Makalah Kelompok C6 Kasus 10 Kejang Demam

20
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA BLOK 22 NEUROSCIENCE & BEHAVIOUR II MAKALAH KELOMPOK C6 KASUS 10: KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK TUTOR: Dr. Darminto Salim AHLI KELOMPOK: Caecilia Yunita Putry Pawe 102011116 Azaria Sabrina 102011256 Sugiharto Saputra 102011022 aria Sun!raty" 102011#1# $ebriana %o"ephine &alim 10201100' A(rian %onathan 1020112#5 uhama( Syai)ul b. Samingan 10200*#01 Stepahine Anni eli""a 10200+16# 1

description

kejang demam

Transcript of Makalah Kelompok C6 Kasus 10 Kejang Demam

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANABLOK 22NEUROSCIENCE & BEHAVIOUR IIMAKALAH KELOMPOK C6KASUS 10: KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAKTUTOR:Dr. Darminto Salim AHLI KELOMPOK:

Caecilia Yunita Putry Pawe102011116Azaria Sabrina 102011256Sugiharto Saputra 102011022Maria Sunvratys 102011313Febriana Josephine Halim 102011004Adrian Jonathan 102011235Muhamad Syaiful b. Samingan 102008301Stepahine Anni Melissa102009163Daftar HalamanPendahuluan............................................................................................ 3Skenario........................................................................................... 3Identifikasi istilah yang tidak diketahui......................................................... 3Identifikasi masalah ....................... 3Analisa masalah .......................... 4Hipotesis ......................... 4Sasaran pembelajaran ........................ 4Hasil belajar mandiri PemeriksaanAnamnesis.............................................................................5Fisik.............................................................................5Penunjang .............................................................................7DiagnosisDiagnosis kerja............................................................9Diagnosis banding...........................................................10Etiologi.........................................................................................11Epidemiologi.............................................................................12Patofisiologi ............................................................................. 12Gambaran klinis..............................................................................14Penatalaksanaan Medika mentosa.................................................................14Non-medika mentosa...............................................................15Pencegahan.............................................................................16Komplikasi .17Prognosis .............................................................................18Kesimpulan.............................................................................19Daftar pustaka.............................................................................20

PendahuluanKejang demam (febrile convulsion) ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oelh suatu proses ekstrakranium. Derajat tingginya demam yang dianggap cukup untuk diagnosis kejang demam ialah 38 C atau lebih. Beberapa peneliti memakai patokan suhu 38.5 C atau lebih, tetapi suhu sebenarnya pada waktu kejang sering tidak diketahui. 1Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% daripada anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah menderitanya (Millichap, 1968). Wegman (1939) dan Millichap (1959) dari percobaan binatang berkesimpulan bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang.2Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu meningkat (Wegman, 1939; Prichard dan Mc Greal, 1958) Faktor hereditas juga mempunyai peranan Lennox-Buchtal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3%.2

Kasus Seorang anak perempuan berusia 3 tahun dibawa ibunya ke UGD RS kerana kejang-kejang di seluruh tubuhnya 30 menit yg lalu.

Identifikasi istilah yang tidak diketahui Tiada Identifikasi masalah Anak berusia 3 tahun kejang-kejang di seluruh tubuhnya 30 minit yang lalu.

Fisik Analisa masalah

Penunjang Prognosis Pemeriksaan Anamnesis

Kerja: Kejang demam sederhanaPencegahan

Diagnosis

Anak 3 tahun kejang-kejang 30 minit yang lalu.Komplikasi

Banding: Kejang demam kompleksMeningitis Ensefalitis

Non medika mentosaMedika mentosaPatofisiologi Etiologi Gambaran klinis Epidemiologi Penatalaksanaan

HipotesisAnak perempuan 3 tahun yang kejang-kejang 30 menit yang lalu menderita kejang demam sederhana. Sasaran pembelajarani. Anamnesisii. Pemeriksaaniii. Diagnosisiv. Gambaran klinisv. Etiologivi. Patogenesisvii. Penatalaksanaanviii. Pencegahan ix. Komplikasi x. Epidemiologixi. Prognosis

Hasil belajar mandiriAnamnesis Anak yang mengalami kejang demam akan didahului dengan serangan demam baik suhu tinggi maupun suhu yang tidak terlalu tinggi yang dapat disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Pastikan tidak adanya infeksi sistem saraf pusat untuk mengeliminasi kemungkinan kejang oleh penyebab lain.1 Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan untuk menganamnesis anak dengan kejang demam: a)Usia anak berkisar 9-15 bulan, b) Adanya riwayat infeksi seperti infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis maupun infeksi saluran kemih, c)Tidak ada infeksi sistem saraf pusat , d ) Adanya demam sebelum timbulnya kejang e ) Umumnya serangan kejang berlangsung 24 jam pertama sewaktu demam f ) Kemungkinan adanya pengaruh genetik, riwayat anggota keluarga yang juga pernah mengalami kejang demam.Pemeriksaan FisikTidak ada pemeriksaan fisik yang spesifik pada kejang demam. Umumnya dapat dilakukan pemeriksaan tanda tanda vital yaitu pemeriksaan suhu, frekuensi pernapasan, denyut nadi serta tekanan darah pada penderita. Yang menonjol disini biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh.2 Pemeriksaan tingkat kesadaran diperlukan pasca kejang untuk memperhatikan apakah ada defisit neurologis atau tidak. Bentuk pemeriksaan kesadaran yang digunakan dapat berbentuk pemeriksaan kualitatif maupun kuantitatif. Tingkat kesadaran kualitatif pasien terbagi atas: a) Compos mentis: sadar terhadap diri dan lingkungan b) Delirium : gaduh gelisah, kacau, disorientasi c ) Somnolen : mengantuk, mudah dibangunkan, menangkis nyeri d) Stupor: dapat dibangunkan dengan rangsangan kuat, kemudian kesadaran turun lagi e) Koma : tanpa gerakan sama sekali. Secara kuantitatif dapat digunakan Glasgow Coma Scale, tabel berikut akan menjelaskan tentang Glasgow Coma Scale.

Gambar 1 . Tabel Glasgow Coma Scale 2Skor terendah ialah 3 yang berarti pasien dalam keadaan koma dalam dan yang tertinggi 15 berarti pasien dalam keadaan sadar sepenuhnya.Pemeriksaan tanda rangsang meningial dapat digunakan untuk mengeksklusi adanya meningitis. Bentuk pemeriksaan tanda rangsang meningeal meliputi kaku kuduk, tanda Kernig, tanda Laseque dan tanda Brudzinsky.2

Pemeriksaan tanda rangsang meningealKaku kuduk (nuchal rigidity). Pasien dalam posisi terlentang, bila lehernya ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada, maka dikatakan kaku kuduk positif. Tahanan juga dapat terasa bila leher dibuat hiperekstensi, diputar atau digerakkan ke samping. Kadang-kadang kaku kuduk disertai hiperektensi tulang belakang, keadaan ini disebut opistotonus. Di samping menunjukkan adanya rangsang meningeal (meningitis), kaku kuduk juga terdapat pada tetanus, abses retrofaringeal, abses peritonsilar, ensefalitis virus, keracunan timbale dan arthritis rheumatoid.Brudzinski I. Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala pasien yang terlentang dan tangan lain diletakkan di dada pasien untuk mencegah agar badan tidak terangkat, kemudian kepala pasien difleksikan ke dada secara pasif. Bila rangsang positif maka kedua tungkai bawah bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.Brudzinski II. Pada pasien yang terlentang, fleksi pasif tungkai atas pada sendi panggul akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan sendi lutut. Hasilnya lebih jelas bila waktu fleksi ke panggul sendi lutut dalam keadaan ekstensi.Tanda Lasegue.Tanda Kernig. Pemeriksaan Kernig ini ada bermacam-macam cara, yang biasa dipergunakan adalah pasien dapam posisi terlentang dilakukan fleksi tungkai atas tegak lurus, kemudian dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Dalam keadaan normal tungkai bawah dapat membentuk sudut lebih dari 135o terhadap tungkai atas. Pada iritasi meningeal ekstensi lutut secara pasif tersebut akan menyebabkan rasa sakit dan terdapat hambatan. Pemeriksaan ini sukar dilakukan pada bayi dibawah 6 bulan. 2,3Pemeriksaan refleks patologisReflek Babinski. Untuk membangkitkan refleks Babinski, penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan tungkai diluruskan. Kita pegang pergelangan kaki supaya kaki tetap pada tempatnya. Untuk merangsang dapat digunakan kayu geretan atau benda yang agak runcing. Goresan harus dilakukan perlahan, jangan sampai mengakibatkan rasa nyeri, sebab hal ini akan menimbulkan refleks menarik kaki(flight reflex). Goresan dilakukan pada telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju pangkal jari. Jika reaksi (+), kita dapatkan gerakan dorsofleksi disertai mekarnya jari-jari.Berdasarkan kasus, didapatkan hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut: Keadaan umum aktif, kesadaran compos mentis, pemeriksaan fisik lain dalam batas normal, pemeriksaan neurologis: kaku kuduk (-), tanda Brudzinski (-), tanda Kernig (-), saraf kranial dalam batas normal.

Penunjang Pemeriksaan Cairan Serebrospinal (CSS)CSS dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu pungsi lumbal dan pungsi suboksipital. Sebaiknya diusahakan mendapatkan cairan tersebut secara pungsi lumbal. Bila ternyata tidak mungkin baru dipikirkan pengisapan pada daerah sesterna magna.2

Pungsi LumbalSyarat : Anak tidak dalam keadaan kejang dan di daerah pungsi tidak terdapat kelainan kulit (dekubitus, bisul dan lain-lain).2Cara : Anak ditidurkan miring dan dilengkungkan hingga tulang punggung tampak jelas. Tariklah garis antara 2 spina iliaka anterior dan superior. Tempat pungi ialah daerah intervertebra di atas atau di bawah garis ini. (L3-4/L4-5)Setelah kulit dibersihkan secara asepsis dengan iodium dan alcohol, tutuplah daerah sekitar bagian yang akan ditusuk dengan kain suci hama. Pakailah sarung steril. 2Cara penampungan :1. Pakailah 3 tabung reaksi untuk menampung likuor secara berturut-turut. Tabung 1 : Pemeriksaan Makroskopik dan KimiaTabung 2 : Pemeriksaan MikroskopikTabung 3 : Pemeriksaan MikrobiologiKejang demam dapat didiagnosis hanya setelah kasus kejang lain disingkirkan. Hal ini mengharuskan kita menyingkirkan berbagai kemungkinan etiologi, misalnya infeksi susunan saraf pusat, gangguan akut homeostasis air dan elektrolit, gangguan metabolisme, dan lesi structural pada susunan saraf. Pada situasi yang sesuai, hal ini mungkin memerlukan pemeriksaan CSS dan penentuan eletrolit, gula, dan kalsium serum serta pemeriksaan radiologic yang sesuai, misalnya pemindaian CT otak. 4Pemeriksaan ini tidak perlu dilakukan secara rutin pada anak yang diperiksa oleh dokter yang berpengalaman dan terbukti normal secara perkembangan dan neurologis dan pada anak yang tidak dicurigai mengidap meningitis.4Anak yang lebih muda yang mungkin lebih sulit dievaluasi secara pasti mungkin memerlukan lebih banyak pemeriksaan diagnostic. Setiap anak yang mengalami kejang disertai peningkatan suhu memerlukan pengamatan dan tindak lanjut yan cermat.4

Pemeriksaan DarahPenentuan kadar kalsium serum, gula dan nitrogen urea darah, masing-masing dapat membantu diagnosis tetani hipokalsemia, hipoglikemia, dan nefritis akut. Koeksistensi hipertensi, proteinuria, silinderuria merupakan bukti-bukti nefritis.5 Elektroencephalography (EEG)EEG umumnya kurang bermanfaat dalam evaluasi dan penatalaksanaan pasien kejang demam. Kelainan ditemukan pada lebih dari 80% rekaman EEG yang dibuat dalam satu hari kejang demam, tetapi hal ini menurun sampai sekitar 30% dalam 3-5 hari. Kelainan berupa perlambatan yang mencolok, terutama di posterior dan sering asimetris. Faktor yang cenderung berkaitan dengan kelainan yang menetap adalah kejang yang parah, demam tinggi berkepajangan dan riwayat disfungsi neurologic. Anak yang memperlihatkan perlambatan yang ekstrim pada EEG cenderung mengalami kejang afebris rekuren dibandingkan dengan anak yang rekamannya normal. EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan anak mana yang akan mengalami epilepsy. Pada anak dengan kejang demam, temuan EEG cenderung menjadi abnormal seiring dengan pertambahan usia, tanpa bergantung pada apakah mereka kemudian akan mengalami kejang-kejang, dan insiden kelainan EEG pada anggota keluarga lebih tinggi daripada pada populasi control.5 RadiologiCT-scan atau MRI tidak dilakukan pd KDS yang terjadi pertama kali, akan tetapi dapat dipertimbangkan untuk pasien yang mengalami KDK untuk menentukan kelainan struktural berupa kompleks tunggal atau multiple. 5

Diagnosis KerjaKejang demam sederhana merupakan suatu gambaran kejang yang berlangsung kurang dari 15 menit, tidak menunjukkan adanya gambaran fokal yang signifikan, tidak berlangsung dalam suatu rangkaian yang memiliki durasi total lebih dari 30 menit serta serangan hanya terjadi satu kali dalam sehari.2,3 Modifikasi kriteria Livingstone dapat digunakan untuk menegakkan kejang demam sederhana, yaitu:

1. Umur ketika kejang antara 6 bulan 4 tahun.2. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit.3. Kejang bersifat umum.4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.6. Pemeriksaan EEG yang dibaut sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak menunjukkan adanya kelainan.7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.Kendala yang ditemukan dalam penggunaan kriteria Livingstone yaitu sulitnya menganamnesis berapa lama demam sudah berlangsung sebelum pasien mengalami kejang.

Diagnosis BandingKejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu kejang yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Lalu, kejang demam juga harus dibedakan dengan meningitis dimana dari pemeriksaan kaku kuduk dapat menegakkan atau menyingkirkan diagnosa tersebut. Selain itu, definisi dari kejang demam itu sendiri menyingkirkan kejang yang disebabkan oleh penyakit saraf seperti meningitis, ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat. Kejang Demam Kompleks / AtipikalMerupakan kejang pada demam dengan manifestasi klinis yang lebih lama (lebih dari 15 menit) yang disertai dengan tanda fokal. Serangan kejang yang kompleks dapat terjadi lebih dari satu kali dalam satu hari. Adanya kejang demam kompleks harus diwaspadai karena dapat merupakan pertanda infeksi akut yang serius serta dapat menyebabkan komplikasi berupa timbulnya epilepsi. Dua hal yang perlu diperhatikan untuk membedakan kejang demam kompleks dan sederhana ialah lama berlangsungnya kejang serta jumlah serangan kejang yang terjadi.4

Meningitis Merupakan infeksi pada meningen, yaitu selaput pembungkus otak. Infeksi ini dapat disebabkan oleh bakteri seperti Stereptococcus pneumonia, Eschericia coli, dan Haemophilus influenzae maupun virus seperti virus herpes zoster dan herpes simplex. Ada triad klasik dari meningitis, yaitu berupa kaku kuduk, demam tinggi dan perubahan status mental. Selain itu dapat dijumpai adanya fotofobia dan fonofobia. Jika tidak ada gejala klasik ini, maka sulit untuk menegakkan diagnosis meningitis pada seseorang. Pada anak biasanya terlihat irritabel dan kurang sehat. Pada bayi berusia hingga 6 bulan biasanya didapai penonjolan fontanella. Adanya pemeriksaan analisa cairan serebrospinal dapat digunakan untuk menegakkan adanya meningitis. Ensefalitis Merupakan merupakan infeksi pada sistem saraf pusat yang umumnya disebabkan oleh virus, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri. Mikroorganisme ini dapat masuk melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna. Gejala yang dialami biasanya berupa demam tinggi, pusing kepala, kebingungan dan terkadang kejang. Pada pasien anak umumnya dijumpai demam, tidak nafsu makan dan irritabilitas. Adanya ensefalitis juga dapat diikuti dengan adanya meningitis. Analisa cairan otak dapat menunjukkan peningkatan kadar protein dan sel darah putih, sedangkan kadar glukosa darah normal. Pada beberapa pasien tidak dijumpai perubahan berarti pada analisa cairan serebrospinal.4

Etiologi Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.7Konvulsi jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding masa kehidupan lainnya. Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh anoksia dan perdarahan serta cacat kongenital pada otak, merupakan penyebab tersering pada bayi kecil.7Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanak-kanak, penyebab tersering adalah infeksi akut (ekstra dan intrakranial). Penyebab yang lebih jarang pada bayi adalah tetani, epilepsi idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, insufisiensi ginjal, keracunan, asfiksia, perdarahan intrakranial spontan dan trombosis, trauma postnatal,dan lain-lain.7Mendekati pertengahan masa kanak-kanak, infeksi ekstrakranial akut semakin jarang menyebabkan konvulsi, tapi epilepsi idiopatik yang pertama kali tampil sebagai penyebab penting pada tahun ketiga kehidupan, menjadi faktor paling umum. Penyebab lain setelah masa bayi adalah kelainan kongenital otak, sisa kerusakan otak akibat trauma, infeksi, keracunan timbal, tumor otak, glomerulonefritis akut dan kronik, penyakit degeneratif otak tertentu dan menelan obat.7EpidemiologiKejang demam terjadi pada 2-4% anak usia dibawah 6 tahun. Puncaknya biasanya terjadi pada usia 14-18 bulan. Sangat jarang ditemukan adanya kejang demam pada anak berusia diatas 6 tahun. Pada saudara kandung insidensinya berkisar 917%. Angka kejadian pada kembar monozigot lebih besar daripada kembar dizigot. Adanya epilepsi pada saudara kandung juga meningkatkan resiko kejang demam begitu pula sebaliknya. Insidensi komplikasi berupa epilepsi berkisar 9% pada anak yang memiliki faktor resiko berupa riwayat keluarga epilepsi positif dibandingkan dengan faktor resiko negatif yaitu sekitar 1%.2PatofisiologiUntuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.2Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibat konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan kon sentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat di permukaan sel.2Keseimbangan potensial membran ini dirubah oleh adanya: Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tersebut dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difus dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akiba terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluaske seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang pada seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 380C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.2Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabka metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.2Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi " matang " dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.

Gambaran KlinisTerjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 38C atau lebih (rectal). Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan akan mulai berangsur sadar tanpa defisit neurologis.. Biasanya, kesadaran pulih sepenuhnya setelah 10 sampai 15 menit. Dalam masa ini, anak agak sensitif (irritable) dan mungkin tidak mengenali orang di sekitarnya.Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.5

PenatalaksanaanMedikamentosa Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya pada pada pasien. Tujuan pemberian adalah mencegah timbulnya kejang pada keadaan demam. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak.Berdasarkan penelitian dapat digunakan Diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg, apabila suhu pasien menunjukkan suhu 38,5o C. Efek samping yang mungkin timbul adalah ataksia, mengantuk, depresi pusat pernapasan, laringospasme dan hipotonia.4 Untuk mengurangi rekurensi kejang demam dapat digunakan fenobarbital dengan dosis sebagai berikut:1. Neonatus: 30 mg intramuskular1. 1 bulan 1 tahun: 50 mg intramuskular1. > 1 tahun: 75 mg intramuskularNamun penggunaan fenobarbital harus diwaspadai karena efek samping yang mungkin timbul berupa hiperaktivitas, irritabilitas, letargi dan ruam. Selain itu dicurigai bahwa fenobarbital memiliki efek samping pada intelegensia. Sebuah penelitian menunjukan kelompok anak yang pernah diberi fenobarbital memiliki IQ rerata 5,2 poin lebih rendah daripada kelompok kontrol 6 bulan setelah terapi dihentikan. Pemakaian hanya sewaktu demam tidak efektif karena konsentrasi terapeutik obat tidak akan dicapai dalam waktu singkat kecuali bila diberikan dalam dosis yang sangat besar (15-20 mg/kg), namun dosis besar ini juga berarti efek samping yang lebih besar.4Diazepam oral 0,33 mg/Kg setiap 8 jam selama demam efektif dalam mengurangi insiden kejang demam rekuren sama seperti penggunaan kontinu fenobarbital. Fenitoin dan karbamazepin yang diberikan kontinu tidak efektif dalam mencegah kejang demam rekuren. Natrium valproat mungkin menguntungkan, namun efek samping serius secara potensial disebabkan oleh penggunaan agen ini tidak menjamin penggunaannya. Sehingga pilihan terapi pencegahan rekuren terbaik ialah diazepam secara oral.Non medika mentosaSeringkali kejang yang terjadi akan berhenti dengan sendirinya. Penting untuk menjaga jalan napas agar tetap lancar pada pasien yang mengalami serangan kejang demam.51. Jika anak mengalami kejang, posisikan anak miring (semiposisi) dengan leher yang diekstensikan sehingga sekresi dapat keluar secara lancar melalui mulut.1. Jika pernasapan sulit: buka saluran napas dengan ekstensi leher secara hati-hati, angkat rahang ke depan. Jangan letakkan apapun ke dalam mulut. Berikan O2 jika tersedia.1. Tetap perhatikan keadaan vital pasien seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung. Penting untuk mengetahui pada suhu berapa anak mengalami kejang sehingga kita dapat mengetahui ambang kejang anak tersebut.1. Jangan letakkan apapun (sendok, jari) di mulut pasien.1. Suhu tubuh yang tinggi dapat diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik. Antipiretik yang dapat digunakan pada anak adalah Paracetamol. Jangan gunakan asam salisilat sebagai antipiretik karena dapat menyebabkan sindrom Reye.Setelah kejang berhenti, periksa kadar glukosa dan elektrolit darah. Pada kejang demam biasanya didapati peningkatan kadar fosfor, penurunan kadar magnesium dan kalsium serta penurunan kadar glukosa darah.6 Hal yang perlu diperlukan adalah untuk menyingkirkan penyebab kejang akibat infeksi pada sistem saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis dan abses otak. Oleh karena itu dapat dilakukan pungsi lumbal pada L4 L5 untuk mengambil cairan serebrospinal. Cairan ini kemudian dianalisa untuk mengetahui kemungkinan adanya infeksi pada sistem saraf pusat.5,6 Namun, analisa cairan serebrospinal ini tidak dilakukan pada semua kasus kejang demam melainkan hanya dilakukan pada: a) Kejang dengan usia pasien dibawah 1 tahun b) Kejang yang berulang dan c) Adanya gejala-gejala gangguan sistem saraf pusat seperti adanya defisit neurologis pasca kejang.PencegahanPencegahan terbaik yaitu mengatasi demam pada anak. Berilah kompres air hangat dan jangan memakaikan pakaian yang tebal pada anak demam. Antipiretik dapat diberikan meskipun belum ada bukti mencegah timbulnya kejang berulang. Di Indonesia pemberian parasetamol dianjurkan dengan dosis 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Obat antipiretik lain seperti ibuprofen dapat diberikan dengan dosis 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan profilaksis tidak lagi direkomendasikan untuk mencegah kejang demam saat demam. Begitupun dengan antiepilepsi seperti fenitoin dan carbamazepin.6Diazepam oral dengan dosis 0.3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam dapat digunakan untuk mengurangi risiko berulangnya kejang demam. Diazepam rektal dapat juga diberikan setiap 8 jam dengan dosis 0.5 mg/kg pada suhu >38.5o C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel, dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. 6

Pemberian obat rumatanPengobatan rumatan hanya diberikan bila kejang demam kejang demam lebih dari 15 menit, kejang demam fokal, dan adanya riwayat epilepsi. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, Todds paralysis, cerebral palsy, retardasi mental, dan hidrosefalus juga merupakan indikasi rumatan. Dipertimbangkan pengobatan rumatan bila kejang demam pertama pada umur di bawah 12 bulan, kejang berulang dalam 24 jam, dan kejang demam lebih dari 3 kali dalam setahun. 6Asam valproat saat ini merupakan obat lini pertama untuk menurunkan risiko berulangnya kejang. Dosis yang diberikan 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis. Akan tetapi, efek samping hepatotoksis dapat terjadi terutama pada anak di bawah 2 tahun. Obat lain seperti fenobarbital dapat diberikan dengan dosis 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis. Akan tetapi, dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Lama pengobatan rumatan adalah selama 1 tahun bebas kejang, kemudian diturunkan secara bertahap 1-2 bulan. 6

Komplikasi Terulangnya KejangKemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan pertama dari serangan pertama.8 EpilepsiAngka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari kejang demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor :a. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluargab. kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDSc. kejang berlangsung lama atau kejang fokal.Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas.8 HemiparesisBiasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal. Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese sesudah kejang lama.8 Retardasi MentalDitemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ, sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5 kali lebih besar. 8PrognosisDengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:1. Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria 33%.2. Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%.Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Livingston (1954) mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam temyata 97% yang menjadi epilepsi.Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor :3. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.4. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam.5. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2%-3% saja.7KesimpulanHipotesis diterima. Kejang demam sederhana merupakan kejang akibat peningkatan suhu tubuh yang umumnya terjadi bayi dan anak berusia 9 bulan 5 tahun, dalam kurun waktu yang singkat (kurang dari 15 menit) dan hanya terjadi satu kali dalam waktu 24 jam. Kejang ini memiliki faktor genetik dan akan berhenti sendiri meskipun dibutuhkan pengobatan untuk mencegah rekurensi. Keadaan kejang ini dapat dicegah dengan mengusahakan agar suhu tubuh anak tidak terlalu tinggi. Umumnya kasus ini berprognosis baik dengan angka mortalitas yang sangat rendah.

Daftar pustaka15. Richard EB, Robert MK, Ann MA. Ilmu kesehatan anak nelson. Volume 3. Jakarta: EGC; 2004.h.2059-60.15. Abraham MR, Julien IE, Colin DR. Buku ajar pediatric Rudolph. Volume 3. Edisi 20. Jakarta: EGC; 2007.h.2160-1.15. Joyce LK. Pedoman pemeriksaan laboratorium & diagnostik. Jakarta: EGC; 2008.h.116-20.15. Annegers JF, Hauser WA, Shirts SB, et al. Factor prognostic of unprovoked seizures after febrile convulsions. N Eng J Med 316: p.493.15. Staf Pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Volume 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.h.1190-2.15. Ellenberg JH, Nelson KB. Febrile seizures and later intellectual performance. Arch Neurol 35: p. 1978.15. Taslim SS, Sofyan I. Buku ajar neurologi anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2001.h.244-51.15. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2. Blackwell pulblishing, 2006. Hal 72-90

1