Makalah-Manajemen Media Massa

6
Jikalau kita mengelola media 1 Oleh Maulida Sri Handayani 2 Suatu hari, katakanlah kita berpikir akan membuat sebuah media massa. Pertama-tama yang harus kita tanyakan pada diri kita adalah, apa dasar atau alasannya. Apa pasal? Sebab, alasan adalah hal terpenting. Alasan itu menentukan jenis media dan bentuk pengelolaan yang akan kita buat dan terapkan. Sederhana saja, jika kita akan mencari keuntungan sebanyak- banyaknya dari media yang akan kita buat, mungkin kita akan membuat media semacam tabloid Pulsa yang menghimpun review produk telepon selular yang—masyallah—setengah mati sering dicari oleh masyarakat. Atau tak tanggung-tanggung, kita akan membuat harian cabul macam Lampu Hijau (tadinya Lampu Merah). Kita akan melakukan apapun yang akan membuat mereka laku, menghasilkan uang sebanyak- banyaknya. Sebaliknya, jika kita mempercayai bahwa media adalah sesuatu yang akan mengantarkan kita pada cita-cita besar, kita barangkali akan membuat media macam Kompas atau Koran Tempo atau The Guardian (atau Isola Pos). Kita akan setengah mati membuat perencanaan dan pengelolaan yang sebaik-baiknya demi cita-cita itu. Dan satu hal yang saya percayai, media besar yang terus hidup sekian lamanya, diawali dari cita-cita mulia. Lahir dari keberpihakan terhadap publik dan kebenaran. Bahkan, sudah mati pun bisa bangkit lagi; seperti yang terjadi pada Tempo, misalnya. 3 Beranjak dari ihwal alasan tadi, saya asumsikan saja kita akan membuat media yang tak hanya bertujuan profit (keuntungan) tetapi juga menjadikan media itu lembaga milik publik. Maksud saya tentu 1 Disampaikan dalam Workshop Jurnalistik UPM UPI, 23 November 2008 2 Pemimpin Umum Isola Pos 2005-2006. Kegiatannya sekarang kuliah di jurusan Filsafat Budaya Universitas Parahyangan. Bisa dikontak melalui alamat [email protected] dan nomor 085221683399. 3 Majalah Tempo dibredel pada 1994 terkait pemberitaan kapal bekas oleh Habibie, namun Tempo terbit lagi setelah Reformasi 1998.

Transcript of Makalah-Manajemen Media Massa

Page 1: Makalah-Manajemen Media Massa

Jikalau kita mengelola media1

Oleh Maulida Sri Handayani2

Suatu hari, katakanlah kita berpikir akan membuat sebuah media massa. Pertama-tama yang harus kita tanyakan pada diri kita adalah, apa dasar atau alasannya. Apa pasal? Sebab, alasan adalah hal terpenting. Alasan itu menentukan jenis media dan bentuk pengelolaan yang akan kita buat dan terapkan.

Sederhana saja, jika kita akan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dari media yang akan kita buat, mungkin kita akan membuat media semacam tabloid Pulsa yang menghimpun review produk telepon selular yang—masyallah—setengah mati sering dicari oleh masyarakat. Atau tak tanggung-tanggung, kita akan membuat harian cabul macam Lampu Hijau (tadinya Lampu Merah). Kita akan melakukan apapun yang akan membuat mereka laku, menghasilkan uang sebanyak-banyaknya.

Sebaliknya, jika kita mempercayai bahwa media adalah sesuatu yang akan mengantarkan kita pada cita-cita besar, kita barangkali akan membuat media macam Kompas atau Koran Tempo atau The Guardian (atau Isola Pos). Kita akan setengah mati membuat perencanaan dan pengelolaan yang sebaik-baiknya demi cita-cita itu. Dan satu hal yang saya percayai, media besar yang terus hidup sekian lamanya, diawali dari cita-cita mulia. Lahir dari keberpihakan terhadap publik dan kebenaran. Bahkan, sudah mati pun bisa bangkit lagi; seperti yang terjadi pada Tempo, misalnya.3

Beranjak dari ihwal alasan tadi, saya asumsikan saja kita akan membuat media yang tak hanya bertujuan profit (keuntungan) tetapi juga menjadikan media itu lembaga milik publik. Maksud saya tentu saja bukan sahamnya go public, walaupun bisa juga mengarah demikian. Melainkan, media sebagai lembaga atau saluran yang dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh publik untuk kepentingan publik. Pada bagian yang lebih partikular yakni dalam masyarakat terbuka, media atau pers ini berperan sebagai pilar keempat demokrasi.4 Soal ini pasti sudah panjang lebar dibahas dalam materi sebelumnya. Sekarang, setelah kita memilih jenis media yang akan dibangun, mari kita tentukan visi dan misinya.

1 Disampaikan dalam Workshop Jurnalistik UPM UPI, 23 November 20082 Pemimpin Umum Isola Pos 2005-2006. Kegiatannya sekarang kuliah di jurusan Filsafat Budaya Universitas Parahyangan. Bisa dikontak melalui alamat [email protected] dan nomor 085221683399.3 Majalah Tempo dibredel pada 1994 terkait pemberitaan kapal bekas oleh Habibie, namun Tempo terbit lagi setelah Reformasi 1998.4 Pada Abad Pertengahan di Eropa, tiga pilar yang pertama adalah kaum bangsawan, agamawan dan masyarakat umum. Setelah ada trias politika dari Montesquieu, tentu saja yang tiga itu adalah badan-badan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pilar keempatnya adalah pers.

Page 2: Makalah-Manajemen Media Massa

Visi dan misi

Misalnya media kita bernama Koran Isola, media yang berbasis warga kelurahan Isola. Kita buat visi seperti ini: Koran Isola adalah koran yang yang mendorong terciptanya kehidupan warga Isola yang demokratis dan sejahtera.

Kemudian dari visi itu, kita buat misinya, antara lain: (1) Koran Isola mendorong warga Isola mendapat informasi yang memenuhi asas kepentingan publik—misalnya dalam hal anggaran desa; (2) Koran Isola menjadi saluran bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi pada pengelola desa, dan sebaliknya; (3) Koran Isola mendorong terciptanya pemerintahan desa dan pelayanan publik yang baik.

Dari atas dapat dilihat, bahwa visi merupakan bentuk ideal atas media yang kita bangun, sedangkan misi merupakan turunan dari visi itu, yakni tujuan besar/penting yang kita harus lakukan dengan media itu. Selanjutnya dapat ditentukan tujuan-tujuan dan/atau langkah yang lebih taktis, terkait pencapaian visi dan misi tersebut.

Riset pembaca

Kita harus meneliti “pasar” pembaca mana yang dituju, sehingga isinya dapat memenuhi kebutuhan informasi dan kepentingan khalayak pembaca tersebut. Contohnya Koran Isola merupakan media yang ditujukan bagi warga kelurahan Isola, maka isinya harus berkaitan dengan kebutuhan mereka. Jangan lupa juga lihat karakteristik umum dari calon pembaca kita. Basis profesinya apakah tani, guru, pedagang, dll (sosio dan ekonografi). Bisa juga melihat demografi dan psikografinya, misalnya apakah calon pembaca kita umumnya berusia remaja, usia produktif atau usia lanjut. Tentu saja, lagi-lagi isi media harus sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan mereka.

Selanjutnya, media dapat menentukan apa yang akan dilakukan dua divisi di dalamnya, yakni redaksi dan perusahaan. Biasanya skemanya seperti ini

Pemimpin Umum /Direktur

Pemimpin Redaksi Pemimpin Perusahaan

Bag. produksi

Bag. sirkulasi/distribusi

Bag. iklan

dll.Redaktur Pelaksana

Reporter

Redaktur desk

Page 3: Makalah-Manajemen Media Massa

Merencanakan dan mengelola redaksi

1. Pemimpin Redaksi

Seorang pemimpin redaksi bertanggung jawab terhadap segala proses perencanaan dan eksekusi kegiatan redaksional, serta arah dan pelaksanaan kebijakan keredaksian.

2. Redaktur Pelaksana

Posisi ini berada di bawah pemimpin redaksi. Bertugas mengkoordinasi tugas redaktur, reporter; kerja lapangan redaksi secara keseluruhan.

3. Redaktur (desk)

Bertugas mengkoordinasi tugas reporter sesuai dengan desk (bidangnya) masing-masing. Misalnya politik, ekonomi, olahraga, seni, kriminal, dll.

4. Reporter

Bertugas mencari data dan fakta, melakukan liputan, wawancara serta menulis berita.

5. Riset Foto, ilustrasi, layout

Bagian ini meriset kebutuhan foto, layout dan ilustrasi pada media dan menyediakannya.

Mekanisme dalam redaksi ada tiga, yakni:

1. Perencanaan isi, ini dilakukan dalam rapat redaksi.

2. Pengumpulan bahan, melalui reportase dan riset, monitoring dilakukan melalui rapat redaksi.

3. Pengolahan bahan dan penyiapan isi, yakni bahan yang didapat melalui reportase dan riset di atas untuk kemudian masuk proses penulisan, editing, proofreading, dan pracetak.

Merencanakan dan mengelola perusahaan

Ada dua hal yang penting, yakni :

1. Merencanakan biaya kerja redaksi

Biaya reportase, rapat redaksi, riset pendukung, kantor redaksi, dll

2. Merencanakan biaya produksi

Biaya cetak, distribusi, dll.

Page 4: Makalah-Manajemen Media Massa

Maksudnya sederhana. Bagaimana kita mendistribusikan modal yang kita punyai, mengkalkulasi kemungkinan penjualan, pendapatan iklan, dan dapat menghitung kapan break even point alias balik modal.

Selain perencanaan keuangan, hal lain yang harus diatur adalah perencanaan produksi atau percetakan. Harus ada koordinasi yang baik antara bagian redaksi dengan produksi agar kesalahan produksi dapat diminimalisasi. Sebagai catatan tambahan, seringkali bagian produksi ini terpisah secara tegas dengan bagia perusahaan.

***

Demikianlah pengantar dari saya tentang pengelolaan media massa. Betapapun saya tekankan lagi, bahwa visi dan misi sebuah institusi media massa teramat penting bagi kelangsungan hidupnya. Ia akan menjadi semacam self fulfilling prophecy: jika kita percaya bahwa media massa merupakan lembaga yang penting dalam kepentingan publik, maka kita akan berupaya sedemikian rupa untuk mewujudkan ramalan atau keyakinan kita itu. Manajemen yang baik akan menghantarkan kita ke sana.

Visi dan misi kita juga akan menentukan siapa yang boleh ikut serta dalam manajemen. Apa jadinya bila saham media dimiliki oleh konglomerat atau politikus bermasalah? Sekarang mari kita lihat kasus Indonesia. Seorang bernama Aburizal Bakrie menguasai hampir semua saluran media massa. Dia punya TVOne untuk TV, punya Jurnal Nasional untuk korannya, bahkan dia juga punya Vivanews.com yang ada di jalur internet. Selain itu, ia pun menteri. Dan tak tanggung-tanggung, menteri koordinator!

Sudah 2 tahun perusahaannya menyebabkan bencana Lumpur Lapindo. Lapindo hampir tidak bertanggung jawab dalam hal ini, dan pemerintah membiarkan. Belakangan, nilai saham perusahaan bakrie juga terjun bebas akibat krisis global. Pemerintah berniat menyelamatkan saham Bakrie, padahal dalam masalah-masalah lain seperti BUMN dan harga BBM, pemerintah berlagak seperti penegak hukum ekonomi pasar—bebas menjual aset Negara dan menaikkan harga BBM. Jika tindakan pemerintah itu kita percayai sebagai sebuah pengkhianatan terhadap kepentingan publik, saya punya beberapa pertanyaan untuk didiskusikan:

1. Apakah lembaga pers yang dimiliki konglomerat/politikus bermasalah itu akan tetap punya keberpihakan terhadap kepentingan publik?

2. Apakah lembaga pers itu punya peranan bagi konglomerat/politikus bermasalah untuk mencuci tangannya?

3. Jika pilar-pilar demokrasi sudah sedemikian koruptif; badan eksekutif, legislatif dan yudikatif sudah terbeli, sedangkan itu juga terjadi pada the watchdog, apa yang akan terjadi? Pers sebagai pilar keempat hanya omong-kosong?