Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum
description
Transcript of Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum
Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi
Hukum
Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur II Mata Kuliah Etika Profesi Hukum yang
Dibina oleh Ibu Yuliati, SH., LL.M. dan Ibu. Shanti Riskawati, SH., M.Kn.
KELAS A
KELOMPOK 8
Elizabeth Irianti 125010100111061
Sekar Maudytama 125010107111125
Prawatiya Kusumapamungkas 125010107111135
Arindra Putra 125010107111160
Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya
Malang
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perjalanan hidup manusia memang sering kali dihadapkan dengan kerangka
berpikir soal moral atau etika. Ketika manusia terlibat dalam diskursus soal moral ini,
sebenarnya dirinya telah atau sedang memulai menunjukkan model berperilaku yang
sejalan dengan standar moral atau tidak.1
Kehidupan manusia adalah terikat dengan norma-norma. Tanpa terikat dan
berpijak dengan norma-norma, manusia akan banyak menemui dan dihadapkan
dengan berbagai bentuk kesulitan yang tidak mudah diatasi. Bahkan, bukan tidak
mungkin kesulitan-kesulitan yang datangnya bertubi-tubi menyerang kehidupannya
dapat menjerumuskan pada kehancuran. Tidak salah kemudian jika ada yang
mengaitkan antara posisi kehancuran suatu bangsa dan negara dengan etika. Artinya,
ketika etika tidak lagi ditempatkan sebagai kekuatan utama dan fondasi istimewa
manusia, maka hidup manusia menjadi kehilangan makna.2
Ketika manusia memperbincangkan tentang makna, tujuan dan fungsi
kehidupannya, maka sulit hal itu untuk melepaskan atau membebaskan diri dari
perbincangan tentang esensi dan eksistensi norma-norma, sebab di dalam norma-
norma itu terkandung nilai-nilai yang menjanjikan manusia pada kesenangan,
kebahagiaan, ketenangan dan keselamatan.3
Dalam hubungan hidup bermasyarakat setiap manusia berpegang pada kaidah
moral sebagai acuan perilakunya. Kaidah moral ini kemudian dijelmakan ke dalam
1 ? Abdul Wahid dan Moh Muhibbin, Etika Profesi Hukum: Rekonstruksi Citra Peradilan di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, 2009. hlm.22 ? Ibid. hlm. 43 ? Ibid.
1
kaidah sosial yang menjadi cermin setiap perbuatan hidup bermasyarakat, yang
disebut hukum kebiasaan. Hukum kebiasaan ini dihargai dan dipatuhi secara sadar
oleh setiap anggota masyarakat. Tujuan hidup bermasyarakat ialah terpeliharanya
ketertiban, kestabilan, dan kebahagiaan berdasarkan hukum kebiasaan.4
Tetapi karena manusia memilki keterbatasan, kelemahan, seperti berbuat
khilaf, keliru, maka tidak mustahil suatu ketika terjadi penyimpangan atau
pelanggaran kaidah sosial yang menimbulkan keadaan tidak tertib, tidak stabil yang
perlu dipulihkan kembali. Untuk menegakkan ketertiban dan menstabilkan keadaan
diperlukan sarana pendukung, yaitu organisasi masyarakat dan organisasi negara.
Dalam bidang hukum, organisasi masyarakat itu dapat berupa profesi hukum yang
berpedoman pada kode etik. Dalam bidang kenegaraan, organisasi masyarakat itu
adalah negara yang berpedoman pada undang-undang. Melalui organisasi tersebut
diharapkan dapat dipulihkan ketertiban dan kestabilan.5
Dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan seseorang berprofesi
hukum yang memiliki kewenangan untuk membuat akta mengenai ha katas tanah dan
Hak Atas Satuan Rumah Susun masih dijumpai penyimpangan etika dalam
prakteknya, hal ini dilihat dari salah satu kasus yang dilakukan oleh Zirmayanto
Notaris/PPAT asal Sulawesi Selatan di Kota Palopo. Zirmayanto membuat surat palsu
kerena sebagian bahkan hampir seluruhnya akta jual beli tanah serta akta hak milik
atas tanah antara Hj. Kallo terhadap H. Dalle tersebut memuat keterangan palsu. Pada
awalnya Zirmayanto diperintahkan oleh pihak bank untuk membuat suatu akta jual
beli dan membuat akta yang mengalihkan hak atas tanah, namun pihak bank dengan
perintahnya memberikan syarat bahwa harus adanya kesepakatan dan mengetahui
antara kedua belah pihak yaitu antara penjual dan pembeli. Zirmayanto tidak
menghiraukan hal tersebut dan kemudian untuk mempercepat prosesnya, ia segera 4 ? Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001. hlm. 75 ? Ibid.
2
melakukan pembuatan akta jual beli dan hak atas milik tanah tanpa adanya
sepengetahuan oleh pihak-pihak yang berkaitan. Mulai dari bagian awal akta yang
menyebutkan para pihak hadir namun dalam kenyataannya para pihak tidak pernah
bertemu dengan Notaris, pada akhir akta yaitu cap jempol palsu yang tertera sebagai
persetujuan para pihak juga palsu. Kemudian pada kalimat selanjutnya dari unsur ini
yang menyebutkan bahwa dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau
pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal.
Unsur ini juga telah terbukti karena dengan terbitnya akta jual beli tersebut sehingga
beralihlah hak kepemilikan dari Hj. Kallo kepada H. Dalle. 6
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tindak pidana pemalsuan yang dilakukan oleh Zirmayanto
dikaitkan dengan etika profesi Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam
Pengembangan Hukum?
BAB II
6Asbudi Dwi Saputra, Muhadir, dan Syamsuddin Muchtar, Pertanggungjawaban Pidana Notaris/PPAT selaku pejabat umum dalam pemalsuan dokumen akta tanah. Diakses dari http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/e228304719ccbae685268cd0d9bb851d.pdf, pada tanggal 10 November 2015
3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Etika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa etika adalah ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. Dalam kaitannya
dengan kata etika tersebut, Bartens menjelaskan etika berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu
ethos dalam bentuk tunggal yang berarti adat kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik.
Bentuk jamak dari ethos adalah ta etha artinya adat kebiasaan. Dari bentuk jamak ini
terbentuklah istilah etika yang oleh filsuf Yunani, Aristoteles sudah dipakai untuk
menunjukkan sifat moral.7
Terlepas dari pengertian mengenai etika, dalam Journal of Applied Ethics and
Philosophy yang berjudul A Pluralist Ethical Decision-making Procedure oleh Valentin
Muresan dikatakan bahwa:8
“Ethical methodological pluralism is a doctrine that claims that: there are several explanations of morality, not one, and that they may be in a state of conflict ... Each of them also gives a partial truth of the matter and each approach also provides a check on the other. We do not look at the conflicts between these branches as bad, at least not always ... Chance to discover the mistakes sooner is enhanced when each branch is critically scrutinizing the other ... Ethical pluralism has as a model a healthy government in which diversity,disagreement,compromise and consensus are signs of vitality”
Dari pernyataan diatas menyatakan bahwa pluralisme etika memiliki model
pemerintahan yang sehat di mana keragaman, perselisihan , kompromi dan konsensus adalah
tanda-tanda vitalitas.
2.2. Tinjauan Umum Mengenai Profesi Hukum
2.2.1. Pengertian Profesi
7 ? Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006. Hlm. 78 ? Valentin Muresan, A Pluralist Ethical Decision-making Procedure, Journal of Applied Ethics and Philosophy, Vol. 4 (September 2012). Hlm. 12
4
Dalam Kamus Besar Bahsa Indonesia dijelaskan pengertian mengenai profesi adalah
bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan
sebagainya) tertentu.9 Perkataan profesi diartikan sebagai pekerjaan (tetap) untuk
memperoleh nafkah, yang legal maupun yang tidak. Jadi, profesi diartikan sebagai setiap
pekerjaan untuk memperoleh uang. Dalam arti yang lebih teknis, profesi diartikan sebagai
setiap kegiatan tetap tertentu untuk memperoleh nafkah yang dilaksanakan secara berkeahlian
yang berkaitan dengan cara berkarya dan hasil karya yang bermutu tinggi dengan menerima
bayaran yang tinggi.10
2.2.2. Pentingnya Etika Profesi
Perlu diketahui pula, bahwa etika profesi sangat diperlukan karena beberapa
pertimbangan sebagai berikut:11
1. Kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik, juga dalam bidang moral,
sehingga kita bingung harus mengikuti moralitas yang sama;
2. Modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur kebutuhan dan nilai
masyarakat yang akibatnya menantang pandangan-pandangan moral tradisional;
3. Adanya pelbagai ideologi yang menawarkan diri sebagai penuntun hidup yang
masing-masing dengan alasannya sendiri mengajarkan bagaimana manusia harus
hidup;
4. Etika juga diperlukan oleh kaum beragama yang di satu pihak diperlukan untuk
menemukan dasar kemantapan dalam iman kepercayaan mereka.
2.2.3. Sekilas Profesi Hukum
Profesi hukum berkaitan dengan masalah mewujudkan dan memelihara ketertiban
yang berkeadilan di dalam kehidupan bermasyarakat. Ketertiban yang berkeadilan itu adalah 9 ? Supriadi.Op.cit. hlm. 1610 ? Arief Sidharta, Etika dan Kode Etik Profesi Hukum, Veritas et Justitia, Volume 1, Nomor 1 (Juni 2015). Hlm. 22211 ? Abdul Wahid dan Moh Muhibbin, Op. cit. Hlm. 108
5
kebutuhan dasar manusia, karena hanya dalam situasi demikian manusia dapat menjalani
kehidupannya secara wajar, yakni sesuai dengan martabat kemanusiaanya. Keadilan adalah
nilai dan keutamaan yang paling luhur dan merupakan unsur esensial dari martabat manusia.
Oliver W. Holmes Jr. dalam pidato di hadapan Suffolk Bar Association mengatakan bahwa “
of all secular professions this has the highest standardt” (dari semua profesi sekular, profesi
ini memiliki standar yang paling tinggi) Hukum, kaidah-kaidah hukum positif, kesadaran
hukum, kesadaran etis dan keadilan bersumber pada penghormatan terhadap martabat
manusia.12
Dewasa ini keadaan hukum belum lagi kalau dibicarakan hak asasi manusia , tidak
saja sudah menjadi rancu, tetapi pemahaman terhadap hukum juga sudah menjadi kacau. Para
birokrat tinggi maupun rendah, para penatar Ekaprasetia Pancakarsa, mengobral makna
negara hukum tanpa menyadari bahwa hukum dewasa ini sudah dirusakan, para sarjana
hukum acap kali melalui profesinya sudah melacurkan ilmunya.13
2.2.4. Nilai Moral Profesi Hukum
Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan
luhur. Setiap professional dituntut supaya memiliki nilai moral yang kuat. Fran Magnis
Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat mendasari kepribadian
professional hukum. Kelima kriteria tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:14
1. Kejujuran. Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka professional hukum
mengingkari misi profesinya, sehingga dia menjadi munafik, licik, penuh tipu diri.
Dua sikap yang terdapat dalam kejujuran, yaitu yang pertama sikap terbuka. Ini
berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan melayani secara bayaran atau secara
cuma-cuma. Kedua sikap wajar, ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak
12 ? Arief Sidharta, Op. cit. hlm. 23213 ? J.E. Sahetapy, Runtuhnya Etik Hukum, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta. Hlm. 8714 ? Supriadi, Op. cit. hlm. 19
6
berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, dan tidak
memeras.
2. Autentik. Autentik artinya menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan
keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Autentik pribadi professional hukum
antara lain: tidak menyalahgunakan wewenang, tidak melakukan perbuatan yang
merendahkan martabat, mendahulukan kepentingan klien, berani berinisiatif dan
berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata menunggu perintah atasan, dan
tidak mengisolasi diri dari pergaulan.
3. Bertanggung jawab. Dalam menjalankan tugasnya professional hukum wajib
bertanggung jawab, artinya yaitu kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas
apa saja yang masuk ruang lingkup profesinya serta bertindak secara proporsional,
tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma.
4. Kemandirian Moral. Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak
mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan membentuk
penilaian sendiri. Mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat
mayoritas, tidak terpengaruh oleh pertimbangan untung rugi, menyesuaikan diri
dengan nilai kesusilaan agama.
5. Keberanian Moral. Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suatu hati nurani
yang menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut
antara lain: menolak segala bentuk korupsi, kolusi, suap, pungli; menolak tawaran
damai di tempat atas tilang karena pelanggaran lalu lintas jalan raya; dan menolak
segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah.
2.2.5. Ketentuan Kewajiban Kode Etik Profesi Hukum.
7
Pelanggaran dalam bidang hukum, dapat dilihat dengan adanya peraturan-peraturan
mengenai profesi pada umumnya mengandung hak-hak yang fundamental dan mempunyai
aturan-aturan mengenai tingkah laku dalam melaksanakan profesinya, ini terwujud dalam
Kode Etik Profesi sebagai keharusan, kewajiban. Dengan demikian ketentuan dalam kode
etik dapat dikualifikasikan sebagai normatif etik yang mempunyai kaitanya dengan hukum,
dan mengandung ketenuan-ketentuan mengenai :15
1. Kewajiban pada diri sendiri;
2. Kewajiban pada masyarakat umum;
3. Kewajiban kerekanan;
4. Kewajiban pada orang ataupun profesi yang dilayani.
2.3. Tinjauan Umum Mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah
2.3.1. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 pasal 1
angka 4 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dikatakan bahwa Pejabat
pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi
kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai
hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
2.3.2. Tugas Pokok Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Berdasarkan pasal 2 angka 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37
Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Pejabat Pembuat Akta Tanah
atau PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan
menbuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai ha katas
tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran
perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum.
15 ? Livia P. Velle, Peranan Etika Profesi Hukum terhadap Upaya Penegakan Hukum di Indonesia, Lex Crimen, Volume. 1, Nomor. 3 (Juli-September 2012). Hlm. 25
8
Penjelasan mengenai perbuatan hukum yang tertulis dalam pasal 2 angka 1 tersebut
diuraikan lebih rinci dalam pasal 2 angka 1 Peraturan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 yaitu:16
a. Jual beli;
b. Tukar menukar;
c. Hibah;
d. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
e. Pembagian hak bersama;
f. Pemberian Hak Guna Bangunan/ Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik
g. Pemberian Hak Tangungan;
h. Pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan.
2.3.3. Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Dalam bunyi pasal 4 angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
37 Tahun 1998 Pejabat Pembuat Akta Tanah hanya berwenang membuat akta mengenai hak
atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah
kerjanya.17
Akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan, dan akta pembagian hak
bersama mengenai beberapa hak atas tanah dan hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang
tidak semuanya terletak di dalam daerah kerja seorang PPAT dapat dibuat oleh PPAT yang
daerah kerjanya meliputi salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun yang haknya
menjadi obyek perbuatan hukum dalam akta.
16 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 199817 Ibid.
9
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3.1. Kode Etik Profesi PPAT dalam Pengembangan Profesi Hukum
Dalam kenyataannya, di tengah-tengah masyarakat sering terjadi penyalahgunaan
profesi hukum oleh anggotanya sendiri. Terjadinya penyalahgunaan profesi hukum tersebut
disebabkan oleh adanya faktor kepentingan. Sumaryono mengatakan bahwa penyalahgunaan
dapat terjadi karena adanya persaingan individu professional hukum atau tidak adanya
disiplin diri. Dalma profesi hukum dapat dilihat dua hal yang saling berkontradiksi satu sama
lain, yaitu di satu sisi, cita-cita etika yang terlalu tinggi, dan di sisi lain praktik
pengembangan hukum yang berada jauh di bawah cita-cita tersebut. Selain itu,
penyalahgunaan profesi hukum terjadi karena desakan pihak klien yang menginginkan
perkaranya cepat selesai dan tentunya ingin menang. Klien kadangkala tidak segan-segan
menawarkan bayaran yang menggiurkan baik kepada penasihat hukum ataupun hakim yang
memeriksa perkara.18
Dewasa ini telah banyak profesi hukum yang dilahirkan oleh universitas ternama di
Indonesia. Profesi hukum merupakan bagian yang sangat penting dalam pelaksanaan
pembangunan di Indonesia maka dari itu dibutuhkan para sarjana hukum yang berkompeten.
Dalam buku yang berjudul “Runtuhnya Etik Hukum” Oleh J. E. Sahetapy penulis
menjabarkan klasifikasi para calon sarjana hukum yang dilahirkan oleh Universitas Airlangga
yaitu antara lain:19
memiliki kemampuan dan kecakapan dalam menganalisis,
kemampuan hukum substantive,
kecakapan dasar untuk bekerja,
pengenalan akan lingkungan lembaga dan pranata hukum,
18 Supriadi, Op.cit. Hlm. 2219 J.E. Sahetapy. Op.cit. hlm. 86
10
kesadaran akan lingkungan yang secara keseluruhan non hukum,
kemampuan untuk mengambil keputusan yang bijaksana, dan
kepercayaan akan kemampuan sendiri untuk memahami, menganalisis, dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Namun satu hal yang harus menjadi ciri utama dan yang pertama serta yang paling
esensial adalah faktor kejujuran , kebenaran serta kepekaan untuk segala permasalahan sosial
yang ada, di mana bukan saja hukum harus diterapkan, melainkan juga keadilan harus
ditegakkan. Diharapkan segala individu yang berprofesi hukum memiliki kualifikasi sarajan
hukum seperti yang dilahirkan oleh Universitas Airlangga, karena dengan begitu maka para
profesi hukum dalam menjalankan tugas jabatannya akan sesuai dengan kode etik profesinya
dan kompeten di dalam bidang yang digelutinya.
Pemalsuan surat yaitu akta jual beli antara Hj. Kallo dan H. Dalle yang dilakukan oleh
Notaris/PPAT Zirmayanto merupakan suatu tindak pidana pemalsuan, dalam hal ini
perbuatan Zirmayanto dapat dikenai pasal 263 ayat 1 KUHP tentang pemalsuan surat yang
berbunyi:
“Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”
Berdasarkan ketentuan pada bunyi pasal 263 ayat 1 KUHP di atas dijelasakan bahwa
perbuatan Zirmayanto dapat dikenai hukuman pidana penjara, dan pengaturan lebih lanjut
mengenai jenis surat yang dipalsukan dapat dilihat pada pasal 264 ayat 1 angka 1 KUHP
yang dikatakan diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun jika dilakukan
terhadap akta-akta otentik.
Bunyi pasal 4 angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37
Tahun 1998 Pejabat Pembuat Akta Tanah hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas
11
tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya.
Dalam ketentuan pasal tersebut Pejabat Pembuat Akta Tanah memiliki wewenang untuk
membuat akta hak atas tanah, namun Zirmayanto dalam kasus ini melakukan penyimpangan
dalam wewenangnya atas jabatan yang dimiliki, ia melakukan pemalsuan surat atau akta jual
beli atas tanah dan pengalihan hak atas tanah yang menyebabkan peralihan hak atas tanah
antara Hj. Kallo kepada H. Dalle. Hal ini membuat kerugian secara materi terhadap Hj. Kallo.
Etika profesi merupakan sikap hidup yang mana berupa kesediaan untuk memberikan
pelayanan secara professional di bidang hukum terhadap masyarakat dengan keterlibatan
penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas yang berupa
kewajiban terhadap masyarakat yang membutuhkan pelayanan hukum dengan refleksi yang
saksama, dan oleh karena itulah dalam melaksanakan profesi terdapat kaidah-kaidah pokok
berupa etika profesi salah satunya ialah pelayanan professional dalam mendahulukan
kepentingan klien atau pasien mengacu kepada kepentingan atau nilai-nilai luhur sebagai
norma kritik yang memotivasi sikap dan tindak.20Tindak pidana pemalsuan yang dilakukan
oleh Zirmayanto jauh dari sikap profesionalisme yang berprofesi hukum sebagai
Notaris/PPAT, ia dalam tindak pidana tersebut tidak mendahulukan kepentingan kliennya
yang dimana seharusnya dipegang teguh.
Perilaku profesi yang harus dimiliki Notaris/PPAT antara lain (1) integritas moral
yang mantap; (2). jujur, dan (3)sadar terhadap batas-batas kewenangannya. Jadi notaris/PPAT
harus menaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku tentang seberapa jauh ia dapat
bertindak dan apa yang boleh serta apa yang tidak boleh dilakukan. Apabila ketentuan yang
dilarang telah dilanggar maka akta yang bersangkutan akan kehilangan daya otentiknya.
Kode etik juga berperan penting sebagai sarana kontrol sosial, selain untuk mencegah
pengawasan ataupun campur tangan yang dilakukan pemerintah atau oleh masyarakat juga
20 Supriadi, Op. cit. hlm. 2512
kode etik juga memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan profesi
notaris/PPAT untuk sedapat mungkin mencegah kesalahpahaman dan konflik.21
Perbuatan Zirmayanto terhadap tindakannya tersebut tidak mencerminkan etika
profesi Notaris/PPAT yang baik, ia tidak memiliki perilaku integritas moral yang mantap
dengan tindakannya. Tindakan pemalsuan tersebut menunjukkan moral Zirmayanto memiliki
moral sebagai penjahat yang dimana merugikan klien tidak bersalah. Zirmayanto juga tidak
memiliki perilaku jujur dalam pelaksanaan jabatannya, padahal negara Indonesia saat ini
sedang krisis terhadap orang-orang profesi hukum yang memiliki sifat jujur, hal ini
menjadikan turunnya kepercayaan masyarakat, namun dalam hal ini Zirmayanto tidak
melampaui batas-batas wewenangnya karena ia merupakan notaris/PPAT yang memiliki
wewenang untung menerbitkan akta jual beli dan membuat hak milik tas tanah tetapi ia telah
menyalahgunakan wewenangnya dalam pelaksanaan tugas jabatannya.
Untuk meminimalisir tindakan yang dilakukan oleh Zirmayanto, seharusnya kriteria
dalam pengangkatan jabatan Notaris/PPAT lebih ditegaskan, kriteria itu dapat berupa:22
1. Memiliki dasar ilmu pengetahuan dan pengalaman serta keterampilan yang
memadai;
2. Ada lembaga pengajaran, pendidikan, dan latihan dengan tangguung jawab
profesinya;
3. Ada organisasi profesi yang bersangkutan dan di samping mutlak sebagai
anggota juga pendukung dengan kepedulian, dedikasi, serta loyalitas tinggi;
4. Adat aturan masuk dalam kelompok profesi, mempunyai kode etik, dan
mempunyai standar proforma.
DAFTAR PUSTAKA
21 Endang Purwaningsih, Penegakan Hukum Jabatan Notaris dalam Pembuatan Perjanjian berdasarkan Pancasila dalam Rangka Kepastian Hukum, Adil, Volume 2, Nomor 3 (Desember 2011) hlm. 329
22 Supriadi, Op.cit. hlm.2613
BUKU
Muhammad, Abdulkadir. 2001. Etika Profesi Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Sahetapy, J.E. 2009. Runtuhnya Etik Hukum. Jakarta: Penerbit Buku Kompas
Supriadi. 2006. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta: Sinar
Grafika
Wahid, Abdul., Muhibbin, Moh. 2009. Etika Profesi Hukum: Rekonstruksi Citra Peradilan di
Indonesia. Malang: Bayumedia Publishing.
JURNAL
Muresan, Valentin. 2012. A Pluralist Ethical Decision-making Procedure. Journal of Applied
Ethics and Philosophy. 4 (1). 11-21.
Pelle, Livia V. 2012. Peranan Etika profesi Hukum Terhadap Upaya Penegakan Hukum di
Indonesia. Lex Crimen. 1(3). 23-37.
Purwaningsih, Endang. 2011. Penegakan Hukum Jabatan Notaris dalam Pembuatan
Perjanjian berdasarkan Pancasila dalam Rangka Kepastian Hukum.Adil. 2 (3). 323-
335
Sidharta, Arief. 2015. Etika dan Kode Etik Profesi Hukum. Veritas et Justitia. 1 (1). 220-249
INTERNET
Asbudi Dwi Saputra, Muhadir, dan Syamsuddin Muchtar, Pertanggungjawaban Pidana
Notaris/PPAT selaku pejabat umum dalam pemalsuan dokumen akta tanah. Diakses
dari http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/e228304719ccbae685268cd0d9bb851d.pdf,
pada tanggal 10 November 2015
14
15