Makalah pemilu indonesia

17
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia pada hakekatnya merupakan konkritisasi dari perwujudan kedaulatan rakyat dalam rangka partisipasi politik dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Secara tegas (explicit) ketentuan pasal 1 ayat (2) Undang – Undang Dasar 1945 menyebutkan,”Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar” . Penggunaan hak pilih (aktif) oleh setiap warga negara Indonesia anggota – anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) juga sebagai aplikasi hak politik warga negara, sebagaimana ditentukan dalam pasal 28 Undang – Undang Dasar 1945 yang berbunyi, ”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang – undang” . Kemerdekaan atau kebebasan mengeluarkan pikiran / menyatakan pendapat merupakan pilar mendasar dalam pemerintahan yang demokratis, dan dianggap sebagai asas fundamental dalam pemilihan umum. Demokrasi yang dianut di Indonesia adalah Demokrasi Pancasila yang mencakup prinsip – prinsip pokok demokrasi konstitusional yang berdasarkan rule of law. Pelaksanaan Pemilihan Umum yang bebas untuk mengakomodir hak – hak politik masyarakat, merupakan salah satu syarat utama pemerintahan yang demokratis berdasarkan rule of law. Secara lengkap (implicit), dalam South – East Asian Conference of Jurists yang diselenggarakan di Bangkok pada tanggal 15 – 19 Pebruari 1965, menyebutkan syarat – syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokratis dibawah rule of law, sebagai berikut:

Transcript of Makalah pemilu indonesia

Page 1: Makalah pemilu indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG MASALAH

Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia pada hakekatnya

merupakan konkritisasi dari perwujudan kedaulatan rakyat dalam rangka partisipasi

politik dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Secara tegas (explicit)

ketentuan pasal 1 ayat (2) Undang – Undang Dasar 1945 menyebutkan,”Kedaulatan

berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar”.

Penggunaan hak pilih (aktif) oleh setiap warga negara Indonesia anggota – anggota

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan

Wakil Presiden, serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) juga sebagai

aplikasi hak politik warga negara, sebagaimana ditentukan dalam pasal 28 Undang –

Undang Dasar 1945 yang berbunyi, ”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,

mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan

undang – undang”. Kemerdekaan atau kebebasan mengeluarkan pikiran /

menyatakan pendapat merupakan pilar mendasar dalam pemerintahan yang

demokratis, dan dianggap sebagai asas fundamental dalam pemilihan umum.

Demokrasi yang dianut di Indonesia adalah Demokrasi Pancasila yang mencakup

prinsip – prinsip pokok demokrasi konstitusional yang berdasarkan rule of law.

Pelaksanaan Pemilihan Umum yang bebas untuk mengakomodir hak – hak politik

masyarakat, merupakan salah satu syarat utama pemerintahan yang demokratis

berdasarkan rule of law. Secara lengkap (implicit), dalam South – East Asian

Conference of Jurists yang diselenggarakan di Bangkok pada tanggal 15 – 19

Pebruari 1965, menyebutkan syarat – syarat dasar untuk terselenggaranya

pemerintahan yang demokratis dibawah rule of law, sebagai berikut:

1)  Perlindungan konstitusionil, dalam arti bahwa konstitusi, selain dari menjamin hak

– hak individu, harus menentukan pula cara proseduril untuk memperoleh

perlindungan atas hak – hak yang dijamin.

2)  Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (independent and impartial

tribunals).

3)  Pemilihan umum yang bebas.

4)  Kebebasan untuk menyatakan pendapat.

5)  Kebebasan untuk berserikat / berorganisasi dan beroposisi.

6)  Pendidikan kewarganegaraan (civic education)1[1].

1[1] Miriam Budiardjo. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta (Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000) Halaman 60.

Page 2: Makalah pemilu indonesia

Meskipun penggunaan hak pilih (hak suara) dalam suatu pemilihan umum adalah

hak subyektif warga negara (masyarakat / rakyat) yang telah memenuhi syarat untuk

memilih, akan tetapi dari aspek kepentingan negara dan bangsa maka dapat

dianggap bahwa penggunaan hak pilih / hak suara warga negara dalam pemilihan

umum, pada hakekatnya adalah sebagai bentuk tanggung jawab untuk berpartisipasi

dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui proses pemilihan umum, rakyat

(warga negara) menyerahkan kekuasaannya / kedaulatannya kepada pemerintah

(dalam arti luas yang mencakup Presiden beserta pembantu – pembantunya yaitu

para menteri, serta parlemen baik di tingkat pusat maupun daerah) untuk

mengelola / mengurus organisasi yang dinamakan negara. Pada umumnya, negara

sebagai asosiasi rakyat / rakyat mempunyai tujuan akhir yaitu menciptakan

kebahagiaan bagi rakyatnya (bonum publicum, common good, common well).

Dengan demikian, ketentuan mengenai keiikutsertaan setiap warga negara yang

telah memenuhi syarat untuk memilih dalam pemilihan umum, tidak semata – mata

dianggap sebagai hak yang memiliki pengertian boleh dilaksanakan atau tidak

dilaksanakan. Tetapi, ketentuan mengenai partisipasi warga negara dalam

pemilihan umum harus dilihat sebagai wujud tanggung jawabnya sebagai

pemegang kedaulatan rakyat, terhadap bangsa dan negara. Sehingga peranan

setiap warga negara dalam pemilihan umum dengan menggunakan hak pilih /

hak suaranya merupakan fenomena sosial – politik yang sangat urgent

dibahas secara sosiologis berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan umum di

Indonesia.

Namun demikian, agar pembahasan fenomena sosiologis tersebut bersifat faktual

maka penulisan karya ilmiah ini didasarkan pada:

ad.1. Fakta Yuridis (das sollen), yang meliputi:

-     Pasal 1 ayat (2) Undang – Undang Dasar 1945, yang berbunyi: “Kedaulatan

adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang – undang”.

-     Pasal 22 E ayat (1) Undang – Undang Dasar 1945, yang berbunyi: “Pemilihan

umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap

lima tahun sekali”.

-     Pasal 1 angka (1) Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang

Penyelenggara Pemilihan Umum, yang berbunyi: ““Pemilihan Umum, selanjutnya

disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, yang dilaksanakan

secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945”.

-     Pasal 1 angka (1) Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan

Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan

Page 3: Makalah pemilu indonesia

Perwakilan Rakyat Daerah, yang berbunyi: “Pemilihan Umum, selanjutnya disebut

Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, yang dilaksanakan secara

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945”.

-     Pasal 1 angka (1) Undang – Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan

Umum Presiden dan Wakil Presiden, yang berbunyi: “Pemilihan Umum Presiden dan

Wakil Presiden, selanjutnya disebut Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, adalah

pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Negara

Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

ad.2. Fakta Riil (das sein), yaitu masih banyak warga negara Indonesia sebagai

pemegang kedaulatan rakyat, tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan

Umum di Indonsia.

B.    PERMASALAHAN

Dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, pemilihan

umum (Pemilu) merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam tataran Indonesia

sebagai negara demokrasi. Esensi dari pemilihan umum (Pemilu) adalah

pelaksanaan kedaulatan rakyat yang selanjutnya merepresentasikan kedaulatan

tersebut kepada organ – organ penyelenggara negara (dan daerah - daerah sebagai

bagian dari negara), seperti; Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Namun

demikian, dalam kenyataannya masih banyak warga negara (rakyat) yang

sesungguhnya sebagai pemegang peranan (role occupant) penting, tidak

menggunakan hak pilihnya / hak suaranya dalam setiap penyelenggaraan pemilu.

Secara umum dapat dikatakan bahwa keadaan tersebut disebabkan oleh hal – hal

yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

ad.1. Banyak warga negara (masyarakat) yang tidak bersedia menggunakan

hak pilihnya / hak suaranya.

ad.2. Data daftar pemilih yang tidak akurat.

C.    METODOLOGI PENELITIAN

Penulisan makalah ini merupakan suatu rangkaian dari kegiatan ilmiah untuk

mempelajari dan membahas fenomena hukum yang didasarkan pada metode

ilmiah. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian, yang dipergunakan sebagai

pedoman untuk mengumpulkan data – data serta melakukan kajian atau telaah

terhadap fenomena – fenomena yuridis. Sehingga penulisan makalah ini sebagai

Page 4: Makalah pemilu indonesia

suatu bentuk karya ilmiah sesuai dengan prosedur penelitian yang berfokuskan

masalah (problem – focused research).

Metodologi penelitian sebagai sarana pengumpulan data yang dipergunakan oleh

Penulis dalam makalah ini, adalah:

a.  Penelitian lapangan (field research) melalui metode pengumpulan data primer

atau data dasar (primary data / basic data) yaitu mengumpulkan informasi langsung

dari masyarakat sebagai sumber pertama.

b.  Penelitian kepustakaan (library research) melalui metode pengumpulan data

sekunder (secondary data) yaitu mencakup peraturan perundang – undangan, buku

– buku, dokumen – dokumen resmi, media cetak dan media online, hasil – hasil

penelitian yang berwujud laporan – laporan, yurisprudensi, dan sebagainya.

D. SISTEMATIKA PENULISAN

Agar pembahasan dalam karya ilmiah ini dapat dengan mudah ditelaah dan

difahami, maka penulisan makalah ini disusun secara sistematis, sebagai berikut:

-       Bab I: Pendahuluan, terdiri dari:

A.   Latar Belakang Masalah.

B.   Permasalahan.

C.   Metodologi Penelitian.

D.   Sistematika Penulisan

-       Bab II: Analisis Masalah

A.     Banyak warga negara (masyarakat) yang tidak bersedia menggunakan hak

pilihnya / hak suaranya.

B.     Data daftar pemilih yang tidak akurat.

C. BAB III: Penutup

A.   Kesimpulan.

B.   Saran – saran.

BAB II

ANALISIS

Page 5: Makalah pemilu indonesia

A.     Banyak warga negara (masyarakat) yang tidak bersedia menggunakan hak

pilihnya / hak suaranya.

Pemilihan umum (Pemilu) sebagai saluran (outlet) partisipasi warga negara

(masyarakat) yang dilaksanakan di Indonesia, pada hakekatnya adalah

pengejawantahan dari nilai – nilai demokrasi yang berdasarkan atas hukum. Dalam

Penjelasan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia, sangat tegas

dinyatakan bahwa; 1) Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat),

tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat), dan 2) Pemerintahan

berdasarkan atas atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme

(kekuasaan yang tidak terbatas). Undang – Undang Dasar 1945 sebagai hukum

dasar (grundnorm) negara Indonesia, pada pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa

“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang – undang”.

Pemilu sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, secara khusus

disebutkan dalam pasal 22 E ayat (1) Undang – Undang Dasar 1945, yang

berbunyi: “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,

jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Undang – undang organik sebagai peraturan

pelaksanaan yang dimaksudkan oleh UUD 1945 tersebut, untuk saat ini adalah

Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum,

Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah, dan Undang – Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum

Presiden dan Wakil Presiden. Ketentuan – ketentuan mengenai Pemilu sebagai

sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang disebutkan dalam UUD 1945 dan

peraturan perundang – undangan tersebut diatas, adalah sesuai dengan gagasan

konstitusionalisme (constitutionalism) yang dikemukakan oleh Carl. J. Friedrich

sebagai berikut: “Pemerintah merupakan suatu kumpulan aktivitas yang

diselenggarakan atas nama rakyat, tetapi yang tunduk kepada beberapa

pembatasan yang dimaksud untuk memberi jaminan bahwa kekuasaan yang

diperlukan untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang

mendapat tugas untuk memerintah (Government is a set of activities organized and

operated on behalf of the people but subject to a series of restraints which attempt to

ensure that the power which is needed for such governance is not abused by those

who are called upon to do the governing)”2[2].

Pelaksanaan Pemilu merupakan sarana bagi masyarakat (warga negara) untuk

mengekspresikan hak politiknya dalam rangka menyelenggarakan; 1) perubahan

2[2] Miriam Budiardjo. Ibid. Halaman 57.

Page 6: Makalah pemilu indonesia

secara damai dalam masyarakat yang sedang berubah (peaceful change in a

changing society), dan 2) pergantian pimpinan secara teratur (orderly succession of

rulers). Oleh karena pelaksanaan Pemilu sangat penting artinya dalam suatu

negara demokrasi seperti Indonesia, maka partisipasi politik masyarakat juga sangat

diharapkan untuk menggunakan hak pilihnya / hak suaranya. Dengan perkataan lain,

masyarakat sebagai pemilih (pemegang / pengguna hak pilih) melaksanakan

partisipasinya dalam bentuk kehadiran dan pemberian suara di Tempat Pemungutan

Suara (TPS). Akan tetapi pada kenyataannya masih banyak masyarakat (rakyat)

Indonesia yang tidak bersedia / tidak mau berpartisipasi untuk menggunakan hak

pilihnya pada setiap Pemilu yang diselenggarakan di Indonesia.

Sebagai contoh faktual data dikemukakan bahwa “Data KPU Kabupaten

Kebumen menunjukkan angka partisipasi pemilih pada Pilgup tahun 2004 angka

partisipasi mencapai 82,51 % sementara pada tahun 2009 hanya mencapai 67, 89

%, atau menurun 14,62% . Sementara angka partisipasi pemilih pada Pemilihan

Presiden ( Pilpres) Tahun 2004 putaran I mencapai 79,69 % dan putaran ke II 74, 34

%. Padahal pada pilpres Tahun 2009 angka partisipasi hanya mencapai 69, 32 %

atau menurun 9,02 % hingga 10,37 % . Kondisi serupa juga terjadi pada angka

partisipasi Pilbup tahun 2005 yang mencapai 71,81%, dan Pilbup 2010 putaran I

mencapai 63,08 % serta putaran II 57,11 % atau terjadi penurunan 8,73 % - 14,70

%”3[3]. Fakta yang sama dikemukan oleh Siliwanti yang mengatakan, “Tingkat

partisipasi masyarakat pada Pemilu 2009 yang hanya mencapai 70,99% (Pemilu

Legislatif) dan 72,56% (Pemilu Presiden dan Wakil Presiden), dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yakni trust terhadap penyelenggara, sikap dan budaya politik,

teknis, DPT, sosialisasi, dan administrasi”4[4].

Menyikapi realita sosial bahwa dewasa ini terdapat tendensi menurunnya animo

dan partisipasi masyarakat dalam Pemilu maka berbagai upaya telah dilakukan.

Upaya tersebut antara lain dengan mengadakan Seminar tentang pemilu yang

diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tanggal 16 Nopember

2011, dengan melibatkan Partai Politik (Parpol), Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM), Organisasi Masa (Ormas), media massa, Pemantau Pemilu, dan Perguruan

Tinggi .Seminar tersebut dimaksudkan untuk memperoleh input dan solusi terhadap

kecenderungan menurunnya tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilu dan

Pemilukada5[5].

3[3] Pikiran Rakyat Online. Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu Turun. Edisi: Kamis, 29 November 2012.

4[4] Watapedia, Media Online. Pemilu: Faktor Penyebab Turunnya Paartisipasi Dalam Pemilu. Edisi 17 November 2011.

5[5] Watapedia, Media Online. Ibid.

Page 7: Makalah pemilu indonesia

Pada umumnya secara sosiologis kemasyarakatan dapat diidentifikasi beberapa

alasan sikap warga negara Indonesia yang tidak bersedia menggunakan hak

pilihnya, antara lain:

1.  Adanya sikap apatis dari keyakinan masyarakat bahwa memilih atau tidak memilih

tidak mempengaruhi kehidupan mereka secara signifikan.

2.  Para calon yang bertarung tidak memiliki kapasitas untuk mewujudkan harapan

mereka.

3.  Sebagian masyarakat beranggapan bahwa kebutuhan ekonomi lebih penting

daripada penyaluran hak politik mereka untuk berpartisipasi dalam Pemilu.

4.  Menurunnya kepercayaan (trust) masyarakat terhadap para calon (Presiden dan

Wakil Presiden, DPR , DPD dan DPRD).

5.  Masyarakat menganggap bahwa sikap dan budaya politik peserta pemilu (partai

politik, pasangan calon maupun calon independen) dalam berkampanye sering

melakukan prilaku – prilaku yang tidak bermoral seperti penghinaan, permusuhan

dan kecurangan.

6.  Masyarakat trauma dengan propaganda – propaganda politik selama kampanye

yang ternyata tidak terbukti pasca pemilu.

Pemilihan umum dapat dijadikan sebagai simbol pesta kedaulatan rakyat. Dalam

setiap pelaksanaan Pemilu,  partisipasi masyarakat merupakan salah satu aspek

penting untuk terselenggaranya demokrasi. Partisipasi dalam Pemilu dapat diartikan

sebagai keikutsertaan warga negara (masyarakat) dalam kegiatan-kegiatan politik

baik yang bersifat aktif  maupun pasif  dan bersifat langsung maupun tidak langsung

untuk ikut mempengaruhi / ikut serta dalam suatu pengambilan keputusan /

kebijakan pemerintah ataupun kebijakan publik. Semakin tinggi tingkat partisipasi

masyarakat dalam Pemilu, maka dapat diartikan bahwa semakin tinggi pula tingkat

legitimasi  suatu proses penetapan sebuah keputusan.

Secara sosiologis, partisipasi politik masyarakat untuk berperan serta dalam

pemilihan umum berkaitan dengan kesadaran hukum masyarakat itu sendiri.

Kesadaran hukum masyarakat dihubungkan dengan tanggung jawab terhadap

bangsa dan negara Indonesia, maka berpartisipasi masyarakat dalam pemilu

sebagai sarana untuk menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur

adalah sesuai dengan asas hukum yang menyatakan “hukum menghendaki

kedamaian (het recht wil den vrede)”. Dengan demikian, hak pilih / hak suara tidak

hanya dianggap sebagai hak subjektif warga negara (masyarakat) tetapi merupakan

tanggung jawab warga negara terhadap negara. Dengan pemahaman yang

demikian, akan tumbuh kesadaran hukum masyarakat yang tinggi untuk berperan

serta dalam pemilihan umum. Asumsi sosiologis ini sesuai dengan pendapat

Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdulah yang menyatakan, “kesadaran hukum

Page 8: Makalah pemilu indonesia

yang tinggi mengakibatkan para warga masyarakat mematuhi ketentuan – ketentuan

hukum yang berlaku. Sebaliknya, apabila kesadaran hukum sangat rendah, maka

derajat kepatuhan terhadap hukum juga tidak tinggi. Dengan demikian, pendapat

tersebut berkaitan dengan berfungsinya hukum dalam masyarakat atau effektivitas

dari ketentuan – ketentuan hukum di dalam pelaksanaannya. Dengan lain

perkataan, kesadaran hukum menyangkut masalah, apakah ketentuan hukum

tertentu benar – benar berfungsi atau tidak dalam masyarakat”6[6]. Berkaitan

dengan pembahasan dalam permasalahan makalah ini, yang dimaksud dengan

hukum tersebut adalah peraturan perundang – undangan mengenai pemilihan

umum.

Penggunaan hak pilih dalam pemilihan umum secara sosiologis dianggap

sebagai tanggung jawab warga negara terhadap negara didasarkan pada prinsip

bahwa antara negara dan warga negara terdapat hubungan hukum ketatanegaraan.

Oleh karena itu, dalam konteks pemilu, antara negara dan warga negara dapat

melakukan negosiasi hak (right negotiatian) agar warga negara / masyarakat

menggunakan hak pilihnya dalam pemilu sebagai bentuk tanggung jawab terhadap

negara. Negosiasi hak tersebut dilakukan melalui sosialisasi oleh pemerintah

(mewakili kepentingan negara) di satu pihak dengan warga negara di pihak lain.

Negosiasi tersebut diharapkan dapat menyelesaikan masalah partisipasi masyarakat

agar bersedia menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum, yang sebenarnya

hak tersebut telah dimiliki dan melekat pada warga negara yang telah memenuhi

syarat – syarat tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Munir Fuady yang

menyatakan, “negosiasi hak bertujuan untuk menyelesaikan masalah yang timbul

sehubungan dengan pelaksanaan hak yang sebelumnya sudah ada”7[7].

B.    Data daftar pemilih yang tidak akurat.

Faktor lain yang menjadi penyebab rendahnya tingkat prosentase partisipasi

pemilih karena permasalahan pendataan calon pemilih yang pada akhirnya menjadi

Daftar Pemilih Tetap (DPT). Terdapat kesenjangan atau tidak ada sinkronisasi

antara sinkronisasi Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dengan Daftar

Pemilih Tetap (DPT) pemilu terakhir serta distribusi dan konsolidasi data pemilih

pada daerah – daerah pemilihan dalam wilayah negara Republik Indoneia. Adanya

perbedaan / kesenjangan data tersebut dapat disebabkan oleh faktor teknologi yang

6[6] Soerjono Soekanto, Mustafa Abdullah. Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat. Jakarta (Penerbit: Rajawali Pers, 1987) Halaman 215 – 216.

7[7] Munir Fuady. Teori – Teori Dalam Sosiologi Hukum. Jakarta (Penerbit: Prenada Media Group, 2011) Halaman 354 – 355.

Page 9: Makalah pemilu indonesia

belum memadai dan / atau faktor kesengajaan oknum – oknum tertentu baik di

pemerintahan maupun di Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Berkaitan dengan penggunaan teknologi, maka KPU telah mengoptimalkan

pemanfaatan Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) dan Daftar Pemilih Tools

(DPTools) untuk meningkatkan akurasi data pemilih pada pemilihan umum. Sidalih

dan DPTools untuk mendeteksi  potensi data ganda sehingga daftar pemilihnya lebih

akurat. Sidalih selain berfungsi mendeteksi data ganda juga dapat digunakan untuk

sinkronisasi Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dengan Daftar Pemilih

Tetap (DPT) pemilu terakhir serta distribusi dan konsolidasi data pemilih. Teknologi

DPTools sudah digunakan oleh KPU sejak tahun 2009 (untuk Pemilihan Umum

tahun 2009), namun belum digunakan secara merata pada Pemilihan Umum Kepala

Daerah (Pemilukada) di seluruh Indonesia.

Terlepas dari teknologi sistem informasi data, maka yang paling penting adalah

perilaku aparat pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)

beserta jajarannya di tingkat bawah harus secara jujur dan transparan

menyampaikan data pemilih kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai user

(pengguna) data. Begitu pula, prilaku anggota atau komisioner KPU harus

profesional, independen dan cermat menyusun Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang

akan dijadikan acuan dalam pemilihan umum. Prilaku aparat pemerintah sebagai

penyedia data dan anggota atau komisioner KPU ini perlu tetap diawasi agar tidak

terjadi kecurangan – kecurangan atau manipulasi dalam menyusun dan menetapkan

daftar pemilih.

Pemerintah dan KPU memegang peranan penting agar masyarakat sebagai

pemegang hak pilih dapat menggunakan haknya dalam pemilu. Oleh karena dalam

kenyataannya, banyaknya masyakat yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam

pemilu tidak semata – mata disebabkan keengganan mereka untuk menggunakan

hak pilihnya, akan tetapi karena nama mereka tidak terdapat dalam Daftar Pemilih

Tetap (DPT). Dengan demikian pemerintah dan KPU diharapkan dapat menjalankan

peranannya dalam pelaksanaan pemilu, sehingga pemilu dapat merefleksikan

kedaulatan rakyat dalam negara Indonesia. Peranan pemerintah dan KPU dalam

pelaksanaan pemilu di Indonesia, dalam hal ini yang dimaksudkan peranan yang

sebenarnya dilakukan (actual role). Meskipun dalam kedudukannya sebagai

penyelenggara pemilu, pada hakekatnya pemerintah dan KPU memiliki peranan

yang cukup luas, yang menurut penulis dapat dihubungkan dengan peranan

sebagaimana dijabarkan oleht Soerjono Soekanto, yaitu;” 1) peranan yang ideal

(kideal role), 2) peranan yang seharusnya (expected role), 3) peranan yang

Page 10: Makalah pemilu indonesia

dianggap oleh diri sendiri (perceived role), 4) peranan yang sebenarnya dilakukan

(actual role)”8[8].

Peranan pemerintah dan KPU untuk melakukan kegiatan menghimpun data

pemilih yang akurat secara langsung ke lapangan (Rukun Tetangga, Kelurahan,

Kecamatan, dan seterusnya), apa penyebabnya nama – nama anggota masyarakat

yang sudah memenuhi syarat untuk memilih akan tetapi tidak termasuk dalam Daftar

Pemilih Tetap (DPT) merupakan tahapan aktiva sosiologis. Selanjutnya,

berdasarkan data – data hasil penelitian tersebut dilakukan aktivita intelektualis

untuk menentukan metode atau memodifikasi metode yang telah ada dalam rangka

menghimpun data pemilih. Dengan metode yang demikian diharapkan data pemilih

dalam suatu daerah dapat dihimpun secara akurat, untuk dijadikan pedoman dalam

menyusun Daftar Pemilih Tetap (DPT).

BAB III

PENUTUP

A.     KESIMPULAN

-       Pelaksanaan Pemilu sangat penting artinya dalam suatu negara demokrasi

seperti Indonesia, oleh karena itu partisipasi politik masyarakat juga sangat

diharapkan untuk menggunakan hak pilihnya / hak suaranya.

-       Secara faktual (pada kenyataannya) masih banyak masyarakat (rakyat)

Indonesia yang tidak bersedia / tidak mau berpartisipasi untuk menggunakan hak

pilihnya pada setiap Pemilu yang diselenggarakan di Indonesia.

-       Selain masyarakat tidak bersedia berpartisipasi dalam Pemilu, peneybab lain

berkurangnya partisiapasi masyarakat dalam Pemilu disebabkan sebagian

masyarakat Indonesia namanya tidak terdapat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

-       Secara sosiologis kemasyarakatan maka dapat diidentifikasi beberapa alasan

sikap warga negara Indonesia yang tidak bersedia menggunakan hak pilihnya,

antara lain:

1.     Adanya sikap apatis dari keyakinan masyarakat bahwa memilih atau tidak

memilih tidak mempengaruhi kehidupan mereka secara signifikan.

8[8] Soerjono Soekanto. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum. Jakarta (Penerbit: RajaGrafindo Persada, 2008) Halaman 20.

Page 11: Makalah pemilu indonesia

2.     Para calon yang bertarung tidak memiliki kapasitas untuk mewujudkan harapan

mereka.

3.     Sebagian masyarakat beranggapan bahwa kebutuhan ekonomi lebih penting

daripada penyaluran hak politik mereka untuk berpartisipasi dalam Pemilu.

4.     Menurunnya kepercayaan (trust) masyarakat terhadap para calon (Presiden dan

Wakil Presiden, DPR , DPD dan DPRD).

5.     Masyarakat menganggap bahwa sikap dan budaya politik peserta pemilu (partai

politik, pasangan calon maupun calon independen) dalam berkampanye sering

melakukan prilaku – prilaku yang tidak bermoral seperti penghinaan, permusuhan

dan kecurangan.

6.     Masyarakat trauma dengan propaganda – propaganda politik selama kampanye

yang ternyata tidak terbukti pasca pemilu.

-       Secara sosiologis, dapat dikatakan bahwa partisipasi politik masyarakat untuk

berperan serta dalam pemilihan umum berkaitan dengan kesadaran hukum

masyarakat itu sendiri.

-       Demikian pula, penggunaan hak pilih dalam pemilihan umum secara sosiologis

dianggap sebagai tanggung jawab warga negara terhadap negara didasarkan pada

prinsip bahwa antara negara dan warga negara terdapat hubungan hukum

ketatanegaraan.

-       Secara sosiologis, kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilihan

umum sangat berkaitan erat dengan Perilaku aparat pemerintah dalam hal ini

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) beserta jajarannya di tingkat bawah harus

secara jujur dan transparan menyampaikan data pemilih kepada Komisi Pemilihan

Umum (KPU) sebagai user (pengguna) data. Begitu pula, prilaku anggota atau

komisioner KPU harus profesional, independen dan cermat menyusun Daftar

Pemilih Tetap (DPT) yang akan dijadikan acuan dalam pemilihan umum. Prilaku

aparat pemerintah sebagai penyedia data dan anggota atau komisioner KPU ini

perlu tetap diawasi agar tidak terjadi kecurangan – kecurangan atau manipulasi

dalam menyusun dan menetapkan daftar pemilih.

B.    SARAN – SARAN

-       Dalam rangka upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat (warga negara)

dalam pemilihan umum maka pemerintah dan penyelenggara pemilu dalam hal ini

Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu melakukan pendidikan pemilih kepada

masyarakat berupa civil education mengenai pentingnya menggunakan hak pilih /

hak suara dalam setiap pemilihan umum.

Page 12: Makalah pemilu indonesia

-       Perlu dilakukan sosialisasi tujuan pemilihan umum dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara untuk meningkatkan daya dorong atau motivasi masyarakat (warga

negara) pada setiap pemilihan umum.

-       Penerapan metode pembelajaran pelaksanaan pemilihan umum sebagai materi

mata pelajaran di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) / Sekolah

Menengah Atas (SMA), dalam jangka panjang dapat meningkatkan kesadaran

masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum.

-       Masyarakat harus senantiasa melakukan pengawasan (control) prilaku aparat

pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) beserta

jajarannya di tingkat bawah sebagai penyedia data dan anggota atau komisioner

KPU agar tidak terjadi kecurangan – kecurangan atau manipulasi dalam menyusun

dan menetapkan daftar pemilih yang berhak menggunakan hak pilih / hak suara

dalam pemilihan umum.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

(Bibliografi)

Budiardjo Miriam. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta (Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama) Tahun 2000;

Fuady, Munir. Teori – Teori Dalam Sosiologi Hukum. Jakarta (Penerbit: Kencana

Prenada Media Group) 2011;

P., Trubus Rahardiansah, Endar Pulungan. Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta

(Penerbit: Universitas Trisakti) 2005;

Pikiran Rakyat Online. Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu Turun. Edisi: Kamis, 29

November 2012;

Salman, Anthon F. Susanto. Beberapa Aspek Sosiologi Hukum. Bandung (Penerbit:

PT. Alumni) 2012;

Soekanto, Soerjono. Beberapa Catatan Tentang Psikologi Hukum. Bandung

(Penerbit: PT. Alumni) 1979;

-------. Mengenal Sosiologi Hukum. Bandung (Penerbit: Alumni) 1982;

--------. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta (Penerbit:

PT. RajaGrafindo Persada) 2008;

Page 13: Makalah pemilu indonesia

--------. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta (Penerbit: CV. Rajawali) 1982;

Soekanto, Soerjono, Mustafa Abdullah. Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat. Jakarta

(Penerbit: CV. Rajawali) 1982;

Watapedia, Media Online. Pemilu: Faktor Penyebab Turunnya Paartisipasi Dalam

Pemilu. Edisi 17 November 2011.

Zamzami, Mukhtar. Materi Kuliah Sosiologi Hukum, Memahami Sosiollogi Hukum.

Jakarta (Universitas Jaya Baya) 2012;