Makalah Masalah Pendidikan

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pendidikan Indonesia semakin hari kualitasnya makin rendah. Berdasarkan Survey United Nations Educational, Scientific and Culture Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan di Negara-negara berkembang Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru. Kualitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang. Salah satu factor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik seringkali memaksakan kehendaknya tanpa perna memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang di miliki siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus di lakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa di arahkan. Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram. Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarat. Lebih parah lagi, pendidikan tidak mampu menghasikan lulusan yang kretif. Ini salahnya, 1

description

makalah masalah pendidikan

Transcript of Makalah Masalah Pendidikan

Page 1: Makalah Masalah Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pendidikan Indonesia semakin hari kualitasnya makin rendah. Berdasarkan Survey

United Nations Educational, Scientific and Culture Organization (UNESCO),

terhadap kualitas pendidikan di Negara-negara berkembang Asia Pacific, Indonesia

menempati peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru.

Kualitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang.

Salah satu factor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena

lemahnya para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik seringkali

memaksakan kehendaknya tanpa perna memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat

yang di miliki siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan anak

bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam

menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah dengan memberikan

kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus di lakukan sebab pada dasarnya

gaya berfikir anak tidak bisa di arahkan.

Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang

sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram. Kurikulum hanya

didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan

masyarat. Lebih parah lagi, pendidikan tidak mampu menghasikan lulusan yang

kretif. Ini salahnya, kurikulum dibuat dijakarta dan tidak memperhatikan kondisi di

masyarakat bawah. Jadi, para lulusan hanya mampu mencari kerja dan tidak

mampu menciptakan lapangan kerja sendiri, padahal lapangan pekerjaan yang

tersedia terbatas. Kualitas pendidikan Indonedia sangat memperihatinkan.

Berdasarkan analisa para guru dunia(UNESCO), kualitas para guru Indonesia

menempati peringkat terakhir dari 14 negera berkembang di Asia Pacific.

Indonesia berada pada peringkat 39 dari 42 negara berkembang. Ini juga kesalahan

negera yang tidak serius untuk meningkatakan kualitas pendidikan. Dari sinilah

saya mencoba untuk menulis dan membahas lebih dalam mengenai buruknya

pendidikan di Indonesia saat ini.

1

Page 2: Makalah Masalah Pendidikan

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. factor-factor apa saja yang menyebabkan banyaknya masalah-masalah

pendidikan diindonesia?

2. Siapakah yang bertanggung jawab akan masalah-masalah pendidikan di

Indonesia?

3. mengapa di kualitas pendidikan di Indonesia rendah?

4. Bagaimana cara mengatasi dan memperbaiki masalah-masalah pendidikan

tersebut?

1.3. TUJUAN PENULISAN

Mengetahui factor-faktor apa saja yang memengaruhi rendahnya kualitas

pendidikan Indonesia.serta siapa yang bertanggung jawab akan buruknya system

pendidikan dindonesia, juga memberi informasi kepada para pembaca dari

makalah ini mengenai system pendidikan di Indonesia saat ini dan kualitas

pendidikannya.makalah ini juga akan memberi kajian mengenai system pendidikan

Indonesia dan kualitas pendidikanya.serta saran yang sekiranya dapat bermanfaat

kepada para pembaca dari makalah ini.

1.4. METODE PENULISAN

Salah satu factor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena

lemahnya para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik seringkali

memaksakan kehendaknya tanpa perna memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat

yang di miliki siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan anak

bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam

menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah dengan memberikan

kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus di lakukan sebab pada dasarnya

gaya berfikir anak tidak bisa di arahkan.Selain kurang kreatifnya para pendidik

dalam membimbing siswa, kurikulum yang sentralistik membuat potret pendidikan

semakin buram. Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa

memperhatikan kebutuhan masyarat. Lebih parah lagi, pendidikan tidak mampu

menghasikan lulusan yang kretif. Ini salahnya, kurikulum dibuat dijakarta dan

tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah. Jadi, para lulusan hanya

2

Page 3: Makalah Masalah Pendidikan

mampu mencari kerja dan tidak mampu menciptakan lapangan kerja sendiri,

padahal lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas. Kualitas pendidikan Indonedia

sangat memperihatinkan. Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita

masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah

pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang

profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU Pendidikan kacau.

Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk.

Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran

pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.

Penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-

pisah, tetapi harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya menyeluruh.

Artinya, kita tidak hanya memperhatikan kepada kenaikkan anggaran saja. Sebab

percuma saja, jika kualitas Sumber Daya Manusia dan mutu pendidikan di

Indonesia masih rendah. Masalah penyelenggaraan Wajib Belajar Sembilan tahun

sejatinya masih menjadi PR besar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat bahwa

banyak di daerah-daerah pinggiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang

memadai. Dengan terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun

mengakibatkan anak-anak Indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum

mereka menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila

tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari

masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era

global. Kondisi ideal dalam bidang pendidikan di Indonesia adalah tiap anak bisa

sekolah minimal hingga tingkat SMA tanpa membedakan status karena itulah hak

mereka. Namun hal tersebut sangat sulit untuk direalisasikan pada saat ini. Oleh

karena itu, setidaknya setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk

mengenyam dunia pendidikan. Jika mencermati permasalahan di atas, terjadi

sebuah ketidakadilan antara si kaya dan si miskin. Seolah sekolah hanya milik

orang kaya saja sehingga orang yang kekurangan merasa minder untuk bersekolah

dan bergaul dengan mereka. Ditambah lagi publikasi dari sekolah mengenai

beasiswa sangatlah minim. sekolah-sekolah gratis di Indonesia seharusnya

memiliki fasilitas yang memadai, staf pengajar yang berkompetensi, kurikulum

3

Page 4: Makalah Masalah Pendidikan

yang tepat, dan memiliki sistem administrasi dan birokrasi yang baik dan tidak

berbelit-belit. Akan tetapi, pada kenyataannya, sekolah-sekolah gratis adalah

sekolah yang terdapat di daerah terpencil yang kumuh dan segala sesuatunya tidak

dapat menunjang bangku persekolahan sehingga timbul pertanyaan ,”Benarkah

sekolah tersebut gratis? Kalaupun iya, ya wajar karena sangat memprihatinkan.”

Pemerintah meninjau ulang penerapan kurikulum 2013, jangan hanya demi

kepentingan sesaat tetapi melupakan kepentingan masyarakat banyak terutama

para siswa, guru dan orang-orang yang berkecimpung di lingkungan pendidikan.

Beberapa pelajaran yang memang layak ditambah seperti pelajaran agama dan

pendidikan moral harus ditambah, agar para siswa bisa menghargai orang lain,

berperilaku sopan, tidak melanggar susila dan tidak mudah terpancing emosinya

yang berakibat fatal buat dirinya sendiri, dan orang lain. Selain itu pelajaran TIK

sebaiknya jangan dihapuskan karena negara ini akan ketinggalan mengenai

teknologi, informasi dan telekomunikasi dengan negara lain yang tingkat

penggunaan komputer dan gadgetnya sangat tinggi. Mata pelajaran pendidikan

moral dan keagamaan harusnya ditambah dari tingkat SD sampai perguruan tinggi.

Karena pendidikan moral dan agama ini sangat penting untuk membentengi para

siswa dan mahasiswa dari perbuatan-perbuatan asusila, melanggar hukum dan

melanggar agama. Pemerintah harus sering mengadakan pelatihan kepada seluruh

guru sesuai dengan bidangnya masing-masing, agar pengetahuan mereka semakin

bertambah. Terutama diisi dengan materi-materi yang menarik. Misalnya cara

mengajar yang disukai oleh siswa, sehingga siswa akan merasa senang

mempelajari mata pelajaran tertentu karena guru yang mengajarnya tidak monoton

dengan metode pengajaran seperti itu-itu saja. Pemerintah memberikan tunjangan

kepada tenaga kependidikan harus adil dan tepat sasaran. Karena masih banyak

guru yang mengajar asal-asalan (jarang datang) tetapi mendapat tunjangan

sertifikasi. Sementara guru honorer yang gajinya kecil tiap hari mengajar dengan

rajin tidak mendapatkan tunjangan apa-apa, kalaupun ada jumlahnya tidak

seberapa. Banyak bantuan berupa alat peraga yang diberikan pemerintah kepada

sekolah yang tidak digunakan sebagaimana mestinya, bahkan alat peraga yang

rusak bukan karena sering dipakai tetapi rusak karena tidak pernah dipakai.

4

Page 5: Makalah Masalah Pendidikan

Padahal peralatan tersebut dibeli dengan harga yang mahal bahkan nilainya sampai

puluhan juta. Mengembalikan proses Ujian Nasional seperti dahulu yang

memberikan hak kelulusan kepada sekolah bukan dari Pusat tidak berdasarkan

nilai UN. Sehingga tidak ada lagi siswa yang mencari sumber jawaban dari orang

lain, atau guru memberikan jawaban agar nilai UNnya besar, mengganti jawaban

yang salah atau cara-cara yang tidak jujur lainnya. Pemerintah harus mengkaji

ulang mata pelajaran yang diajarkan di sekolah mulai dari tingkat SD, SMP,

sampai SMA/SMK. Harusnya pendidikan mengacu pada kebutuhan masa depan

siswa dan kebutuhan lapangan pekerjaan. Jangan sampai pelajar terpaksa belajar

pelajaran yang tidak ia sukai padahal mereka memiliki kelebihan dan ketrampilan

pada pelajaran tertentu. Peran serta orang tua dalam pendidikan sangat dibutuhkan

karena waktu yang paling banyak tentu saat berada di lingkungan keluarga. Di

sekolah, para siswa hanya belajar beberapa jam saja. Kasih sayang orang tua

sangat dibutuhkan agar anak tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.

5

Page 6: Makalah Masalah Pendidikan

BAB II PEMBAHASAN

2.1. LANDASAN TEORI

Sebelum kita membahas mengenai permasalahan–permasalahan pendidikan di

Indonesia, sebaiknya kita melihat definisi dari pendidikan itu sendiri terlebih

dahulu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar

didik (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan)

mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai

pengertian yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok

orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan,

proses perbuatan, cara mendidik.

Ki Hajar Dewantara, sebagai Tokoh Pendidikan Nasional Indonesia, peletak dasar

yang kuat pendidkan nasional yang progresif untuk generasi sekarang dan generasi

yang akan datang merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut :

Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi

pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual dan tubuh anak); dalam

Taman Siswa tidak boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita

memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan, kehidupan dan penghidupan anak-

anak yang kita didik, selaras dengan dunianya (Ki Hajar Dewantara, 1977:14)

Dari etimologi dan analisis pengertian pendidikan di atas, secara singkat

pendidikan dapat dirumuskan sebagai tuntunan pertumbuhan manusia sejak lahir

hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi dengan alam dan

lingkungan masyarakatnya.

Pendidikan merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di dalam proses

pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia (yang

terlibat dalam pendidikan ini) adalah subyek dari pendidikan. Karena merupakan

subyek di dalam pendidikan, maka dituntut suatu tanggung jawab agar tercapai

suatu hasil pendidikan yang baik. Jika memperhatikan bahwa manusia itu sebagai

subyek dan pendidikan meletakkan hakikat manusia pada hal yang terpenting,

maka perlu diperhatikan juga masalah otonomi pribadi. Maksudnya adalah,

manusia sebagai subyek pendidikan harus bebas untuk “ada” sebagai dirinya yaitu

manusia yang berpribadi, yang bertanggung jawab.

6

Page 7: Makalah Masalah Pendidikan

Hasil dari pendidikan tersebut yang jelas adalah adanya perubahan pada subyek-

subyek pendidikan itu sendiri. Katakanlah dengan bahasa yang sederhana

demikian, ada perubahan dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi

mengerti. Tetapi perubahan-perubahan yang terjadi setelah proses pendidikan itu

tentu saja tidak sesempit itu. Karena perubahan-perubahan itu menyangkut aspek

perkembangan jasmani dan rohani juga.

Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di dalam

relasinya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu

berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar

diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu memperbarui diri dan

lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercerabut dari akar

tradisinya.

2.2. ISI

Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap bidang pendidikan akan menyadari

bahwa dunia pendidikan kita sampai saat ini masih mengalami “sakit”. Dunia

pendidikan yang “sakit” ini disebabkan karena pendidikan yang seharusnya

membuat manusia menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak

begitu. Seringkali pendidikan tidak memanusiakan manusia. Kepribadian manusia

cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada.

Masalah pertama adalah bahwa pendidikan, khususnya di Indonesia, menghasilkan

“manusia robot”. Kami katakan demikian karena pendidikan yang diberikan

ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak seimbang. Pendidikan ternyata

mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif)

dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Jadi unsur integrasi cenderung semakin

hilang, yang terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berfikir. Sebab

ketika orang sedang belajar, maka orang yang sedang belajar tersebut melakukan

berbagai macam kegiatan, seperti mengamati, membandingkan, meragukan,

menyukai, semangat dan sebagainya. Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan

seringkali dipraktekkan sebagai sederetan instruksi dari guru kepada murid.

Apalagi dengan istilah yang sekarang sering digembar-gemborkan sebagai

“pendidikan yang menciptakan manusia siap pakai. Dan “siap pakai” di sini berarti

7

Page 8: Makalah Masalah Pendidikan

menghasilkan tenaga-tenaga yang dibutuhkan dalam pengembangan dan

persaingan bidang industri dan teknologi. Memperhatikan secara kritis hal tersebut,

akan nampak bahwa dalam hal ini manusia dipandang sama seperti bahan atau

komponen pendukung industri. Itu berarti, lembaga pendidikan diharapkan mampu

menjadi lembaga produksi sebagai penghasil bahan atau komponen dengan

kualitas tertentu yang dituntut pasar. Kenyataan ini nampaknya justru disambut

dengan antusias oleh banyak lembaga pendidikan.

Masalah kedua adalah sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke bawah) atau

kalau menggunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik dari Amerika

Latin) adalah pendidikan gaya bank. Sistem pendidikan ini sangat tidak

membebaskan karena para peserta didik (murid) dianggap manusia-manusia yang

tidak tahu apa-apa. Guru sebagai pemberi mengarahkan kepada murid-murid untuk

menghafal secara mekanis apa isi pelajaran yang diceritakan. Guru sebagai pengisi

dan murid sebagai yang diisi. Otak murid dipandang sebagai safe deposit box,

dimana pengetahuan dari guru ditransfer kedalam otak murid dan bila sewaktu-

waktu diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal diambil saja. Murid hanya

menampung apa saja yang disampaikan guru.

Jadi hubungannya adalah guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek. Model

pendidikan ini tidak membebaskan karena sangat menindas para murid. Freire

mengatakan bahwa dalam pendidikan gaya bank pengetahuan merupakan sebuah

anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan

kepada mereka yang dianggap tidak mempunyai pengetahuan apa-apa.

Yang ketiga, dari model pendidikan yang demikian maka manusia yang dihasilkan

pendidikan ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya

bersikap kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai objek (yang adalah wujud dari

dehumanisasi) merupakan fenomena yang justru bertolak belakang dengan visi

humanisasi, menyebabkan manusia tercerabut dari akar-akar budayanya (seperti di

dunia Timur/Asia). Bukankah kita telah sama-sama melihat bagaimana kaum muda

zaman ini begitu gandrung dengan hal-hal yang berbau Barat? Oleh karena itu

strategi pendidikan di Indonesia harus terlebur dalam “strategi kebudayaan Asia”,

sebab Asia kini telah berkembang sebagai salah satu kawasan penentu yang

8

Page 9: Makalah Masalah Pendidikan

strategis dalam bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan politik internasional.

Bukan bermaksud anti-Barat kalau hal ini penulis kemukakan. Melainkan justru

hendak mengajak kita semua untuk melihat kenyataan ini sebagai sebuah tantangan

bagi dunia pendidikan kita. Mampukah kita menjadikan lembaga pendidikan

sebagai sarana interaksi kultural untuk membentuk manusia yang sadar akan tradisi

dan kebudayaan serta keberadaan masyarakatnya sekaligus juga mampu menerima

dan menghargai keberadaan tradisi, budaya dan situasi masyarakat lain? Dalam hal

ini, makna pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara menjadi sangat relevan untuk

direnungkan.

Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia

yaitu :

– Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen

Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan juga sekolah yang

berada di garis depan.Dalam hal ini,interfensi dari pihak-pihak yang

terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan

baik.

– Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya.Dimana,masyarakat

merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan

yaitu sebagai objek dari pendidikan.

Banyak faktor-faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia semakin

terpuruk. Faktor-faktor tersebut yaitu :

1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang

gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku

perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian

teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah

yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki

laboratorium dan sebagainya.

9

Page 10: Makalah Masalah Pendidikan

2. Rendahnya Kualitas Guru

Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum

memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya

sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan

pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan

pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan

pengabdian masyarakat.

Kendati secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai, namun secara

kualitas mutu guru di negara ini, pada umumnya masih rendah. Secara umum, para

guru di Indonesia kurang bisa memerankan fungsinya dengan optimal, karena

pemerintah masih kurang memperhatikan mereka, khususnya dalam upaya

meningkatkan profesionalismenya. Secara kuantitatif, sebenarnya jumlah guru di

Indonesia relatif tidak terlalu buruk. Apabila dilihat ratio guru dengan siswa,

angka-angkanya cukup bagus yakni di SD 1:22, SLTP 1:16, dan SMU/SMK 1:12.

Meskipun demikian, dalam hal distribusi guru ternyata banyak mengandung

kelemahan yakni pada satu sisi ada daerah atau sekolah yang kelebihan jumlah

guru, dan di sisi lain ada daerah atau sekolah yang kekurangan guru. Dalam banyak

kasus, ada SD yang jumlah gurunya hanya tiga hingga empat orang, sehingga

mereka harus mengajar kelas secara paralel dan simultan.

Bila diukur dari persyaratan akademis, baik menyangkut pendidikan minimal

maupun kesesuaian bidang studi dengan pelajaran yang harus diberikan kepada

anak didik, ternyata banyak guru yang tidak memenuhi kualitas mengajar (under

quality).

Hal itu dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum sarjana, namun

mengajar di SMU/SMK, serta banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan

disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan seperti ini menimpa lebih dari separoh

guru di Indonesia, baik di SD, SLTP dan SMU/SMK. Artinya lebih dari 50 persen

guru SD, SLTP dan SMU/SMK di Indonesia sebenarnya tidak memenuhi

kelayakan mengajar. Dengan kondisi dan situasi seperti itu, diharapkan pendidikan

yang berlangsung di sekolah harus secara seimbang dapat mencerdaskan

kehidupan anak dan harus menanamkan budi pekerti kepada anak didik. “Sangat

10

Page 11: Makalah Masalah Pendidikan

kurang tepat bila sekolah hanya mengembangkan kecerdasan anak didik, namun

mengabaikan penanaman budi pekerti kepada para siswanya.

Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan

pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi,

sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada

kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar

yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

3. Rendahnya Kesejahteraan Guru

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya

kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang rendah, terang saja

banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di

sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie

rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya.

Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen

(PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan

hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan

yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat

pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang

berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah

khusus juga berhak atas rumah dinas.

Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang

muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit

mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70

persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan

kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen.

4. Rendahnya Prestasi Siswa

Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan

kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan.

Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia

internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study

(TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44

11

Page 12: Makalah Masalah Pendidikan

negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam

hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia

dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.

Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development

Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia

secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human

Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya

menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-

negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.

Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi

IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di

Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada

pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5

(Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7

(Indonesia).

Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan

dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang

memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal

dan mengerjakan soal pilihan ganda.

Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-

Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara

peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk

IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah

Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas

terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan

ke-75.

5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar.

Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga

Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM)

untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa).

12

Page 13: Makalah Masalah Pendidikan

Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan

di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan

pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini

nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara

keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan

pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.

6. Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data

BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka

pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%,

Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang

sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat

pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas

1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki

keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri.

Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini

disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan

yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

7. Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi

mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku

pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga

Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain

kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.

Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, sampai Rp

1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa

mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan

pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di

Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan

13

Page 14: Makalah Masalah Pendidikan

mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan

organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.

Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya,

setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai

keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak

transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah

adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah

hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi

legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan

pendidikan rakyatnya.

Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum

Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke

bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar.

Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan

tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang

sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum

Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh

kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada

melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.

Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik

tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang.

Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya

merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang

menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan

terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).

Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan

dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN

(www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi

melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional,

RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang

Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada

14

Page 15: Makalah Masalah Pendidikan

privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan,

penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah

atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.

Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk

diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education

Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa

dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi

pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke

pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan

sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya

setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya,

akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan

terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara

yang kaya dan miskin.

Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia,

privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang

sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan

Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana

memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan

hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini

berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.

Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi

Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa

pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di

Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang

lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya

rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus

murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya?

Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya

15

Page 16: Makalah Masalah Pendidikan

memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk

mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru

ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat

dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan.

Solusi Pendidikan di Indonesia

Untuk mengatasi masalah-masalah, seperti rendahnya kualitas sarana fisik,

rendahnya kualitas guru, dan lain-lain seperti yang telah dijelaskan diatas, secara

garis besar ada dua solusi yaitu:

– Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang

berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan

sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di

Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme

(mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan

tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.

– Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait

langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah

kualitas guru dan prestasi siswa.

Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis

untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru,

misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi

dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan

memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya

prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas

materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan

sebagainya.

Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan di Indonesia

dapat bangkit dari keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan generasi-generasi

baru yang berSDM tinggi, berkepribadian pancasila dan bermartabat.

16

Page 17: Makalah Masalah Pendidikan

BAB III PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Banyak sekali faktor yang menjadikan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.

Factor-faktor yang bersifat teknis diantaranya adalah rendahnya kualitas guru,

rendahnya sarana fisik, mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa,

rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,

kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Namun sebenarnya yang menjadi

masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia adalah sistem pendidikan di

Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga manusia yang

dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi

kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Maka disinilah

dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan mesyarakat untuk mengatasi segala

permasalahan pendidikan di Indonesia.

B. Saran

Pemerintah sebagai pemimpin harus memberi seluruh akses dan fasilitas

masyarakat agar dapat mempermudah masyarakat dalam dunia pendidikan.juga

memberi kemudahan kepada semua masyarakat dan juga memberi wadah

masyarakat untuk menuangkan segala ide dan pemikiran.

17

Page 18: Makalah Masalah Pendidikan

Daftar pustaka

sumber: http://www.kompasiana.com/didno76/solusi-permasalahan-pendidikan-

indonesia_54f766eaa3331164368b4764

sumber: https://van88.wordpress.com/makalah-permasalahan-di-indonesia-/

sumber: www.sch-id.net/admin/logo/logo_174.jpg

sumber: hengkikristiantoateng.blogspot.com/2014/02/cara-membuat-makalah-

yang-baik-dan-benar.html?m=1

sumber: https://google.co.id/?

gws_rd=ss#q=saran+mengatasi+masalah+pendidikan/

18