Makalah pertemuan 7

download Makalah pertemuan 7

of 30

description

Makalah pertemuan 7

Transcript of Makalah pertemuan 7

MAKALAH PRESENTASI KELOMPOK

Pertemuan 7

Tentang

ALASAN DIPERLUKAN TATA KELOLA

YANG BAIK DAN ETIKA BISNIS

OLEH :

1. SUKRIYADI, K. MAPPATALASSANG

2. FERNANDHI DWI PRAKOSO

3. MUHAMMAD IQBAL4. ALIPHIA5. FRANSISKA6. FLORA7. SABIRDISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS DAN PRESENTASIMATA KULIAH ETIKA PROFESI DAN TATA KELOLA KORPORAT

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

A. ALASAN DIPERLUKAN TATA KELOLA YANG BAIK DAN ETIKA BISNIS

Ada berbagai alasan kenapa sebuah perusahaan itu memerlukan suatu Kode Etik (Code of Ethics atau Code of Conduct). Kunci performa perusahaan dalam mencetak untung ataupun meningkatkan produksinya untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan tersebut ditentukan oleh sikap atau tingkah lagi dari para manusianya. Tujuan dari adanya Kode Etik Perusahaan ini pertama dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja para pekerja. Tujuan lainnya adalah memberi pegangan bagi pekerja atas hal-hal atau situasi-situasi tertentu yang munkin saja sepenuhnya tidak dimengerti oleh pekerja.

Dalam rangka menciptakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), maka keperluan akan adanya Kode Etik ini tidak bisa dihindarkan. Kode Etik yang dimaksud adalah dokumen yang berisi ketentuan-ketentuan yang harus diimplementasikan pekerja dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Dokumen tersebut dapat memperbaiki tata kelola perusahaan dan memastikan standardisasi penerapannya di semua lini dalam perusahaan, sehingga memudahkan pengawasan atas tingkah laku pekerjanya.Dokumen Kode Etik juga harus berisi dengan berbagai keterangan dan proses sosialisasi yang cukup agar para pekerja dapat menerapkannya. Tidak adanya dokumen tersebut, akan menyulitkan Pemberi Kerja dalam menentukan sikap atas performa atau kinerja si Pekerja. Begitu sebaliknya, si Pekerja akan bingung dan tidak dapat membela diri ketika Pemberi Kerja menilai performa si Pekerja yang kurang padahal selama ini si Pekerja merasa telah melakukan pekerjaannya dengan baik. Suatu contoh, misalnya saja seorang staff general affair suatu perusahaan yang bertugas memohonkan izin bisnis dan berhadapan dengan pihak perizinan di suatu department pemerintahan setempat. Si pekerja ini tidak berhasil memperoleh perizinan tersebut, dikarenakan perusahaan tidak akan memberikan uang pelicin kepada pemerintah. Jika situasinya seperti ini, apakah staff tersebut dapat disalahkan tidak bisa menjalankan tugasnya? Atau sebaliknya, ketika dia memberi uang suap kepada pejabat pemerintah, dan beralasan bahwa dia melakukannya demi kepentingan perusahaan. Apakah perusahaan akan membenarkannya? Baik kedua contoh tersebut dapat memberikan konsekuensi bagi si Pemberi Kerja (Perusahaan) maupun pekerjanya. Jika hal ini tidak diatur dalam Dokumen Kode Etik, maka masing-masing pihak yang terlibat akan punya 1001 alasan untuk membela kepentingannya.Oleh sebab itu sangat disarankan untuk memasukan masalah Kode Etik ini sebagai bagian dari perjanjian tenaga kerja ataupun Peraturan Perusahaan. Banyak hal-hal yang dapat dibahas, seperti benturan kepentingan (conflict of interest), aktifitas politik, FCPA, merokok, komunikasi elektronik (email/internet), dan lain sebagainya.

1. TEORI KEAGENAN.

I. HUBUNGAN PRINSIPAL DAN AGEN. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka pihak manejemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham.

Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai agency relationship as a contract under which one or more person (the principals) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent.

Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal.

Masalah keagenan potensial terjadi apabila bagian kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari seratus persen (Masdupi, 2005). Dengan proporsi kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan membuat manajer cenderung bertindak untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk memaksimumkan perusahaan. Inilah yang nantinya akan menyebabkan biaya keagenan (agency cost). Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikanagency costsebagai jumlah dari biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap agen. Hampir mustahil bagi perusahaan untuk memilikizero agency costdalam rangka menjamin manajer akan mengambil keputusan yang optimal dari pandanganshareholderskarena adanya perbedaan kepentingan yang besar diantara mereka.

Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial (insider ownership) dapat digunakan untuk mengurangiagency costyang berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan denganbonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan manajemen melalui program mengikat manajemen dalam modal perusahaan.

Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen salah satunya dapat timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess cash flow). Kelebihan arus kas cenderung diinvestasikan dalam hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan. Ini menyebabkan perbedaan kepentingan karena pemegang saham lebih menyukai investasi yang berisiko tinggi yang juga menghasilkanreturntinggi, sementara manajemen lebih memilih investasi dengan risiko yang lebih rendah.

Menurut Bathalaet al, (1994) terdapat beberapa cara yang digunakan untuk mengurangi konflik kepentingan, yaitu : a) meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen (insider ownership), b) meningkatkan rasio dividen terhadap laba bersih (earning after tax), c) meningkatkan sumber pendanaan melalui utang, d) kepemilikan saham oleh institusi (institutional holdings).

Sedangkan dalam penelitian Masdupi (2005) dikemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan dalam mengurangi masalah keagenan. Pertama, dengan meningkatkaninsider ownership. Perusahaan meningkatkan bagian kepemilikan manajemen untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan meningkatkan persentase kepemilikan, manajer menjadi termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham.

Kedua, dengan pendekatan pengawasan eksternal yang dilakukan melalui penggunaan hutang. Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan saham sehingga meminimalisasi biaya keagenan ekuitas. Akan tetapi, perusahaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayarkan beban bunga secara periodik. Selain itu penggunaan hutang yang terlalu besar juga akan menimbulkan konflik keagenan antarashareholdersdengandebtholderssehingga memunculkan biaya keagenan hutang.

Ketiga,institutional investorsebagaimonitoring agent.Mohdet al, (1998) menyatakan bahwa bentuk distribusi saham dari luar (outside shareholders) yaituinstitutional investordanshareholders dispersiondapat mengurangi biaya keagenan ekuitas (agency cost). Hal ini disebabkan karena kepemilikan merupakan sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau menantang keberadaan manajemen, maka konsentrasi atau penyebaranpowermenjadi suatu hal yang relevan dalam perusahaan

1. Pemegang saham dan manajemen.

............................................................................

........................................................................................

2. Pemegang saham publik dan pemegang saham pengendali.

.......................................................................................

...................................................................................

3. Kreditur dan manajemen.

......................................................................................

..................................................................................

4. Pemangku kepentingan lainnya dan manajemen.

...................................................................................

...................................................................................

..................................................................................

II. PEMICU KONFLIK KEPENTINGAN DAN MASALAH KEAGENAN YANG TIMBUL (INFORMASI ASIMETRI DAN PERILAKU SELF-INTEREST). ........................................................................................................................................................................................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

2. PERAN TATA KELOLA DAN TATA KELOLA BISNIS UNTUK MENGATASI KONFLIK KEPENTINGAN. ............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

............................................................................................................................................................

B. DEFINISI DAN PRINSIP DASAR TATA KELOLAPrinsip-prinsip GCG merupakan titik rujukan bagi para regulator (pemerintah) dalam mengembangkan framework bagi penerapan GCG. Menurut FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia), prinsip-prinsip dasar GCG terdiri dari :1. Transparansi (Transparency)

Transparansi (Transparency) - Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya hal yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan

Keputusan Menteri Negara BUMN tahun 2002 mengartikan transparansi sebagai keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materil dan relevan tentang perusahaan. Dalam prinsip ini, stakeholder harus diberi kesempatan untuk berperan dalam pengambilan keputusan atas perubahan dalam perusahaan & memperoleh informasi yang benar, dan tepat waktu, sehingga tidak ada pihak berkepentingan yang membuat keputusan yang salah.

Prinsip ini diwujudkan dengan mengembangkan sistem akuntansi yang berbasis standard akuntansi dan best practices yang menjamin pengungkapan yang berkualitas, mengembangkan Information Technology (IT) dan Management Information System (MIS) untuk menjamin pengukuran kinerja, mengembangkan Enterprise risk Management untuk memastikan bahwa risiko signifikan telah diidentifikasi, diukur dan dikelola pada tingkat toleransi yang jelas.

2. Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas (Accountability) - Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja terbaik yang berkesinambunganAkuntabilitas diartikan sebagai kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Prinsip ini diwujudkan dengan menyiapkan laporan keuangan pada waktu dan cara yang tepat, mendorong seluruh organ perusahaan untuk menyadari tanggung jawab, wewenang, hak dan kewajiban mereka masing-masing, mengembangkan Komite Audit dan Risiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh Dewan Komisaris.

3. Responsibilitas (Responsibility)

Responsibilitas (Responsibility) - Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat memelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.

Prinsip tanggung jawab menekankan pada sistem yang jelas untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada shareholder dan stakeholder, yang dimaksudkan agar tujuan yang hendak dicapai dalam good corporate governance dapat direalisasikan, yaitu mengakomodasikan kepentingan dari berbagai pihak yang berkaitan dengan perusahaan. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggung jawab adalah wujud logis dari wewenang, menghindari penyalahgunaan kekuasaan, memelihara lingkungan bisnis yang sehat4. Independensi (Independency) - Untuk melancarkan pelaksanaan prinsip GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain5. Kewajaran (Fairness) Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness) - Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan berdasarkan prinsip kewajaran dan kesetaraan.

Prinsip kewajaran diartikan sebagai perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas & pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading). Prinsip ini diwujudkan dengan membuat peraturan korporasi. Dengan konsep korporasi, maka terdapat pemisahan antara pemegang saham atau pemilik & manajemen yang bertindak sebagai pengelola perusahaan (dalam Agency Theory, pihak pertama disebut Principal, sedangkan pihak kedua disebut Agent). Untuk dapat terlaksananya prinsip ini diperlukan ketersediaan peraturan yang melindungi kepentingan para pemegang saham minoritas dan asing, membuat pedoman perilaku perusahaan (corporate conduct) atau kebijakan yang melindungi korporasi dari perlakuan buruk pihak dalam, menetapkan peran dan tanggung jawab Dewan Komisaris, Direksi dan Komite, termasuk sistem remunerasi, menyajikan informasi secara wajar.

.C. TINJAUAN STRUKTUR TATA KELOLA DI INDONESIA

1. PERBANDINGAN STRUKTUR SATU DEWAN DAN DUA DEWAN.

Dari apa yang kelompok kami baca dan pahami, satu dewan atau (One Tier Model) dengan Dua Dewan (Two Tier Model) mempunyai perbedaan yang lebih kepada siapa yang menjalankan fungsi pengawasan dalam perusahaan. Dalam One Tier Model Perusahaan tidak akan menjalankan fungsi pengawasan dalam perusahaan hanya untuk memimpin sehingga tidak adanya pemisahan tersendiri untuk fungsi pengawasan dalam perusahaan hanya ada pemimpin sehingga tidak adanya pemisahan tersendiri untuk fungsi pengawasan dan tidak adanya batasan dalam fungsinya. Di dalam model ini juga lebih ke fungsi pengambilan kebijakan yang dilaksanakan oleh pemimpin dan fungsi pelaksanaan kebijakan dilaksanakan oleh CEO.

Sedangkan Two Tier Model, Perusahaan mempunyai badan pengawas yang mengontrol kebijakan yang dikeluarkan oleh pemimpin jadi Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dipisah sehingga Dewan Komisaris yang mempunyai kuasa melakukan pengawasan.

2. ORGAN KORPORAT: RUPS, DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI.

RUPS (rapat umum Pemegang Saham) Merupakan organ perusahaan yang paling penting dan wadah bagi pemegang saham untuk mengambil keputusan memberikan haknya) yang berkaitan dengan perusahaan dimana keputusan yang diambil oleh pemegang saham bersifat jangka panjang namun keputusannya itu harus memperhatikan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan.

a. Hak Pemegang Saham

Pemegang Saham memiliki hak dalam perusahaan yang tidak dapat diganti

disubstitusi, yaitu:

Menghadiri dan memberikan suara dalam suatu RUPS.

Memperoleh informasi material mengenai perusahaan secara tepat waktu, terukur dan teratur.

Menerima pembagian dari keuntungan perusahaan dalambentuk deviden dan pembagian dari keuntungan lainnya berdasarkan keputusan RUPS, sebanding dengan jumlah saham/modal yang dimilikinya.

Melaksanakan hak lainnya berdasarkan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan.b. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Rapat Umum Pemegang Saham selanjutnya disebut RUPS adalah pemegang kekuasaan tertinggi dan tidak dapat diganti / substitusi oleh siapapun sesuai ketentuan perundangan. Penyelenggaraan RUPS berdasarkan ketentuan dan Anggaran Dasar Perusahaan, terbagi menjadi RUPS Tahunan dan RUPS Luar BiasaRUPS Tahunan adalah Rapat Umum Pemegang Saham yang diselenggarakan setiap tahun untuk membahas Laporan Tahunan dan Perhitungan Tahunan maupun Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan.

RUPS Luar Biasa adalah Rapat Umum Pemegang Saham yang diselenggarakan jika dipandang perlu setiap waktu untuk menetapkan atau memutuskan hal-hal yang tidak dilakukan pada RUPS Tahunan. Aturan penyelenggaraan RUPS Luar Biasa adalah sebagai berikut:

RUPS Luar Biasa dapat diadakan setiap saat, jika dianggap perlu oleh Direksi dan atau Komisaris dan atau Pemegang Saham.

RUPS Luar Biasa dapat diselenggarakan atas permintaan tertulis Pemegang Saham dengan mencantumkan hal-hal yang hendak dibicarakan.

Direksi dan atau Komisaris diwajibkan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa

Apabila Direksi dan Komisaris lalai menyelenggarakan RUPS Luar Biasa tersebut dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah permintaan Pemegang Saham, maka atas biaya Perusahaan, Pemegang Saham tersebut dapat menyelenggarakan rapat dimaksud setelah mendapat ijin dari Ketua Pengadilan Negeri yang daerah meliputi tempat kedudukan Perusahaan.

1. DEWAN KOMISARIS

Dewan Komisaris merupakan organ perusahaan yang menjalankan tugas sebagai pengawas dan juga pemberi saran kepada dewan direksi apakah Dewan direksi sudah sesuai dengan visi dan misi perusahaan dan tidak melanggar kebijakan-kebijakan yang dibuat1. Peran Komisaris Komisaris akan menjalankan fungsinya untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada Direksi demi kepentingan Perusahaan dan Pemegang Saham khususnya serta pihak yang berkepentingan pada umumnya. Hal tersebut untuk memastikan Perusahaan dikelola oleh Direksi sedemikian rupa sesuai dengan harapan Pemegang Saham. Hal ini merupakan peran dengan akuntabilitas yang bersifat aktif bagi Komisaris.

Komisaris bertanggungjawab mengawasi Direksi dalam kondisi apapun agar mempunyai kemampuan dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu adalah tugas Komisaris untuk secara teratur memantau efektivitas pelaksanaan kebijakan dan proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Direksi, termasuk pelaksanaan strategi untuk mencapai target yang diharapkan Pemegang Saham.

Dalam melaksanakan fungsinya mewakili kepentingan Pemegang Saham dalam pengawasan jalannya Perusahaan, Komisaris:

Memantau kemajuan atas pencapaian sasaran Perusahaan sebagaimana telah ditetapkan oleh Pemegang Saham.

Melakukan supervisi atas urusan bisnis yang dilakukan oleh Direksi, memberikan nasehat dan saran kepada Direksi mengenai urusan bisnis perusahaan.

Menjamin keberadaan dan pelaksanaan secara efektif atas sistem pengendalian internal, sistem informasi dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Melaporkan kepada Pemegang Saham atas aktivitas tersebut di atas, termasuk jika terjadi penurunan kinerja keuangan perusahaan yang signifikan.

2. Keanggotaan Komisaris

Perusahaan menyadari bahwa Pemegang Saham memiliki kewenangan penuh untuk mengangkat Komisaris. Agar Komisaris dapat menjalankan fungsinya dengan baik, maka perlu ditetapkan kebijakan tentang kriteria Komisaris yang sesuai kebutuhan. Kriteria tersebut diantaranya adalah memiliki pengalaman di bidang industri, pemahaman terhadap bisnis dan kemampuan mempertimbangkan suatu masalah secara memadai.

Dalam upaya menjamin prinsip transparansi dalam pemilihan Komisaris maka mekanisme yang harus dilaksanakan, yaitu:

Pengangkatan dan pemberhentian Komisaris dilakukan melalui RUPS.

Anggota Komisaris diangkat berdasarkan pertimbangan integritas, dedikasi, memahami masalah-masalah manajemen perusahaan yang berkaitan dengan salah satu fungsi manajemen, memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha perusahaan tersebut serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya.

Pemegang Saham mengangkat Komisaris melalui mekanisme fit and proper test berdasarkan pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman dan kelakuan baik serta memiliki dedikasi untuk mengembangkan usaha guna kemajuan Perusahaan.

Komposisi Komisaris harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang dapat dilakukan secara efektif, tepat dan cepat serta bertindak secara independen.

Masa jabatan anggota Komisaris ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali selama 1 (satu) kali masa jabatan.

Pengangkatan anggota Komisaris tidak bersamaan waktunya dengan pengangkatan anggota Direksi, kecuali untuk pertama kalinya pada waktu pendirian.

Anggota Komisaris sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya.

3. Jumlah dan Komposisi Komisaris Pengawasan Perusahaan dilakukan oleh Komisaris yang paling sedikit terdiri dan 2 (dua) orang anggota Komisaris, seorang diantaranya diangkat sebagai Komisaris Utama.

Sedangkan komposisi (jumlah dan kompetensi) anggota Komisaris ditetapkan sedemikian rupa sehingga paling sedikit 2 (dua) orang anggota Komisaris dan seorang diantaranya diangkat sebagai Komisaris Utama, sehingga memungkinkan pengambilan keputusan dapat dilakukan secara efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independen.

4. Komisaris Independen Paling sedikit 20% dari anggota Komisaris harus berasal dari kalangan di luar perusahaan (Komisaris Independen) dengan ketentuan sebagai berikut:

Tidak menjabat sebagai Direksi di perusahaan terafiliasi.

Tidak bekerja pada Pemerintah termasuk di Departemen dan Lembaga Kemiliteran dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun.

Tidak bekerja di perusahaan atau afiliasinya dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir.

Tidak mempunyai keterkaitan finansial, baik langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan atau perusahaan yang menyediakan barang dan jasa kepada perusahaan dan afiliasinya.

Bebas dari kepentingan dan aktivitas bisnis atau hubungan lain yang dapat menghalangi atau mengganggu kemampuan Komisaris untuk bertindak atau berpikir secara bebas di lingkup perusahaan.

5. Hubungan Kerja Komisaris dengan DireksiKomisaris akan menyelenggarakan pertemuan konsultatif secara teratur dengan Direksi untuk membicarakan masalah bisnis yang relevan. Di luar itu, Komisaris berhak meminta dilaksanakannya pertemuan dengan Direksi manakala situasi dianggap memerlukannya.

Dalam setiap pertemuan apa pun, informasi dan data yang penting untuk pemahaman Komisaris akan diberikan secara tertulis sebelum pertemuan untuk menjamin tersedianya waktu bagi Komisaris dalam memahami permasalahan yang akan dibahas. Bila perlu, Direksi akan membuat ringkasan bahan tersebut sepanjang tidak mengurangi esensi informasi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan.

Komisaris mempunyai akses penuh terhadap Direksi, termasuk terhadap informasi atau dokumen yang relevan yang disimpan oleh Direksi. Pelaksanaan hak Komisaris ini dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak boleh mengganggu pelaksanaan operasional perusahaan.

Agar dapat menjalankan fungsinya secara lebih efektif, apabila diperlukan, Komisaris berhak mendapat saran secara profesional dari pihak independen atas beban perusahaan atas hal-hal yang menjadi tanggungjawab profesional Komisaris. Komisaris berhak membentuk komite-komite sebagai alat bagi Komisaris dalam menjalankan fungsinya.

DEWAN DIREKSI

Dewan direksi merupakan organ perusahaan yang bertanggungjawab atas pengelolaan perusahaan operasional perusahaan atau menjalankan visi dan misi perusahaan. Jadi dewan direksi yang mengelola aset-aset dari perusahaan dan juga yang mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang dibuat.

Direksi adalah Organ Perusahaan yang bertanggungjawab penuh atas pengelolaan Perusahaan, secara sehat dan ber-etika sesuai dengan ketentuan / peraturan yang berlaku untuk kepentingan dan tujuan Perusahaan serta mewakili perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.

Direksi bertindak secara cermat, berhati-hati dan mempertimbangkan aspek penting yang relevan dalam pelaksanaan tugasnya. Direksi harus menghindari kondisi di mana tugas dan kepentingan perusahaan berbenturan atau mempunyai potensi berbenturan dengan kepentingan pribadi, termasuk kepentingan perusahaan dengan kepentingan anak perusahaan. Apabila hal demikian terjadi atau mungkin terjadi, maka Direktur yang bersangkutan akan mengungkapkan benturan atau potensi benturan kepentingan tersebut kepada Komisaris dan Direksi serta selanjutnya Komisaris yang akan menentukan langkah yang diperlukan.

Direksi secara tepat waktu dan teratur melaporkan kepada Pemegang Saham secara lengkap dan jujur semua fakta material berkenaan dengan urusan perusahaan, kecuali apabila pengungkapan tersebut justru akan merugikan kepentingan perusahaan secara keseluruhan.

1. Kriteria Anggota Direksi Kriteria pokok bagi Direksi ialah sebagai berikut:

Memiliki integritas, etika pribadi dan profesional.

Memiliki keahlian khusus yang sangat diperlukan dan bermanfaat bagi perusahaan.

Memiliki pendidikan dan pengalaman yang memadai Memiliki bidang keahlian yang berhubungan dengan permasalahan bisnis.

Memahami teknologi dan proses bisnis Perusahaan.

Menghargai pandangan pihak lain dan tidak kaku dalam memandang masalah.

Memiliki komitmen dan dedikasi yang tinggi dalam memajukan usaha sesuai dengan fungsi dan peran yang diamanatkan kepadanya.

Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundangan yang berlaku termasuk peraturan Perusahaan.

Mampu mewakili Perusahaan di hadapan publik, Pemegang Saham dan stakeholders lainnya.

Mempunyai keinginan kuat secara obyektif meningkatkan kemampuan manajemen bagi kepentingan Perusahaan.

Mempunyai pemikiran yang positif dan terbuka berkaitan dengan setiap masalah, kebijakan dan aktivitas yang dapat mempengaruhi kepentingan Perusahaan secara umum.

2. Jumlah dan Komposisi Direksi Jumlah Direksi minimal 2 (dua) orang, sesuai dengan kebutuhan dan kompleksitas usaha perusahaan. Dalam menentukan komposisi Direksi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Disusun sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan putusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independen, dalam arti tidak mempunyai kepentingan yang dapat mengganggu kemampuannya untuk melaksanakan tugasnya secara mandiri dan kritis.

Paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dari jumlah anggota Direksi dapat berasal dan kalangan di luar perusahaan yang bebas dari pengaruh anggota Komisaris dan anggota Direksi lainnya serta Pemegang Saham.

Susunan organisasi Direksi sekurang-kurangnya mencerminkan fungsi pengelolaan produksi, pemasaran, risiko dan keuangan.

3. Rapat Direksi Direksi akan melakukan pertemuan secara teratur, sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali untuk membicarakan masalah dan bisnis perusahaan, pembuatan keputusan yang dipandang perlu dan juga membuat evaluasi pelaksanaan bisnis perusahaan. Direksi juga akan selalu berkoordinasi dengan Komisaris dalam rapat koordinasi minimal 1 (satu) bulan sekali. Disamping rapat terjadual, Rapat Direksi dapat dilakukan kapanpun apabila diperlukan.

Dalam setiap rapat akan dibuat notulen rapat yang mampu menggambarkan situasi yang berkembang, proses pengambilan keputusan, argumentasi yang dikemukakan, kesimpulan yang diambil serta pernyataan berkeberatan (dissenting opionion) terhadap kesimpulan rapat apabila tidak terjadi kebulatan pendapat.

4. Kebijakan Menggunakan Saran Profesional Direksi dapat menggunakan saran profesional yang independen dalam pelaksanaan tugasnya sesuai peraturan perundang-undangan. Hal ini tidak berlaku apabila Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan. Penerapan kebijakan ini atas persetujuan Komisaris.

5. Kinerja Direksi RUPS menetapkan kriteria evaluasi kinerja Direksi dan anggota Direksi yang didasarkan pada target kinerja dalam kontrak manajemen serta komitmennya di dalam memenuhi arahan Pemegang Saham. Kontrak manajemen ditandatangani oleh Direksi yang bersangkutan pada saat pengangkatan dan diperbaiki setiap tahunnya. Kinerja Direksi akan dievaluasi setiap tahun oleh Pemegang Saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) berdasarkan kriteria evaluasi kinerja yang telah ditetapkan.

3. HUBUNGAN ANTAR ORGAN.

RUPS Dewan Komisaris Dewan Direksi

Dimana Melalui RUPS yang mengambil keputusan/kebijakan terhadap dewan Komisaris dan Dewan Direksi. Dewan Komisaris orang yang mengawasi dan bertanggungjawab kepada pemegang saham untuk melaporkan kegiatan yang dilakukan dewan Direksi dan Dewan Direksi bertanggungjawab untuk mengelola perusahaan.

Dewan direksi terdiri dari satu orang direktur utama, tiga orang wakil direktur utama dan enam orang direktur.Tugas utama direksi :

1. Menentukan usaha sebagai pimpinan umum dalam mengelola perusahaan.

2. Memegang kekuasaan perusahaan secara penuh dan bertanggung jawab terhadap pengembangan perusahaan secara keseluruhan.

3. Menentukan kebijakan yang dilakukan perusahaan, melakukan penjadwalan seluruh kegiatan perusahaan.

4. Tanggung jawab dari direksi:

5. Untuk mengelola usaha perseroan sesui dengan anggaran dasar. Pada tahun 2006 secara formal direksi mengadakan tiga kali rapat rideksi untuk mengevaluasi kinerja operasional dan keuangan perseroan, serta meninjau strategi dan hal-hal penting lainnya. Selain itu beberapa pertemuan informal juga dilaksanakan untuk membahas dan menyetujui hal-hal yang membuttuhkan perhatian dengan segera.D. MANFAAT TATA KELOLA BAGI KORPORAT DAN LINGKUNGAN

Penerapan konsep GCG merupakan salah satu upaya untuk memulihkan kepercayaan terhadap investor dan institusi terkait di pasar modal. Menurut Tjager dkk (2003) mengatakan bahwa paling tidak ada lima alasan mengapa mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu:

1. Berdasarka survey yang telah dilakukan oleh McKinsey & Company menunjukkan bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG.

2. Berdasarkan berbagai analisis ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya krisis financial dan krisis berkepanjangan di Asia denngan lemahnya tata kelola perusahaan.

3. Internasionalisasi pasar termasuk liberalisasi pasar financial dan pasar modal menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.

4. Kalau GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis system ini dapat menjadi dasar bagi beberkembangnya system nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis yang kini telah banyak berubah.

5. Secara teoris, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan. Menurut Mas Ahmad Daniri (2005;14) jika perusahaan menerapkan mekanisme penerapan Good Corporate Governance (GCG) secara konsisten dan efektif maka akan dapat memberikan manfaat

1. KINERJA KEUANGAN DAN KEUNGGULAN KOMPETITIF. Penerapan GCG dalam perusahaan akan mengurangi dorongan manajer untuk melakukan manipulasi dalam hal keuangan. Manajer akan melaporkan kinerjanya sesuai dengn keadaan ekonomi yang sebenarnya dari perusahaan. Hal ini akan menimbulkan kembali kepercayaan masyarakat untuk menggunakan kembali jasa atau para investor. Penelitian Beasley, et al (1996) & Abbott, et al (2000) menunjukkan bahwa penerapan Good Corporate Governance (GCG) dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan. Meningkatkan kepercayaan para stakeholders kepada perusahaan, sehingga citra positif perusahaan akan naik. Hal ini dapat menekan biaya (cost) yang timbul sebagai akibat tuntutan para stakeholders kepada perusahaan.

Keunggulan kompetitif dapat dicapai melalui banyak cara seperti menyediakan barang dan jasa dengan harga yang murah, menyediakan barang dan jasa yang lebih baik dari pesaing. Untuk mencapai keunggulan kompetitis, manajemen perusahaan harus mampu menggunakan dengan baik sumber daya konseptual maupun sumber daya fisik untuk mencapai tujuan perusahaan.

2. Nilai perusahaan.

Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen. Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang diderita perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan wewenang (wrong-doing), ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya hal tersebut.

Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari pengelolaan perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.

Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.

Menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan perusahaan terhadap keberadaan perusahaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan.

3. MANFAAT BAGI PEMANGKU KEPENTINGAN. Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang berkepentingan) dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka mendapat jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.Faktor Eksternal

Yang dimakud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di antaranya:a. Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan efektif.

b. Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga pemerintahaan yang diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government menuju Good Government Governance yang sebenarnya.

c. Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi standard pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam benchmark (acuan).

d. Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela.

e. Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang di lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi GCG.Faktor InternalMaksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor dimaksud antara lain:

a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.

b. Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan nilai-nilai GCG.

c. Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah standar GCG.

d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.

e. Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.

E. INSTRUMEN PENILAIAN DAN BUKTI EMPIRIS TERHADAP PRAKTEK TATA KELOLA DI INDONESIA DAN ASEAN SUMBER http://www.potretakuntansi.xyz/2015/10/instrumen-penilaian-dan-bukti-empiris.html1. Penilaian tata kelola korporat Indonesia oleh Bank DuniaLaporan terbaru dari Bank Dunia menunjukkan bahwa Indonesia mengalami kemajuan dalam tata kelola perusahaan. Kemajuan itu di antaranya adanya undang-undang dan institusi, perlindungan investor, penguatan keterbukaan, hingga terakhir peningkatan kinerja dewan.

"Meskipun Indonesia telah mengalami kemajuan yang cukup pesat selama beberapa tahun terakhir dalam memperbaiki tata kelola perusahaan dari perusahaan-perusahaan yang tercatat di bursa, masih banyak tantangan besar yang perlu dihadapi. Ada beberapa langkah penting untuk memperbaiki tata kelola perusahaan di Indonesia, meliputi perbaikan kerangka kerja hukum, perlindungan lebih baik bagi investor melalui penguatan dan penegakan peraturan Bapepam-LK, serta tingkat profesionalisme yang lebih tinggi di antara para dewan komisaris dari perusahan-perusahaan yang tercatat di bursa dalam melaksanakan kewajibannya. "Tata kelola perusahaan yang baik akan meningkatkan kepercayaan investor guna membantu melindungi pemegang saham kecil, dan dapat mendorong pengambilan keputusan yang baik. Selain itu juga memperbaiki hubungan dengan para pekerja, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya."

Berdasarkan penilaian standar dan kode pada tahun 2004, nilai Indonesia meningkat. Peningkatan tersebut ada di hak pemegang saham dan perlakuan adil bagi pemegang saham. Meskipun dengan negara kawasan Indonesia dirasa kurang, namun sudah mulai mendekati negara penentu model, terutama India, Thailand, dan Malaysia.

Adapun 72 laporan standar dan kode telah dilaksanakan di 59 negara, termasuk di kawasan Asia Selatan dan Asia Timur. Laporan tata kelola perusahaan atas standar dan kode merupakan bagian dari inisiatif global untuk mengukur UU dan praktik-praktik yang relevan dengan prinsip tata kelola perusahaan sebagai tolak ukur.

2. Penilaian berdasarkan ASEAN CG Scorecard dari ASEAN Capital Market Forum.

Forum Regulator Pasar Modal se-ASEAN atau ASEAN Capital Market Forum (ACMF) merilis edisi kedua the ASEAN Corporate Governance Scorecard Country Report and Assessments 20132014, yang merupakan Laporan Pemeringkatan dan Penilaian Tata Kelola Perusahaan-Perusahaan di Negara ASEAN. Pada penilaian tahun ke-3 ini, ACMF melaporkan terdapat 529 perusahaan terbuka yang tercatat di bursa-bursa ASEAN dengan kapitalisasi pasar lebih dari USD1 miliar.

Di tingkat ASEAN, perusahaan terbuka dari Thailand memperoleh hasil penilaian tertinggi, yang diikuti oleh Malaysia dan Singapura. Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Singapura, sebagai negara yang mengalami perbaikan terbesar atau signifikan dalam penilaian tata kelola perusahaan (corporate governance/CG) tersebut.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida mengatakan, penerapan corporate governance dengan standar terbaik menjadi salah satu faktor penentu bagi Emiten dan Perusahaan Publik dalam menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. OJK berupaya terus meningkatkan kualitas penerapan tata kelola Emiten dan Perusahaan Publik melalui penyempurnaan regulasi yang berkelanjutan, sebagaimana tertuang dalam Corporate Governance Road Map yang telah di launching OJK pada Februari tahun ini.

"Karenanya penilaian CG ini akan terus dilakukan secara berkala dengan penambahan jumlah emiten. Hal ini dilakukan agar senantiasa diperoleh keberlanjutan dalam perbaikan governance di Indonesia. Inisiatif ASEAN CG Scorecard ini dimulai pada 2011 dan diikuti oleh enam negara ASEAN yakni Malaysia, Singapura, Thailand, Indonesia, Filipina, dan Vietnam. Inisiatif ini ditujukan untuk meningkatkan standar CG dan pelaksanaannya pada perusahaan-perusahaan terbuka yang tercatat di Bursa Efek, serta meningkatkan daya jual internasional dari perusahaan terbuka ASEAN dengan praktek tata kelola yang baik (well governed public listed companies/PLCs). ASEAN CG Scorecard menjadi alat diagnostik yang penting dan bermanfaat dalam mengidentifikasi gap dan meningkatkan standar tata kelola di antara perusahaan terbuka di kawasan ASEAN.

Proses asesmen dilakukan secara obyektif melalui Domestic Ranking Body (DRB) yang ditunjuk oleh Regulator di masing-masing negara, berdasarkan publikasi yang tersedia dan informasi yang dapat diakses seperti laporan tahunan, website perusahaan, pemberitahuan, dan edaran. Untuk menjamin independensi dan kewajaran dalam asesmen, hasil dari DRB diuji ulang dalam peer review dengan DRB negara lain.

. Merdeka.com - Forum Regulator Pasar Modal se-ASEAN atau ASEAN Capital Market Forum (ACMF) pada akhir pekan lalu merilis edisi kedua the ASEAN Corporate Governance Scorecard Country Report and Assessments 2013 2014, di mana merupakan Laporan Pemeringkatan dan Penilaian Tata Kelola Perusahaan-Perusahaan di Negara ASEAN.

Pada penilaian tahun ketiga ini, ACMF melaporkan terdapat 529 perusahaan terbuka di bursa-bursa ASEAN dengan kapitalisasi pasar lebih dari USD 1 miliar. Di tingkat ASEAN, perusahaan terbuka dari Thailand memperoleh hasil penilaian tertinggi, diikuti oleh Malaysia dan Singapura.

Patut dicatat, pada penilaian saat 2013, terdapat perkembangan positif di hampir semua negara. Ditunjukkan dari perbaikan nilai rata-rata dibanding pada 2012. Indonesia tercatat menduduki peringkat kedua setelah Singapura, sebagai negara dengan perbaikan terbesar/signifikan dalam penilaian tata kelola perusahaan (corporate governance/CG) tersebu

Berdasarkan hasil survey Bank Dunia tahun 2007, dari total 175 negara yang di survei, Indonesia berada pada urutan 135. Dan pada tahun tersebut, peringkat penerapan GCG di Indonesia pun berada pada peringkat terendah bila dibandingkan dengan beberapa negara di ASEAN, seperti terlihat pada gambar berikut:

GCG telah dipraktekkan di luar negeri dalam waktu yang cukup lama, khususnya di Amerika dan Eropa. Di Indonesia, GCG masih menjadi isu yang relatif baru dan diperdebatkan sejak krisis ekonomi (Kusumawati, 2007, dalam Kawedar, W., Handayani, S. dan Safitri, A., 2009). Penerapan GCG di Indonesia dapat dinilai masih lemah. Indonesia mulai menerapkan prinsip GCG sejak menandatangani Letter of Intent (LoI) dengan International Monetary Fund (IMF) yang salah satu bagian pentingnya adalah pencantuman jadwal perbaikan pengelolaan perusahaan (corporate governance) di Indonesia.Kasus: Implementasi GCG dan kode etik dan perilaku di PT Bank Mandiri Tbk .Latar Belakang KasusSatu dekade terakhir atau sekitar tahun 2004-2005 merupakan masa keemasan yang signifikan bagi Bank Mandiri. Pertumbuhan perusahaan yang kian pesat menjadikan Bank plat merah ini sebagai salah satu bank terbesar di tanah air.

Kesuksesan tersebut terlihat dari laba bersih yang naik dari 38,3 persen YoY menjadi Rp6,389 triliun, Non Performing Loan (NPL) Gross dan Netto turun menjadi 2,19 persen dan 0,58 persen, pertumbuhan aset sebesar Rp370,8 triliun, atau naik 7,7 persen YoY, serta total penyaluran kredit meningkat dari Rp106,7 triliun per 31 Desember 2005 menjadi Rp230,1 triliun per 30 September 2010. Sedangkan dari segi kepuasan nasabah, tahun lalu, bank Mandiri memperoleh peringkat pertama Service Quality Award kategori Regular Banking Services serta peringkat dua untuk Priority Banking Services tahun 2010 dari CARRE danMajalah Marketing.

Kesuksesan Bank Mandiri itu tidak berlangsung baik, setelah dunia perbankan Indonesia kembali dilanda kredit bermasalah. Berdasarkan audit BPK, setidaknya 24 kredit yang disalurkan Bank Mandiri senilai Rp2 triliun lebih macet. Pengucuran kredit tersebut diduga diwarnai kolusi antara pejabat Bank Mandiri dan debitur. Hal ini terindikasi dari adanya permohonan kredit yang semula dinyatakan tidak layak, namun kredit tetap dikucurkan. Oleh karena itu, pemeriksaan terhadap direksi Bank Mandiri dimaksudkan untuk menguak keterlibatan mereka dalam pengucuran kredit tersebut.Sebenarnya skandal Bank Mandiri hanya sebagian kecil dari segudang kasus kredit macet yang terjadi di lembaga perbankan Indonesia. Masih banyak konglomerat menikmati fasilitas kredit, baik yang dikucurkan karena KKN atau kroniisme yang jumlahnya boleh jadi melebihi kredit Bank Mandiri.

Yang lebih memprihatinkan lagi, dari sejumlah kasus kredit macet tersebut, sebagian besar yakni sekitar 60-70%, diderita bank pemerintah.

Berbagai upaya telah ditempuh pemerintah untuk menekan kuantitas kredit macet di lembaga perbankan. Pemerintah pernah membentuk Tim Supervisi Kredit Bermasalah Bank Pemerintah guna memantau penyelesaian kredit macet. Kemudian diluncurkan program sistem informasi kredit (SIK) antarbank untuk mengetahui nasabah (debitur) yang mempunyai catatan buruk karena pernah memacetkan kredit.

Manakala langkah preventif mengalami kebuntuan dalam menyelesaikan kredit macet, ditempuhlah upaya represif yaitu diselesaikan melalui pengadilan. Upaya tersebut dilakukan mengingat pengadilan merupakan benteng terakhir bagi setiap orang untuk menyelesaikan segala persoalan, termasuk kredit macet.

Sebelum ditempuh jalur pengadilan, biasanya bank mencoba mengupayakan penyelesaian secara musyawarah dengan melakukan rescheduling, reconditioning, dan restructuring terhadap perusahaan (debitur) penunggak kredit. Apabila upaya tersebut tidak juga berhasil, tidak tertutup kemungkinan diselesaikan melalui jalur hukum dengan melibatkan institusi pengadilan.

Rumusan Masalah EmpirisApa saja ukuran tingkat keberhasilan Bank Mandiri?

Bagaimana analisis keberhasilan Bank Mandiri dalam menjalankan internalisasi etika bisnis dalam budaya perusahaan?

Analisis keberhasilan Bank Mandiri dalam menjalankan internalisasi etika bisnis dalam budaya perusahaan.Dalam upaya mencapai posisi sebagai bank publik terkemuka (Blue Chip Company) di kawasan Asia Tenggara (Regional Champion Bank), Dewan Komisaris dan Direksi Bank Mandiri memiliki untuk menegakkan sistem perbankan yang sehat dan kuat. Manajemen berkeyakinan bahwa pencapaian tujuan di atas merupakan proses transformasi yang secara mutlak memerlukan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) sebagai salah satu prasyaratnya.

Bank Mandiri percaya bahwa penerapan prinsip dan praktek-praktek GCG yang konsisten akan memberikan manfaat baik bagi Bank maupun para pemangku kepentingan lainnya. Sejak awal berdirinya, Bank Mandiri menyadari bahwa kunci utama keberhasilan pengelolaan perusahaan terletak pada kemampuan mengembangkan serta menumbuhkan budaya perusahaan maupun etos kerja yang baru, antara lain melalui prudential banking practices, manajemen risiko serta penerapan GCG.

Analisis KasusTingkat Keberhasilan Bank MandiriPT Bank Mandiri Tbk (Bank Mandiri) membukukan laba bersih sebesar Rp2,1 triliun pada semester I 2007. Angka ini naik 163% dibandingkan laba bersih periode yang sama tahun lalu Rp815 miliar.

Peningkatan laba bersih didorong banyak faktor, antara lain kenaikan pendapatan bunga bersih, naiknya angka fee based income, dan keberhasilan Bank Mandiri dalam mengendalikan biaya operasional, ujar Wakil Direktur Utama Bank Mandiri I Wayan A Mertayasa di Jakarta, menuturkan, pertumbuhan pendapatan bunga bersih perseroan mencapai 38,0% menjadi Rp6,7 triliun dari Rp4,9 triliun periode yang sama tahun lalu. Sementara fee based income Bank Mandiri naik 35,5% dari Rp1,3 triliun menjadi Rp1,8 triliun.

Mertayasa menjelaskan, keberhasilan Bank Mandiri menekan biaya operasional tecermin dari penurunan tingkat cost efficiency ratio (CER) menjadi 38,7% dibandingkan 41,1% bila pendapatan bunga dari pembayaran tunggakan bunga kredit bermasalah tidak diperhitungkan. Perbaikan CER terjadi karena pertumbuhan pendapatan jauh di atas pertumbuhan biaya operasional. Pertumbuhan pendapatan mencapai Rp1,7 triliun, sedangkan biaya overhead hanya Rp318 miliar, ungkap dia.

Mertayasa menambahkan, kenaikan pendapatan bunga bersih Bank Mandiri didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit senilai 7,9% dari Rp107,8 triliun menjadi Rp116,3 triliun. Komposisi kredit terbesar terjadi pada sektor korporasi yang mencapai Rp50,5 triliun.Disusul sektor komersial Rp32,5 triliun, konsumer Rp12,7 triliun, dan mikro Rp2,1 triliun. Sisanya dikucurkan pada small medium enterprise (SME), ujar dia. Selain itu, lanjut Mertayasa, kenaikan pendapatan bunga juga didorong keberhasilan Bank Mandiri menurunkan tingkat kredit bermasalah menjadi 3,9% neto semester I 2007 dari 13,9% periode yang sama tahun lalu.

Direktur Bank Mandiri Riswinandi menjelaskan, keberhasilan Bank Mandiri menurunkan rasio kredit bermasalah dipicu adanya pembayaran sejumlah debitor. Nilai pembayaran kreditnya mencapai Rp700 miliar. Debitor-debitor itu antara lain Raja Garuda Mas (RGM), PT Argo Pantes, dan Lativi Group. Sementara itu, Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo optimistis, perbaikan kinerja Bank Mandiri selama semester I 2007 bisa berlanjut pada semester berikutnya. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan Bank Mandiri akan melakukan revisi, baik dalam penyaluran kredit maupun laba bersih. (zaenal muttaqin).

Keberhasilan Bank Mandiri dalam menjalankan internalisasi etika bisnis dalam budaya perusahaanBank Mandiri melakukan internalisasi GCG melalui:1) Keputusan Bersama Direksi dan Dewan Komisaris tentang Prinsip-prinsip GCG di Bank Mandiri.

2) Keputusan Bersama Direksi dan Dewan Komisaris tentang Code Of Conduct PT Bank Mandiri (Persero) yang menjadi pedoman perilaku di dalam berinteraksi dengan nasabah, rekanan dan sesama karyawan.

3) Keputusan Direksi tentang Kebijakan Kepatuhan (Compliance Policy) yang mewajibkan seluruh jajaran Bank Mandiri untuk bertanggung jawab penuh secara individu didalam melakukan kegiatan operasional Bank di bidangnya masing-masing.

4) Keputusan Direksi tentang Tata Tertib Executive Management PT Bank Mandiri (Persero) Tbk yang menjadi dasar pelaksanaan kerja, administrasi, tanggung jawab dan wewenang Executive Management dalam melaksanakan fungsi, tugas dan kewajiban sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

Setelah go public, Bank Mandiri kemudian melaksanakan implementasi GCG melalui:1) Pembentukan Komite-komite di level Dewan Komisaris, yaitu Komite Pemantau Risiko, Komite Remunerasi dan Nominasi, dan Komite GCG untuk melengkapi Komite Audit yang telah dibentuk sebelumnya.

2) Pembentukan Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary).

3) Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi perusahaan publik dan terbuka.

4) Keterbukaan Informasi, antara lain dalam publikasi laporan keuangan, informasi mengenai peristiwa atau fakta material.

5) Laporan tahunan yang tepat waktu, memadai, jelas dan akurat.

6) Menghormati dan memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas.

7) Menetapkan Enam Strategi Utama dalam rangka membenahi serta membangun dasar-dasar pertumbuhan di masa datang.

8) Revitalisasi terhadap nilai-nilai kebersamaan (shared values) Bank Mandiri serta perumusan perilaku utama Bank Mandiri.

9) Penilaian implementasi GCG oleh lembaga independen.

Resep keberhasilan Bank Mandiri, antara lain:1) Transformasi Budaya Kerja

Budaya Kerja merupakan elemen integral dari episentrum strategi perusahaan. Budaya Kerja diaktualisasikan dan dinaturalisasikan dalam visi dan misi perusahaan. Bukan hanya sekedar basa-basi ataupun menjadi buku pintar namun perlu implementasi mendalam pada operasisinal sebuah perusahaan. Then, kita dapat mengatakan bahwa sukses tidaknya suatu perusahaan dalam menjalankan bisnisnya memang tidak terlepas dari budaya perusahaan yang dimilikinya.

Sebelum perusahaan menerapkan GCG sebaiknya perusahaan menerapkan terlebih dahulu nilai-nilai yang terkandung dalam Corporate Culture yang dianutnya. (Djoko Santoso Moeljono, Good Corporate Culture sebagai inti dari GCG, 2005)

Menjadi suatu keniscayaan bula budaya perusahaan diaktualisasikan melalui penyusunan Standar Operasional & Prosedur (SOP) dan menjadi semacam pijakan (policy guidelines), sehingga perusahaan dapat mengoptimalkan seluruh elemen yang ada dalam berkontribusi guna mencapai tujuan utama perusahaan

Agus Martowardojo sangat paham mengenai hal ini, beliau menerapkan budaya kerja baru yang lebih frsh gradute dan lebih berkarakter dengan motto Bank Mandiri Melayani Dengan Hati, Menuju Yang Terbaik. Menerapkan Budaya kerja perusahaan yang terangkum dalam TIPCE (Trust, Integrity, Profesionalism, Customer Focus, dan Excellence) salah counter di Bank Mandiri (matanews.com)

Keberhasilan Bank Mandiri dalam service quality didukung oleh semua pihak, mulai dari Top Management hingga pegawai lini bawah. Hal ini membutuhkan komitmen dan perjuangan keras karena yang diubah adalah perilaku manusia, yang kemudian akan membentuk budaya kerja perusahaan. Bank Mandiri memiliki konsep pelayanan yang diberikan kepada nasabah sesuai dengan 10 perilaku Utama Budaya kerja perusahaan yang terangkum dalam TIPCE (Trust, Integrity, Profesionalism, Customer Focus, dan Excellence), demikian paparan Agus pada saat penganugerahan Bank Mandir sebagai Bank dengan Pelayanan terbaik tahun 2008.

Selain itu, dalam bidang SDM diberlakukan sistem kinerja dengan berbasis KPI (Key Performance Indicator). Semua karyawan dari direksi sampai level terendah diterapkan reward dan punishment yang didasarkan penilaian. Prestasi dan Kinerja menjadi standar ukuran, dengan konsideran berupa kenaikan gaji dan apesiasi/penghargaan yang berbeda setiap pergawainya. Di sisi lain, jika diketahui melakukan tindakan pelanggaran, maka tindakan tegas tidak segan dilakukan.

2)Berani bertindak tegas terhadap para penunggak kredit

Ketika Agus Martowardojo masuk ke Bank Mandiri pada tahun 2005, NPL (Noan Performing Loan) mencapai angka 26 % dengan jumlah potensi kredit macet sekitar 27 Triliun, 70 % dari NPL tadi disumbangkan oleh 30 nasabah besar. Para penunggak kredit ini diminta memperbaiki kinerja hutangnya. Meskipun awalnya sulit dinegoisasi akhirnya Agus Marto mampu menekan mereka untuk bekerja sama, salah satu caranya adalah dengan mengumumkan para debitur bermasalah tsb secara terbuka di media massa

Keberaniannya mem-pressure para debitor besar yang nakal inilah yang menjadi point penting seorang Agus Martowardojo. Beliau kemudian dikenal sebagai figur yang memiliki sikap tegas, berani dan tidak mudah diintervensi.

Agus Martowardojo menyerahkan Kredit Usaha Rakyat (antarafoto.com)

Agus juga dinilai pandai membangun tata nilai seperti kejujuran dengan tidak berkompromi soal masalah penyimpangan terkait dengan uang. Sosok Agus juga komitmen dalam memberikan contoh kepada anak buahnya.

Menurut Rhenald Kasali Agus itu dia ngomong A dia jalankan A, dia juga pekerja keras. Dijaman dia para pemimpin cabang harus standby menunggu presentasinya hasil kerja dari pagi ke pagi. Yang menarik lagi, dia orangnya juga jeli melihat peluang,

(dikutip dari detik.finance).Integritas dan ketegasan seperti ini yang kemudian mampu menahkodai Bamk Mandiri hingga mencapai Pulau Kemenangan3) Dekat dengan NasabahBerbeda dengan sikapnya yang tanpa kompromi terhadap debitur nakal. Kepada nasabah, terutama nasabah potensial beliau sangat ramah, mudah ingat peristiwa dan menghargai sebagai seorang mitra.

Menurut seorang pegawai yang menangani masalah ekspor - impor, dia memiliki pengalaman menarik dengan sosok Agus Marto. Saat menjalani cuti ke Jogjakarta dia melihat Agus Marto sedang berbicang dengan seseorang di Lobby kaca Bandara. Sontak Pak Agus Marto bangkit dari tempat duduknya dan bergegas menuju si pergawai dan menyalaminya.

Demikian juga pengalaman seorang pegawai dari Learning Center Group yang tidak mau disebutkan namanya. Dia pernah bersama Agus Marto dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2009. Menurutnya Agus Marto figur yang cukup egaliter, penuh canda dan dekat dengan pegawai.

Bagaimana pendangan nasabah Bank Mandiri mengenai sosok Agus Martowardojo. Salah satu dari mereka berujar, Saya kaget Pak waktu Pak Agus nyamperin saya dan nyalamin ujarnya seperti ditirukan salah seorang pegawai. bersama pegawai dan nasabah di papua (mediarilis.wordpress.com)

KESIMPULAN Budaya adalah falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma yang dimiliki bersama dan mengikat suatu masyarakat.Budaya organisasi adalah gaya dan cara hidup organisasi yang merupakan pencerminan dari nilai-nilai atau kepercayaan yang selama ini dianut oleh seluruh anggota organisasi. Terdapat 7 dimensi nilai-nilai yang berlaku dalam budaya organisasi/perusahaan yaitu inovasi dan pengambilan resiko, perhatian pada detail, orientasi pada luaran (outcome), orientasi pada manusia, orientasi pada tim, agresivias (bentuk perilaku yang sengaja) stabilitas. Kinerja yang menggambarkan esensi budaya organisasi identitas anggota, penekanan kelompok, fokus orang, penyatuan unit, pengendalian, toleransi resiko, kriteria ganjaran, toleransi konflik, orientasi sarana tujuan , dan fokus pada sistem terbuka. Penegakkan etika bisnis perlu diterapkan dalam perusahaan, mulai dengan penerapan kebijakan dari mulai proses sampai proes pemasaran yang bersifat etis. Etika dalam implementasnya selalu dipengaruhi oleh factor budaya dan agama. Terdapat pengaruh yang kuat antara etika personal dari manajer terhadap tingkah laku etis dalam pengambilan keputusan. Kemampuan seorang professional untuk dapat mengerti dan peka akan adanya masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, budaya, atau masyarakat dimana profesi itu berada. Budaya perusahaan memberikan menjadi lebih baik jika mereka membudidayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.

- Proses budaya adalah proses terbentuknya (pembentukan) budaya,. Proses itu terdiri dari sejumlah subproses yang jalin-menjalin, antara lain kontak budaya, penggalian budaya, seleksi budaya, pemantapan budaya, sosialisasi budaya, internalisasi budaya, kontrol budaya, evaluasi budaya, pertahanan budaya, perubahan budaya, dan pewarisan budaya, yang terjadi dalam hubungan antara suatu organisasi dengan lingkungannya secara berkesinambungan.

- Dalam upaya mencapai posisi sebagai bank publik terkemuka (Blue Chip Company) di kawasan Asia Tenggara (Regional Champion Bank), Dewan Komisaris dan Direksi Bank Mandiri memiliki untuk menegakkan sistem perbankan yang sehat dan kuat. Manajemen berkeyakinan bahwa pencapaian tujuan di atas merupakan proses transformasi yang secara mutlak memerlukan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) sebagai salah satu prasyaratnya.

- Bank Mandiri percaya bahwa penerapan prinsip internalisasi etika bisnis dalam budaya perusahaan melalui praktek-praktek GCG yang konsisten akan memberikan manfaat baik bagi Bank maupun para pemangku kepentingan lainnya. Sejak awal berdirinya, Bank Mandiri menyadari bahwa kunci utama keberhasilan pengelolaan perusahaan terletak pada kemampuan mengembangkan serta menumbuhkan budaya perusahaan maupun etos kerja yang baru, antara lain melalui prudential banking practices, manajemen risiko serta penerapan GCG.

Daftar PustakaArafat, Wilson, Mohamad Fajri MP,Smart Strategy for 360 degree GCG (Good Corporate Governance)(October 2009). Skyrocketing Publisher.ISBN 978-979-18098-1-8Arafat, Wilson,How To Implement GCG Effectively(July 2008). Skyrocketing Publisher.Becht, Marco, Patrick Bolton, Ailsa Rell,Corporate Governance and Control(October 2002; updated August 2004). ECGI - Finance Working Paper No. 02/2002.Miko Kamal, Undang Undang PT dan Harapan Implementasi GCG, www.alf.com,2008http://gustiphd.blogspot.com/2011/10/sejarah-lahir-gcg-dan-perkembangannya.htmlhttp://onvalue.wordpress.com/2007/10/09/sejarah-timbulnya-corporate-governance/Dyah Hasto Palupi, Bagaimana Seharusnya CSR? , majalah MIX edisi 16, 30 Oktober 2006

Frans Magnis Suseno,Etika Umum, Masalah-masalah pokok Filsafat Moral, Yogyakarta: Kanisius , 1979 h. 12-13.

John Piers, Nizam Jim, Etika Bisnis dan Good Corporate Governance, Jakarta, Pelangi Cendikia, 2007

Lies Hendiani, CSR untuk kemaslahatan Perusahaan, Majakah MIX, edisi 16, 30 oktober 2006

Mahmud Ali Abdul halim, Fiqih Responsibility Tanggung Jawab Muslim dalam Islam,Jakarta: Gema Insani Press, 1998

Miranty Abidin, CSR di Indonesia, Majalah MIX, edisi 16 30 Oktober

M. Syifaullah, Corporate Social Responsibility PT Antam tbk, 2006

Muhammad, Etika Bisnis Islam, Yogyakarta: AMP YKPN, 2004

Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, Jakarta; Indeks, 2004

Republika, Liputan Khusus CSR, Jakarta. sabtu, 28 April 007

Sumardy, Branded CSR, majalah Mix, edisi 16, 30 Oktober 2006

Tom Morris, If Aristotle Ran General Motor: The New Soul Business (terj)., Bandung: Mizan , 2003

Umer M. Chapra dan Habib Ahmed, Corporate Governance in Islamic Instituition, Occasional Paper No 6 Jaddah 2002.

1