Makalah Kimia Kosmetik Dan Obat

7
MAKALAH KIMIA KOSMETIK DAN OBAT MEKANISME PENGHAMBATAN ENZIM SIKLOOKSIGENASE OLEH NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID) DAN PENGHAMBATAN RESEPTOR H 1 OLEH ANTIHISTAMIN H 1 PADA PENYAKIT ALERGIK SEBAGAI ANTI INFLAMASI OLEH : NAMA : MOCHAMAD FAJAR RIZKI NIM : 1112096000031 PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

description

dfadsfa

Transcript of Makalah Kimia Kosmetik Dan Obat

MAKALAH KIMIA KOSMETIK DAN OBAT

MEKANISME PENGHAMBATAN ENZIM SIKLOOKSIGENASE OLEH

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID) DAN

PENGHAMBATAN RESEPTOR H1 OLEH ANTIHISTAMIN H1 PADA PENYAKIT

ALERGIK SEBAGAI ANTI INFLAMASI

OLEH :

NAMA : MOCHAMAD FAJAR RIZKI

NIM : 1112096000031

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H /2015 M

Penghambatan enzim siklooksigenase

oleh nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID)

Obat antiradang bukan steroid atau yang lazim dinamakan non streroidal

antiinflammatory drugs (NSAID) adalah golongan obat yang terutama bekerja perifer,

memiliki aktivitas penghambat radang dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis

prostaglandin melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase. Pada tahun 1899 asam

asetil salisilat sebagai obat anti radang bukan steroid sintetik dengan kerja antiradang yang

kuat untuk pertama kalinya digunakan dalam pengobatan simptomatis penyakit-penyakit

rematik. Pada tahun-tahun berikutnya mulai digunakan obat-obat lain untuk tujuan

pengobatan yang sama, antara lain fenilbutazon, indometasin, dan ibuprofen. Obat antiradang

bukan steroid diindikasikan pada penyakit-penyakit rematik yang disertai radang seperti

rheumatoid- dan osteoartritis untuk menekan reaksi peradangan dan meringankan nyeri.

Di samping sebagai obat antiradang, asam asetil salisilat memiliki peranan lain dalam

terapi obat yang tidak kalah pentingnya, yaitu sebagai zat penghambat agregasi trombosit.

Berbeda dengan obat antiradang bukan steroid lainnya, asam asetil salisilat merupakan

inhibitor ireversibel siklooksige-nase dengan mekanisme kerja melalui asetilasi residu asam

amino pada enzim tersebut. Karena laju biosintesis enzim siklooksigenase di dalam trombosit

berlangsung lambat, maka enzim yang telah diinaktifasi oleh reaksi asetilasi tersebut tidak

akan tergantikan lagi selama waktu hidup trombosit, sedangkan aktivitas siklooksigenase di

dalam sel endotel relatif cepat dipulihkan kembali melalui biosintesis enzim tersebut

sehingga produksi prostasiklin praktis tidak terganggu.

Mekanisme kerja NSAID

Mekanisme kerja obat ini dapat diterangkan dengan mengikuti alur biosintesis

prostaglandin. Prostaglandin merupakan kelompok senyawa turunan asam lemak prostanoat

(C20) yang rantai atom karbonnya pada nomor 8-12 membentuk cincin siklopentan. Saat ini

dikenal prostaglandin A sampai I yang dibedakan oleh substituen yang terikat pada cincin

siklopentan. Pada manusia, asam arasidonoat (asam 5,8,11,14-Eikosatetraenoat) merupakan

prazat terpenting untuk mensintesis prostaglandin.

Terdapat dua jalur utama reaksi-reaksi yang dialami oleh asam arasidonoat pada

metabolismenya, yaitu jalur siklooksigenase yang bermuara pada prostaglandin, prostasiklin,

dan tromboksan serta jalur lipoksigenase yang menghasilkan asam-asam

hidroperoksieikosatetraenoat (HPETE) .

Gambar 1. Reaksi Tahap Pertama Jalur Siklooksigenase.

Reaksi tahap pertama jalur siklooksigenase dikatalisis oleh dua jenis enzim, yaitu

siklooksigenase dan hidroperoksidase. Obat antiradang bukan steroid menghambat biosintesis

prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan melalui penghambatan aktivitas enzim

siklooksigenase. Khusus asam asetil salisilat, bukan hanya menghambat melainkan memblok

secara ireversibel enzim siklooksigenase melalui reaksi asetilasi residu serin-529 atau –516

pada enzim tersebut. Karena prostaglandin berperanan penting pada timbulnya nyeri, demam,

dan reaksi-reaksi peradangan, maka obat antiradang bukan steroid melalui penghambatan

aktivitas enzim siklooksigenase, mampu menekan gejala-gejala tersebut. Namun demikian,

prostaglandin juga berperanan penting pada proses-proses fisiologis normal dan pemeliharaan

fungsi regulasi berbagai organ.

Pada selaput lendir traktus gastrointestinal, prostaglandin berefek protektif.

Prostaglandin meningkatkan resistensi selaput lendir terhadap iritasi mekanis, osmotis, termis

atau kimiawi. Dalam suatu telaah telah ditunjukkan, bahwa pengurangan prostaglandin pada

selaput lendir lambung memicu terjadinya tukak. Hal ini membuktikan peranan penting

prostaglandin untuk memelihara fungsi barier selaput lendir. Dengan demikian, mekanisme

kerja obat antiradang bukan steroid sekaligus menjelaskan profil efek utama maupun efek

samping obat ini terutama toksisitasnya pada traktus gastrointestinal yang membatasi

penggunaan obat ini.

Selain sebagai penghambat sintesis prostaglandin, beberapa contoh kerja lain NSAID

adalah sebagai berikut. Fenilbutason (reumatoid artritis, pirai akut, sinovitis, ankilosing

spondilitis dan osteoartritis), mirip asam asetilsalisilat yaitu uncouple oksidatif fosforilasi,

interaksi dengan protein selular, menghambat pembebasan histamin, menghambat sintesis

mukopolisakarida, menstabilkan membran lisosomal dan mengurangi respons terhadap enzim

lisosomal. Indometasin (reumatoid dan beberapa tipe artritis termasuk pirai akut),

menghambat motilitas leukosit polimorfonuklir, uncouple oksidatif fosforilasi dan

menghambat sintesis mukopolisakarida. Turunan asam propionat (reumatoid artritis,

osteoartritis dan ankilosing spondilitis), beberapa diantaranya dapat menghambat migrasi dan

fungsi leukosit, khususnya naproksen sangat potensial. Ketoprofen dapat menstabilkan

membran lisosomal dan aksi antagonis terhadap bradikinin. Piroksikam (reumatoid artritis,

osteoartritis), menghambat aktiviasi neutrofils. Diklofenak (rheumatoid artritis, osteoartritis

dan ankilosing spondilitis), mengurangi konsentrasi intraselular asam arakidonat bebas pada

leukosit.

Mekanisme penghambatan reseptor H1 oleh Antihistamin H1 pada pengobatan penyakit

alergik (anti inflamasi).

Antihistamin H1 merupakan inhibitor kompetitif terhadap histamin. Antihistamin dan

histamin berlomba menempati reseptor histamin. Blokade reseptor H1 oleh antihistamin H1

tidak diikuti oleh antihistamin H1

Antihistamin H1 merupakan inhibitor kompetitif terhadap histamin. Antihistamin dan

histamin saling berlomba menempati reseptor histamin. Blokade reseptor H1 oleh

antihistamin H1 tidak diikuti aktivasi reseptor H1, tetapi hanya mencegah agar histamin tidak

berikatan dengan reseptor H1, sehingga tidak terjadi efek biologik misalnya kontraksi otot

polos, vasodilatasi, dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Antihistamin H1 bukan

hanya sebagai antagonis tetapi juga sebagai inverse agonist yang dapat menurunkan aktivitas

konstitutif reseptor H1 atau menurunkan aktivitas reseptor H1 yang diinduksi agonis.

Gambar 2. Struktur Histamin

Gambar 3. Interaksi Histamin dengan reseptor H1

Mekanisme Antihistamin sebagai Anti Inflamasi

Sebagian besar reseptor pada permukaan sel termasuk reseptor H1 berada dalam

keadaan aktif sampai tingkat tertentu yang dikenal sebagai aktivitas konstitutif (constitutive

activity), tanpa kehadiran agonis. Akibatnya terjadilah reklasifikasi dalam hal ikatan ligand

dengan reseptor H1 menjadi 3 subdivisi yaitu agonis, inverse agonist, dan antagonis netral.

Klasifikasi sebelumnya terdiri atas agonis dan competitive antagonist. Interaksi reseptor pada

permukaan sel dengan agonis meningkatkan aktivitas konstitutif reseptor, walaupun agonis

tidak harus menempati/terikat pada reseptor H1. Agonis adalah molekul yang mempunyai

kemampuan merangsang/meningkatkan aktivitas konstitutif reseptor. Interaksi reseptor

dengan inverse agonist menurunkan aktivitas konstitutif reseptor, sedangkan interaksi

reseptor dengan antagonis netral tidak mempengaruhi aktivitas konstitutif reseptor. Antagonis

netral yang terikat pada reseptor hanya dapat menghambat kegiatan agonis. Antihistamin H1

juga bersifat sebagai inverse agonist.

Reseptor juga mempunyai aktivitas kinase protein; kinase diaktivasi pada waktu

ligand terikat pada membran sel, yang akan menyebabkan otofosforilase pada cytoplasmic

domain receptor, sehingga menginduksi protein target pada sitoplasma yang akhirnya

membentuk substrat baru di dalam sel. Pada umumnya reseptor kinase adalah tyrosine kinase,

selain itu didapatkan juga reseptor serin kinase/treonin kinase. Beberapa peneliti juga telah

membuktikan terjadinya aktivasi NF-kB, melalui akivasi tyrosine kinase.

Mekanisme antihistamin dalam menghambat radang melalui penekanan ekspresi

molekul adhesi, menghambat migrasi sel radang telah dibuktikan. Telah diteliti juga

hubungan antihistamin dengan aktivitas konstitutif reseptor H1, peningkatan aktivitas reseptor

H1 yang disebabkan agonis misalnya histamin. Peningkatan aktivitas reseptor H1

mengakibatkan peningkatan aktivitas NF-kB yang merupakan faktor transkripsi yang

berperan pada terjadinya reaksi radang, sedangkan antagonis H1 tidak dapat mempengaruhi

aktivitas reseptor H1. Akhir-akhir ini diduga beberapa antagonis H1 mempunyai khasiat

sebagai inverse agonist yaitu menghambat aktivasi reseptor H1, yang mengakibatkan

penghambatan aktivasi NF-kB. Reaksi radang juga dapat dihambat antihistamin. Pada

pengobatan penyakit alergik, diharapkan antihistamin yang mempunyai khasiat anti-

inflamasi.