Makalah Pertemuan Pertama Substitusi N Dan E
-
Upload
ririnvidiastuti -
Category
Documents
-
view
161 -
download
7
description
Transcript of Makalah Pertemuan Pertama Substitusi N Dan E
Subtitusi Nukleofilik(SN)
Alifatik, Lingkar & Aromatik
Subtitusi Elektrofilik(SE)
Terjadi pada Alifatik(jarang), aromatik
Reaksi Subtitusi
SN:R – X + Nu– R – Nu + X–SE:R – X + E+ R – E + X+
SE:R – X + E+ R – E + X+
Substrat Produk Leaving Group
Pereaksi(Penyerang)
SUBSTITUSI NUKLEOFILIK
Reaksi substitusi adalah bentuk reaksi kimia, dimana suatu atom dalam senyawa
kimia digantikan dengan atom lainnya.
Misalnya, 1 atom H dalam metana (CH4) digantikan dengan 1 atom Cl dalam gas klorin (Cl2)
menjadi metil klorida (CH3Cl) dan asam klorida (HCl).
Pada kimia organik maupun anorganik, substitusi nukleofilik adalah suatu kelompok
dasar reaksi substitusi, dimana sebuah nukleofil yang "kaya" elektron, secara selektif
berikatan dengan atau menyerang muatan positif dari sebuah gugus kimia atau atom yang
disebut gugus lepas (leaving group).
Bentuk umum reaksi ini adalah
Nu: + R-X → R-Nu + X:
Dengan Nu menandakan nukleofil, : menandakan pasangan elektron, serta R-X
menandakan substrat dengan gugus pergi X. Pada reaksi tersebut, pasangan elektron dari
nukleofil menyerang substrat membentuk ikatan baru, sementara gugus pergi melepaskan diri
bersama dengan sepasang elektron. Produk utamanya adalah R-Nu. Nukleofil dapat memiliki
muatan listrik negatif ataupun netral, sedangkan substrat biasanya netral atau bermuatan
positif.
Contoh substitusi nukleofilik adalah hidrolisis alkil bromida, R-Br, pada kondisi basa, dimana
nukleofilnya adalah OH− dan gugus perginya adalah Br-.
R-Br + OH− → R-OH + Br−
Reaksi substitusi nukleofilik sangat umum dijumpai pada kimia organik, dan reaksi-
reaksi ini dapat dikelompokkan sebagai reaksi yang terjadi pada karbon alifatik, atau pada
karbon aromatik atau karbon tak jenuh lainnya (lebih jarang).[1]
Menurut kinetikanya, reaksi substitusi nukleofilik dapat dikelompokkan menjadi reaksi SN1
dan SN2.
Nukleofil
Nukleofil adalah sebuah spesies (ion atau molekul) yang tertarik dengan kuat ke
sebuah daerah yang bermuatan positif pada sesuatu yang lain.
Nukleofil bisa berupa ion-ion negatif penuh, atau memiliki muatan yang sangat negatif pada
suatu tempat dalam sebuah molekul. Nukleofil-nukleofil yang umum antara lain ion
hidroksida, ion sianida, air dan amonia.
Perhatikan bahwa masing-masing nukleofil pada gambar di atas mengandung
sekurang-kurangnya satu pasangan elektron bebas, baik pada sebuah atom yang bermuatan
negatif penuh, atau pada sebuah atom yang sangat elektronegatif yang membawa muatan -
yang cukup besar.
Penggantian gugus fungsi melalui substitusi nukleofilik
Reaksi substistusi nukleofilik dari alkil halide berkaitan dengan reaksi eliminasi, dimana
halogen bertindak sebagai gugus pergi dan pergi sebagai sebuah anion.
Nukleofil yang sering digunakan dalam penggantian gugus perginya adalah litium, natrium,
atau garam kalium. Jika kita gunakan M untuk menggantikan litium, natrium atau kalium,
beberapa reagen nukleofil adalah :
Contoh penggunaan dari beberapa nukleofil ini dalam reaksi substitusi.
1.1 Reaksi Substitusi Nukleofilik – Sebuah Reaksi Sn2
Kita akan membahas mekanisme reaksi ini dengan menggunakan sebuah ion sebagai
nukleofil, karena akan lebih mudah. Mekanisme untuk nukleofil air dan amonia melibatkan
tahapan ekstra yang akan dijelaskan pada halaman yang lain.
Kita akan mengambil contoh bromoetana sebagai sebuah halogenalkana primer
sederhana. Bromoetana memiliki sebuah ikatan polar antara karbon dan bromin.
Kita akan melihat reaksinya dengan menggunakan ion nukleofil yang umum, yang dalam hal
ini kita sebut sebagai Nu-. Nukleofil ini akan memiliki sekurang-kurangnya satu pasangan
elektron bebas. Nu- misalnya bisa berupa OH- atau CN-.
Pasangan elektron bebas pada ion Nu- akan tertarik kuat ke atom karbon +, dan akan
bergerak ke arahnya, dan mulai membentuk sebuah ikatan koordinasi (kovalen datif). Dalam
proses ini, elektron dalam ikatan C-Br akan terdorong lebih dekat ke arah bromin, sehingga
membuatnya semakin negatif. Pergerakan elektron bebas ini ke arah atom karbon akan terus
berlangsung sampai -Nu terikat kuat dengan atom karbon, dan bromin telah dilepaskan
sebagai sebuah ion Br-.
Cara Menuliskan Mekanisme Reaksi
Cara yang paling sederhana adalah sebagai berikut:
Sebagai contoh jika kita gunakan ion sianida sebagai nukleofil maka pasangan
elektron bebas pada ion sianida akan tertarik kuat ke atom karbon yang relative positif, dan
akan bergerak ke arahnya untuk membentuk suatu ikatan. Ion negative yang mendekat akan
mendorong elektron-elektron dalam ikatan karbon-bromin semakin dekat ke bromine.
Pada beberapa titik selama proses ini, gugus CN dan bromine keduanya terikat
setengah ke atom karbon. Ini disebut keadaan transisi untuk reaksi. Ini bukan intermediet dan
kita tidak bisa mengamatinya secara terpisah serta tidak memiliki eksistensi yang independen,
ini hanya merupakan tahap setengah jalan dari perpindahan atom dan elektron yang cukup
samar. Pergerakan pasangan elektron bebas ini terus berlanjut sampai gugus –CN terikat kuat
ke atom karbon, dan bromine telah dilepasskan sebagai ion Br.
Secara teknis, reaksi ini disebut sebagai reaksi SN2. S adalah singkatan dari substitusi, N
singkatan untuk nukleofilik, dan dituliskan 2 karena tahap awal dari reaksi ini melibatkan dua
spesies – yaitu bromoetana dan ion Nu-.
Reaksi Sn2 pada halogenalkana sekunder
Reaksi biasa terjadi dengan cara yang sama persis dengan sebuah alkana primer,
walaupun ada kemungkinan untuk berlangsungnya reaksi melalui sebuah mekanisme yang
berbeda.
Pasangan elektron bebas pada ion sianida yang mendekati atom karbon membentuk
sebuah ikatan denan atom karbon relative positif dan dalam proses tersebut elektron-elektron
dalam ikatan karbon-bromin dipaksa untuk bergeser ke atom bromine untuk membentuk
sebuah ion bromide.
Gambar. Diagram energy dari mekanisme Sn2.
Ion hidroksida yang bertindak sebagai nukleofil, dengan menggunakan pasangan elektron
yang tidak berpasangan menyerang ikatan pada bagian yang berlawanan dengan gugus pergi
yang terikat. Hibridisasi dari karbon yang terjadi substitusi mengubah dari sp3 pada alkil
halide menjadi sp2 pada keadaan transisi.
Laju reaksi kimia ditentukan oleh ∆G, yaitu perbedaan energi antara reaktan dan tingkat transisi.Perubahan kondisi reaksi dapat mempengaruhi ∆G dengan 2 cara:
a. Perubahan tingkat energi reaktan
b. Perubahan tingkat energi pada tingkat transisi.
Tingkat energi reaktan yang lebih tinggi akan mempercepat reaksi.
Tingkat energi pada senyawa transisi bertambah besar akan memperlambat reaksi (∆G
lebih tinggi).
Mekanisme jika air yang bertindak sebagai nukleofil.
Mekanismenya melibatkan dua tahapan. Tahapan pertama adalah reaksi substitusi nukleofilik
sederhana:
Karena mekanisme ini melibatkan tubrukan antara kedua spesies dalam tahapan reaksi yang
lambat ini, maka reaksi ini disebut sebagai reaksi SN2.
Substitusi nukleofilik berlangsung sangat lambat karena air bukan nukleofil yang sangat baik.
Air kekurangan muatan negatif penuh, tidak seperti yang terdapat pada ion hidroksida.
Tahapan kedua dari reaksi ini adalah tahapan perampungan produk. Satu molekul air
melepaskan satu dari hidrogen yang terikat pada oksigen menghasilkan sebuah alkohol dan
sebuah ion hidroksonium (juga dikenal sebagai ion hidronium atau ion oksonium).
Ion hidroksonium dan ion bromida (yang berasal dari tahapan substitusi nukleofilik reaksi)
menyusun asam hidrobromat yang terbentuk serta alkohol.
Peranan gugus tetangga terhadap reaksi Sn2
Gugus tetangga berperan dalam proses pembentukan produk pada reaksi Sn2.
Biasanya pada reaksi SN2 selalu terjadi inverse konfigurasi, namun dengan adanya pengaruh
dari gugus tetangga menyebabkan reaksi Sn2 mengalami retensi konfigurasi. Proses
mekanisme dari adanya gugus tetangga ini biasa dikenal dengan neighboring-group
mechanism dan tetap mengikuti mekanisme reaksi Sn2. Pada tahap pertama dari reaksi ini,
gugus tetangga berperan sebagai nukleofil, mendorong keluar gugus pergi, namun tetap
bertahan pada molekul. Pada langkah kedua, nukleofil eksternal menggantikan gugus
tetangga melalui serangan dari bagian belakang gugus tetangga.
Seharusnya reaksi dapat berjalan dengan cepat jika nukleofil menyerang secara langsung.
Namun dalam hal ini, terdapat gugus tetangga yang berperan sebagai wakil dari nukleofil
sementara. Sehingga menyebabkan reaksi berjalan lambat di awal, namun cepat saat Y
menyerang atom karbon C alfa.
1.2 Stereokimia dari reaksi SN2
Apakah ada perubahan struktur dari reaksi Sn2? Kenyataannya penempatan ruang
(struktur) dari nukleofil berhubungan dengan gugus pergi sebagai reaktan melalui keadaan
transsisi dalam jalannya untuk membentuk produknya.
Dua bentuk stereokimia yang mungkin dibentuk dari reaksi Sn2. Dengan jalan yang
ditunjukkan oleh gambar 8.1a, nukleofil sederhana menyerang melalui bagian depan dari
gugus pergi. Substrat yang diserang dari bagian depan, tempa dimana gugus pergi akan pergi.
Ini disebut dengan “front-side displacement” atau substitusi dengan konfigurasi retensi.
Dan kemungkinan bentuk stereokimia keduanya diilustrasikan oleh gambar 8.21b,
dengan nukleofil menyerang substrat melalui arah yang berlawanan dengan ikatan gugus
pergi. Dan ini disebut dengan “back-side displacement” atau substitusi dengan konfigurasi
inverse. Inverse konfigurasi adalah suatu reaksi yang menghasilkan senyawa dengan
konfigurasi yang berlawanan dengan konfigurasi reaktan.
Sehingga ada dua kemungkinan dari bentuk stereokimia yang dilakukan melalui
percobaan dengan alkil halide yang optis aktif. Dalam sebuah percobaan, hughes dan ingold
menyatakan bahwa reaksi dari 2-bromooktana dengan ion hidroksida menghasilkan 2-oktanol
yang mempunyai konfigurasi yang berlawanan dengan alkil halide diawal.
Dalam reaksi Sn2 terjadi pembalikan (inverse) konfigurasi, sebab dapat terlihat bahwa
setiap nukleofil yang menyerang gugus C yang relative positif selalu berlawanan dengan
letak gugus bromine di awal reaksi. Artinya reaksi Sn2 memiliki bentuk yang stereoisomer
antara reaktan dengan produk yang dihasilkan.
1.3 Nukleofil dan Nukleofilisitas
Basa lewis sering berperan sebagai nukleofil, namun tidak selalu dibutuhkan dalam
bentuk anion. Basa lewis netral juga bisa digunakan sebagai nukleofil. Contoh yang sering
ditemukan dari reaksi substitusi dengan nukleofil yang netral adalah dalam reaksi solvolisis.
Reaksi solvolisis adalah substitusi dimana nukleofil sebagai pelarut dalam reaksi yang sedang
berlangsung. Solvolisis dalam air akan mengubah alkil halide menjadi alcohol.
Solvolisis metil alcohol mengubah sebuah alkil halide menjadi sebuah alkil metil eter/
Dalam hal ini dan hubungannya dengan solvolisis, langkah pertama bagi penggantian
substitusi nukleofilik dan menentukan tingkatannya. Transfer proton merupakan langkah
yang berjalan dengan lebih cepat. Karena kita sering melihat serangan nukleofil terhadap
substrat dalam langkahnya mengikuti mekanisme Sn2, itu berarti bahwa kecepatan dari
substitusi mungkin terjadi antara nukleofil dengan nukleofil. Hanya beberapa alkil halida
yang lebih reaktif dari beberapa alkil halide lainnya. kekuatan nukleofil, atau nukleofilisita
adalah ukuran seberapa cepat basa lewis menggantikan gugus pergi dengan substrat yang
sesuai. Dengan mengukur kecepatan dari berbagasi macam reaksi basa lewis dengan metil
iodide dalam methanol, daftar untuk relativitas nukleofil dalam methanol yang digunakan
sebagai standar nukeofil telah dikumpulkan. Dan ditunjukkan pada tabel berikut.
Reaktivitas nukleofil :
1. Semakin reaktif suatu nukleofil, biasanya mempercepat reaksi.
2. Basa yang lebih kuat umumnya adalah nukleofil yang lebih baik.
3. Nukleofilitas unsure-unsur meningkat dalam satu golongan pada tabel periodic dari
atas ke bawah.
Cirri reaksi Sn2 :
1. Karen anukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi, maka
kecepatan reaksi bergantung pada konsentrasi kedua spesies tersebut.
2. Reaksi terjadi dengan pembalikan (inverse) konfigurasi. Antara reaktan dan hasil
reaksi memiliki bentuk stereoisomer.
3. Gugus R primer lebih cepat dari sekunder, alasannya karena adanya rintangan sterik.
Rintangan sterik gugus R meningkat dari metil<primer<sekunder<tersier. Jadi
kecenderungan reaksi Sn2 terjadi pada alkil halide : metil> primer> sekunder> tersier.
Faktor-faktor yang menentukan Reaksi SN2
RX : Kepositifan dan Sterik
Makin penuh sesak keadaan struktur RX, energinya makin tinggi, sehingga reaksi
pembentukan akan semakin lambat Jadi urutan kecenderungan umum yaitu
1o > 2o > 3o
NSN2 CH3Cl MeCH2Cl Me2CHCl Me3CCl
Reaktif 1 2,7.10–2 4,9310–4 2,2.10–5
Makin besar gugus R, reaksi akan lambat karna penyerangnya Y– terhubung oleh
sesudahnya gugus R pada atom C tersebut.
Ada pengaruh sterik
Lebih mudah membentuk C+
X– : I > Br > Cl > F
Kebasaan : kemampuan menarik elektron
Keelektronegatifan (kenukleofilan) : kemampuan menyerang nukleus
Lingkungan : Pelarut (tidak terlalu dipengaruhi oleh kepolaran)
Ada penurunan sedikit jika dinaikkan kepolarannya
Kinetika
V = K2 [RX][Y–]
~ Orde kedua
~ Merupakan fungsi dari substrat dan nukleofil
Stereokimia : Inversi
Tidak selalu sejalan
C – F > C – Cl > C – Br > C – I
Tidak begitupenting
Leaving group yang paling baik
R – X R+ + X– sp3 sp2(109,28) planar 120o
2.1 Substitusi Nukleofilik- Sebuah Reaksi Sn1
Sekali lagi, kita akan membahas mekanisme ini dengan menggunakan sebuah ion
sebagai nukleofil, karena lebih mudah, dan lagi-lagi kita akan melihat reaksi ion nukleofilik
yang kita sebut sebagai Nu-. Ion nukleofil ini akan memiliki sekurang-kurangnya satu
pasangan elektron bebas.
Faktor-faktor yang menentukan SN 1
Pengaruh gugus lepas X–
Gugus lepas akan lebih mudah lepas jika memiliki energi ikatan kecil. Jadi tergantung
pada kekuatan ikatan substrat.
Paling sering digunakan adalah Br dan Cl karena ukatan lebih lemah daripada F. I
jarang digunakan karena jarang ditemukan di alam.
Makin besar sifat kebasaan X– makin kuat terikat pada R sehingga sulit lepas. OH-
basa lemah makanya sering digunakan.
X– akan mudah distabilkan dalam pelarut polar, jadi reaksi ini ditambahkan AgNO3 ↔
Ag+ mengikat X–
Pengaruh pereaksi dari gugus yang masuk
Pada reaksi ini, Y– tidak memiliki pengaruh yang besar, karena tahap penentu laju reaksi
adalah pada pembentukan ion R+
Pengaruh struktur R
Makin besar R–nya, pembentukan ion R+ lebih mudah karena terjadi perubahan sudut dari
sp3 → sp2. Setelah putus, kestabilan ion R+ yang terjadi didahului oleh terjadi atom
hidrida resonansi atau hyperkonjugasi. Jadi struktur 3o > 2o > 1o > CH3
Catatan: jangan menggunakan metil iodida sebagai nukleofil
Pengaruh stereokimia
- jika penyerangan dari (a) ==> (R) : Tidak berubah
- jika penyerangan dari (b) ==> (S) : Berubah
- kalau penyerangan sama ==> 50% R + 50% S; Campuran rasemat.
Pengaruh pelarut (lingkungan)
Disukai pelarut polar karena adanya karbokation (menstabilkan) dan biasanya
menggunakan pelarut alkohol atau AgNO3 dalam alkohol.
Contoh:
3-metil-3-heksanol
Hal-hal lain yang mempengaruhi reaksi Sn1
1. Substrat
Semakin stabil intemediet karbonation, semakin cepat reaksi SN1.
Urutan stabilitas ion karbonium
Benzyl ≈ Allyl > tersier > sekunder > primer > karbonium metil
Karbokation benzyl dan allyl terstabilkan oleh efek resonansi.
Urutan stabilitas karbokation tersier, sekunder, primer dan karbonium metil adalah :
2. Leaving group(gugus pergi)
Semakin baik Leaving group, akan semakin cepat reaksi SN1.
I:- > Br:- > Cl:- > H2Ö:
Reaksi SN1 sering dilakukan dibawah kondisi asam, dan air netral akan dilepas sebagai
leaving group. Pada kasus ini, alkohol akan terprotonasi dan melepaskan air untuk
membentuk ion karbonium
3. Nukelofil
Berbeda dengan reaksi SN2 dalam reaksi SN1, nukleofil tidak memainkan peranan
utama. Mengapa??
Karena nukleofil tidak terlibat dalam tahap penentu laju reaksi.
Mis: pada reaksi t-butil alkhol → t-butil klorida, laju reaksinya sama, apakah X nya
Cl, Br atau I.
4. Solvent
Solven dapat mempengaruhi laju reaksi.
• Beberapa solven berinteraksi dengan ion karbonium dan menstabilkannya. Akibatnya,
∆G akan turun dan reaksi berjalan lebih cepat.
• Solven, mis: air dan metanol adalah bagus untuk mensovasi ion karbonium,
• non polar solvent, seperti hidrokarbon jelek dalam mensolvasi ion.
Alasan pengaruh solven pada reaksi SN1 dan SN2 berbeda.
Pada SN2, reaksi berjalan dengan cepat dalam polar aprotik solven, dan berjalan
lebih lambat dalam protik solven, ( energi ground-state dari nukleofil yang
menyerang diturunkan oleh adanya solvasi yang menyebabkan naiknya ∆G)
Pada reaksi SN1, reaksi berjalan baik pada polar protik soven, karena tingkat energi
transition-state lebih diturunkan dibanding energi ground-state dari nukleofil.
Substitusi nukleofilik pada halogenalkana tersier
Anion (nukleofil) yang tersolvasi Solvasi karbokation oleh air
Efek solven pada reaksi SN1
__ aprotik solven
---- protik solven
Perlu diingat bahwa sebuah halogenalkana tersier memiliki tiga gugus alkil yang terikat pada
atom karbon yang memiliki halogen. Gugus-gugus alkil ini bisa sama atau berbeda, tapi
disini
kita hanya akan membahas yang sederhana, yaitu gugus (CH3)3CBr (2-bromo-2-
methylpropane).
Mengapa sebuah mekanisme berbeda diperlukan?
Seperti yang telah dijelaskan bahwa ketika sebuah nukleofil menyerang sebuah
halogenalkana primer, dia akan mendekati atom karbon + dari sisi yang jauh dari atom
halogen.
Pada halogenalkana tersier, hal ini tidak mungkin. Belakang molekul telah terisi oleh gugus-
gugus CH3.
Karena serangan nukleofil dari arah lain tidak bisa terjadi akibat adanya atom bromin, maka
reaksi harus berlangsung dengan sebuah mekanisme alternatif.
Mekanisme alternatif
Reaksi terjadi dalam dua tahapan. Pada tahap pertama, beberapa halogenalkana
terionisasi menghasilkan sebuah ion karbonium dan sebuah ion bromida.
Reaksi ini mungkin karena karbonium tersier relatif stabil dibandingkan dengan yang
sekunder atau primer. Bahkan demikian, reaksi tetap lambat.
Akan tetapi, ketika karbonium terbentuk, dia akan bereaksi segera ketika bersentuhan dengan
sebuah nukleofil seperti Nu-. Pasangan elektron bebas pada nukleofil tertarik kuat ke arah
karbon positif, dan bergerak kearahnya untuk membentuk sebuah ikatan baru.
Kecepatan reaksi akan ditentukan oleh seberapa cepat halogenalkana terionisasi. Karena
tahapan awal yang lambat ini hanya melibatkan satu spesies, maka mekanisme ini disebut
sebagai SN1 – substitusi, nukleofilik, satu spesies yang terlibat dalam tahap awal yang lambat.
Gambar. Diagram Energi Sn1
Mengapa halogenalkana primer tidak menggunakan mekanisme SN1?
Jika sebuah halogenalkana primer menggunakan mekanisme ini, maka tahap pertama
akan menjadi, misalnya:
Sebuah karbonium primer akan terbentuk, dan karbonium primer ini jauh lebih tidak stabil
dari segi energi dibanding karbonium tersier yang terbentuk dari halogenalkana tersier – dan
dengan demikian jauh lebih sulit dihasilkan.
Ketidakstabilan ini berarti bahwa dibutuhkan energi aktivasi yang sangat tinggi untuk
reaksi yang melibatkan sebuah halogenalkana primer. Energi aktivasi jauh lebih kecil jika
mengalami reaksi SN2 – olehnya itu reaksi inilah yang terjadi.
Mekanisme
Mekanisme ini melibatkan sebuah tahapan ionisasi awal halogenalkana:
diikuti dengan serangan yang sangat cepat oleh ion hidroksida terhadap ion karbonium yang
terbentuk:
Ini juga merupakan contoh dari substitusi nukleofilik.
Kali ini, tahapan lambat dari reaksi hanya melibatkan satu spesies, yakni halogenalkana.
Reaksi ini disebut reaksi SN1.
Sekarang terdapat sebuah tahapan akhir dimana produk dirampungkan. Satu molekul
air melepaskan salah satu dari hidrogen yang terikat pada oksigen menghasilkan sebuah
alkohol dan sebuah ion hidroksonium – persis sama seperti yang terjadi dengan
halogenalkana primer.
Laju keseluruhan reaksi ditentukan oleh seberapa cepat halogenalkana terionisasi. Fakta
bahwa air tidak sama baiknya dengan sebuah nukleofil seperti, katakanlah, OH - tidak
memberikan hasil yang berbeda. Air tidak terlibat dalam tahapan reaksi yang lambat.
Laju reaksi Sn1 tidak dipengaruhi oleh konsentrasi nukleofil, tetapi hanya dipengaruhi
oleh konsentrasi substrat. Hal ini disebabkan karena sangat cepatnya reaksi antara
karbokation dan nukleofil dengan konsentrasi karbokation yang sangat kecil. Reaksi yang
cepat antara karbokation dan nukleofil ini hanya terjadi bila karbokation tersebut dapat
terbentuk.
Gambar. Diagram energi untuk reaks Sn1 dengan air.
Substitusi nukleofilik pada halogenalkana sekunder
Tidak ada mekanisme baru pada jenis halogenalkana ini. Halogenalkana sekunder akan
menggunakan kedua mekanisme – beberapa molekul akan bereaksi menggunakan mekanisme
SN2 dan yang lainnya menggunakan SN1.
Mekanisme SN2 mungkin karena belakang molekul tidak semuanya ditempati gugus
alkil sehingga nukleofil yang mendekat masih bisa terikat pada atom karbon +.
Mekanisme SN1 mungkin karena karbonium sekunder yang terbentuk pada tahap lambat lebih
stabil dibanding karbonium primer. Ion karbonium ini tidak sama stabilnya dengan
karbonium tersier, sehingga rute SN1 tidak sama efektifnya dengan yang terjadi pada
halogenalkana tersier.
1. Reaksi SNi (Subtitusi Nukleofilik Internal)
Reaksi ini konfigurasinya tetap terjaga (retensi)
Contoh:
Kinetika reaksi : v [ROH][SOCl2]
~ Orde kedua ==> SN2–i
Mekanisme:
Disini ada efek gugus tetangga. Jadi disebelah pusat reaksi ada atom-atom yang bersifat
elektronegatif yang dapat memberikan pasangan elektron (O, S, N, E, P).
Ini disebabkan:
- Terjadinya dua kali pembalikan
- Adanya gugus teangga yang bersifat elektronegatif
Reaksi ini SNi–1 tidak terjadi rasemisasi tetapi terjadi retensi
Mekanismenya:
SUBSTITUSI ELEKTROFILIK SENYAWA ALIFATIK
Pada bagian ini, yang menjadi point penting adalah gugus pergi dalam substitusi
elektrofilik yang terbaik berada pada bagian yang akan keluar dengan tidak sempurna sebagai
sebuah pasangan elektron. Untuk system aromatic, gugus pergi yang serinng ditemukan
adalah dalam bentuk proton. Proton dalam alkana yang jenuh sangat tidak reaktif, tapi
reaktifitas tertahan oleh keasaman. Karena sebuah karbanion tetap ketika spesies positif
hilang dari sebuah atom karbon, bagian penting dari struktur dan stabilitas karbanion tak bisa
diacuhkan berhubungan dengan penjelasan dalam materi ini.
Perbedaan mekanisme reaksi substitusi elektrofilik dengan mekanisme reaksi
substitusi nukleofilik, terletak pada spesies penyerang dan gugus pergi. Pada reaksi substitusi
elektrofilik, spesies penyerang dan gugus perginya adalah suatu elektrofil (asam menurut
konsep Lewis ). Pada dasarnya perubahan yang terjadi pada reaksi substitusi elektrofilik
adalah suatu elektrofil (asam menurut konsep Lewis) membentuk sebuah ikatan baru dengan
atom karbon substrat dan salah satu substituen pada karbon tersebut lepas tanpa membawa
pasangan elektronnya. Elektrofilnya dapat berupa ion positif, atau ujung positif suatu dipol,
atau dipol terinduksi. Secara umum persamaan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut:
R – X + Y + → R – Y + X+
Substrat elektrofil hasil substitusi gugus pergi
Mekanisme
Untuk substitusi elektrofilik, kita bisa membedakannya menjadi paling sedikit 4
bagian, yaitu Se1, Se2 (front), Se2 (back), Sei, Se1 adalah unimolekular, dan yang lainnya
adalah bimolecular. Catatan bahwa istilah “SeAr” telah diarahkan untuk menunjukkan
substitusi elektrofilik aromatic, jadi untuk “Se2” secara khusus mempelajari efek sterik
substitusi elektrofilik yang mungkin. Reaction substitusi alifatik dikenal adanya efek sterik
dengan retensi dan juga inverse.
Mekanisme bimolecular, Se2 dan Sei
Mekanisme bimolecular untuk reaksi substitusi elektrofilik adalah sebanding dengan
mekanisme reaksi Sn2 bahwa terbentuknya suatu ikatan baru sebagai pengganti sebuah gugus
pergi. Bagaimanapun, mekanisme Sn2 masuk membawa gugus dengan sebuah pasangan
elektron, dan orbitalnya dapat mengalami overlap dengan karbon pusat secara umum
menggantikan tempat gugus pergi sebagai sebuah elektron.; sehingga atom karbon akan
mempunyai lebih dari 8 elektron di kulit terluarnya. Karena elektron saling tolak menolak, ini
berarti bahwa gugus yang datang menyerang bagian belakang, dengan posisi sudut 180 dari
gugus pergi, hasilnya merupaka inverse konfigurasi. Ketika spesies nukleofil menyerang
( menyumbangkan elektron) pada sebuah elektrofil, dengan membawa substrat yang memiliki
orbital kosong, diperkirakan serangan secara langsung tidak terjadi secara langsung. Kita
dapat memperkirakan dua kemungkinan; mengirim elektrofil dari depan, dimana dikenal
dengan Se2 (depan), dan mengirim elektrofil lewat belakang, yang disebut Se2 (belakang).
Kemungkinan dapat dilihat pada gambar dibaah ini.(muatan tidak dituliskan)
C X
c
b
a Y+ a
b
c
C Y + X+ (SE2 depan)
a
bc
XC
a
b
c
C YY+ + X+ (SE2, belakang)
Tiap mekanisme reaksi Se2(depan) dan Se2(belakang) dikenal dengan DeAe dalam
system IUPAC. Dengan kemungkinan substrat yang berbeda, mekanisme yang dibentuk
seharusnya menghasilkan konfigurasi retensi dan yang terakhir adalah konfigurasi inverse.
Reaksi allisilane dengan adamantly dan TiCl, sebagai cntoh, diberikan terutama sebuah hasil
anti melalui sebuah reaksi Se2’. Ketika elektrofil bereaksi dari depan, ada 3 kemungkinan
yang ditimbulkan. Sebuah bagian elektrofil mungkin membantu dalam mendorong gugus
pergi untuk keluar. Membentuk sebuah ikatan pada waktu yang sama ikatan C-Y baru
dibentuk :
+ X-ZYC
c
ba
C X
c
ba
Y Z
Mekanisme ini disebut dengan mekanisme SEi dan menghasilkan produk dengan
mempertahankan konfigurasi semula (retensi).
Ketiga mekanisme reaksi subtitusi elektrofilik bimolekuler tersebut [SE2 (depan), SE2
(belakang) dan SEi] sukar dibedakan. Ketiganya hanya dapat dibedakan dengan mengakaji
secara mendalam aspek stereokimianya.
Kebanyakan reaksi substitusi elektrofilik bimolekuler (orde kedua) menghasilkan
produk dengan mempertahankan konfigurasi semula. Hal ini berarti bahwa pada umumnya
reaksi berlangsung dengan mekanisme dimana elektrofil menyerang substrat dari arah depan,
SE2 (depan) atau SEi.
C C
H
CH3 Hg Br + Br Br
C2H5
CH3
H
Br + HgBr2
C2H5
Kenyataan ini berlawanan dengan mekanisme SN2. Pada mekanisme SN2, nukleofil
menyerang atom karbon yang mengikat gugus pergi, sedangkan pada mekanisme SE2
elektrofil menyerang elektron yang mengikat atom karbon dan gugus pergi. Oleh karena itu
reaksi berlangsung lebih cepat jika elektrofil menyerang substrat dari sisi yang sama dengan
kedudukan gugus pergi daripada sebaliknya karena adanya halangan sterik.
Diagram energi untuk reaksi substitusi elektrofilik bimolecular
Pada prinsipnya diagram energy untuk reaksi Se2 senyawa alifatik sama dengan Sn2
senyawa alifatik. Karena tahapan mekanisme reaksi yang dilalui oleh Se2 sama dengan Sn2.
Walaupun mekanisme Se2 memiliki 3 kemungkinan penyerangan elektrofil terhadap atom C
yang mengikat gugus pergi. Jadi dalam hal ini dapat dilukiskan diagram energinya seperti
dibawah ini.
Mekanisme substitusi elektrofilik unimolekuler (SE1)
Mekanisme reaksi substitusi elektrofilik unimolekuler (SE1) terdiri dari dua tahap,
yaitu tahap ionisasi yang berlangsung lambat dan merupakan tahap penentu laju reaksi, dan
tahap penggabungan karbanion dengan elektrofil yang berlangsung cepat.
lambat
Tahap 1. R-X R- : + X+
cepat
Tahap 2. R- : + Y+ R – Y
Elektrofil
Laju reaksi yang mengikuti mekanisme SE1 tidak dipengaruhi oleh konsentrasi
elektrofil karena tahap penentu laju reaksi adalah tahap ionisasi (pembentukan karbanion).
Contohnya adalah reaksi brominasi pada atom karbon yang mengikat gugus penarik elektron
yang dikatalisis oleh basa. Pada reaksi brominasi 2-nitropropana, laju reaksi tidak
dipengaruhi oleh konsentrasi brom tetapi hanya dipengaruhi oleh konsentrasi 2-nitropropana.
Tahap 1:
Tahap 2:
CH3 CH3CH3 C
NO2
CH3C + Br Br
Br
NO2
+ Br
2-bromo-2-nitropropana
-
Produk reaksi yang mengikuti mekanisme SE1 dapat menghasilkan produk dengan
mempertahankan konfigurasi semula (retensi), atau rasemisasi, atau pembalikan konfigurasi
(inversi) sebagian, tergantung pada faktor-faktor kestabilan karbanion, konsentrasi elektrofil,
kekuatan elektrofil, dan konfigurasi karbanion.
Reaksi akan menghasilkan produk rasemisasi jika :
1). Karbanion terstabilkan oleh delokalisasi dan konsentrasi elektrofil rendah atau kekuatan
elektrofilnya rendah,
2). Karbanion berstruktur datar dan muatan negatif terdelokalisasi sehingga elektrofil dapat
menyerang karbanion dari kedua sisi,
N +
CCH3 CH3OH-
H
CH3 C + H2O:CH3
NO2O O
- -OO
CH3CH3 C
N
2-nitropropana
-
- -
- -
3). Karbanion berstruktur tetrahedral tetapi membentuk campuran kesetimbangan anion
enantiomerik dengan laju yang lebih cepat daripada laju pembentukan produk.
Karbanion yang berstruktur tetrahedral digambarkan sebagai berikut:
C
c
b
aa
b
c
C
Contoh reaksi SE1 yang menghasilkan campuran rasemat adalah reaksi antara anion 2-
fenil-2-sianobutanoat dengan metanol:
C6H5
C2H5NC-C + H-OCH3
cepatC2H5 - C - H + CH3O-
CN
C6H5
Reaksi SE1 yang berlangsung dengan mempertahankan konfigurasi semula (retensi)
dapat terjadi dengan dua cara:
1). Karbanion berstruktur datar dan tersolvasi secara tidak simetris oleh elektrofil pada sisi
yang sama dengan kedudukan gugus pergi,
2). Karbanion berstruktur tetrahedral dan elektrofil terikat sebelum karbanion berubah ke
struktur enantiomernya.
Contoh reaksi SE1 yang berlangsung dengan mempertahankan konfigurasi semula adalah:
C
n-C6H5H3C
C6H5SO2
D + OCH3 - (CH3)2SO
25 oCC6H5SO2
H3C
n-C6H5
CC6H5SO2
H3Cn-C6H5
C HHOCH3
enantiomer murniretensi 90 %
Reaksi SE1 yang menghasilkan produk dengan pembalikan konfigurasi (inversi)
terjadi pada sistem dengan karbanion berstruktur datar dan tersolvasi secara tidak simetris
sebagai zat antara (intermediate). Anion ini tersolvasi pada sisi yang sama dengan kedudukan
gugus pergi oleh molekul yang terbentuk dari gugus pergi dan elektrofil menyerang dari sisi
yang berlawanan.
Contoh:
Reaksi antara anion 3-fenil-2,3-dimetil-2-pentanol dengan etilena glikol.
HOCH2
C2H5H3C
210 oCCH3 C
C6H5
H3C
C2H5
C
CH3
O-
+ HOCH2CH2OH
(elektrofil)
CH2O-H C C CH3
O
C2H5 CH3
-
karbanion tersolvasi
tak simetris sebagai zat antara
H - *C + C = O
CH3
CH3CH3
C6H5
C2H5
+ CH2OHCH2O-
Diagram Energi untuk reaksi Se1 senyawa alifatik
Seperti analog reaksi Sn2 dengan Se2, begitu juga yang terjadi dengan reaksi antara
reaksi Se1 dengan Sn1. Dalam mekanismenya keduanya sama-sama mengalami pembentukan
suatu intermediate. Dimana pada Se1 terbentuk karbanion, sedangkan pada Sn1 terbentuk
karbokation, namun untuk diagram energinya, keduanya memiliki kesamaan.
E
V
S
P
R +
T1 T 2
T = Transisi
Hubungan antara struktur substrat dan kereaktifannya dalam subtitusi elektrofilik
senyawa alifatik
Pada mekanisme reaksi SE1, memiliki tahap penentu laju reaksi mirip seperti
pelepasan proton dari suatu asam. Oleh karena itu adanya gugus-gugus pendorong elektron
akan mengurangi laju reaksi dan sebaliknya gugus-gugus penarik elektron akan menambah
laju reaksi. Pada mekanisme reaksi SE2 (belakang) kereaktifan substrat seperti halnya pada
mekanisme SN2, yaitu semakin besar gugus alkil semakin besar pula halangan steriknya
sehingga laju reaksinya akan semakin kecil. Jadi urutan kereaktifannya adalah: Me > Et >
Pr > i-Pr > neopentil.
Pada mekanisme reaksi SE2 (depan) laju reaksi bergantung pada jenis reaksinya.
Contohnya adalah reaksi antara : RHgBr + Br2 → RBr + HgBr2 yang dikatalisis oleh basa
diperoleh hasil seperti tercantum pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Laju reaksi relatif RHgBr dengan Br2
R Laju reaksi relatif
Me
Et
Iso-pr
t-bu
iso-bu
neopentil
1
10,8
780
3370
1,24
0,173
Dari tabel tersebut terlihat bahwa adanya cabang pada posisi meningkatkan laju
reaksi sedangkan cabang pada posisi β menurunkan laju reaksi. Bertambahnya laju reaksi
oleh bertambahnya cabang pada posisi karena pengaruh sifat pendorong elektron dari
gugus alkil yang menstabilkan keadaan transisi yang bersifat kekurangan elektron.
Contoh-contoh reaksi subtitusi elektrofilik pada senyawa alifatik:
1. Reaksi substitusi hidrogen oleh deuterium atau tritium.
Substitusi hidrogen yang terikat pada atom C oleh deuterium berlangsung lebih sukar
daripada subtitusi hidrogen yang terikat pada N (trivalen), O atau Halogen. Hal ini
disebabkan molekul-molekul NH3, H2O dan HX (asam halogen) memiliki pasangan elektron
bebas sehingga ion deuterium dengan cepat dapat mengikatkan diri padanya.
R - H + D+R - D + H+
R - T + H+R - H + T+
D+ + :NH3 D - NH3+
D - NH2 + H+
D - OH + H++
D - OH2D+ + :OH2
D+ + :Cl-H D - Cl-H+
D - Cl + H+
Pada alkana tidak terdapat pasangan elektron bebas, sehingga agar dapat terjadi
substitusi oleh deuterium harus didahului dengan proses eliminasi.
R - C - H
H
H H
H
R - C + H_ +
H
H
R - C - D
Pemutusan ikatan C-H pada alkana memerlukan energi cukup besar, sehingga
pemutusan tersebut hanya mungkin terjadi jika dibantu oleh adanya katalis atau bila ikatan C-
H diperlemah oleh gugus penarik elektron. Jika atom C mengikat gugus penarik elektron
seperti –NO2 maka ikatan C-H menjadi lemah sehingga atom H mudah dilepaskan sebagai
proton. Urutan gugus-gugus penarik elektron berdasarkan keefektifannya dalam
mempermudah substitusi adalah:
\ -2
― NO2 > C=O > ―CN > C=O > ―SO3 > ― Cl / | O-‾
2. Reaksi substitusi logam dalam senyawa organologam oleh hidrogen, pola umumnya :
R – L + H+ R – H + L+ ( L = logam)
Contoh: reaksi senyawa organo-magnesium dengan air atau asam,
RMgBr + HOH R – H + Mg(OH)Br
RMgBr + HBr R – H + MgBr2
Reaksi metalasi juga termasuk dalam tipe ini.
C6H6 + C2H5Na C6H5Na + C2H6
Reaksi-reaksi berikut ini sering digunakan untuk mengukur keasaman relatif hidrokarbon.
C6H5 Na + C6H5CH3 C6H5CH2Na + C6H6
C6H5 CH2Na + ( C6H5)2CH3 (C6H5)2CHNa + C6H5CH3
(C6H5) CHNa + ( C6H5)3CH (C6H5)3CNa + ( C6H5)2CH2
Reaksi-reaksi di atas menunjukkan bahwa urutan keasaman hidrokarbon adalah:
Ar3CH > Ar2CH2 > ArCH3 > ArH > RH
Keasaman toluena terjadi karena adanya stabilisasi resonansi pada anion yang terbentuk oleh
lepasnya proton. Hidrokarbon aromatik lebih asam daripada alkana karena atom karbon sp2
lebih elektronegatif daripada sp3. Umumnya dengan bertambahnya karakter s pada orbital
hibrida akan menambah kestabilan pasangan elektron dalam orbital. Alkuna terminal, yang
mempunyai hidrogen yang terikat pada (atom C) orbital sp sehingga bersifat asam. Oleh
karena itu alkuna terminal mudah mengalami reaksi metalasi oleh pereaksi Grignard.
CH3C ≡ C – H + C2H5MgBr CH3C≡CMgBr + C2H6