makalah-kesehatan
-
Upload
monica-pricilia -
Category
Documents
-
view
355 -
download
1
description
Transcript of makalah-kesehatan
TUGAS MATA KULIAH EKONOMI KESEHATAN
“SISTEM KESEHATAN DI INDONESIA”
MONICA WANEY1223211022
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATKAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah atas rahmat dan
anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Ekonomi
Kesehatan dengan judul “Sistem Kesehatan di Indonesia”.
Tak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan makalah ini. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang menbangun demi sempurnanya makalah ini.
Penulis juga mengharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan
bagi pembacanya.
Manado, Maret 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………..………………………………
DAFTAR ISI ……………………………………………....………………………
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah…………....………….……………………
1.2 Tujuan…..………………………………………………...
1.3 Rumusan masalah……….………………………………..
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sistem Kesehatan di Indonesia…………..…..
2.2 Pelayanan Kesehatan di Indonesia.......…………....……..
2.3 Undang-undang Kesehatan di Indonesia……..........................
2.4 Kebijakan Kesehatan di Indonesia …........................................
BAB III. PEMBAHASAN
3.1
3.2
3.3
BAB IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan……………………………………………..
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari pembangunan kesehatan. Intinya
sistem kesehatan merupakan seluruh aktifitas yang mempunyai tujuan utama
untuk mempromosikan, mengembalikan dan memelihara kesehatan. Sistem
kesehatan memberi manfaat kepada mayarakat dengan distribusi yang adil. Sistem
kesehatan tidak hanya menilai dan berfokus pada “tingkat manfaat” yang
diberikan, tetapi juga bagaimana manfaat itu didistribusikan.
Kesehatan merupakan bagian penting dari kesejahteraan masyarakat.
Kesehatan juga merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, disamping
sandang, pangan dan papan. Dengan berkembangnya pelayanan kesehatan dewasa
ini, memahami etika Kesehatan merupakan bagian penting dari kesejahteraan
masyarakat.
Sistem pelayanan kesehatan dapat kita lihat di lingkungan sekitar kita yaitu
pelayanan di rumah sakit. Rumah sakit sebagai suatu lembaga sosial yang
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, memiliki sifat sebagai suatu
lembaga yang tidak ditujukan untuk mecari keuntungan atau non profit
organization. Walaupun demikian kita dapat menutup mata bahwa dibutuhkan
sistem informasi di dalam intem rumah sakit.
Selain itu, tercantumnya pelayanan kesehatan sebagai hak masyarakat dalam
konstituisi, menempatkan status sehat dan pelayanan kesehatan merupakan hak
masyarakat. Fenomena demikian merupakan keberhasilan pemerintah selama ini
dalam kebijakan politik di bidang kesehatan (heath politics), yang menuntut
pemerintah maupun masyarakat untuk melakukan upaya kesehatan secara
tersusun, menyeluruh dan merata.
1.2. Tujuan
Penulisan ini ditujukan untuk pemenuhan tuntutan akademik sebagai tugas
penulisan makalah. Selain itu penulisan makalah ini ditujukan untuk
memperdalam pengetahuan dan wawasan tentang sistem dan kebijakan kesehatan
di Indonesia.
1.3. Rumusan Masalah
Bagaimana sistem kesehatan di Indonesia?
Bagaimana system pelayanan kesehatan di Indonesia?
Bagaimana Undang-Undang kesehatan di Indonesia?
Bagaimana kebijakan pelayanan kesehatan di Indonesia?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Kesehatan Nasional
2.1.1 Pengertian
Sistem kesehatan adalah suatu kesatuan dari serangkaian usaha teratur yang terdiri
atas berbagai komponen guna mencapai suatu tujuan derajat kesehatan yang
optimal bagi masyarakat. Sedangkan Sistem kesehatan (Health system) menurut
WHO: “…all the activities whose primary purpose is to promote, restore, or
maintain health” yang artinya bahwa sistem kesehatan (health system) merupakan
semua aktivitas yang memiliki tujuan utama meningkatkan, memperbaiki, atau
merawat kesehatan (Wiku.2007).
2.1.2 Landasan
Landasan sistem kesehatan nasional terdiri dari 3, yaitu :
1. Landasan Idiil, yaitu Pancasila.
2. Landasan Konstitusional, yaitu UUD 1945, khususnya: Pasal 28 A, Pasal 28
H Pasal 28 H ayat (3), Pasal 34 ayat (2), Pasal 34 ayat (3), Pasal 28 B ayat
(2) Pasal 28 C ayat (1).
3. Landasan Operasional meliputi seluruh ketentuan peraturan perundangan
yang berkaitan dengan penyelenggaraan SKN dan pembangunan kesehatan.
2.1.3 Tujuan
Tujuan sistem kesehatan nasional adalah terselenggaranya pembangunan
kesehatan oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta, maupun
pemerintah secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
2.1.4 Subsistem Sistem Kesehatan Nasional
1. Subsistem Upaya Kesehatan
Upaya kesehatan memadukan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan
Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) yang diarahkan pada masyarakat
rentan (bayi, anak, dan ibu), masyarakat miskin, masyarakat didaerah
konflik, daerah perbatasan dan terpencil, serta pada upaya penurunan Angka
Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKBA), dan Angka
Kematian Ibu (AKI).
2. Subsistem Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan bersumber dari berbagai sumber, yakni: Pemerintah,
Pemerintah Daerah, swasta, organisasi masyarakat, dan masyarakat itu
sendiri. Oleh karena itu, pembiayaan kesehatan yang adekuat, terintegrasi,
stabil, dan berkesinambungan memegang peran yang amat vital untuk
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai
tujuan pembangunan kesehatan. .
3. Subsistem Sumber Daya Manusia Kesehatan
Sebagai pelaksana upaya kesehatan, diperlukan sumber daya manusia
kesehatan yang mencukupi dalam jumlah, jenis dan kualitasnya, serta
terdistribusi secara adil dan merata, sesuai tututan kebutuhan pembangunan
kesehatan. Oleh karena itu, SKN juga memberikan fokus penting pada
pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan guna menjamin
ketersediaan dan pendistribusian sumber daya manusia kesehatan.
4. Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan
Subsistem kesehatan ini meliputi berbagai kegiatan untuk menjamin: aspek
keamanan, khasiat/ kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan makanan yang beredar; ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan
obat, terutama obat esensial; perlindungan masyarakat dari penggunaan
yang salah dan penyalahgunaan obat; penggunaan obat yang rasional; serta
upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan sumber daya
dalam negeri.
5. Subsistem Manajemen dan Informasi Kesehatan
Subsistem ini meliputi: kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, hukum
kesehatan, dan informasi kesehatan. Untuk menggerakkan pembangunan
kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna, diperlukan manajemen
kesehatan. Peranan manajemen kesehatan adalah koordinasi, integrasi,
sinkronisasi, serta penyerasian berbagai subsistem SKN dan efektif, efisien,
serta transparansi dari penyelenggaraan SKN tersebut.
6. Subsistem Pemberdayaan Masyarakat
Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi optimal apabila ditunjang oleh
pemberdayaan masyarakat. Masyarakat termasuk swasta bukan semata-mata
sebagai sasaran pembangunan kesehatan, melainkan juga sebagai subjek
atau penyelenggara dan pelaku pembangunan kesehatan. Oleh karenanya
pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting, agar masyarakat
termasuk swasta dapat mampu dan mau berperan sebagai pelaku
pembangunan kesehatan. (www.depkes.go.id)
2.2 Sistem Pelayanan Kesehatan
Sistem pelayanan kesehatan adalah sistem yang mengkoordinasikan semua
kegiatan sedemikian rupa sehingga menjamin setiap masyarakat memperoleh
pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya. Sistem terbentuk dari subsistem yang
saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Sistem terdiri dari :
1. Input
Input Merupakan subsistem yang akan memberikan segala masukan untuk
berfungsinya sebuah sistem. Input sistem pelayanan kesehatan : potensi
masyarakat, tenaga dan sarana kesehatan.
2. Proses
Suatu Aktifitas untuk mentransformasikan input menjadi output yang
diharapkan dari sistem tersebut
3. Output
Merupakan hasil yang diperoleh dari sebuah proses. Output pelayanan
kesehatan : pelayanan yang berkualitas dan terjangkau sehingga masyarakat
sembuh dan sehat.
4. Dampak
Merupakan akibat dari output/hasil suatu sistem, terjadi dalam waktu yang
relatif lama.Dampak sistem Pelayanan kesehatan adalah masyarakat sehat,
angka kesakitan & kematian menurun.
5. Umpan Balik/Feedback
Merupakan suatu hasil yang sekaligus menjadi masukan. Terjadi dari sebuah
sistem yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Umpan balik
dalam pelayanan kesehatan: kualitas tenaga kesehatan.
6. Lingkungan
Semua keadaan di luar sistem tetapi dapat mempengaruhi pelayanan
kesehatan.
2.2.1 Prinsip Dasar Sistem Kesehatan Nasional
Prinsip dasar SKN adalah norma, nilai dan aturan pokok yang bersumber dari
falsafah dan budaya Bangsa Indonesia, yang dipergunakan sebagai acuan berfikir
dan bertindak dalam penyelenggaraan SKN. Prinsip dasar tersebut :
1. Perikemanusiaan
Penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip perikemanusiaan yang
dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa. Terabaikannya pemenuhan kebutuhan kesehatan
adalah bertentangan dengan prinsip kemanusiaan. Tenaga kesehatan dituntut
untuk tidak diskriminatif serta selalu menerapkan prinsip-prinsip
perikemanusiaan dalam menyelenggarakan upaya kesehatann
2. Hak Asasi Manusia
Penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip hak asasi manusia.
Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang
adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan,
agama, dan status sosial ekonomi. Setiap anak berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
3. Adil dan Merata
Penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip adil dan merata. Dalam upaya
mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, perlu diselenggarakan
upaya kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat
secara adil dan merata, baik geografis maupun ekonomis.
4. Pemberdayaan dan Kemandirian Masyarakat
Penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip pemberdayaan dan
kemandirian masyarakat. Setiap orang dan masyarakat bersama dengan
pemerintah berkewajiban dan bertanggung-jawab untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat beserta
lingkungannya. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus berdasarkan
pada kepercayaan atas kemampuan dan kekuatan sendiri serta kepribadian
bangsa dan semangat solidaritas sosial dan gotong royong.
5. Kemitraan
Penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip kemitraan. Pembangunan
kesehatan harus diselenggarakan dengan menggalang kemitraan yang dinamis
dan harmonis antara pemerintah dan masyarakat termasuk swasta, dengan
mendayagunakan potensi yang dimiliki. Kemitraan antara pemerintah dengan
masyarakat termasuk swasta serta kerjasama lintas sektor dalam pembangunan
kesehatan diwujudkan dalam suatu jejaring yang berhasil-guna dan berdaya-
guna, agar diperoleh sinergisme yang lebih mantap dalam rangka mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
6. Pengutamaan dan Manfaat
Penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip pengutamaan dan manfaat.
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan lebih mengutamakan
kepentingan umum dari pada kepentingan perorangan maupun golongan.
Upaya kesehatan yang bermutu dilaksanakan dengan memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta harus lebih mengutamakan pendekatan
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pembangunan kesehatan
diselenggarakan secara berhasil-guna dan berdaya-guna, dengan
mengutamakan upaya kesehatan yang mempunyai daya ungkit tinggi agar
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat
kesehatan masyarakat beserta lingkungannya.
7. Tata kepemerintahan yang baik
Pembangunan kesehatan diselenggarakan secara demokratis, berkepastian
hukum, terbuka (transparent), rasional/profesional, serta bertanggung jawab
dan bertanggung gugat (accountable).
2.2.2 Strategi Sistem Kesehatan Nasional
Merupakan inisiatif semua komponen bangsa dalam menetapkan perencanaan
pembangunan selalu berorientasi untuk mengedapankan upaya promotif dan
preventif pada masalah kesehatan, walaupun bukan berarti mengesampingkan
kegiatan kuratif. Gerakan pembangunan berwawasan kesehatan ini merupakan
salah satu kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesehatan masyaratat.
Gerakan tersebut berlaku untuk semua komponen bangsa yang harus
berpartisipasi secara aktif baik yang berupa kegiatan individu, keluarga, kelompok
masyarakat, instansi pemerintah ataupun swasta. Gerakan tersebut dapat
dilakukan secara promotif, preventif, dan kuratif.
Promotif adalah suatu usaha pelayanan kesehatan lini pertama. Di sini para
pelayan kesehatan bukan bertugas untuk mengobati. Mereka bertugas untuk
memberikan wawasan kepada masyarakat mengenai cara-cara hidup yang sehat,
misalnya bagaimana cara membuang sampah yang benar, memberi tahu arti
pentingnya membuat jamban di tiap-tiap rumah, memberi tahu arti penting
pemberian ASI pada bayi, anjuran memakan makanan bergizi dan seimbang serta
kegiatan-kegiatan lain yang inti bertujuan agar kesehatan fisik para masyarakat
menjadi lebih sehat dan kuat dengan cara merubah gaya hidup masyarakat dengan
gaya hidup yang lebih sehat.
Preventif adalah pelayanan kesehatan lini kedua dengan tujuan untuk
mencegah masyarakat menjadi sakit. Di sini para pelayan kesehatan juga tidak
bertugas untuk mengobati. Inti tugas mereka adalah agar masyarakat terhindar
dari sakit atau tidak jadi sakit dengan cara pengenalan dini tentang suatu penyakit
yang mungkin akan dialami oleh individu dalam suatu masyarakat tertentu.
Contohnya saat merebaknya penyakit demam berdarah. Tugas para pelayan
kesehatan adalah mencegah agar demam berdarah ini tidak menyebar sehingga
tidak terjadi wabah dalam masyarakat. Pencegahan yang dilakukan antara lain
dengan pembasmian sarang nyamuk dengan gerakan 3M dan pembagian bubuk
abate serta identifikasi dini para penderita yang mengalami demam dan dicurigai
menderita demam berdarah. Begitu juga halnya pada penyakit-penyakit lain
seperti penyakit diare maupun penyakit infeksi lainnya.
Kuratif adalah pelayanan kesehatan lini terakhir dengan tujuan untuk
mengobati masyarakat yang telah menjadi sakit. Pengobatan ini dengan mudah
dapat kita dapatkan di puskesmas maupun rumah sakit. Para penderita dapat
diobati dengan cukup memakan obat atau mungkin harus dirawat dirumah sakit
sesuai dengan berat ringannya penyakit. Di sinilah layanan kesehatan di negara
kita masih terus berkutat. Pelayanan kesehatan lini terakhir inilah yang paling
banyak dipilih oleh beberapa calon pengabdi negara untuk dapat mengambil hati
masyarakat.
Yang paling penting dari ketiganya adalah pelayanan pada tingkat
promotif. Peningkatan frekuensi, efisiensi dan efektifitas pelayanan pada tingkat
promotif ini dipastikan akan menurunkan jumlah masyarakat yang sakit sehingga
pada akhirnya bisa menekan biaya yang harus dikeluarkan demi pengobatan.
Selain biaya, pem-fokusan pelayanan kesehatan pada lini pertama dan kedua akan
mengurangi jumlah tenaga kesehatan yang diperlukan maupun waktu yang harus
dihabiskan demi merawat pasien.
2.3 Pelayanan Kesehatan di Indonesia
Pelayanan kesehatan dibedakan dalam dua golongan, yakni :
1. Pelayanan kesehatan primer (primary health care), atau pelayanan
kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang paling depan,
yang pertama kali diperlukan masyarakat pada saat mereka mengalami
ganggunan kesehatan atau kecelakaan.
2. Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary health
care), adalah rumah sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan lebih
lanjut (rujukan. Di Indonesia terdapat berbagai tingkat rumah sakit, mulai
dari rumah sakit tipe D sampai dengan rumah sakit kelas A.
2.3.1 Public Goods
Barang public (public goods) adalah barang atau jasa yang pengadaanya atau
pendanaanya dilakukan oleh pemerintah atau kelompok masyarakat, untuk
kepentingan bersama dan dimiliki bersama.
2.3.4 Private Goods
Private good adalah pendanaan atau pengadaanya dilakukan oleh perorangan atau
kelompok kecil masyarakat untuk kepentingan sendiri dan dimiliki perorangan.
2.3.5 Merit Goods
Merit goods adalah barang-barang yang seharusnya disediakan meskipun
masyarakat tidak memintanya. Masyarakat sering tidak bijaksana atau tidak
mempunyai pengetahuan yang cukup untuk mengalokasikan sumber ekonomi
yang dimiliki. Peranan pemerintah adalah membantu masyarakat untuk
mengalokasikannya untuk kebaikan masyarakat. Contohnya adalah KB.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kajian Permasalahan dan Konsep Pemecahan
3.1.1 Desentralisasi Dan Fenomenanya Di Indonesia
Otonomi daerah bidang kesehatan memberikan kesempatan yang banyak kepada
pemerintah untuk mengeksplorasi kemampuan daerah dari berbagai aspek, mulai
dari komitmen pemimpin dan masyarakat untuk membangun kesehatan, sistem
kesehatan daerah, manajemen kesehatan daerah, dana, sarana, dan prasarana yang
memadai, sehingga diharapkan kesehatan masyarakat di daerah menjadi lebih baik
dan tinggi.
Masalah utama dalam otonomi daerah ini adalah Permasalahan dalam hal
perencanaan oleh tenaga kesehatan di daerah yang biasanya di “drop” dari pusat,
harus membuat formulasi baru dan banyak tenaga kesehatan di daerah yang tidak
mampu untuk membuatnya.
Kenyataannya, tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh UU otonomi
daerah, derajat kesehatan masyarakat di daerah tidak kunjung membaik setelah
digulirkannya UU ini, bahkan derajat kesehatan masyarakat daerah semakin
memburuk dan semakin sulit untuk diatasi, selain dari kurangnya dukungan dana,
sarana, dan prasarana, juga karena kesehatan masyarakat perlu pemecahan secara
komprehenshif dari berbagai bidang, misalkan saja untuk pemecahan satu masalah
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) saja memerlukan kerjasama lintas
sektoral yang solid, mulai dari dinas kesehatan, dinas pendidikan, dinas
kebersihan, dinas lingkungan hidup, dan dinas-dinas lain.
Berbagai program kesehatan dicanangkan Kementerian Kesehatan seperti
jaminan kesehatan masyarakat (Jamksesmas), Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas), Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), dan Pos Kesehatan Desa
(Poskesdes) juga belum maksimal. Bila diamati, program-program itu hasilnya
masih nihil sebagai sistem penjamin kesehatan masyarakat. Seperti jamkesmas
misalnya, kalaupun program tersebut berjalan, faktanya hanya bisa memberikan
pelayanan kesehatan untuk penyakit ringan, bukan penyakit akut. Contohnya
seperti kasus diatas. Pihak rumah sakit selalu berbelit-belit dan terkesan
mempersulit ketika masyarakat miskin khususnya, meminta keringanan
pembayaran atas penyakitnya yang berat. Di sisi yang lain, program jamkesmas
sendiri masih diliputi permasalahan distribusi yang tidak tepat sasaran. Banyak
warga yang seharusnya tidak berhak mendapatkan jaminan kesehatan dari negara
itu, sedangkan warga yang benar-benar miskin tidak mendapatkannya.
Apalagi ketika otonomi daerah dikaitkan dengan sistem politik yang ada di
Indonesia, para bupati/walikota biasanya hanya membuat program jangka pendek,
sekitar program 5 (lima) tahunan, karena masa jabatannya lima tahun, sehingga
adakalanya program-program kesehatan hanya bersifat formalitas dan tidak
menyentuh kepada masyarakat. Padahal jika kita telaah lebih jauh, penyelesaian
masalah kesehatan memerlukan waktu yang panjang, yaitu sekitar 10 tahun.
Walaupun ada program kesehatan jangka panjang yang direncanakan, namun
seperti kita lihat pada kenyataannya, ketika pergantian pemimpin daerah, maka
program pun berganti, dan jika tidak berganti, pasti hanya namanya saja bukan
melanjutkan program yang sudah berjalan.
Jika ditijau, secara umum otonomi daerah dalam bidang kesehatan di
Indonesia kurang begitu berhasil, hal ini dikarenakan karena masih kurang
memihaknya kebijakan untuk membangun kesehatan secara tuntas dan holistik,
walaupun sudah ada daerah yang mampu dan berhasil mengembangkan konsep
dan kebijakan yang mengarah kearah pembangunan kesehatan.
3.1.2 Kebijakan Kesehatan Terkait Politik
Di era otonomi daerah ini, pemerintah berulang kali mengeluarkan kebijakannya
dalam bidang kesehatan. Hal ini dapat terlihat dari fakta – fakta yang ada dan kita
rasakan sekarang. Kebijakan – kebijakan tersebut di keluarkan tidak sembarang
saja, melalui proses panjang dan alot. Melalui berbagai pemikiran yang di
pikirkan oleh pemerintah. Maka dari itu kebijakan di keluarkan oleh pemerintah
dengan seksama dan berdasarkan dasar – dasar pemikiran yang kuat.
Namun, pada kenyataannya pemikiran dan ide – kreatif tersebut
melenceng dari segala hal yang di rencanakan sebelumnya. Beberapa kebijakan
kesehatan yang di lakukan pemerintah pada era otonomi daerah adalah program
obat murah dan penghilangan BKKBN, yang sekarang bergabung dengan Dinas
Kependudukan. Kedua hal ini merupakan hasil dari pemikiran pemerintah, namun
kedua hal ini tidak akan menimbulkan masalah dan konflik ketika kedua hal ini di
jalankan sesuai dengan kaidahnya. Program obat murah yang di berikan
pemerintah kepada masyarakat ternyata tidak berjalan sesuai kehendak
pemerintah. Program ini berjalan setengah jalan. Ketika ada kucuran dana barulah
program ini berjalan.
Penghapusan departemen BKKBN, mungkin bagi pemerintah ini
pemikiran yang bagus, namun membawa masalah besar. Ternyata di dalam
kenyataannya penghapusan BKKBN ini menuai masalah yaitu departemen
kependudukan yang telah bergabung dengan BKKBN menjalankan fungsinya
tidak sesuai dengan dasar – dasar program BKKBN dulunya. Dalam kenyataannya
pemberian prioritas pada kesehatan diwujudkan hanya terbatas pada perbaikan
sarana dan prasarana kesehatan atau diwujudkan dalam realitas kegiatan yang
sifatnya sesaat, seperti diadakannya penyuluhan tentang kesehatan atau program-
program perbaikan gizi.
Pemerintah kabupaten /kota dengan penduduk yang tidak besar
mempunyai anggapan bahwa BKKBN tidak diperlukan kehadirannya, karena
BKKBN dengan KB program utamanya sangat identik dengan upaya
pengendalian dan pembatasan kelahiran ( birth control ), Padahal pengendalian
kelahiran hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan program KB yang juga
menyentuh aspek-aspek social ekonomi. Kedua, Beralihnya BKKBN kepada
pemerintah kabupaten/ kota akan membawa beban apabila harus berbentuk
menjadi dinas atau badan. Seperti diketahui bahwa setelah otonomi banyak sekali
dinas dan badan digabung dengan alasan efisiensi. Hal tersebut menyebabkan
pembentukan dinas atau badan baru, selain menyebabkan struktur organisasi
menjadi lebih besar Juga memberatkan APBD karena harus mengalokasikan
sejumlah dana tertentu untuk pembentukan dinas baru tersebut.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Sistem Kesehatan di Indonesia
Sistem kesehatan adalah suatu jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply
side) dan orang-orang yang menggunakan pelayanan tersebut (demand side) di
setiap wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan sumber daya tersebut,
dalam bentuk manusia maupun dalam bentuk material. Sistem kesehatan tidak
terbatas pada seperangkat institusi yang mengatur, membiayai, atau memberikan
pelayanan, namun juga termasuk kelompok aneka organisasi yang memberikan
input pada pelayanan kesehatan, utamanya sumber daya manusia, sumber daya
fisik (fasilitas dan alat), serta pengetahuan/teknologi (WHO SEARO, 2000).
Organisasi ini termasuk universitas dan lembaga pendidikan lain, pusat penelitian,
perusahaan kontruksi, serta serangkaian organisasi yang memproduksi teknologi
spesifik seperti produk farmasi, alat dan suku cadang.
WHO mendefinisikan sistem kesehatan sebagai seluruh kegiatan yang
mana mempunyai maksud utama untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan.
Mengingat maksud tersebut di atas, maka termasuk dalam hal ini tidak saja
pelayanan kesehatan formal, tapi juga non formal, seperti halnya pengobatan
tradisional. Selain aktivitas kesehatan masyarakat tradisional seperti promosi
kesehatan dan pencegahan penyakit, peningkatan keamanan lingkungan dan jalan
raya , pendidikan yang berhubungan dengan kesehatan merupakan bagian dari
sistem.
Sistem kesehatan paling tidak mempunyai 4 fungsi pokok yaitu: Pelayanan
kesehatan, pembiayaan kesehatan, penyediaan sumberdaya dan stewardship/
regulator. Fungsi-fungsi tersebut akan direpresentasikan dalam bentuk sub-
subsistem dalam sistem kesehatan, dikembangkan sesuai kebutuhan. Masing-
masing fungsi/subsistem akan dibahas tersendiri. Di bawah ini digambarkan
bagaimana keterkaitan antara fungsi-fungsi tersebut dan juga keterkaitannya
dengan tujuan utama Sistem Kesehatan.
2.1 Pelayanan Kesehatan di Indonesia
Pelayanan kesehatan dapat diperoleh mulai dari tingkat puskesmas, rumah sakit,
dokter praktek swasta dan lain-lain. Masyarakat dewasa ini sudah makin kritis
menyoroti pelayanan kesehatan dan profesional tenaga kesehatan. Masyarakat
menuntut pelayanan kesehatan yang baik dari pihak rumah sakit, disisi lain
pemerintah belum dapat memberikan pelayanan sebagaimana yang diharapkan
karena adanya keterbatasan-keterbatasan, kecuali rumah sakit swasta yang
berorientasi bisnis, dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan baik. Untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan dibutuhkan tenaga kesehatan yang trampil dan
fasilitas rumah sakit yang baik, tetapi tidak semua rumah sakit dapat memenuhi
kriteria tersebut sehingga meningkatnya kerumitan system pelayanan kesehatan
dewasa ini.
Salah satu penilaian dari pelayanan kesehatan dapat kita lihat dari
pencatatan rekam medis atau rekam kesehatan. Dari pencatatan rekam medis
dapat mengambarkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan pada pasien,
juga meyumbangkan hal penting dibidang hukum kesehatan, pendidikan,
penelitian dan akriditasi rumah sakit. Yang harus dicatat dalam rekam medis
mencakup hal-hal seperti di bawah ini;
Identitas Penderita dan formulir persetujuan atau perizinan.
Riwayat Penyakit.
Laporan pemeriksaan Fisik.
Instruksi diagnostik dan terapeutik dengan tanda tangan dokter yang
berwenang.
Catatan Pengamatan atau observasi.
Laporan tindakan dan penemuan.
Ringkasan riwayat waktu pulang.
Kejadian-kejadian yang menyimpang.
Rekam medis mengandung dua macam informasi yaitu;
Informasi yang mengandung nilai kerahasiaan, yaitu merupakan catatan
mengenai hasil pemeriksaan, diagnosis, pengobatan, pengamatan
mengenai penderita, mengenai hal tersebut ada kewajiban simpan rahasia
kedokteran.
Informasi yang tidak mengandung nilai kerahasiaan suatu hal yang harus
diingat bahwa berkas catatan medik asli tetap harus disimpan di rumah
sakit dan tidak boleh diserahkan pada pasien, pengacara atau siapapun.
Berkas catatan medik tersebut merupakan bukti penting bagi rumah sakit apabila
kelak timbul suatu perkara, karena memuat catatan penting tentang apa yang telah
dikerjakan dirumah sakit. Catatan medik harus disimpan selama jangka waktu
tertentu untuk dokumentasi pasien. Untuk suatu rumah sakit rekam medis adalah
penting dalam mengadakan evaluasi pelayanan kesehatan, peningkatan efisiensi
kerja melalui penurunan mortalitas, morbiditas dan perawatan penderita yang
lebih sempurna. Pengisian rekam medis serta penyelesaiannya adalah tanggung
jawab penuh dokter yang merawat pasien tersebut, catatan itu harus ditulis dengan
cermat, singkat dan jelas. Dalam menciptakan rekam medis yang baik diperlukan
adanya kerja sama dan usaha-usaha yang bersifat koordinatif antara berbagai
pihak yang samasama melayani perawatan dan pengobatan terhadap penderita.
2.3 Undang-undang Kesehatan di Indonesia
Hukum kesehatan merupakan suatu bidang spesialisasi ilmu hukum yang relatif
masih baru di Indonesia. Hukum kesehatan mencakup segala peraturan dan aturan
yang secara langsung berkaitan dengan pemeliharaan dan perawatan kesehatan
yang terancam atau kesehatan yang rusak. Hukum kesehatan mencakup penerapan
hukum perdata dan hukum pidana yang berkaitan dengan hubungan hukum dalam
pelayanan kesehatan.
Subyek-subyek hukum dalam sistem hukum kesehatan adalah:
a. Tenaga kesehatan sarjana yaitu: dokter, dokter gigi, apoteker dan sarjana
lain di bidang kesehatan.
b. Tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah;
bidang farmasi
bidang kebidanan
bidang perawatan
bidang kesehatan masyarakat, dll.
Dalam melakukan tugasnya dokter dan tenaga kesehatan harus mematuhi segala
aspek hukum dalam kesehatan. Kesalahan dalam melaksanakan profesi
kedokteran merupakan masalah penting, karena membawa akibat yang berat,
terutama akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap profesi kesehatan. Suatu
kesalahan dalam melakukan profesi dapat disebabkan karena Kekurangan; (1)
pengetahuan (2) pengalaman (3) pengertian. Ketiga faktor tersebut menyebabkan
kesalahan dalam mengambil keputusan atau penilaian. Contoh: kejadian tindakan
malpraktek Malpraktek adalah suatu tindaka praktek yang buruk, dengan kata lain
adalah kelalaian dokter dalam melaksanakan profesinya, apabila hal tersebut
diadukan kepada pihak yang berwajib, maka akan diproses secara hukum dan
pihak pengadilan yang akan membuktikan apakah tuduhan tersebut benar atau
salah.
Upaya-upaya untuk mencegah terjadinya kelalaian dalam menjalankan profesi
ialah:
a. Meningkatkan kemampuan profesi para dokter untuk mengikuti kemajuan
ilmu kedokteran atau menyegarkan kembali ilmunya, sehingga dapat
melakukan pelayanan medis secara profesional. Dalam program ini perlu
diingatkan tentang kode etik dan kemampuan melakukan konseling
dengan baik.
b. Pengetahuan pengawasan perilaku etis. Upaya ini akan mendorong dokter
untuk senantiasa bersikap hati-hati. Dengan berusaha berperilaku etis,
sehingga semakin jauh dari tindakan melanggar hukum.
c. Penyusunan protokol pelayanan kesehatan, misalnya petunjuk tentang
“informed consent”. Protokol ini dapat dijadikan pegangan bilamana
dokter dituduh telah melakukan kelalaian. Selama dokter bertindak sesuai
dengan protokol tersebut, dia dapat terlindung dari tuduhan malpraktek..
Beberapa contoh malpraktek di bidang hukum pidana:
- Menipu Pasien
- Membuat surat keterangan palsu
- Melakukan pelanggaran kesopanan
- Melakukan pengguguran tanpa indikasi medis
- Melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan kematian atau lukaluka
- Membocorkan rahasia kedokteran yang diadukan oleh pasien
- Kesengajaan membiarkan pasien tidak tertolong
- Tidak memberikan pertolongan pada orang yang berada dalam keadaan
bahaya maut
- Memberikan atau menjual obat palsu
Keberhasilan pembangunan nasional telah meningkatkan kesadaran hukum
masyarakat. Masyarakat menjadi lebih kritis terhadap pelayanan jasa-jasa yang
mereka terima, termasuk pelayanan dokter, perawat, bidan, apoteker, dan lain-lain.
Dengan meningkatnya kesadaran hukum ini, tidak jarang masyarakat
mencampurbaurkan antara etika dan hukum. Hal ini disebabkan karena
masyarakat tidak mengetahui perbedaan dari keduanya yang sama-sama
berpegang pada norma-norma yang hidup dalam masyarakat.
2.4 Kebijakan Kesehatan di Indonesia
Kebijakan kesehatan Indonesia dibuat berdasarkan keputusan-keputusan sebagai
berikut:
a. SKep Men Kes RI No 99a/Men.Kes /SK/III/1982 Tentang berlakunya
Sistem Kesehatan Nasional.
b. TAP MPR RI VII tahun 2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.
c. Undang-undang No 23 Tahun 1992 tentang pokok-pokok kesehatan.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan
pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
e. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah.
f. Keputusan Menteri Kesehatan RI. No 574/ Men.Kes. /SK/IV/2000 tentang
Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia sehat tahun 2010.
g. Keputusan Menteri Kesehatan RI. No 1277/Men. Kes/SK/X/2001 tentang
Susunan organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tujuan pembangunan kesehatan hanya dapat dicapai bila didukung oleh
kerjasama dengan semangat kemitraan antar semua pelaku pembangunan, baik
pemerintah secara lintas sektor, pemerintah pusat dan daerah, badan legislatif
dan yudikatif, serta masyarakat, termasuk swasta. Dengan demikian,
penyelenggaraan pembangunan kesehatan dengan dukungan Sistem Kesehatan
Nasional dapat dilaksanakan dengan berhasil guna dan berdaya guna dengan
interaksi, interelasi, serta keterpaduan berbagai upaya yang dilakukan oleh
semua pelaku Sistem Kesehatan Nasional.
Sistem kesehatan seperti halnya sistem pada umumnya, juga terdiri dari
berbagai elemen atau sub sistem. Salah satu sistem yang dimaksud adalah
sistem pelayanan kesehatan.
Untuk mendapatkan hasil kesehatan yang diinginkan, pemerintah
melakukan suatu kebijakan kesehatan. Secara keseluruhan sistem perawatan
kesehatan, termasuk sektor publik dan swasta, dan kekuatan politik yang
mempengaruhi bahwa sistem yang dibentuk oleh perawatan kesehatan, sangat
mempengaruhi proses pembuatan kebijakan.
4.2 Saran
1. Seharusnya untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional
didukung oleh kerjasama dengan semangat kemitraan antar semua pelaku
pembangunan, baik pemerintah secara lintas sektor, pemerintah pusat dan
daerah, badan legislatif dan yudikatif, serta masyarakat, termasuk swasta.
Dengan demikian, penyelenggaraan pembangunan kesehatan dapat
dilaksanakan dengan berhasil guna dan berdaya guna.
2. Dalam pelaksanaannya, seluruh pelaku harus memegang teguh prinsip-
prinsip umum SKN dan prinsip dasar masing-masing subsistemnya, dan
juga harus realistis dengan kemampuan sumber daya manusia dan
ketersediaan dana dan sumber daya lainnya, serta kondisi lingkungannya.
3. Dalam menanggulangi permasalahan sistem kesehatan nasional,
pemerintah hendaknya berusaha meningkatkan berbagai program
kesehatan yang telah dicanangkan dengan melihat kekurangan yang ada
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, Wiku. 2007. Sistem Kesehatan. Jakarta : PT Raja Gravindo Persada
Afriani, Danik dkk. ”Kebijakan Dalam Kesehatan dan Keperawatan”.
http://stikeskabmalang.wordpress.com/ diakses tanggal 30 September 2010.
Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat edisi 2.
Jakarta:EGC.
Isna, Nilna R. “Desentralisasi Kesehatan dan Problematikanya”.
http://www.simpuldemokrasi.com/ diakses tanggal 28 September 2010.
Pohan, Imbalo S. 2002. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta: EGC
Sriatmi, Ayun. “Kebijakan Kesehatan”. http:// kebijakankesehatanindonesia.net/
diakses tanggal 27 September 2010.
Utomo, Tri Widodo. “Analisis Kebijakan Politik”. http://www.slideshare.net/
diakses tanggal 30 September 2010.
(http://kebijakankesehatanindonesia.net/?q=node/481)
(http://eprints.undip.ac.id/6253/1/Kebijakan_Kesehatan)