Makalah Farmasi TB.docx

21
Makalah Kasus Farmasi TUBERCULOSIS Oleh : ELANDA RAHMAT ARIFYANTO G99122038

Transcript of Makalah Farmasi TB.docx

Page 1: Makalah Farmasi TB.docx

Makalah Kasus Farmasi

TUBERCULOSIS

Oleh :

ELANDA RAHMAT ARIFYANTO

G99122038

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

SURAKARTA

2013

Page 2: Makalah Farmasi TB.docx

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis complex. Yang termasuk dalam kompleks ini

adalah M. tuberculosis, Varian Asia, Varian Afrika, Varian Afrika II, dan M.

bovis.

B. Patogenesis

Penularan TB terutama terjadi melalui udara, apabila penderita batuk, bersin,

atau meludah. Droplet yang dikeluarkan bersifat infeksius, dan dikeluakan

dalam jumlah besar dengan potensi penularan di setiap dropletnya. Penularan

hanya dapat berlangsung dari orang yang menderita TB aktif, bukan laten.

Kemungkinan transmisi tergantung dari jumlah droplet infeksius, lama

paparan, serta virulensi strain. Produksi dan perkembangan lesi serta

penyembuhan atau progresifitasnya terutama ditentukan oleh (1) jumlah

mikobakterium dalam inokulum dan multiplikasi berikutnya, dan (2)

resistansi dan hipersensitivitas pejamu.

Kuman TB yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan

paru, masuk dan bereplikasi di dalam makrofag. Tuberkulosis digolongkan

sebagai salah satu kondisi inflamasi granulomatosa. Sel-sel seperti makrofag,

limfosit T, limfosit B dan fibroblast akan beragregasi membentuk suatu

granuloma, dengan limfosit yang berkumpul mengelilingi makrofag.

Granuloma tersebut berfungsi untuk mencegah penyebaran kuman, dan

menyediakan lingkungan untuk komunikasi sel imun. Di dalam granuloma,

limfosit T akan mensekresikan sitokin-sitokin seperti IFN gamma, yang akan

mengaktivasi makrofag untuk menghancurkan bakteria. Walaupun begitu,

bakteri tidak selalui dapat dieliminasi sepenuhnya oleh granuloma, tetapi bisa

berubah menjadi keadaan dorman, menyebakan adanya infeksi laten. Selain

2

Page 3: Makalah Farmasi TB.docx

itu, pusat granuloma juga dapat terjadi nekrosis, membentuk suatu nekrosis

perkijuan (kaseosa).

Kuman TB akan membentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang

atau afek primer. Sarang ini dapat timbul pada seluruh bagian paru. Dari

sarang primer, akan terjadi peradangan saluran limfe menuju hilus

(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar

getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama

dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Selanjutnya

kompleks primer dapat berkembang menjadi, antara lain:

1. Sembuh tanpa cacat

2. Sembuh dengan sedikit bekas (sarang Ghon, garis fibrotik, sarang

perkapuran di hilus)

3. Menyebar:

a. Perkontinuitatum

b. Bronkogen

c. Hematogen dan limfogen

C. Gejala Klinis

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal

dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru, maka gejala

lokalnya adalah gejala respiratori seperti batuk lebih dari 2 minggu, batuk

darah, sesak nafas dan nyeri dada. Sedangkan jika tuberkulosis menyerang

bagian tubuh di luar paru, maka gejala yang timbul berdasarkan organ yang

terlibat. Misalnya, pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran

yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, sedangkan pada

meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis. Sedangkan gejala

sistemik tuberkulosis yang dapat timbul adalah demam, malaise, keringat

malam, anoreksia dan berat badan menurun.

3

Page 4: Makalah Farmasi TB.docx

D. Penegakan Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan

penunjang lainnya. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda- tanda

infiltrat (redup, bronkial, ronki basah, dan lain-lain), tanda- tanda penarikan

paru, diafragma dan mediastinum, sekret di saluran nafas dan ronki serta

suara amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan

bronkus.

Pada pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan dengan menggunakan dahak,

cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan

bronkoalveolar, urin, faeces dan jaringan biopsi. Pada pemeriksaan dahak

dapat dilakukan dengan cara SPS, yaitu Sewaktu (dahak sewaktu pada saat

kunjungan), Pagi (Keesokan harinya), Sewaktu (pada saat mengantarkan

dahak pagi keesokan harinya). Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya

basil tahan asam pada pemeriksaan hapusan dahak secara mikroskopis. Hasil

pemeriksaan dinyatakan positif bila sedikitnya 2 dari 3 spesimen dahak

ditemukan BTA (+). Bila hanya 1 spesimen yang positif, perlu pemeriksaan

foto toraks atau SPS ulang. Bila foto toraks mendukung TB maka didiagnosis

sebagai BTA (+). Bila foto toraks tidak mendukung maka perlu dilakukan

pemeriksaan SPS ulang. Bila SPS ulang hasilnya negatif berarti bukan

penderita TB. Bila SPS positif berarti penderita TB BTA (+).

Pada pemeriksaan radiologis tuberkulosis aktif dapat ditemukan bayangan

berawan/ nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen

superior lobus bawah, kavitas, bayangan bercak milier dan efusi pleura.

Sedangkan pada pemeriksaan tuberkulosis inaktif dapat ditemukan fibrotik,

kalsifikasi dan schwarte.

4

Page 5: Makalah Farmasi TB.docx

Bagan Alur Diagnosis TB Paru

E. Terapi Dan Mekanisme Obat

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah

terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip – prinsip sebagai berikut:

1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,

dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori

pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian

5

Foto thorax dan pertimbangan

dokter

Foto thorax dan pertimbangan

dokter

Hasil BTA+++

Hasil BTA- - -

Pemeriksaan dahak mikroskopis

Hasil BTA+ - -

Hasil BTA+++++ -

Ada perbaikan

TB BUKAN TB

Tidak ada

Antibiotik non-OAT

Hasil BTA- - -

Pemeriksaan dahak mikroskopis SPS

Suspek TB Paru

Page 6: Makalah Farmasi TB.docx

OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan

sangat dianjurkan.

2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan

pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh

seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan

lanjutan.

a. Tahap awal (intensif)

1) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari

dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya

resistensi obat.

2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,

biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun

waktu 2 minggu.

3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif

(konversi) dalam 2 bulan.

b. Tahap Lanjutan

1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,

namun dalam jangka waktu yang lebih lama

2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister

sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

6

*2RHZES/1RHZE/5R3H3E3

Putus berobat

2RHZE/4RH atau 6RHE atau

*2RHZE/4R3H3

RHZES/IRHZE/sesuai hasil uji resistensi atau

2RHZES/IRHZE/5RHE

2RHZE/4RH atau 2RHZE/6HE*2RHZE/4R3H3

BTA (-),lesi minimal

Kambuh Gagal pengobatan

BTA (+) baru BTA (-), lesi luas

TB Paru

Page 7: Makalah Farmasi TB.docx

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis di Indonesia:

1. Kategori 1 : 2(RHZE)/4(RH)3

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru TB paru BTA positif,

pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif atau pasien TB ekstra

paru.

Berat badan (kg)

Tahap intensif tiap hari selama 56 hari RHZE

(150/75/400/275)

Tahap lanjutan 3 kali seminggu selama 16

minggu RH (150/150)

30-37 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38-54 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55-70 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

≥71 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

2. Kategori 2 : 2(RHZE)S/(RHZE)/5(RH)3E3

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati

sebelumnya, yaitu pasien kambuh, pasien gagal, atau pasien dengan

pengobatan setelah putus berobat (default).

Berat badan

Tahap intensif tiap hari RHZE (150/75/400/275) + S

Tahap lanjutan 3 kali seminggu

RH (150/150) + E(400)

Selama 56 hariSelama 28 hari

Selama 20 minggu

30-372 tablet 4KDT

+Streptomisin 500 mg

2 tab 4KDT

2 tab 2KDT+

2 tab Etambutol

38-543 tablet 4KDT

+Streptomisin 750 mg

3 tab 4KDT

3 tab 2KDT+

3 tab Etambutol

55-704 tablet 4KDT

+Streptomisin 1000 mg

4 tab 4KDT

4 tab 2KDT+

4 tab Etambutol

≥715 tablet 4KDT

+Streptomisin 1000 mg

5 tab 4KDT

5 tab 2KDT+

5 tab Etambutol

7

Page 8: Makalah Farmasi TB.docx

3. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (RHZE)

4. Kategori Anak: 2RHZ/4RH

Tabel Dosis OAT Tunggal

Obat

Dosis(mg/

KgBB/hr)

Dosis yg dianjurkanDosi

s max (mg)

Dosis (mg)/berat badan(kg)

Harian (mg/KgBB/hr)

Intermiten(mg/KgBB/hr)

< 40 40-60

>60

R 8 – 12 10 10 600 300 450 600H 4 – 6 5 10 300 300 300 450Z 20 – 30 25 35 750 1000 1500E 15 – 20 15 30 750 1000 1500S* 15 – 18 15 15 1000 Sesuai

BB750 1000

*Pasien berusia lebih dari 60 tahun tidak bisa mendapatkan dosis lebih dari 500

mg perhari

8

Page 9: Makalah Farmasi TB.docx

BAB II

KASUS

A. IDENTITAS

Nama : Ny. S

Umur : 31 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Matesih Karanganyar

B. ANAMNESIS

1. Keluhan utama :

Batuk lama

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan batuk yang lama selama lebih dari 1

bulan sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak dengan dahak warna

putih, tidak ada batuk darah. Tidak ada perbedaan waktu batuk pada pagi,

siang, atau malam hari. Pasien juga mengeluh demam yang hilang timbul,

juga merasakan sesak napas saat aktivitas. Keringat malam (+), nyeri dada

(-), mengi (-). Selama sakit ini, pasien mengatakan nafsu makannya

menurun, dan berat badannya mengalami penurunan ± 5 kg.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat penyakit serupa : disangkal

b. Riwayat terapi OAT : (-)

c. Riwayat kontak TB : (+) tetangga pasien

d. Riwayat mondok : (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat penyakit serupa : disangkal

b. Riwayat terapi OAT : disangkal

c. Riwayat lingkungan sakit serupa : (+) Tetangga ada yang sakit TBC

9

Page 10: Makalah Farmasi TB.docx

5. Riwayat Gizi

a. Berat badan : 43 kg

b. Tinggi badan : 160 cm

c. Indeks masa tubuh: 16,79 kurus

6. Anamnesis Sistemik

1. Kulit : gatal (-), kering (-), sianosis (-)

2. Kepala : nyeri kepala (-), pusing (-)

3. Mata : pandangan kabur (-), berkunang-kunang (-)

4. Hidung : pilek (-), mimisan (-), bersin (-)

5. Telinga : keluar cairan (-), darah (-), pus (-)

6. Mulut : mulut kering (-), sariawan (-), bibir biru (-)

7. Leher : nyeri leher (-), benjolan (-)

8. Pernafasan : sesak (-), nyeri dada (-), batuk (+), dahak (+)

putih kental

9. Kardiovaskuler : berdebar-debar (-)

10. Pencernaan : mual (-), muntah (-), nafsu makan turun (+)

11. Genitourinaria : nyeri BAK (-), BAK merah (-)

12. Ekstremitas atas : bengkak (-), dingin (-)

bawah : bengkak (-), dingin (-)

13. Neuropsikiatri : gelisah (-), sulit tidur (-), cemas (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum :

Keadaan umum : sakit sedang

Derajat kesadaran : compos mentis

2. Tanda vital

Nadi : 110x/menit, reguler, kuat, isi dan tegangan cukup

Respirasi : 22x/menit, reguler, tipe thorakoabdominal

Suhu : 38,3 °C (per axiler)

Tensi : 110/60 mmHg

10

Page 11: Makalah Farmasi TB.docx

3. Leher : limfonodi tidak membesar, JVP tidak meningkat.

4. Thoraks : retraksi (-), pelebaran sela iga (-)

5. Cor : Bunyi jantung I – II intensitas normal, reguler,

bising (-).

6. Pulmo depan

Inspeksi : statis : simetris kanan = kiri;

dinamis : pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor / sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), RBK (+/+) di SIC IV kanan-kiri.

7. Pulmo belakang

Inspeksi : statis : simetris kanan = kiri;

dinamis : pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : fremitus taktil kanan = kiri

Perkusi : sonor / sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), RBK (+/+)

8. Abdomen

Inspeksi : dinding perut // dinding dada, venektasi (-)

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-) di epigastrium, hepar dan lien tidak

teraba

9. Ekstremitas :

Akral dingin - - edema - - sianosis - -

- - - - - -

Capillary refill time < 2”

Arteri dorsalis pedis teraba kuat

11

Page 12: Makalah Farmasi TB.docx

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium Mikrobiologi

BTA Sputum

Sewaktu: +

Pagi : +++

Sewaktu: +

2. Radiologi

Foto Thorax PA

Kesan : Tuberkulosis Paru dengan multiple kavitas

E. DIAGNOSIS KERJA

TB paru BTA (+) lesi luas kasus baru

F. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

G. PENATALAKSANAAN

R/ Rifampicin tab mg 450 No XXX S 1 dd tab I a.c mane

R/ Isoniasid tab mg 300 No XXX S 1 dd tab I a.c mane

R/ Pirazinamid tab mg 500 No LX S 1 dd tab II a.c mane

R/ Etambutol tab mg 500 No LX S 1 dd tab II a.c mane

R/ OBH syr fl No I S 3 dd C 1

Pro: Ny S (31 tahun)

12

Page 13: Makalah Farmasi TB.docx

PEMBAHASAN

Pasien pada kasus ini didiagnosis TB BTA (+) lesi luas kasus baru. Sesuai

dengan algoritma penatalaksanaan TB, maka untuk mengobati TB pasien akan

mendapatkan OAT Kategori I.

a. Isoniazid (INH)

1. Bakterisid pada kuman dalam keadaan aktif, bakteriostasik terhadap

kuman yang diam.

2. Mekanisme : menghambat enzim esensial untuk sintesis asam mikolat

dan dinding sel mikobakterium.

3. ESO : neuritis perifer dicegah dengan pemberian piridoksin,

hepatitis (radang hati), alergi, demam, dan ruam kulit.

4. Dapat menembus plasenta tapi tidak teratogenik.

5. Sediaan : tablet 50 mg, 100 mg, 300 mg, 400 mg. sirup 10 mg/ml

b. Pirazinamid

1. Bakterisid yang kuat untuk bakteri tahan asam yang berada dalam sel

makrofag.

2. Mekanisme: pirazinamid dihidrolisis menjadi asam pirazinoat yang

aktif sebagai tuberkulostatik pada media asam.

3. ESO:

a) Hepatotoksik

b) Artalgia

c) Mual muntah

4. Sediaan: tablet 250 mg, 500 mg

c. Rifampisin

1. Bakteriosid pada intra dan ekstrasel, dapat masuk semua jaringan dan

membunuh kuman semi dorman yang tidak dapat dibunuh INH.

13

Page 14: Makalah Farmasi TB.docx

2. Mekanisme : menghambat DNA dependent RNA polymerase dari

mikrobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mula

terbentuknya rantai dalam sintesis RNA.

3. ESO:

a) Flu like syndrome

b) Gatal-gatal kemerahan

c) Nyeri perut, mual, muntah, diare

d) Warna urine, keringat, air mata, liur menjadi merah (sindrom

Redman)

4. Sediaan :

a) 150 mg, 300 mg (kapsul)

b) 450 mg, 600 mg (tablet)

c) 100 mg/ 5 ml (suspense)

d. Etambutol

1. Dapat memberi efek toksik pada mata jarang diberikan pada anak

2. Menekan kuman yang resisten terhadap INH dan streptomisin

3. Mekanisme : menghambat sintesis metabolit sel

4. ESO: gangguan penglihatan buta warna, penurunan penglihatan

(neuritis retrobulbur)

5. Mencegah resistensi kuman terhadap anti tuberculosis lain

6. Sediaan : tablet 250 mg, 500 mg

e. OBH

1. Mengandung:

a) amonium klorida 100 mg/5 ml

b) suqus liquirite 166,66 mg/5 ml

c) amonium anisi spir 100 mg/5 ml

14

Page 15: Makalah Farmasi TB.docx

2. Sebagai ekspektoransia , memperbanyak produksi dahak dan dengan

demikian mengurangi kekentalannya, sehingga mempermudah

pengeluarannya dengan batuk.

3. Mekanisme kerja : merangsang reseptor-reseptor di mukosa lambung

yang kemudian meningkatkan kegiatan kelenjar-sekresi dari saluran

lambung usus dan sebagai reflek memperbanyak sekresi dari kelenjar

yang berada di saluran nafas.

4. ESO : mengantuk

5. Sediaan : syrup

15

Page 16: Makalah Farmasi TB.docx

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2000. Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis. Cetakan ke-5. Jakarta : Depkes RI.

Departemen Kesehatan RI. 2002. Laporan studi mortalitas 2001. Pola Penyakit

Penyebab Kematian di Indonesia.Laporan penelitian tidak diterbitkan.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta : Depkes RI.

Gunawan, Sulistia et.al. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FK UI.

Herryanto et al. 2004. Riwayat Pengobatan TB Paru meninggal di Kabupaten

Bandung. http://www.pusat3.litbang.depkes.go.id/data/vol%203/Herryanto

1.pdf

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Tuberculosis: Pedoman Diagnosis

dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : PDPI.

16