Makalah Kimling

23
KIMIA LINGKUNGAN STRATEGI PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DI INDONESIA DITINJAU DARI KONSEP CRADLE TO GRAVE Disusun oleh: Inez Carissa (21080111130072) Jesicha Mayangsari (21080111130073) Finasia Sakina (21080111130074) Herninda Tanjungsari (21080111130076)

description

Makalah Kimling

Transcript of Makalah Kimling

Page 1: Makalah Kimling

KIMIA LINGKUNGAN

STRATEGI PENGELOLAAN LIMBAH

RADIOAKTIF DI INDONESIA DITINJAU

DARI KONSEP CRADLE TO GRAVE

Disusun oleh:

Inez Carissa (21080111130072)

Jesicha Mayangsari (21080111130073)

Finasia Sakina (21080111130074)

Herninda Tanjungsari (21080111130076)

TEKNIK LINGKUNGAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

Page 2: Makalah Kimling

2012

Page 3: Makalah Kimling

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia di bidang industri, kesehatan dan

penelitian semakin berkembang sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk,

teknologi, pengetahuan, budaya, dll dan telah terbukti secara nyata memberikan

kontribusi yang berarti bagi masyarakat Indonesia. Di bidang kesehatan, tenaga

nuklir berperan dalam meningkatkan mutu layanan kesehatan masyarakat antara

lain untuk tujuan diagnostik, terapi dan penelitian. Pemanfaatan tenaga nukir pada

sektor industri secara langsung berperan dalam meningkatkan mutu dan laju

produksi termasuk industri pertambangan yang merupakan salah satu sumber

Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Efisiensi proses produksi yang tidak akan pernah mencapai 100 %

berdampak dihasilkannya limbah padat, cair, gas yang harus dikelola dengan

bijaksana, artinya bahwa pengelolaan limbah tersebut mampu mengoptimalkan

tuntutan kepentingan dari berbagai pihak terkait, terutama kepentingan

masyarakat dan lingkungan hidup. Mengingat kompleksnya permasalahan limbah

maka sebelum terbentuknya limbah hendaknya dilakukan tindakan-tindakan yang

berorientasi pada upaya meminimalkan terjadinya limbah yang dapat dilakukan

melalui seleksi bahan baku, rekayasa proses dan penerapan prinsip reuse, recycle

serta recovery.

Bidang radioekologi saat ini banyak menarik perhatian para pecinta

lingkungan, terutama berkaitan dengan masalah limbah radioaktif. Limbah

radioaktif selama ini tidak pernah dibuang ke lingkungan secara sembarangan

karena telah diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara

nasional dan tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku secara

internasional.

Pengaturan limbah radioaktif dan paparan radiasi secara internasional

ditetapkan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) dan juga oleh

International Commission on Radiological Protection (ICRP) [1]. Sedangkan di

Page 4: Makalah Kimling

Indonesia diawasi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).

Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1997

tentang Ketenaganukliran Pasal 14 ayat 2 dilaksanakan melalui peraturan,

perizinan dan inspeksi. Peraturan dan perizinan yang diberikan oleh BAPETEN

juga memperhatikan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009

Page 5: Makalah Kimling

BAB 2

A. Jenis Limbah Radioaktif

Limbah radioaktif adalah zat radioaktif dan bahan serta peralatan yang

telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian

instalasi nuklir dan fasilitas pemanfaatan zat radioaktif, yang tidak dapat

digunakan lagi. Limbah radioaktif berdasarkan bentuk fisiknya terdiri dari

limbah radioaktif padat, cair dan gas. Limbah cair dibedakan menjadi

aqueous dan organik, sedangkan limbah padat dibedakan menjadi tekompaksi

- tidak terkompaksi dan terbakar – tidak terbakar.

1. Limbah Radioaktif Cair

Pada fasilitas produksi radioisotop, limbah radioaktif cair dihasilkan dari

proses pelindihan atau pendinginan material, dalam jumlah kecil akan

mengandung pengotor yang bersifat radioaktif sehingga bersifat aktif. Di

bidang kesehatan, limbah radioaktif cair antara lain hasil ekskresi pasien yang

mendapat terapi atau diagnostik kedokteran nuklir. Zat radioaktif yang

digunakan pada umumnya berumur paro pendek (100 < hari), misalnya 125I,

131I, 99mTc, 32P, dll sehingga cepat mencapai kondisi stabil. Fasilitas

penelitian di bidang kesehatan juga memberikan kontribusi limbah radioaktif

cair melalui hasil ekskresi binatang percobaan. Dengan umur paro sangat

pendek, maka penanganan limbah radioaktif tersebut dilakukan dengan

menampung sementara sebelum dilepas ke badan air.

Limbah radioaktif cair untuk jenis organik kebanyakan diproduksi oleh

fasilitas penelitian, yang dapat terdiri dari: minyak pompa vakum, pelumas,

dan larutan sintilasi. Zat radioaktif yang terkandung pada umumnya 3H dan

sebagian kecil 14C, 125I dan 35S.

Dalam pengelolaan limbah cair tersebut harus diperhitungkan pula

aktivitas konsentrasi zat radioaktif yang digunakan, terutama jika zat radioaktif

yang digunakan untuk tujuan penandaan umumnya mempunyai konsentrasi

Page 6: Makalah Kimling

aktivitas sangat tinggi sehingga harus dipisahkan dengan zat radioaktif yang

mempunyai konsentrasi aktivitas rendah.

2. Limbah Radioaktif Padat

Kebanyakan limbah radioaktif padat yang dihasilkan dari fasilitas

kesehatan dan laboratorium penelitian mempunyai sifat dapat terbakar,

misalnya: tissue, kertas, kain, karton, sarung tangan, pakaian pelindung,

masker, bangkai binatang dan material biologi lain. Sedangkan limbah

radioaktif tidak dapat bakar antara lain: barang pecah belah, serpihan logam,

peralatan dekontaminasi dan limbah dari fasilitas yang mengalami

dekomisioning. Untuk limbah padat radioaktif sebagai akibat kontaminasi dan

limbah sumber radioaktif selanjutnya dikirimkan ke PTLR-BATAN sebagai

badan yang berwenang melakukan pengolahan limbah radioaktif. Sumber

radioaktif yang diimpor dari negara lain dapat dikirimkan kembali ke negara

tersebut sesuai dengan perjanjian.

3. Limbah Radioaktif Gas

Limbah radioaktif gas dapat dihasilkan pada aplikasi zat radioaktif

terutama bidang kesehatan. Aplikasi khusus dibidang kesehatan menggunakan

zat radioaktif berbentuk gas, misalnya 133Xe, 81mKr, 99mTc dan pemancar

positron berumur paro pendek seperti 18F dan 11C untuk investigasi terhadap

ventilasi paru-paru. Limbah radioaktif berupa hasil respirasi pasien

dikendalikan dengan menempatkan pada tempat khusus untuk membatasi

dispersi radioaktif ke lingkungan. Jenis zat radioaktif yang digunakan relatif

tidak berbahaya karena berumur paro pendek sehingga mudah mencapai

kondisi stabil.

4. Sumber Radioaktif Bekas

Sumber radioaktif yang sudah tidak digunakan lagi memerlukan

pengkondisian dan disposal yang sesuai. Sumber radioaktif bekas dibedakan

menjadi:

1) Sumber dengan umur paro ≤ 100 hari dengan aktivitas sangat tinggi.

2) Sumber dengan aktivitas rendah, misalnya untuk tujuan kalibrasi.

3) Sumber yang berpotensi memberikan bahaya kontaminasi dan kebocoran.

Page 7: Makalah Kimling

4) Sumber dengan umur paro >100 hari yang memiliki aktivitas tinggi

maupun rendah.

B. Kebijakan Nasional Pengelolaan Limbah Radioaktif

Pengelololaan limbah radioaktif terdiri dari rangkaian kegiatan yang

meliputi tahapan pengumpulan, pengelompokkan, pengolahan, pengangkutan,

penyimpanan dan/atau pembuangan limbah radioaktif. Pengelolaan limbah

radioaktif dapat dilakukan dengan sistem sentralisasi atau desentralisasi,

bergantung dengan kebijakan setiap negara.

Pengelolaan limbah radioaktif di Indonesia menganut sistem

sentralisasi dengan Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-Badan Tenaga Nuklir

Nasional (PTLR-BATAN) sebagai pihak pengelola sesuai dengan amanat UU

No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Dalam menjalankan tugasnya,

PTLR-BATAN dapat bekerja sama atau mendelegasikan BUMN, Koperasi dan

swasta yang ditunjuk oleh PTLR-BATAN.

Sistem sentralisasi bukan berarti membebaskan penghasil limbah

radioaktif dari kewajiban mengelola limbah radioaktif yang dihasilkannya.

Penghasil limbah radioaktif berkewajiban mengumpulkan, mengelompokkan

atau mengolah dan menyimpan sementara limbah radioaktif tingkat rendah dan

sedang sebelum dikirimkan ke PTLR-BATAN.

Terhadap sumber radioaktif bekas terdapat dua alternatif pengelolaan

limbah yang boleh dilakukan oleh pemilik sumber radioaktif bekas yaitu

sumber radioaktif bekas diprioritaskan untuk dapat dikirimkan kembali ke

negara asal dan alternatif kedua adalah dikirimkan ke PTLR-BATAN. Prioritas

yang pertama adalah upaya pemenuhan salah satu prinsp-prinsip pengelolaan

limbah radioaktif yaitu tidak menjadi beban bagi generasi yang akan datang.

Dengan sistem pengelolaan tersebut maka ada kegiatan pemindahan atau

pengangkutan limbah radioaktif dari penghasil ke PTLR-BATAN atau ke

negara asal sumber radioaktif bekas. Prosedur pengiriman limbah radioaktif ke

PTLR-BATAN yang sudah berlangsung hingga sekarang sebagai berikut:

Page 8: Makalah Kimling

1. Penghasil limbah radioaktif mengajukan persetujuan pengiriman

limbah radioaktif ke Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).

2. Setelah memperoleh persetujuan dari BAPETEN, penghasil limbah

radioaktif mengirimkan surat permohonan pengelolaan limbah

radioaktif ke PTLR-BATAN dengan melampirkan salinan persetujuan

pengiriman dari BAPETEN tersebut. Di dalam permohonan dapat

dirinci jenis pelayanan apa saja yang dikehendaki oleh penghasil

limbah radioaktif (contohnya: dalam hal pengangkutan penghasil

limbah radioaktif dapat saja mengangkut sendiri limbahnya ke

PTLRBATAN, atau menggunakan jasa ekspedisi, atau menggunakan

kendaraan angkut limbah PTLRBATAN). Penghasil limbah radioaktif

akan mendapatkan jawaban dari PTLR-BATAN tentang biaya

pengelolaan sesuai dengan PP No. 77 tahun 2005 tentang Tarif

Pengelolaan Limbah Radioaktif.

3. Penghasil limbah radioaktif mengirimkan limbahnya ke PTLR-

BATAN, dokumen yang harus ditandatangani ke dua belah pihak

adalah berita acara serah terima limbah radioaktif.

4. Penghasil limbah radioaktif menyerahkan salinan berita acara serah

terima limbah radioaktif ke BAPETEN.

5. PTLR-BATAN melaporkan kegiatan pengelolaan limbahnya secara

berkala (tiap semester) kepada BAPETEN sesuai dengan izin operasi

yang diberikan oleh BAPETEN.

Secara skematik prosedur pengiriman limbah radioaktif tersebut disajikan dalam

Gambar 1 di bawah.

Prosedur pengiriman limbah radioaktif sebagaimana dijelaskan di atas

berpeluang memberikan

Page 9: Makalah Kimling

resiko terhadap keselamatan masyarakat dan lingkungan apabila tidak

ada pengawasan selama pelaksanaan pengiriman. Dengan pengawasan harus

dipastikan jenis dan mode transportasinya tidak menggunakan jasa transportasi

umum atau jasa transportasi yang tidak secara khusus digunakan untuk

mengangkut limbah radioaktif sehingga memunginkan limbah radioaktif tidak

sampai tujuan atau sampai tujuan tetapi dengan kondisi limbah radioaktif tidak

seperti kondisi pada saat berada di penghasil limbah radioaktif. Dengan hanya

mengandalkan pada sistem audit limbah radioaktif melalui pelaporan berkala

yang dibuat oleh PTLR-BATAN maka setiap kesalahan atau pelanggaran

selama pelaksanaan pengiriman limbah radioaktif tidak dapat diketahui dengan

segera.

C. Implementasi Konsep Cradle to Grave dalam Pengelolaan Limbah

Radioaktif

Pengawasan limbah dengan pendekatan Cradle to Grave yaitu

pengawasan limbah dari sejak ditimbulkan sampai dengan di tempat

pengolahan/penyimpanan/negara asal sumber radioaktif dan pada setiap fase

terdapat kegiatan dengan tujuan mencegah terjadi pencemaran ke lingkungan.

Implementasi dari konsep ini melalui pengawasan terhadap jalur perjalanan

limbah dari penghasil limbah sampai dengan pihak pengolah atau penyimpan

sehingga keberadaan dan tanggungjawab terhadap limbah dapat diketahui.

Karena kegiatan tersebut melibatkan beberapa pihak maka memerlukan

pengawasan dan dokumen perjalanan yang sesuai sebagai indikator keberadaan

limbah.

Salah satu tujuan pengawasan limbah radioaktif dengan pendekatan

cradle to grave untuk menunjukkan perjalanan limbah radioaktif dari penghasil

(industri, rumah sakit, laboratorium penelitian) sampai lokasi tujuan

pengiriman limbah radioaktif melalui rangkaian perjalanan dokumen. Dalam

setiap tahapan dari rangkaian perjalanan limbah radioaktif disertai dengan

tindakan keselamatan terhadap pekerja, masyarakat dan lingkungan.

Page 10: Makalah Kimling

D. Perjalanan Limbah Radioaktif

Dokumen perjalanan pengiriman limbah radioaktif dibuat rangkap 6,

dengan mekanisme sebagai berikut: penghasil limbah radioaktif menyimpan

lembar ke 6 dan menyerahkan lembar ke-5 ke Badan Pengawas serta

memberikan lembar ke 1, 2, 3, dan 4 ke pengangkut, pengangkut menyimpan

lembar ke- 4 dan menyerahkan lembar ke 1,2, dan 3 ke pengelola/penyimpan

limbah radioaktif/negara asal sumber radioaktif, pengelola limbah

radioaktif/negara asal sumber radioaktif mengirimkan lembar ke 1 ke penghasil

limbah radioaktif, lembar ke 2 ke Badan Pengawas Tenaga Nuklir dan

menyimpan lembar ke 3. Diagram alir dari proses perjalanan limbah radioaktif

dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini:

Gambar 2 .Pengelolaan Limbah Radioaktif dengan Pendekatan Cradle to Grave

Dengan demikian, Badan Pengawas dan penghasil limbah dapat melacak

perjalanan limbah radioaktif dari penghasil (cradle) ke lokasi tujuan (grave),

yaitu pihak pengolah limbah radioaktif/penyimpan limbah radioaktif/negara

asal sumber radioaktif untuk kegiatan reexport sumber radioaktif bekas. Pada

setiap fase perjalanan limbah, setiap pihak mempunyai kewajiban dan peran

penting dalam mendukung sistem pengelolaan limbah radioaktif yang

dijelaskan berikut:

6. Penghasil Limbah Radioaktif

Sebelum limbah radioaktif dikirimkan, penghasil limbah berkewajiban

melakukan pengelolaan limbah yang dihasilkannya dengan tujuan

meminimalisasi volume, kompleksitas, biaya dan resiko. Pengelolaan yang

dilakukan meliputi mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah dan

menyimpan sementara. Pengumpulan dan pengelompokkan limbah

berdasarkan aktivitas, waktu paro, jenis radiasi, bentuk fisik-dan kimia, sifat

Page 11: Makalah Kimling

racun dan asal limbah radioaktif atau mengolah limbahnya apabila memiliki

fasilitas pengolahan.

Limbah padat dipisahkan menjadi dapat terbakar - tidak dapat terbakar,

terkompaksi – tidak terkompaksi, aktivitas rendah dan tinggi, umur paro

panjang dan pendek, serta jenis radiasi. Limbah tersebut ditempatkan pada

lokasi khusus yang diberi tanda bahaya radiasi sehingga hanya petugas tertentu

yang dapat masuk ke ruangan.

Limbah cair yang berupa sisa zat radioaktif dan limbah cair hasil

samping kegiatan dekontaminasi yang memiliki aktivitas tinggi atau umur paro

panjang ditempatkan secara terpisah dengan limbah aktivitas rendah atau umur

paro pendek. Untuk limbah cair hasil ekskresi atau hasil kegiatan mandi dan

cuci disalurkan secara terpisah dengan saluran grey water dan disalurkan ke

tempat penampungan sementara untuk mengetahui dosis paparan radiasi yang

ditimbulkan, limbah radioaktif tersebut dapat di lepaskan ke badan air apabila

memenuhi persyaratan pelepasan.

Limbah berbentuk gas sangat jarang terjadi. Seperti yang telah

disampaikan di muka untuk mengendalikan limbah radioaktif berbentuk gas,

maka sumber penghasil limbah ditempatkan pada tempat khusus sehingga gas

tidakmudah keluar ke lingkungan. Gas dapat di lepaskan ke lingkungan setelah

memenuhi persyaratan pelepasan.

Penghasil limbah wajib memberikan informasi dengan lengkap dan benar

secara tertulis (dalam manifes dokumen) kepada pengangkut tentang identitas

limbah, bahaya radiasi, dan sifat bahaya lain yang mungkin terjadi dan cara

penanggulangannya. Penghasil limbah juga berkewajiban memberikan tanda,

label, atau plakat pada kendaraan angkutan.

2. Pengangkut

Pengangkut merupakan mata rantai yang sangat penting dalam sistem ini

dan bertanggungjawab atas keselamatan pengangkutan limbah sejak menerima

dari penghasil sampai kepada penerima. Apabila terjadi kerusakan/kecelakaan

selama pengangkutan, pengangkut harus memberitahukan kepada Badan

Page 12: Makalah Kimling

Pengawas dan Penghasil. Saat ini pengangkutan limbah radioaktif hanya boleh

dilakukan oleh pihak-pihak yang telah mempunyai izin pemanfaatan dari

BAPETEN dalam bentuk persetujuan pengangkutan.

3. Pengolah/Penyimpan/negara asal sumber radioaktif (reexport)

Pengolahan dan penyimpanan limbah radioaktif saat ini dilakukan secara

terpadu di PTLRBATAN meskipun dalam menjalankan tugasnya, Badan

Pelaksana sebetulnya dapat menunjuk dan/atau bekerja sama dengan BUMN,

swasta dan Koperasi. Sehingga sampai saat ini pihak pengolah atau penyimpan

limbah radioaktif hanya PTLR-BATAN. Pihak pengolah/penyimpan /negara

asal sumber radioaktif berkewajiban memeriksa kesesuaian limbah yang

diserahkan oleh pengangkut dengan kualifikasi limbah sebagaimana tercantum

dalam dokumen pengiriman limbah. Apabila terdapat ketidaksesuaian maka

pihak pengolah/penyimpan/negara asal sumber radioaktif wajib

memberitahukan ke Badan Pengawas dan penghasil limbah guna investigasi

lebih lanjut. Namun apabila limbah radioaktif yang diterima oleh pengolah

sudah sesuai dengan dokumen pengiriman limbah maka pihak

pengolah/penyimpan dapat melakukan pengolahan/penyimpanan limbah

radioaktif dengan teknologi yang sesuai. Sedangkan negara asal sumber

radioaktif dapat melakukan penanganan sumber radioaktif bekas yang

diterimanya sesuai dengan kebijakan pengelolaan limbah radioaktif negara

tersebut.

Pengolahan limbah radioaktif yang dilakukan oleh pihak pengolah

dimaksudkan untuk mereduksi volume limbah dan mengurangi paparan radiasi

dari limbah radioaktif agar tidak membahayakan manusia dan lingkungan

sehingga dosis radiasi yang diterima oleh pekerja akibat adanya limbah

tersebut tidak akan melebihi ketentuan dosis tahunan yang telah ditetapkan.

Jenis pengolahan limbah radioaktif berbentuk padat yang telah

dipraktekkan, antara lain: kompaksi, insenerasi dan imobilisasi tetapi tidak

berlaku untuk sumber radioaktif bekas.

a. Kompaksi:

Limbah padat yang akan dikompaksi harus memenuhi persyaratan:

Page 13: Makalah Kimling

1. Tidak mengandung limbah yang bersifat destruktif terhadap bungkusan

limbah

2. Tidak mengandung limbah bersifat infektan

3. Tidak mengakibatkan tekanan pada kointainer yang menyebabkan

pelepas gas atau kontaminan

4. Tidak mengandung cairan untuk menghindari kebocoran pada bungkusan

limbah

5. Tidak mengandung bubuk aktif yang dapat mengkontaminasi

6. Tidak mengandung bahan kimia reaktif

b. Insenerasi:

Limbah radioaktif padat yang diolah dengan insenerator harus

memperhatikan hal-hal berikut:

a) Tidak menimbulkan tekanan yang dapat menyebabkan pelepasan tak

terkendali

b) Tidak mengandung bahan beracun yang mudah menguap

c) Kadar air diatur untuk menghasilkan pembakaran sempurna

d) Dilakukan pengolahan lanjutan terhadap residu

e) Bahan yang bersifat lembab dikendalikan

f) Dilengkapi dengan pengendali debu

c. Imobilisasi:

Imobilisasi terhadap limbah padat bertujuan mencegah

pergerakan/sebaran limbah padat ke lingkungan. Limbah padat yang

diimobilisasi adalah konsentrat evaporasi, abu insenerator, limbah padat

hasil pengkompaksian. Imobilisasi menggunakan bahan pengikat seperti

semen, zeolit, bentonit, dll. Terdapat beberapa jenis pengolahan limbah

cair, pemilihan jenis pengolahan bergantung pada pertimbangan

keselamatan, teknis dan keuangan. Selain itu juga bergantung pH dan

kandungan partikel padat, garam, dan asam. Pengolahan limbah cair antara

lain: presipitasi, evaporasi, ion exchange, insenerasi (limbah cair organik),

Page 14: Makalah Kimling

pengolahan tersebut akan menghasilkan limbah cair sekunder yang harus

dikendalikan.

Pengolahan limbah radioaktif berbentuk gas dilakukan dengan cara

pengkondisian sampai memenuhi persyaratan pelepasasan setempat

sehingga gas tersebut dapat langsung dilepaskan ke atmosfer. Namun

untuk gas yang mengandung partikulat radioaktif perlu dikendalikan

dengan alat penyaring udara sebelum dilepaskan ke atmosfer.

Penanganan yang dapat dilakukan terhadap sumber radioaktif

bekas bergantung umur paro dari sumber radioaktif tersebut. Sumber

radioaktif yang memiliki umur paro pendek cukup dengan menyimpan

sampai aktivitasnya mencapai nilai yang sangat rendah sehingga dapat

dianggap sebagai limbah non radioaktif. Untuk sumber radioaktif dengan

umur paro panjang terdapat dua pilihan penanganan, yaitu dilakukan

imobilisasi dalam drum logam atau tabung beton atau langsung disimpan

pada tempat khusus untuk tujuan penyimpanan sementara atau

penyimpanan akhir.

Penyimpanan limbah radioaktif dibedakan menjadi penyimpanan

sementara dan penyimpanan lestari. Penyimpanan sementara adalah

penempatan limbah radioaktif sebelum penempatan tahap akhir dan

penyimpanan lestari adalah penempatan akhir limbah radioaktif tingkat

tinggi. Jenis limbah yang akan ditempatkan pada penempatan

akhir/dibuang hanya limbah berbentuk padat. Penempatan

akhir/pembuangan limbah radioaktif dengan aktivitas rendah dan umur

paro pendek yang memenuhi tingkat klierens dapat diperlakukan

sebagaimana pembuangan limbah non radioaktif, sedangkan limbah

radioaktif dengan aktivitas tinggi dan umur paro panjang pembuangan

dilakukan dalam bentuk disposal yang dibedakan menjadi disposal dekat

permukaan untuk waktu paro ≤ 30 tahun dan disposal dalam formasi

geologi untuk limbah radioaktif dengan waktu paro > 30 tahun.

Untuk sumber radioaktif yang diimpor dari luar negeri, sumber radioaktif

bekasnya disarankan untuk dikirimkan kembali ke negara penghasil.

Page 15: Makalah Kimling

Kebijakan ini untuk mengurangi peredaran jumlah limbah sumber

radioaktif di Indonesia yang dapat menjadi beban bagi generasi yang akan

datang dan jika ditinjau dari aspek finansial biaya untuk mengolah limbah

tersebut lebih mahal dibandingkan mengirimkan kembali ke negara asal.

Page 16: Makalah Kimling

KESIMPULAN

1. Implementasi konsep cradle to grave dalam pengelolaan limbah radioaktif

dilakukan dengan menggunakan dokumen pengiriman limbah radioaktif dari

penghasil ke pengolah/penyimpan/atau negara asal sumber radioaktif.

2. Dokumen pengiriman dibuat rangkap 6 dengan pola distribusi dokumen

tersebut dirancang sedemikan rupa sehingga terbentuk komunikasi yang

simultan antara badan pengawas, penghasil limbah radioaktif, pengangkut,

dan pengolah/penyimpan/negara asal sumber radioaktif, distribusi dokumen

tersebut sebagai berikut: badan pengawas menyimpan copy 2 dan 5, penghasil

menyimpan copy 1 dan 6, pengangkut menyimpan copy 4,

pengolah/penyimpan/negara asal sumber menyimpan copy 3.

Page 17: Makalah Kimling

DAFTAR PUSTAKA

WARDHANA, WA , Radioekologi, Andi Offset, Yogyakarta, (1996).

LUBIS, E, Keselamatan Lingkungan Pengelolaan Limbah Radioaktif, Jurnal

Teknologi Pengelolaan Limbah' Volume 6 No. 2 (ISSN:1410-9565), BATAN,

Jakarta, (2003).

HARUKI, A, Pengelolaan Limbah B3, Materi Pelatihan Audit Lingkungan

diselenggarkan oleh Departmen Biologi FIMPA IPB dan Bagian PKSDM Dijten

DEKDINAS, (2006),

IAEA, Management of Waste from the Use of Radioactive Material in Medicine,

Industry,

Agriculture, Research and Education, Safety Guide No. WS-G-2.7, Vienna,

(2005).

IAEA, Management of Radioactive Waste from the Use of Radioactive Material

in Medicine,

Industry, Agriculture, Research and Education, TECDOC 1183, Vienna, (2000).