makalah entomologi
-
Upload
rudy-dtomz -
Category
Documents
-
view
202 -
download
0
Transcript of makalah entomologi
MAKALAH PRAKTIKUM
ENTOMOLOGI
PENGENDALIAN SERANGAN SERANGGA
O
L
E
H
NAMA : RUDY SITOMPUL
NIM : 1009000192
P. STUDY : AGROTEKNOLOGI
LABORATORIUM ENTOMOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
EPENGENDALIAN SERANGGA
Kumbang akan meletakkan telur pada sisa-sisa bahan organik yang telah
melapuk. Misalnya batang kelapa sawit yang masih berdiri dan telah melapuk,
rumpukan batang kelapa sawit, batang kelapa sawit yang telah dicacah, serbuk
gergaji, tunggul-tunggul karet serta tumpukan tandan kosong kelapa sawit
(Dhileepan, 1988). Adanya tanaman kacangan penutup tanah akan menghalangi
pergerakan kumbang dalam menemukan tempat berkembang biak. Liew dan
Sulaiman (1993) mengamati bahwa tanaman penutup tanah setinggi 0,6-0,8 m
mengurangi perkembangbiakan kumbang tanduk.
Batang kelapa sawit yang diracun dan masih berdiri sampai pembusukan pada
sistem underplanting merupakan tempat berkembangbiak yang paling baik bagi
kumbang tanduk. Selama lebih dari 2 tahun masa dekomposisi, batang yang masih
berdiri memberikan perkembangbiakan 39.000 larva perhektar dibandingkan dengan
batang yang telah dicacah dan dibakar (500 larva perhektar) (Samsudin et al., 1993).
Kerusakan Dan Pengaruhnya Di Lapangan
Kumbang O. rhinoceros menyerang tanaman kelapa sawit yang baru ditanam
di lapangan sampai berumur 2,5 tahun. Kumbang ini jarang sekali dijumpai
menyerang kelapa sawit yang sudah menghasilkan (TM). Namun demikian, dengan
dilakukannya pemberian mulsa tandan kosong kelapa sawit (TKS) yang lebih dari
satu lapis, maka masalah hama ini sekarang juga dijumpai pada areal TM.
Pada areal replanting kelapa sawit, serangan kumbang dapat mengakibatkan
tertundanya masa berproduksi sampai satu tahun, dan tanaman yang mati dapat
mencapai 25%. Masalah kumbang tanduk saat ini semakin bertambah dengan adanya
aplikasi tandan kosong kelapa sawit pada gawangan maupun pada sistem lubang
tanam besar. Aplikasi mulsa tandan kosong sawit (TKS) yang kurang tepat dapat
mengakibatkan timbulnya masalah kumbang tanduk di areal kelapa sawit tua.
Kumbang terbang dari tempat persembunyiannya menjelang senja sampai
agak malam (sampai dengan jam 21.00 WIB), dan jarang dijumpai pada waktu larut
malam. Dari pengalaman diketahui bahwa kumbang banyak menyerang kelapa pada
malam sebelum turun hujan.
Makanan kumbang dewasa adalah tajuk tanaman, dengan menggerek melalui
pangkal batang sampai pada titik tumbuh. Daun yang telah membuka memperlihatkan
bentuk seperti huruf V terbalik atau karakteristik potongan serrate (Sadakhatula dan
Ramachandran, 1990). Serangan yang berkali-kali pada tanaman dapat menyebabkan
kematian dan menjadi rentan masuknya kumbang Rhyncophorus bilineatus
(Coleoptera: Curculionidae) (Sivapragasam et al., 1990), juga bakteri ataupun jamur,
sehingga terjadi pembusukan yang berkelanjutan. Dalam keadaan seperti ini tanaman
mungkin menjadi mati atau terus hidup dengan gejala pertumbuhan yang tidak
normal. Tanaman dapat mengalami gerekan beberapa kali, sehingga walaupun dapat
bertahan hidup, pertumbuhannya terhambat dan mengakibatkan saat berproduksi
menjadi terlambat.
Pengendalian Biologi
Pengendalian kumbang tanduk O. rhinoceros secara biologi menggunakan
beberapa agensia hayati diantaranya jamur Metarhizium anisopliae dan Baculovirus
oryctes. Jamur M. anisopliae merupakan jamur parasit yang telah lama digunakan
untuk mengendalikan hama O. rhinoceros. Jamur ini efektif menyebabkan kematian
pada stadia larva dengan gejala mumifikasi yang tampak 2-4 minggu setelah aplikasi.
Jamur diaplikasikan dengan menaburkan 20 g/m2 (dalam medium jagung) pada
tumpukan tandan kosong kelapa sawit dan 1 kg/batang kelapa sawit yang telah
ditumbang. Baculovirus oryctes juga efektif mengendalikan larva maupun kumbang
O. rhinoceros.
Pengendalian Kimia
Pengendalian menggunakan insektisida kimia masih banyak dilakukan.
Insektisida kimia yang dahulu efektif di lapangan adalah organoklorin. Karena
toksisisitas organoklorin yang tinggi, maka insektisida tersebut diganti dengan
karbofuran yang penggunaannya pada interval 4-6 minggu untuk mengendalikan
kumbang dewasa.
Chung et al. (1993) mencatat beberapa jenis insektisida yang digunakan untuk
mengendalikan kumbang di pembibitan maupun stadia TBM kelapa sawit. Insektisida
tersebut adalah lambda sihalothrin, sipermetrin, venvalerate, monocrotophos dan
chorphyrifos yang secara signifikan mengurangi kerusakan O. rhinoceros setelah 11
minggu. Insektisida kimia yang paling efektif untuk mengurangi kerusakan adalah
lambda sihalothrin. Ho (1996) melaporkan bahwa dengan populasi hama yang tinggi,
karbofuran semakin lama semakin tidak efektif.
Perangkap Feromon.
Upaya terkini dalam mengendalikan kumbang tanduk adalah penggunaan
perangkap feromon. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) saat ini telah berhasil
mensintesa feromon agregat untuk menarik kumbang jantan maupun betina. Feromon
agregat iniberguna sebagai alat kendali populasi hama dan sebagai perangkap massal.
Rekomendasi untuk perangkap massal adalah meletakkan satu perangkap untuk 2
hektar (Chung, 1997). Pada harga komersial Rp. 60.000,- per sachet, penggunaan
feromon lebih menghemat dibanding dengan karbofuran dan manual sekitar Rp.
117.200,-/ha/tahun. Pada populasi kumbang yang tinggi, aplikasi feromon diterapkan
satu perangkap untuk satu hektar.
Pemerangkapan kumbang O. rhinoceros dengan menggunakan ferotrap terdiri
atas satu kantong feromon sintetik (Etil-4 metil oktanoate) yang digantungkan dalam
ember plastik kapasitas 12 l. Tutup ember plastik diletakkan terbalik dan dilubangi 5
buah dengan diameter 55 mm. Pada dasar ember plastik dibuat 5 lubang dengan
diameter 2 mm untuk pembuangan air hujan. Ferotrap tersebut kemudian
digantungkan pada tiang kayu setinggi 4 m dan dipasang di dalam areal kelapa sawit.
Selain ember plastik dapat juga digunakan perangkap PVC diameter 10 cm, panjang 2
m. Satu kantong feromon sintetik dapat digunakan selama 2-3 bulan. Setiap dua
minggu dilakukan pengumpulan kumbang yang terperangkap dan dibunuh.
Keefektifannya dapat menjadi lebih tinggi apabila tindakan pengendalian juga
dilakukan seperti: Penanaman tanaman kacangan penutup tanah pada waktu
replanting. ·Pengumpulan kumbang secara manual dari lubang gerekan pada kelapa
sawit, dengan menggunakan alat kait dari kawat. Tindakan ini dilakukan tiap bulan
apabila populasi kumbang 3-5 ekor/ha, setiap 2 minggu jika populasi kumbang
mencapai 5-·Penghancuran tempat peletakkan telur secara manual dan dilanjutkan
dengan 10 ekor, dan setiap minggu pada populasi kumbang lebih dari 10 ekor
pengumpulan larva untuk dibunuh, apabila jumlahnya masih terbatas. Pemberantasan
secara kimiawi dengan menaburkan insektisida butiran Karbosulfan sebanyak (0,05-
0,10 g bahan aktif per pohon, setiap 1-2 minggu) atau 3 butir kapur barus/ pohon,
setiap 1-2 kali/bulan pada pucuk kelapa sawit.
· Larva O. rhinoceros pada mulsa TKS di areal TM dapat dikendalikan dengan menaburkan
biakan murni jamur Metarrhizium anisopliae sebanyak 20 g/m2.
Semut hitamama Penggerek Buah Kakao (PBK) dapat menurunkan
produksi lebih 80% bila tidak dilakukan pengendalian sama sekali. Hasil penelitian
dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember melaporkan bahwa Semut Hitam
(Dolichoderus thoracicus) merupakan cara pengendalian biologi yang memiliki
prospek untuk dikembangkan dengan biaya murah, aman bagi lingkungan dan
berkesinambungan.
Semut hitam banyak dijumpai di pohon rambutan, sirsak, kelapa,
dan sebagainya. Semut ini tidak menggigit, hanya kadang-kadang mengeluarkan
asam semut yang terasa pedas apabila mengenai mata. Ciri khas spesies ini apabila
istirahat seolah-olah seperti duduk dengan bagian perut berada menempel pada
bagian batang. Semut hitam dewasa pekerja berukuran 4-5 mm dan biasanya
berasosiasi dengan kutu putih (Cataenococcus hispidus). Oleh karena itu jenis semut
ini kurang berbahaya bagi pekerja kebun. Hal yang perlu dicermati adalah bagaimana
cara pemapanan semut hitam di kebun kakao. Serangga ini termasuk serangga yang
hidup berkelompok sehingga mendominasi lingkungan perkembangbiakannya.
Biasanya bila ada kelompok serangga lain atau jenis semut lain yang mendiami
tempat yang sama, pasti akan diusir atau akan saling menyerang sehingga yang
bertahan hanya satu jenis semut saja. Untuk mempercepat pemapanan semut hitam
dan menjaga populasinya tetap tinggi, perlu dilakukan introduksi kutu putih pada
pertanaman kakao tempat pengembangbiakan agar terjamin makanannya dari embun
madu yang dikeluarkan kutu putih. Disamping itu juga perlu dibuatkan sarang dari
daun kelapa kering yang telah diikat atau daun kakao kering yang ditempatkan di
dalam kantong plastik.
Setelah pemapanan semut hitam berhasil dilakukan perlu dilakukan
pemeliharaannya dengan tidak menyemprotkan insektisida pada lokasi
pengembangan semut hitam, menghilangkan koloni jenis semut lain selain semut
hitam, pembaharuan sarang setidaknya 6 bulan sekali, inokulasi kutu putih secara
terus menerus pada pohon kakao.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semut hitam disamping
dapat mengendalikan hama PBK, buah kakao yang diselimuti oleh semut hitam
ternyata tidak disukai oleh hama tikus dan tupai. Hal ini berdampak menaikkan nilai
jual biji kakao karena pengendalian hama tidak menggunakan pestisida.
Manusia memiliki berbagai jenis sel yang memiliki DNA yang sama. Namun,
hal itu dapat menjadi berbeda dikarenakan sel tersebut mensintesis dan membentuk
seperangkat RNA yang berbeda. Selain itu kadang-kadang gen dapat mengubah
ekspresinya sebagai respon signal dari luar seperti pada hormon
glucocorticoid.Hormon ini akan merangsang sel liver untuk menginduksi enzim
tyrosine aminotransferase. Enzim ini akan mengubah tyrosine menjadi glukosa.
Hormon ini hanya akan bekerja pada saat tubuh kekurangan glukosa. Kontrol
ekspresi gen terjadi baik pada eukariot dan prokariot, hanya kontrol ekspresi gen yang
terjadi pada eukariot bersifat lebih kompleks.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. Tanaman Budidaya yang baik. Serial Online http:// www.lembaga penelitian hortikultura.com. Diakses 24 Oktober 2011
Berdardinus. 2001. Pengolahan Lahan. Serial Online http:// www.anekaplanta.wordpress. com. Diakses 24 Oktober 2011.
Prajnanta. 2003. Tata Cara Penanaman Pada Lahan Miring. Agro Media Pustaka: Jakarta.
Rustam. 2001. Pembuatan Jarak Tanam. Serial Online http://www. genesa exad.com. Diakses 24 Oktober 2011.
Suseno. 2004.Cara Penanaman Yang Ideal. Serial Online http://www. Penanaman
dan Perawatan. com. Diakses 24 Oktober 2011.