makalah PBSI

21
STRATEGI BUDAYA ISLAM DAN PERAN DAI DALAM PENGEMBANGAN SENI BUDAYA ISLAM Disusun Oleh: Anisah Nur Laila (124100) Luqman Abdullah (12510031) Fajar (124100) Egawita Dila (124100) Jihan Nabila (124100)

description

busaya islam

Transcript of makalah PBSI

STRATEGI BUDAYA ISLAM DAN PERAN DAI DALAM PENGEMBANGAN SENI BUDAYA ISLAM

Disusun Oleh:

Anisah Nur Laila(124100)

Luqman Abdullah(12510031)

Fajar

(124100)

Egawita Dila

(124100)

Jihan Nabila

(124100)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam sebagai agama yang memiliki materi ajaran yang integral dan komprehensif, disamping mengandung ajaran utama sebagai syari'ah, juga memotivasi umat Islam untuk mengembangkan seni budaya Islam, yaitu seni budaya yang mencerminkan nilai-nilai Islam. Seni budaya memperoleh perhatian yang serius dalam Islam karena mempunyai peran yang sangat penting untuk membumikan ajaran utama sesuai dengan kondisi dan kebutuhan hidup umat manusia.Al-Qur'an memandang seni budaya sebagai suatu proses, dan meletakkan seni budaya sebagai eksistensi hidup manusia. Seni budaya merupakan suatu totalitas kegiatan manusia yang meliputi kegiatan akal, hati dan tubuh yang menyatu dalam suatu perbuatan. Seni budaya Islam adalah hasil olah akal, budi, cipta rasa, karsa, dan karya manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Hasil olah akal, budi, rasa, dan karsa yang telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal berkembang menjadi sebuah peradaban.Tidak hanya dalam menyebarkan ajaran Islam, dalam mendidik pun perlu menggunakan seni. Guru di kelas adalah bagai seorang pemain drama yang dituntut untuk mampu menyajikan presentasi yang menarik. Oleh karenanya, dalam penyiapan tenaga guru dan pendidik perlu mengadopsi ketrampilan seni khususnya seni drama yang berkaitan dengan olah vokal, mimik, ekspresi maupun pengaturan ruang kelas yang dnbaratkan sebagai pentas.

Dalam konteks yang lebih luas, mengajar sebagai suatu seni lebih mengarah pada suatu "nilai seni" yang memandang bahwa kesenian adalah suatu hal yang berharga dalam kehidupan manusia. Artinya, seseorang yang menjunjung nilai seni memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk berhubungan dengan orang lain. Jadi sifat-sifat manusia seni adalah hidup bersahaja, senang menikmati keindahan, gemar mencipta, dan mudah bergaul dengan siapa saja. Kondisi demikian sangat terkait dengan aktivitas mengajar yang biasa dilakukan oleh pendidik di kelas. Pendidik dalam menyampaikan bahan ajar di depan kelas sebaiknya tidak hanya menggunakan kata-kata belaka, melainkan mampu merancang proses pembelajaran dengan model interaksi bervariasi.

Berdakwah menggunakan seni, dakwahnya menjadi sejuk. Berkampanye menggunakan seni, menjadi damai, tenteram. Mengajar menggunakan seni, menjadi menyenangkan. Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas mengenai Strategi Budaya Islam dan Peran Dai atau Guru dalam mengembangkan Seni Budaya Islam .B. Rumusan Masalah

1. Bagaminan pengertian seni budaya islam?2. Bagaimana Strategi Budya Islam?

3. Bagaimana peran dai/guru dalam mengembangkan seni budaya islam?C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian seni budaya islam.

2. Untuk mengetahui strategi budaya islam.3. Untuk mengetahui peran dai/guru dalam mengembangkan seni budaya islam.BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengetian Seni Budaya IslamSeni (Latin = Ars) berarti keahlian : (1) mengekspresikan ide-ide dan pemikiran estetika, (2) mewujudkan kemampuan serta imajinasi penciptaan (benda, suasana, atau karya yang mampu menimbulkan rasa indah). (3) mewujudkan salah satu dari sejumlah pengekspresian yang dikategorikan secara - konvensional - oleh manfaat yang ditimbulkan atau bentuk yang dihasilkan (lukisan, patung, film, tari-tarian, hasil karya ekspresi keindahan, kerajinan dll.) Seni termasuk bagian dari kebudayaan manusia.

Seni secara keseluruhan terbagi kepada : seni murni dan seni budaya. Seni murni adalah seni yang lebih merujuk kepada estetika atau keindahan semata. Seni yang digunakan dengan suatu cara yang khusus untuk berbagai aktifitas, seperti: melukis, menggambar, mengkomposisi musik, atau membuat sajak, yang merupakan aktifitas untuk menghasilkan karya, termasuk seni murni. Seni budaya: berkenaan dengan keahlian untuk menghasilkan sesuatu dalam bentuk tulisan, percakapan, dan benda bermanfaat yang indah. Perpaduan estetika dengan kegunaan berfaedah, seperti : benda-benda dari tembikar, hasil kerajinan logam, arsrtektur dan rancang iklan.

Menurut M. Quraish Shihab, Seni Budaya Islam diartikan sebagai Ekspresi tentang keindahan wujud dari sisi pandangan Islam tentang alam, hidup dan manusia yang mengantar menuju pertemuan sempurna antara kebenaran dan keindahan (sesuai cetusan fitrah). Atau dengan bahasa yang lebih mudah, seni budaya dalam pandangan Seyyed Hosen Nasr diartikan sebagai keahlian mengekspresikan ide dan pemikiran estetika dalam penciptaan benda, suasana atau karya yang mampu menimbulkan rasa indah dengan berdasar dan merujuk pada al-Qur'an dan Hadits. Meski merujuk kepada sumber pokok Islam, akan tetapi Islam sendiri tidak menentukan bentuk dari seni Islam melainkan hanya memberikan acuan dan arahan. Oleh karenanya seni Islam bukanlah seni yang bersumber dari entitas tunggal yaitu kitab suci saja, melainkan juga berkait erat dengan seni budaya yang berkembang pada suatu masyarakat.

B. Model Strategi Budaya IslamSecara akademis, kita mengenal dua macam pendekatan untuk melihat fenomena kebudayaan. Pendekatan pertama melihat kebudayaan dari luar ke dalam. Pendekatan ini ingin melihat pengaruh lingkungan fisik terhadap lingkungan sosial, dan bagaimana sitem simbol dan sistem nilai atau pandangan hidup masyarakat. Sementara itu, pendekatan kedua melihat kebudayaan dari dalam ke luar. Yaitu bagaimana sistem nilai mempengaruhi pembentukan sistem simbol, dan bagaimana sistem simbol itu pada akhirnya mempengaruhi sistem-sistem sosio-kultiral. Dari dua pendekatan diatas, kita akan menggunakan cara yang kedua untuk melihat kebudayaan islam di Indonesia. Singkatnya kita akan melihat apa sesungguhnya sistem nilai di dalam Islam itu, terutama dalam hubungannya dengan pembentukan sistem simbol, yaitu yang meliputi sistem-sistem bahasa, seni, kesusastraan, mitos, ilmu pengetahuan, sejarah, dan sebagainya.

Sistem nilai dan sistem sismbol islam

Di dalam Islam kita mengenal adanya konsep tauhid, suatu konsep sentral yang berisi ajaran bahwa tuhan adalah pusat dari segala sesuatu dan bahwa manusia harus mengabdikan diri sepenuhnya kepada-Nya. Dengan kata lain, di dalam Islam, konsep mengenai kehidupan adalah konsep yang teosentris, yaitu bahwa seluruh kehidupan berpusat kepada Tuhan. Sistem tauhid ini mempunyai arus balik kepada manusia. Iman, yaitu keyakinan religius yang berakar pada pandangan teosentris, selalu dikaitkan dengan amal, yaitu perbuatan atau tindakan manusia. Ini berarti bahwa iman harus selalu diaktualisasikan menjadi amal. Misalnya, pusat dari perintah zakat adalah iman, keyaninan kepada Tuhan; tapi ujungnya adalah untuk terwujudnya kesejahteraan sosial. Dengan demikian, di dalam islam, konsep teosentris ternyata bersifat humanistik. Artinya, menurut islam, manusia harus memusatkan diri kepada Tuhan, tetapi tujuannya adalah untuk kepentingan manusia sendiri. Humanisme-teosentris menjadi tema sentral peradaban islam. Dari tema ini muncul sistem simbol, sistem yang terbentuk karena proses dialektik antara nilai dan kebudayaan. Dalam Al-Quran, kita mengenal adanya rumusan amar maruf nahiy mungkar, yaitu perintah untuk menyeru kepada kebajikan dan mencegah keungkaran. Dari rumusan itu kita melihat adanya dua proses yang sekaligus berlawanan tapi sekaligus merupakan satu kesatuan: emansipasi dan pembebasan. Nahiy mungkar, atau mencegah kemungkaran, berarti membebaskan manusia dari semua bentuk kegelapan dalam pelbagai manifestasinya. Sementara itu, amar maruf yang merupakan langkah berangkai dari gerakan nahiy mungkar, diarahkan untuk mengemansipasikan manusia kepada nur , kepada cahaya petunjuk Ilahi untuk mencapai keadaan fitrah. Gerakan pembebasan dan emansipasi ini sesungguhnya tumbuh dari suatu prinsip dialektis lain yang disebut takzhiyah. Takziyah adalah usaha rasional manusia beriman yang orientasi filosofisnya adalah humanisme teosentris untuk selalu membersihkan diri atau meningkatkan kualitas ruhaniyah secara terus menerus. Misalnya tentang makna simbolis pembangunan masjid. Ditengah-tengah budaya animistik, pembangunan masjid berarti pembebasan manusia dari syirik, yaitu dari penyembahan kepada batu-batu, angin, gunung, laut, pohon-pohon, ke arah penyembahan kepada tuhan yang sesungguhnya. Pembangunan masjid berkembang menjadi lambang atau simbol takziyah dalam konteks pembebasan dan emansipasi manusia untuk Tuhan.Sistem Budaya di Indonesia

Perlu diketahui bahwa dalam konteks budaya, Indonesia pernah mengalami apa yang dinamakan dengan dualisme kebudayaan, yaitu antara budaya keraton dan budaya populer. Dua jenis kebudayaan ini sering dikategorikan sebagai kebudayaan tradisional. Perlu dijelaskan pula bahwa ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk mengenal kebudayaan. Pertama, siapa atau lembaga apa yang menciptakan kebudayaan. Kedua, bagaimana bentuk-bentuk kebudayaan tersebut yang diciptakan. Dan yang terakhir yaitu efek apa yang ditimbulkan oleh kebudayaan.Untuk konteks budaya keraton, kebudayaan tersebut dikembangkan oleh abdi dalem ato pegawai istana. Raja berkepentingan menciptakan simbol-simbol budaya tertentu dengan tujuan untuk melestarikan kekuasaannya. Biasanya kebudayaan yang diciptakan tersebut berupa mitos yang tertuang dalam bentuk sastra seperti hikayat, babad, dan sebagainya yang isinya cerita-cerita ajaib tentang kesaktian raja. Sesungguhnya efek yang hendak dicapai oleh penciptaan simbol-simbol budaya mitologi ini dimaksudkan agar rakyat loyal pada kekuasaan raja. Disamping mitos, budaya keraton juga memproduksi sastra mistik guna mengukuhkan kekuasaan raja dan loyalitas rakyat kepada raja.

Yang menarik adalah walaupun kebudayaan keraton didominasi budaya Hinduisme yang sangat kuat, namun pengaruh Islam juga meninggalkan pengaruhnya pula. Sebagai contoh, selain raja berasal dari keturunan dewa, tetapi raja juga keturunan dari Nabi. Yang menjadi masalah disini yaitu, budaya jawa yang diislamkan atau Islam yang dijawakan.

Dalam hubungannya dengan konsep tentang kekuasaan, adanya perbedaan antara kebudayaan Jawa dan Islam. Dalam budaya Jawa dikenal dengan konsep raja yang absolut, sedangkan Islam menekankan konsep mengenai raja yang adil. Apabila kraton jawa menekankan kekuasaan, kebudayaan keraton di luar jawa lebih menekankan konsep keadilan. Satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa budaya keraton di luar jawa memiliki konsep yang lebih dekat dengan gagasan Islam. Maka dari itu, terdapat perbedaan antara konsep kebudayaan keraton dengan konsep kebudayaan Islam kaitannya dengan kekuasaan.

Dapat disimpulkan bahwa, penerimaan yang dilakukan oleh keraton jawa terhadap pengaruh Islam cenderung bersifat defensif. Yang artinya bahwa kraton di jawa menerima pengaruh-pengaruh tertentu dari Islam selama pengaruh-pengaruh tersebut dapat diadopsi untuk kekuasaan Raja di Jawa. Inilah yang membedakan antara budaya keraton di jawa dengan budaya keraton di luar jawa yang cenderung menerima sepenuhnya pengaruh Islam sebagai unsur pembentuk yang utama.

Sedangkan yang disebut dengan budaya populer yaitu budaya rakyat yang berada di luar keraton, dalam berhadapan dengan Islam. Sama dengan budaya keraton, dalam budaya populer juga dikenal dengan cerita-cerita mitologis dan mitos. Cerita sunan Kalijaga dalam menyebarkan agama Islam misalnya, sampai-sampai ada orang yang mempercayai batu bekas sujudnya. Cerita-cerita mengenai penyebaran Islam dalam masyarakat jawa banyak sekali diwarnai oleh mitologi-mitologi atau mitos, begitu juga di luar pulau jawa.

Walaupun pengaruh budaya populer awalnya berwarna mistis, tetapi dalam perkembangannya kebudayaan populer di Indonesia banyak sekali menyerap konsep-konsep dan simbol-simbol Islam sehingga seringkali tampak bahwa Islam muncul sumber kebudayaan yang penting dalam kebudayaan populer di Indonesia. Sebagai contoh upacara pangiwahan dalam budaya jawa, upacara ini mempunyai maksud agar manusia menjadi wiwoho atau dalam bahasa Indonesianya mulia. Konsep mengenai kemuliaan hidup manusia ini jelas-jelas diwarnai oleh kultur Islam yang memandang manusia sebagai makhluk yang mulia.

Jelaslah sudah bahwa dalam budaya populer di Indonesia, khususnya jawa dan Sumatra, pengaruh Islam sangatlah terasa. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika kita mengatakan bahwa budaya Islam sesungguhnya justru terdapat dalam budaya populer kita. Dapat disimpulkan kembali bahwa budaya keraton khususnya di jawa menunjukkan sikap sinkretik terhadap pengaruh Islam akibat masih kuatnya keinginan untuk mempertahankan tradisi pra-Islam. Di segi lain, bahwa budaya kerakyatan atau yang disebut dengan budaya populer, sepenuhnya dipengaruhi oleh islam. Meskipun masih sering dijumpai dengan sifat-sifat mistis, namun pengaruh Islam hampir mendominasi corak-corak budaya populer khususnya di jawa dan sumatra.Strategi pengembangan budaya IslamStretegi berasal dari bahasa yunani; stratos yang artinya pasukan dan agein yang artinya memimpin. Jadi strategi berarti hal memimpin pasukan, ilmu tentang perang. Namun pengertian tersebut lama-lama berkembang. Kompleksitas dalam kehidupan manusia membuat manusia meluaskan paham dan pengertian tentang strategi. Strategi bukanlah paham disaat terjadi peperangan. Strategi pada hakekatnya menjadi berarti: hal-hal yang berkenaan dengan cara dan usaha menguasai dan mendayagunakan segala sumberdaya masyarakat, suatu bangsa, untuk mencapai tujuan.

Kebudayaan adalah seluruh proses perkembangan hidup manusia di dunia dan dalam sejarah. Kebudayaan itu intinya adalah kehidupan dan kemanusiaan. Hidup dan manusia adalah pusat dan inti kebudayaan. Perkembangan ilmu-ilmu kebudayaan akhirnya telah bermuara pada konsep antropologis. Kebudayaan berkenaan dengan kemanusiaan, bahkan kemanusiaan adalah titik intinya. Ini berarti bahwa kebudayaan adalah proses, gerak humanisasi.

Fokus dari strategi adalah kekuatan. Maka strategi kebudayaan dengan sendirinya memandang kebudayaan sebagai kekuatan. Kebudayaan sebagai kekuatan yang dimaksud disini adalah human resourc potential atau sumberdaya manusia. Selain itu jika manusia adalah titik inti kebudayaan, kalau humanisasi adalah karekter utama kebudayaan, maka apa yang dinamakan strategi kebudayaan haruslah selalu didukung oleh studi dan analisis antropologis. Humanisasi adalah kerangka dasar dari strategi kebudayaan.

Sesungguhnya kebudayaan Islam adalah kebudayaan Al-Quran, karena definisi, struktur, sasaran, dan metode untuk mencapai sasaran itu semuanya berasal dari rangkaian wahyu Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam Al-Quran dijelaskan mengenai gagasan tentang manusia dan makhluk hidup lainnya, tantang pengetahuan, lembaga, sosial, politik, ekonomi, yang dibutuhkan bagi kelangsungan hidup masyarakat. Tanpa wahyu, kebudayaan tak mungkin hidup. Tanpa wahyu tak akan ada agama Islam, negara Islam, filsafat Islam, hukum Islam, masyarakat Islam, politik dan organisasi Islam.

Selama ini topik yang sering menjadi agenda penting untuk perumusan strategi kebudayaan islam di Indonesia adalah topik mengenai dikotomi antara budaya Islam santri dan abangan. Tetapi menurut kuntowijoyo, antara keduanya justru tidak dapat dibedakan , apalagi pada masa sekarang ini antara kebudayaan priyayi dan kebudayaan wong-cilik, antara budaya istana dan luar istana, hampir-hampir tidak dapat dipisahkan akibat terjadinya proses perubahan sosial yang besar di Indonesia. Dalam proses perubahan sosial, terjadi keruntuhan yang tragis pada kebudayaan keraton dan mengalami penurunan menjadi budaya masyarakat. Kebudayaan keraton tidak lagi menjadi kebudayaan yang khas tetapi cenderung menjadi bagian dari budaya masyarakat. Misalnya, Tari bedoyo kini cenderung kehilangan nilai sakralnya, yang ada hanya nilai pertunjukkan belaka. Budaya wayang, meskipun masih dianggap memiliki nilai sakral, namun kini cenderung hanya masih menjadi bagian dari budaya populer.Sementara di lingkungan kebudayaan luar istana juga mengalami pergeseran yang mengakibatkan hilangnya jarak antara santri dan abangan. Terjadinya mobilitas sosial, mobilitas budaya dan mobilitas agama telah menyebabkan tidak dapat menarik garis dikotomi antara kedua kelompok islam populer itu. Sementara di lingkungan abangan terjadi peningkatan kesadaran agama akibat proses dakwah yang dilakukan organisasi-organisasi Islam, terjadi pula penurunan tradisi kesantrian di lingkungan budaya santri. Banyak anak-anak kaum santri yang tidak lagi dimasukkan ke pondok pesantren tapi ke sekolah-sekolah nonagama, berbaur dengan anak-anak kaum santri abangan. Kinti telah tumbuh generasi baru yang muncul dari perbauran subkultur santri dan abangan dengan basis agama yang tak terlalu jauh berbeda, kalau tidak dikatakan sama.Pemisahan dikotomi antara budaya populer Islam santri dan abangan kini tidak lagi realstis. Proses perubahan sosial yang besar yang terjadi selama beberapa puluh tahun terakhir ini, menyebabkan jarak budaya antara kaum santri dan abangan makin lama makin melenyap. Yang terjadi justru munculnya generasi baru Islam populer yang sedang mencari format baru dalam dunia modern.Kebudayaan islam populer tradisional yang memiliki akar sejarah cukup di Indonesia sesungguhnya masih mendukung penciptaan simbol-simbol baru untuk disusunnya format budaya Islam di masa depan. Bentuk-bentuk kebudayaan lama seperti festival-festival kerakyatan, kesenian, dan ekpresi-ekspresi artistik tradisional, masih sangat fungsional untuk mendukung diciptakannya budaya islam yang baru. Dalam konteks ini, maka jika hendak membangung kebudayaan Islam yang modern kita harus mempertimbangkan pentingnya potensi tradisional.

C. Peran dai/ guru dalam mengembangkan seni budaya islamParan dai/guru mengembangkan Islam di Jawa bertindak sebagai: a. Penganalisis budaya (cultural analysis)Penganalisis budaya berarti, lebih dulu menelusuri persamaan-persamaan simbolis pada berbagai unsur budaya (Islam dan lokal) yang akan dijadikan jembatan.b. Penafsir budaya (cultural interpretation)Penafsir budaya: menjadi penafsir budaya setempat. Simbol-simbol yang sangat kuat uratnya, tidak diganti, tapi diberi roh Islam,misal upacara slametan, pemimpin slametan tidak membaca mantera, tapi doa. sedangkan upacara slametan tetap berlangsung. Kegemaran pada pertunjukan wayang pada masyarakat Jawa- maka dibuatkan lakon carangan (lakon yang bukan berasal dari pakem (Bharatayuda dan Ramayana)) seperti Dewa Ruci, Jimat Kalimasada, Petruk dadi Ratu dan sebagainya.

c. Penyelaras budaya (cultural synthesizer).Penyelaras budaya: melengkapi seni budaya yang ada: di Jawa misalnya masyarakatnya dibuatkan tembang/nyanyian mocopat (Mijil, Kinanti, Sinom, Asmaradana, Megatruh,dan Pocung) selain tembang Tengahan dan Tembang Gede yang sudah ada sebelumnya. Demikian juga nasehat dan zikir dilantunkan dengan irama lokal: selawatan angguk, rodat, tombo ati.d. Penemu budaya (cultural inovator)Penemu budaya: memunculkan budaya baru: budaya santri, arusnya dari bawah, naik ke atas.BAB IIIPENUTUPKesimpulan

Seni Budaya Islam diartikan sebagai Ekspresi tentang keindahan wujud dari sisi pandangan Islam tentang alam, hidup dan manusia yang mengantar menuju pertemuan sempurna antara kebenaran dan keindahanKebudayaan islam populer tradisional yang memiliki akar sejarah cukup di Indonesia sesungguhnya masih mendukung penciptaan simbol-simbol baru untuk disusunnya format budaya Islam di masa depan. Bentuk-bentuk kebudayaan lama seperti festival-festival kerakyatan, kesenian, dan ekspresi-ekspresi artistik tradisional, masih sangat fungsional untuk mendukung diciptakannya budaya islam yang baru. Dalam konteks ini, maka jika hendak membangun kebudayaan Islam yang modern kita harus mempertimbangkan pentingnya potensi tradisional.

DAFTAR PUSTAKA

Saidah, Nur. Pendidikan Agama Islam dan Pengembangan Seni Budaya Islam, Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. V, No. 1,2008, Kuntowijoyo. 1993. Paradigma Islam : Interpretasi Untuk Aksi. Bandung : Penerbit MizanMurtopo, Ali. 1978. Strategi kebudayaan. Jakarta: Yayasan Proklamasi

Nur Saidah, Pendidikan Agama Islam dan Pengembangan Seni Budaya Islam, Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. V, No. 1,2008, hal.44-49

Nur Saidah, Pendidikan Agama Islam dan Pengembangan Seni Budaya Islam, Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. V, No. 1,2008, hal.45-46

Ali Murtopo. Strategi kebudayaan, ( Yayasan Proklamasi: Jakarta, 1978) hlm. 7-8

Ibid, hlm. 9-10

Ibid, hlm. 11-12

Kuntowijoyo, Paradigma Islam : Interpretasi Untuk Aksi,(Bandung : Penerbit Mizan, 1993), hal.237-238