Makalah pendapatan nasional

31
PENDAPATAN NASIONAL DI INDONESIA KELOMPOK: 1. Rama Ayu nastiti (041414153002) 2. Hisniyah (041414153015) 3. Dewi Ayu Miftahul Jannah (041414153016)

Transcript of Makalah pendapatan nasional

PENDAPATAN NASIONAL DI INDONESIA

KELOMPOK:

1. Rama Ayu nastiti (041414153002)2. Hisniyah (041414153015)3. Dewi Ayu Miftahul Jannah (041414153016)

PROGRAM STUDI MAGISTER SAINS MANAJEMENFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA2014

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, kami panjatkan puji syukur

kehadirat Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Berkat rahmat-Nya, kami dapat

menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Mengukur Pendapatan Nasional Suatu

Negara” dengan topik pendapatan nasional.

Makalah ini berisi tentang pendapatan nasional suatu negara. Makalah ini kami lengkapi

dengan pendahuluan sebagai pembuka yang menjelaskan latar belakang dan tujuan

pembuatan makalah. Pembahasan yang menjelaskan . Penutup yang berisi tentang

kesimpulan yang menjelaskan secara singkat isi dari makalah kami. Makalah ini juga kami

lengkapi dengan daftar pustaka yang menjelaskan sumber dan referensi bahan dalam

penyusunan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan

saran dari pembaca demi perbaikan makalah ini akan kami terima dengan senang hati. Akhir

kata semoga keberadaan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak baik yang

menyusun maupun yang membaca.

Surabaya, September 2014

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kondisi perekonomian yang semakin maju membawa perubahan terhadap kondisi suatu

negara untuk mencapai tujuannya yaitu adil, makmur, dan sejahtera, dalam hal ini tujuan

tersebut dapat terlihat dari perekonomian yang merata di segala arah. Perekonomian yang

merata tentunya diukur dari tingkat standar hidup masyarakat melalui pendapatan. Dimana

pendapatan dapat menggambarkan kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhannya,

baik kebutuhan pangan, sandang, papan, hingga kebutuhan kesehatan maupun kebutuhan

hiburan. Akan tetapi, pendapatan yang diperoleh setiap masyarakat berbeda-beda baik antar

daerah, wilayah, hingga antar negara.

Pendapatan tidak hanya menjadi kemampuan individu untuk membeli barang dan jasa

yang dibutuhkan, tetapi juga menjadi tujuan yang ingin diperoleh produsen dari kegiatan

memproduksi atau menjual barang dan jasa. Perusahaan menggunakan pendapatan tersebut

untuk melakukan investasi, seperti investasi untuk membeli mesin baru, gedung atau pabrik

baru, peralatan dan sebagainya. Dalam ekonomi modern, pendapatan tidak hanya untuk

kepentingan konsumsi dan investasi tetapi juga untuk kepentingan publik. “Sebagai contoh di

USA, bahwa kurang lebih 20% dari total output dibelanjakan oleh pemerintah untuk

kepentingan publik, bahkan di banyak negara lebih banyak menerapkan hal tersebut”

(Syafarudin dalam Swaramarinda dan Indriani, 2011).

Pertumbuhan dan perkembangan kesejahteraan suatu negara dapat diukur melalui

pendapatan nasional. Perekonomian suatu negara dikategorikan baik atau buruk dilihat dari

total pendapatan yang diperoleh seluruh masyarakat atau dilihat dari Produk Domestik Bruto

(PDB). “PDB merupakan statistika perekonomian yang paling diperhatikan karena dianggap

sebagai ukuran tunggal terbaik mengenai kesejahteraan masyarakat” (Mankiw, 2006:4). PDB

dapat menentukan harga pasar dari suatu barang dan jasa yang berbeda sebagai nilai dari

produk tersebut. Harga pasar suatu produk dapat dibedakan berdasakan output yang

dihasilkan suatu usaha. Di Indonesia banyak kegiatan usaha bergerak diberbagai sektor usaha

mulai dari pertanian, pertambangan, perkebunan, perindustrian, pariwisata, peternakan,

perdagangan, pengangkutan, perbankan dan lain-lain.

Pendapatan nasional yang tinggi bahkan meningkat setiap tahunnya seperti pada Tahun

2009 PDB perkapita Indonesia sebesar 23,9 juta meningkat menjadi 27,0 juta pada Tahun

2010, meningkat lagi di Tahun 2011 sebesar 30,7 kemudian meningkat di Tahun 2012

sebesar 33,5 juta hingga meningkat di Tahun 2013 sebesar 36,5 juta (Badan Pusat Statistik,

2014:24). Namun tingginya tingkat pendapatan nasional yang diukur melalui Produk

Domestik Bruto belum tentu mencerminkan tingkat kesejahteraan yang tinggi pula. Hal itu

terlihat dari banyaknya angka kemiskinan disebabkan oleh tingkat pengangguran yang tinggi,

letak geografis yang sulit di jangkau, hingga rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di

Indonesia. Bila ditinjau secara seksama, sumber daya alam yang ada di Indonesia sangat

melimpah, akan tetapi minimnya kemampuan masyarakat dalam mengelola menyebabkan

berbagai sumber daya tersebut tidak termanfaatkan dengan baik.

Berdasarkan fenomena yang ada di Indonesia khususnya tentang tingkat pendapatan

nasional sebagai tolak ukur kesejahteraan suatu negara melalui berbagai tujuan namun tidak

untuk semua tujuan, maka judul makalah ini yaitu “Pendapatan Nasional di Indonesia.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat diambil

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep pendapatan nasional?

2. Apa pengertian pendapatan nasional?

3. Bagaimana pengukuran pendapatan nasional?

4. Bagaimana konsep pengukuran pendapatan lain?

5. Bagaimana perbedaan antara Produk Domestik Bruto riil dengan Produk Domestik

Bruto Nominal?

6. Apa saja transaksi yang tidak dimasukkan kedalam pendapatan nasional?

1.3 Tujuan Penulisan

Sehubungan dengan masalah-masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari

penulisan makalah ini antara lain:

1. Untuk mengetahui konsep pendapatan nasional.

2. Untuk mengetahui pendapatan nasional.

3. Untuk mengetahui pengukuran pendapatan nasional.

4. Untuk mengetahui konsep pengukuran pendapatan lain?

5. Untuk mengetahui perbedaan antara Produk Domestik Bruto riil dengan Produk

Domestik Bruto Nominal.

6. Untuk mengetahui transaksi yang tidak dimasukkan kedalam pendapatan nasional.

1.4 Manfaat Penulisan

Berdasarkan tujuan yang telah disampaikan, maka penulisan makalah ini diharapkan

dapat bermanfaat bagi:

1. Penulis untuk lebih memahami mata kuliah makro ekonomi, khususnya mengenai

konsep pendapatan nasional hingga komponen-komponen yang ada di dalam

pendapatan nasional.

2. Pembaca untuk dijadikan referensi atau pertimbangan penulisan di kemudian hari.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Pendapatan Nasional2.1.1 Konsep Pendapatan Nasional

Pendapatan nasional dapat ditentukan dengan Produk Domestik Bruto (GDP). Dimana

“Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan statistik perekonomian yang paling diperhatikan

karena dianggap sebagai ukuran tunggal terbaik mengenai kesejahteraan masyarakat. PDB

dapat mengukur dua hal pada saat bersamaan yaitu total pendapatan semua orang dalam

perekonomian dan total pembelanjaan negara untuk membeli barang dan jasa sebagai hasil

dari perekonomian” (Mankiw, 2006:4-5). Dalam hal ini yang dimaksud mengukur

pendapatan dan pengeluaran secara bersamaan misalnya ketika konsumen ingin

mengkonsumsi barang atau jasa dengan harga sebesar Rp500.000,00 maka konsumen

melakukan pembelanjaan atau pengeluaran sebesar Rp500.000,00 untuk kegiatan konsumsi.

Pada saat itu pula produsen memperoleh pendapatan sebesar Rp500.000,00 dari hasil menjual

barang dan jasa tersebut, sehingga proses pengeluaran dan pendapatan terjadi secara bersama-

sama atau berkontribusi secara bersama-sama terhadap pendapatan dan pengeluaran

perekonomian. PDB meningkat sebesar Rp500.000,00 baik diukur sebagai total pendapatan

maupun pengeluaran.

Produk Domestik Bruto (PDB) lebih ditekankan pada nilai suatu barang dan jasa yang di

produksi di dalam negeri dalam suatu tahun tertentu (Ragandhi, 2012). Dapat disimpulkan

bahwa pendapatan nasional yang dihitung hanyalah suatu produk jadi (Final Good)

sedangkan produk setengah jadi (Intermediate Good) tidak dihitung. Barang jadi merupakan

output jadi sebagai hasil proses transformasi bahan mentah yang dapat langsung digunakan

atau dikonsumsi dan tidak untuk dijadikan input sebagai proses produksi selanjutnya,

contohnya seperti proses perakitan mobil.

2.1.2 Pengertian Pendapatan Nasional

Topik yang dibahas dalam makalah ini adalah mengenai pendapatan nasional. Sebelum

memahami pendapatan nasional secara dalam, maka perlu mengetahui definisi pendapatan

nasional, dimana menurut Mankiw (2006:9) “Pendapatan nasional adalah total pendapatan

yang diperoleh penduduk yang diperoleh penduduk suatu negara dalam produksi barang dan

jasa. Sedangkan menurut (Ragandhi, 2012) Pendapatan nasional agregatif menunjukkan

kemampuan suatu negara dalam menghasilkan pendapatan/balas jasa kepada faktor-faktor

produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di daerah tersebut. Dengan kata lain

dapat disimpulkan bahwa pendapatan Nasional merupakan hasil yang di dapatkan dari

kegiatan produksi suatu negara, sehingga suatu negara dituntut untuk memiliki inovasi dan

kreatifitas yang tinggi dengan penguasaan teknologi yang canggih agar dapat menciptakan

barang dan jasa yang berkualitas dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat melalui

pendapatan nasional yang tinggi dan merata.

2.1.3 Pengukuran Pendapatan Nasional

Perhitungan pendapatan nasional harus cermat dan akurat, karena hal ini penting bagi

masyarakat. Pendapatan nasional dapat diukur dengan beberapa cara, antara lain:

2.1.3.1 Pengukuran Pendapatan Nasional Berdasarkan Faktor ProduksiA. Pengertian Faktor Produksi dan Faktor Penting dalam Produksi

Faktor Produksi adalah proses pengelolaan input menjadi output berupa barang dan jasa.

Dua faktor yang paling penting dari produksi adalah tenaga kerja dan modal. Dimana modal

adalah seperangkat alat atau media yang digunakan pekerja, seperti kalkulator untuk akuntan,

dan komputer pribadi seorang penulis. Sedangkan Tenaga kerja adalah seseorang yang

bekerja berdasarkan waktu tertentu. Jumlah modal ditulis dengan simbol K=K dan tenaga

kerja ditulis dengan simbol L=L (Mankiw, 2010:47).

B. Fungsi Produksi

Menurut Mankiw (2010:48) Fungsi produksi menunjukkan kemampuan teknologi untuk

mengubah modal dan tenaga kerja menjadi output. Dimana output ditulis dengan simbol Y,

sehingga dapat diketahui persamaan dari fungsi produksi adalah:

Y = F (K, L)

Persamaan ini menyatakan bahwa output adalah fungsi dari jumlah modal dan jumlah

tenaga kerja.

C. Pasokan Barang dan Jasa

Menurut Mankiw (2010:48) Faktor-faktor produksi dan fungsi produksi bersama-sama

menentukan jumlah barang dan jasa yang ditawarkan, yang pada gilirannya sama dengan

output perekonomian. Untuk mengungkapkan hal ini secara matematis, dapat diketahui

persamaan sebagai berikut:

Y = F (K.L)

= Y

Persamaan ini menunjukkan bahwa pemasok modal dan tenaga kerja dan teknologi

adalah tetap, dimana output juga tetap (di sini dilambangkan dengan Y).

Faktor produksi dapat ditentukan oleh nilai pasar atau faktor harga. Faktor harga adalah

sejumlah uang yang dibayarkan untuk memenuhi faktor produksi yang berupa modal dan

tenaga kerja. Dalam hal ini PDB menambahkan berbagai jenis produk yang berbeda dalam

satu ukuran tunggal mengenai nilai aktivitas perekonomian dengan menggunakan harga pasar

karena harga pasar mengukur jumlah yang rela dibayarkan orang untuk barang-barang yang

berbeda, maka harga mencerminkan nilai dari barang tersebut (Mankiw, 2006:7). Dalam hal

ini dapat disimpulkan bahwa pengukuran pendapatan nasional berdasarkan faktor produksi

yaitu pendapatan nasional dihitung berdasarkan nilai barang dan jasa dari masing-masing

sektor pada periode tertentu. Adapun contoh pengukuran pendapatan nasional berdasarkan

faktor produksi, seperti pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. PDB Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2013

No Sektor Ekonomi Nilai (Dalam Triliun Rupiah)

123456789

Pertanian, peternakan, kehutanan, perikananPertambangan & penggalianIndustri pengolahan (manufaktur)Listrik, air, dan gasBangunanPerdagangan, hotel dan restoranPengangkutan dan telekomunikasiKeuangan, persewaan, dan jasa perusahaanJasa lain2

339,9195,7707,521,2182,1501,2292,4272,1258,2

TOTAL 2.770,3Sumber: Badan Pusat Statistik, data diolah oleh penulis, 2014.

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa pada Tahun 2013 sektor industri pengolahan

memberikan kontribusi sebesar terhadap total perekonomian sebesar 707,5 triliun, diikuti

sektor perdagangan, hotel, restoran sebesar 501,2 triliun, dan sektor pertanian sebesar 339,9

triliun. Hal ini dapat dilihat bahwa warga negara Indonesia banyak melakukan kegiatan usaha

di sektor industri pengolahan, seperti industri mebel dan industri tekstil yang tidak hanya

diproduksi secara domestik tetapi juga secara diproduksi secara global.

2.1.3.2 Pengukuran Pendapatan Nasional Berdasarkan Pendekatan Pendapatan

Menurut Mankiw (2010:50) dalam pembuatan produk, perusahaan memerlukan dua

faktor produksi antara lain modal dan tenaga kerja. Hal itu dilakukan untuk ekonomi agregat

dengan cara penguasaan teknologi produksi perusahaan dengan fungsi produksi sehingga

diperoleh persamaan sebagai berikut:

Y= F (K, L)

Dimana Y adalah jumlah unit yang diproduksi (output perusahaan), K merupakan jumlah

dari penggunaan mesin (jumlah modal), dan L adalah jumlah jam kerja dari karyawan

(jumlah tenaga kerja). Dengan adanya peran tetap teknologi sebagai fungsi produksi,

perusahaan dapat menghasilkan barang dan jasa dalam jumlah banyak tentunya dengan

jumlah mesin yang banyak atau jam kerja karyawan yang diperpanjang. Perusahaan menjual

produknya maka yang didapat yaitu berdasarkan jumlah harga (P) tertentu, pekerja

memperoleh gaji (W), modal memperoleh sewa.

Tujuan setiap perusahaan adalah untuk memaksimalkan laba. Laba sama dengan

pendapatan dikurangi biaya. Pendapatan = P x Y, harga penjualan barang (P) dari jumlah

barang yang diproduksi perusahaan (Y). Biaya tenaga kerja = W x L, gaji (W) merupakan

jumlah biaya dari tenaga kerja (L), biaya modal = R x K, biaya sewa dari modal (R)

merupakan jumlah waktu dari modal (K). Maka persamaan sebagai berikut:

Laba = Pendapatan – biaya tenaga kerja – biaya modal

= PY – WL – RK

Untuk melihat bagaimana laba bergantung pada faktor produksi, maka fungsi produksi

Y = F(K, L) , untuk pengganti Y dapat diperoleh:

Laba = PF(K, L) – WL – RK

Persamaan ini memperlihatkan bahwa laba tergantung pada harga produk (P), faktor

harga (W) dan (R), serta faktor kuantitas (L) dan (K). Perusahaan bersaing untuk

mendapatkan harga produk dan faktor harga dengan memberi dan merubah jumlah tenaga

kerja dan modal untuk memaksimalkan laba. Dapat disimpulkan bahwa pengukuran

pendapatan nasional berdasarkan pendekatan pendapatan merupakan pendapatan yang

dihitung dengan cara menjumlahkan pendapatan dari masing-masing faktor produksi pada

tahun tertentu. Adapun contoh penghitungan pengukuran pendapatan nasional berdasarkan

pendekatan pendapatan, seperti pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. PDB Berdasarkan Pendapatan

Faktor Produksi Pendapatan Nilai RupiahTenaga KerjaModalTanahKeahlian

Upah/ GajiBungaSewaLaba

Rp 400RP 250Rp 425Rp 125

TOTAL RP 1.200

Sumber: Data diolah oleh penulis, 2014.

Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa pendapatan dapat diperoleh melalui

faktor produksi yang dilakukan, seperti tenaga kerja sebagai pemeran dalam kegiatan

produksi memperoleh gaji/upah sebagai hasil kerjanya, modal yang dijadikan sebagai

tabungan akan memperoleh tambahan berupa bunga, tanah untuk penyewaan tempat tinggal

diukur dengan harga sewa yang sama dengan pengeluaran penyewa dan pendapatan bagi

pemiliknya, dan untuk keahlian dalam hal ini perusahaan memiliki inovasi dan penguasaan

teknologi untuk memproduksi barang dan jasa yang berkualitas dengan tujuan untuk

memperoleh laba.

2.1.3.3 Pengukuran Berdasarkan Pendekatan Pengeluaran

Pendapatan dari produksi akan didistribusikan kepada tenaga kerja dan pemilik modal.

Dari pendapatan tersebut akan digunakan untuk konsumsi (C), investasi (I), belanja

pemerintah (G) dan ekspor neto (NX). Untuk melakukan ini, PDB (yang ditunjukkan sebagai

Y) sehingga dapat diperoleh persamaan:

Y = C + I + G +NX

Masing-masing komponen dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) Konsumsi

Konsumsi adalah kegiatan menggunakan atau membeli barang dan jasa. Barang IBarang

tahan lama bisa berupa mesin, kendaraan, dan perlengkapan. Sedangkan barang tidak tahan

lama contohnya seperti makanan. Jasa merupakan suatu produk yang tidak berwujud, dan

tidak dapat disimpan, contohnya seperti jasa konsultan, loundry, hotel, fotocopy, salon, dan

lain-lain (Mankiw, 2006:12). Menurut Ragandhi (2012) “Secara makro agregat, pengeluaran

konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan nasional, dimana besarnya

tambahan pengeluaran konsumsi terhadap pendapatan disebut hasrat marginal untuk

berkonsumsi (Marginal Prospensity to Consume, MPC). Sedangkan besarnya tambahan

pendapatan dinamakan hasrat marjinal untuk menabung (Marginal Prosperity to Save,

MPS)”. Konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan disposibel, dimana pendapatan disposibel

adalah pendapatan setelah dikurangi pajak dan merupakan pendapatan yang siap

dibelanjakan. Pendapatan disposibel yang digunakan untuk menabung merupakan pendapatan

yang tersisa karena tidak habis digunakan untuk konsumsi. Secara tidak langsung tabungan

masyarakat ditentukan oleh besarnya pendapatan dan juga besarnya konsumsi (Keynes dalam

Ernita; Amar; dan Syofyan, 2013). Dapat disimpulkan bahwa konsumsi merupakan suatu

upaya pembelanjaan barang atau jasa yang akan dikonsumsi untuh memenuhi kebutuhan dan

keinginan.

b) Investasi

Investasi adalah kegiatan pembelian barang untuk memproduksi lebih banyak barang dan

jasa. Investasi bisa berbentuk pembelian bangunan atau gedung, pembelian persediaan,

mesin, dan sebagainya (Mankiw,2006:12). “Investasi akan mendorong peningkatan

pendapatan nasioal karena investasi merupakan komponen pembentuk pendapatan

nasional” (Keynes dalam Ernita; Amar; dan Syofyan, 2013). Dapat disimpulkan investasi

merupakan penanaman modal berupa pembelian bangunan, tanah, mesin, dan perlengkapan

baru untuk tetap memperlancar proses produksi dan memproduksi lebih banyak barang dan

jasa.

c) Belanja Pemerintah

“Belanja pemerintah mencakup upah pekerja pemerintah dan pembelanjaan untuk

kepentingan umum. Pembelanjaan negara dapat disebut sebagai pembayaran transfer karena

tidak dibelanjakan untuk mendapatkan barang dan jasa yang diproduksi. Dari sudut pandang

ilmu ekonomi makro, pembayaran transfer berlaku seperti pajak yng negatif karena PDB

dimaksudkan untuk mengukur pendapatan dari produksi barang dan jasa serta pengeluaran

atas produksi barang dan jasa” (Mankiw, 2006:12). Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa

belanja pemerintah merupakan suatu pengeluaran yang ditujukan untuk kepentingan publik

bukan untuk kepentingan pribadi.

d) Ekspor neto

Menurut Mankiw (2006:13) “Ekspor neto (Net Export) sama dengan pembelian produk

dalam negeri oleh orang asing (ekspor) dikurangi pembelian produk luar negeri oleh warga

negara (impor). Ekspor neto mencakup barang dan jasa yang diproduksi di luar negeri (diberi

tanda minus) karena barang dan jasa ini dicantumkan dalam konsumsi, investasi, dan belanja

pemerinta (dengan tanda plus). Namun, karena pembelian ini juga meningkatkan konsumsi,

investasi, atau belanja pemerintah, pembelian ini tidak mempengaruhi PDB”. Dalam hal ini

ekspor neto mengacu pada pada nilai ekspor dikurangi nilai impor, karena pengurangan

tersebut masuk pada komponen PDB yang lain sehingga pembelian barang atau jasa dari luar

negeri dapat mengurangi ekspor neto. Dapat disimpulkan bahwa pengukuran berdasarkan

pendekatan pengeluaran merupakan pendapatan nasional yang dihitung dengan cara

menjumlahkan pengeluaran dari masing-masing pelaku ekonomi dalam periode tertentu.

Adapun contoh pengukuran pendapatan nasional berdasarkan pendekatan pengeluaran,

seperti pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3. PDB Berdasarkan Pengeluaran Tahun 2013

Pelaku Ekonomi Pengeluaran Pelaku Ekonomi Nilai Rupiah

Konsumen

Produsen

Pemerintah

Sektor Luar Negeri

Konsumsi (C)

Investasi (I)

Pengeluaran Pemerintah (G)

Ekspor (X)

Impor (M)

1.518,4

688,6

215,4

1.311,7

1.017,2

Y = C + I + G + (X –M) 2.716,9

Sumber: Badan Pusat Statistik, data diolah oleh penulis,2014.

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa pengeluaran yang paling besar yaitu

pengeluaran untuk konsumsi. Hal ini terlihat dari sikap warga negara Indonesia yang

cenderung konsumtif, dimana konsumen dalam memenuhi segala kebutuhan dan

keinginannya lebih memilih untuk membeli produk yang lebih praktis dan cepat dibanding

membuat produk sendiri. Oleh karena konsumsi memberikan kontribusi terbesar bagi

pendapatan nasional.

2.1.4 Konsep Pengukuran Pendapatan yang Lain

Beberapa pendapatan yang berbeda dengan PDB dapat diikutsertakan atau tidak

diikutsertakan di dalamnya. Menurut Mankiw (2006:8) pengukuran pendapatan selain PDB,

antara lain:

a. Produk Nasional Bruto – PNB (Gross National Product)

Adalah total pendapatan yang diperoleh penduduk tetap suatu negara. Ukuran ini berbeda

dari PDB dengan memasukkan pendapatan yang diperoleh warga negara saat berada di luar

negeri dan tidak mengikutsertakan pendapatan yang berasal dari dalam negeri. Dalam hal ini

PNB berbeda dengan PDB karena warga negara hanya ikut terlibat dengan pendapatan

dimana warga negara itu berada tanpa melibatkan negara asal.

b. Produk Nasional Neto – PNN (Net National Product)

Adalah total pendapatan penduduk negara (PNB) dikurangi kerugian akibat depresiasi.

Depresiasi adalah rusaknya persediaan perlengkapan dan bangunan dalam perekonomian,

seperti truk yang berkarat, gedung atau bangunan yang hampir rusak dan komputer yang

rusak. Dalam hal ini depresiasi bisa dikatakan suatu penyusutan.

c. Pendapatan Nasional (National Income)

Adalah total pendapatan yang diperoleh penduduk suatu negara dalam produksi barang

dan jasa. Perbedaannya dengan PNN yaitu pendapatan nasional tidak menghitung pajak usaha

tidak langsung seperti pajak penjualan.

d. Pendapatan Perorangan (Personal Income)

Adalah pendapatan yang diterima oleh rumah tangga dan usaha yang bukan perusahaan.

Pendapatan perorangan juga mengurangi pajak pendapatan perusahaan dan kontribusi pada

tunjangan sosial. Sebagai tambahan, pendapatan perorangan ikut menghitung pendapatan

bunga yang diterima rumah tangga yang berasal dari kepemilikan mereka atas utang negara.

Dalam hal ini pendapatan perorangan berupa masukan yang diperoleh perorangan diluar

kegiatan usahanya, pendapatan tersebut dapat melalui program transfer seperti tunjangan

sosial.

e. Pendapatan Perorangan yang Dapat Dibelanjakan (Disposable Personal Income)

Adalah pendapatan yang tersisa pada rumah tangga dan usaha yang bukan perusahaan

setelah semua kewajiban pada pemerintah dibayar. Pendapatan ini sama dengan pendapatan

perorangan dikurangi pajak perorangan dan pembayaran non pajak seperti tiket lalu lintas.

2.1.5 Perbedaan Produk Domestik Bruto Riil dengan Produk Domestik Bruto Nominal

maka dapat dikatakan bahwa jumlah output barang dan jasa yang dihasilkan jumlahnya

lebih banyak atau harga dari suatu barang dan jasa meningkat lebih tinggi. Menurut Mankiw

(2006:14) adapun penjelasan antara PDB riil dengan PDB nominal, antara lain:

A. PDB Riil

PDB riil adalah suatu kegiatan produksi barang dan jasa yang dinilai dengan harga tetap.

Dimana penghitungannya dilakukan dengan memilih suatu tahun sebagai tahun pokok,

kemudian menggunakan harga pada tahun pokok tersebut untuk menghitung nilai barang dan

jasa pada semua tahun. PDB riil menggunakan harga tahun pokok yang tetap untuk

menentukan nilai produksi barang dan jasa dalam perekonomian, karena PDB tersebut tidak

dipengaruhi oleh adanya perubahan harga namun hanya menggambarkan perubahan jumlah

barang dan jasa. Artinya PDB riil merupakan ukuran produksi barang dan jasa dalam

perekonomian (Mankiw, 2006:15-16). Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa PDB riil

dijadikan sebagai patokan atau referensi dalam membandingkan jumlah pada tahun yang

berbeda serta menunjukkan kemampuan perekonomian dalam memenuhi kebutuhan dan

keinginan konsumen, sehingga dapat dikatakan PDB riil merupakan ukuran yang lebih baik

daripada PDB nominal. Hal ini terbukti ketika membicarakan tentang PDB perekonomian

dan pertumbuhan ekonomi, maka yang dimaksud adalah PDB riil bukan PDB nominal.

Kenaikan PDB riil terjadi pada saat harga tetap namun kuantitas naik. Contoh penghitungan

PDB riil, antara lain:

PDB riil = mengukur output dengan harga konstan (misal tahun dasar 2010)

Total output tahun 2010 x Harga output 2010

Total output tahun 2011 x Harga output 2010

Total output tahun 2012 x Harga output 2010

B. PDB Nominal

PDB nominal adalah kegiatan produksi barang dan jasa yang dinilai dengan harga-harga

di masa sekarang. Artinya PDB nominal menggunakan harga barang saat ini untuk

menentukan nilai produksi barang dan jasa dalam perekonomian. Pada tahun pokok, PDB riil

selalu sama dengan PDB nominal (Mankiw, 2006:15-16). Dalam hal ini dapat disimpulkan

bahwa PDB nominal menerapkan harga produksi barang dan jasa berdasarkan harga yang

ditetapkan atau berlaku saat ini. Kenaikan PDB nominal terjadi pada saat harga naik dan

kuantitas naik. Contoh penghitungan PDB nominal, antara lain:

PDB nominal = mengukur output dengan harga berlaku

Total output tahun 2010 x Harga output 2010

Total output tahun 2011 x Harga output 2011

Total output tahun 2012 x Harga output 2012

C. Deflator PDB

Menurut Mankiw (2006:17) Deflator PDB adalah ukuran tingkat harga yang dihitung

sebagai perbandingan PDB nominal terhadap PDB riil dikalikan 100. Deflator PDB, hanya

mencerminkan harga barang dan jasa namun bukan jumlah yang diproduksi. Rumus dari

deflator PDB, antara lain:

Deflator PDB= PDBnominalPDB riil

x 100

Pada tahun pokok, PDB nominal pasti sama dengan PDB riil, sehingga deflator PDB

pada tahun pokok selalu sama dengan 100. Deflator PDB merupakan salah satu ukuran yang

digunakan untuk mengamati rata-rata tingkat harga dalam perekonomian. Dalam hal ini dapat

disimpulkan bahwa deflator PDB merupakan rasio antara PDB nominal dengan PDB riil,

dalam artian deflator PDB mengukur tingkat harga yang ditetapkan saat ini terhadap tingkat

harga yang ada di tahun pokok.

2.1.6 Transaksi yang Tidak Dimasukkan dalam Perhitungan Pendapatan Nasional

PDB selain digunakan untuk mengukur nilai pasar atas barang dan jasa yang diproduksi ,

juga terdapat beberapa produk yang tidak disertakan dalam PDB karena pengukurannya

begitu sulit. Menurut Mankiw (2006:7) beberapa transaksi yang tidak dimasukkan kedalam

perhitungan pendapatan nasional, antara lain:

1) Unorganized Market Transaction: mencakup barang-barang yang tidak pernah

memasuki pasar karena diproduksi dan dikonsumsi dalam rumah tangga. Dapat

disimpulkan bahwa transaksi tidak melalui pasar karena dibuat dan dikonsumsi untuk

kepentingan pribadi. Contohnya: sayuran yang dibeli di toko bahan pangan menjadi

bagian dari PDB, sedangkan sayuran yang ditanam sendiri di taman tidak termasuk

kedalam PDB.

2) Transaksi Barang Bekas: PDB mengikutsertakan barang dan jasa yang sedang

diproduksi. Tidak termasuk didalamnya transaksi yang melibatkan barang-barang yang

di produksi di masa lalu. Dapat disimpulkan bahwa transaksi barang bekas hanya bersifat

transaksi transfer (perpindahan pemilik) dan tidak secara langsung menambah produksi

barang dan jasa. Contohnya: Peusahaan Honda memproduksi dan menjual sepeda motor

dan mobil baru, nilai dari sepeda motor dan mobil tersebut termasuk dalam PDB, namun

ketika sepeda motor atau mobil dijual kepada pihak lain maka nilai dari produk bekas

tersebut tidak termasuk kedalam PDB.

3) Transaksi di Black Market: segala produk yang diproduksi dan dan dijual di pasar gelap

tidak diikutsertakan dalam PDB. Dapat disimpulkan bahwa barang dan jasa yang

diproduksi atau dijual secara ilegal tidak termasuk kedalam PDB karena menyangkut

kegiatan yang menyimpang dari peraturan pemerintah. Contohnya: obat-obatan terlarang,

barang hasil curian, minuman keras.

4) Transaksi produk setengah jadi: barang setengah jadi dianggap sebagai barang jadi untuk

sementara dan nilainya sebagai persediaan ditambahkan pada PDB. Ketika persediaan

barang nantinya digunakan atau dijual, persediaan perusahaan akan bernilai negatif dan

PDB untuk periode tersebut akan berkurang sesuai jumlah. Dalam hal ini dapat

disimpulkan bahwa produk setengah jadi tidak dapat dihitung kedalam PDB karena

pengukurannya sulit sehingga banyak yang menghitung produk setengah jadi menjadi

barang jadi untuk memudahkan dalam pemberian nilai. Contohnya: kain pada

perusahaan garmen dijadikan input (barang setengah jadi) untuk membuat baju, sehingga

yang dihitung hanyalah baju. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi pengulangan

perhitungan.

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2014. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Jakarta. Subdirektorat Publikasi dan Kompilasi Statistik

Ernita, Dewi. Syamsul, Amar dan Syofyan, Efrizal. 2013. Anlisa Pertumbuhan ekonomi, Investasi, dan Konsumsi di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi, Vol 1:2.

Mankiw, N. G. 2006. Pengantar Ekonomi Makro. Edisi Ketiga. Jakarta: Salemba Empat.

Mankiw, N. G. 2010. Intermediate Macroeconomics. Seven Edition. China: Palgrave Macmillan.

Ragandhi, Arsad. 2012. Pengaruh Pendapatan Nasional, Inflasi, dan Suku Bunga Deposito Terhadap Konsumsi Masyarakat di Indonesia. Jurnal Studi Ekonomi Indonesia