Makalah otonomi daerah

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa waktu belakangan semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah satu topik sentral yang banyak dibicarakan. Otonomi Daerah menjadi wacana dan bahan kajian dari berbagai kalangan, baik pemerintah, lembaga perwakilan rakyat, kalangan akademisi, pelaku ekonomi bahkan masayarakat awam. Semua pihak berbicara dan memberikan komentar tentang “otonomi daerah” menurut pemahaman dan persepsinya masing-masing. Perbedaan pemahaman dan persepsi dari berbagai kalangan terhadap otonomi daerah sangat disebabkan perbedaan sudut pandang dan pendekatan yang digunakan. Sebenarnya “otonomi daerah” bukanlah suatu hal yang baru karena semenjak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia , konsep otonomi daerah sudah digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Bahkan pada masa pemerintahan kolonial Belanda, prinsip-prinsip otonomi sebagian sudah diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Masyarakat adalah sebuah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti cara hidup dan peraturan yang harus dipatuhi dimana individu itu tinggal. Sebuah kelompok masyarakat akan mengikuti peraturan yang sudah menjadi kebiasaan di lingkungan mereka atau akan mematuhi sebuah aturan yang sudah lama berlaku di lingkungan 1

Transcript of Makalah otonomi daerah

Page 1: Makalah otonomi daerah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beberapa waktu belakangan semenjak bergulirnya gelombang reformasi,

otonomi daerah menjadi salah satu topik sentral yang banyak dibicarakan. Otonomi

Daerah menjadi wacana dan bahan kajian dari berbagai kalangan, baik pemerintah,

lembaga perwakilan rakyat, kalangan akademisi, pelaku ekonomi bahkan masayarakat

awam. Semua pihak berbicara dan memberikan komentar tentang “otonomi daerah”

menurut pemahaman dan persepsinya masing-masing. Perbedaan pemahaman dan

persepsi dari berbagai kalangan terhadap otonomi daerah sangat disebabkan

perbedaan sudut pandang dan pendekatan yang digunakan.

Sebenarnya “otonomi daerah” bukanlah suatu hal yang baru karena semenjak

berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia , konsep otonomi daerah sudah

digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Bahkan pada masa

pemerintahan kolonial Belanda, prinsip-prinsip otonomi sebagian sudah diterapkan

dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Masyarakat adalah sebuah kelompok individu yang diorganisasikan dan

mengikuti cara hidup dan peraturan yang harus dipatuhi dimana individu itu tinggal.

Sebuah kelompok masyarakat akan mengikuti peraturan yang sudah menjadi

kebiasaan di lingkungan mereka atau akan mematuhi sebuah aturan yang sudah lama

berlaku di lingkungan mereka. Semua manusia bersaudara dan kita semua sama. Yang

membedakan diri kita dengan individu lain atau orang lain adalah jalan pikiran kita.

Kelompok masyarakat yang tinggal disatu tempat yang jauh dari keramaian

kota tentu akan berbeda dengan kelompok masyarakat yang tinggal dikeramaian kota

yang penuh dengan kemajuan teknologi dan derasnya informasi yang masuk ke jalan

pikiran kelompok masyarakat tersebut. Hal ini sudah dibuktikan diberbagai negara

belahan dunia. Bukti yang sangat jelas adalah diberbagai negara pasti terdapat suku

asli atau penduduk asli yang tinggal di pedalaman yang masih memiliki kepercayaan

kepada leluhur mereka dan mereka masih memakai peraturan yang sudah lama

mereka pakai sejak nenek moyang mereka hingga sekarang. Hal ini disebabkan

1

Page 2: Makalah otonomi daerah

karena kehidupan mereka jauh dari segala informasi tentang kemajuan jaman

sehingga mereka tidak tahu apa-apa tentang kehidupan diluar.

Indonesia adalah Negara berkembang di mana desa-desa masih mempunyai

peranan yang sangat penting bagi kehidupan di kota. Jadi keduanya menjadi daerah

pendorong berkembangnya Negara Indonesia. Kota dan desa mempunyai peran yang

sama. Namun desa dan kota mempunyai banyak perbedaan baik dari segi fisik

maupun dari segi sosial. Dari segi fisik misalnya bentuk dan tata ruang. Sedangkan

dari segi sosial misalnya sumber ekonomi keluarga, interaksi sosialnya, gaya hidup

dan masih banyak lagi yang lainnya.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat kita ketahui bahwa pelaksanaan otonomi

daerah yang menuntut nilai ekonomi dan social mempunyai dampak terhadap

dikotomi perekonomian.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari makalah ini dibuat adalah untuk mengetahui:

1. Otda dan dikotomi antara desa-kota dalam perekonomian.

2. Pelaksanaan Otda yang menuntut nilai ekonomi dan social serta dampaknya

terhadap dikotomi perekonomian.

1.4 Manfaat Penulisan Makalah

Dalam setiap penulisan makalah tentu saja terdapat manfaat dari

materi/pembahasan. Di dalam makalah yang kami buat ini pun memiliki beberapa

manfaat. Sesuai dengan judulnya yaitu Otda Dan Dikotomi Antara Desa-Kota

Dalam Perekonomian, tentu manfaat yang terkandung adalah :

Mengetahui pelaksanaan otda yang menuntut nilai ekonomi dan social.

Mengetahui kelemahan dan kelebihan sistem otda dan dikotomi antara desa-kota

dalam perekonomian yang di terapkan di Indonesia.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Desentralisasi dan

Otonomi Daerah

Memahami dampak dari pelaksanaan otda terhadap dikotomi perekonomian.

2

Page 3: Makalah otonomi daerah

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Otda Dan Dikotomi Antara Desa-Kota Dalam Perekonomian

Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewajiban yang diberikan kepada

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk

meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam

rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban adalah kesatuan masyarakat

hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.

Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga

sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara

memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung

jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber

potensi yang ada di daerahnya masing-masing.

Dikotomi kota dan desa dalam perencanaan pembangunan merupakan sesuatu

yang tidak dapat dihindari. Bahkan dikotomi tersebut diarahkan pada tercapainya

kesesuian tindakan pembangunan terhadap kebutuhan desa maupun kota dalam

memenuhi fungsi optimalnya. Kota sebagai pusat aglomerasi kegiatan ekonomi

dan sosial, memiliki tingkat kepadatan penduduk yang lebih tinggi. Kota didukung

dengan pembangunan fisik yang juga lebih intens dalam mendukung efisiensi

kegiatan perkotaan. Disisi lain, daerah yag bukan perkotaan disebut sebagai

perdesaan sehingga dapat didefinisikan bahwa di daerah inilah tingkat kepadatan

pendududk diperkirakan lebih rendah daripada perkotaan. Kegiatan ekonomi dan

sosial pun jauh lebih sedikit. Pembangunan fisik juga tidak intensif.

3

Page 4: Makalah otonomi daerah

2.2 Dikotomi Kota Dan Desa

Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya

bersifat gradual. Kita dapat membedakan antara masyarakat desa dan masyarakat

kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya

sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses

sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan “berlawanan” pula.

Kota dan desa tidak lagi dapat didasarkan pada pengetahuan seperti keadaan

geografis, aktivitas ekonomi, politik atau sistem sosial dan budaya, di mana kota

identik dengan segala hal yang berbau modernitas, sementara desa itu tradisional.

Bisa jadi benar beberapa tahun ke belakang, namun dikotomi kota-desa secara

sosiologis itu di abad globalisasi sekarang tidaklah semudah kriteria-kriteria

tersebut di atas.

Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk

membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaan-perbedaan yang

ada mudah-mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah

suatu masyarakat dapat disebut sebagai masyarakat pedesaan atau masyarakat

perkotaan.

Ciri-ciri tersebut antara lain :

1. Aspek Morfologi

Menurut Sapari Imam Asy’ari (1993), dari aspek morfologi, antara kota dan

pedesaan terdapat perbedaan bentuk fisik, seperti cara membangun bangunan-

bangunan tempat tinggal yang berjejal dan mencakjar langit (tinggi) dan serba kokoh.

Tetapi pada prakteknya criteria tersebut sukar dipakai pengukuran, karena banyak kita

temukan di bagian-bagian kota tampak seperti desa misalnya di daerah pinggiran kota,

sebaliknya terdapat juga desa-desa yang mirip dengan kota. Jika di daerah kota

banyak gedung-gedung pencakar langit dan rumah penduduk yang sangat rapat, di dea

lebih pada pemanfaatan lahan atau tanah oleh penduduk atau masyarakat yang lebih

agraris, serta bangunan rumah tinggal yang terpencar (jarang).

2. Jumlah Dan Kepadatan Penduduk

Dari aspek jumlah penduduk, maka desa didiami oleh sejumlah kecil

penduduk dengan kepada yang rendah.( Sapari Imam Asy’ari (1993)). Dari aspek

jumlah penduduk secara praktis dapat membedakan antara kota dan desa. Jumlah

penduduk kota lebih banyak jika di bandingkan di desa. Jumlah penduduk kota

semakin banyak Karena pertambahan secara alami dan juga karena adanya urbanisasi

4

Page 5: Makalah otonomi daerah

penduduk desa ke kota. Sedangkan didesa semakin kekurangan pekerja lahan

pertanian karena banyak dari golongan pemuda di desa yang pergi ke kota untuk

berbagai tujuan, misalnya untuk sekolah ataupun bekerja. Pertambahan penduduk

yang cepat di kota tentu akan mengakibatkan adanya kepadatan penduduk yang tinggi

pula sedangkan luas lahan tidak bertambah.

3. Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup di pedesaan sangat jauh berbeda dengan di perkotaan.

Lingkungan kota lebih kurang sehat jika dibandingkan dengan yang ada di lingkungan

desa seperti yang di ungkapkan oleh Drs. N. Daldjoeni: “Disimpulkan para peririset

kesehatan kota bahwa persentasi korban dari pencemaran di kota melebihi yang ada di

pedesaan. Di perkotaan persediaan banyaknya air bagi keluarga-keluarga bergantung

pada tinggi rendahnya penghasilan”. Lingkungan pedesaan terasa lebih dekat dengan

alam bebas. Udaranya bersih, sinar matahari cukup, tanahnya segar diselimuti

berbagai jenis tumbuh-tumbuhan dan berbagai satwa yang terdapat di sela-sela

pepohonan, di permukaan tanah, di rongga-rongga bawah tanah ataupun berterbangan

di udara bebas. Air yang menetes, merembes atau memancar dari sumber-sumbernya

dan kemudian mengalir melalui anak-anak sungai mengairi petak-petak persawahan.

Semua ini sangat berlainan dengan lingkungan perkotaan yang sebagian besar

dilapisi beton dan aspal. Bangunan-bangunan menjulang tinggi saling berdesak-

desakan dan kadang-kadang berdampingan dan berhimpitan dengan gubug-gubug liar

dan pemukiman yang padat. Udara yang seringkali terasa pengap, karena tercemar

asap buangan cerobong pabrik dan kendaraan bermotor. Hiruk-pikuk, lalu lalang

kendaraan ataupun manusia di sela-sela kebisingan yang berasal dariberbagai sumber

bunyi yang seolah-olah saling berebut keras satu sama lain. Kota sudah terlalu banyak

mengalami sentuhan teknologi, sehingga penduduk kota yang merindukan alam

kadang-kadang memasukkan sebagian alam ke dalam rumahnya, baik yang berupa

tumbuh-tumbuhan, bahkan mungkin hanya gambarnya saja.

4. Mata Pencaharian

Perbedaan paling menonjol adalah pada mata pencaharian. Kegiatan utama

penduduk desa berada di sektor ekonomi primer yaitu bidang agraris. Kehidupan

ekonomi terutama tergantung pada usaha pengelolaan tanah untuk keperluan

pertanian, peternakan dan termasuk juga perikanan darat. Sedangkan kota merupakan

pusat kegiatan sektor ekonomi sekunder yang meliputi bidang industri, di samping

sektor ekonomi tertier yaitu bidang pelayanan jasa.

5

Page 6: Makalah otonomi daerah

Kegiatan di desa adalah mengolah alam untuk memperoleh bahan-bahan

mentah, baik bahan kebutuhan pangan, sandang maupun lain-lain bahan mentah untuk

memenuhi kebutuhan pokok manusia. Sedangkan kota mengolah bahan-bahan mentah

yang berasal dari desa menjadi bahan-bahan asetengah jadi atau mengolahnya

sehingga berwujud bahan jadi yang dapat segera dikonsumsikan. Dalam hal distribusi

hasil produksi ini pun terdapat perbedaan antara desa dan kota. Di desa jumlah

ataupun jenis barang yang tersedia di pasaran sangat terbatas.

5. Corak Kehidupan Sosial

Corak kehidupan sosial di desa dapat dikatakan masih homogen. Sebaliknya di

kota sangat heterogen, karena di sana saling bertemu berbagai suku bangsa, agama,

kelompok dan masing-masing memiliki kepentingan yang berlainan.

Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan

lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan

lainnya. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan

penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian,

walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat

gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di

samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja.

Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang

peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada

kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di daerah

pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai,

ajengan, lurah dan sebagainya.

6. Stratifikasi Sosial

Beranekaragamnya corak kegiatan di bidang ekonomi berakibat bahwa sistem

pelapisan sosial (stratifikasi sosial) kota jauh lebih kompleks daripada di desa.

Misalnya saja mereka yang memiliki keahlian khusus dan bidang kerjanya lebih

banyak memerlukan pemikiran memiliki kedudukan lebih tinggi dan upah lebih besar

daripada mereka yang dalam sistem kerja hanya mampu menggunakan tenaga

kasarnya saja. Hal ini akan membawa akibat bahwa perbedaan antara pihak kaya dan

miskin semakin menyolok.

7. Mobilitas Sosial

Mobilitas sosial di kota jauh lebih besar daripada di desa. Di kota, seseorang

memiliki kesempatan lebih besar untuk mengalami mobilitas sosial, baik vertikal

6

Page 7: Makalah otonomi daerah

yaitu perpindahan kedudukan yang lebih tinggi atau lebih rendah, maupun horisontal

yaitu perpindahan ke pekerjaan lain yang setingkat.

Namun di desa kesempatan mobilitas sosial lebih sedikit, hal ini disebabkan

karena karakter sosial penduduk desa lebih homogen. Misalnya dalam pekerjaan.

Mayoritas penduduk desa bekerja sebagai petani.

8. Pola Interaksi Sosial

Pola-pola interaksi sosial pada suatu masyarakat ditentukan oleh struktur

sosial masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan struktur sosial sangat dipengaruhi

oleh lembaga-lembaga sosial (social institutions) yang ada pada masyarakat tersebut.

Karena struktur sosial dan lembaga-lembaga sosial yang ada di pedesaan sangat

berbeda dengan di perkotaan, maka pola interaksi sosial pada kedua masyarakat

tersebut juga tidak sama. Pada masyarakat pedesaan, yang sangat berperan dalam

interaksi dan hubungan sosial adalah motif-motif sosial.

Dalam interaksi sosial selalu diusahakan agar kesatuan sosial (social unity)

tidak terganggu, konflik atau pertentangan sosial sedapat mungkin dihindarkan jangan

sampai terjadi. Bahkan kalau terjadi konflik, diusahakan supaya konflik tersebut tidak

terbuka di hadapan umum. Bila terjadi pertentangan, diusahakan untuk dirukunkan,

karena memang prinsip kerukunan inilah yang menjiwai hubungan sosial pada

masyarakat pedesaan, karena masyarakat ini sangat mendambakan tercapainya

keserasian (harmoni) dalam kehidupan berinteraksi lebih dipengaruhi oleh motif

ekonomi daripada motif-motif sosial.

9. Solidaritas Sosial

Dari segi sikap masyarakat desa jauh lebih dapat bersosialisasi dibandingkan

dengan masyarakat dikota. Masyarakat didesa lebih berkerabat antara satu dengan

yang lainnya. Karena didesa yang paling penting adalah saling membantu, saling

menolong, saling menghargai dan menghormati dan saling pengertian.hal-hal itulah

yang menjadikan masyarakat didesa jauh lebih dapat bersosialisasi dibandingkan

dengan masyarakat dikota. Masyarakat dikota banyak yang kurang dapat

bersosialisasi dengan masyarakat di lingkungan sekitar mereka. Hal ini dibuktikan di

kota banyak perumahan yang mendirikan pagar setinggi 2 meter lebih sehingga

banyak masyarakat yang tidak mengetahui siapa yang tinggal di rumah tersebut.

Masyarakat di perkotaan banyak yang lebih suka menyendiri doibandingkan

berkumpul antar tetangga. Hal inilah yang membedakan masyarakat desa dan

masyarakat kota dalam bersosialisasi antar masyarakat sekitar di lingkungan mereka.

7

Page 8: Makalah otonomi daerah

10. Kedudukan Dalam Hierarki Sistem Administrasi Nasional

Di samping motif ekonomi, maka motif-motif nasional lainnya juga banyak

mempengaruhi kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional, misalnya saja

politik, pendidikan, kadang-kadang juga dalam hierarki sistem administrasi nasional,

maka kota memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada desa. Di negara kita

misalnya, urut-urutan kedudukan tersebut adalah: ibukota negara, kota propinsi, kota

kabupaten, kota kecamatan, dan seterusnya. Semakin tinggi kedudukan suatu kota

dalam hierarki tersebut, kompleksitasnya semakin meningkat, dalam arti semakin

banyak kegiatan yang berpusat di sana.

Kompleksitas di bidang administrasi nasional atau kenegaraan ini biasanya

sejajar dengan kompleksitas di bidang kemasyarakatan lainnya, misalnya saja bidang

ekonomi atau politik. Jadi ibukota Negara di samping menjadi pusat kegatan

pemerintahan, biasanya sekaligus menjadi pusat kegiatan ekonomi, politik dan

bidang-bidang kemasyarakatan lainnya. Belum ada angka yang pasti mengenai jumlah

pengangguran penuh di Indonesia, tetapi jumlah setengah pengangguran semakin

lama semakin meprihatinkan.

Perbedaan desa dan kota secara kualitatif

Masih banyak ahli yang membahas perbedaan kota dan desa selain yang sudah

dipaparkan di atas. Prof Drs. Bintarto menjelaskan perbedaan antara masyarakat kota

dan desa (urban dan rurals) secara kualitatif seperti yang ada dalam tabel berikut:

No Unsur-unsur

perbedaan

Desa Kota

1 Mata pencaharian Agraris-homogen Non agraris-

heterogen

2 Ruang kerja Lapangan terbuka Ruang tertutup

3 Musim/cuaca Penting dan menentukan Tidak penting

4 Keahlian/keterampilan Umum dan tersebar Ada spesialisasi

5 Rumah dan tempat

kerja

Dekat Berjauhan

6 Kepadatan penduduk Tidak padat Padat

7 Kontak sosial Frekuensi kecil Frekuensi besar

8 Stratifikasi sosial Sederhana dan sedikit Komplek dan

8

Page 9: Makalah otonomi daerah

banyak

9 Lembaga-lembaga Terbatas dan sederhana Banyak dan

kompleks

10 Control sosial Adat/tradisi Hokum/peraturan

tertulis

11 Sifat kelompok

masyarakat

Gotong royong akrab

(gemeinschalf)

Geselfschalf

12 Mobilitas Rendah Tinggi

13 Status sosial Stabil Tidak stabil

2.3 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Otonomi Daerah

Berikut adalah kelebihan dan kelemahan otonomi daerah yang dapat dihimpun

oleh penulis sebagai berikut:

A. Kelebihan:

1. Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan

2. Dalam menghadapi masalah yang amat mendesak yang membutuhkan

tindakan yang cepat, sehingga daerah tidak perlu menunggu intruksi dari

Pemerintah pusat.

3. Dalam sistem desentralisasi, dpat diadakan pembedaan (diferensial) dan

pengkhususan (spesialisasi) yang berguna bagi kepentingan tertentu.

Khususnya desentralisasi teretorial, dapat lebih muda menyesuaikan diri

pada kebutuhan atau keperluan khusu daerah.

4. Dengan adanya desentralisasi territorial, daerah otonomi dapat merupakan

semacam laboratorium dalam hal-hal yang berhubungan dengan

pemerintahan, yang dapat bermanfaat bagi seluruh negara. Hal-hal yang

ternyata baik, dapat diterapkan diseluruh wilayah negara, sedangkan yang

kurang baik dapat dibatasi pada suatu daerah tertentu saja dan oleh karena

itu dapat lebih muda untuk diadakan.

5. Mengurangi kemungkinan kesewenang-wenangan dari Pemerintah Pusat.

6. Dari segi psikolagis, desentralisasi dapat lebih memberikan kewenangan

memutuskan yang lebuh beser kepada daerah.

B. Kekurangan

9

Page 10: Makalah otonomi daerah

Di samping kebaikan tersebut di atas, otonomi daerah juga

mengandung kekurangan sebagaimana pendapat Josef Riwu Kaho (1997)

antara lain sebagai berikut ini:

1. Karena besarnya organ-organ pemerintahan maka struktur pemerintahan

bertambah kompleks, yang mempersulit koordinasi.

2. Keseimbangan dan keserasian antara bermacam-macam kepentingan dan

daerah dapat lebih mudah terganggu.

3. Khusus mengenai desentralisasi teritorial, dapat mendorong timbulnya apa

yang disebut daerahisme atau provinsialisme.

4. Keputusan yang diambil memerlukan waktu yang lama, karena

memerlukan perundingan yang bertele-tele.

5. Dalam penyelenggaraan desentralisasi, diperlukan biaya yang lebih banyak

dan sulit untuk memperoleh keseragaman atau uniformitas dan

kesederhanaan.

2.4 Pelaksanaan /Implementasi Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik fokus yang tidak sama sekali

penting dalam rangka memperbaiki kesejahteraan para artis. Pengembangan suatu

daerah dapat disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan

daerah masing-masing. Ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi

pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan

kewenangan yang menjadi hak daerah. Maju atau tidaknya suatu daerah sangat

ditentukan oleh kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan yaitu pemerintah

daerah. Pemerintah daerah bebas berkreasi dan berekspresi dalam rangka

membangun daerahnya, tentu saja dengan tidak melanggar ketentuan hukum yaitu

perundang-undangan.

Implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah dapat dilihat dari

dua aspek, yaitu: aspek output dan aspek outcomes kebijakan. Kedua aspek

tersebut memiliki ukuran atau indikator yang berbeda dalam penilaian

keberhasilan.

a) Output Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah

10

Page 11: Makalah otonomi daerah

Output kebijakan secara konsepsi harus diukur berdasarkan substansi

kebijakan, yang item-itemnya menggambarkan tujuan yang ingin dicapai dari

kebijakan tersebut. Namun demikian, tidak semua item tujuan kebijakan dapat

dilakukan pengukuran keberhasilan, sebab ada beberapa kebijakan public yang

tujuan akhirmya (output-nya) baru dapat dilihat beberapa tahun kemudian.

Output kebijakan desentralisasi dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain:

1) Pertumbuhan ekonomi masyarakat

2) Fleksibilitas program pembangunan

3) Peningkatan kualitas pelayanan publik

b) Outcomes Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah:

1) Peningkatan partisipasi masyarakat

2) Efektivitas pelaksanaan koordinasi

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Desentralisasi

dan Otonomi Daerah

Berdasarkan hasil analisis lapangan dengan menggunakan indikator output

kebijakan dan outcomes kebijakan, kesimpulan menunjukkan bahwa implementasi

kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah belum memberikan hasil

sebagaimana yang diharapkan, dengan kata lain kinerja kebijakan masih relatif

rendah.

Berdasarkan kajian teori (konsep) dari para ahli kebijakan dan ahli otonomi

daerah sebagaimana telah dikemukakan di atas, serta hasil analisis di lapangan,

telah diidentifikasi bahwa ada empat variabel yang dapat menjelaskan bahwa

kinerja implementasi desentralisasi dan otonomi daerah di Kabupaten/Kota, yaitu

aspek manajerial, aspek SDM organisasi, aspek budaya birokrasi, dan etika

pelayanan publik.

1. Aspek Manajerial

Keampuan kepemimpinan Bupati/Kepala Daerah Bupati selaku top

manajer di Daerah memegang peranan penting akan keberhasilan

implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Mengingat

kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah masih merupakan suatu yang

baru bagi pemerintah daerah serta memiliki tujuan yang begitu luas dan

kompleks, jelas memerlukan suatu kemampuan seorang Bupati dalam

11

Page 12: Makalah otonomi daerah

memanage agar tujuan kebijakan yang begitu luas dan komleks bisa dipahami

oleh semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Dalam manajemen

modern, setiap organisasi harus memiliki visi dan misi yang jelas, sebagai

acuan bagi semua komponen dalam melaksanakan aktivitasnya. Visi

organisasi tersebut sedapat mungkin disosialisasikan kepada karyawan,

menjadi visi bersama yang harus diperjuangkan (Ordway Tead, 1954).

2. Aspek SDM Organisasi

Ketersediaan Sumber daya Manusia (SDM) organisasi (dinas daerah)

sangat penting dalam implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi

daerah. SDM dimaksud antara lain mencakup karyawan yang harus

mempunyai keahlian dan kemampuan melaksanakan tugas, perintah, dan

anjuran atasan (pimpinan). Di samping itu, harus ada ketepatan dan kelayakan

antara jumlah karyawan yang dibutuhkan dan keahlian yang dimiliki sesuai

dengan bidang tugas yang akan dikerjakan (Salusu, 1988: 493).

3. Aspek Budaya Birokrasi

Secara nasional birokrasi pemerintah yang ada di Indonesia memiliki

ciri-ciri yang hampir sama, di mana unsur paternalisme amat kental dalam

pola hubungan yang bersifat internal organisasi maupun pada tataran eksternal

organisasi. Hubungan antara bawahan dan pimpinan berada pada posisi di

mana bawahan cenderung berusaha melayani dan memuaskan atasan. Kondisi

ini secara otomatis akan mengurangi kualitas layanan yang diberikan birokrasi

kepada masyarakat sebagai pengguna jasa.

4. Aspek Politik Lokal

Perpanjangan proses politik pemerintah pusat yang berupaya

menyeragamkan semua institusi birokrasi pemerintah, baik dari segi struktur

maupun fungsinya telah menyebabkan kemacetan proses penyelesaian

masalah yang telah berlaku secara turun-temurun pada masyarakat melalui

pola musyawarah mufakat yang merupakan bentuk penerapan demokrasi

lokal.

12

Page 13: Makalah otonomi daerah

2.6 Dampak Positif dan Negatif Pelaksanaan Otonomi Daerah Bagi Kemajuan

Bangsa Indonesia

Jika kita tinjau lebih jauh penerapan kebijakan otonomi daerah atau

desentralisasi sekarang ini, cukup memberikan dampak positif nagi perkembangan

bangsa indonesia. Dengan adanya sistem desentralisasi ini pemerintahan daerah

diberi wewenang dan tanggung jawab untuk mengatur daerahnya, karena dinilai

pemerintahan daerah lebih mengetahui kondisi daerahnya masing-masing.

Disamping itu dengan diterapkannya sistem desentralisasi diharapkan biaya

birokrasi yang lebih efisien. Hal ini merupakan beberapa pertimbangan mengapa

otonomi daerah harus dilakukan.

Dalam setiap kebijakan atau keputusan yang diambil pasti ada sisi positif dan

sisi negatifnya. Begitu juga dengan penerapan sistem desentaralisasi ini, memiliki

beberapa kelemahan dan kelebihan. Secara terperinci mengenai dampak dampak

positif dan negatif dari desentarlisasi dapat di uraikan sebagai berikut :

a. Segi Ekonomi

Dari segi ekonomi banyak sekali keutungan dari penerapak

sistem desentralisasi ini dimana pemerintahan daerah akan mudah

untuk mengelola sumber daya alam yang dimilikinya, dengan

demikian apabila suber daya alam yang dimiliki telah dikelola secara

maksimal maka pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan

meningkat.

b. Segi Sosial Budaya

Mengenai sosial budaya ini saya belum menemukan artikel

yang secara penuh membahas mengenai dampak sosial budaya. Tetapi

menurut analisis saya dengan diadakannya akan memperkuat ikatan

sosial budaya pada suatu daerah. Karena dengan diterapkannya sistem

desentralisasi ini pemerintahan daerah akan dengan mudah untuk

mengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh daerah tersebut.

Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan dan di perkenalkan

kepada daerah lain. Yang nantinya merupakan salah satu potensi

daerah tersebut.

13

Page 14: Makalah otonomi daerah

c. Segi Keamanan dan Politik

Dalam segi politik ini saya masih kurang begitu paham.

Menurut pendapat saya dengan diadakannya desentralisasi merupakan

suatu upaya untuk mempertahankan kesatuan Negara Indonesia, karena

dengan diterapkannya kebijakna ini akan bisa meredam daerah-daerah

yang ingin memisahkan diri dengan NKRI, (daerah-daerah yang

merasa kurang puas dengan sistem atau apa saja yang menyangkut

NKRI). Tetapi disatu sisi otonomi daerah berpotensi menyulut konflik

antar daerah.

14

Page 15: Makalah otonomi daerah

BAB III PENUTUP

SIMPULAN

Sebenarnya “otonomi daerah” bukanlah suatu hal yang baru karena semenjak

berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia , konsep otonomi daerah sudah

digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Bahkan pada masa

pemerintahan kolonial Belanda, prinsip-prinsip otonomi sebagian sudah diterapkan

dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Kota dan desa merupakan bagian dari fenomena bumi yang mempunyai

banyak perbedaan dan banyak diantaranya bertolak belakang. Perbedaan ini bisa di

kategorikan dalam dua bagian yaitu perbedaan secara fisik dan perbedaan secara

sosial. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya yaitu:

a. Morfologi

b. Jumlah dan kepadatan penduduk;

c. Lingkungan hidup;

d. Mata pencaharian;

e. Corak kehidupan sosial;

f. Stratifikasi sosial;

g. Mobilitas sosial;

h. Pola interaksi sosial;

i. Solidaritas sosial; dan

j. Kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional.

Dari tentang analisis kebijakan tentang implementasi desentralisasi dan

otonomi daerah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

1. Implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah dapat dilihat dari dua

aspek, yaitu: aspek output dan aspek outcomes kebijakan. Kedua aspek tersebut

memiliki ukuran atau indikator yang berbeda dalam penilaian keberhasilan.

2. Output kebijakan desentralisasi dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain:

a. Peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat

b. Peningkatan kualitas pelayanan public

c. Fleksibilitas program pembangunan.

15

Page 16: Makalah otonomi daerah

3. Outcomes kebijakan desentralisasi dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain: a)

Peningkatan partisipasi masyarakat, dan b) Efektivitas pelaksanaan koordinasi.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan desentralisasi

dan otonomi daerah di Kabupaten/Kota:

a) Aspek manajerial

b) Aspek SDM Organisasi

c) Aspek budaya birokrasi

d) Aspek politik lokal.

5. Dilihat dari aspek output kebijakan, maka implementasi kebijakan desentralisasi

dapat dikatakan relatif berhasil. Namun dilihat dari aspek outcomes kebijakan,

ternyata banyaknya urusan yang telah diterima (desentralisasi) oleh

Kabupaten/Kota justru menjadi beban berat bagi daerah. Harapan kebijaksanaan

seperti memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat berbagai program

pembangunan (proyek), pelaksanaannya belum efektif.

Berdasarkan wacana diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah,

maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan

mengajukannya kepada pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak positif

dan bisa memajukan daerah tersebut apabila Orang/badan yang menyusun memiliki

kemampuan yang baik dalam merencanan suatu program serta memiliki analisis

mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan

berdamapak kurang baik apabila orang /badan yang menyusun program tersebut

kurang memahami atau kurang mengetahui mengenai bagaimana cara menyusus

perencanaan yang baik serta analisis dampak yang akan terjadi.

16

Page 17: Makalah otonomi daerah

DAFTAR PUSTAKA

Ahamu, Sultan. 2010. “Kelebihan Dan Kekurangan Otonomi Daerah”.

http://sultanahamu.blogspot.com (diakses 15 Desember 2012 pukul 16.25 WIB).

Bsz, Majid. 2008. “Dampak Positif Dan Negatif Otonomi Daerah Terhadap Kemajuan

Bangsa Indonesia”. http://majidbsz.wordpress.com. (diakses pada 15 Desember 2012

pukul 15.55 WIB).

Kuncoro. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah, Reformasi, Perencanaan, Strategi dan

Peluang. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Syaukani, Affan Gaffar, Ryass Rasyid. 2002. Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wikipedia. 2010. “Otonomi daerah di Indonesia”. http://id.wikipedia.org. (diakses pada 15

Desember 2012 pukul 15.20 WIB).

17