Makalah Pengelolaan Stress Dalam Dunia Kerja
Transcript of Makalah Pengelolaan Stress Dalam Dunia Kerja
PSIKOLOGI INDUSTRI“PENGELOLAAN STRES DALAM DUNIA KERJA”
Disusun oleh :EKA FATMAWATI 11862012907
Dosen :Dra. Hj. ALPHA ARIANI, M.Pd
UNIVERSITAS ACHMAD YANIFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN BIMBINGAN KONSELINGBANJARBARU
2012
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat, hidayah,
serta inayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktu
yang telah ditentukan. Pada kesempatan ini dengan segala hormat dan kerendahan
hati, saya mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing, kerabat dan
teman-teman sekalian yang mana telah membantu dalam menyelesaikan tugas
saya ini dengan baik.
Saya menyadari bahwa dalam pembuatan tugas ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan, untuk itu saya selaku penulis memohon saran dan
kritiknya yang bersifat membangun demi perbaikan bagi tugas saya selanjutnya.
Harapan saya semoga apa yang telah saya tuliskan dalam tugas ini dapat
bermanfaat bagi mahasiswa seluruhnya terutama bagi mahasiswa S1 FKIP
Universitas Achmad Yani Banjarmasin.
Banjarbaru, Desember 2012
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... : iDAFTAR ISI ................................................................................................... : iiBAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. : 11.2 Tujuan Makalah ................................................................................ : 2
BAB II. ISI2.1. Pengertian Stres Kerja …..………………………………………… : 3
2.2. Hal-Hal yang dapat Menimbulkan Stres …………………………... : 5
2.3. Gejala-Gejala Stres Kerja ………………......................................... : 6
2.4. Dampak Stres Kerja ………………………………………………...: 6
2.5. Tindakan-Tindakan Mengatasi Stres ..…........................................... : 7
2.6. Hubungan Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja ..………………….. : 10
2.7. Pentingnya Motivasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Produktivitas .. : 12
BAB III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan ....................................................................................... : 16
3.2. Saran ................................................................................................. : 17
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mengamati perkembangan dunia saat ini, dengan segala tuntutan
kehidupan yang harus dipenuhi, memiliki suatu pekerjaan merupakan suatu
keharusan. Pada kenyataannya banyak karyawan yang sering mengalami
beberapa kondisi yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dalam
ruang lingkup pekerjaannya. Hal ini dapat disebabkan karena adanya
keterbatasan lapangan pekerjaan dan juga dapat terjadi karena adanya
serangkaian tuntutan yang berkaitan dengan pekerjaan seperti beban kerja
yang berlebihan, keterbatasan waktu, adanya konflik peran, hubungan yang
kurang harmonis dengan rekan kerja, perubahan gaya manajerial yang
kurang sesuai dan hal lain yang dapat membuat seseorang merasa tertekan
sehingga secara potensial dapat memicu timbulnya stres kerja pada
karyawan.
Stres kerja merupakan suatu kondisi dimana seorang karyawan
dihadapkan dengan tuntutan, hambatan, peluang dan tantangan yang
berbeda atau tidak sesuai dengan kondisi yang diharapkan hingga dapat
mempengaruhi kondisi fisik dan mentalnya, serta dapat berakibat baik
maupun kurang baik bagi dirinya maupun lingkungan organisasinya. Stres
kerja dapat ditandai dengan adanya penyimpangan perilaku di dalam
organisasi. Oleh karena itu, keberadaan stres kerja harus disadari oleh
karyawan dan perusahaan agar dapat diketahui apa yang membuat karyawan
merasa stres dalam lingkungan pekerjaannya.
Tingkat stres yang dirasakan oleh karyawan tergantung dari pribadi
yang bersangkutan, ada yang sudah merasa stres dalam menghadapi satu
masalah dan ada yang dapat mengatasinya dengan baik. Stres dapat
menyebabkan dampak yang bertolak belakang, apabila stres yang dihadapi
oleh karyawan masih dalam tingkat kewajaran, maka stres dapat menjadi
suatu pendorong bagi karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Namun
sebaliknya, apabila tingkat stres yang dialami berada pada tingkat yang
1
tinggi, stres menjadi suatu masalah yang harus segera diatasi oleh karyawan
dan perusahaan agar kepuasan kerja tidak menurun sehingga tidak
memberikan dampak yang negatif bagi perusahaan.
1.2. Tujuan Makalah
Adapun tujuan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1). Untuk mengetahui stres kerja.
2). Untuk mengetahui sumber penyebab, gejala-gejala, dan dampak dari
stres kerja.
3). Untuk mengetahui tindakan-tindakan yang dapat mengurangi stres
kerja.
4). Untuk mengetahui hubungan stres kerja dengan kepuasan kerja.
2
BAB II
ISI
2.1. Pengertian Stres Kerja
Stres adalah pengalaman yang bersifat internal yang menciptakan
adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis dalam diri seseorang sebagai
akibat dari faktor lingkungan eksternal, organisasi atau orang lain. Stres
kerja juga dapat berarti perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam
menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari simptom, antara lain
emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur,
merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan
darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan.
Menurut Handoko (2001) stres adalah suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stres yang
terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi
lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang
berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja
mereka yang menyangkut baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental.
Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses
berpikir dan kondisi seseorang. Orang yang mengalami stres menjadi tegang
dan merasakan kekhawatiran kronis sehingga mereka sering menjadi marah-
marah, agresif, tidak dapat relaks atau memperlihatkan sikap yang tidak
kooperatif.
Menurut Siagian (2005) salah satu masalah yang pasti akan dihadapi
oleh setiap orang dalam kehidupan berkarya adalah stres yang harus diatasi,
baik oleh karyawan sendiri tanpa bantuan orang lain, maupun dengan
bantuan pihak lain seperti para spesialis yang disediakan oleh organisasi
dimana karyawan bekerja. Stres merupakan kondisi ketegangan yang
berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik seseorang. Stres
yang tidak diatasi dengan baik biasanya berakibat pada ketidakmampuan
seseorang berinteraksi secara positif terhadap lingkungannya, baik dalam
arti lingkungan pekerjaan maupun diluarnya. Stres kerja adalah suatu
3
kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan
psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seorang
karyawan. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang
untuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri karyawan
berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu
pelaksanaan kerja.
Stres merupakan suatu respon adaptif individu terhadap situasi yang
diterima seseorang sebagai suatu tantangan atau ancaman keberadaannya.
Secara umum orang yang mengalami stres merasakan perasaan khawatir,
tekanan, letih, ketakutan, elated, depresi, cemas, dan marah. Terdapat tiga
aspek gangguan seseorang yang mengalami stres yaitu gangguan dari aspek
fisik, aspek kognitif (pemikiran) dan aspek emosi. Gejala fisik yang dialami
seseorang yang stres ditandai dengan denyut jantung yang tinggi dan tangan
berkeringat, sakit kepala, sesak napas, nause or upset tummy, constipation,
sakit punggung atau pundak, rushing around, bekerja berlama-lama, tidak
ada kontak dengan rekan, fatique, gangguan tidur dan perubahan berat
badan yang drastis. Secara aspek kognitif atau pikiran, stres ditandai dengan
lupa akan sesuatu, sulit berkonsetrasi, cemas mengenai sesuatu hal, sulit
untuk memproses informasi, dan mengemukakan pernyataan-pernyataan
yang negatif terhadap diri sendiri. Dari aspek emosi, stres ditandai dengan
sikap mudah marah, cemas, dan cepat panik, ketakutan, sering menangis,
dan mengalami peningkatan konflik interpersonal.
Stres juga mempunyai tingkatan di dalamnya. Tingkatan stres
diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Eustress
Merupakan stres positif yang terjadi ketika tingkatan stres cukup tinggi
untuk memotivasi agar bertindak untuk mencapai sesuatu. Eustress
adalah stres yang baik yang menguntungkan kesehatan seperti latihan
fisik atau mencapai promosi.
4
2) Distress
Merupakan stres negative yang terjadi ketika tingkatan stres terlalu
tinggi atau terlalu rendah dan tubuh dan pikiran mulai menanggapi
stressor dengan negative. Distress dilain pihak merupakan stres yang
mengganggu kesehatan dan sering menyebabkan ketidakseimbangan
antara tuntutan stres dan kemampuan untuk memenuhi tuntutan.
2.2. Hal-Hal yang dapat Menimbulkan Stres
Hal-hal yang dapat menimbulkan stres disebut stressor. Ancaman,
kejadian atau perubahan merupakan stressor. Terdapat dua tipe stressor
yaitu stressor yang berasal dari lingkungan internal (internal stressor) dan
lingkungan eksternal (external stressor).
Internal stressor dapat disebabkan adanya pemilihan terhadap gaya
hidup yang diwarnai dengan kecanduan minum-minuman yang mengandung
kafein, kurang tidur dan jadwal yang selalu padat. Pembicaraan pribadi yang
negatif, hal ini ditandai dengan pemikiran yang pesimis, sering mengkritik
diri sendiri dan melakukan analisis yang berlebihan. Jebakan pemikiran,
misalnya harapan yang tidak realistis, terlalu banyak yang dipikirkan atau
tidak berpikir sama sekali dan berpikir kaku. Hambatan pribadi misalnya
workaholic dan perfeksionis.
External stressor ditandai dengan physical environment misalnya
kebisingan, cahaya yang berlebihan, suhu udara yang panas dan kondisi
ruangan yang sempit. Social interaction misalnya mengalami tindakan yang
kasar, korban sikap berkuasa, menerima tindakan agresif dari pihak lain dan
mengalami kekerasan. Organisational, situasi organisasi yang dapat
menimbulkan stres adalah adanya peraturan yang terlalu, red tape, dan
tekanan dateline yang harus dipenuhi. Peristiwa paling penting dalam hidup
misalnya kelahiran, kematian, kehilangan pekerjaan, promosi dan perubahan
status perkawinan. Kecerobohan kegiatan sehari-hari misalnya rutinitas
bepergian dalam jarak jauh, lupa menyimpan kunci dan kerusakan mesin.
5
2.3. Gejala-Gejala Stres Kerja
Menurut Siagian gejala-gejala stres kerja dapat timbul dalam berbagai
bentuk yang tampak pada diri seseorang. Bentuk-bentuk tersebut dapat
digolongkan pada tiga kategori antara lain:
1) Kategori fisiologis antara lain adalah perubahan yang terjadi pada
metabolisme seseorang, gangguan pada cara kerja jantung, gangguan
pada pernafasan, tekanan darah tinggi, pusing dan serangan jantung.
2) Kategori psikologis antara lain adalah ketegangan, resah, mudah
tersinggung, kebosanan dan bersikap suka menunda sesuatu tugas atau
pekerjaan.
3) Kategori perilaku antara lain adalah menurunnya produktivitas kerja,
tingkat kemangkiran tinggi, keinginan pindah organisasi, cara bicara
yang berubah, gelisah, sukar tidur, merokok dan minum-minum.
Menurut Siagian gejala-gejala stres dapat dilihat pada perilaku yang
tidak normal seperti gugup, tegang, selalu cemas, adanya gangguan
pencernaan, tekanan darah tinggi dan lain-lain. Hal ini berpengaruh pada
kondisi mental tertentu seperti minum-minuman keras, merokok secara
berlebihan, sukar tidur, tidak bersahabat, putus asa, mudah marah, sukar
mengendalikan diri dan bersifat agresif. Stres yang dapat timbul karena
adanya tekanan atau ketegangan yang bersumber pada ketidakselarasannya
seseorang dengan lingkungan dan apabila saran dan tuntutan tugas tidak
selaras dengan kebutuhan dan kemampuan seseorang maka ia akan
mengalami stres, stres juga dapat melahirkan suatu tantangan bagi yang
bersangkutan.
2.4. Dampak Stres Kerja
Stres kerja dapat menimbulkan konsekuensi bagi karyawan maupun
organisasi. Konsekuensi manusiawi tentang stres pekerjaan mencakup
kecemasan, depresi, penyalahgunaan obat-obatan terlalu banyak atau kurang
makan, hubungan antar pribadi yang jelek dan kemarahan serta konsekuensi
fisik seperti sakit darah tinggi, sakit kepala dan kecelakaan. Lain halnya
stres pekerjaan yang mempunyai konsekuensi bagi organisasi seperti
merosotnya kuantitas dan kualitas kinerja jabatan, meningkatnya
6
kemangkiran, tingkat perputaran karyawan dan bertambah banyaknya
keluhan.
Menurut Robbins (2003) konsekuensi yang timbul dari penyebab stres
dapat dibagi dalam tiga kategori umum:
1). Gejala Fisiologis
Perhatian utama atas stres diarahkan pada gejala fisiologis, stres dapat
menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan laju detak
jantung dan pernapasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan
sakit kepala dan menyebabkan serangan jantung. Hubungan antara
stres dan gejala fisiologi sulit diukur secara objektif, ada sedikit
hubungan yang konsisten yaitu pada perilaku dan sikap.
2). Gejala Psikologis
Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menimbulkan
ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan. Tetapi stres dapat
muncul dalam keadaan psikologis lain misalnya: ketegangan,
kecemasan, mudah marah, kebosanan dan suka menunda-nunda.
3). Gejala Perilaku
Gejala stres yang berkaitan dengan perilaku mencakup perubahan
dalam produktivitas, absensi, dan tingkat keluar-masuknya karyawan,
juga perubahan dalam kebiasaan makan, meningkatnya merokok,
konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur.
2.5. Tindakan-Tindakan Mengatasi Stres
Menurut Davis dan Newstrom ada beberapa cara untuk mengurangi
stres, melalui tiga pendekatan yaitu:
1). Meditasi : Meditasi mencakup pemusatan pikiran untuk menenangkan
fisik dan emosi. Meditasi membantu menghilangkan stres duniawi
secara temporer dan mengurangi gejala-gejala stres. Jenis meditasi
yang populer adalah meditasi transendental. Pada umumnya meditasi
memerlukan unsur berikut:
Lingkungan yang relatif tenang
Posisi yang nyaman
Rangsangan mental yang repetitif
7
Sikap yang pasif
2). Biofeedback : Suatu pendekatan yang berbeda terhadap suasana kerja
yang mengandung stres. Dengan biofeedback orang di bawah
bimbingan medis belajar dari umpan balik instrumen untuk
mempengaruhi gejala stres, sehingga dapat membantu dalam
mengurangi efek stres yang tidak diinginkan.
3). Personal Wellness : Program pembinaan preventif bagi personal
wellness lebih baik dalam mengurangi penyebab stres dengan metode-
metode penanggulangan membantu seseorang menghadapi stressor
yang berada di bawah pengendalian langsung.
Menurut Gitosudarmo dan Sudita (2000) cara mengatasi stres dapat
dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan organisasi.
Bagi individu penting dilakukannya penanggulangan stres karena stres dapat
mempengaruhi kehidupan, kesehatan, produktivitas dan penghasilan.
Sedangkan bagi organisasi bukan karena alasan kemanusiaan tetapi juga
karena pengaruhnya terhadap prestasi semua aspek dari organisasi dan
efektivitas organisasi secara keseluruhan. Perbedaan penanggulangan stres
antara pendekatan individu dengan pendekatan organisasi tidak dibedakan
secara tegas, pengurangan stres dapat dilakukan pada tingkat individu
organisasi maupun kedua-duanya. Tabel berikut menyajikan dua pendekatan
dalam menanggulangi stres.
Tabel 1. Penanggulangan stres secara individual dan organisasi
Secara individual Secara Organisasi
1). Meningkatkan keimanan.
2). Melakukan meditasi dan
pernapasan.
3). Melakukan kegiatan olah raga.
4). Melakukan rileksasi.
5). Dukungan sosial dari teman-teman
dan keluarga.
6). Menghindari kebiasaan rutin yang
membosankan.
1). Melakukan perbaikan iklim
organisasi.
2). Melakukan perbaikan terhadap
lingkungan fisik.
3). Menyediakan sarana olahraga.
4). Melakukan analisis dan kejelasan
tugas.
5). Mengubah struktur dan proses
organisasi.
8
6). Meningkatkan partisipasi dalam
proses pengambilan keputusan.
7). Melakukan restrukturisasi tugas.
8). Menerapkan konsep manajemen
berbasis sasaran.
Sumber : (Gitusudarmo dan Sudita, 2000)
Menurut Handoko (2001) cara terbaik untuk mengurangi stres adalah
dengan menangani penyebab-penyebabnya. Sebagai contoh, departemen
personalia dapat membantu karyawan untuk mengurangi stres dengan
memindahkan (transfer) ke pekerjaan lain, menyediakan lingkungan kerja
yang baru. Latihan dan pengembangan karir dapat diberikan untuk membuat
karyawan mampu melaksanakan pekerjaan baru. Cara lain untuk
mengurangi stres adalah merancang kembali pekerjaan-pekerjaan sehingga
para karyawan mempunyai pilihan keputusan lebih banyak dan wewenang
untuk melaksanakan tanggung jawab mereka. Desain pekerjaan dapat
mengurangi kelebihan beban kerja, tekanan waktu dan kemenduaan peran.
Komunikasi yang lebih baik bisa memperbaiki pemahaman karyawan
terhadap situasi-situasi stres.
Menurut Siagian (2004) strategi penanganan stres yang dapat
ditempuh dapat diklasifikasikan pada dua kategori, yaitu pendekatan oleh
karyawan itu sendiri dan pendekatan organisasional. Pendekatan individu
dapat dikatakan bahwa orang pertama dan yang paling bertanggung jawab
dalam menghadapi dan mengatasi stres adalah yang bersangkutan sendiri,
strategi yang efektif untuk ditempuh meliputi manajemen waktu, olah raga
yang teratur, pelatihan rileks dan memperluas jaringan dukungan sosial.
Adapun strategi yang dilakukan melalui pendekatan organisasional yang
dikendalikan oleh manajemen harus dilakukan langkah-langkah tertentu
seperti:
1). Perbaikan proses seleksi dan penempatan,
2). Penggunaan prinsip-prinsip penentuan tujuan secara realistik,
3). Rancang bangun ulang pekerjaan,
4). Pengambilan keputusan yang partisipatif,
9
5). Proses komunikasi,
6). Program kebugaran.
Menurut Siagian (2005) ada berbagai langkah yang dapat diambil
untuk menghadapi stres para karyawan antara lain:
1). Merumuskan kebijaksanaan manajemen dalam membantu para
karyawan menghadapi berbagai stres,
2). Menyampaikan kebijaksanaan tersebut kepada seluruh karyawan
sehingga mereka mengetahui kepada siapa mereka dapat meminta
bantuan dan dalam bentuk apa jika mereka menghadapi stres,
3). Melatih para manajer dengan tujuan agar mereka peka terhadap
timbulnya gejala-gejala stres di kalangan para bawahannya dan
dapat mengambil langkah-langkah tertentu sebelum stres itu
berdampak negatif terhadap prestasi kerja para bawahannya,
4). Melatih para karyawan mengenali dan menghilangkan sumber
stres,
5). Membuka jalur komunikasi dengan para karyawan sehingga
mereka benar-benar diikutsertakan untuk mengatasi stres yang
dihadapinya,
6). Memantau terus-menerus kegiatan organisasi sehingga kondisi
yang dapat menjadi sumber stres dapat teridentifikasi dan
dihilangkan secara dini,
7). Menyempurnakan rancang bangun tugas dan tata ruang kerja
sedemikian rupa sehingga berbagai sumber stres yang berasal dari
kondisi kerja dapat diletakkan,
8). Menyediakan jasa bantuan bagi para karyawan apabila mereka
sempat menghadapi stres.
2.6. Hubungan Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja
Menurut Handoko (2001) kepuasan kerja (job satisfaction) adalah
keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang
dialami para karyawan dalam memandang pekerjaan mereka. Kepuasan
kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya yang
tampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu
10
yang dihadapi dilingkungan kerjaannya. Kepuasan kerja adalah suatu
perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang
berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya.
Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek
seperti upah atau gaji yang diterima, kesempatan pengembangan karir,
hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan,
struktur organisasi perusahaan, mutu pengawasan. Sedangkan perasaan yang
berhubungan dengan dirinya, antara lain umur, kondisi kesehatan,
kemampuan, pendidikan.
Pengukuran kepuasan kerja sangat bervariasi, baik dari segi analisa
statistikanya maupun pengumpulan datanya. Informasi yang didapat dari
kepuasan kerja ini bisa melalui tanggung jawab secara perorangan, dengan
angket ataupun dengan pertemuan suatu kelompok kerja. Apabila
menggunakan tanya jawab (interview) sebagai alatnya maka pada karyawan
diminta untuk merumuskan tentang perasaannya terhadap aspek-aspek
pekerjaan (self report), hanya orang yang bersangkutan yang tahu persis
bagaimana perasaannya terhadap pekerjaan, dapat menggunakan pertanyaan
langsung maupun tidak langsung. Cara yang lain adalah dengan mengamati
sikap dan tingkah laku karyawan tersebut.
Pencegahan seharusnya dilakukan untuk menghindari ketidakpuasan
kerja yang tidak perlu daripada menunggu timbulnya tindakan-tindakan
tidak puas. Program pengelolaan upah dengan baik akan membantu
menghindari jenis-jenis ketidakadilan, seleksi yang sistematik dan program-
program latihan akan membantu menciptakan pasangan yang tepat antara
tuntutan pekerjaan dengan karakteristik pekerja, sosialisasi dan orientasi
yang tepat penting bagi pekerja baru yang direkrut.
Menurut Strauss dan Sayles yang diacu Handoko (2001) bahwa
kepuasan kerja penting untuk aktualisasi diri, karyawan yang tidak
memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan
psikologis dan pada gilirannya akan menimbulkan frustasi yang merupakan
dampak dari stres pada pekerjaan. Menurut Robbins (2003) dampak dari
stres kerja akan menimbulkan gejala psikologis, stres yang diakibatkan
11
karena pekerjaan dapat menimbulkan kepuasan atau ketidakpuasan dalam
pekerjaan.
Menurut Siagian (2004) bahwa gejala-gejala stres yang berasal dari
psikologis seperti sikap suka menunda tugas atau pekerjaan mununjukkan
stres yang timbul berkaitan dengan ketidakpuasan seseorang terhadap
pekerjaannya. Ketidakpuasan ini merupakan akibat dari hal, seperti
banyaknya tuntutan tugas, adanya pertentangan, ketidakjelasan kewajiban,
wewenang dan tanggung jawab, kurangnya otonomi dan diskresi dalam
penyelesaian tugas, tugas yang cenderung rutin, ketidakjelasan tentang
pekerjaan yang dilakukan dan tidak adanya umpan balik tentang kinerja
karyawan. Melalui pendekatan organisasional bahwa sumber-sumber stres
kerja yang disebabkan akibat adanya aktivitas organisasi yang ingin
mencapai sasaran dan tujuan sesuai ketetapan dengan mengerahkan segala
tenaga, kemampuan dan waktu karyawan, situasi demikian akan
menimbulkan stres pada karyawan sehingga tidak mendatangkan kepuasan
terhadap pekerjaan yang dilakukan.
2.7. Pentingnya Motivasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Produktivitas
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang didorong oleh suatu
kekuasaan dalam diri orang tersebut, kekuatan pendorong inilah yang
disebut motivasi. Motivasi kerja dalam suatu organisasi dapat dianggap
sederhana dan dapat pula menjadi masalah yang kompleks, karena pada
dasarnya manusia mudah untuk dimotivasi dengan memberikan apa yang
menjadi keinginannya. Masalah motivasi kerja dapat menjadi sulit dalam
menentukan imbalan dimana apa yang dianggap penting bagi seseorang
karena sesuatu yang penting bagi seseorang belum tentu penting bagi orang
lain.
Bila seseorang termotivasi, ia akan berusaha berbuat sekuat tenaga
untuk mewujudkan apa yang diinginkannya. Namun belum tentu upaya
yang keras itu akan menghasilkan produktivitas yang diharapkan, apabila
tidak disalurkan dalam arah yang dikehendaki organisasi. Unsur kebutuhan
berarti suatu keadaan internal yang menyebabkan hasil-hasil tertentu tampak
menarik. Suatu kebutuhan yang tidak terpuaskan akan menciptakan
12
tegangan yang merangsang dorongan-dorongan di dalam diri individu.
Dorongan ini menimbulkan suatu perilaku pencarian untuk menemukan
tujuan-tujuan tertentu yang apabila tercapai akan memenuhi kebutuhan itu
dan mendorong ke pengurangan tegangan.
Seseorang cenderung bekerja dengan penuh semangat apabila
kepuasan dapat diperolehnya dari pekerjaannya dan kepuasan kerja
karyawan merupakan kunci pendorong moral, kedisiplinan, dan prestasi
kerja karyawan dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan.
Kepuasan kerja yang tinggi atau baik akan membuat karyawan semakin
loyal kepada perusahaan atau organisasi. Semakin termotivasi dalam
bekerja, bekerja dengan resa tenang, dan yang lebih penting lagi kepuasan
kerja yang tinggi akan memperbesar kemungkinan tercapainya produktivitas
dan motivasi yang tinggi pula. Karyawan yang tidak merasa puas terhadap
pekerjaannya, cenderung akan melakukan penarikan atau penghindaran diri
dari situasi-situasi pekerjaan baik yang bersifat fisik maupun psikologis.
Bila seseorang termotivasi, ia akan berusaha berbuat sekuat tenaga untuk
mewujudkan apa yang diinginkannya. Namun belum tentu upaya yang keras
itu akan menghasilkan produktivitas yang diharapkan, apabila tidak
disalurkan dalam arah yang dikehendaki organisasi. Oleh karena itu, upaya
harus diarahkan dan lebih konsisten dengan tujuan ke dalam sasaran
organisasi. Dari sini dapat diketahui adanya hubungan antara kepuasan dan
motivasi kerja terhadap produktivitas kerja seseorang.
Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan yang dialami para karyawan
dalam memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan
perasaan seseorang terhadap pekerjaannya yang tampak dalam sikap positif
karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi
dilingkungan kerjaannya. Kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang
menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan
pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan
dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah atau gaji yang
diterima, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai
13
lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan,
mutu pengawasan. Sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya,
antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan, pendidikan.
Pengukuran kepuasan kerja sangat bervariasi, baik dari segi analisa
statistikanya maupun pengumpulan datanya. Informasi yang didapat dari
kepuasan kerja ini bisa melalui tanggung jawab secara perorangan, dengan
angket ataupun dengan pertemuan suatu kelompok kerja. Apabila
menggunakan tanya jawab (interview) sebagai alatnya maka pada karyawan
diminta untuk merumuskan tentang perasaannya terhadap aspek-aspek
pekerjaan (self report), hanya orang yang bersangkutan yang tahu persis
bagaimana perasaannya terhadap pekerjaan, dapat menggunakan pertanyaan
langsung maupun tidak langsung. Cara yang lain adalah dengan mengamati
sikap dan tingkah laku karyawan tersebut.
Pencegahan seharusnya dilakukan untuk menghindari ketidakpuasan
kerja yang tidak perlu daripada menunggu timbulnya tindakan-tindakan
tidak puas. Program pengelolaan upah dengan baik akan membantu
menghindari jenis-jenis ketidakadilan, seleksi yang sistematik dan program-
program latihan akan membantu menciptakan pasangan yang tepat antara
tuntutan pekerjaan dengan karakteristik pekerja, sosialisasi dan orientasi
yang tepat penting bagi pekerja baru yang direkrut.
Menurut Strauss dan Sayles yang diacu Handoko (2001) bahwa
kepuasan kerja penting untuk aktualisasi diri, karyawan yang tidak
memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan
psikologis dan pada gilirannya akan menimbulkan frustasi yang merupakan
dampak dari stres pada pekerjaan. Menurut Robbins (2003) dampak dari
stres kerja akan menimbulkan gejala psikologis, stres yang diakibatkan
karena pekerjaan dapat menimbulkan kepuasan atau ketidakpuasan dalam
pekerjaan.
Menurut Siagian (2004) bahwa gejala-gejala stres yang berasal dari
psikologis seperti sikap suka menunda tugas atau pekerjaan mununjukkan
stres yang timbul berkaitan dengan ketidakpuasan seseorang terhadap
pekerjaannya. Ketidakpuasan ini merupakan akibat dari hal, seperti
14
banyaknya tuntutan tugas, adanya pertentangan, ketidakjelasan kewajiban,
wewenang dan tanggung jawab, kurangnya otonomi dan diskresi dalam
penyelesaian tugas, tugas yang cenderung rutin, ketidakjelasan tentang
pekerjaan yang dilakukan dan tidak adanya umpan balik tentang kinerja
karyawan. Melalui pendekatan organisasional bahwa sumber-sumber stres
kerja yang disebabkan akibat adanya aktivitas organisasi yang ingin
mencapai sasaran dan tujuan sesuai ketetapan dengan mengerahkan segala
tenaga, kemampuan dan waktu karyawan, situasi demikian akan
menimbulkan stres pada karyawan sehingga tidak mendatangkan kepuasan
terhadap pekerjaan yang dilakukan.
Efisiensi kerja merupakan suatu prinsip dasar untuk melakukan setiap
kegiatan organisasi dengan tujuan untuk dapat memperoleh hasil yang
dikehendaki dengan usaha yang minimal sesuai dengan standar yang ada.
Usaha yang seminimal mungkin dikaitkan dealam hubungannya dengan
pemakaian tenaga jasmani, pikiran, waktu, ruang, benda dan uang. Dengan
kata lain efisiensi kerja merupakan pelaksanaan cara-cara tertentu dengan
tanpa mengurangi tujuannya dan merupakan cara yang termudah
mengerjakannya, termurah biayanya, tersingkat waktunya, teringan
bebannya dan terpendek jaraknya. Sumber utama efisiensi sebenarnya ada
dalam diri individu masing- masing pegawai, karena dengan akal pikiran
dan pengetahuan yang ada, pegawai mampu menciptakan cara kerja yang
efisien. Unsur- unsur efisien itu antara lain kesadaran, keterampilan atau
skill, disiplin yang dimiliki oleh pegawai serta kerja sama yang baik antara
pegawai dengan ruang lingkup pekerjaannya.
15
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah :
1). Stres kerja merupakan suatu kondisi dimana seorang karyawan
dihadapkan dengan tuntutan, hambatan, peluang dan tantangan yang
berbeda atau tidak sesuai dengan kondisi yang diharapkan hingga
dapat mempengaruhi kondisi fisik dan mentalnya, serta dapat
berakibat baik maupun kurang baik bagi dirinya maupun lingkungan
organisasinya. Stres kerja dapat ditandai dengan adanya
penyimpangan perilaku di dalam organisasi. Oleh karena itu,
keberadaan stres kerja harus disadari oleh karyawan dan perusahaan
agar dapat diketahui apa yang membuat karyawan merasa stres dalam
lingkungan pekerjaannya.
2). Hal-hal yang dapat menimbulkan stres disebut stressor. Terdapat dua
tipe stressor yaitu stressor yang berasal dari lingkungan internal
(internal stressor) dan lingkungan eksternal (external stressor).
3). Gejala-gejala stres dapat dilihat pada perilaku yang tidak normal
seperti gugup, tegang, selalu cemas, adanya gangguan pencernaan,
tekanan darah tinggi dan lain-lain. Hal ini berpengaruh pada kondisi
mental tertentu seperti minum-minuman keras, merokok secara
berlebihan, sukar tidur, tidak bersahabat, putus asa, mudah marah,
sukar mengendalikan diri dan bersifat agresif.
4). Stres kerja dapat menimbulkan konsekuensi bagi karyawan maupun
organisasi. Konsekuensi manusiawi tentang stres pekerjaan mencakup
kecemasan, depresi, penyalahgunaan obat-obatan terlalu banyak atau
kurang makan, hubungan antar pribadi yang jelek dan kemarahan serta
konsekuensi fisik seperti sakit darah tinggi, sakit kepala dan
kecelakaan. Lain halnya stres pekerjaan yang mempunyai konsekuensi
bagi organisasi seperti merosotnya kuantitas dan kualitas kinerja
16
jabatan, meningkatnya kemangkiran, tingkat perputaran karyawan dan
bertambah banyaknya keluhan.
5). Cara mengatasi stres dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu
pendekatan individu dan organisasi.
6). Kepuasan kerja penting untuk aktualisasi diri, karyawan yang tidak
memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan
psikologis dan pada gilirannya akan menimbulkan frustasi yang
merupakan dampak dari stres pada pekerjaan. Dampak dari stres kerja
akan menimbulkan gejala psikologis, stres yang diakibatkan karena
pekerjaan dapat menimbulkan kepuasan atau ketidakpuasan dalam
pekerjaan.
3.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat diajukan saran-saran sebagai
berikut, stres kerja dapat menyerang siapa saja yang dihadapkan dengan
tuntutan, hambatan, peluang dan tantangan yang berbeda atau tidak sesuai
dengan kondisi yang diharapkan hingga dapat mempengaruhi kondisi fisik
dan mentalnya. Cara mengatasi stres dapat dilakukan dengan dua
pendekatan yaitu pendekatan individu dan organisasi. Kepuasan kerja
penting untuk aktualisasi diri, karyawan yang tidak memperoleh kepuasan
kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dan pada
gilirannya akan menimbulkan frustasi yang merupakan dampak dari stres
pada pekerjaan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, T.H. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPFE.
Yogyakarta.
Kurniawati Susanti. 2011. Stress_Man
http://file.upi.edu/Direktori/fpeb/prodi._ekonomi_dan_koperasi/
susanti_kurniawati/makalah/strees_man.pdf
Diakses tanggal 26 November 2012
Prasetyo,Adi dan M. Wahyudin. Pengaruh Kepuasan dan Motivasi Kerja
Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Riyadi Palace Hotel di Surakarta
http://eprints.ums.ac.id/151/1/EDI_PRASETYO.pdf
Diakses tanggal 26 November 2012
Robbins, S.P. 2003. Perilaku Organisasi. Jilid 2. PT Indeks. Jakarta.
Siagian, S.P. 2004. Teori Pengembangan Organisasi. Bumi Aksara. Jakarta.
__________. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.
18