Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum

24
Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur II Mata Kuliah Etika Profesi Hukum yang Dibina oleh Ibu Yuliati, SH., LL.M. dan Ibu. Shanti Riskawati, SH., M.Kn. KELAS A KELOMPOK 8 Elizabeth Irianti 125010100111061 Sekar Maudytama 125010107111125 Prawatiya Kusumapamungkas 125010107111135 Arindra Putra 125010107111160 Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

description

Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum

Transcript of Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum

Page 1: Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum

Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi

Hukum

Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur II Mata Kuliah Etika Profesi Hukum yang

Dibina oleh Ibu Yuliati, SH., LL.M. dan Ibu. Shanti Riskawati, SH., M.Kn.

KELAS A

KELOMPOK 8

Elizabeth Irianti 125010100111061

Sekar Maudytama 125010107111125

Prawatiya Kusumapamungkas 125010107111135

Arindra Putra 125010107111160

Fakultas Hukum

Universitas Brawijaya

Malang

2015

Page 2: Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perjalanan hidup manusia memang sering kali dihadapkan dengan kerangka

berpikir soal moral atau etika. Ketika manusia terlibat dalam diskursus soal moral ini,

sebenarnya dirinya telah atau sedang memulai menunjukkan model berperilaku yang

sejalan dengan standar moral atau tidak.1

Kehidupan manusia adalah terikat dengan norma-norma. Tanpa terikat dan

berpijak dengan norma-norma, manusia akan banyak menemui dan dihadapkan

dengan berbagai bentuk kesulitan yang tidak mudah diatasi. Bahkan, bukan tidak

mungkin kesulitan-kesulitan yang datangnya bertubi-tubi menyerang kehidupannya

dapat menjerumuskan pada kehancuran. Tidak salah kemudian jika ada yang

mengaitkan antara posisi kehancuran suatu bangsa dan negara dengan etika. Artinya,

ketika etika tidak lagi ditempatkan sebagai kekuatan utama dan fondasi istimewa

manusia, maka hidup manusia menjadi kehilangan makna.2

Ketika manusia memperbincangkan tentang makna, tujuan dan fungsi

kehidupannya, maka sulit hal itu untuk melepaskan atau membebaskan diri dari

perbincangan tentang esensi dan eksistensi norma-norma, sebab di dalam norma-

norma itu terkandung nilai-nilai yang menjanjikan manusia pada kesenangan,

kebahagiaan, ketenangan dan keselamatan.3

Dalam hubungan hidup bermasyarakat setiap manusia berpegang pada kaidah

moral sebagai acuan perilakunya. Kaidah moral ini kemudian dijelmakan ke dalam

1 ? Abdul Wahid dan Moh Muhibbin, Etika Profesi Hukum: Rekonstruksi Citra Peradilan di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, 2009. hlm.22 ? Ibid. hlm. 43 ? Ibid.

1

Page 3: Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum

kaidah sosial yang menjadi cermin setiap perbuatan hidup bermasyarakat, yang

disebut hukum kebiasaan. Hukum kebiasaan ini dihargai dan dipatuhi secara sadar

oleh setiap anggota masyarakat. Tujuan hidup bermasyarakat ialah terpeliharanya

ketertiban, kestabilan, dan kebahagiaan berdasarkan hukum kebiasaan.4

Tetapi karena manusia memilki keterbatasan, kelemahan, seperti berbuat

khilaf, keliru, maka tidak mustahil suatu ketika terjadi penyimpangan atau

pelanggaran kaidah sosial yang menimbulkan keadaan tidak tertib, tidak stabil yang

perlu dipulihkan kembali. Untuk menegakkan ketertiban dan menstabilkan keadaan

diperlukan sarana pendukung, yaitu organisasi masyarakat dan organisasi negara.

Dalam bidang hukum, organisasi masyarakat itu dapat berupa profesi hukum yang

berpedoman pada kode etik. Dalam bidang kenegaraan, organisasi masyarakat itu

adalah negara yang berpedoman pada undang-undang. Melalui organisasi tersebut

diharapkan dapat dipulihkan ketertiban dan kestabilan.5

Dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan seseorang berprofesi

hukum yang memiliki kewenangan untuk membuat akta mengenai ha katas tanah dan

Hak Atas Satuan Rumah Susun masih dijumpai penyimpangan etika dalam

prakteknya, hal ini dilihat dari salah satu kasus yang dilakukan oleh Zirmayanto

Notaris/PPAT asal Sulawesi Selatan di Kota Palopo. Zirmayanto membuat surat palsu

kerena sebagian bahkan hampir seluruhnya akta jual beli tanah serta akta hak milik

atas tanah antara Hj. Kallo terhadap H. Dalle tersebut memuat keterangan palsu. Pada

awalnya Zirmayanto diperintahkan oleh pihak bank untuk membuat suatu akta jual

beli dan membuat akta yang mengalihkan hak atas tanah, namun pihak bank dengan

perintahnya memberikan syarat bahwa harus adanya kesepakatan dan mengetahui

antara kedua belah pihak yaitu antara penjual dan pembeli. Zirmayanto tidak

menghiraukan hal tersebut dan kemudian untuk mempercepat prosesnya, ia segera 4 ? Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001. hlm. 75 ? Ibid.

2

Page 4: Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum

melakukan pembuatan akta jual beli dan hak atas milik tanah tanpa adanya

sepengetahuan oleh pihak-pihak yang berkaitan. Mulai dari bagian awal akta yang

menyebutkan para pihak hadir namun dalam kenyataannya para pihak tidak pernah

bertemu dengan Notaris, pada akhir akta yaitu cap jempol palsu yang tertera sebagai

persetujuan para pihak juga palsu. Kemudian pada kalimat selanjutnya dari unsur ini

yang menyebutkan bahwa dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau

pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal.

Unsur ini juga telah terbukti karena dengan terbitnya akta jual beli tersebut sehingga

beralihlah hak kepemilikan dari Hj. Kallo kepada H. Dalle. 6

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana tindak pidana pemalsuan yang dilakukan oleh Zirmayanto

dikaitkan dengan etika profesi Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam

Pengembangan Hukum?

BAB II

6Asbudi Dwi Saputra, Muhadir, dan Syamsuddin Muchtar, Pertanggungjawaban Pidana Notaris/PPAT selaku pejabat umum dalam pemalsuan dokumen akta tanah. Diakses dari http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/e228304719ccbae685268cd0d9bb851d.pdf, pada tanggal 10 November 2015

3

Page 5: Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Etika

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa etika adalah ilmu tentang apa

yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. Dalam kaitannya

dengan kata etika tersebut, Bartens menjelaskan etika berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu

ethos dalam bentuk tunggal yang berarti adat kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik.

Bentuk jamak dari ethos adalah ta etha artinya adat kebiasaan. Dari bentuk jamak ini

terbentuklah istilah etika yang oleh filsuf Yunani, Aristoteles sudah dipakai untuk

menunjukkan sifat moral.7

Terlepas dari pengertian mengenai etika, dalam Journal of Applied Ethics and

Philosophy yang berjudul A Pluralist Ethical Decision-making Procedure oleh Valentin

Muresan dikatakan bahwa:8

“Ethical methodological pluralism is a doctrine that claims that: there are several explanations of morality, not one, and that they may be in a state of conflict ... Each of them also gives a partial truth of the matter and each approach also provides a check on the other. We do not look at the conflicts between these branches as bad, at least not always ... Chance to discover the mistakes sooner is enhanced when each branch is critically scrutinizing the other ... Ethical pluralism has as a model a healthy government in which diversity,disagreement,compromise and consensus are signs of vitality”

Dari pernyataan diatas menyatakan bahwa pluralisme etika memiliki model

pemerintahan yang sehat di mana keragaman, perselisihan , kompromi dan konsensus adalah

tanda-tanda vitalitas.

2.2. Tinjauan Umum Mengenai Profesi Hukum

2.2.1. Pengertian Profesi

7 ? Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006. Hlm. 78 ? Valentin Muresan, A Pluralist Ethical Decision-making Procedure, Journal of Applied Ethics and Philosophy, Vol. 4 (September 2012). Hlm. 12

4

Page 6: Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum

Dalam Kamus Besar Bahsa Indonesia dijelaskan pengertian mengenai profesi adalah

bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan

sebagainya) tertentu.9 Perkataan profesi diartikan sebagai pekerjaan (tetap) untuk

memperoleh nafkah, yang legal maupun yang tidak. Jadi, profesi diartikan sebagai setiap

pekerjaan untuk memperoleh uang. Dalam arti yang lebih teknis, profesi diartikan sebagai

setiap kegiatan tetap tertentu untuk memperoleh nafkah yang dilaksanakan secara berkeahlian

yang berkaitan dengan cara berkarya dan hasil karya yang bermutu tinggi dengan menerima

bayaran yang tinggi.10

2.2.2. Pentingnya Etika Profesi

Perlu diketahui pula, bahwa etika profesi sangat diperlukan karena beberapa

pertimbangan sebagai berikut:11

1. Kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik, juga dalam bidang moral,

sehingga kita bingung harus mengikuti moralitas yang sama;

2. Modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur kebutuhan dan nilai

masyarakat yang akibatnya menantang pandangan-pandangan moral tradisional;

3. Adanya pelbagai ideologi yang menawarkan diri sebagai penuntun hidup yang

masing-masing dengan alasannya sendiri mengajarkan bagaimana manusia harus

hidup;

4. Etika juga diperlukan oleh kaum beragama yang di satu pihak diperlukan untuk

menemukan dasar kemantapan dalam iman kepercayaan mereka.

2.2.3. Sekilas Profesi Hukum

Profesi hukum berkaitan dengan masalah mewujudkan dan memelihara ketertiban

yang berkeadilan di dalam kehidupan bermasyarakat. Ketertiban yang berkeadilan itu adalah 9 ? Supriadi.Op.cit. hlm. 1610 ? Arief Sidharta, Etika dan Kode Etik Profesi Hukum, Veritas et Justitia, Volume 1, Nomor 1 (Juni 2015). Hlm. 22211 ? Abdul Wahid dan Moh Muhibbin, Op. cit. Hlm. 108

5

Page 7: Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum

kebutuhan dasar manusia, karena hanya dalam situasi demikian manusia dapat menjalani

kehidupannya secara wajar, yakni sesuai dengan martabat kemanusiaanya. Keadilan adalah

nilai dan keutamaan yang paling luhur dan merupakan unsur esensial dari martabat manusia.

Oliver W. Holmes Jr. dalam pidato di hadapan Suffolk Bar Association mengatakan bahwa “

of all secular professions this has the highest standardt” (dari semua profesi sekular, profesi

ini memiliki standar yang paling tinggi) Hukum, kaidah-kaidah hukum positif, kesadaran

hukum, kesadaran etis dan keadilan bersumber pada penghormatan terhadap martabat

manusia.12

Dewasa ini keadaan hukum belum lagi kalau dibicarakan hak asasi manusia , tidak

saja sudah menjadi rancu, tetapi pemahaman terhadap hukum juga sudah menjadi kacau. Para

birokrat tinggi maupun rendah, para penatar Ekaprasetia Pancakarsa, mengobral makna

negara hukum tanpa menyadari bahwa hukum dewasa ini sudah dirusakan, para sarjana

hukum acap kali melalui profesinya sudah melacurkan ilmunya.13

2.2.4. Nilai Moral Profesi Hukum

Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan

luhur. Setiap professional dituntut supaya memiliki nilai moral yang kuat. Fran Magnis

Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat mendasari kepribadian

professional hukum. Kelima kriteria tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:14

1. Kejujuran. Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka professional hukum

mengingkari misi profesinya, sehingga dia menjadi munafik, licik, penuh tipu diri.

Dua sikap yang terdapat dalam kejujuran, yaitu yang pertama sikap terbuka. Ini

berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan melayani secara bayaran atau secara

cuma-cuma. Kedua sikap wajar, ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak

12 ? Arief Sidharta, Op. cit. hlm. 23213 ? J.E. Sahetapy, Runtuhnya Etik Hukum, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta. Hlm. 8714 ? Supriadi, Op. cit. hlm. 19

6

Page 8: Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum

berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, dan tidak

memeras.

2. Autentik. Autentik artinya menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan

keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Autentik pribadi professional hukum

antara lain: tidak menyalahgunakan wewenang, tidak melakukan perbuatan yang

merendahkan martabat, mendahulukan kepentingan klien, berani berinisiatif dan

berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata menunggu perintah atasan, dan

tidak mengisolasi diri dari pergaulan.

3. Bertanggung jawab. Dalam menjalankan tugasnya professional hukum wajib

bertanggung jawab, artinya yaitu kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas

apa saja yang masuk ruang lingkup profesinya serta bertindak secara proporsional,

tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma.

4. Kemandirian Moral. Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak

mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan membentuk

penilaian sendiri. Mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat

mayoritas, tidak terpengaruh oleh pertimbangan untung rugi, menyesuaikan diri

dengan nilai kesusilaan agama.

5. Keberanian Moral. Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suatu hati nurani

yang menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut

antara lain: menolak segala bentuk korupsi, kolusi, suap, pungli; menolak tawaran

damai di tempat atas tilang karena pelanggaran lalu lintas jalan raya; dan menolak

segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah.

2.2.5. Ketentuan Kewajiban Kode Etik Profesi Hukum.

7

Page 9: Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum

Pelanggaran dalam bidang hukum, dapat dilihat dengan adanya peraturan-peraturan

mengenai profesi pada umumnya mengandung hak-hak yang fundamental dan mempunyai

aturan-aturan mengenai tingkah laku dalam melaksanakan profesinya, ini terwujud dalam

Kode Etik Profesi sebagai keharusan, kewajiban. Dengan demikian ketentuan dalam kode

etik dapat dikualifikasikan sebagai normatif etik yang mempunyai kaitanya dengan hukum,

dan mengandung ketenuan-ketentuan mengenai :15

1. Kewajiban pada diri sendiri;

2. Kewajiban pada masyarakat umum;

3. Kewajiban kerekanan;

4. Kewajiban pada orang ataupun profesi yang dilayani.

2.3. Tinjauan Umum Mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah

2.3.1. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 pasal 1

angka 4 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dikatakan bahwa Pejabat

pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi

kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai

hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

2.3.2. Tugas Pokok Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Berdasarkan pasal 2 angka 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37

Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Pejabat Pembuat Akta Tanah

atau PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan

menbuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai ha katas

tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran

perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum.

15 ? Livia P. Velle, Peranan Etika Profesi Hukum terhadap Upaya Penegakan Hukum di Indonesia, Lex Crimen, Volume. 1, Nomor. 3 (Juli-September 2012). Hlm. 25

8

Page 10: Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum

Penjelasan mengenai perbuatan hukum yang tertulis dalam pasal 2 angka 1 tersebut

diuraikan lebih rinci dalam pasal 2 angka 1 Peraturan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 yaitu:16

a. Jual beli;

b. Tukar menukar;

c. Hibah;

d. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);

e. Pembagian hak bersama;

f. Pemberian Hak Guna Bangunan/ Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik

g. Pemberian Hak Tangungan;

h. Pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan.

2.3.3. Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Dalam bunyi pasal 4 angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

37 Tahun 1998 Pejabat Pembuat Akta Tanah hanya berwenang membuat akta mengenai hak

atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah

kerjanya.17

Akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan, dan akta pembagian hak

bersama mengenai beberapa hak atas tanah dan hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang

tidak semuanya terletak di dalam daerah kerja seorang PPAT dapat dibuat oleh PPAT yang

daerah kerjanya meliputi salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun yang haknya

menjadi obyek perbuatan hukum dalam akta.

16 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 199817 Ibid.

9

Page 11: Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum

BAB III

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1. Kode Etik Profesi PPAT dalam Pengembangan Profesi Hukum

Dalam kenyataannya, di tengah-tengah masyarakat sering terjadi penyalahgunaan

profesi hukum oleh anggotanya sendiri. Terjadinya penyalahgunaan profesi hukum tersebut

disebabkan oleh adanya faktor kepentingan. Sumaryono mengatakan bahwa penyalahgunaan

dapat terjadi karena adanya persaingan individu professional hukum atau tidak adanya

disiplin diri. Dalma profesi hukum dapat dilihat dua hal yang saling berkontradiksi satu sama

lain, yaitu di satu sisi, cita-cita etika yang terlalu tinggi, dan di sisi lain praktik

pengembangan hukum yang berada jauh di bawah cita-cita tersebut. Selain itu,

penyalahgunaan profesi hukum terjadi karena desakan pihak klien yang menginginkan

perkaranya cepat selesai dan tentunya ingin menang. Klien kadangkala tidak segan-segan

menawarkan bayaran yang menggiurkan baik kepada penasihat hukum ataupun hakim yang

memeriksa perkara.18

Dewasa ini telah banyak profesi hukum yang dilahirkan oleh universitas ternama di

Indonesia. Profesi hukum merupakan bagian yang sangat penting dalam pelaksanaan

pembangunan di Indonesia maka dari itu dibutuhkan para sarjana hukum yang berkompeten.

Dalam buku yang berjudul “Runtuhnya Etik Hukum” Oleh J. E. Sahetapy penulis

menjabarkan klasifikasi para calon sarjana hukum yang dilahirkan oleh Universitas Airlangga

yaitu antara lain:19

memiliki kemampuan dan kecakapan dalam menganalisis,

kemampuan hukum substantive,

kecakapan dasar untuk bekerja,

pengenalan akan lingkungan lembaga dan pranata hukum,

18 Supriadi, Op.cit. Hlm. 2219 J.E. Sahetapy. Op.cit. hlm. 86

10

Page 12: Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum

kesadaran akan lingkungan yang secara keseluruhan non hukum,

kemampuan untuk mengambil keputusan yang bijaksana, dan

kepercayaan akan kemampuan sendiri untuk memahami, menganalisis, dan

menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Namun satu hal yang harus menjadi ciri utama dan yang pertama serta yang paling

esensial adalah faktor kejujuran , kebenaran serta kepekaan untuk segala permasalahan sosial

yang ada, di mana bukan saja hukum harus diterapkan, melainkan juga keadilan harus

ditegakkan. Diharapkan segala individu yang berprofesi hukum memiliki kualifikasi sarajan

hukum seperti yang dilahirkan oleh Universitas Airlangga, karena dengan begitu maka para

profesi hukum dalam menjalankan tugas jabatannya akan sesuai dengan kode etik profesinya

dan kompeten di dalam bidang yang digelutinya.

Pemalsuan surat yaitu akta jual beli antara Hj. Kallo dan H. Dalle yang dilakukan oleh

Notaris/PPAT Zirmayanto merupakan suatu tindak pidana pemalsuan, dalam hal ini

perbuatan Zirmayanto dapat dikenai pasal 263 ayat 1 KUHP tentang pemalsuan surat yang

berbunyi:

“Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”

Berdasarkan ketentuan pada bunyi pasal 263 ayat 1 KUHP di atas dijelasakan bahwa

perbuatan Zirmayanto dapat dikenai hukuman pidana penjara, dan pengaturan lebih lanjut

mengenai jenis surat yang dipalsukan dapat dilihat pada pasal 264 ayat 1 angka 1 KUHP

yang dikatakan diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun jika dilakukan

terhadap akta-akta otentik.

Bunyi pasal 4 angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37

Tahun 1998 Pejabat Pembuat Akta Tanah hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas

11

Page 13: Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum

tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya.

Dalam ketentuan pasal tersebut Pejabat Pembuat Akta Tanah memiliki wewenang untuk

membuat akta hak atas tanah, namun Zirmayanto dalam kasus ini melakukan penyimpangan

dalam wewenangnya atas jabatan yang dimiliki, ia melakukan pemalsuan surat atau akta jual

beli atas tanah dan pengalihan hak atas tanah yang menyebabkan peralihan hak atas tanah

antara Hj. Kallo kepada H. Dalle. Hal ini membuat kerugian secara materi terhadap Hj. Kallo.

Etika profesi merupakan sikap hidup yang mana berupa kesediaan untuk memberikan

pelayanan secara professional di bidang hukum terhadap masyarakat dengan keterlibatan

penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas yang berupa

kewajiban terhadap masyarakat yang membutuhkan pelayanan hukum dengan refleksi yang

saksama, dan oleh karena itulah dalam melaksanakan profesi terdapat kaidah-kaidah pokok

berupa etika profesi salah satunya ialah pelayanan professional dalam mendahulukan

kepentingan klien atau pasien mengacu kepada kepentingan atau nilai-nilai luhur sebagai

norma kritik yang memotivasi sikap dan tindak.20Tindak pidana pemalsuan yang dilakukan

oleh Zirmayanto jauh dari sikap profesionalisme yang berprofesi hukum sebagai

Notaris/PPAT, ia dalam tindak pidana tersebut tidak mendahulukan kepentingan kliennya

yang dimana seharusnya dipegang teguh.

Perilaku profesi yang harus dimiliki Notaris/PPAT antara lain (1) integritas moral

yang mantap; (2). jujur, dan (3)sadar terhadap batas-batas kewenangannya. Jadi notaris/PPAT

harus menaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku tentang seberapa jauh ia dapat

bertindak dan apa yang boleh serta apa yang tidak boleh dilakukan. Apabila ketentuan yang

dilarang telah dilanggar maka akta yang bersangkutan akan kehilangan daya otentiknya.

Kode etik juga berperan penting sebagai sarana kontrol sosial, selain untuk mencegah

pengawasan ataupun campur tangan yang dilakukan pemerintah atau oleh masyarakat juga

20 Supriadi, Op. cit. hlm. 2512

Page 14: Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum

kode etik juga memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan profesi

notaris/PPAT untuk sedapat mungkin mencegah kesalahpahaman dan konflik.21

Perbuatan Zirmayanto terhadap tindakannya tersebut tidak mencerminkan etika

profesi Notaris/PPAT yang baik, ia tidak memiliki perilaku integritas moral yang mantap

dengan tindakannya. Tindakan pemalsuan tersebut menunjukkan moral Zirmayanto memiliki

moral sebagai penjahat yang dimana merugikan klien tidak bersalah. Zirmayanto juga tidak

memiliki perilaku jujur dalam pelaksanaan jabatannya, padahal negara Indonesia saat ini

sedang krisis terhadap orang-orang profesi hukum yang memiliki sifat jujur, hal ini

menjadikan turunnya kepercayaan masyarakat, namun dalam hal ini Zirmayanto tidak

melampaui batas-batas wewenangnya karena ia merupakan notaris/PPAT yang memiliki

wewenang untung menerbitkan akta jual beli dan membuat hak milik tas tanah tetapi ia telah

menyalahgunakan wewenangnya dalam pelaksanaan tugas jabatannya.

Untuk meminimalisir tindakan yang dilakukan oleh Zirmayanto, seharusnya kriteria

dalam pengangkatan jabatan Notaris/PPAT lebih ditegaskan, kriteria itu dapat berupa:22

1. Memiliki dasar ilmu pengetahuan dan pengalaman serta keterampilan yang

memadai;

2. Ada lembaga pengajaran, pendidikan, dan latihan dengan tangguung jawab

profesinya;

3. Ada organisasi profesi yang bersangkutan dan di samping mutlak sebagai

anggota juga pendukung dengan kepedulian, dedikasi, serta loyalitas tinggi;

4. Adat aturan masuk dalam kelompok profesi, mempunyai kode etik, dan

mempunyai standar proforma.

DAFTAR PUSTAKA

21 Endang Purwaningsih, Penegakan Hukum Jabatan Notaris dalam Pembuatan Perjanjian berdasarkan Pancasila dalam Rangka Kepastian Hukum, Adil, Volume 2, Nomor 3 (Desember 2011) hlm. 329

22 Supriadi, Op.cit. hlm.2613

Page 15: Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum

BUKU

Muhammad, Abdulkadir. 2001. Etika Profesi Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

Sahetapy, J.E. 2009. Runtuhnya Etik Hukum. Jakarta: Penerbit Buku Kompas

Supriadi. 2006. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta: Sinar

Grafika

Wahid, Abdul., Muhibbin, Moh. 2009. Etika Profesi Hukum: Rekonstruksi Citra Peradilan di

Indonesia. Malang: Bayumedia Publishing.

JURNAL

Muresan, Valentin. 2012. A Pluralist Ethical Decision-making Procedure. Journal of Applied

Ethics and Philosophy. 4 (1). 11-21.

Pelle, Livia V. 2012. Peranan Etika profesi Hukum Terhadap Upaya Penegakan Hukum di

Indonesia. Lex Crimen. 1(3). 23-37.

Purwaningsih, Endang. 2011. Penegakan Hukum Jabatan Notaris dalam Pembuatan

Perjanjian berdasarkan Pancasila dalam Rangka Kepastian Hukum.Adil. 2 (3). 323-

335

Sidharta, Arief. 2015. Etika dan Kode Etik Profesi Hukum. Veritas et Justitia. 1 (1). 220-249

INTERNET

Asbudi Dwi Saputra, Muhadir, dan Syamsuddin Muchtar, Pertanggungjawaban Pidana

Notaris/PPAT selaku pejabat umum dalam pemalsuan dokumen akta tanah. Diakses

dari http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/e228304719ccbae685268cd0d9bb851d.pdf,

pada tanggal 10 November 2015

14

Page 16: Makalah Peran Etika Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembangan Profesi Hukum

15