MAkalah kerusakan dan penanggulangan mangrove.docx

23
1.Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Perkembangan sains dan teknologi belakangan ini sangat megagumkan serta sangat membantu dalam proses kehidupan manusia.Hal ini tentu tidak dapat dipungkiri oleh manusia mana pun mengingat peranan sains dan teknologilah yang banyak mempermudah manusia dalam kehidupan sehari-hari.Sebagai sebuah kasus nyata,dahulu untuk menempuh jarak antar kota manusia perlu berjalan kaki berhari-hari lamanya,kini jarak antar benua sekali pun dapat ditempuh dalam hitungan jam.Demikian juga pada bidang komunikasi,bila dahulu untuk berkomunikasi jarak jauh adalah sebuah kegiatan yang harus dilakukan dengan sulit dan sabar karena menunggu surat datang berhari hari,kini hanya dalam hitungan detik pesan dari satu individu keindividu lainnya dapat tersampaikan dalam hitungan detik tanpa halangan jarak.Selain itu banyak lagi fakta lapangan yang menunjukan bahwa pada zaman modern ini kehidupan sudah sangat jauh dipermudah oleh ilmu pengetahuan manusia yang semakin hari semakin berkembang dan tentunya menjadikan suatu kebanggaan bagi kita umat manusia. Kondisi yang sangat membanggakan ini berbanding terbalik dengan keadaan lingkungan dibumi saat ini,dimana saat ini bumi memiliki banyak masalah-masalah yang semakin hari semakin parah.Keadaan seperti ini bila tidak segera ditangani tentunya akan malah mengancam keberlangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya dibumi.

Transcript of MAkalah kerusakan dan penanggulangan mangrove.docx

Page 1: MAkalah kerusakan dan penanggulangan mangrove.docx

1.Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Perkembangan sains dan teknologi belakangan ini sangat megagumkan serta sangat

membantu dalam proses kehidupan manusia.Hal ini tentu tidak dapat dipungkiri oleh manusia

mana pun mengingat peranan sains dan teknologilah yang banyak mempermudah manusia

dalam kehidupan sehari-hari.Sebagai sebuah kasus nyata,dahulu untuk menempuh jarak antar

kota manusia perlu berjalan kaki berhari-hari lamanya,kini jarak antar benua sekali pun dapat

ditempuh dalam hitungan jam.Demikian juga pada bidang komunikasi,bila dahulu untuk

berkomunikasi jarak jauh adalah sebuah kegiatan yang harus dilakukan dengan sulit dan

sabar karena menunggu surat datang berhari hari,kini hanya dalam hitungan detik pesan dari

satu individu keindividu lainnya dapat tersampaikan dalam hitungan detik tanpa halangan

jarak.Selain itu banyak lagi fakta lapangan yang menunjukan bahwa pada zaman modern ini

kehidupan sudah sangat jauh dipermudah oleh ilmu pengetahuan manusia yang semakin hari

semakin berkembang dan tentunya menjadikan suatu kebanggaan bagi kita umat manusia.

Kondisi yang sangat membanggakan ini berbanding terbalik dengan keadaan

lingkungan dibumi saat ini,dimana saat ini bumi memiliki banyak masalah-masalah yang

semakin hari semakin parah.Keadaan seperti ini bila tidak segera ditangani tentunya akan

malah mengancam keberlangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya dibumi.

Tentunya kita masih ingat dengan kejadian Tsunami yang melanda jepang pada tahun

2012.Hal ini menjadi peringatan serius bagi umat manusia bahwa sehebat apa pun

pengetahuan dan teknologi manusia tidak akan berdaya melawan alam.Untuk itu kita perlu

mengkaji lebih jauh masalah-masalah lingkungan yang terjadi dibumi.

1.2 Permasalahan

Salah satu masalah yang tengah dihadapi bumi saat ini adalah pengikisan daratan oleh

lautan,yang dimana bila dibiarkan secara terus menerus akan menjadi kerugian besar karena

manusia akan kehilangan daratan sebagai tempat hidup.Fenomena ini terjadi karena tidak

adanya penahan alami didaerah pantai dalam hal ini mangrove.Sebenarnya jumlah mangrove

didunia sangat lah banyak terutama didaerah indonesia,namun kerusakan mangrove oleh

berbagai faktor terus mengurangi jumlah mangrove sehingga pengikisan daratan semakin

cepat terjadi.Mengingat akan hal tersebut maka sangat lah penting bagi kita

Page 2: MAkalah kerusakan dan penanggulangan mangrove.docx

mempelajari,melestarikan,serta membangun kembali hutan mangrove guna keberlangsungan

hidup mahkluk hidup dibumi.

2.Pembahasan

2.1 Pengertian Mangrove

Hutan mangrove secara umum merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang

didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang di daerah

pasang surut pantai berlumpur.Perbedaannya dengan hutan lain, adalah keberadaan flora dan

fauna yang spesifik, dengan keanekaragaman jenis yang tinggi (Bengen, 1999; Giesen, et al.,

2006).

Namun demikian hutan mangrove rentan terhadap kerusakan jika lingkungan tidak

seimbang. Bahkan rusaknya mangrove bukan saja diakibatkan oleh proses alami, tetapi juga

akibat aktivitas manusia (Pramudji,2000). Keberadaan eksploitasi hutan mangrove untuk

pemenuhan kebutuhan manusia, cenderung berlebihan dan tidak mengindahkan kaidah-

kaidah konservasi. Hal ini menyebabkan ekosistem hutan mangrove mengalami

degradasi,dan secara langsung kehilangan fungsinya,sebagai tempat mencari pakan bagi

bermacam ikan dan udang yang bernilai komersial tinggi, dan tempat perlindungan bagi

makhluk hidup lain di perairan pantai sekitarnya. Beberapa fungsi lain hutan mangrove

secara ekologis sebagai pelindung kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil mengurangi

terjadinya abrasi pantai dan intrusi air laut mempertahankan keberadaan spesies hewan laut

dan vegetasi, dan dapat berfungsi sebagai penyangga sedimentasi. Fungsi hutan mangrove

secara ekonomis, sebagai penyedia berbagai jenis bahan baku kepentingan manusia dalam

berproduksi, seperti kayu, arang, bahan pangan, bahan kosmetik, bahan pewarna, dan

penyamak kulit, sumber pakan ternak dan lebah (Yuliarsana dan Danisworo,2000). Oleh

karena itu, seperti pendapat yang dikemukakan Tandjung (2002) bahwa kerusakan dan

kepunahan hutan mangrove perlu dicegah, dan perlu dikelola secara benar, mendasarkan pada

prinsip ekologis dan pertimbangan sosial ekonomis masyarakat

disekitarnya.Kondisi hutan mangrove di Indonesia dewasa ini sudah sangat memerlukan

pengelolaan. Hal ini mengingat penyusutan selama 11 tahun (1981seluas 2.496.158 hektar

(ha) atau sekitar 46,96 persen; sehingga pada tahun 1992 tercatat tinggal seluas 5.209.543 ha

(Nugroho dan Dahuri, 2004). Persebaran hutan mangrove di Indonesia terluas di Irian Jaya

(95% atauseluas 2.382.000 ha).

Page 3: MAkalah kerusakan dan penanggulangan mangrove.docx

2.2 Faktor Kerusakan Mangrove

Faktor Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove di Indonesia Secara garis besar ada dua

faktor penyebab rusaknya hutan mangrove, yaitu faktor manusia dan faktor alam.Faktor

manusia dalam hal ini adalah konversi kawasan mangrove,perencanaan dan pengelolaan

sumberdaya pesisir di masa lal bersifat sangat sektoral,dan pencemaran.sementara faktor

alam yang dimaksudkan adalah faktor yang terjadi secara alami seperti

banjir,hama,kekeringat,abrasi dan lain sebagainya.

2.2.1 Konversi kawasan mangrove.

Pengalih fungsian kawasan mangrove menjadi lahan tambak, pertanian, permukiman,

dan raklamasi pantai untuk kawasan wisata dapat mengakibatkan penurunan fungsi ekologis

hutan mangrove.

Selain itu, kebutuhan lahan pertanian dan perikanan yang semakin meningkat maka

hutan mangrove dianggap sebagai lahan alternative. Reklamasi seperti itu telah memusnakan

ekosistem mangrove dan juga mengakibatkan efek – efek yang negatif teradap perikanan di

perairan pantai sekitarnya. Dengan demikian, untuk pengalihfungsian kawasan mangrove

pasti dilakukan dengan penebangan mangrove secacara liar.

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Ari Luqman, WanjatKastolani, dan Iwan

Setiawan (2013) yang menemukan dalam persebaran mangrove tidak semua garis pantai

ditemukan ekosistem mangrove atau 62,5% dari garis pantai sudah beralih fungsi untuk

aktivitas masyarakat seperti pemukiman (tempat tinggal) dan pelabuhan baik pelabuhan

untuk perhubungan (transportasi) maupun pelabuhan untuk aktivitas nelayan.

2.2.2 Perencanaan dan pengelolaan sumber daya pesisir di masa lalu bersifat sangat sektoral

Dari sini kita mengetahui bahwa pengelolaan yang sektoral ini akan mengakibatkan

terjadinya perusakan hutan mangrove berat yang akan berdampak pada masa yang akan

datang. Selain itu, rendahnya kesadaran masyarakat tentang konversi dan fungsi ekosistem

mangrove. (Novita, 2011)

2.2.3 Pencemaran

Kegiatan masyarakat yang membuang limbahnya pada sungai-sungai. Lalu sungai

yang tercemar dari hasil kegiatan masyarakat (limbah perkotaan, limbah cair pemukiman dan

industri) bermuara ke pesisir pantai yang menjadi kawasan mangrove.

Page 4: MAkalah kerusakan dan penanggulangan mangrove.docx

Dengan demikian kawasan mangrove akan tercemar oleh limbah-limbah tersebut. Hal

tersebut sesuai dengan hasil penelitian Ifati Khoni Tiarani, Marcelinus Molo, Dwiningtyas

Padmaningrum (2011) disimpulkan bahwa pencemaran lingkungan yang terjadi di kawasan

pesisir pantai yang disebabkan oleh sampah-sampah yang terbawa oleh air laut menuju

kekawasan hutan bakau, dan Sampah-sampah tersebut menyebabkan akar nafas dari tanaman

bakau tertutup, sehingga menyebabkan tanaman mati.

2.2.4 Faktor Alam

Kerusakan hutan mangrove juga disebabkan oleh faktor alam, seperti : banjir, abrasi,

kekeringan, hama penyakit (serangga penggerak, ulat batang, tikus, kepiting, semut, kutu

daun, dan siput), tsunami, dan kebakaran yang merupakan faktor penyebab relatif kecil.

(sonny,2010)

2.3     Kerusakan  secara fisik dan kimia

Kegiatan yang memberikan sumbangan terbesar terhadap kerusakan mangrove di

Indonesia adalah pengambilan kayu untuk keperluan komersial serta peralihan peruntukkan

untuk tambah dan pertanian. Sedang kematian secara alami tidak memberikan data signifikan

yang patut dicurigai sebagai penyebab kerusakan hutan mangrove. Sebab- sebab dan akibat

perusakan mangrove yang terjadi secara fisik dan kimia akan diuraikan berikut ini :

2.3.1 Penambangan mineral

Penambangan mineral mineral, telah berkembang di kawasan pesisir. Penambangan

dalam ekosistem mangrove mengakibatkan kerusakan total, sedangkan penambangan di

daerah sekitarnya dapat menimbulkan berbagai macam efek yang merusak. Efek yang paling

mencolok adalah pengendapan bahan-bahan yang dibawa air permukaan ked an dalam

mangrove.

  Pengendapan yang berlebihan akan merusak mangrove karena terjadinya penghambatan

pertukaran air, hara dan udara dalam substrat dan air diatasnya. Bila proses pertukaran ini

tidak berlangsung, kematian mangrove akan terjadi dalam waktu singkat. Terhentinyaa

sebagian proses pertukaran menimbulkan tekanan pada mangrove, yang terlihat pada

penurunan produktifitas dan kemampuan. Selanjutnya jaringan makanan yang berlandaskan

pada adanya detritus di mangrove terganggu pula dan secara keseluruhan dapat menurunkan

pula produktivitas ikan.

Page 5: MAkalah kerusakan dan penanggulangan mangrove.docx

2.3.2 Pembelokan aliran air tawar

Suatu pengertian yang salah bila dikatakan bahwa tumbuhan mangrove untuk

hidupnya mutlak memerlukan air asin. Pada kenyataannya perkembangan mangrove yang

baik terjadi di daerah yang mempunyai masukan air tawar yang cukup. Di daerah beriklim

musiman masukan air tawar ke mangrove juga musiman. Tetapi justru di daerah seperti ini

kerluan akan air tawar bagi manusia pun besar sekali.. pengambil keputusan sering melihat

dalam lingkungan seperti ini suatu hal yang mubazir membiarkan air tawar masuk ke laut,

sehingga tidak heran bila berusaha untuk memanfaatkan air tawar ini untuk keperluan di

daerah darat.

2.3.3 Eksploitasi Hutan

Eksploitasi hutan mangrove secara besar- besaran dilakukan untuk keperluan kayu,

tatal dan bubur kayu. Biasanya eksplotasi seperti itu dilakukan dengan tebang habis. Di

daerah tebang habis permudaan alam umumnya tidak berjalan dengan baik sehingga

mengakibatkan penurunan nilai hutan karena pohon- pohon untuk panen berikutnya berupa

pohon- pohon dengan kualitas rendah. Kegiatan eksploitasi perlu dilakukan secara hati- hati

guna memperkecil kerusakan yang mungkin terjadi, khususnya untuk menjamin

kelangsungan mata rantai ekologi adalahekosistem mangrove sehingga fungsinya sebagai

sumber keanekaragaman hayati dan stabilisasi lingkungan dapat dipertahankan.

Dalam melaksanakan eksploitasi hutan secara besar- besaran dilakukan dengan menggunakan

alat transportasi dan alat tebang yang modern. Sehingga membutuhkan fasilitas dan

infrastruktur sebagai pendukungnya. Pengadaan fasilitas dan akses ke lokasitersebut juga

meninggalkan kerusakan tersendiri terhadap hutan mangrove. Masalah lain yang sering

timbul adalah sisa- sisa hasil tebangan tidak dapat segera terdaur ulang dengan proses

penguraian. Karena banyaknya sisa penebangan yang menumpuk sehingga proses penguraian

berjalan dengan lambat. Sisa penebangan yang besar- besar dengan adanya arus pasang surut

juga akan terbawa kemana-mana dan dapat menimbulkan masalah baru.

2.3.4 Konversi Lahan

Hutan rawa dalam lingkungan yang asin dan anaerob di daerah pesisir selalu dianggap

daerah yang marginal atau sama sekali tidak cocok untuk pertanian dan akuakultur. Namun

karena kebutuhan lahan pertanian dan perikanan yang semakin meningkat maka hutan

mangrove dianggap sebagai lahan alternative.

Page 6: MAkalah kerusakan dan penanggulangan mangrove.docx

Reklamasi seperti itu telah memusnahkan ekosistem mangrove dan juga

mengakibatkan efek- efek yang negative terhadap perikanan di perairan pantai sekitarnya.

Selain itu kehadiran saluran- saluran drainase mengubah system hidrologi air tawar di daerah

mangrove yang masi utuh yang terletak kea rah laut dan hal ini mengakibatkan dampak

negatif.

Hutan mangrove di Pulau Jawa, pada umumnya sejak tahun 1950 sebagian besar

sudah rusak disebabkan pencurian kayu dan dijadikan pertambakan. Tambak dalam skala

kecil tidak terlalu banyak mempengaruhi ekosistem mangrove dan ekosistem di sekitarnya,

tetapi lain halnya dengan tambak dalam skala besar. Konversi mangrove yang luas menjadi

tambak dapat mengakibatkan penurunan produksi perikanan di perairan sekitarnya.

Penggunaan lahan pasang surut untuk pertambakkan terjadi di hamper seluruh Indonesia,

namun sekitar 94 % dari 225.000 ha areal pertambakan ada di Propinsi Aceh, Jawa Barat,

jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Penyebarannya 52% terdapat di Jawa, 30 %

di Sulawesi, 15 % di Sumatra, 1% di Kalimantan dan 0,1%di Maluku dan Irian Jaya. Dengan

data luasan yang ada berarti hilangnya areal mangrove yang disebabkan pembukaan tambk

sebesar 22%.

2.3.5 Tumpahan Minyak

Tumpahan minyak bumi dan hasil- hasil olahannya dengan kapal laut semakin

meningkat. Kebocoran, tumpahan dan pembuangan bahan tersebut ke laut sudah sering

terjadi. Di berbagai tempat, jalur- jalur angkutan ini berbatasan dengan kawasan mangrove

(misalnya selat Malaka) dan kebocoran setra pembuangan minyak dengan sengaja telah

menunjukkan dampak negative yang nyata terhadap mangrove.

Efek kehadiran minyak di mangrove dapat dibedakan dalam dua kategori. Kategori pertama

adalah efek laut yang akut, segera terlihat dan berkaitan dengan pelaburan oleh minyak pada

permukaan tumbuhan ( pepagan, akar tunjang, akar napas ) yang mempunyai fungsi dalam

pertukaran udara. Dalam kondisi pelaburan oleh minyak yang sangat kuat, tumbuhan

mangrove dapat mati dalam waktu 72 jam. Pengguguran daun dan kematian pohon- pohon

mangrove di tempat –tempat yang paling berpengaruh terjadi 4- 5 minggu. Kategori kedua

berkaitan dengan peracunan kronik dalam jangka panjang tumbuhan mangrove dan fauna

yang bersangkutan oleh komponen racun yang terkandung dalam minyak.

Page 7: MAkalah kerusakan dan penanggulangan mangrove.docx

2.3.6 Pembuangan Limbah

Kegiatan pertanian, agro- industri, industry kimia dan rumah tangga menghasilkan

limbah dalam jumlah yang beraneka dan kemudian dibuang ke sungai atau pantai. Limbah

cair terlarut atau membentuk suspensi dalam air.

Sebagian limbah cair ini berupa bahan anorganik yang juga terdapat di alam, tetapi

kehadiran dalam jumlah berlebihan dalam lingkungan akuatik menyebabkan bahan itu tidak

semuanya dapat didaur ulang secara alami.

Dalam banyak kasus, pestisida dan antibiotic juga kerap kali digunakan, bahkan untuk

pengolahan tambak tradisional.

2.3.7 Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan mangrove yang pernah terjadi di lahan Pesisir Timur Sembilang

pada tahun 1980 – 1990an berhubungan dengan pembukaan lahan yang luas ( untuk

perkebunan dan transmigrasi) dan oleh penduduk setempat. Sedangkan kebakaran yang

terjadi pada tahun 1997 disebabkan oleh kegiatan penebangan liar, nelayan dan

pengembangan kawasan transmigrasi ( Arifin, 2001).

  

2.4      Kerusakan Biologi

Kerusakan yang ditimbulkan karena factor biologi adalah serangan hama. Hama pada

tanaman mangrove yang ditemukan di beberapa tempat secara singkat dapat dijelaskan

sebagai berikut :

2.4.1   Ulat ( Lepidoptera )

      Ulat kantong Acanthopsyche sp. ( Lepidoptera, psychidae) menyerang tanaman

Bruguierai spp ( tancang) di Cilacap, Rhizophora spp di Purwakarta dan Rhizophora

mucronata di Pemalang. Bagian tanaman yang diserang ulat kantong ini adalah bagian

daunnya. Daging daun merupakan bagian yang dimakan, urat- urat dan tulang daun tetap

utuh. Apabila sebagian besar daging daun habis dimakan, daun akan kering. Tanaman muda

yang sebagian besar daun- daun dan kuncup ujung diserang ulat berakibat kematiannya.

2.4.2   Ulat bulu (Lepidoptera)

menyerang tanaman Rhizophora spp di Pemalang, Brebes, Purwakarta. hama ini

hamper tiap tahun menyerang tanaman bakau muda yaitu ulat bulu dan sebangsa ulat

kantong. Ulat memakan daun sejak menetas sampai menjelang kepompong. Tanaman bakau

yang daunnya habis dimakan ulat pada lahan kondisi mongering umumnya mati.

Meningkatnya populasi ulat diperkirakan karena langka predator.

Page 8: MAkalah kerusakan dan penanggulangan mangrove.docx

Usaha penanggulangan pada daun bakau yang diserang dengan menggunakan tangan

dan dikeprak, namun karena populasinya tinggi dicoba dengan insektisida yang sangat

terbatas dan diatur pelaksanaannya disesuaikan dengan tata waktu kegiatan empang parit.

2.4.3      Ulat pucuk tunas Capua endoeypa ( Lepidoptera)

menyerang tanaman Rhizopara mucronata di Bali. Ulat yang merupakan larva

didalam tunas bibit dan memakan tunas tersebut sebelum daun terbuka. Meskipun bibit tidak

akan mati, tetapi akan terhenti atau menjadi lambat pertumbuhan sehingga akan menurun

kualitasnya. Adanya serangan ini ditandai oleh adanya telur maupun lubang- lubang kecil

pada pucuk tunas bibit. Pengendaliannya dengan cara membuka tunas yang ditandai adanya

lubang- lubang kecil, kemudian ulat diambil dan dibunuh.

2.4.4     Ulat daun Dasyehira sp

memakan daun semai Avicenmia marma di Bali. Ulat dapat diatasi dengan memasang

jaring plastik diatas bedeng, setelah jaring dibuka, sebaiknya segera diperiksa dan bila

dijumpai segera dibunuh. Bila terjadi kerusakan serius bisa disemprot dengan insektisida atau

dipindahkan ke bedeng pasang surut.

2.4.5  Kutu sisik chionapsis sp ( hemiptera, diaspididae)

Hama ini dilaporkan menyerang tanaman reboisasi dari jenis Rhizhopora di Bali

tahun 1995 dan kutu sisik berbentuk bulat telur ujungnya membesar yang dilindungi oleh

perisai yang lunak. Serangan kutu sisik ini akan menyebabkan daun   menguning dan

akhirnya kering. Cara mengendalikan kutu sisik dari hasil penelitian dengan menggunakan

fluorbac FC dengan bahan aktif bacilius turingiensisi  dan asodrin 15 wsc, rata- rata serangan

hama menurun bahkan sebagian pohon tampak pulih dan berangsur- angsur sehat.

2.4.6  Belalang

Belalang sering menyerang tanaman mangrove dengan memakan daunnya terutama

yang masih muda. Penanganannya belalang diambil atau bila jumlahnya banyak  dengan

menggunakan insektisida. Namun penggunaan insektisida tidak dianjurkan.

Page 9: MAkalah kerusakan dan penanggulangan mangrove.docx

2.4.7  Laba- laba

Laba-laba hidup/ bersarang pada tanaman bakau yang kecil dan besar, bambu pancang

penguat tanggul, pemakan diantara rekahan sawah dan gulma serta gubug- gubug pantai.

Hama laba- laba menyerang tanaman bakau pada bulan kering, baik yang muda maupun tua.

Pada tanaman muda laba-laba dapat mematikan tanaman karena tajuk tanaman seluruhnya

dibalut rapat oleh jaring laba-laba. Tajuk yang terbungkus dalam waktu lama akan

menyebabkan tanaman bakau kering dan mati. Serangan akan lebih hebat jika lingkungan

terbuka tanpa tanaman lain.

Usaha penanggulangan dengan cara membuikan tempat pemijahan laba- laba berupa

vegetasi pada galengan empang parit, bamboo perangkap sekitar empang parit diikuti cara

mekanis.

2.4.8  Ketam

Ketam (Sesarma spp) menyerang buah / benih Brugmera gymnorrhriza dan

Rhizophora spp di Cilacap. Hama ini menyerang pada benih bakau yang masi segar karena

mengandung protein karbohidrat ( zat gula). Untuk mengurangi yaitu dengan menurunkan

kadar gula benih disimpan selama 1 minggu atau membuat pagar kecil sekitar benih dengan

daun paku- pakuan atau menggunakan bumbung bambu.

2.4.9 Mamalia

Mamalia termasuk hama yang dapat merusak tanaman mangrove diantaranya kera,

kerbau, sapi, dan kambing. Binatang ini akan memakan daun yang masih muda hingga habis

dan akhirnya tumbuhan mangrove akan mati. Untuk menanggulangi hewan tersebut harus

dihalau dan jangan dilepas untuk merumput di dekat tanaman mangrove yang baru tanam.

2.5 Dampak dari Kerusakan Hutan Mangrove di Indonesia

Dampak ekologis secara umum akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove

adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem

mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove

khususnya dan ekosistem pesisir umumnya. Selain itu, menurunnya kualitas dan kuantitas

hutan mangrove telah mengakibatkan dampak yang sangat mengkhawatirkan, seperti abrasi

yang selalu meningkat, penurunan tangkapan perikanan pantai, intrusi air laut yang semakin

jauh ke arah darat, malaria dan lainnya (Santoso,2008).

Page 10: MAkalah kerusakan dan penanggulangan mangrove.docx

Instrusi air laut adalah masuknya atau merembesnya air laut kea rah daratan sampai

mengakibatkan air tawar sumur/sungai menurun mutunya, bahkan menjadi payau atau asin

(santoso, 2008). Dampak instrusi air laut ini sangat penting, karena air tawar yang tercemar

intrusi air laut akan menyebabkan keracunan bila diminum dan  dapat merusak akar tanaman.

Instrusi air laut telah terjadi dihampir sebagian besar wilayah pantai Bengkulu. Dibeberapa

tempat bahkan mencapai lebih dari 1 km.

2.6 Solusi Untuk Mengatasi Kerusakan Hutan Mangrove di Indonesia

2.6.1 Rehabilitasi Hutan Bakau (Mangrove)

Ekosistem mangrove yang rusak dapat dipulihkan dengan cara restorasi/rehabilitasi.

Restorasi dipahami sebagai usaha mengembalikan kondisi lingkungan kepada kondisi semula

secara alami. Peran serta atau keterlibatan masyarakat dalam upaya pengembangan wilayah,

khususnya rehabilitasi hutan mangrove sangat penting dan perlu dilakukan. Pemerintah baik

pusat maupun daerah harus memberikan kesempatan pada masyarakat u n hntuk ikut serta

terlibat dalam pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove. Selanjutnya masyarakat perlu

diberikan bimbingan dan penyuluhan tentang arti pentingnya hutan mangrove pada

kehidupan ini terutama kehidupan di masa yang akan datang.

2.6.2 Perbaikkan ekosistem wilayah pesisir secara terpadu dan berbasis masyarakat.

Artinya dalam memperbaiki ekosistem wilayah pesisir masyarakat sangat penting

dilibatkan  yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Selain  itu

juga mengandung pengertian bahwa konsep-konsep lokal  (kearifan lokal) tentang ekosistem

dan pelestariannya perlu ditumbuhkembangkan kembali sejauh dapat mendukung program

tersebut.

2.6.3 Supremasi Hukum Lingkungan

Supremasi Hukum Lingkungan yaitu Undang-undang no 32 Tahun 2009 tentang

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Setelah masyarakat dilibatkan dalam

pengelolaan, pengembangan hutan mangrove dan diberi penyuluhan atau wawasan mengenai

arti pentingan lingkungan hutan mangrove, maka pemerintah harus menindaklanjuti dengan

menegakkan hukum sesuai dengan ketetapan undang-undang yang berlaku. Masyarakat baik

perorangan maupun berkelompok atau perseroan harus ditindak tegas bilamana melakukan

pelanggaran.

Page 11: MAkalah kerusakan dan penanggulangan mangrove.docx

2.6.4 Membangun Breakwater

Breakwater (pemecah ombak) berfungsi untuk meredam gelombang sehingga

memberikan kesempatan kepada tanaman bakau untuk tumbuh dan berkembang. Sebelum

membangun breakwater perlu diketahui terlebih dahulu tipe ombaknya (Riny, Sukaya, dan

Dony, 2011).

2.7 Penilaian terhadap Pelaksanaan Solusi untuk Mengatasi Kerusakan Hutan

Mangrove di Indonesia

Selama ini yang terjadi adalah di samping pemerintah kurang dalam memberikan

bimbingan dan penyuluhan terhadap masyarakat, aspek penegakan hukum pun sangat lemah.

Apalagi jika yang melanggar seorang pejabat atau pengusaha kaya. Sering kali si pelanggar

dapat dengan mudah terbebas dari jeratan hukum. Selain itu, dalam upaya melakukan

reboisasi, pemerintah hanya memberikan sosialisasi saja kepada masyarakat tanpa ada

bantuan dalam pelaksanaan dan pengawasannya.

Begitu pula dalam membangun breakwater dilakukan hanya oleh masyarakat setempat

dan OISCA (Organization for Industrial Spritual and Cultural Advancement) saja tanpa

peran serta dari pemerintah (Ifati Khoni Tiarani, Marcelinus Molo, dan Dwiningtyas

Padmaningrum, 2011).

Jadi dalam upaya mengatasi kerusakan hutan mangrove di Indonesia masih setengah-

setengah, karena belum terjalin kerjasama yang baik antara pihak pemerintah dan

masyarakat.

Page 12: MAkalah kerusakan dan penanggulangan mangrove.docx

3.KesimpulanKemajuan sains dan teknologi berbang terbalik dengan keadaan lingkungan

dibumi.Hal tersebut dibuktikan dengan berbagai macam masalah lingkungan yang terus

menerus semakin meluas dan memiliki banyak dampak negative bagi keberlangsngan hidup

manusia.

Salah satu masalah yang tengah dihadapai dengan serius oleh manusia adalah

pengikisan daratan oleh lautan,yang dimana bila dibiarkan secara terus menerus manusia

akan mengalami kerugian karena kehilangan daratan sebagai tempat hidup.Salah satu faktor

yag mempengaruhi cepatnya terjadi pengikisan adalah rusaknya hutan mangrove sebagai

penahan abrasi pantai.

Hutan mangrove secara umum merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang

didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang di daerah

pasang surut pantai berlumpur.Perbedaannya dengan hutan lain, adalah keberadaan flora dan

fauna yang spesifik, dengan keanekaragaman jenis yang tinggi.

Faktor yang merusak hutan mangrove secara garis besar ada dua yakni faktor alam

dan faktor manusia.Yang dikatakan sebagai faktor alam adalah banjir, abrasi, kekeringan,

hama penyakit (serangga penggerak, ulat batang, tikus, kepiting, semut, kutu daun, dan

siput), tsunami, dan kebakaran yang merupakan faktor penyebab relatif kecil.Sementara

faktor manusia antara lain konversi kawasan mangrove,perencanaan dan pengelolaan

sumbedaya pesisir pada masa lalu bersifat sangat sektoral,dan pencemaran.

Kerusakan angrove berdampak pada hilangnya berbagai jenis flora dan fauna yang

berasosiasi dengan hutan mangrove,abrasi yang meningkat,menurunnya hasil tangkapan

ikan,instrusi air laut yang semakin kedaratan.

Kerusakan Mangrove sendiri terbagi dalam dua jenis kerusakan yaitu kesukan fisik

dan kimia dan kerusakan biologi.

Meski pun jumlah mangrove banyak yang rusak namun ada beberapa cara yang dapat

dilakukan guna memperbaiki hutan mangrove yakni rehabilitasi hutan mangrove,perbaikan

ekosistem wilayah pesisir secara terpadu dan berbasis masyarakat,supremasi hukum

lingkungan,serta menmbangun breakwater.

Page 13: MAkalah kerusakan dan penanggulangan mangrove.docx

DAFTAR PUSTAKA

Bengen, D.G. 1999. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir, dalam Bahan Kuliah SPL. Bogor: Program Pasca Sarjana IPB.

Giesen, Wim, Zieren, Max, Scholten, and Liesbeth.2006. Mangrove Guidebook For Southeast Asia. FAO and Wetlands International.

Pramudji. 2000. ‘Dampak Perilaku Manusia Pada Ekosistem Hutan Mangrove di Indonesia’ dalam Osean, Volume XXV, Nomor 2,2000; 13-20.

Yuliarsana, N. dan Danisworo, T. 2000. Rehabilitasi Pantai Berhutan Mangrove, dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Ekosistem Pantai dan Pulau-pulau Kecil dalam Konteks Negara Kepulauan. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

Tanjung, S.D. 2002. ‘Tipe-Tipe Ekosistem’ dalam Bahan Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan Magister Pengelolaan Lingkungan. Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta: Fak Geografi UGM.

Nugroho, I., Dahuri, R. 2004. Pembangunan Wilayah, Perspektif Ekonomi, Sosial dan lingkungan. LP3ES Indonesia. Jakarta.

Khoni, I.T., Marcelinus, M., & Dwiningtyas, P. (2011). Kemanfaatan Ekonomi dan Ekologi dari Program Rehabilitasi Hutan Bakau (Mangrove) di Kawasan Pesisir Pantai Desa Bedono Kecamatan Sayung Kabupaten Demak.

Novianty, R., Sukaya, S., & Dony, J.P. (2011). Identifikasi Kerusakan dan Upaya Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pantai Utara Kabupaten Subang

Arifin, Bustanul. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Alam Indonesia. Erlangga : Jakarta.

Keraf, Sony. 2010. Etika Lingkungan Hidup.  Penerbit Buku Kompas  : Jakarta.

Santoso, U. (2008). Hutan Mangrove, Permasalahan, dan Solusinya. Jurnal Perikanan dan Kehutanan Tropis, 7 (2).

Page 14: MAkalah kerusakan dan penanggulangan mangrove.docx

MAKALAH

Kerusakan Hutan Mangrove dan Penanganan Kerusakan Hutan Mangrove

Disusun Oleh :

Nicodemus Billy Pranata H1081131012

Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Mipa

Universitas Tanjungpura,Pontianak

Tahun 2014