MAKALAH ISLAM -...
Transcript of MAKALAH ISLAM -...
Tahun 2014
MAKALAH ISLAM Sam Poo Kong: Akulturasi Budaya Islam-
Tiongkok
MAKALAH ISLAM
Sam Poo Kong: Akulturasi
Budaya Islam-Tiongkok
Disusun oleh :
Dr. H. Ahmad Izzuddin, M. Ag.
(Kasubdit Pembinaan Syariah dan Hisab Rukyat)
Sam Poo Kong adalah klenteng yang menjadi
salah satu objek wisata menarik di Semarang. Ia
merupakan klenteng jelmaan dari sebuah masjid kuno
yang pernah didirikan oleh penjelajah laksamana
Tiongkok beragama Islam. Sam Poo kong merupakan
sebuah petilasan bekas tempat persinggahan dan
pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok Zheng
He atau lebih dikenal dengan nama Cheng Ho. Tanda
yang menunjukan bahwa Sam Poo Kong sebagai bekas
petilasan yang berciri keislamanan dengan ditemukannya
tulisan berbunyi "Marilah kita mengheningkan cipta
dengan mendengarkan bacaan Al Qur'an".
Klenteng ini disebut juga dengan klenteng
Gedung Batu karena merupakan sebuah Gua Batu besar
yang berada pada sebuah Bukit Batu. Menurut Sejarah,
Laksamana Cheng Ho yang sedang mengadakan
pelayaran melewati pantai laut Jawa untuk tujuan politik
dan dagang. Karena ada awak kapal yang merupakan
orang kedua dalam armada Cheng Ho yakni Wang
Jinghong mengalami sakit keras, Cheng Ho memutuskan
untuk merapat ke pantai utara semarang tepatnya di desa
Simongan (1401 M). Kemudian ia mendirikan sebuah
masjid di tepi pantai yang sekarang telah berubah fungsi
menjadi klenteng Sam Poo Kong. Bangunan itu sekarang
telah berada di tengah kota Semarang di akibatkan pantai
utara jawa selalu mangalami pendangkalan diakibatkan
adanya sedimentasi (proses pengendapan yang
mengakibatkan pendangkalan) sehingga lambat-laun
daratan akan semakin bertambah luas kearah utara. Dan
Klenteng Sam Poo Kong (Gedung Batu) serta patung
yang disebut Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam
Po Kong menjadi salah satu bukti peninggalannya.
Cheng Ho berlabuh di Simongan. karena merasa
nyaman, ia bermaksud menempati desa tersebut untuk
beberapa waktu. Namun, setelah beberapa waktu Zheng
He meninggalkan tempat tersebut karena ia harus
melanjutkan pelayarannya. Walaupun demikian, banyak
awak kapalnya yang tinggal di desa Simongan dan kawin
dengan penduduk setempat. Mereka bersawah dan
berladang ditempat itu. Zheng He memberikan pelajaran
bercocok-tanam serta menyebarkan ajaran-ajaran Islam.
Tak heran sampai sekarang daerah Simongan banyak
dihuni oleh penduduk keturunan Tiongkok.
Dalam sejarah Indonesia, nama Laksamana ini
dikenal pula dengan nama lain, yaitu : Laksamana Sam Po
Kong, Zheng He, Sam Po Toa Lang, Sam Po Thay Jien,
Sam Po Thay Kam, dan lain-lain.
Silsilah Cheng Ho
Cheng Ho (Zheng He, Ma He, Ma Sanbao atau
Haji Mahmud Shams 1371–1435) bin Mi-Li-Jin (Ma Ha
Zhi ) bin Mi-Di-Na (Haji) bin Bai-Yan bin Na-Su-La-
Ding bin Sau-Dian-Chi (Sayid Syamsuddin atau Sayid
Ajall) bin Ma-Ha-Mu-Ke-Ma-Nai-Ding bin Ka-Ma-
Ding-Yu-Su-Pu bin Su-Sha-Lu-Gu-Chong-Yue bin Sai-
Yan-Su-Lai-Chong-Na bin Sou-Fei-Er (Sayid Syafi'i) bin
An-Du-Er-Yi bin Zhe-Ma-Nai-Ding bin Cha-Fa-Er bin
Wu-Ma-Er binWu-Ma-Nai-Ding bin Gu-Bu-Ding bin Ha-
San bin Yi-Si-Ma-Xin bin Mu-Ba-Er-Sha bin Lu-Er-Ding
bin Ya-Xin bin Mu-Lu-Ye-Mi bin She-Li-Ma bin Li-Sha
Shi bin E-Ha-Mo-De bin Ye-Ha-Ya bin E-Le-Ho-Sai-Ni
bin Xie-Xin bin Yi-Si-Ma-Ai-Le bin Yi-Bu-Lai-Xi-Mo
(Ali Zainal Abidin) bin Hou Sai-Ni (Sayidina Hussain)
bin Sayyidatina Fatimah binti Rasulullah SAW.
Laksamana Chengho ini berasal dari bangsa Hui,
salah satu bangsa minoritas Tionghoa. Laksamana Cheng
Ho adalah sosok bahariawan muslim Tionghoa yang
tangguh dan berjasa besar terhadap pembauran,
penyebaran, serta perkembangan Islam di Nusantara.
Cheng Ho (1371 – 1435) adalah pria muslim keturunan
Tionghoa, berasal dari propinsi Yunnan di Asia Barat
Daya. Ia lahir dari keluarga muslim taat dan telah
menjalankan ibadah haji yang dikenal dengan haji Ma.
Pada usia sekitar 10 tahun Cheng Ho ditangkap
oleh tentara Dinasti Ming di Yunnan sebagai kasim San
Bao. Nama itu dalam dialek Fujian biasa diucapkan San
Po, Sam Poo, atau Sam Po. Sumber lain menyebutkan, Ma
He (nama kecil Cheng Ho) yang lahir tahun Hong Wu ke-
4 (1371 M) merupakan anak ke-2 pasangan Ma Hazhi dan
Wen. Pangeran dari Yen, Chung Ti, tertarik melihat
Cheng Ho kecil yang pintar, tampan, dan taat beribadah.
Kemudian ia dijadikan anak asuh. Cheng Ho tumbuh
menjadi pemuda pemberani dan brilian. Di kemudian hari
ia memegang posisi penting sebagai Admiral Utama
dalam angkatan perang.
Pada saat kaisar Cheung Tsu berkuasa, Cheng Ho
diangkat menjadi admiral utama armada laut untuk
memimpin ekspedisi pertama ke laut selatan. Sebagai
admiral, Cheng Ho telah tujuh kali melakukan ekspedisi
ke Asia Barat Daya dan Asia Tenggara.
Sebagai bahariawan besar sepanjang sejarah
pelayaran dunia, kurang lebih selama 28 tahun telah
tercipta 24 peta navigasi yang berisi peta mengenai
geografi lautan. Selain itu, Cheng Ho sebagai muslim
Tiong Hoa, berperan penting dalam menyebarkan agama
Islam di Nusantara dan kawasan Asia Tenggara.
Salah satunya tempat yang pernah disinggahinya,
Cheng Ho mengunjungi kepulauan di Indonesia selama
tujuh kali. Ketika ke Samudera Pasai, ia memberi lonceng
raksasa "Cakra Donya" kepada Sultan Aceh, yang kini
tersimpan di museum Banda Aceh. Tahun 1415, Cheng
Ho berlabuh di Muara Jati (Cirebon), dan menghadiahi
beberapa cindera mata khas Tiongkok kepada Sultan
Cirebon. Salah satu peninggalannya, sebuah piring yang
bertuliskan ayat Kursi masih tersimpan di Keraton
Kasepuhan Cirebon. Cheng Ho juga sempat berkunjung
ke Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan raja
Wikramawardhana. Dan di kota Semarang terdapat
masjid sebagai peninggalannya yang kini berubah
menjadi klenteng Sam Poo Kong.
Revolusi Masjid
Masjid tersebut adalah peninggalan dari
Laksamana Zheng He/Cheng Ho yang pernah berlabuh di
Simongan Semarang karena tujuan tertentu. Alasan
Cheng Ho mendirikan masjid, sebab ia merupakan
seorang muslim yang taat. Sebagai bukti, ia melaksanakan
ibadah haji saat ekspedisi terakhir (1431-1433). Saat itu
rombongannya memang singgah di Jeddah. Namun,
tatkala Cheng Ho Wafat (1435 M) di Calicut - India dalam
pelayaran terakhirnya. Peninggalan tersebut sekarang
berubah menjadi tempat pemujaan kepada
seoranglaksamana Dinasti Ming (1368-1643) dalam masa
pemerintahan Kaisar Yung Lo. Atas dasar mengenang
jasa-jasanya supaya tidak terlupakan, sehingga
didirikansebuah Klenteng di sekitar gua batu tempat
dimana Cheng Ho sering menghabiskan waktu untuk
bersemedi, yang akhirnya disebut dengan Klenteng Sam
Poo Kong atau Sam Poo Thay Djin. Orang Indonesia
keturunan cina menganggap bangunan itu adalah sebuah
kelenteng - mengingat bentuknya berarsitektur cina
sehingga mirip sebuah kelenteng. Sekarang tempat
tersebut dijadikan tempat peringatan dan tempat
pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk
berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu
diletakan sebuah altar, serta patung-patung Sam Po Tay
Djien. Padahal laksamana cheng ho adalah seorang
muslim, tetapi oleh mereka di anggap dewa. Hal ini dapat
dimaklumi mengingat agama Kong Hu Cu atau Tau
menganggap orang yang sudah meninggal dapat
memberikan pertolongan kepada mereka.
Bagian Bangunan Sam Poo Kong
Klenteng Sam Poo Kong Semarang terdiri atas
sejumlah anjungan. Bangunan pemujaan utama ialah
Klenteng Besar dan gua Sam Po Kong, Klenteng Tho Tee
Kong : tempat - tempat pemujaan Kyai Juru Mudi, Kayai
Jangkar, Kyai Cundrik Bumi dan mbah Kyai
Tumpeng.Klenteng Besar dan gua merupakan bangunan
yang paling penting di antara semuanya ,dan merupakan
pusat seluruh kegiatan pemujaan di komplek tersebut Gua
yang memiliki mata air yang tak pernah kering ini
dipercaya sebagai petilasan dan dibangun sebagai
duplikat tempat yang pernah ditinggali.
Bangunan klenteng merupakan bangunan tunggal
beratap susun. Berbeda dengan type klenteng yang ada di
Pecinan, klenteng ini tidak memiliki serambi atau balai
gerbang yang terpisah. Pada bagian tengah terdapat ruang
pemujaan Sam Po.Gua batu sebagaimana tersebut di atas
terdapat di dekatnya. Facade gua berlukisan sepasang
naga dengan bola api yang terletak di tas ambang pintu
masuk yang sempit.Klenteng Tho Tee Kong atau
Toapekong Tanah atau Ho Tek Tjin Sin yang terletak di
belakang pintu gerbang, merupakan yang paling populer.
Di kalangan masyarakat yang agraris, Dewa Bumi
ini sangat dihormati dan selalu dimintai berkahnya.
Klenteng Cap Kauw King, tempat pemujaan Tho Tee
Kong pula, berkaitan dengan klenteng ini. Tidak pula
dijumpai serambi seperti pada klenteng di Pecinan.
Tempat pemujaan Kyai Jurumudi dipercaya sebagai
makam Wang Jing Hong, wakil Zheng Hoo dalam
pelayarannya.
Bangunan makam merupakan bangunan
sederhana beratap pelana. Pintu masuknya terletak di
tengah dan di kedua sisinya terdapat jendela bundar. Di
bawah kedua jendela bundar terdapat lukisan berwarna
yang mengisahkan perjalanan pelayaran Sam Po.
Anjungan Kyai Jangkar memiliki tiga altar, yaitu altar
Hoo Ping, yaitu para pelaut dan pembantu Zheng Ho yang
gugur pada saat menunaikan tugasnya; altar Nabi Kong
Hu Cu di tengah; dan altar pemujaan mbah Kyai Jangkar
di sebelah kanan.
Anjungan Kyai Cundrik Bumi merupakan
petilasan tempat anak buah Zheng Ho menyimpan segala
macam senjata. Sedangkan anjungan Kayi Tumpeng yang
terletak di ujung selatan komplek dipercaya sebagai
tempat anak buah Zheng Ho bersantap pada masa lalu.
Bangunan ini sekarang dipakai untuk bersemedi atau
menyepi.
Daya tarik Sam Poo Kong
Indonesia terkenal dengan kemajemukan
budaya. Keberagaman suku, agama, dan ras yang
terkandung dalam nilai ke-Bhineka-an. Selain itu,
Nusantara memiliki kekayaan alam yang luar biasa.
Kekayaan itu menjadikan Indonesia selalu menarik untuk
dikunjungi wisatawan.
Dan salah satu tempat wisata yang menarik untuk
dikunjungi adalah Klenteng Sam Poo Kong di desa
Simongan sebelah barat daya kota Semarang di bawah
naungan Yayasan Klenteng Sam Poo Kong Gedung
Batu.Saat Ini, Selain berfungsi sebagai tempat ibadah,
kawasan Klenteng Sam Poo Kong semarang juga menjadi
salah satu tujuan wisata lokal di Semarang yang menarik
banyak minat wisatawan baik Domestik maupun
mancanegara. Pengunjung juga dapat berfoto dengan
pakaian ala prajurit Cina di tempat itu sesuai dengan tarif
yang telah ditentukan.
Pengunjung/Peziarah yang datang dapat
melempar 2 kepingan atau sekumpulan batang bambu ke
mulut goa. Jika salah satu kepingan terbuka dan satu
kepingan lainnya tertutup, mereka percaya akan
memperoleh keberuntungan. Jika batang bambu yang
dilemparkan, terjatuh di depan altar, batang bambu
tersebut tinggal diserahkan kepada petugas. Petugas akan
mengambil selembar kertas bernomor 1 sampai 28,
disesuaikan dengan batang bambu yang jatuh. Kertas
tersebut berisi syair-syair dengan makna merupakan
bagian dari peruntungan nasib pelempar di masa depan,
yang akan diterjemahkan oleh sang juru kunci tersebut.
Adapun di sepanjang dinding yang menempel
pada goa besar itu terdapat relief yang berkisah tentang
rombongan Zheng He (Laksamana Sam Poo Kong),
dalam tiga terjemahan bahasa yaitu Inggris, Indonesia dan
China. Sam Poo Kong sangat dipuja karena ajaran-
ajarannya, diantaranya adalah cara bercocok tanam, tata
cara pergaulan hidup, dan cara bersyukur kepada Sang
Pencipta alam semesta.
Selain itu, dari terjemahan relief tampak sang
Laksamana membina hubungan yang baik dengan
Malaysia, terlihat pada dinding kesembilan, Zheng He
mengawal Putri Han Li Bao utnuk dipersunting Raja
Malaysia, Sultan Mansyur Syah, yang sangat terkenal.
Tak mengherankan bila pada Klenteng Sam Poo Kong ada
unsur perpaduan antara Budha dan Islam pada beberapa
bentuk bangunannya.
Adanya cagar budaya Klenteng Sam Poo Kong di
kota Semarang menunjukkan kehidupan berinteraksi
antar sesama, dengan mengesampingkan perbedaan -
perbedaan. Sebagai tempat wisata yang terpelihara
dengan baik , klenteng ini juga memberikan tambahan
devisa negara di sektor pariwisata. Sehingga dihimbau
masyarakat memelihara Sam Poo Kong. Keberadaan
Klenteng Sam Poo Kong Semarang ini memberikan
inspirasi bagi berkembangnya berbagai legenda mengenai
Kota Semarang. Tiap tahun bertepatan tanggal 29 Lak
Gwee penanggalan Tionghoa, diadakan upacara ritual
memperingati hari ulang tahun Sam Poo Tay Djien.
Semoga manfaat.
Sumber : Web-Bimas-Islam-Informasi-Opini