makalah jurnal gagal ginjal kronis

19
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronis didefinisikan sebagai keadaan progresif dan biasanya terjadi penurunan irreversibel dari glomerular filtration rate (GFR) dengan tanda utama meningkatnya serum kreatinin, dan kadar blood ureic nitrogen (BUN). Keadaan yang paling sering menyebabkan kondisi ini adalah hipertensi, diabetes melitus, chronic glomerularnephritis, uropathy dan penyakit autoimune. Diabetik nefropathy merupakan kondisi yang paling sering menyebabkan keadaan end-stage renal disease (ESRD). Kondisi ESRD terjadi apabila GFR menurun hingga 5-10% dan terjadi peningkatan level uremia. Gagal ginjal kronis merupakan kelainan sistemik yang sering dijumpai di masyarakat. Keadaan ini menyebabkan komplikasi yang kompleks yang dipengaruhi oleh etiologi, penurunan fungsi ginjal, respon terapi serta variasi tiap individu. Kelainan sistemik tersebut juga menimbulkan manifestasi di rongga mulut, seperti: xerostomia, uremic stomatitis, gangguan periodontal, serta perubahan gambaran radiografi maksilari serta mandibula. Tujuan dari jurnal ini untuk mengetahui kepentingan gagal ginjal kronik terhadap manifestasi rongga mulut serta perawatan gigi pada pasien gagal ginjal kronik.

Transcript of makalah jurnal gagal ginjal kronis

Page 1: makalah jurnal gagal ginjal kronis

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Gagal ginjal kronis didefinisikan sebagai keadaan progresif dan biasanya terjadi

penurunan irreversibel dari glomerular filtration rate (GFR) dengan tanda utama

meningkatnya serum kreatinin, dan kadar blood ureic nitrogen (BUN). Keadaan yang paling

sering menyebabkan kondisi ini adalah hipertensi, diabetes melitus, chronic

glomerularnephritis, uropathy dan penyakit autoimune. Diabetik nefropathy merupakan

kondisi yang paling sering menyebabkan keadaan end-stage renal disease (ESRD). Kondisi

ESRD terjadi apabila GFR menurun hingga 5-10% dan terjadi peningkatan level uremia.

Gagal ginjal kronis merupakan kelainan sistemik yang sering dijumpai di masyarakat.

Keadaan ini menyebabkan komplikasi yang kompleks yang dipengaruhi oleh etiologi,

penurunan fungsi ginjal, respon terapi serta variasi tiap individu. Kelainan sistemik tersebut

juga menimbulkan manifestasi di rongga mulut, seperti: xerostomia, uremic stomatitis,

gangguan periodontal, serta perubahan gambaran radiografi maksilari serta mandibula. Tujuan

dari jurnal ini untuk mengetahui kepentingan gagal ginjal kronik terhadap manifestasi rongga

mulut serta perawatan gigi pada pasien gagal ginjal kronik.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari gagal ginjal kronik?

2. Apakah etiologi dari gagal ginjal kronik?

3. Bagaiaman cara mendiagnosa penyakit gagal ginjal kronik?

4. Bagaimana penatalaksanaaan penyakit gagal ginjal kronik?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari gagal ginjal kronik

2. Untuk mengetahui etiologi gagal ginjal kronik

3. Untuk mengetahui cara mendiagnosa gagal ginjal kronik.

Page 2: makalah jurnal gagal ginjal kronis

2

4. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan penyakit gagal ginjal kronik

1.4 Manfaat

Sebagai tambahan ilmu pengetahuan tentang hubungan gagal ginjal kronis dan

manifestasi kelainannya di rongga mulut.

Sebagai referensi perawatan kesehatan gigi dan mulut pasien dengan gagal ginjal

kronik.

Sebagai dasar perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan gigi dan mulut.

Page 3: makalah jurnal gagal ginjal kronis

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Uraian Kasus

Pasien A, umur 35 tahun, perempuan, tercatat pada klinik terapi gigi. Pasien

mempunyai riwayat penyakit kegagalan fungsi ginjal moderat sejak 1991 dan diabetes melitus

serta krisis hipertensi sejak umur 13 tahun, yang terkontrol dengan diet. Pasien membutuhkan

perawatan akibat uremia jelas, asidosis metabolik, krisis hipertensi, dengan diagnosa gagal

ginjal kronik serta memulai hemodialisa. Diabetik nephropaty merupakan faktor etiologi

untuk gagal ginjal kronis dan pasien memerlukan continous ambulatory peritoneal dialisis

(CAPD) atas keputusan team dokternya.

Pada rekam medis, pasien telah memeriksakan kepada otorhinolaringologist pada

tahun 1994 karena keluhan hypoacusis. Pasien didiagnosa tuli neurosensorial cochlear dan

merupakan indikasi pemakaian alat bantu dengar. Setelah beberapa tahun berjalan, pasien

menderita glaukoma pada mata kiri dan dilakukan operasi. Pasien tetap menggunakan CAPD

dalam jangka lama, tetapi karena terdapat infeksi peritonitis bakteri yang berulang, pasien

kembali menggunakan hemodialisa. Sekarang ini pasien melakukan sesi hemodialisis selama

4 jam, tiga kali seminggu menggunakan polytetrafluoroethylene prosthesis melalui fistula

arteriovenosus pada lengan sebelah kiri.

Pasien juga menderita komplikasi diabetes melitus seperti, amaurosis, dan gangguan

pembuluh darah perifer. Karena beberapa lama pasien menderita gagal ginjal kronik dan

hemodialisa, pada pasien didapatkan tanda ke arah hiperparatiroid sekunder. Resep obat yang

diberikan oleh dokter yang menangani telah di maintanance (furosemid 40 mg qd, captopril

25 mg bid, B complek, asam folat 5 mg qd, calsitriol 0.25 µg qd dan calsium carbonat 2 g saat

makan pagi, siang dan malam).

Kondisi pasien tentang riwayat gigi nya, pasien merasakan nyeri simtomatis pada

regio anterior mandibula. Pasien mengeluhkan nyeri saat mengunyah dan sensitif terhadap

rangsangan suhu. Pada pemeriksaan intraoral didapatkan mobilisasi beberapa gigi, hilangnya

insersi secara umum, kantung periodontal yang dalam, lesi furcation, perdarahan ginggiva dan

terdapat deposit plak gigi yang berat pada mulutnya. Pada pemeriksaan radiografi

memperlihatkan hilangnya tekanan tulang alveolar yang berhubungan dengan penyangga

Page 4: makalah jurnal gagal ginjal kronis

4

tulang, gambaran radioopaq pada gigi menggambarkan adanya calculus interproksimal dan

abses periapikal.

Hampir seluruh gigi mengalami kerusakan berat dan atau periodontal compromise.

Pasien dan keluarga diberitahukan tentang kondisi rongga mulut pasien dan keputusan dari

kondisi ini adalah dengan mencabut seluruh gigi dan mengganti dengan rehabilitasi prostetic.

Sebelum proses exodontia, tem medis telah mendapatkan persetujuan dan mulai menjalani

pemeriksaan laboratorik. Pada prosedur operasi pasien dijadwalkan untuk melakukan blok

anastesi general. Setelah lima bulan pasca ektraksi, pada gambaran radiografi tidak terlihat

malformasi tulang.

II.2 Definisi Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik adalah suatu penurunan progresif dari fungsi ginjal yang

berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus. Hal ini dapat disebabkan

berkurangnya jumlah dan fungsi nefron. Ketika fungsi ginjal menurun, maka ekskresi sisa

metabolisme akan terganggu dan proses fisiologis tubuh tidak adekuat. Penyebab utama gagal

ginjal kronik adalah diabetes melitus dan hipertensi (Proctor, et al., 2005).

II.3 Etiologi Gagal Ginjal kronik

Dari data yang tersedia menunjukkan bahwa urutan etiologi terbanyak pada gagal

ginjal kronik adalah glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%), ginjal

polikistik (10%).

Glomerulonefritis

Glomerulunefritis merupakan istilah yang digunkan untuk berbagai penyakit ginjal yang

etiologinya tidak jelas, tetapi secara umum memberi gambaran histopatologi pada glomerulus.

Berdasar sumbernya, glomerulus dibagi menjadi primer dan sekunder. Glomerulus primer

apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal itu sendiri, sedangkan sekunder apabila kelainan

ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti, diabetes melitus, lupus eritematous

sistemik, mieloma multiple, atau amiloidosis.

Diabetes melitus

Menurut American Diabetes Associationc(2003), diabetes melitus merupakan suatu kelompok

penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau kedua- duanya. Penyakit diabetes melitus dapat mengenai semua

Page 5: makalah jurnal gagal ginjal kronis

5

organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Diabetes melitus dapat timbul secara

perlahan- lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti polidipsi,

polifagia, dan poliuria.

Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90

mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi

dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak

diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi

renal.

Ginjal Polikistik

Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang

semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang

tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan

genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik

merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan.

II.4 Diagnosa Gagal Ginjal Kronik

Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,

berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak

ada tanda kerusakan ginjal diagnosis ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari

60 ml/menit/1.73m2.

Page 6: makalah jurnal gagal ginjal kronis

6

Tabel.2 Stadium Gagal Ginjal Kronik

II.5 Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik

A. Terapi Konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal, meringankan

keluhan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.

- Terapi diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi

toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan

negatif nitrogen.

- Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan

utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan

memelihara status gizi.

- Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis

mencapai 2 L per hari.

- Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari GFR dan

penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).

B. Terapi pengganti ginjal

Page 7: makalah jurnal gagal ginjal kronis

7

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada GFR

kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan

transplantasi ginjal.

- Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia,

dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum

tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (GFR). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu

indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu

perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, edema paru dan kelebihan cairan yang tidak

responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen

(BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi efektif, yaitu GFR antara 5 dan 8

mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat.

- Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di

pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak

dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem

kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan

hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal

ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-

morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat

intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat

ginjal.

- Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan

program transplantasi ginjal, yaitu:

a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,

sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah

b) Kualitas hidup normal kembali

c) Masa hidup (survival rate) lebih lama

d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat

imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.

Page 8: makalah jurnal gagal ginjal kronis

8

BAB III

PEMBAHASAN

Manifestasi rongga mulut yang terdapat pada pasien gagal ginjal kronik dapat

berupa, rongga mulut yang berbau amonia, stomatitis, penurunan saliva yang menyebabkan

xerostomia, parotitis, penyakit periodontal, kandidiasis, mukosa yang pucat, anomali gigi,

maloklusi, hilangnya lamina dura dan lesi pada tulang.

Xerostomia

Manifestasi ini dapat muncul pada penderita yang mengalami proses hemodialisa.

Penyebab yang mungkin karena pemasukan cairan yang terbatas, efek dari terapi obat-

obatan, dan bernafas melalui mulut. Xerostomia dalam waktu lama dapat menyebabkan karies

gigi, inflamasi ginggiva dan kesulitan dalam berbicara (Bots, et al., 2007).

Nafas berbau amonia

Hal tersebut terjadi karena tingginya konsentrasi uremia dalam saliva. Nafas berbau

amonia dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan metabolik dan biokimia yang

abnormal.

Uremia dapat mempengaruhi sistem saraf pusat sehingga menyebabkan hilangnya

memori/ daya ingat, ilusi, kesukaran berbicara, depresi, penurunan konsentrasi, koma,

asterixis, epilepsi, dan juga dapat menyebabkan gangguan asidosis metabolik dan

hiperkalemia. Uremia juga dapat mempengaruhi sistem gastrointestinal sehingga

menyebabkan mual, muntah, ulkus peptic, dan metallic taste pada mulut, serta menyebabkan

perubahan dermatologi seperti pucat, pruritus, dan deposit kalsium dalam jaringan.

Kandidiasis

Kandidiasis merupakan infeksi fungal yang berkarakteristik berupa plak pada

mukosa bukal, lidah, kadang terdapat pada palatum dan dasar mulut. Faktor predisposisi yang

utama adalah penggunaan antibiotik broad spectrum yang dapat mengurangi jumlah flora

normal dalam mulut (Anonymous, 2003)

Mukosa pucat

Page 9: makalah jurnal gagal ginjal kronis

9

Hal ini disebabkan anemia pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia tersebut

disebabkan oleh defisiensi eritopoetin dan asam folik. Hal tersebut juga mempengaruhi

produksi leukosit, yang dipengaruhi akibat terjadi limfositopenia. Ginjal menghasilkan

eritropoetin yang berfungsi menghasilkan sel darah merah, dengan adanya kerusakan ginjal

maka menyebabkan anemia dan mukosa mulut terlihat pucat.

Hilangnya lamina dura

Hilangnya lamina dura merupakan tanda klasik dari hiperparathyroidism. Perubahan

metabolisme tulang sering terjadi yang disebabkan kondisi hiperparatiroid sekunder. Hal

tersebut terjadi akibat tingginya serum fosfor (karena kerusakan ginjal) dan penurunan serum

calsium serta calsitriol (karena penurunan hidroksilasi pada 25-hydroxyvitamin D3 pada

ginjal). Perubahan tersebut terjadi secara terus- menerus dan menyebabkan resorbsi tulang

serta oestitis fibrosa. Jika gangguan renal terjadi dalam masa pertumbuhan, kemungkinan

pasien akan mengalami keterlambatan tumbuh, rickets, keterlambatan erupsi gigi, dan

maturitas seksualnya.

Periodontitis

Kondisi rongga mulut pasien gagal ginjal dengan hemodialisa menjadi buruk.

Deposit kalkulus dapat meningkat. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya periodontitis pada

pasien gagal ginjal dengan hemodialisa (Proctor, et al., 2005)

Enamel hipoplasia

Enamel hipoplasia sering terjadi pada pasien gagal ginjal kronis usia muda.

Penggunaan kortikosteroid akan menyebabkan enamel hipoplasia.

Uremia dapat menekan respon limfosit, disfungsi granulosit dan menekan sel- sel

imun. Perubahan tersebut mengakibatkan pasien dengan uremia mempunyai resiko tinggi

terhadap infeksi. Gangguan hemostasis pada pasien gagal ginjal kronik biasanya diakibatkan

gangguan adesi dan agregrasi platelet, penurunan platelet faktor III dan perubahan

metabolisme protrombin.

Dilaporkan studi oleh Kho, et al, (1999), yang memperlihatkan PH saliva pada

pasien ESRD bersifat alkaline karena konsentrasi amonia yang tinggi akibat hidrolisis urea.

Peningkatan konsentrasi fosfat juga mempengaruhi peningkatan buffer saliva dan

mempengaruhi rendahnya kejadian caries gigi. Tetapi laporan yang diberikan oleh Klassen

Page 10: makalah jurnal gagal ginjal kronis

10

dan Krasko (2002), menyatakan bahwa pasien dengan gagal ginjal mempunyai oral higiene

yang buruk, terdapat banyak calculus, ginggivitis dan banyak sekali caries gigi.

Gavalda et al, melaporkan bahwa pada pasien gagal ginjal kronik didapatkan lesi

pada mukosa, uremic stomatitis dan infeksi candidia pada 37% pasien. Sedangkan Kressen

dan Krasko (2002), melakukan evaluasi terhadap 45 pasien hemodialisis, dan melaporkan

bahwa 100% mengalami penyakit periodontal, 64% ginggivitis, dan 28% terjadi secara

spontan. Perubahan radiografi maksila dan mandibula- hilangnya lamina dura, lesi

radioluscent, dan abnormal extraction bone healing, dikarenakan hilangnya calsium dalam

jaringan tulang yang diakibatkan peningkatan produksi parathormone. Hal tersebut

menyebabkan gangguan metabolisme calsium, phosfat dan vitamin D. Hiperparatiroid primer

atau sekunder sama- sama menyebabkan hilangnya lamina dura.

Terapi pada pasien gagal ginjal kronik dengan melalui hemodialisa, peritoneal

dialisis, dan transplantasi ginjal. Perawatan dialisis itu sendiri menimbulkan manifestasi di

rongga mulut, seperti xerostomia, sehingga kebersihan mulut menjadi buruk dan terjadi

periodontitis.

Terapi pada pasien gagal ginjal kronik tergantung pada fase serta status klinik pasien.

Pasien dengan penurunan fungsi ginjal, tetapi tanpa tanda klinis dan keluhan, dapat diberikan

terapi, obat tanpa mempengaruhi metabolisme ginjal, karena obat akan dimetabolisme di

ginjal yang menyebabkan toksik dan memperburuk kondisi pasien jika diberikan pada dosis

biasa. Apabila obat tersebut tidak bisa diganti, berikan dosis yang disesuaikan dengan kondisi

pasien.

Evaluasi kesehatan gigi juga perlu diperhatikan, seperti adanya infeksi pada rongga

mulut. Diperlukan antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi lokal atau sistemik. Pasien

yang menjalani dialisi dengan jumlah transfusi darah yang tinggi mempunyai resiko terhadp

tertularnya penyakit hepatitis B dan C. Bakterial endocarditis juga pernah dilaporkan pada

pasien dengan hemodialisa. Sehingga dibutuhkan antibiotik profilaksis pada pasien yang

menggunakan terapi hemodialisa.

Kondisi hematologi pada pasien dengan uremia dan gagal ginjal sering mengalami

perdarahan dan anemia, yang dipengaruhi karena pemberian antikoagulan pada saat

hemodialisa dan akses vaskular. Pada pasien dengan perdarahan berat atau clotting time,

antifibrinolitic agent, fresh-frozen plasma, vitamin K, dan penggantian platelet atau

Page 11: makalah jurnal gagal ginjal kronis

11

elektrocauter untuk mengkontrol pendarahan. Pasien yang menerima golongan antikoagulan

coumarin (warvarin) atau sodium heparin harus berhati- hati. Efek antikoagulan heparin pada

dialisis tidak menyebabkan perdarahan sisa karena masa paruhnya hanya 3-4 jam post-infuse.

Keputusan digunakannya antifibrinolitik non INR (International Normalized ratio) harus tetap

diperhatikan walaupun perdarahan telah terkoreksi, dimana INR memberikan resiko

tromboembolism. Terapi gigi akan menjadi aman apabila tidak terjadi perdarahan yang lama.

Gagal ginjal merupakan penyakit yang progresif sehingga memerlukan dialisis dan

transplantasi ginjal. Terapi gigi pada pasien ini akan lebih baik apabila sebelum transplantasi.

Infeksi merupakan komplikasi terberat pada pasien transplantasi ginjal, yang mana

menyebabkan abses periodontal. Maka, penting pada pasien ginjal yang membutuhkan

transplantasi memeriksakan giginya sebelum operasi untuk menyelamatkan gigi sehingga

terhindar dari infeksi transplantasi. Gigi dengan lesi furcasi, abses periodontal atau

memerlukan tindakan invasiv lebih diindikasikan untuk dicabut (ekstraksi).

Page 12: makalah jurnal gagal ginjal kronis

12

BAB IV

PENUTUP

IV. 1 Kesimpulan

Gagal ginjal kronik merupakan peyakit sistemik yang menyebabkan adanya

manifestasi pada rongga mulut. Manifestasi tersebut diantaranya adalah xerostomia,

stomatitis, ginggivitis, parotitis, penyakit periodontal, dan lain sebagainya.

Etiologi dari terjadinya gangguan ini yang terbanyak adalah karena diabetes melitus

dan hipertensi. Kedua penyakit tersebut yang memberikan manifestasi secara sistemik.

Diabetes melitus terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin ataupun kedua- duanya.

Sedangkan hipertensi terjadi karena peningkatan tekanan darah yang etiologinya belum

diketahui, bisa karena tahanan perifer yang meningkat atau essensial.

Penyakit gagal ginjal kronik terjadi apabila penyakit ginjal yang berjalan lebih dari 3

bulan, dengan tanda- tanda proteinuria serta penurunan laju filtrasi glomerulus <60

ml/menit/1.73m2 selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Stadium dari gagal

ginjal kronik dapat dibagi menjadi 5 stadium yang ditentukan dari laju filtrasi glomerulus

ginjal.

Penatalaksanaan dari pasien dengan gagal ginjal meliputi terapi konservatif yaitu

pengaturan diet, nutrisi, metabolisme cairan serta elektrolit. Selain itu terdapat terapi

pengganti ginjal, karena fungsi ginjal pasien dengan gagal ginjal kronik tidak mampu lagi

bekerja secara fisiologis, sehingga diperlukan terapi seperti hemodialisa, peritoneal dialisis

dan transplantasi ginjal. Manifestasi klinik secara sistematik dari pasien gagal ginjal kronik

bisa tampak pada rongga mulut, sehingga perawatan terhadap gigi serta organ dalam rongga

mulut harus dilakukan. Selain itu efek samping dari pemakaian terapi hemodialisa dan

dialisis peritoneal juga perlu di cegah sehingga resiko pasien untuk jatuh dalam kondisi yang

lebih parah serta menyakitkan dapat diatasi.

IV.2 Saran

Berdasarkan jurnal case report yang dipelajari, maka disarankan untuk:

Page 13: makalah jurnal gagal ginjal kronis

13

1. Pemberian obat harus diperhatikan, karena beberapa macam obat mempunyai efek samping

yang buruk terhadap gigi. Pemberian obat tidak hanya difokuskan pada penyakit primernya

tetapi harus diperhatikan juga efek sampingnya terhadap jaringan/ organ lain.

2. Pemberian edukasi yang baik bahwa penyakit sistemik seperti gagal ginjal kronik dapat

mengakibatkan manifestasi pada rongga mulut yang dapat menurunkan kualitas

hidupmpenderita.

3. Memberikan rujukan kepada dokter yang bersangkutan apabila terjadi pemburukan keadaan

pasien.