makalah gaki
-
Upload
riezqha-althafunnisa-sativa -
Category
Documents
-
view
234 -
download
0
Transcript of makalah gaki
BAB I
PENDAHAULUAN
1.1 Latar Belakang
Epidemiologi gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) kini sudah berada dalam fase
transisi karena terjadinya kemajuan yang cukup besar selama tahun 1990-an di dalam
peperangan melawan GAKI,terutama dalam bentuk program iodinisasi garam secara
nasional. Pada tahun 1999, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) mengestimasikan bahwa
dari 191 negara anggotanya, 130 negara menghadapi permasalahan GAKI yang signifikan
dengan jumlah total penduduk yang terkena penyakit gondok sebanyak 740 juta jiwa atau
13% dari total populasi penduduk dunia.
Pada tahun 1999, dari 130 negara dengan permasalahan GAKI terdapat 98 negara
(75%)yang sudah memilki peraturan tentang iodinisasi garam setempat dan 12 negara
berikutnya yang kini tengah menyusun draft peraturan tersebut. Sesudah dikeluarkannya
peraturan tentang garam dan dengan adanya tanggapan industri garam terhadap paeraturan
tersebut, terjadilah peningkatan yang luar biasa dalam pemakaian garam beriodium.keadaan
ini menyebabkan penurunan angka prevalensi penyakit gondok.
Data terakhir yang ada tentang besaran permasalahan GAKI ditunjukkan oleh angka
penyakit gondok pada berbagai kawasan: 20% di Afrika,5% di Amerika,12% di asia
tenggara,32%pada daerah Mediteranian bagian timur,15% di Eropa,dan 8% di daerah Pasifik
bagian barat.pada tahun 1999, jumlah orang yang berisiko untuk mengalami defisiensi
iodium telah berkurang hingga angka lebih-kurang 500 juta.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi defisiensi iodium.
2. Untuk mengetahui gambaran klinis defisiensi iodium.
3. Mengetahui metabolisme iodium.
4. Mengetahui referensi asupan untuk iodium.
5. Mengetahui aspek defisiensi iodium pada kesehatan masyarakat.
6. Mengetahui manajemen defisiensi iodium.
7. Mengetahui pengkajian dan pemberantasan gangguan akibat kekurangan iodium.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Defisiensi Iodium
Diagnosis defisiensi iodium harus lebih dilihat sebagai diagnosis kelompok, komunitas, atau
populasi ketimbang sebagai hasil penelitian di tingkat perorangan. Meskipun pengukuran
yang relevan dilakukan pada sejumlah orang, namun data yang digunakan untuk
menginterpretasikan status GAKI adalah data yang dirangkum dari kelompok.
Pada forum konsultasi yang diselenggarakan oleh WHO, UNICEF (the United
Nations Children’s fund) dan ICCIDD (the International for Council for Control of Iodine
Deficiency Dissorder) pada bulan Mei 1999 di Jenewa, indikator outcome berikut ini
direkomendasikan bagi penilaian GAKI dan cara pemberantasannya.
Definisi status iodium pada suatu populasi yang berdasarkan kadar tengah iodium dalam urine
Status Iodium Kadar median (median concentration) iodium dalam urine
Defisiensi Iodium yang beratDefisiensi Iodium yang sedangDefisiensi Iodium yang ringanAsupan iodium yang idealLebih dari asupan iodium yangAdekuat: dapat meningkatkanRisiko hipertiroidisme karenaIodium (IIH; iodine-inducedHyperthyroidism)Asupan iodium yang berlebihan
< 2020 - 4950 - 99100 - 200201 – 299
>300
2.1.1 Ekskresi Iodium Dalam Urine
Ekskresi iodium dalam urine merupakan indikator yang baik untuk menunjukkan asupan
iodium yang paling akhir dari makanan. Sampel urine sehari-hari atau spot urine sample
(sampel urine yang diambil saat penelitian) harus diambil dengan menggunakan wadah bebas
iodium yang kemudian disegel rapat dan disimpan sebelum dilakukan pemeriksaan analisis.
Kita harus berhati-hati agar tidak terjadi kontaminasi selama pengumpulan seluruh sampel
dan pelaksanaan pemeriksaan analisis.
Kebanyakan laboratorium menggunakan reaksi Sandell-Kolthoff dalam pemeriksaan
analisis iodium urine, dan bagi laboratorium yang melaksanakan pemeriksaan dianjurkan
untuk turut mengikuti program penjaminana mutu agar akurasi hasil pemeriksaannya dapat
terjamin. Kadar iodium dalam urine tidak selalu berkaitan dengan ekskresi kreatinin. Nilai cut
off untuk mendefinisikan status iodium pada suatu populasi menurut kadar median (median
consentration) iodium urine ditunjuk dalam tabel berikut.
Karena nilai ioduim urine dari berbagai populasi biasanya tidak terdistribusi secara
normal, diperlukan distribusi frekuensi untuk mendapatkan hasil intrepretasi data yang benar,
dan nilai yang digunakan bukan nilai mean melainkan nilai tengah (median value)
Untuk memeberantas defisiensi iodium, kadar median iodium dalam darah harus 100
g/l atau lebih dan tidak lebih dari 20% sampel yang kadar iodium urinenya di bawah 50 g/l.
2.1.2 Ukuran Kelenjar Tiroid
Ukuran kelenjar tiroid akan mengalami perubahan secara terbalik sebagai respons
terhadap perubahan pada asupan iodium, dengan interval antarperiode yang bervariasi dalam
beberapa bulan hingga beberapa tahun, bergantung pada faktor-faktor seperti keparahan serta
durasi defisiensi iodium, efektifitas intervensi iodium , dan mungkin pula faktor-faktor
goitrogenik.
Selama berpuluh tahun, ukuran kelenjar tiroid hanya ditentukan melalui inspeksi dan
palpasi (rabaan). Metode ini tampak menarik karena pemeriksa dapat melakukan
pemeriksaan pada sejumlah besar orang dalam waktu yang singkat tanpa menggunakan
peralatan yang mahal. Namun demikian, dengan metode ini terdapat kekhawatiran akan
keakuratan diagnosis yang ditegakkan. Pemeriksaan ultrasonografi merupakan metode yang
lebih akurat dan objektif untuk menentukan ukuran kelenjar tiroid, kendati diperlukan
peralatan mahal, pelatihan ang baik, dan pemeriksaan tersebut juga memerlukan waktu yang
lebih lama.
Kelompok sasaran yang dipilih harus tepat untuk penentuan ukuran kelenjar tiroid
pada neonatus dan anak prasekolah berukuran kecil, pemeriksaan penyakit gondok pada
kelompok ini tidak mungkin atau tidak praktis untuk dilaksanakan sekalipun dengan alat
ultrasonografi.
2.1.2.1 Menentukan ukuran tiroid melalui palpasi (cobaan)
Menentukan ukuran tiroid melalui palpasi memerlukan pelatihan yang seksama dan
kolaborasi inisial dengan pemeriksa yang berpengalaman pada pemeriksaan pertama.
Sesudah dilakukan inspeksi secara visual,kelenjar tiroid dipalpasi dengan memakai jari
tangan untuk menelusuri secara hati-hati daerah di sepanjang tepi trakea (pipa suara) di antara
kartilago krikoideus (kartilago terbawah laring) dan puncak sternum (tulang dada). Kedua sisi
trakea juga harus dipalpasi.ukuran dan konsistensi kelenjar tersebut dicatat dengan cermat.
Jika perlu,pemeriksaan palpasi dapat sedikit di permudah dengan menyuruh orang yang
diperiksa itu untuk menelan sehingga menjadi gerakan tiroid ke atas. Kelenjar tiroid dengan
kedua lobus lateral yang masing-masing berukuran lebih besar dari falang proksimal ibu jari
tangan orang yang diperiksa dapat dianggap sebagai suatu tanda yang menunjukkan penyakit
gondok.
Ukuran kelenjar tiroid dapat dipilihkan menjadi salah satu dari beberapa kelenjar
berikut ini.
a) Derajat 0 : kelenjar tiroid tidak teraba atau tidak terlihat
b) Derajat 1 : ada massa pada bagian leher yang konsistan dengan kelenjar tiroid yang
membesar,massa tersebut dapat dipalpasi kendati tidak dapat dilihat ketika leher berada
dalam posisi normal serta bergerak ketika orang yang diperiksa melakukan gerakan
menelan;perubahan noduler dapat terjadi sekalipu kelenjar tiroid tidakl terlihat membesar
c) Derajat 2 : pembesaran pada bagian leher yang terlihat ketika leher berada dalam posisi
normal dan konsisten dengan kelenjar tiroid yang membesar ketika leher dipalpasi.
Sistem klasifikasi yang berdasarkan pada derajat (grade) ini menggantikan system
klasifikasi yang berdasarkan stadium.pada system tersebut,derajat 1 dibagi lagi menjadi
stadium 1a (yang hanya dapat terdektesi dengan palpasi)dan stadium 1b (yang terlihat ketika
leher didongakkan secara penuh ; massa yang terlihat dapat meliputi kelenjar-kelenjar
noduler sekalipun bukan penyakit gondok); sementara itu, derajat 2 dibagi menjadi stadium
11 (yang terlihat ketika leher berada dalam posisis normal) dan stadium III (gondok yang
sangat besar dan sudah dapat dilihat pada gerak yang cukup jauh). Angka total penyakit
gondok dihitung berdasarkan penjumlahan derajat I dan 2. Jika angka ini melampaui 5%
pada anak sekolah berusia 6-12 tahun, dikatakan bahwa populasi penduduk tersebut memiliki
permasalahan kesehatan masyarakat, kecuali jika hal ini terjadi dalam singkat sesudah
pelaksanaan program iodinisasi. Biasanya keadaan defisiensi iodium dapat dikoreksi dengan
tepat melalui program ionisasi yang efektif, kendati angka gondok sendiri memerlukan waktu
yang lama sebelum kembali kepada tingkat yang diterima.
2.1.2.2 Menentukan ukuran tiroid melalui ultrasonografi
Ultrasonografi merupakan teknik pemeriksaan yang aman tidak invansif, dan bersifat
khusus. Pemeriksaan ini adalah cara yang lebih akurat untuk mengukur volume kelenjar
tiroid jika dibandingkan metode palpasi. Peningkatan akurasi pada pemeriksaan
ultrasonografi terutama berguna untuk membedakan penyakit gondok derajat 0 dengan
derajat 1 pada situasi ketika prevalensi gondok yang terlihat cukup kecil dan pada
pemantauan program pengendalian iodium sata volume kelenjar tiroid diharapkan akan
mengecil setelah beberapa waktu.
Peralatan ultrasonografi portabel sudah tersedia dipasaran dan harus digunakan
dengan tranducer 7,5 Mhz oleh operator yang terlatih dengan ketrampilan yang sudah
terstandarisasi.tidak ada nilai normatif universal untuk menentukan volume tiroid pada anak
yang mengalami replete iodium kecuali volume kelenjar tiroid pada anak sekolah diEropa
yang berusia 6-15 tahun dapat menggambarkan usia, gender, dan luas permukaan tubuh. Nilai
normatif bagi populasi yang sedang diteliti harus ditetapkan dahulu.
2.1.3 Tyroid- stimulating hormone dan thyroglobulin
TSH (Tyroid- stimulating hormone) dan thyroglobulin dapat digunakan sebagai
indicator untuk menilai GAKY, atau sebagai indicator surveilens, dalam kondisi tertentu.
Bercak bercak darah pada kertas saring atau sampel serum dapat dipakai untuk mengukur
TSH dengan menggunakan pemeriksaan analisis yang sangat peka. Kadar PSH akan
meningkat pada keadaan defisiensi iodium sebagai bagian dari system umpan balik (feedback
system) yang melibatkan hormon-hormon yang terkait dengan kelenjar tiroid. Namun
demikian, peningkatan tersebut tidak begitu besar kecuali jika terjadi defisiensi yang sedang
atau berat. Oleh karena itu, kadar TSH pada anak usia sekolah dan orang dewasa buka
indicator yang baik untuk defisiensi iodium, dan pemakaian dalam survei berbasis sekolah
tidak direkomendasikan. Pemeriksaan TSH darah bercak darah pada neonatus merupakan
indicator yang berharga untuk menentukan keadaaan defisiensi iodium karena kelenjar tiroid
neonatus memiliki simpanan iodium yang terbatas sehingga defisiensi yang ringan sekalipun
sudah dapat meningkatkan sekresi TSH. Sampel darah dapat diambil dari tali pusat pada saat
bayi dilahirkan atau dengan menusuk tumit sesudah bayi itu lahir (biasanya setelah 72 jam).
Biasanya pemeriksaan skrining TSH pada neonatus memilki tujuan primer untuk mendeteksi
hipotiroidisme kongenital, kendati pemeriksaan ini dapat juga digunakan sebagai indikator
nutrisi iodium dalam masyarakat. Karena alasan inilah pemeriksaaan skrining tersebut harus
bersifat universal dan tidak boleh melupakan anak-anak yang lahir didaerah terpencil atau
didaerah dengan keadaan sosioekonomi yang rendah.
Ketika terjadi pembesaran kelenjar tiroid pada keadaan defisiensi iodium,
thyroglobulin akan dilepas dengan jumlah besar sehingga terjadi peningkatan kadar
thyroglobulin didalam sirkulasi darah. Teknik laboratorium untuk memeriksanya sama seperti
pada pemeriksaan TSH dan pemeriksaan immunoassay yang lain. Teknik tersebut
memberikan hasil yang baik ketika diaplikasikan pada bercak darah, kendati belum
dikembangkan secara komersial.
2.1.4 Indikator lain defisiensi iodium
Ketrinisme mengindikasikan besarnya permasalahan GAKY hanya jika kretinisme
tersebut cukup besar. Keadaan tersebut relatif jarang dijumpai dan sulit didiagnosis (khusus
pada kasus yang gejalanya tidak jelas), kasus sering tersembunyi dank arena usia harapan
hidup enderita kretinisme sangat bervariasi maka data insidens mungkin lebih cepat dari data
prevalensi.
Menentukan kadar hormone tiroksin tiroid (T4) dan triiodotironim (T3) dalam serum
berbagai indikator defisiensi iodium biasanya jarang direkomendasikan karena tes ini sulit
dilaksankan, memerlukan biaya yang lebih besar serta tidak begitu sensitive jika
dibandingkan dengan indicator lainnya. Kadar T4 serum pada defisiensi iodium secara khas
lebih rendah, dan kadar T3 serum lebih tinggi jika dibandingkan dengan populasi penduduk
yang normal; namun, tumpang tindih keduanya mengurangi kegunaan hormon-hormon ini
dalam menilai GAKY.
2.2 Gambaran Klinis
Pasokan iodium yang suboptimal dari makanan mengakibatkan infusiensi sintesis
hormon tiroid dan pada hipotiroidisme, keadaan ini menyebabkan berbagai macam kelainan
yang secara kolektif dikenal dengan sebutan GAKI.
Kelenjar tiroid, atau gondok yang membesar (penyakit gondok, goiter) merupakan
manifestasi defisiensi iodium yang paling nyata dan berfungsi sebagai penanda biologis yang
berpotensi untuk menunjukan keberadaan GAKI yang lain. Seseorang dianggap menderita
penyakit gondok jika kelenjar tiroidnya membesar hingga ukuran lobus lateral kelenjar
tersebut melebihi ukuran falang terminalis ibu jari tangan orang yang diperiksa itu, kelenjar
tiroid dengan ukuran tersebut masih belum terlihat tetapi dapat dipalpasi.
Ketika ukurannya menjadi lebih besar lagi, kelenjar tiroid tersebut akan terlihat. Pada
tahun 1990 diestimasikan terdapat lebih dari 200 juta orang terutama tinggal di negara
berkembang, memiliki penyakit gondok yang dapat dilihat.
Prevalensi serta keparahan penyakit gondok bertambah bersamaan dengan keparahan
defisiensi iodium, dan menjadi permasalahan yang hampir universal pada populasi dengan
asupan iodium dengan kurang dari 10 µg/hari. Pada umumnya, penyakit gondok bukanlah
gangguan yang serius. Jika terjadi pembesaran kelenjar tiroid, keadaan ini mungkin membuat
penampilan orang yang mengalaminya itu tidak menarik, dengan konsekuensi sulit mencari
suami atau istri.
2.3 Metabolisme Iodium
Satu–satunya fungsi iodium yang diketahui dalam tubuh adalah untuk sintesis hormon
tiroid yang berlangsung didalam kelenjar tiroid. Hormone ini memainkan peranan yag
penting dalam pengaturan metabolism. Iodium diabsorbsi dengan cepat dari dalam usus dan
kemudian diedarkan melalui sirkulasi darah dalam bentuk senyawa iodide anorganik plasma
(PII; plasma inorganic iodide). Dari sirkulasi ini sel – sel kelenjar tiroid mengambil senyawa
iodide tersebut melalui pompa iodium (sodium/iodine symporter) di bawah pengendalian
TSH yang dilepas oleh kelenjar hipofisis. Mekanisme ini merupakan mekanisme transportasi
aktif yang mempertahankan gradient 100:1 atara sel – sel kelenjar tiroid dan cairan ekstrasel.
Gradien ini dapat menigkat menjadi 400:1 pada keadaan dafisiensi iodium. Dari 15-20 mg
iodium didalam tubuh, 70-80% ditemukan dalam kelenjar tiroid.
Setelah diambil oleh sel – sel kelenjar tiroid, iodium dilepaskan kedalam koloid
kelenjar tiroid dan ditempat ini, iodium dioksidasi oleh hydrogen peroksida yang berasal dari
system peroksidase tiroid. Kemudian senyawa iodida disatukan kedalam molekul tirosin dari
tiroglobulin untuk membentuk monoidotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT) (Gambar 12.2).
jika sebuah molekul DIT terangkai dengan molekul DIT yang lain, terbentuklah
tetraiodotironin atau tiroksin (T4), dan jika yang dirangkaikan itu adalah MIT denga DIT,
terbentuklah triiodotironin (T3). Tiroglobulin kemudian diambil oleh sel – sel kelenjar tiroid
melalui sebuah proses yang dikenal sebagai pinositosis. Dalam sel – sel kelenjar tiroid,
hormo T3 dan T4 dilepas dari kelenjar tiroid tersaebut melalui proses proteolisis. Sekresi T3
dan T4 dari kelenjar tiroid berlangsung dibawah pengaruh TSH, yang sekresinya distimulasi
oleh thyrotropin-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus. Ada suatu mekanisme umpan
balik (feedback mechanism) ketika kadar T4 yang meningkat akan menghambat secara
langsung sekresi TSH dan melawan kerja TRH (Gambar 12.3).
Jadi, ketika kadar T4 dalam darah menurun, sekresi TSH akan meningkat dan begitu
pula sebaliknya. Pada defisiensi iodium yang berat, hormon T4 tetap rendah dan TSH
meninggi; gambaran T4 yang rendah dan TSH yang tinggi mengindikasikan hipotiroidisme.
Kenaikan TSH dapat disebabkan oleh defisiensi iodium atau terjadi karena kecacatan
congenital paa sintesis tiroksin dan insidensnya adalah 1:4000 kelahiran. Peningkatan kadar
TSH pada keadaan defisiensi iodium menstimulasi aktivitas sel – sel kelenjar tiroid sehingga
terjadi hipertrofi dan hiperplasia sel-sel tiroid dan menghasilkan pembesaran kelenjar tiroid.
Pembesaran kelenjar tiroid ini dinamakan goiter atau penyakit gondok.
Jika pasokan iodium ke dalam kelenjar tiroid sangat terbatas, kelenjar tersebut akan
memproduksi lebih banyak T3 (yang bekerja lebih aktif dari pada T4) sementara produksi T4
menjadi lebih sedikit. Jika kadar T4 rendah, jaringan sasaran (target tissue) juga mengubah
T4 menjadi T3. Kendati demikian, perlu dicatat bahwa otak hanya dapat mengambil T4 dan
bukan T3 sehingga fungsi otak akan berpengaruh jika kadar T4 rendah sekalipun kadar T3
mungkin cukup untuk melaksanakan fungsi hormon tiroid pada organ serta jaringan tubuh
yang lain. Jika pasokan iodium pada kelenjar tiroid sangat terbatas, maka kelenjar tersebut
akan melepaskan tiroglobulin kedalam sirkulasi darah yang sebagian diantaranya tidak
mengandung hormon tiroid (T3 atau T4). Denga demikina kenaikan kadar tiroglobulin akan
menjadi calon indicator untuk menunjukan defisiensi iodium yang sudah berlangsung selama
berbulan – bulan atau bertahun – tahun.
Sesudah usia kehamilan 12 minggu, terbentuk kelenjar tiroid dan hipofisis yang
masing-masing bertanggung jawab atas produksi T4 dan TSH. Hipotamalus yang
bertanggung jawab atas produksi TRH terbentuk pada usia kehamilan antara minggu ke-10
dan ke-30. Jadi, hingga usia kehamilan sekitar 20 minggu, janin akan bergantung pada ibu
untuk mendapat pasokan T4 . sesudah masa ini, janin akan memproduksi TSH-nya sendiri
yang dapat menstimulasi produksi T4 dalam tubuh janin. Kadar bentuk T3 yang normal
masih rendah karena keberadaan enzim 5-deiodinase (tipe III atau ID-III) mengakibatkan
pembentukan reserve T3. (reserve T3 kurang mengandung atom iodium pada cincin bagian
dalam molekul tersebut sehingga berbeda dengan bentuk T3 normal yang kekurangan atom
iodium pada cincin bagian luarnya; lihat Gambar 12.2 Reserve T3 merupakan hormon inaktif
sementara T3 yang normal bekerja lebih aktif daripada T4). Sesaat sebelum bayi lahir terjadi
perubahan system enzim yaitu dari ID-III menjadi 5’-deiodinase (deiodinase tipe I atau ID-I)
yang memproduksi bentuk T3 yang normal.
Selenium merupakan komponen enzim 5’-deiodinase (ID-I serta ID-II) dan 5-
deiodinase (ID-III). Dari penelitian yang dilakukan di Republik Demokratik Kongo (dahulu
bernama Zaire) terdapat bukti bahwa defisiensi selenium dapat memicu GAKI di daerah yang
kekurangan iodium dan selenium.
Referensi Asupan Untuk Iodium
1..Kebutuhan iodium dan sumbernya
Asupan iodium yang dianjurkan dari makanan (atau AKG iodium) untuk berbagai
umur dan bagi ibu hamil serta menyusui terdapat dalam tabel 12.2.
Asupan iodium dari makanan yang direkomendasikan oleh WHO/UNICEF/ICCIDD (2001)
kategori Asupan (µg/hari)
Bayi,0-59 bulan
Anak sekolah, 6-12 tahun
Anak-anak > 12 tahun dan orang
dewasa
Ibu hamil dan menyusui
90
120
150
200
Direproduksi dengan izin dari WHO
Laut merupakan sumber utama iodium, dengan demikian makanan laut seperti ikan,
kerang-kerangan serta rumput laut yang dapat dimakan merupakan sumber pangan yang kaya
akan iodium. Siklus ekologis iodium di alam dimulai dalam bentuk uap air laut (yang
mengandung iodium) yang dibawa oleh angin dan awan ke wilayah daratan. Uap air laut ini
akan jatuh sebagai air hujan yang sebagian akan menggantikan iodium yang hilang pada
lapisan permukaan tanah kendati salju, hujan, banjir, dan sungai melarutkan kembali iodium
dan membawanya ke laut. Sebagian iodium yang diperoleh dari tanah akan masuk kedalam
air minum serta sejumlah kecil iodium masuk ke dalam tanaman, hewan, dan produk yang
dihasilkan seperti sereal, kacang-kacangan, buah, sayuran, daging, susu, serta telur. Oleh
karena itu, didaerah tempat makanan laut tidak biasa dikonsumsi dan tidak terdapat garam
beriodium, asupan iodium didaerah tersebut terutama bergantung pada kandungan iodium
dalam lahan yang menjadi tempat tinggal penduduk.
Defisiensi iodium merupakan keadaan yang prevalen di daerah pegunungan dan
wilayah lain tempat terjadinya penapisan tanah (leaching of the soil) dan tempat dengan
kandungan iodium yang rendah di dalam tanah serta air yang biasa dipakai untuk minum dan
irigasi tanaman pangan.
2.4.2 Sumber iodium dari makanan
Pengambilan iodium oleh kelenjar tiroid dan pelepasan hormon tiroid dari kelenjar
tersebut dapat dihambat oleh tiga macam goitrogen.
Goitrogen yang menghasilkan substansi yang bersaing dengan kelenjar tiroid dalam
mengambil iodium meliputi senyawa-senyawa glikosida sianogenik yang terdapat dalam
ketela(kasava, singkong), jagung, rebung, ubi jalar, lima beans, dan millet. Glikosida
siagonik melepas sianida yang membentuk tiosianat dan senyawa tiosianat ini bersaing
dengan kelenjar tiroid didalam mengambil iodium. Substansi yang berasal dari bakteri
kaliformis juga bersaing dengan kelenjar tiroid di dalam pengambilan iodium dan penyatuaan
iodium kedalam hormon-hormon tiroid.
Goitrogen penghasil substansi yang mencegah (secara non kompetitif) pengambilan
iodium oleh kelenjar tiroid adalah goitrin (5-vinil-2-tiooksazolidindion). Goitrogen tersebut
bukan hanya menghalangi penyatuan iodium kedalam hormon tiroid tetapi juga menghambat
proses perangkaian untuk menghasilkan hormon T₄. Karena bersifat nonkompetitif, proses
penghambat tersebut tidak dapat diatasi dengan meningkatkan asupan iodium dari makanan.
Goitrin dihasilkan oleh tanaman genus Brasicca (kubis, bit, mustard) dari famili Crucifarae,
tanaman ini juga memproduksi tiosianat yang memiliki efek serupa dengan efek sianida
seperti yang disebutkan diatas.
Goitrogen penghasil substansi yang mencegah proteolisis hormon tiroid dari
trioglobulin meliputi iodida yang berlebihan dan substansi dari beberapa jenis rumput laut.
Jika ketersediaan hayati iodium sangat rendah karena adanya zat-zat goitrogenik dalam
makanan, asupan iodium sehari-hari harus ditingkatkan sebanyak 50-100 µg.
Aspek Defisiensi Iodium Pada Kesehatan Masyarakat
1.Implikasi defisiensi iodium pada kesehatan masyarakat
Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, manifestasi defisiensi iodium pada segala
usia dianggap sebagai permasalahan yang sanga penting karena keadaan ini dapat dicegah.
Periode defisiensi iodium yang paling kritis terjadi selam usia janin dan awal usia kanak-
kanak ketika otak yang sedang berkembang sangat rentan, terutam terhadap kekurangn
iodium dan konsekuensinya sebagai produksi hormon tiroid menjadi tidak cukup.
Spekrtum Gangguan Akibat Kekurang Iodium (GAKI) Pada Berbagai Tahap Kehidupan
Tahap kehidupan
Gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI)
Janin
Neonates
Anak dan remaja
Abortus, lahir mati, kelainan congenital peningkatan mortalitas perinatal danbayi kretinisme neurologi (defisiensi mental, mustime tuli, diplegia spastic, juling)Kreatinisme miksedema (dwarfisme, defisiensi mental)defek psikomotor
Penyakit gondok neonatesHipotiroidisme neonatesPeningkat kerentanan terhadap radiasi nuklir
Penyakit gondokHipotiroidisme juvenilisGangguan fungsi mentalRetardasi perkembangan fisikPeningkatan kerentanan terhadap radiasi nuklir
Penyakit gondok dengan komplikasi seperti gangguan bernapas dan menelan
Orang dewasa HipotiroidismeGangguan fungsi mentalHipertiroidisme karena iodium (IIH; iodine-induced hyperthyroidism)Peningkatan kerentanan terhadap radiasi nuklir
Dampak semua kelainan ini pada kelompok masyarakat dapat disaksikan melalui
produktivitas kerja yang lebih rendah dan kebutuhan yang lebih tinggi akan pelayanan sosial.
Meskipun perhatian terhadap defisiensi iodium dalam tahun-tahun sebelumnya
berfokus pada penyakit gondok endemik, namun perhatian tersebut kini sudah beralih kepada
efek yang ditimbulkan oleh hipotiroksinemia terhadap perkembangan otak dan sistem saraf
pusat dalam periode waktu dari usia kehamilan 15 minggu hingga usia bayi 3 tahun.
Perubahan ini bersifat permanen dan dapat menimbulkan cacat neurologis yang permanen,
serta penurunan kemampuan belajar. Akibat efek neurologis pada anak-anak di daerah
kekurangan iodium dapat juga dilihat melalui intelegence quotient (IQ) yang rendah, yaitu IQ
antara 10-15 poin, pada nilai sekolah yang buruk. Lebih lanjut, beberapa penelitian
melaporkan perbaikan nilai tes IQ yang dilakukan diantara anak-anak yang mendapat
suplemen iodium. IIH (iodine-inducedhypertthyroidism, hipertiroidisme yang timbul karena
iodium) merupakan efek samping yang penting dan terjadi pada beberapa individu yang
rentan sebagi akibat dari peningkatan asupan iodium yang cepat. Dengan demikian, IIH
dianggap sebagai salah satu bentuk GAKI. Setelah palaksanaan iodinisasi pada garam atau
roti, atau pemakaian minyak beriodium dalam tahun 1920-an, IIH telah terjadi pada banyak
negara, meliputi AS, Belanda, Austria. Brazil, Australia (Tasmania), Ekuador, dan paling
akhir Zimbabwe serta Republik Demokratik Kongo.
Penambahan iodium pada asupan dasar atau asupan normal, bahkan dengan
konsentrasi fisiologi yang normal, membawa resiko terjadinya IIH pada orang rentan. Iodium
dari segala sumber, baik yang berasal dari garam beriodium, air minum, obat-obatan, minyak
beriodium, larutan Lugol , makanan yang mengandung iodium, maupun dari semua bentuk
bahan kimia yang mengandung iodium, akan membawa resiko terjadinya hipertiroidisme. IIH
endemik tampaknya merupakan fenomena temporeryang berhubungan dengan program
garam beriodium yang dimulai terlalu cepat pada GAKI berat. Karena manfaat program
iodinisasi garam bagi populasi secara keseluruhan jauh melebihi resiko timbulnya IIH pada
beberapa orang maka tindakan pendekatan yang yang terakhir adalah dengan melanjutkan
program iodinisasi dan diberitahu tentang diagnosis dan penanganan IIH. Berbeda dengan
keadaan kebalikannya pada hipotiroidisme terjadi ketika dalam sirkulasi darah terdapat
hormon T3 dan T4. Area fokal atau yang lebih sering nodul tunggal atau banyak, pada kelenjar
tiroid menjadi otonom dan menghasilkan hormon dalam jumlah yang berlebihan. Oleh karena
itu, peristiwa yang kritis dalam proses terjadinya IIH adalah otonomi fungsi kelenjar tiroid.
Otonomi dapat diartikan sebagai keadaan bekerjanya sel-sel folikuler dalam kelenjar
tiroid tanpa adanya efek stimulasi fisiologis yang normal. Kendati efek inhibisi yang
ditimbulkan oleh kenaikan hormon tiroid pada kelenjar hipofisis menyebabkan penekana
sekresi TSH, namu sekresi hormon tiroid yang tidak terkontrol terus terjadi selama iodida
tersedia dalam jumlah yang cukup. IIH paling banyak terjadi, sekalipun demikian, pada
manula, khususnya wanita usia lanjut, dengan penyakit gondok multinoduler (toxic nodular
goiter) yang sudah ada sebelumnya, pada orang-orang yang menderita penyakit Grave dan
tinggal di daerah dengan defisiensi iodium berat ditangani melalui program fortifikasi atau
suplementasi iodium. Orang-orang yang menderita eutiroid dengan fokus fungsional tiroid
yang otonom dapat juga mengalami hipertiroidisme jika tersedia iodium dalam jumlah yang
cukup.
Tirotoksitosis mengacu kepada efek klinis yang terjadi karena kelebihan hormon
tiroid tanpa memeperhitungkan penyebabnya. Efek ini dapat meliputi kegelisahan, ansietas,
penurunan berat badan, kelemahan otot, mudah lelah, berkeringat, dan alergi terhadap panas.
Manifestasi IIHyang paling berat terlihat pada jantung ketika palpitasi menjadi gejala
simptom kardiak yang paling sering ditemukan. Akibat IIH yang lain, meliputi takikardiak,
hipertensi sistolik, fibrilasi atrium, gagal jantung, dan kardiomiopati. Diagnosis klinis IIH
sering tidak jelas karena kesamaan keluhan karena dan gejala yang tedapat antara IIH dengan
beberpa penyakit infeksi lainnya atau dengan proses penuaan serta penyakit kronis. Jika efek
klinis tirotoksikosis terlihat pada penyakit gondok atau pada orang yang asupan iodiumnya
baru saja ditingkatkan, kita harus melanjutkan penemuan ini dengan tes biokimia, seperti
pengukuran kadar TSH yang sangat sensitif dan pemeriksaan keseluruhan T3dan T4 free T3
danT4 bebas. Pemeriksaan biokimia lainnya adalah tes pengambilan resin T3,pemeriksaan
kadar trioglobulin dan antibodi tiroid.Jika dapat dilakukan,pembuatan gambar kelenjar tiroid
(thyroid imaging) yang terdiri atas pemeriksaan USG dengan tranduscer 5 MHz (atau
frekuensi yang lebih tinggi) dan pengamatan dengan radioaktif (scintigraphy) sangat berguna
untuk membedakan tipe penyakit tiroid yang mendasari dan melihat struktur serta fungsi
kelenjar tiroid tersebut.
Setelah diagnosis positif ditegakkan,biasanya pasien IHH ditangani dengan obat-
obatan antitiroid,terapi iodium radioktif pembedahan dengan tindakan berkelanjutan jangka
panjang.
Manajemen Defisiensi Iodium
Salah satu atau kombinasi dari sejumlah strategi dapat diputuskan untuk memberantas
defisiensi iodium pada sebuah negara tertentu.strategi yang diputuskan bergantung pada :
Keparahan GAKI
Aksesibilitasi target populasi
Sumber-sumber yang tersedia
Program dapat meliputi satu atau kedua strategiberikut ini,yaitu:
Pendekatan berbasis pangan
Penggunaan bahan pangan alami
Mengingat defisiensi iodium biasanya terjadi karena kekurangan iodium dalam air
minum,dalam tanah dan air yang menjadi tempat tumbuhnya tanaman pangan bagi konsumsi
manusia serta hewan ternak maka pemilihan bahan pangan yang alami untuk meningkatkan
asupan iodium atau untuk mengurangi konsumsi goitrogen umumnya tidak dianggap sebagai
cara mengatasi defisiensi iodium biasanya jauh lebih efektif.
Penggunaan garam beriodium
Selama bertahun-tahun, penggunaan garam beriodium sudah dianggap sebagai cara
yang paling efektif untuk memeberantas GAKI di sejumlah besar negara. Kebjakan bersama
yang dibuat WHO, UNICEF, dan ICCIDD merekomendasikan bahwa untuk memberikan
lebih kurang 120-140 g iodium/hari, kadar iodium dalam garam pada saat diproduksi harus
berkisar 20-40 mg iodium per kilogram garam. Rekomendasi ini mengasumsikan bahwa 20%
iodium akan hilang dalam perjalanan dari tempat produksi hingga rumah tangga, sementara
20% lainnya hilang pada saat memasak, dan asupan garam rata-rata adalah 10 gram per orang
per hari.
Kalim iodat atau iodida dapat dipakai untuk fortifikasi, tetapi garam iodat lebih cocok
pada iklim panas seta lembap karena stabilitas garam ini lebih besar. Kehilangan dan
kebutuhan iodium sesuai dengan kondisi suatu daerah harus ditentukan, dan para pejabat
kesehatan harus memastikan dahulu pemantauan penggunaan garam beriodium yang benar
sudah dilaksanakan secara rutin. Garam yang dipilih bagi tujuan tertetntu dapat ditargetkan
untuk program iodinisasi.
Iodinisasi air minum
Pendekatan dengan menggunakan bebagai jenis alat iodinator ini terbukti memberikan
hasil memuaskan di sebagian daerah dengan syarat bahwa kadar iodiumnya tidak boleh
terlalu tinggi. Pada suatu daerah yang mengalami kekurangan iodium di Cina, program
iodinisasi air irigasi telah meningkatkan status iodium pada wanita dan menurunkan angka
mortalitas nonatus serta bayi
Fortifikasi susu formula bayi
Dari sudut informasi tentang fungsi kelenjar tiroid dan fisiologi bayi prematur,
kandungan iodium pada banyak susu formula bayi tampaknya kurang memadai. Karena bayi-
bayi prematur di banyak negara mengalami kekurangan iodium maka ICCIDD mengeluarkan
rekomendasi pada tahun 1992 bahwa tingkat fortifikasi pada susu formula untuk bayi
pematur dan formula pemula, dalam kaitannya dengan konsentrasi akhir di dalm formula
yang telah disiapkan, masing-masing harus sebesar 200 g/l dan 100 g/l.
Fortifikasi produk pangan lainnya
Pada sejumlah negara seperti misalnya Inggris (UK), pemberantasan defisiensi iodium
dilaksanakan bukan melalui perencanaan (jadi, dilaksanakan secara kebetulan) melalui
pemakaian bahan iodohores (bahan deterjen yang mengandung iodium) untuk membersihkan
mesin pengolahan susu dan melalui suplementasi pada iodium pada pakan ternak sapi perah.
Ketika penggunaan iodophores dibatasi keadaan defisiensi iodium dilaporkan telah muncul
kembali di Inggris. Bahan pangan lainnya juga sudah diselidiki untuk dijadikan sebagai
pembawa iodium seperti misalnya terasi (fish paste) di Thailand dan gula pasir di Sudan.
Fortifikasi pakan ternak
GAKI pada hewan sedang mendapat banyak perhatian karena peningkatan status
iodium pada hewan ternak ternyata memperbaiki kesehatan hewan tersebut dan produktivitas
ekonominya. Memperbaiki status iodium pada hewan juga akan meningkatkan status iodium
pada manusia yang mengkonsumsi produk hewan seperti daging, berbagai produk susu dan
telur. Jadi, program pengendalian defisiensi iodium bagi manusia juga harus mengatasi
persoalan kekurangan iodium pada hewan ternak. Kita harus berhati-hati untuk memastikan
apakah jumlah iodium yang digunakan, biasanya dengan ditambahkan pada garam, sudah
cukup untuk mengatasi keadaan defisiensi tanta menimbulkan pemberian yang berlebihan.
Pendekatan nutraseutikal (produk pangan dengan zat gizi tambahan)
1 .Penggunaan minyak beriodium
Pada sebagian negara berkembang dengan kondisi GAKI yang sedang atau berat tidak selalu
tersedia garam beriodium, atau garam itu tersedia, keberadaannya tidak menjangkau daerah-
daerah terpencil. Pada keadaan ketika strategi suplementasi iodium yang lain, gagal atau
bukan merupakan tindakan yang praktis, maka penanganan defisiensi iodium dengan minyak
beriodium menjadi sangat efektif. Iodium dengan takaran tinggi dapat disuntikkan secara
intramuskuler atau diberikan per oral dalam bentuk minyak beriodium dengan penyerapan
yang lambat. Efektifitas pengguanaan minyak beriodium yang diberikan per oral tampaknya
lebih bertambah ketika digunakan minyak tak jenuh tunggal, seperti minyak rapeseed dan
minyak kacang jika dibandingkan dengan minyak poppyseed seperti yang lazim dipakai.
Parasit intestinal ditemukan menghambat penyerapan minyak beriodium. Jadi, jika kita akan
menggunakan minyak beriodium untuk mengendalikan keadaan defisiensi iodium, pemberian
obat cacing harus dilakukan sebelum program tersebut, akan meningkatkan durasi efektifitas
minyak beriodium ini.
Penggunaan larutan kalium iodida
Larutan kalium iodida 10 % mudah dibuat, dapat segera tersedia, dan merupakan car
pendekatan alternatif yang sederhana serta murah ketika metode utama (pemberian garam
dan minyak beriodium) yang dipakai untuk mencegah dan mengendalikan defisiensi iodium
tidak dapat tersedia dengan segera. Iodida dengan takaran lebih kurang 30 mg yang diberikan
sebulan sekali atau dengan takaran 8 mg setiap 2 minggu sekali dapat diberikan dengan
mudah sebagai larutan biasa di dalam botol berpipet.
Pengakajian dan Pemberantasan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
Indikator yang dipakai untuk menilai GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium)
dan pemberantasannya dapat dibagi lagi menjadi indikator proses dan indicator outcome.
Dalam rangkaian temporal kejadian, indikator proses mengukur faktor – faktor yang
memainkan peranan kausal dalam timbulnya respons indicator outcome. Idealnya, baik
indikator proses maupun outcome. Idealnya, baik indicator proses maupun outcome harus
diikutsertakan sebagai variable dalam mengkaji situasi GAKI pada sebuah komunitas atau
negara.
Indikator Proses
Beberapa strategi kesehatan masyarakat telah diimplementasikan secara global untuk
memberantas GAKI pada suatu komunitas atau basis populasi. Strategi yang paling universal
adalah iodinisasi garam dan karena itu, bagian ini akan berfokus pada indikator proses yang
menilai program iodinisasi garam nasional.
Garam iodinisasi melalui penambahan kalium iodide atau kalium iodat dengan jumlah
yang tetap dalam bentuk preparat padat kering atau larutan cair pada saat produksi.
Ketersediaan iodium yang sebenarnya dari garam beriodium tersebut ditingkat konsumen
dapat bervariasi dalam kisaran yang luas sebagai akibat dari beberapa factor. Faktor – faktor
ini meliputi jumlah iodium yang ditambahkan selama proses iodinisasi, distribusi iodium
yang tidak merata dalam garam iodium pada masing – masing batch atau kantong (akibat
pencampuran yang tidak efisien), jumlah iodium yang hilang akibat garam yang
terkontaminasi, kondisi pengemasan dan lingkungan selama penyimpanan dan distribusi,
serta kehilangan iodium selama pemrosesan pangan dan pemasakan di rumah tangga.
Kehilangan iodium karena garam beriodium yang disimpan dalam kemasan berpori dapat
berkisar dari 30% hingga 80% untuk periode waktu 6 bulan dibawah kondisi iklim yang
panas dan lembab.
Dengan demikian, didalam pengkajian situasi GAKI, kita harus mengukur kandungan
iodium dalam garam beriodium. Pengukuran kandungan iodium tersebut dapat dilaksanakan
pada satu atau lebih dari 3 tingkat ini, yaitu pada tempat produksi (atau pada tempat masuk
jika garam diimpor dari luar), pada tingkat pengencer dan pada tingkat rumah tangga.
Faktor–faktor seperti tujuan pengkajian, logistic dan aksesibilitas akan menentukan
ditingkat manakah pengkajian harus dilakukan. Biasanya informasi yang paling berguna akan
diperoleh di tempat produksi dan di tingkat rumah tangga. Hasil–hasil yang paling akurat
didapat melalui iritasi, kendati untuk tujuan pemantauan di tingkat rumah tangga dapat
digunakan pula perangkat tes cepat (rapid test kid) untuk menunjukan secara kualitatif
apakah garam yang digunakan dalam rumah tangga sudah beriodium atau belum. Perangkat
tes yang digunakan baru – baru ini tidak memberikan ukuran kuantitatif yang akurat untuk
kadar iodium dalam garam.
Selain mengukur kadar iodium dalam garam, diperlukan pula cakupan garam
beriodium di tingkat rumah tangga sebagai sampel representatif suatu komunitas atau
populasi. Cakupan (coverage) mengacu kepada proporsi rumah tangga yang menggunakan
garam beriodium secara adekuat atau dengan kata lain, garam yang dipakai dalam rumah
tangga itu mengandung denga kadar lebih dari 15mg/kg garam. Idealnya, proporsi ini harus
melampaui 90%. Indicator proses memberikan ukuran seberapa jauh program iodinisasi
garam telah dilaksanakan dengan hasil yang memuaskan dan menunjukan apakah akan
terdapat hasl pengamatan pada indicator outcome yang sesuai harapan atau tidak.
Hasil observasi terhadap kadar iodium dalam garam dan proporsi rumah tangga yang
mengonsumsi garam beriodium secara adekuat akan diinterpretasikan lebih akurat jika
jumlah garam yang dikonsumsi setiap orang diketahui. Secara umum, diasumsikan bahwa
konsumsi garam per hari berkisar antara 5 dan 10 ggram per orang pada sebagian besar
populasi. Namun asumsi ini mungkin tidak valid pada sebagian populasi yang mengonsumsi
garam dengan jumlah cukup banyak karena kebiasaan nutrisi kultural mereka, atau pada
sebagian populasi lainnya, yang karena tingkat sosioekonomi yang rendah, mengonsumsi
lebih sedikit garam. Meskipun sulit untuk menetapkan konsumsi garam per hari dalam
sebuah populasi, informasi ini bukan hanya membantu menginterpretasikan indicator proses,
tetapi juga berguna untuk menentukan tingkat iodinisasi secara tepat.
Indikator outcome
Sebelum memulai suatu program kesehatan masyarakat untuk mengatasi GAKI pada sebuah
negara, angka prevalensi dan distribusi GAKI harus sudah diketahui terlebih dahulu. Survei
nasional merupakan cara yang lazim dikerjakan untuk mendefinisikan besarnya permasalahan
GAKI pada sebuah negara.
Jika tidak terdapat data survei nasional tentang GAKI, dapat digunakan informasi
berupa data yang menggambarkan keadaan keseluruhan seperti data nasional tentang GAKI
atau data dari beberapa daerah geografik yang menunjukkan keberadaan GAKI. Indikator
hasil akhir yang direkomendasikan melalui konsultasi WHO/UNICEF/ICCIDD bagi
pengkajian dan pemberantasan GAKI diuraikan secara rinci dalam subbab 12.2. Indikator ini,
meliputi:
Sekresi iodium dalam urine
Ukuran kelenjar tiroid, kadar TSH dan tiroglobulin
Kretinisme
Kadar T₃ dan T₄
Sumber data lainnya, seperti pengetahuan tentang bayi dengan kretinisme, informasi yang
didapat melalui sistem skrining nasional untuk TSH, data historis adanya GAKI pada daerah
tertentu, dan informasi tentang GAKI pada negara tetangga, dapat juga menunjukkan
keberadaan GAKI.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berbeda dengan situasi pada penyakit infeksi yang dapat diobati dan dapat diberantas secara
permanen, peperangan melawan GAKI harus terus berlangsung tanpa batas waktu yang pasti.
Begitu diagnosis difisiensi iodium ditegakkan disuatu daerah, program intervensi iodium
jelas akan dibutuhkan. Beberapa contoh kasus memperlihatkan timbulnya kembali persoalan
GAKI dalam periode antar tindakan profilaktik iodium.
SARAN
Sustainabilitas program pemberantasn GAKI jelas sangat menentukan dan memerlukan
dukungan politik yang terus-menerus, dukungan administrasi, serta pembaruan data ilmiah
untuk mempertahankan peperangan melawan GAKI.
DAFTAR PUSTAKA
Gibney, Michael dkk. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Buku Kedokteran EGC : Jakarta
http://GAKI.com/2010/05/ gangguan akibat kekurangan iodium=feed%3A
http:// kesehatan.kompasiana.com/ makanan/2011/11/09/GAKI.
http://health.detik.com/read/2010/06/12/083608/193865/faktor-fakter GAKI.
Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.Fajar, Ibnu, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.Moehji, Sjahmien. 1999. Ilmu Gizi. Jakarta : Bhratara.Santoso, Soegeng, Ranti, Anne Lies. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka Cipta.www.liputan6.comwww.antara.co.idwww.groups.yahoo.comwww.emedicine.comwww.dinkes-dki.go.idwww.depkes.go.idwww.kompas.comwww.mercksource.comhttp://www.suarapembaruan.comwww.sinarharapan.co.idhttp://www.republika.co.idwww.kabblitar.go.idGizi.net –Sulung Prasetyo – sinarharapan.co.id
MAKALAH
DASAR- DASAR ILMU GIZI
GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY)
Oleh:
HARINI INDAH PRAWATI ROSMENA
1110331022
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
2012-2013
Kata Pengantar
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan
petunjuk-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik.
Adapun masalah yang kami bahas dalam makalah ini mengenai Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKY) pada anak.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok dasar-dasar ilmu
gizi. Selain itu, kami berharap makalah ini juga dapat menambah pengetahuan pembaca
mengenai Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) .
Terima kasih kami ucapkan pada dosen pembimbing, teman-teman dan pihak-pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan makalah ini. Dengan Kerendahan hati segala
saran dan kritikan kami harapkan demi kesempurnaan penulisan pada makalah selanjutnya.
Padang, November 2012
Penulis
Daftar isi
Bab 1 pendahuluan
1.1 Latar belakang……………………………………………………………………………………………..
1.2 tujuan penulisan ………………………………………………………………………………………….
Bab 2 pembahasan
2.1 Definisi Defisiensi Iodium ……………………………………………………
1.2 Ukuran Kelenjar Tiroid ……………………………………………………….
2.1.1 Ekskresi Iodium Dalam Urine………………………………………
1.2.1 Menentukan ukuran tiroid melalui palpasi (cobaan)………………..
2.1.3 Tyroid- stimulating hormone dan thyroglobulin…………………....
2.1.4 Indikator lain defisiensi iodium ……………………………………..
2.1.2.2 Menentukan ukuran tiroid melalui ultrasonografi…………………
2.2 Gambaran Klinis…………………………………………………………………
2.3 Metabolisme Iodium…………………………………………………………….
2.4. Sumber iodium dari makanan…………………………………………………..
Bab 3 penutup
3.1 kesimpulan…………………………………………………………………………………………
3.2 saran………………………………………………………………………………………………….
3.3 daftar pustaka……………………………………………………………………………………