Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

54
MAKALAH MANAGEMEN EMERGENCY SISTEM MUSKULOSKELETAL “FRAKTUR” DISUSUN OLEH : Kelompok 5 1. AGUNG TRIWAHYUDI P27220011 1 2. CAHYA ARI WIDYA P27220011 1 3. DESY INDAH RATNAWATI P27220011 169 4. EKO YULIANTO P27220011 170 5. MEILINA P27220011 DIII BERLANJUT DIV KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

Transcript of Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

Page 1: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

MAKALAH MANAGEMEN EMERGENCY SISTEM MUSKULOSKELETAL

“FRAKTUR”

DISUSUN OLEH :

Kelompok 5

1. AGUNG TRIWAHYUDI P27220011 1

2. CAHYA ARI WIDYA P27220011 1

3. DESY INDAH RATNAWATI P27220011 169

4. EKO YULIANTO P27220011 170

5. MEILINA P27220011

DIII BERLANJUT DIV KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

2014

Page 2: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

DAFTAR ISI

Page 3: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai

di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan

dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Penyebab fraktur

terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini selain

menyebabkan fraktur, menurut WHO juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap

tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda.

Fraktur adalah salah satu gangguan musculoskeletal yang umum yang disebabkan

oleh trauma. Dengan semakin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia maka mayoritas

fraktur adalah akibat kecelakaan lalu-lintas. Kecelakaan lalu-lintas dengan kecepatan

tinggi sering menyebabkan trauma. dan kita harus waspada terhadap kemungkinan

polytrauma yang dapat mengakibatkan trauma organ-organ lain. Trauma-trauma lain

adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, kecelakaan domestik, dan

kecelakaan/cidera olahraga.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin meningkat

selaras dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern manusia tidak akan

lepas dari fungsi normal system musculoskeletal. Salah satunya tulang yang merupakan

alat gerak utama pada manusia, namun dari kelainan ataupun ketidaksiplinan dari

manusia itu sendiri (patah tulang) fraktur adalah hilangnya kontinuitas jaringan tulang,

tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun partial . fraktur

Page 4: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

biasanya terjadi pada cruris, karena cruris sangat kurang di lindungi oleh jaringan lunak,

sehingga mudah sekali mengalami kerusakan (Rasjad, 1998).

Berbagai penelitian di Eropa, Amerika Serikat, dan Australia menunjukkan bahwa

resiko terjadinya patah tulang tidak hanya ditentukan oleh densitas massa tulang

melainkan juga oleh faktor-faktor lain yang berkaitan dengan kerapuhan fisik (frailty) dan

meningkatkannya resiko untuk jatuh. (Sudoyo: 2010)

Kematian dan kesakitan yang terjadi akibat patah tulang umumnya disebabkan

oleh komplikasi akibat patah tulang dan imobilisasi yang ditimbulkannya. Beberapa

diantara komplikasi tersebut adalah timbulnya dikubitus akibat tirah baring

berkepanjangan, perdarahan, trombosis vena dalam dan emboli paru; infeksi pneumonia

atau infeksi saluran kemih akibat tirah baring lama; gangguan nutrisi dan sebagainya.

(Sudoyo: 2010)

Walaupun dalam kasus yang jarang terjadi kematian, namun bila tidak ditangani

secara tepat atau cepat dapat menimbulkan komplikasi yang akan memperburuk keadaan

penderita. Sehingga perawat perlu memperhatikan langkah-langkah yang harus

diperhatikan dalam menangani pasien dengan kasus kegawat daruratan fraktur.

B. TUJUAN

a. Tujuan Umum

Mampu menerapkan konsep asuhan keperawatan kegawat daruratan pada pasien

dengan fraktur

b. Tujuan Khusus

1. Mampu menjelaskan konsep fraktur

Page 5: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

2. Mampu menjelaskan konsep metodologi asuhan keperawatan kegawat daruratan

pada pasien fraktur.

Page 6: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya

yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Brunner&Suddarth: 2002). Fraktur adalah

pemisahan atau patahnya tulang (Doenges, 1999).

Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma (Tambayong:

2000). Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik

( Price, 1995).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang

disebabkan trauma atau tenaga fisik dan menimbulkan nyeri serta gangguan fungsi.

B. ETIOLOGI

1. Cidera atau benturan

2. Fraktur patologik

Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh karena

tumor, kanker dan osteoporosis.

3. Fraktur beban

Fraktur beban atau fraktur kelelahan teradi pada orang-orang yang baru saja menambah

tingkat aktifitas mereka, seperti baru diterima dalam angkatan bersenjata atau orang-orang

yang baru mulai latihan lari.

4. Trauma

Dibagi menjadi dua, yaitu :

Page 7: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

1. Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi

miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras

(jalanan).

2. Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya

jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk

melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang

tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk sel darah. Tulang juga merupakan

tempat primer untuk meyimpan dan mengatur kalsium dan pospat.

Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan

jaringan organik (kolagen, proteoglikan). Kalsium dan phospat membenuk suatu kristal

garam (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks

organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70 % dari osteoid adalah kolagen

tipe 1 yang kaku dan memberikan ketegaran tinggi pada tulang. Materi organik lain yang

juga menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.

Hampir semua tulang berongga dibagian tengahnya. Struktur demikian

memaksimalkan kekuatan struktural tulang dengan bahan yang relatif kecil atau ringan.

Kekuatan tambahan diperoleh dari susunan kolagen danmineral dalam jaringan tulang.

Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau lameral. Tulang yang berbentuk anyaman

terlihat saat pertumbuhan cepat, seperti sewaktu perkembangan janin atau sesudah

terjadinya patah tulang, selanjutnya keadaan ini akan diganti oleh tulang yang lebih dewasa

yang berbentuk lameral. Pada orang dewasa tulang anyaman ditemukan pada insersi

Page 8: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

ligamentum atau tendon. Tumor sarkoma osteogenik terdiri dari tulang anyaman . tulang

lameral terdapat seluruh tubuh orang dewasa.tulang lameral tersusun dari lempengan-

lempengan yang sangat padat, dan bukan merupakan suatu massa kristal. Pola susunan

semacam ini melengkapi tulang dengan kekuatan yang besar.

Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari 3 jenis sel: osteoblas,

osteosid dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe 1

dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang

disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas

mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam

mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.

Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk

pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.

Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan

matriks tulang dapat diabsorbsi.

Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang. Vitamin D dalam jumlah

besar dapat menyebabkan absorbsi tulang seperti yang terlihat pada kadar hormon

paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada vitamin D hormon paratiroid tidak akan

menyebabkan absorbsi tulang. Vitamin D dalam jumlah yang sedikit membantu kalsifikasi

tulang, antara lain dengan meningkatlan absorbsi kalsium dan fosfat oleh usus halus.(Price

dan Wilson: 1995)

Page 9: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

D. KLASIFIKASI FRAKTUR

1. Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar di bagi

menjadi 2 antara lain:

a) Fraktur tertutup (closed)

Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar,

disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur

tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,

yaitu:

i. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.

ii. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.

iii. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan

pembengkakan.

Page 10: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

iv. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman

sindroma kompartement.

b) Fraktur terbuka (opened)

Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang memungkinkan /

potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai

ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka :

i. Derajat I

Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal. ii. Derajat II Laserasi > 2

cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas.

iii. Derajat III

Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.

2. Menurut derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:

a) Patah tulang lengkap (Complete fraktur)

Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau garis fraktur

melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubak

tempat.

b) Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )

Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah yang lainya

biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick. Menurut Price dan Wilson

( 2006) kekuatan dan sudut dari tenaga fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar

tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur

lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak

melibatkan seluruh ketebalan tulang.

Page 11: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

3. Menurut bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma ada 5 yaitu:

a) Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan merupakan akibat

trauma angulasi atau langsung.

b) Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu

tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.

c) Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan oleh trauma

rotasi.

d) Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong

tulang kea rah permukaan lain.

e) Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada

insersinya pada tulang.

4. Menurut jumlah garis patahan ada 3 antara lain:

a) Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.

b) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.

c) Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang

sama. (Mansjoer: 2000)

E. PATOFISIOLOGI

Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak

terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka

bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di

kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam

jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami

kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih

Page 12: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut

aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus.

Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk

membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf

yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan

darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol

pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan

berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot.

Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner dan Suddarth, 2002).

Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak

seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur

tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan

pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2001). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah

tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan,

hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di

imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri.

Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di

pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan

kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan

lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau

mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan Wilson: 1995).

Page 13: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

F.PATHWAY

Kondisi patologis Trauma langsung/

Osteoporosis tidak langsung

Fraktur

Terputusnya kontuinitas Psikologi Intoleransi

Jaringan aktivitas

Perubahan Takut

Saraf Perubahan peran cemas Bedrest

Rusak permeabilitas

kapiler Kurang Penekanan

Lumpuh/ informasi jaringan

Parestesia oedem/bengkak tertentu

Lokal/hematoma

(Markam, Soemarno, 1992, Sabiston, 1995, Mansjoer 2000)

Gangguan mobilitas

fisik Nyeri Resti perubahan

perfusi jaringan perifer

Kurang pengetahuan

Defisit perawatan

diri

Gangguan body image

Resti gg integritas kulit

Page 14: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

G. MANIFESTASI KLINIS

Adapun tanda dan gejala dari fraktur, sebagai berikut :

1. Nyeri

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme

otot yang menyertai fraktur merupakan bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan

gerakan antar fragmen tulang.

2. Hilangnya fungsi dan deformitas

Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara

tidak alamiah. Cruris tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot berrgantung

pada integritas tulang tempat melengketnya otot.

3. Pemendekan ekstremitas

Terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya karena konstraksi otot yang melengket di

atas dan bawah tempat fraktur.

4. Krepitus

Saat bagian tibia dan fibula diperiksa, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang

teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainya.

5. Pembengkakan lokal dan Perubahan warna

Terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi

setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.

H. KOMPLIKASI

Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) antara lain:

1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom kompartement,

kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.

Page 15: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

a) Syok

Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah eksternal

maupun yang tidak kelihatan yang biasa menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan

cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis

dan vertebra.

b) Sindrom emboli lemak

Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan

sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan

oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula

lemak pada aliran darah.

c) Sindroma Kompartement

Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang

disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Dengan pembengkakan

interstisial yang intens, tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut dapat

menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini menimbulkan hipoksia jaringan dan

dapat menyebabkan kematian syaraf yang mempersyarafi daerah tersebut. Biasanya timbul

nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat menggerakkan jari tangan atau kakinya. Sindrom

kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas yang memiliki restriksi volume yang ketat,

seperti lengan.resiko terjadinya sinrome kompartemen paling besar apabila terjadi trauma otot

dengan patah tulang karena pembengkakan yang terjadi akan hebat. Pemasangan gips pada

ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini atau terlalu ketat dapat menyebabkan peningkatan

di kompartemen ekstremitas, dan hilangnya fungsi secara permanen atau hilangnya

ekstremitas dapat terjadi. (Corwin: 2009)

Page 16: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

d) Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma biasanya ditandai dengan tidak ada nadi, CRT menurun,

syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disbabkan

oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan

pembedahan.

e) Infeksi

Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi

dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur

terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

f) Avaskuler nekrosis

Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang

bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer

dan Bare, 2001).

2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union, delayed union, dan

non union.

a) Malunion

Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang

tidak seharusnya, membentuk sudut, atau miring. Conyoh yang khas adalah patah tulang paha

yang dirawat dengan traksi, dan kemudian diberi gips untuk imobilisasi dimana kemungkinan

gerakan rotasi dari fragmen-fragmen tulang yang patah kurang diperhatikan. Akibatnya

sesudah gibs dibung ternyata anggota tubuh bagian distal memutar ke dalam atau ke luar, dan

penderita tidak dapat mempertahankan tubuhnya untuk berada dalam posisi netral.

Komplikasi seperti ini dapat dicegah dengan melakukan analisis yang cermat sewaktu

Page 17: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

melakukan reduksi, dan mempertahankan reduksi itu sebaik mungkin terutama pada masa

awal periode penyembuhan.

Gibs yang menjadi longgar harus diganti seperlunya. Fragmen-fragmen tulang yang patah dn

bergeser sesudah direduksi harus diketahui sedini mungkin dengan melakukan pemeriksaan

radiografi serial. Keadaan ini harus dipulihkan kembali dengan reduksi berulang dan

imobilisasi, atau mungkin juga dengan tindakan operasi.

b) Delayed Union

Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan kecepatan yang lebih

lambat dari keadaan normal. Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi

sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena

penurunan suplai darah ke tulang.

c) Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang

lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan

yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Banyak

keadaan yang merupakan faktor predisposisi dari nonunion, diantaranya adalah reduksi yang

tidak benar akan menyebabkan bagian-bagian tulang yang patah tetap tidak menyatu,

imobilisasi yang kurang tepat baik dengan cara terbuka maupun tertutup, adanya interposisi

jaringan lunak (biasanya otot) diantara kedua fragmen tulang yang patah, cedera jaringan

lunak yang sangat berat, infeksi, pola spesifik peredaran darah dimana tulang yang patah

tersebut dapat merusak suplai darah ke satu atau lebih fragmen tulang.

I. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan kedaruratan

Page 18: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan

terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation),

apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan

anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting

ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam.

Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan

fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai

dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat

pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.

Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur

dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting

untuk mengimobilisasi bagain tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang

mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian,

ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi

maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan

jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.

Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari

gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting

untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.

Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang

memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas

bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas

yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas,

Page 19: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling.

Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer.

Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah

kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan

bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan

diatas.

Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan

lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien

mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai

digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

2. Penatalaksanaan bedah ortopedi

Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus menjalani pembedahan

untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur,

deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah (mis;

sindrom komparteman), adanya tumor. Prpsedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi

Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and Fixation).

Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortoped dan indikasinya yang lazim dilakukan :

Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah setelah

terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patahFiksasi interna : stabilisasi

tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat, paku dan pin logam

• Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk

memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti tulang yang

berpenyakit.

Page 20: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

• Amputasi : penghilangan bagian tubuh

• Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang

memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau

melalui pembedahan sendi terbuka

• Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak

• Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau sintetis

• Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendi dengan

logam atau sintetis

• Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki fungsi

• Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot atau

mengurangi kontraktur fasia. (Ramadhan: 2008).

3. Terapi Medis

Pengobatan dan Terapi Medis

a. Pemberian anti obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau prednisone

b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut

c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot

d. Bedrest, Fisioterapi

(Ramadhan: 2008)

4. Prinsip 4 R pada Fraktur

Menurut Price (1995) konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani

fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.

1. Rekognisi (Pengenalan )

Page 21: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan

selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak.

Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka. fraktur

tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak.

2. Reduksi (manipulasi/ reposisi)

Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen tulang yang patah

sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen

tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan

dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera

mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena

edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila

cedera sudah mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002).

3. Retensi (Immobilisasi)

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan

dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan

dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai,

traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan

untuk fiksasi intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.

Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen

tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada

bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain

dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk

Page 22: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis

(Mansjoer, 2000).

4. Rehabilitasi

Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari atropi atau

kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera dimulai melakukan latihan-latihan

untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer, 2000).

J. PENYEMBUHAN FRAKTUR

Jika satu tulang sudah patah, maka jaringan lunak di sekitarnya juga rusak, periosteum

terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada

daerah tersebut, bekuan akan membentuk jaringan granulasi, dimana sel-sel pembentuk tulang

primitif (osteogenik) berdiferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas. Kondroblas dan

osteoblas. Kondroblas akan mensekresi fosfat yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuk

lapisan tebal (kalus) di sekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu

dengan lapisan kalus dari fragmen satunya dan menyatu. Fusi dari kedua fragmen

(penyembuhan fraktur) terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula oleh osteoblas, yang

melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur. Persatuan (union) tulang

provisional ini akan menjalani transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih

terorganisasi. Kalus tulang akan mengalami re-medolling di mana osteoblas akan membentuk

tulang baru sementara osteoklas akan menyingkirkan bagian yang rusak sehingga akhirnya

akan terbentuk tulang yang menyerupai keadaan tulang aslinya. (Price: 1995).

K. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan rongent: Menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trauma .

Page 23: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur: juga dapat digunakan

untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c. Hitung Darah Lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun

(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan

jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma.

d. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

e. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.

f. Profil Koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multipel, atau

cedera hati.

(Dongoes: 1999)

Page 24: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“FRAKTUR”

A. Pengkajian Fokus

1. Pengkajian primer

a. Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan

reflek batuk

b. Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan /

atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi

c. Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi

jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin,

sianosis pada tahap lanjut.

2. Pengkajian sekunder

a. Aktivitas/istirahat

i. kehilangan fungsi pada bagian yang terkena

ii. Keterbatasan mobilitas

b. Sirkulasi

1) Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)

2) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)

Page 25: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

3) Tachikardi

4) Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera

5) Cailary refil melambat

6) Pucat pada bagian yang terkena

7) Masa hematoma pada sisi cedera

c. Neurosensori

1) Kesemutan

2) Deformitas, krepitasi, pemendekan

3)Kelemahan

d. Kenyamanan

1) nyeri tiba-tiba saat cidera

2) spasme/ kram otot

e. Keamanan

1) Laserasi kulit

2) Perdarahan

3) Perubahan warna

4) Pembengkakan local

B. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi/look

Pada pemeriksaan fisik mula-mula dilakukan inspeksi dan terlihat adanya asimetris pada

kontur atau postur, pembengkakan, dan perubahan warna local. Pasien merasa kesakitan,

mencoba melindungi anggota badannya yang patah, terdapat pembengkakan, perubahan

bentuk berupa bengkok, terputar, pemendekan, dan juga terdapat gerakan yang tidak

Page 26: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

normal. Adanya luka kulit, laserasi atau abrasi, dan perubahan warna di bagian distal luka

meningkatkan kecurigaan adanya fraktur terbuka. Pasien diinstruksikan untuk

menggerakkan bagian distal lesi, bandingkan dengan sisi yang sehat

b. Palpasi/feel

Nyeri yang secara subyektif dinyatakan dalam anamnesis, didapat juga secara objektif pada

palpasi. Nyeri itu berupa nyeri tekan yang sifatnya sirkuler dan nyeri tekan sumbu pada

waktu menekan atau menarik dengan hati-hati anggota badan yang patah searah dengan

sumbunya. Keempat sifat nyeri ini didapatkan pada lokalisasi yang tepat sama.

Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada

daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera,

daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi. Neurovaskularisasi yang perlu

diperhatikan pada bagian distal fraktur diantaranya, pulsasi arteri, warna kulit,

pengembalian cairan kapiler (capillary refill test), sensibilitas.

Palpasi harus dilakukan di sekitar lesi untuk melihat apakah ada nyeri tekan, gerakan

abnormal, kontinuitas tulang, dan krepitasi. Juga untuk mengetahui status vaskuler di

bagian distal lesi. Keadaan vaskuler ini dapat diperoleh dengan memeriksa warna kulit dan

suhu di distal fraktur. Pada tes gerakan, yang digerakkan adalah sendinya. Jika ada

keluhan, mungkin sudah terjadi perluasan fraktur.

c. Gerakan/moving

Gerakan antar fragmen harus dihindari pada pemeriksaan karena menimbulkan nyeri dan

mengakibatkan cedera jaringan. Pemeriksaan gerak persendian secara aktif termasuk dalam

pemeriksaan rutin fraktur. Gerakan sendi terbatas karena nyeri, akibat fungsi terganggu

(Loss of function).

Page 27: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

C. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan fraktur menurut Doengoes (2000) :

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,

edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/ immobilisasi, stress, ansietas.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu beradaptasi dengan

nyeri yang di alami.

Kriteria hasil : nyeri berkurang atau hilang, klien tampak tenang.

Intervensi :

a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.

Rasional : hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif.

b. Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri.

Rasional : tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukan skala nyeri.

c. Jelaskan pada klien penyebab nyeri.

Rasional : memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang

nyeri.

d. Observasi tanda- tanda vital.

Rasional : untuk mengetahui perkembangan klien.

e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.

Rasional: merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgetik berfungsi

untuk memblok stimulasi nyeri.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri atau ketidaknyamanan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan mobilisasi fisik tidak terganggu

Kriteria hasil :

Page 28: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

a. Mempertahankan posisi fungsional

b. Menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktivitas

c. Pasien menyatakan badan terasa lebih kuat

d. Pasien tampak lebih kuat

Intervensi :

a) Kaji kemampuan klien

R : untuk mengetahui seberapa kemampuan klien

b) Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/ rekreasi, pertahankan rangsang

lingkungan,radio, koran.

R : memberikan kesempatan untuk megeluarkan energi, menngkatkan rasa kontrol diri/

harga diri dan menurunkan isolasi sosial

c) Instruksikan pada pasien untuk bantu dalam rentang gerak posisi aktif dalam

ekstremitas yang sakit dan tidak sakit.

R : meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang rusuk, meningkatkan tonus otot,

mempertahankan gerak sendi, mencegah atropi.

d) Awasi tekanan darah dengan melakukan aktivitas,perhatikan keluhan pusing.

R : hipotensi postural adalah masalah utama yang menyetai tirah baring lama

e) Berikan pujian setiap perubahan

R : dapat meningkatkan semangat dalam mobilisasi

f) Berikan diit tinggi protein,karbohidrat, vitamin,kalsium, dan mineral.

R : dapat mempercepat penyembuhan

Page 29: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawatan diri pasien terpenuhi

Kriteria Hasil :

− Pasien dapat berpartisipasi pada aktivitas sehari-hari dalam meningkatkan kemampuan

diri

− Pasien menyatakan dapat ikut berpartisipasi dalam perawatan dirinya

Intervensi :

a) Kaji kemampuan klien

R : kondisi dasar akan menetukan tingkat kekurangan/kebutuhan

b) Berikan bantuan dengan aktivitas

R : untuk memenuhi perawatan diri pasien

c) Dorong/gunakan teknik penghematan energi seperti duduk, tidak berdiri, melakukan

tugas dan peningkatan bertahap

R : menghemat energi, menurunkan kelemahan dan meningkatkan kemampuan pasien

d) Bekerjasama dengan klien untuk memprioritaskan tugas-tugas merawat diri

R : meningkatkan kemampuan dalam perawatan diri

e) Ajarkan klien dan keluarga tentang cara-cara untuk memodifikasi perubahan

perawatan diri

R : agar perawatan diri dapat terpenuhi

f) Evaluasi kemajuan kemampuan klien

R : mengetahui perkembangan kemampuan klien

Page 30: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

4. Resti perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan sirkulasi darah menurun

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi perfusi jaringan primer

Kriteria hasil : Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh tanda vital stabil,kulit

hangat, terabanya nadi

Intervensi :

a. Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba seperti penurunan suhu kulit dan peningkatan

nyeri

R : dislokasi fraktur sendi dapat menyebabkan kerusakan arteri yang berdekatan dengan

akibat hilangnya aliran darah ke distal.

b. Dorong pasien untuk secara rutin latihan jari / sendi

R : meningkatkan sirkulasi dan mengurangi pengumpulan darah pada ektremitas bawah

c. Awasi atnda vital, perhatikan tanda pucat/sianosis

R : ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan

d. Berikan kompres es sesuai indikasi

R : menurunkan edema/ pembentukn hemtoma yang dapat mengganggu aktivitas

5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam pengetahuan pasien

bertambah

Page 31: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

Kriteria Hasil :

a. Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan kebutuhan meningkat

b. Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan

Intervensi :

a) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya

R : memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan informasi

b) Ambulasi sesuai instruksi dengan terapi fisik bila diindikasikan

R : banyak fraktur memerlukan gips,bebat, atau penjepit selama proses penyembuhan

c) Identifikasi tersedianya sumber pelayanan masyarakat

R : memberikan bantuan untuk memudahkan perawatan diri dan mendukung kemandirian

d) Dorong pasien untuk melanjutkan latian aktif untuk sendi di atas dan di bawah fraktur

R : mencegah kemampuan sendi, kontraktur,dan kelelahan otot, meningkatkan kembalinya

aktifitas sehari-hari secara dini.

e) Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik misal nyeri bert, demam

menggigil, bau tidak enak, perubahan sensori

R : intervensi cepat dapat dapat menurunkan beratnya komplikasi seperti infeksi/ gangguan

sirkulasi.

6. Gangguan harga diri/ citra diri, penampilan peran berhubungan dengan fraktur

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi gangguan harga diri/ harga

diri menjadi naik

Kriteria Hasil :

a. Menyatakan penerimaan situasi diri

Page 32: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

b. Bicara dengan keluarga/ orang terdekat tentang situasi, perubahan yang terjadi

c. Membuat tujuan realitas/ rencana untuk masa depan

d. Memasukkan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif

Intervensi :

a) Kaji,makna kehilangan / perubahan pada pasien/ orang terdekat

R : membuat perasaan kehilangan pada kehilangan aktual/ yang dirasakan

b)Terima dan akui ekspresi/ frustasi, ketergantungan,marah,kedukaan

R : penerimaan perasaan sebagai respon normal terhadap apa yang terjadi membantu perbaikan

c) Bersikap realistik, dan positif selama pengobatan dan menyusun tujuan dalam keterbatasan

R : meningkatkan kepercayaan diri dan hubungan antara pasien dengan perawat

d)Dorong interaksi keluarga dan tim rehabilitasi

R : mempertahankan/ membuka garis komunikasi dan memberikan dukungan terus menerus

pada pasien dan keluarga

e) Berikan kelompok pendukung bagi orang terdekat

R : meningkatkan perasaan dan memungkinkan respon yang lebih membantu pasien

7. Resti gangguan integritas kulit bd status metabolik, sirkulasi dan sensori, penurunan

aktivitas

Tujuan : tidak terjadi kerukan integritas kulit yang lebih lanjut

Kriteria Hasil :

− Menyatakan ketidaknyamanan hilang

− Menunjukkan perilaku teknik untuk mencegah kerusakan kulit lebih lanjut

Intervensi :

a) kaji derajat, imobilisasi yang dihasilkan oleh cedera/ pengobatan

Page 33: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

R : pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri tentang keterbatasan fisik

b)instruksikan pasien dalam rentang gerak aktif/pasif

R : meningkatkan aliran darah ke ototdan tulang untuk meningkatkantonus otot, mencegah

kontaktur/atropi

c) bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tingkat, sesegera mungkin

R : mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring , meningkatkan penyembuhan dan

normalisasi fungsi organ.

d)ubah posisi secara periodik

R : mencegah/ menurunkan insiden komplikasi kulit

Page 34: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan trauma atau tenaga fisik dan

menimbulkan nyeri serta gangguan fungsi. Fraktur disebabkan oleh cidera, fraktur

patologi, dan fraktur beban. Secara umum fraktur dibedakan menjadi 2 yaitu terbuka dan

tertutup. Manifestasi klinis dari fraktur itu sendiri yaitu nyeri, hilangnya fungsi dan

deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, Pembengkakan lokal dan Perubahan warna.

Penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.

Sementara diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien fraktur adalah:

1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak sekunder terhadap

fraktur.

4. Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur.

5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan.

B. Saran

Walaupun dalam kasus fraktur jarang terjadi kematian, namun bila tidak ditangani secara

tepat atau cepat dapat menimbulkan komplikasi yang akan memperburuk keadaan

penderita. Sehingga perawat perlu memperhatikan langkah-langkah yang harus

diperhatikan dalam menangani pasien dengan kasus kegawat daruratan fraktur. Pasien

harus mendapatkan pertolongan sesegera mungkin. Untuk itu dibutuhkan perawat yang

tanggap dalam menangani pasien gawat darurat, terutama dalam hal ini adalah pasien

Page 35: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

dengan kegawat daruratan sistem muskuloskeletal, fraktur.

Page 36: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah. Edisi 8 Vol 3. Jakarta:

EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Ed, 3. Jakarta: EGC

Editor, Aru W Sudoyo dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi V. Jakarta:

Interna Publishing

Dongoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

Doenges, Marilynn E. et.al. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

Editor, R. Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4

Vol.1. Jakarta: EGC

Price, Silvia Anderson dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses

penyakit Edisi Vol. 2. Jakarta: EGC

Price A S, Wilson. 2006. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses penyakit Edisi Vol. 2.

Jakarta: EGC

Rasjad, Chairudin. 1998. Ilmu Bedah Orthopedi. Ujung Pandang : Bintang Lamupate.

Smeltzer Suzanne, C . 2001. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. Bare Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth, Edisi 8. Jakarta : EGC

Page 37: Makalah Managemen Emergency Sistem Muskuloskeletal

Tambayong, Jan. 2000 . Patofisiologi. Jakarta: EGC

Sylvia,Price A.and Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC

Wilkinson M J. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Ktriteria

Hasil NOC. Jakarta: EGC