register). Sebelum dilakukan konfirmasi location update dan memberikan
TMSI baruke mobile station, VLR melakukan pembuktian (authentication request dan
authentication response) dan mengaktivekan ciphering (Ciphering mode command dan ciphering
mode complete).
Setelah melakukan proses diatas maka TMSI baru akan dialokasikan dengan pesan yang
dikodekan pada kondisi ini location update telah diterima dan mobile station merespon dengan
realokasi TMSI yang lengkap, selanjutnya Base station melepaskan radio resource connection.
2.2 Manajemen Komunikasi Selular di Indonesia
Sebagai dasar hukum di Indonesia yang mengatur sistem telekomunikasi telah diatur
melalui Undang-undang no 36 tahun 1999. Dalam undang-undang tersebut mengatur
telekomunikasi diantaranya sebagai berikut :
1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap
informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem
kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya;
2. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam
bertelekomunikasi;
3. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan
bertelekomunikasi;
4. Sarana dan prasarana tetekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan
mendukung berfungsinya telekomunikasi;
5. Telekomunikasi dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah;
6. Pembinaan telekomunikasi diarahkan untuk meningkatkan penyelenggaraan telekomunikasi
yang meliputi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian;
7. Penyelenggaraan telekom unikasi meliputi :
a. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;
b. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
c. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
8. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi
sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b dapat dilakukan oleh
badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, yaitu :
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
c. Badan usaha swasta; atau
d. Koperasi.
9. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
huruf c dapat dilakukan oleh :
a. Perseorangan
b. Instansi pemerintah;
c. Badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi
10. Dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di antara
penyelenggara telekomunikasi.
2.3 Peraturan Broadband Wireless Acces (BWA) di Indonesia
Peraturan Broadband Wireless Acces (BWA) di Indonesia dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Peraturan penggunaan frekuensi BWA di Indonesia
2. Penataan dan perizinan frekuensi BWA di Indonesia
3. Pengkanalan frekuensi BWA di Indonesia
2.3.1 Peraturan penggunaan frekuensi BWA di Indonesia
Broadband wireless access khususnya penggunaan frekuensi telah diatur oleh pemerintah
Indonesia ke dalam peraturan ataupun keputusan. Peraturan yang mengatur penggunaan
frekuensi sebagai berikut :
1. Kepdirjen postel nomor : 167/dirjen/2002 tentang persyaratan teknis alat dan perangkat
broadband wireless access pada frekuensi 10 ghz
2. Perdirjen postel nomor: 94/dirjen/2008 tentang persyaratan teknis alat dan perangkat
telekomunikasi subscriber station broadband wireless access (bwa) nomadic pada pita
frekuensi 2.3 ghz
3. Perdirjen postel nomor: 95/dirjen/2008 tentang persyaratan teknis alat dan perangkat
telekomunikasi base station broadband wireless access (bwa) nomadic pada pita frekuensi
2.3ghz
4. Perdirjen postel nomor: 96/dirjen/2008 tentang persyaratan teknis alat dan perangkat
telekomunikasi antena broadband wireless access (bwa) nomadic pada pita frekuensi 2.3
ghz
5. Peraturan menkominfo nomor : 7/kep/m.kominfo/1/2009 tentang penataan pita frekuensi
radio untuk keperluan layanan pita lebar nirkabel (wireless broadband) ditetapkan pita
frekuensi 300 MHz, 1.5 GHz, 2 GHz, 2.3 GHz, 3.3 GHz dan 10.5 GHz. Untuk pita
frekuensi 2.4 GHzdan 5.8 GHz, izin penggunaan frekuensinya berdasarkan izin kelas
6. Peraturan menkominfo nomor : 8/kep/m.kominfo/1/2009 tentang penetapan pita
frekuensi radio untuk keperluan layanan pita lebar nirkabel (wireless broadband) pada
pita frekuensi radio 2.3 ghz
7. Peraturan menkominfo nomor : 26/per/m.kominfo/6/2009 tentang penetapan pita
frekuensi radio untuk keperluan layanan pita lebar nirkabel pada pita frekuensi radio 2
ghz
8. Peraturan menkominfo nomor : 27/per/m.kominfo/6/2009 tentang penetapan pita
frekuensi radio untuk keperluan layanan pita lebar nirkabel pada pita frekuensi radio
5.8ghz
2.3.2 Penataan frekuensi BWA di Indonesia
Pada tahun 2006 dan 2008 Ditjen Postel melakukan konsultasi publik dengan menerbitkan draft
white paper tentang “Penataan Frekuensi BWA” dan dilakukan konsultasi publik. Penataan dan
perizinan frekuensi BWA memiliki tujuannya yaitu,
1. Mempercepat peningkatan teledensitas akses telekomunikasi dan informasi serta
penyebaran jasa internet kecepatan tinggi secara merata ke seluruh wilayah Indonesia
2. Membangkitkan pertumbuhan industri manufaktur dan riset telekomunikasi dan
informatika dalam negeri
3. Mendorong penggunaan standar BWA yang terbuka sehingga dapat memberikan manfaat
yang besar bagi masyarakat
4. Pengoptimalan pemanfaatan spektrum frekuensi melalui pemberian izin pita dan
pendistribusian wilayah layanan BWA menjadi 15 zona wilayah layanan BWA sehingga
dapat mendorong penyebaran jaringan BWA
Secara garis besar dalam penataan frekuensi BWA dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Penyesuaian perizinan bagi pemegang izin alokasi frekuensi eksisting yang diberikan
sebelum Mei 2005
2. Persiapan pemberian izin pita frekuensi BWA di pita frekuensi dan wilayah layanan
yang belum diduduki
Gambar Penataan Frekuensi BWA
2.3.3 Perizinan frekuensi BWA di Indonesia
Pemegang izin alokasi frekuensi eksisting di pita 300 MHz, 1.5 GHz, 2.0 GHz, 2.5 GHz, 3.3
GHz, 3.5 GHz dan 10.5 GHz, akan diberikan hak pengelolaan frekuensi secara ekslusif di pita
frekuensi dan wilayah layanan sesuai dengan Izin Stasiun Radio yang dimilikinya.
Untuk pemegang izin alokasi frekuensi eksisting di 5.8 GHz untuk layanan akses point-to-
multipoint akan diberi waktu sampai dengan masa izinnya selesai, karena pita frekuensi 5.8 GHz
akan diprioritaskan bagi penggunaan backbone / backhaul point-to-point dengan kriteria
frekuensi yang dimaksud akan dihubungkan dengan jaringan komunikasi publik pada titik
tertentu dengan kapasitas lebih dari 40 Mbps.
2.3.4 Pengkanalan frekuensi BWA di Indonesia
Beberapa pita frekuensi yang dialokasikan untuk layanan BWA :
1. Pita frekuensi 300 MHz( 287 – 294 MHz dan 310 – 324 MHz )
2. Pita frekuensi 1.5 GHz ( 1428 MHz – 1452 MH dan1498 – 1522 MHz )
3. Pita frekuensi 2 GHz ( 2053 – 2083 MHz )
4. Pita frekuensi 2.3 GHz ( 2300 – 2400 MHz )
5. Pita frekuensi 2.5 GHz ( 2500 – 2690 MHz )
6. Pita frekuensi 3.3 GHz ( 3300 – 3400 MHz)
7. Pita frekuensi 3.5 GHz ( 3500 – 3700 MHz )
8. Pita frekuensi 5.8 GHz ( 5725 – 5825 MHz )
9. Pita frekuensi 10.5 GHz ( 10150 – 10300 MHz dan 10500 – 10650 MHz )
2.3.4.1 Pita Frekuensi 300 MHz
Pada kondisi sebelumnya pita frekuensi 300 MHz digunakan untuk aplikasi non BWA, misalnya
ustudio-link (STL)ntuk sejumlah aplikasi point-to-point, termasuk antara studio radio siaran FM
ke menara pemancar. Digunakan sebagai Sistem Radio Konvensional. Pengkanalan Frekuensi
BWA dapat diuraikan pada tabel berikut :
Tabel Pengkanalan Frekuensi 300 Mhz
2.3.4.2 Pita Frekuensi 1.5 GHz
Kondisi sebelumnya pita frekuensi 1.5 GHz sebelumnya digunakan untuk aplikasi non BWA,
misalnya untuk sistem komunikasi radio microwave link. Penggunaan frekuensi 1452 – 1498
MHz untuk layanan penyiaran digital terrestrial. Pengkanalan Frekuensi BWA dapat diuraikan
pada tabel berikut :
Tabel Pengkanalan Frekuensi 1.5 Ghz
2.3.4.3 Pita frekuensi 2 GHz
Pita frekuensi 2053 – 2083 MHz sebelumnya digunakan untuk aplikasi non BWA, seperti sistem
komunikasi radio microwave link di lokasi-lokasi tertentu. Pengkanalan Frekuensi BWA dapat
diuraikan pada tabel berikut :
Tabel Pengkanalan Frekuensi 2 Ghz
2.3.4.4 Pita frekuensi 2.3 GHz
Pada tahun 2007, pita frekuensi 2300 – 2400 MHz telah diidentifikasi sebagai salah satu
extention band untuk IMT (International Mobile Telecommunication) pada sidang konferensi
komunikasi radio sedunia ITU tahun 2007 lalu (WRC-2007).
Sejak tahun 2005, sejumlah industri manufaktur nasional telah mengembangkan riset dan
pengembangan BWA untuk layanan nomadik dengan basis IEEE 802.16d. Telah terdapat
sejumlah standar kompetitor di pita frekuensi ini antara lain WiBro dan Mobile Wimax IEEE
802.16e. WiBro telah mendapatkan sertifikasi dari Wimax Forum di pita frekuensi 2.3 GHz ini.
Pengkanalan Frekuensi BWA dapat diuraikan pada tabel berikut :
Tabel Pengkanalan Frekuensi 2.3 Ghz
2.3.4.5 Pita Frekuensi 2.5 – 2.69 GHz
Kondisi sebelumnya, pada pita frekuensi 2500 – 2690 MHz terdapat microwave link teknologi
lama di beberapa lokasi tertentu, sejak tahun 1980-an. Referensi Rec ITU-R F.283. Pita frekuensi
2520 – 2670 MHz digunakan untuk satelit penyiaran digital Cakrawarta (Indovision) cakupan
nasional, sejak tahun 1997. Pada tahun 2001 telah dialokasikan untuk beberapa penyelenggara
Broadband Wireless Access di pita frekuensi 2500 – 2520 MHz dan 2670 – 2690 MHz.
Tabel Pengkanalan frekuensi BWA eksisting pada pita 2.5 GHz
2.3.4.6 Pita frekuensi 3.3 – 3.4 GHz
Kondisi sebelumnya, pita alokasi 3300 – 3400 MHz, footnote RR 5.429 alokasi tambahan untuk
BWA di Indonesia dan negara-negara lain. Satuan unit kanal terkecil 2 MHz. Pada tahun 2001-
an diberikan untuk sejumlah penyelenggara BWA di beberapa lokasi.
Tabel Pengkanalan BWA eksisting pada pita 3.3 – 3.4 GHz
2.3.4.7 Pita Frekuensi 3.5 GHz
Kondisi sebelumnya, pita frekuensi 3400 – 3700 MHz telah digunakan terlebih dahulu oleh
Penyelenggara Satelit (ext-C band) yaitu Telkom, PSN dan ACeS. Pada tahun 2000 ditetapkan
BWA 3.5 GHz harus sharing frekuensi dengan servis satelit sesuai Kepdirjen No.
119/DIRJEN/2000 sharing antara tetap satelit (DL) dengan WLL data (WLL status sekunder
dikota sedangkan status primer di non-kota). Pada tahun 2000 diberikan untuk sejumlah
penyelenggara BWA di beberapa lokasi dengan Teknik Duplex : FDD dengan pita alokasi awal
3410 – 3497.5 MHz dan 3510 – 3597.5 MHz.
Tabel Pengkanalan Pita 3.5 GHz
2.3.4.8 Pita Frekuensi 5.8 GHz
Kondisi sebelumnya, pita alokasi yang digunakan 5725 – 5825 MHz. Pada tahun 2001 telah
diberikan kepada sejumlah penyelenggara BWA 5 kanal dengan lebar pita 15 MHz dengan
teknologi yang digunakan Spread Spectrum dengan teknik duplexing TDD. Penggunaan pita
frekuensi 5.8 GHz adalah secara bersama (sharing) tertuang dalam Kepdirjen No.
74A/Dirjen/2000 tentang “Alokasi pita frekuensi 5725 – 5825 MHz untuk keperluan Broadband
Wireless Access (BWA)”.
Tabel Pengkanalan pita frekuensi 5.8 GHz pengguna BWA eksisting
2.3.4.9 Pita Frekuensi 10.5 GHz
Kondisi sebelumnya, pita frekuensi 10.5 GHz banyak digunakan untuk microwave link backbone
transmiei (Rec. ITU-R F.747). Sejak tahun 2001 telah diberikan kepada sejumlah penyelenggara
BWA dengan alokasi yang digunakan 10150 – 10300 MHz dan 10500 – 10650 MHz.
Tabel Pengkanalan Pita Frekuensi 10.5 GHz
BAB III
KESIMPULAN
Adapun beberapa kesimpulan dari makalah ini sebagai berikut :
1. Xxxx
2. Xxxx
3. Undang-undang no 36 tahun 1999 sebagai dasar hukum untuk mengatur telekomunikasi
di Indonesia.
4. Peraturan Broadband Wireless Acces (BWA) di Indonesia terbagi ke dalam 3 bagian
yaitu peraturan penggunaan frekuensi BWA di Indonesia, penataan dan perizinan
frekuensi BWA di Indonesia, dan pengkanalan frekuensi BWA di Indonesia.
5. Peraturan penggunaan frekuensi BWA di Indonesia diantaranya Kepdirjen postel nomor :
167/dirjen/2002 tentang persyaratan teknis alat dan perangkat broadband wireless access
pada frekuensi 10 ghz dan Perdirjen postel nomor: 94/dirjen/2008 tentang persyaratan
teknis alat dan perangkat telekomunikasi subscriber station broadband wireless access
(bwa) nomadic pada pita frekuensi 2.3 ghz.
5. Penataan dan perizinan frekuensi BWA di Indonesia memiliki tujuan diantaranya
mempercepat peningkatan teledensitas akses telekomunikasi dan informasi serta
penyebaran jasa internet kecepatan tinggi secara merata ke seluruh wilayah Indonesia,
membangkitkan pertumbuhan industri manufaktur dan riset telekomunikasi dan
informatika dalam negeri, mendorong penggunaan standar BWA yang terbuka sehingga
dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat, dan pengoptimalan pemanfaatan
spektrum frekuensi melalui pemberian izin pita dan pendistribusian wilayah layanan
BWA menjadi 15 zona wilayah layanan BWA sehingga dapat mendorong penyebaran
jaringan BWA.
6. Pengkanalan frekuensi BWA di Indonesia diantaranya pita frekuensi 300 MHz( 287 –
294 MHz dan 310 – 324 MHz ), pita frekuensi 1.5 GHz ( 1428 MHz – 1452 MH
dan1498 – 1522 MHz ), pita frekuensi 2 GHz ( 2053 – 2083 MHz ), pita frekuensi 2.3
GHz ( 2300 – 2400 MHz ), pita frekuensi 2.5 GHz ( 2500 – 2690 MHz ), pita frekuensi
3.3 GHz ( 3300 – 3400 MHz), pita frekuensi 3.5 GHz ( 3500 – 3700 MHz ), pita
frekuensi 5.8 GHz ( 5725 – 5825 MHz ), dan pita frekuensi 10.5 GHz ( 10150 – 10300
MHz dan 10500 – 10650 MHz ).