Makalah Matra Udara FS 2014

29
Kasus 1: Kabin bertekanan (pressurized cabin) pada pesawat modern masa kini dapat memberi kenyamanan pada para penumpang maupun para penerbang dan crew lainnya serta menguranggi kemungkinan terjadinya hipoksia dan penyakit dekompresi (dysbarism). Namun demikian, kecelakaan pesawat karena kegagalan sistem kabin bertekanan tetap terjadi. Jelaskan mekanisme kabin bertekanan. Kegagalan kabin bertekanan dapat terjadi mendadak (rapid decompression) maupun perlahan-lahan. Ini terjadi pada kecelakaan Pesawat Aloha penerbangan 243 dan Helios Airlines Flight 522, tanggal 14 Agustus 2005. Uraikan dengan jelas bagaimana kecelakaan-kecelakaan itu terjadi dan bagaimana tindakan- tindakan pencegahannya. 1

description

kesehatan matra

Transcript of Makalah Matra Udara FS 2014

Page 1: Makalah Matra Udara FS 2014

Kasus 1:

Kabin bertekanan (pressurized cabin) pada pesawat modern masa kini dapat

memberi kenyamanan pada para penumpang maupun para penerbang dan crew lainnya

serta menguranggi kemungkinan terjadinya hipoksia dan penyakit dekompresi (dysbarism).

Namun demikian, kecelakaan pesawat karena kegagalan sistem kabin bertekanan tetap

terjadi. Jelaskan mekanisme kabin bertekanan.

Kegagalan kabin bertekanan dapat terjadi mendadak (rapid decompression) maupun

perlahan-lahan. Ini terjadi pada kecelakaan Pesawat Aloha penerbangan 243 dan Helios

Airlines Flight 522, tanggal 14 Agustus 2005. Uraikan dengan jelas bagaimana kecelakaan-

kecelakaan itu terjadi dan bagaimana tindakan-tindakan pencegahannya.

1

Page 2: Makalah Matra Udara FS 2014

PENDAHULUAN

Pesawat terbang dengan jarak penerbangan jauh tidak dapat terbang pada ketinggian

rendah atau kurang dari 10.000 ft di atas permukaan laut karena akan membutuhkan bahan

bakar yang lebih banyak. Maka dari itu, pesawat terbang harus terbang pada ketinggian lebih

dari 10.000 ft di atas permukaan laut.

Pada ketinggian tersebut makhluk hidup sudah tidak dapat hidup lagi karena

perbedaan tekanan udara dengan lingkungan yang ada tepat di atas permukaan air laut

(tempat makhluk hidup tinggal), maka dari itu cockpit dan kabin penumpang harus diberi

takanan yang sama sesuai dengan tekanan tempat mahluk hidup tinggal.

Misalnya pada ketinggian 30.000 ft, tekanan udara di luar pesawat 113 mbs (milibars)

manusia butuh tekanan udara sebesar 1013 mbs (setara 1 atm atau 760 mmHg), maka tekanan

udara di dalam pesawat haruslah 1013 mbs. Jadi, pada pesawat diberi kompressor untuk

menciptakan tekanan sebesar itu.

Dengan tekanan yang lebih besar dari udara luar tersebut, tentu akan merusak pesawat

jika pesawat tidak dibuat menggunakan bahan yang kuat untuk menahan tekanan. Begitu pula

dengan daun pintu pada pesawat yang rawan lepas bahkan tertembus tekanan pada celahnya.

Agar pintu tidak lepas dan dapat mencelakai penumpang, didesainlah pintu yang berada di

dalam badan pesawat. Pintu juga dibuat tidak bersudut agar lebih kuat menahan tekanan.

Kompressor yang rusak mengakibatkan pesawat menjadi depressurized. Dalam

keadaan ini pesawat harus segera dive (turun) pada ketinggian kurang dari 10.000 ft dalam

waktu 90 detik agar tidak meledak.

2

Page 3: Makalah Matra Udara FS 2014

LANDASAN TEORI

A. Kabin Pesawat

Sebuah kabin pesawat merupakan ruangan yang sangat padat dari suatu pesawat terbang

yang ditumpangi penumpang. Setiap penumpang dalam kabin hanya mendapatkan 1 – 2

ruang udara. Dalam perjalanan udara komersial khususnya pada pesawat penumpang sipil,

kabin dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Hal ini meliputi bagian kelas perjalanan pada

pesawat ukuran menengah dan besar, area untuk awak penerbangan, dapur kabin dan

penyimpanan keperluan selama penerbangan. Kursi pada umumnya diatur secara jendela dan

gang. Semakin tinggi kelas perjalanannya, semakin banyak area kosong yang dibutuhkan.

Kabin ini dirancang untuk keamanan dan kenyaman di ketinggian jelajah yang bisa

mencapai 40,000 kaki. Berikut adalah cara sistem bekerja:

1. Udara luar memasuki tahap kompresor dari mesin jet pesawat, di mana udara menjadi

sangat panas karena bertekanan.

3

Page 4: Makalah Matra Udara FS 2014

2. Kemudian udara yang panas masuk pada tahapan ke unit AC, di mana udara tersebut

selanjutnya di dinginkan.

3. Selanjutnya udara luar dicampur, di mana udara dicampur sebagian dengan udara

kabin resirkulasi yang telah dibersihkan dengan filter berefisiensi tinggi.

4. Udara yang di campur tadi kemudian diedarkan ke dalam kabin.

5. Sebagian udara luar masuk ke dalam pesawat, jumlah udara yang masuk dan yang

dibuang sama. Udara di seluruh kabin diganti setiap 2 sampai 3 menit.

B. Mekanisme Kerja Pintu Pesawat

Untuk menjamin keselamatan penumpang dalam pesawat, maka pintu pesawat telah

dirancang khusus, sehingga untuk membuka pintu diharuskan menarik pintu kedalam terlebih

dahulu, lalu ditarik keatas secara elektik “Slide Up Door” (Boeing 767). Ini berarti anda harus

melawan selisih tekanan udara.

Pintu pesawat terbang dibuat tidak bersudut agar tidak membiarkan adanya celah yang

dapat terisi atau dilalui oleh udara yang bertekanan. Bila ada sudut di pintu maka celah akan

terbentuk dan udara dalam kabin yang tekanannya lebih tinggi akan lolos melewati celah ke

arah luar. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran pada celah mikro. Selain itu dengan adanya

sudut membuat pintu pesawat tidak tertutup dengan kuat karena adanya celah mikro tadi

4

Page 5: Makalah Matra Udara FS 2014

sehingga dapat menyebabkan tekanan udara dalam kabin yang besar mendorong pintu secara

kuat ke arah luar hingga pintu dapat terlepas.

Semakin tinggi kita terbang semakin rendah tekanan udara dan semakin tipis kandungan

oksigennya dibanding di permukaan bumi. Tanpa adanya pemberian tekanan pada kabin

pesawat yang terbang di ketinggian tersebut akan berakibat fatal bagi kru dan penumpang.

Namun bukan hanya akibat lapisan udara saja, tapi akibat kebocoran pada kabin juga dapat

berpengaruh terhadap tekanan udara. Walaupun hanya berupa lubang kecil, udara dari luar

dapat masuk kedalam kabin. Oleh karena itu, agar kabin pesawat penumpang tersebut dapat

memiliki tekanan dan kadar oksigen yang sama seperti di permukaan bumi, maka dibuatlah

kabin bertekanan sebagai sarana untuk menyediakan tekanan udara dan kadar oksigen yang

kaya seperti di permukaan bumi (di ketinggian 0 hingga 8000 kaki), dimana manusia dapat

hidup normal tanpa bantuan oksigen, lebih dari ketinggian tersebut maka manusia bisa

mengalami hypoxia dan gangguan dalam lainnya. Karena udara (O2) tipis maka otak pun

kekurangan suplai darah yang mengakibatkan gangguan fungsi utama seperti berpikir cepat

hingga pingsan.

Pemberian tekanan ini dilakukan dengan cara memberikan tekanan di kabin

menggunakan udara yang dihasilkan oleh kompresor di mesin pesawat terbang dengan cara

mengatur besarnya tekanan melalui sistem buka-tutup katup yang berada di badan pesawat

terbang. Kualitas udara yang dihasilkan di dalam kabin tentu tidak sama segarnya dengan

udara pegunungan, namun sudah cukup segar dan bersih karena udara yang dihasilkan adalah

kombinasi udara dari luar melalui proses pendauran-ulang (recycle) udara kabin pesawat

yang selanjutnya disaring oleh filter anti-mikroba (microbe-trapping filters) yang akhirnya

menghasilkan udara sehat seperti udara di rumah sakit kelas atas. Namun demikian, ada hal

yang sulit dihindari ialah udara yang dihasilkan pada kabin pesawat terbang kadar udaranya

kering karena kandungan air atau kelembaban (humidity) yang dihasilkannya maksimum

hanya 15%. Oleh karena itu beberapa perusahaan penerbangan berusaha menaikkan tingkat

kelembaban udara di kabin dengan alat tambahan yang disebut Humidying System berharga

milyaran rupiah, dan itupun hanya mampu menaikkan tingkat kelembaban maksimum 25%

saja.

Pesawat boeing 737-800NG dilengkapi oleh pengaturan tekanan di dalam cabin agar

penumpang merasa nyaman walaupun pesawat ini mampu terbang optimal sampai ketinggian

5

Page 6: Makalah Matra Udara FS 2014

41.000 kaki diatas permukaan laut. Alat untuk mengontrol tekanan dalam cabin pesawat

adalah Auto valve termasuk outflow and Pressure Relief Valve.

Pada saat tekanan didalam sama dengan diluar (didarat) maka tidak masalah, seiring

bertambahnya ketinggian maka auto valve ini menutup katup sehingga tekanan dalam cabin

bisa terjaga atau dengan kata lain tekanan di dalam cabin pesawat lebih besar daripada

tekanan diluar pesawat.

Karena itu struktur dari pesawat juga dibuat sedikit lentur tidak kaku. Hal ini dimaksud

agar apabila tekanan dalam pesawat lebih besar daripada tekanan diluar, struktur pesawat bisa

merenggang sedikit untuk menahan tekanan dalam cabin tidak bocor. Didalam cockpit, pilot

harus terus memonitoring tekanan dalam cabin agar tidak lebih dari tekanan pada ketinggian

10,000 feet.

Apabila tekanan dalam kabin bocor yang mengakibatkan tekanan dalam kabin berkurang

maka dengan sendirinya tabung oksigen penumpang akan terbuka dan alarm dalam cockpit

menyala. Ini langsung bisa disadari oleh pilot untuk segera mengurangi ketinggian menuju

paling tidak 10.000 kaki diatas permukaan laut.

C. Penyebab Kehilangan Tekanan dalam Kabin

Ada beberapa penyebab pesawat terbang jet penumpang dapat mengalami berkurangnya

tekanan pada kabin, yaitu:

1. Rusaknya katup pengeluaran (outflow valve) pada posisi terbuka yang berakibat

tekanan udara di dalam kabin sama dengan tekanan udara diluar pesawat pada

ketinggian yang sedang dijelajahinya.

2. Terlepasnya pintu pesawat atau pintu kompartemen kargo (cargo compartment)

sehingga udara bertekanan di dalam kabin pesawat tertarik ke arah luar yang

tekanannya lebih rendah.

3. Akibat ledakan yang terjadi di bagian badan pesawat seperti yang terjadi pada

pesawat jet komersil maskapai penerbangan Australia, Qantas, dalam penerbangan

dari Hongkong ke Australia beberapa waktu yang lalu di atas Kepulauan Riau yang

memaksa pilotnya untuk mendaratkan pesawat di Singapura.

6

Page 7: Makalah Matra Udara FS 2014

4. Terjadi kebocoran kabin akibat adanya keretakan pada badan pesawat seperti terjadi

pada Pesawat Boeing 737-300 milik Maskapai Penerbangan Southwest Airline baru-

baru ini di Amerika Serikat yang memaksa pilotnya mendaratkan pesawat di Bandara

Militer setempat.

Semua penyebab menurunnya tekanan kabin (decompression) tersebut di atas, ada yang

menyebabkan penurunan tekanan kabin secara perlahan, ada juga yang cepat (rapid

decompression), bahkan drastis. Dalam kondisi seperti itu maka Masker Oksigen yang

terdapat di atas (ceiling) masing-masing tempat duduk penumpang dan awak pesawat secara

otomatis akan keluar (deploy) dari tempatnya dan harus secepat mungkin digunakan seperti

diperagakan oleh Pramugari sesaat sebelum pesawat tinggal landas.

D. Tipe – Tipe Dekompresi

Hilangnya tekanan dalam kabin dapat terjadi perlahan pada kasus kebocoran udara kecil

maupun kehilangan tekanan secara cepat atau besar-besaran yang terjadi secara tiba-tiba,

biasanya dalam hitungan detik. Konsekuensi dari dekompresi dan pengaruh terhadap

penumpang dalam kabin tergantung dari beberapa faktor, yaitu:

1. Ukuran dari kabin penumpang

Semakin besar kabin maka semakin panjang juga waktu terjadinya dekompresi.

2. Kerusakan dari struktur pesawat

Semakin besar kerusakan yang terbuka (celah yang dilaluin udara bertekanan) maka

semakin cepat waktu terjadinya dekompresi

3. Perbedaan terkanan yang terjadi

Semakin besar perbedaan tekanan di antara kabin dalam pesawat dengan lingkungan

luar pesawat saat terbang maka semakin kuat juga terjadinya dekompresi.

Ketika tekanan dalam kabin berkurang, penumpang sudah tidak lagi terlindungi dari

bahaya dari tekanan rendah pada ketinggian tinggi dan resiko dari hypoxia, penyakit

dekompresi, dan hypotermia meningkat. Maka dari itu sangatlah penting bagi para kru

pesawat untuk mengenali segera adanya perbedaan tekanan agar segera melakukan tindakan

efektif untuk mengcegah hal yang dapat timbul pada keadaan dekompresi nantinya.

a. Rapid/Explosive Decompression

Menghasilkan kehilangan secara tiba-tiba tekanan dalam kabin yang ditandai

dengan:

7

Page 8: Makalah Matra Udara FS 2014

Terdengar bunyi letupan, gebukan atau sambaran yang keras sebagai hasil

dari kontak tiba-tiba antara udara dari luar dengan udara dari dalam.

Awan kabut atau kabin berkabut yang terjadi akibat dari tempratur yang

turun tiba-tiba secara cepat dan perubahan dari kelembaban dalam kabin.

Aliran cepat udara dari dalam kabin pesawat ke erah luar.

Pengurangan dari temperatur sebagaimana respon dari temperatur dalam

kabin menyesuaikan dengan temperatur udara diluar kabin.

Keluarnya masker oksigen dalam kabin secara otomatis ketika ketinggian

kabin mencapai 14.000 ft.

Bila penyebab dari penurunan tekanan secara cepat adalah kerusakan dari struktur

pesawat, dapat ditemukan hal berikut:

Serpihan-serpihan puing kecil berterbangan di dalam kabin.

Partikel debu masuk ke dalam kabin menghalangi penglihatan.

Bagian dari pesawat terlepas secara proyektil

Akan timbul banyak kekacuan karena kebisingan yang tinggi dan kabut yang

mempersulit komunikasi di dalam kabin.

b. Slow/Insidious Decompression

Penurunan tekanan udara dalam kabin secara periodik. Penurunan tekanan dalam

kabin secara perlahan biasanya disebabkan oleh kesalahan dalam desain pintu

pesawat, malfungsi dari mesin pengatur tekanan pesawat, dan jendela pesawat yang

retak.

Penurunan tekanan secara perlahan tidak terlihat secara jelas tanda-tandanya. Kru di

dalam pesawat tidak menyadari sampai masker oksigen terlepas secara otomatis dari

langit-langit kursi penumpang (Passanger Service Units). Akan tetapi kru harus

tetap peka terhadap segala hal kecil yang menjadi penanda dari penurunan tekanan

dalam kabin seperti misalnya suara siulan atau bisikan angin dari arah pintu atau

jendela yang memiliki celah penyebab kebocoran mikro.

Tanda-tanda fisiologis yang dapat dirasakan sebagai indikasi adanya penurunan

tekanan udara dalam kabin secara perlahan diantaranya rasa tidak nyaman atau

8

Page 9: Makalah Matra Udara FS 2014

meletup berdengung di telinga, nyeri sendi atau sakit pada perut karena adanya

udara yang mengembang.

E. Dampak Penurunan Tekanan dalam Kabin

Pada saat terjadi penurunan tekanan kabin secara cepat (rapid decompression) di dalam

kabin pesawat terbang, maka tekanan di kabin penumpang dan awak pesawat menjadi sama

dengan tekanan udara diluar pesawat yang sedang terbang jelajah pada ketinggian di atas

30.000 kaki. Akibatnya penumpang dan awak dipaksa hidup dalam kondisi udara yang

bertekanan rendah yang dingin dan jumlah oksigen yang sangat tipis.

Kondisi itu akan menyebabkan penumpang dan awak pesawat mengalami sakit akibat

penurunan tekanan udara (decompression sickness) dari yang paling ringan, seperti mual dan

muntah-muntah, hingga yang paling berbahaya yang disebut Hypothermia, yaitu dingin yang

sangat menusuk badan dan tidak sadarkan diri atau pingsan (unconsciousness), bahkan

hingga kedaan yang paling fatal, yaitu meninggal dunia.

F. Daya Tahan Manusia terhadap Penurunan Tekanan dalam Kabin

Jika dalam prosedur keselamatan penerbangan terjadi keterlambatan pilot memakai

Masker Oksigen, maka akan menyebakan Pilot, awak pesawat, dan penumpang lainnya

pingsan, dan tentu saja pesawat akan terbang tanpa pilot. Lamanya seorang Pilot dapat

bertahan hidup normal (tidak pingsan) dalam kondisi Penurunan Tekanan Kabin disebut TUC

(Time Useful Consciousness) atau sering disebut juga sebagai EPT (Effective Performance

Time), dan ini sangat tergantung kepada kondisi fisik Pilot dan ketinggian terbang pesawat

saat terjadi penurunan tekanan kabin.

Apabila penurunan tekanan kabin terjadi pada ketinggian 40.000 kaki maka TUC-nya

hanya sekitar 15-20 detik saja. Untuk ketinggian 35.000 kaki TUC adalah 30 detik sampai

dengan 1 menit. Jadi semakin tinggi terbang sebuah pesawat, maka Pilot akan memiliki

waktu yang lebih sedikit untuk tetap hidup normal dalam kondisi tanpa memakai Masker

Oksigen.

9

Page 10: Makalah Matra Udara FS 2014

G. Emergency Prosedure Standard

Ketika Pilot dan ko-Pilot mengetahui terjadi masalah pada tekanan kabin mengalami

penurunan dengan cepat, maka Pilot akan menjalankan beberapa prosedur darurat yang baku

(Emergency Procedure Standard), sebagai berikut:

1. Pilot dan ko-Pilot harus segera menggunakan Masker Oksigen (Oxygen Mask) untuk

menghindari diri dari kemungkinan pingsan (unconsciousness).

2. Selanjutnya Pilot harus segera menurunkan ketinggian terbang pesawat (descent) ke

ketinggian yang aman yaitu 10.000 feet atau ke ketinggian dimana pesawat aman dari

halang-rintangan terbangnya (obstacle) seperti kontur permukaan bumi yang tinggi

atau gunung dan bukit di sepanjang jalur terbangnya saat itu.

3. Pilot dan ko-Pilot menganalisis instrumen pesawat terbang untuk menentukan

penyebab menurunnya tekanan kabin dan memerintahkan Mekanik untuk segera

memperbaikinya.

4. Setelah penurunan tekanan kabin pulih kembali, Pilot harus menaikan ketinggian

terbang pesawat (climb) ke ketinggian jelajah normal yaitu di atas 30.000 kaki.

10

Page 11: Makalah Matra Udara FS 2014

5. Dalam kasus dimana penurunan tekanan kabin itu tidak dapat diatasi, maka Pilot

harus segera melapor ke menara PLLU (Pengatur Lalu-lintas Udara atau ATC, Air

Traffic Controller) di bandara terdekat untuk meminta ijin melakukan pendaratan

darurat.

6. Setelah mendapatkan ijin (clearence) dari PLLU terdekat, Pilot harus segera

mendaratkan pesawatnya di bandara dimaksud.

11

Page 12: Makalah Matra Udara FS 2014

PEMBAHASAN KASUS

A. Insiden Pesawat Terbang akibat Depressurisation

Insiden terkenal kecelakaan pesawat terbang sebagai akibat kabin kehilangan tekanan,

terjadi pada pesawat terbang Boeing 737-300 milik Helios Airlines dengan Nomor

Penerbangan (Flight Number) 522. Pesawat ini berangkat dari Larnaca di Cyprus pada

tanggal 14 Agustus 2005 pukul 09.07 waktu setempat, untuk terbang menuju ke Athena,

Yunani, dan rencana selanjutnya akan meneruskan penerbangannya ke Praha, Austria.

Sebelum pesawat tinggal landas (take-off), awak pesawat (crew) lupa menyetel (setting)

saklar Pressurization di Panel Instrumen di kokpit pesawat terbang ke mode AUTO (artinya

kru tidak mengikuti prosedur operasi standar dari Boeing).

Beberapa menit setelah pesawat mengudara, Alarm Peringatan Ketinggian (Altitude

Horn Warning) di kokpit menyala yang disebabkan oleh masalah Tekanan Kabin

(Presurization). Namun Pilot dan ko-Pilot telah salah mengidentifikasikan masalah ini

sebagai peringatan bahwa pesawat terbang dalam kofigurasi tidak siap untuk tinggal landas

(Take-off Configuration Warning), yang sebenarnya hanya terjadi saat pesawat masih di

landasan (in-ground) bukan saat pesawat sudah terbang (in-flight). Karena bunyi peringatan

dari Sirine (Horn) ini dapat dimatikan secara manual melalui saklar (switch) yang ada di

panel diatas kepala (overhead panel) oleh Pilot, maka Pilot segera mematikannya.

Ketika instrumen Ketinggian Cabin (Cabin Altitude) di kokpit menunjukkan ketinggian

14.000 kaki, Masker Oksigen di kabin otomatis keluar (deploy), dan pada saat yang

bersamaan lampu peringatan OXY ON menyala, lalu Pilot berusaha menghubungi Mekanik

melalui radio komunikasi di pesawat. Beberapa detik selanjutnya tanda Peringatan Utama

(Master Caution Warning) menyala dan memberikan sinyal kepada Pilot bahwa terjadi

sesuatu kondisi yang abnormal pada sistem tekanan kabin. Hal ini salah diinterpretasikan

oleh Pilot sebagai terjadinya panas berlebihan (overheating) di kabin pesawat.

Beberapa saat kemudian Pilot memanggil lagi Mekanis melalui komunikasi radio dan

memberitahukan jika Kipas Fentilasi (Ventilation Fan) pada posisi OFF. Disini sebetulnya

sudah terlihat bahwa Pilot telah kehilangan kesadaran sebagai akibat Hypoxia, dan sayangnya

mereka tidak menyadarinya karena memang pesawat Boeing 737 tidak memiliki lampu

peringatan tentang masalah di Kipas Fentilasi (Ventilation Fan Light). Lalu Mekanis meminta

12

Page 13: Makalah Matra Udara FS 2014

Kapten Pilot untuk mengulangi pesannya, yang kemudian dijawab oleh Kapten Pilot bahwa

Lampu Peralatan Pendingin Udara (Equipment Cooling Light) pada posisi OFF. Ini jelas

sekali menunjukkan kebingungan Kapten Pilot, yang kemudian dijawab oleh Mekanis “Hal

ini normal, tolong sebutkan masalah anda Kapten, bisakah Kapten melakukan pengecekkan

terhadap Pressurization System?” Sayangnya pada saat itu sang Kapten Pilot tidak

memperhatikan pertanyaan Mekanis, malah dia bertanya lagi kepada Mekanik: “Dimana

Equipment Cooling Circuit Breaker-nya?” dan selanjutnya dijawab oleh Mekanik tentang

posisi Circuit Breaker-nya, tapi sayangnya tidak ada respon dari Kapten Pilot, karena dia dan

ko-Pilotnya sudah tidak sadarkan diri dan pesawat terbang dalam mode Autopilot.

Ketika memasuki wilayah udara Yunani, Pilot pesawat Helios 522 seharusnya

melakukan kontak komunikasi dengan menara PLLU setempat, namun tidak dilakukannya.

Dikontak berulang-kalipun oleh PLLU setempat tidak ada jawaban. Oleh karena sesuai

prosedur, hal ini memaksa Angkatan Udara Yunani mengirimkan 2 buah pesawat tempur F-

16 Fighter untuk melihat keadaan Helios 522. Setelah dilihat oleh F-16 dari dekat, ternyata

pesawat terbang dengan mode Autopilot, ko-Pilot tidak bergerak sama sekali dan bersandar

lemas dikursinya, sementara Kapten Pilot tidak berada di kursinya. Terlihat pula bahwa

semua Masker Oksigen telah keluar dari tempatnya dan berayun-ayun di kabin, pertanda

bahwa kabin pesawat mengalami penurunan tekanan yang amat serius.

Beberapa saat kemudian Pilot F-16 melihat seorang Pramugara (FA, Flight Attendan)

memasuki kokpit dan duduk di kursi Kapten Pilot dan berusaha untuk mengambil alih

kendali pesawat Boeing 737-300 tersebut. Dengan bahasa isyarat pilot F-16 bertanya apakah

Pramugara tersebut bisa menerbangkan pesawat, dan kemudian dijawab oleh Pramugara

dengan menggelengkan kepala.

Setelah pesawat itu terbang selama 3 jam, pesawat kehabisan bahan bakar dan kedua

mesin pesawat itupun mati. Selanjutnya pesawat mulai terbang menurun tajam (descent).

Sang Pramugara masih berusaha mengendalikan pesawat, namun pesawat tetap menurun

tajam hingga akhirnya menabrak bumi dan meledak. Pada saat pesawat membentur bumi

diyakini bahwa semua penumpang dan semua awak pesawat dalam keadaan pingsan

(unconsciousness) namun masih bernafas. Pesawat naas ini membawa 115 penumpang dan 6

awak pesawat, semuanya meninggal seketika dengan mengenaskan.

(sumber: Washington Post Staff Writer. Tuesday, August 16, 2005)

13

Page 14: Makalah Matra Udara FS 2014

Review kejadian:

1. Crew pesawat lupa menyetel saklar Pressurization ke AUTO sehingga masih

MANUAL.

2. Sesaat setelah lepas landas, terdapat alarm/penanda peringatan ketinggian bahwa

pesawat terdapat masalah tekanan kabin namun alarm tersebut disalahartikan lalu

diabaikan oleh pilot dan ko-pilot.

3. Pada ketinggian 14.000 kaki, lampu OXY ON menyala dan masker secara otomatis

keluar, pilot berasumsi bahwa kabin menjadi panas lalu memanggil mekanik.

4. Pilot bertanya kepada mekanik tetapi jawaban mekanis justru berdampak kesalahan

interpretasi karena pilot sudah mulai kehilangan kesadaran.

5. PLLU mendapati pesawat ini mengalami gangguan yang terlihat dari komunikasi

antara PLLU dan penerbang maupun awak pesawat, PLLU mengirim Pesawat Jet F-

16 dan mendapati pramugara yang belum bisa menerbangkan pesawat sedang

mencoba menggantikan pilot dan ko-pilot yang sudah pingsan.

6. Pesawat sudah di-mode-kan autopilot lalu terbang selama 3 jam kemudian jatuh ke

bumi dan meledak. 115 orang penumpang dan 6 orang awak pesawat meninggal.

Pembahasan

Depressurization merupakan keadaan dimana kabin bertekanan yang memiliki

tekanan yang justru sama dengan tekanan udara pada ketinggian yang sedang dilalui oleh

pesawat; yang mana seharusnya kabin memiliki tekanan yang sama dengan tekanan udara di

bawah ketinggian 10.000 kaki. Pada ketinggian di atas permukaan laut, maka semakin tinggi

ketinggiannya akan semakin kecil tekanan udaranya. Apabila dikaitkan dengan insiden ini,

kondisi dimana status Pressurezation kabin masih dalam MANUAL berarti tekanan di dalam

kabin tidak bisa dipertahankan sebesar P di bawah ketinggian 10.000 kaki secara otomatis.

Setelah terjadi penurunan tekanan udara dalam kabin, maka penanda terjadinya

penurunan tekanan udara akan menyala dan beroperasi. Dengan kata lain, depressurization

menyebabkan seseorang terjadi hipoksia. Gejala yang tampak pada insiden yaitu terjadi

penurunan kesadaran hingga semua orang dalam kabin menjadi pingsan.

Kesalahan baik penerbang maupun awak pesawat bisa mendasari terjadinya

depressurization dan juga menjadi faktor yang memperparah keadaan. Seperti pada insiden,

14

Page 15: Makalah Matra Udara FS 2014

diawali kesalahan awak pesawat yang justru menyebabkan lingkaran setan terjadinya

komunikasi yang kurang baik dan kesalahan interpretasi.

B. Insiden Pesawat Terbang akibat Dekompresi

Aloha Airlines Penerbangan 243 - Kecelakaan terjadi pada maskapai Aloha Airlines

Boeing 737 N73711 tanggal 28 April 1988 akibat lepasnya sepertiga atap di bagian belakang

kokpit pesawat. Walau begitu pesawat masih dapat mengudara sekitar 15 menit setelah

menukik turun dari ketinggian 24.000 kaki dengan kecepatan sekitar 600 km perjam karena

hilangnya dekompresi di kabin pesawat. Pada saat kejadian berlangsung, para penumpang

yang duduk dibagian depan (Kelas I) tidak mendapatkan tabung oksigan karena selang

oksigan dibagian atas telah hilang. Salah seorang pramugari tersedot keluar pesawat dan tidak

ditemukan mayatnya hingga saat ini di lautan Pasifik dekat Hawaii.

Pendaratan:

Pesawat berusaha mendarat di Bandara Kahului, Maui, Kepulauan Hawaii. Selama

berusaha mendarat, pilot dan co-pilot menggunakan masker oksigen dan situasi di dalam

kabin dan kokpit dalam keadaan ribut akibat suara angin dan mesin pesawat yang sangat

kencang dan mengakibatkan komunikasi pilot dengan menara pengawas terganggu. Pada saat

beberapa menit sebelum mendarat, co-pilot menggeser tuas pengeluaran roda pesawat, namun

pada lampu indikator menunjukkan roda bagian depan tidak keluar yang ditandai dengan

matinya lampu indikator roda depan. Pilot berusaha menghubungi menara pengawas untuk

yang kesekian kali guna menginformasikan keadaan ini.

Pilot meminta persiapan keadaan bahaya pada menara pengawas dan menara

pengawas meneruskan informasi ini kepada pihak pemadam kebakaran bandara dan

ambulans. Komunikasi antara awak pesawat dengan menara pengawas sempat terganggu

untuk beberapa saat. Kemudian pilot meminta crew di darat untuk melihat apakah roda depan

keluar atau tidak. Para petugas pemadam kebakaran dengan bantuan teropong mencoba untuk

melihat roda depan pesawat pada detik-detik terakhir sebelum mendarat. Lalu terlihat bahwa

roda depan sudah keluar yang berarti hanya lampu indikator roda depan saja yang tidak

menyala.

Co-Pilot pesawat adalah seorang wanita dan kapten pesawat berhasil membawa

pesawat mendarat walau dalam kecepatan tinggi yang mengakibatkan roda pesawat pecah.

15

Page 16: Makalah Matra Udara FS 2014

Menurut rencana penerbangan, pesawat lepas landas dari Honolulu ke Maui dan kemudian

dari Maui ke Hilo, Hawaii.

Penyelidikan:

Beberapa hari kemudian tim penyelidik dari NTSB dan badan yang terkait lainnya

mewawancarai semua penumpang untuk mengumpulkan informasi. Salah satu penumpang

melihat dan mengetahui adanya retakan kecil sekitar 15 sentimeter yang berada dekat dengan

pintu depan pesawat bagian depan sebelum pesawat tinggal landas. Jaraknya sekitar satu

setengah meter kebelakang dari pintu kiri depan pesawat. Penumpang tersebut melihat

dengan jelas ketika dia sedang menaiki tangga untuk masuk ke pesawat. Namun dia tidak

memberitahukan masalah ini kepada siapapun.

(sumber: National Geographic Channel - Air Crash Investigation)

Review Kejadian

1. Terdapatnya retakan (disadari penumpang yang selamat dan diceritakan setelah

kejadian) sepanjang 15 cm setengah meter dari pintu bagian kiri depan.penumpang

tersebut tidak menceritakan kepada siapapun.

2. Pesawat kemudian terbang sampai ketinggian 24.000 kaki, atap bagian depan terlepas

menyebabkan tabung okigen pada kabin Kelas I hilang semua dan juga terjadi

dekompresi pada kabin.

3. Salah seorang pramugari tertarik keluar akibat tekanan udara dalam kabin yang

cenderung ke arah atmosfir udara luar dan tewas.

4. Pesawat sempat terbang 15 menit lalu turun menukik dengan kecepatan 600 km per

jam.

5. Lalu mencoba untuk mendarat di Bandara Kahului, Maui, Kepulauan Hawaii.

Komunikasi tidak berjalan lancar, sehingga pilot kesulitan untuk memastikan apakah

bisa dilakukan pendaratan darurat baik dari segi bandara maupun kesiapan pesawat

(ban depan)

6. Sampai pada akhirnya pesawat berhasil mendarat walaupun mengakibatkan ban

pecah karena terjadi pendaratan dengan kecepatan yang tinggi.

7. Alhasil, 65 orang penumpang selamat namun 1 orang pramugari tewas dengan jasad

yang belum ditemukan

16

Page 17: Makalah Matra Udara FS 2014

Pembahasan

Seperti halnya pada ruangan hipobarik, terlihat balon yang mengembang ketika

tekanan udara di sekitarnya berkurang. Ini menandakan bahwa tekanan dalam balon yang

tetap (760 atm) namun di sekitarnya mengalami penurunan tekanan ( < 760 atm) sehingga

akan terjadi gradien tekanan yang terlihat dari kecenderungan isi balon yang menekan ke

luar.

Pada insiden ini, terlihat dari adanya kebocoroan kabin. Apabila dikaitkan dengan

balon, udara dalam balon berusaha untuk keluar. Sehingga yang terjadi adalah kecenderungan

balon tersebut untuk pecah, apalagi bila balon tersebut di tusuk dengan peniti (dilubangi)

ketika sedang mengebang.

Dengan tekanan yang lebih besar dari udara luar tersebut, tentu akan merusak pesawat

jika pesawat tidak dibuat menggunakan bahan yang kuat untuk menahan tekanan. Begitu pula

dengan daun pintu pada pesawat yang rawan lepas/tertembus tekanan pada celahnya. Maka

dari itu agar pintu tidak lepas dan dapat mencelakai penumpang, didesainlah pintu yang

berada di dalam badan pesawat. Pintu juga dibuat tidak bersudut untuk menahan tekanan agar

lebih kuat.

Kabin yang berlubang ini disamakan dengan balon yang mempunyai tekanan besar

(pada ketinggian 24.000 kaki dengan tekanan kabin 1 atm lalu luar kabin < 1 atm). Yang

terjadi adalah, udara dalam kabin berusaha untuk keluar melalui lubang 15 cm karena gradien

tekanan. Lalu karena tahanan yang besar, menyebabkan kabin tersebut pecah di bagian atap

karena tidak kuat menahan tekanan keluar.

C. Tindakan terhadap Kegagalan Kabin Bertekanan

Dalam kasus dekompresi, penggunaan oksigen dengan segera sangatlah penting.

Tindakan pertama yang harus dilakukan oleh awak dalam kabin pesawat yaitu:

Segera memasang masker oksigen terdekat

Duduk dan kencangkan sabuk pengaman atau berpegangan pada objek yang

kokoh

Jangan bergerak maupun berpindah tempat

17

Page 18: Makalah Matra Udara FS 2014

Awak pesawat yang berada dalam karbin harus memprioritaskan keselamatannya

terlebih dahulu sebelum menolong. Bila kru pesawat tidak dapat berpegangan pada object

kokoh maka segera ambil tindakan dengan berhimpit diatara penumpang yang sudah dalam

keadaan aman serta meminta bantuan dari penumpang.

Post-decompression

Setelah dekompresi dimana pesawat telah mancapai ketinggian yang aman, awak kabin

dapat berkeliling di kabin dengan masih mengenakan silinder oksigen jinjing sampai awak

kabin nyaman dan dapat bernapas tanpa bantuan oksigen lagi. Awak dalam kabin masih tetap

memerlukaan penggunaan masker oksigen karena aktifitas fisik yang harus tetap mereka

lakukan di ketinggian yang bertambah dapat membuat mereka jatuh ke dalam keadaan

hipoksia.

Strategi Pencegahan

Hal penting bagi para awak pesawat untuk mampu dalam mengenali setiap perbedaan

tipe dari dekompresi dan dengan segera bertindak yang semestinya untuk keselamatan

penerbangan dan membatasi resiko dari hipoksia. Hal ini dapat dicapai dengan pelatihan

khusus, seperti:

Latihan kemampuan untuk membedakan tipe-tipe dari penurunan tekanan kabin

Meningkatkan kesadaran akan tanda-tanda hipoksia, efek dari hipoksia, serta

pentingnya penggunaan masker oksigen dengan segera

Mengerti tentang kepentingan dari komunikasi, kordinasi, dan kerjasama antara

awak penerbangan dengan awak dalam kabin penumpang.

18

Page 19: Makalah Matra Udara FS 2014

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Hukum Boyle menjelaskan bahwa tekanan udara akan berbanding terbalik dengan

volume ruangan pada ketinggian atau kedalaman tertentu. Jadi seiring dengan berubahnya

ketinggian atau kedalaman, maka tekanan udara juga akan berubah. Pada kesehatan matra

laut atau yang ddibahas kali ini yaitu berhubungan dengan pesawat udara, semakin tinggi

ketinggian maka akan semakin kecil tekanan atmosfir. Namun, adanya kabin bertekanan

membuat isi kabin memiliki tekanan atmosfir fisiologis manusia yaitu tekanan udara dalam

kabin ditetapkan setara dengan ketinggian dibawah sepuluh ribu kaki sampai permukaan laut.

Penyebab kecelakaan pada insiden Aloha flight 243 dan Helios flight 522 berkaitan

dengan kelainan pada kabin bertekanan yang menyebabkan kabin tidak bisa mempertahankan

tekanan udara fisiologis. Maka dari itu dari segi manusia akan menyebabkan hipoksia dan

dari segi kabin akan terjadi kerusakan kabin.

Pada kejadian tersebut, yang harus dilakukan untuk menstabilkan keadaan yaitu dengan

cara menurunkan ketinggian sampai di bawah sepuluh ribu kaki. Hal ini dimaksudkan agar

tekanan udara dalam kabin dalam kondisi fisiologis meskipun terjadi kebocoran kabin

maupun depressurization yang disebabkan karena saklar masih menunjukkan MANUAL.

B. Saran

Adapun saran baik untuk kedokteran matra udara maupun penerbang dan pihak

penerbangan antara lain:

1. Adanya Hukum Boyle yang harus diterapkan yang berkenaan dengan tekanan

udara di setiap ketinggian dan efek terhadap penumpang maupun awak pesawat.

2. Prinsip dan mekanisme kabin bertekanan agar selalu diperhatikan.

3. Kesiapan penerbangan dari segi Man, Machine, dan Media demi kelancaran

penerbangan.

4. Selalu tanggap, cermat, dan teliti untuk mempersiapkan penerbangan yang aman

dan nyaman.

19