Makalah Dokter Muslim Kel VA

25
BAB I PENDAHULUAN “Tidak Ku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” Dari ini ayat ini dapat ditafsirkan bahwa manusia mempunyai kewajiban untuk berbadah kepada Allah SWt sebagai pencipta- Nya. Ibadah yang dimaksud dapat berupa ibadah mahdhoh maupun ghoir mahdhoh. Salah satu bentuk ibadah mahdhoh adalah shalat. Shalat diwajibkan bagi setiap mukmin laki-laki dan mukmin perempuan, terutama yang sudah baligh; perempuan setelah keluarnya darah haid dan laki-laki setelah mimpi basah. Salah satu syarat sah sholat adalah harus dalam keadaan suci, baik dari hadats besar maupun hadats kecil. Kewajiban ini berlaku untuk setiap muslim baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Orang yang sakit tidak sama dengan yang sehat. Semua harus berusaha melaksanakan kewajibannya menurut kemampuan masing-masing. Dengan ini nampaklah keindahan syari’at dan kemudahannya. Banyak sekali kaum muslimin yang kadang meninggalkan sholat dengan dalih sakit atau memaksakan diri sholat dengan tata cara yang biasa dilakukan orang sehat. Akhirnya merasakan beratnya sholat bahkan merasakan hal itu sebagai beban yang menyusahkannya. Solusinya adalah kewajiban mengenal hukum-hukum dan tata cara sholat orang yang sakit sesuai petunjuk Rasulullah SAW dan penjelasan para ulama. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan menjelaskan bagaimana tata cara bersuci dan sholat dalam keadaan sakit dengan harapan dapat bermanfaat dalam membimbing orang sakit agar 1

description

m

Transcript of Makalah Dokter Muslim Kel VA

Page 1: Makalah Dokter Muslim Kel VA

BAB I

PENDAHULUAN

“Tidak Ku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” Dari ini

ayat ini dapat ditafsirkan bahwa manusia mempunyai kewajiban untuk berbadah kepada

Allah SWt sebagai pencipta-Nya. Ibadah yang dimaksud dapat berupa ibadah mahdhoh

maupun ghoir mahdhoh. Salah satu bentuk ibadah mahdhoh adalah shalat. Shalat

diwajibkan bagi setiap mukmin laki-laki dan mukmin perempuan, terutama yang sudah

baligh; perempuan setelah keluarnya darah haid dan laki-laki setelah mimpi basah. Salah satu

syarat sah sholat adalah harus dalam keadaan suci, baik dari hadats besar maupun hadats

kecil. Kewajiban ini berlaku untuk setiap muslim baik dalam keadaan sehat maupun sakit.

Orang yang sakit tidak sama dengan yang sehat. Semua harus berusaha melaksanakan

kewajibannya menurut kemampuan masing-masing. Dengan ini nampaklah keindahan

syari’at dan kemudahannya. Banyak sekali kaum muslimin yang kadang meninggalkan sholat

dengan dalih sakit atau memaksakan diri sholat dengan tata cara yang biasa dilakukan orang

sehat. Akhirnya merasakan beratnya sholat bahkan merasakan hal itu sebagai beban yang

menyusahkannya. Solusinya adalah kewajiban mengenal hukum-hukum dan tata cara sholat

orang yang sakit sesuai petunjuk Rasulullah SAW dan penjelasan para ulama. Oleh karena

itu, dalam makalah ini kami akan menjelaskan bagaimana tata cara bersuci dan sholat dalam

keadaan sakit dengan harapan dapat bermanfaat dalam membimbing orang sakit agar tetap

dapat menjalankan ibadah, khususnya bersuci dan sholat sesuai dengan syari’at Islam.

1

Page 2: Makalah Dokter Muslim Kel VA

BAB II

PEMBAHASAN

II. 1. ILUSTRASI KASUS

Ny. X, wanita, 65 tahun, mengeluh lumpuh pada badan sebelah kanan yang

menyebabkan pasien hanya dapat berbaring di tempat tidur selama satu minggu. Pasien

juga sering mengompol di tempat tidurnya. Keluarga pasien bertanya kepada dokter

mengenai hokum dan tata cara shalat serta tata cara bersuci. Keluarga pasien

mengatakan pasien sering terlihat murung dan terkadang menangis, namun pasien tidak

mau mengutarakan perasaannya.

II. 2. SHALAT 1,2

A. Definisi shalat

Shalat secara bahasa maknanya adalah doa. Allah SWT berfirman :

“Dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman

jiwa bagi mereka.” (Q.S. At- Taubah :103 )

B. Kefardhuan shalat

Shalat difardhukan pada malam Isra Mi’raj sebelum hijrah. Shalat adalah salah satu

rukun Islam setelah dua kalimat syahadat karena shalat mencakup kedua kalimat

tersebut. Shalat juga merupakan hal pertama yang dipersyaratkan Rasulullah setelah

tauhid. Rasulullah SAW bersabda ;

“Pokok segala perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat sedang puncaknya

adalah jihad fi sabilillah”.

C. Hikmah disyariatkannya Islam

Shalat merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang

besar yang dianugerahkan Allah kepada hamba-Nya. Shalat juga merupakan bentuk

penghambaan paling besar dimana didalamnya seseorang menghadap Allah SWT

dengan penuh ketundukkan dan kepatuhan kepada-Nya serta munajat kepada-Nya

melalui bacaan, zikir, dan doa. Shalat merupakan bentuk komunikasi antara seorang

2

Page 3: Makalah Dokter Muslim Kel VA

hamba dengan Robb-Nya yang dengannya si hamba dapat mencapai ketentraman

hati.

D. Syarat sah shalat

Adapun syarat-syaratnya ada sembilan:

1. Islam

2. Niat

3. Berakal

4. Tamyiz (dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk)

5. Menghilangkan hadats

6. Menghilangkan najis

7. Menutup aurat

8. Masuknya waktu

9. Menghadap kiblat

E. Rukun shalat

Rukun shalat ada empat belas yang harus dijalankan, yaitu :

1. Berdiri tegak pada shalat fardhu bagi yang mampu

2. Takbiiratul-ihraam, yaitu ucapan: 'Allahu Akbar', tidak dengan ucapan lain.

3. Membaca Al-Fatihah

4. Ruku'

5. I'tidal (Berdiri tegak) setelah ruku'

6. Sujud

7. Bangun dari sujud

8. Duduk di antara dua sujud

9. Thuma'ninah dalam semua amalan

10. Tasyahhud Akhir

11. Duduk Tasyahhud Akhir

12. Shalawat atas Nabi SAW

13. Mengucapkan salam, yakni “Assalamulaikum Warahmatullah.” Yang utama

tidak ditambah dengan kata – kata “Wa barokaatuh“

14. Tertib antara tiap rukun

3

Page 4: Makalah Dokter Muslim Kel VA

II. 3. SHALAT PADA ORANG SAKIT

A. Hukum-Hukum yang berhubungan dengan shalat orang sakit

1. Orang yang sakit tetap wajib sholat di waktunya dan melaksanakannya menurut

kemampuannya, sebagaimana diperintahkan Allah Ta’ala dalam firman-Nya:

�م� �ط�ع�ت ت اس� م�ا ه� الل ق�وا ف�ات

Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.

(QS. At- Taghâbûn:16)

dan perintah Rasulullah SAW dalam hadits ‘Imrân bin Hushain:

Pernah Penyakit wasir menimpaku, lalu akau bertanya kepada Nabi SAWtentang

cara sholatnya. Maka beliau SAWmenjawab: “Sholatlah dengan berdiri, apabila

tidak mampu maka duduklah dan bila tidak mampu juga maka berbaringlah.”

(HR Al-Bukhari)

2. Apabila berat melakukan setiap sholat pada waktunya maka diperbolehkan

baginya untuk men-jama’ (menggabung) antara shalat Zhuhur dan Ashar,

Maghrib dan ‘Isya baik dengan jama’ taqdim atau ta’khir.3 Hal ini melihat

kepada yang termudah baginya. Sedangkan shalat Shubuh maka tidak boleh

dijama’ karena waktunya terpisah dari shalat sebelum dan sesudahnya. Diantara

dasar kebolehan ini adalah hadits Ibnu Abas RA yang menyatakan:

�ع�ص�ر� و�ال الظ�ه�ر� �ن� �ي ب م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل ه� الل ص�ل ى ه� الل ول� س� ر� ج�م�ع��و� ( ب

� أ ق�ال� م�ط�ر) و�ال� خ�و�ف) �ر� غ�ي ف�ي �ة� �م�د�ين �ال ب اء� �ع�ش� و�ال �م�غ�ر�ب� و�ال�ه�) م ت

� أ �ح�ر�ج� ي ال� �ي� ك ق�ال� �ك� ذ�ل ف�ع�ل� �م� ل اس) ع�ب �ن� ب ال� ق�ل�ت� �ب) ي �ر� كRasulullah SAW telah menjama’ antara Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya’ di

kota Madinah tanpa sebab takut dan hujan. Abu Kuraib berkata: Aku bertanya

kepada Ibnu Abas radhiallahu ‘anhuma: Mengapa beliau berbuat demikian?

Beliau radhiallahu ‘anhuma menjawab: Agar tidak menyusahkan umatnya.

(HR Muslim)

3. Orang yang sakit tidak boleh meninggalkan sholat wajib dalam segala kondisinya

selama akalnya masih baik.4

4. Orang sakit yang berat untuk mendatangi masjid berjama’ah atau akan menambah

dan atau memperlambat kesembuhannya bila sholat berjama’ah di masjid maka

dibolehkan tidak sholat berjama’ah.3 Imam Ibnu al-Mundzir rahimahullah

4

Page 5: Makalah Dokter Muslim Kel VA

menyatakan: Tidak diketahui adanya perbedaan pendapat diantara ulama bahwa

orang sakit dibolehkan tidak sholat berjama’ah karena sakitnya. Hal itu karena

Nabi SAW ketika sakit tidak hadir di Masjid dan berkata:

اس� �الن ب �ص�ل@ �ي ف�ل �ر) �ك ب �ا �ب أ وا م�ر� “Perintahkan Abu Bakar agar mengimami sholat”. (Muttafaqun ‘Alaihi)5

B. Tata cara shalat orang sakit 6

1. Orang yang sakit harus melakukan shalat wajib dengan berdiri meskipun tidak

tegak, atau bersandar pada dinding, atau betumpu pada tongkat.

2. Bila sudah tidak mampu berdiri maka hendaknya shalat dengan duduk. Yang

lebih utama yaitu dengan posisi kaki menyilang di bawah paha saat berdiri dan

ruku.

3. Bila sudah tidak mampu duduk maka hendaknya ia shalat berbaring miring

dengan bertumpu pada sisi tubuhnya dengan menghadap kiblat, dan sisi tubuh

sebelah kanan lebih utama sebagai tumpuan. Bila tidak memungkinkan meghadap

kiblat maka ia boleh shalat menghadap kemana saja, dan shalatnya sah, tidak usah

mengulanginya lagi.

4. Bila tidak bisa shalat miring maka ia shalat terlentang dengan kaki menuju arah

kiblat. Yang lebih utama kepalanya agak ditinggikan sedikit agar bisa menghadap

kiblat. Bila tidak mampu yang demikian itu maka ia bisa shalat dengan batas

kemampuannya dan nantinya tidak usah mengulang lagi.

5. Orang yang sakit wajib melakukan ruku dan sujud dalam shalatnya. Bila tidak

mampu maka bisa dengan isyarat anggukan kepala. Dengan cara untuk sujud

anggukannya lebih ke bawah ketimbang ruku. Bila masih mampu ruku namun

tidak bisa sujud maka ia ruku seperti biasa dan menundukkan kepalanya untuk

mengganti sujud. Begitu pula jika mampu sujud namun tidak bisa ruku, maka ia

sujud seperti biasa saat sujud dan menundukkan kepala saat ruku.

6. Apabila dalam ruku dan sujud tidak mampu lagi menundukkan kepalanya maka

menggunakan isyarat matanya. Ia pejamkan matanya sedikit untuk ruku dan

memejamkan lebih banyak sebagai isyarat sujud. Adapun isyarat dengan telunjuk

yang dilakukan sebagian orang yang sakit maka saya tidak mengetahuinya hal itu

berasal dari kitab, sunnah dan perkataan para ulama.

7. Jika dengan anggukan dan isyarat mata juga sudah tidak mampu maka hendaknya

ia shalat dengan hatinya. Jadi ia takbir, membaca surat, niat ruku, sujud, berdiri

5

Page 6: Makalah Dokter Muslim Kel VA

dan duduk dengan hatinya (dan setiap orang mendapatkan sesuai yang

diniatkannya).

8. Orang sakit tetap diwajibkan shalat tepat pada waktunya pada setiap shalat.

Hendaklah ia kerjakan kewajibannya sekuat dayanya. Jika ia merasa kesulitan

untuk mengerjakan setiap shalat pada waktunya, maka dibolehkan menjamak

dengan shalat diantara waktu akhir dzhuhur dan awal ashar, atau antara akhir

waktu maghrib dengan awal waktu isya. Atau bisa dengan jama taqdim yaitu

dengan mengawalkan shalat ashar pada waktu dzuhur, dan shalat isya ke waktu

maghrib. Atau dengan jamak ta’khir yaitu mengakhirkan shalat dzuhur ke waktu

ashar, dan shalat maghrib ke waktu isya, semuanya sesuai kondisi yang

memudahkannya. Sedangkan untuk shalat fajar, ia tidak bisa dijamak kepada

yang sebelumnya atau ke yang sesudahnya.

9. Apabila orang sakit sebagai musafir, pengobatan penyakit ke negeri lain maka ia

mengqashar shalat yang empat raka’at. Sehingga ia melakukan shalat dzuhur,

ashar dan isya, dua raka’at-raka’at saja sehingga ia pulang ke negerinya kembali

baik perjalanannya lama ataupun sebentar.

II. 4. THAHARAH (BERSUCI) 7, 8, 9,

Thaharah dalam hukum Islam, soal bersuci dan segala seluk-

beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama

karena di antara syarat syarat sahnya shalat. Telah ditetapkan

bahwa seseorang yang akan mengerjakan shalat diwajibkan suci dari

hadats dan suci pula badan, pakaian, dan tempatnya dari najis.

Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 222:

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan

menyukai orng-orang yang menyucikan diri.”

Thaharah memiliki alat dan tujuan.

Adapun alat yang dapat digunakan untuk bersuci ada empat :

a. Air mutlak yaitu air yang suci dan mensucikan

b. Debu yang murni dan suci

c. Alat menyamak yaitu sesuatu yang kasar, kuat sehingga dapat

menghilangkan kotoran

6

Page 7: Makalah Dokter Muslim Kel VA

d. Batu istinja dengan syarat harus suci, dapat menghilangkan

kotoran dan benda yang tidak dihormati

Adapun tujuan bersuci ada empat, yaitu:

1. Berwudhu

2. Mandi

3. Tayammum

4. Menghilangkan najis

Bersuci ada dua bagian

1. Bersuci dari hadats. Bagian ini khusus untuk badan, seperti

mandi, berwudu, dan tayamum.

2. Bersuci dari najis. Bagian ini berlaku pada badan, pakaian, dan

tempat.

Manfaat thaharah

Orang-orang yang suka berfikir pasti dapat meneliti bahwa

dibalik adanya perintah bersuci secara lahiriah ada yang lebih

penting lagi yaitu bersuci secara bathiniah. Oleh sebab itu,

pengertian bersuci bukan hanya sebatas yang lahir saja tetapi juga

mencakup yang bathin. Bila pengertian bersuci sebatas yang lahir

saja, sungguh jauh sekali pemahaman yang semacam itu dengan

yang dikehendaki dalam pengertian yang dituju oleh sabda

Rasulullah SAW yang berbunyi:

Maa Yuriidullahu Liyajala Alaikum Min Harajin Wallakin Yuriidu

Liyuthahhirakum

Artinya:

“Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak

membersihkan kamu”.

Manfaat thaharah ada empat, yaitu:

1. Membersihkan anggota-anggota lahiriah dari hadats kecil

maupun besar, najis-najis atau kotoran serta benda-benda

kelebihan yang tidak diperlukan.

2. Membersihkan tujuh anggota sujud dan segala anggota badan

lainnya dari perbuatan dosa dan maksiat.

7

Page 8: Makalah Dokter Muslim Kel VA

3. Mensucikan hati dari perangai (tabiat) yang tercela dan sifat-

sifat serta watak kerendahan (madzmumah) yang terkutuk.

4. Mensucikan rahasia bathiniah dari lintasan dan ingatan kepada

sesuatu yang selain dari pada Allah SWT.

A. Wudlu

Wudhu adalah thaharah yang wajib dari hadats kecil, seperti buang

air kecil, buang air besar, keluar angin dari dubur (kentut), dan

tidur nyenyak, serta memakan daging unta.

Dalil untuk berwudhu’:

�م� �ك �د�ي �ي �م� و�أ �وا و�ج�وه�ك ل �ل�ى الص الة� ف�اغ�س� �م� إ �ذ�ا ق�م�ت �وا إ ذ�ين� آم�ن �ه�ا ال ي� �ا أ ي

�م� �ت �ن �ن� ك �ن� و�إ �ي �ع�ب �ك �ل�ى ال �م� إ �ك ل ج� ر�� �م� و�أ ك ء�وس� �ر� ح�وا ب اف�ق� و�ام�س� �م�ر� �ل�ى ال إ

�م� �ك �ح�د~ م�ن و� ج�اء� أ� ف�ر) أ و� ع�ل�ى س�

� ض�ى أ �م� م�ر� �ت �ن �ن� ك وا و�إ �ا ف�اط ه ر� �ب ن ج�

�ا @ب �م م�وا ص�ع�يد�ا ط�ي �ي �ج�د�وا م�اء� ف�ت �م� ت اء� ف�ل @س� �م� الن ت و� الم�س�� �ط� أ �غ�ائ م�ن� ال

�م� م�ن� �ك �ي �ج�ع�ل� ع�ل �ي ه� ل �ر�يد� الل �ه� م�ا ي �م� م�ن �د�يك �ي �م� و�أ �و�ج�وه�ك ح�وا ب ف�ام�س�

ون� �ر� ك �ش� �م� ت ك �ع�ل �م� ل �ك �ي �ه� ع�ل �ع�م�ت �م ن �ت �ي �م� و�ل ك �ط�ه@ر� �ي �ر�يد� ل �ك�ن� ي ج) و�ل ح�ر�

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka

basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan

(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka

mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat

buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air,

maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan

tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia

hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya

kamu bersyukur”. (Q.S. Al Maidah:6)

�و� ض أ �ت ى ي �ح�د�ث� ح�ت �ذ�ا ا �م� إ �ح�د� ك � ة� ا �ل� الله ص�ال �ق�ب � ي ال

8

Page 9: Makalah Dokter Muslim Kel VA

“Allah tidak menerima shalat seseorang jika berhadas sampai dia berwudhu ”.

(HR. Bukhari Muslim)

Tata cara berwudhu:

1. Niat berwudhu di dalam hati, tanpa diucapkan, karena Nabi

SAW tidak pernah melafadzkan niat dengan lisan dalam

berwudhu, shalat, dan ibadah apapun. Allah SWT mengetahui

apa yang ada di dalam hati tanpa pemberitaan kita.

2. Membaca “Basmallah”.

3. Membasuh kedua telapak tangan (3x).

4. Berkumur serta menghirup air ke hidung (3x).

5. Membasuh seluruh wajah (batasan muka melebar antara dua

telinga) dan dari awal tempat tumbuh rambut kepala hingga

dagu (batasan memanjang) (3x).

6. Membasuh kedua tangan, dari ujung jari sampai siku. Di awali

dengan tangan kanan, kemudian tangan kiri (3x).

7. Mengusap kepala, yaitu dengan membasahi tangan kemudian

menjalankannya dari kepala bagian depan sampai bagian

belakang, kemudian mengembalikannya (mengembalikan tangan

tersebut dari belakang sampai ke depan lagi), (1x).

8. Mengusap kedua telinga dengan memasukkan jari telunjuk ke

dalam lubang telinga, dan mengusap bagian luar (belakang)

dengan ibu jari (1x).

9. Membasuh kedua kaki, yaitu dari ujung jari sampai mata kaki,

diawali dengan kaki kanan, kemudian kaki kiri (3x).

B.Tayammum

Tayammum adalah thaharah (bersuci) yang wajib dengan

menggunakan tanah (debu) sebagai pengganti wudhu dan mandi,

bagi orang yang memang tidak memperoleh air atau sedang dalam

kondisi berbahaya bila menggunakan air.

Tayammum dari segi bahasa ialah qasad (mensahajakan).

Tayammum ialah suatu kemudahan yang diberikan oleh Allah SWT

kepada umat Islam untuk dilakukan semasa menghadapi keadaan

yang menghalang daripada berwudu’ atau mandi wajib disebabkan

9

Page 10: Makalah Dokter Muslim Kel VA

ketiadaan air atau kerana sakit bagi yang mengharuskan

melakukan ibadah. Tayammum pada syara’ ialah menyapu muka

dan kedua belah tangan meliputi siku dengan debu tanah yang

bersih mengikut syarat-syarat yang tertentu. Ia difardukan sebagai

ganti wudu’ atau mandi wajib .

Dari Huzaifah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda: “…..dan

(di antara keistimewaan yang diberikan Allah Ta’ala kepada kami

ialah) dijadikan bumi ini seluruhnya sebagai tempat sembahyang

untuk kami, dan tanahnya pula dijadikan untuk kami sebagai alat

untuk bersuci apabila kami tidak mendapat air. (HR.Muslim)

Tata cara tayammum :

1. Menepuk dua tapak tangan pada debu kali pertama untuk

menyapu muka.

2. Berniat: “Sahaja aku bertayammum kerana mengharuskan

fardlu sembahyang kerana Allah Ta’ala.” Masa niat : Ketika mula

memindahkan debu dan sehingga menyentuh sebahagian muka.

3. Menyapu muka.

4. Selesai menyapu muka.

5. Menepuk dua tangan ke debu pada kali kedua untuk menyapu

tangan.(Sebelum menepuk kedua tapak tangan kali kedua,

hendaklah dibersihkan kedua tapak tangan terlebih dahulu).

6. Menyapu tangan kanan dari belakang tapak tangan kanan

dengan empat perut jari tangan kiri dari hujung jari (selain ibu

jari) hingga naik ke siku.

7. Menyapu tangan kanan dari siku hingga ke ujung ibu jari.

8. Menyapu tangan kiri dari belakang tapak tangan dengan empat perut jari tangan

kanan (selain ibu jari) dari hujung jari hingga ke siku.

9. Menyapu tangan kiri dari siku hingga ke ujung ibu jari.

10

Page 11: Makalah Dokter Muslim Kel VA

Catatan:

a. Untuk menyapu tangan, wajib ditanggalkan cincin, jam tangan dan gelang

sekiranya debu tidak sampai di bawahnya. Jika sampai debu , maka sunat sahaja

menanggalkannya.

b. Sunat menipiskan debu tanah pada tapak tangan sebelum disapukan ke anggota

tayammum.

II. 5. THAHARAH (BERSUCI) PADA ORANG SAKIT 11

1. Orang yang sakit wajib bersuci dengan air. Ia harus berwudhu jika berhadats kecil

dan mandi jika berhadats besar.

2. Jika tidak bisa bersuci dengan air karena ada halangan, atau takut sakitnya

bertambah, atau khawatir memperlama kesembuhan, maka ia boleh bertayamum.

3. Tata cara tayamum : Hendaknya ia memukulkan dua tangannya ke tanah yang suci

sekali pukulan, kemudian mengusap wajahnya lalu mengusap telapak tangannya.

4. Bila tidak mampu bersuci sendiri maka ia bisa diwudhukan, atau ditayamumkan

orang lain. Caranya hendaknya seseorang memukulkan tangannya ke tanah lalu

11

1 2 3 4

5 6 7 8

9

Page 12: Makalah Dokter Muslim Kel VA

mengusapkannya ke wajah dan dua telapak tangan orang sakit. Begitu pula bila

tidak kuasa wudhu sendiri maka diwudhukan orang lain.

5. Jika pada sebagian anggota badan yang harus disucikan terluka, maka ia tetap

dibasuh dengan air. Jika hal itu membahayakan maka diusap sekali, caranya

tangannya dibasahi dengan air lalu diusapkan diatasnya. Jika mengusap luka juga

membahayakan maka ia bisa bertayamum.

6. Jika pada tubuhnya terdapat luka yang digips atau dibalut, maka mengusap balutan

tadi dengan air sebagai ganti dari membasuhnya.

7. Dibolehkan betayamum pada dinding, atau segala sesuatu yang suci dan

mengandung debu. Jika dindingnya berlapis sesuatu yang bukan dari bahan tanah

seperti cat misalnya,maka ia tidak boleh bertayamum padanya kecuali jika cat itu

mengandung debu.

8. Jika tidak mungkin bertayamum di atas tanah, atau dinding atau tempat lain yang

mengandung debu maka tidak mengapa menaruh tanah pada bejana atau sapu

tangan lalu bertayamum darinya.

9. Jika ia bertayamum untuk shalat lalu ia tetap suci sampai waktu shalat berikutnya

maka ia bisa shalat dengan tayamumnya tadi, tidak perlu mengulang tayamum,

karena ia masih suci dan tidak ada yang membatalkan kesuciannya.

10. Orang yang sakit harus membersihkan tubuhnya dari najis, jika tidak mungkin

maka ia shalat apa adanya, dan shalatnya sah tidak perlu mengulang lagi.

11. Orang yang sakit wajib shalat dengan pakaian suci. Jika pakaiannya terkena najis ia

harus mencucinya atau menggantinya dengan pakaian lain yang suci. Jika hal itu

tidak memungkinkan maka ia shalat seadanya, dan shalatnya sah tidak perlu

mengulang lagi.

12. Orang yang sakit harus shalat di atas tempat yang suci. Jika tempatnya terkena

najis maka harus dibersihkan atau diganti dengan tempat yang suci, atau

menghamparkan sesuatu yang suci di atas tempat najis tersebut. Namun bila tidak

memungkinkan maka ia shalat apa adanya dan shalatnya sah tidak perlu mengulang

lagi.

13. Orang yang sakit tidak boleh mengakhirkan shalat dari waktunya karena ketidak

mampuannya untuk bersuci. Hendaknya ia bersuci semampunya kemudian

melakukan shalat tepat pada waktunya, meskipun pada tubuhnya, pakaiannya atau

tempatnya ada najis yang tidak mampu membersihkannya.

12

Page 13: Makalah Dokter Muslim Kel VA

II. 6. APLIKASI KASUS

Pasien seorang wanita, 65 tahun, dengan ilustrasi kasus di atas merupakan

seorang geriatri yang mengalami imobilisasi karena hemiparesis dextra, inkontinensia

urin, dan kemungkinan depresi.

Imobilisasi didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak/ tirah baring selama 3

hari atau lebih, dengan gerak anatomik tubuh menghilang akibat perubahan fungsi

fisiologik. Di dalam praktek medis istilah imobilisasi digunakan untuk menggambarkan

sebuah sindrom degenerasi fisiologis yang merupakan akibat menurunnya aktivitas atau

deconditioning. Terdapat beberapa faktor risiko utama imobilisasi seperti kontraktur,

demensia berat, osteoporosis, ulkus, gangguan penglihatan, dan fraktur merupakan

beberapa faktor risiko utama imobilisasi. 12

Inkontinensia urin merupakan masalah kesehatan yang cukup sering dijumpai

pada orang berusia lanjut, khususnya perempuan. Inkontinensia urin didefinisikan

sebagai keluarnya urin yang tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa

memperhatikan frekuensi dan jumlahnya, yang mengakibatkan masalah sosial dan

higienis penderitanya. Berbagai komplikasi dapat menyertai inkontinensia urin seperti

infeksi saluran kemih, kelainan kulit, gangguan tidur, problem psikosial seperti depresi,

mudah marah, dan rasa terisolasi. Secara tidak langsung, masalah-masalah tersebut juga

dapat menyebabkan dehidrasi karena umumnya pasien akan mengurangi minum karena

khawatir mengompol.13

Depresi merupakan penyakit mental yang paling sering pada populasi geriatric.

Terdapat beberapa factor biologis, fisis, psikologis, dan social yang membuat seorang

berusia lanjut rentan terhadap depresi. Perubahan pada sistem saraf pusat seperti

meningkatnya aktivitas monoamine oksidase dan berkurangnya konsentrasi

neurotransmitter dan kondisi multipatologi dengan berbagai penyakit kronik serta

polifarmasi dapat berperan dalam terjadinya depresi pada usia lanjut. Pasien-pasien ini

sering memperlihatkan kemunduran fungsi motorik, kurangnya kemampuan penilaian,

dan terganggunya fungsi eksekusi. Faktor-faktor psikososial, seperti kehilangan orang-

orang yang dikasihi dan faktor kehilangan fisik juga meningkatkan kerentanan depresi

dengan berkurangnya kemampuan untuk merawat diri serta hilangyan kemandirian. 14

Walaupun pasien tersebut di atas merupakan seorang geriatri dengan kondisi

multipatologi tetap diwajibkan shalat. Orang yang sedang sakit wajib pula mengerjakan

shalat, selama akal dan ingatannya masih sadar. Barang siapa yang berhalangan karena

sakit dan sebagainya sehingga ia tidak dapat berdiri dalam mengerjakan shalat fardhu,

13

Page 14: Makalah Dokter Muslim Kel VA

ia boleh shalat sambil duduk. Jika tidak dapat duduk, ia boleh melakukannya sambil

berbaring. Bila demikian, rukuk dan sujudnya cukuplah dengan menundukkan kepala;

hanya saja sewaktu sujud, menunduknya itu lebih rendah dibandingkan sewaktu rukuk.

Mengenai cara shalat orang yang tidak bisa berdiri atau duduk ialah dengan cara

berbaring. Jika tidak bisa juga, sambil telentang dengan kedua kaki diarahkan ke kiblat

sekadar kemampuannya. Selain itu, jika merasa berat untuk melakukan sholat setiap

waktu, maka boleh menjama’ antara shalat Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan ‘Isya baik

dengan jama’ taqdim atau ta’khir, sedangkan shalat Shubuh tidak boleh dijama’.

Adapun salah satu syarat sah shalat adalah bersuci. Walaupun pasien ini

mengalami inkontinensia urin dan imobilisasi tetap diharuskan untuk bersuci sebelum

melaksanakan shalat. Jika pasien tidak dapat bersuci dengan air, maka boleh

tayammum. Jika tidak dapat melakukannya sendiri dapat diwudlukan atau

ditayamumkan oleh keluarganya. Begitu juga dengan pakaian dan tempat shalat harus

disucikan. Jika pasien memungkinkan, pakaian dan tempat shalat harus dibersihkan dari

hadats dan najis, jika tidak memungkinkan dapat melakukan shalat apa adanya.

Selain itu, bagi geriatri yang rentan depresi keluarga harus bersabar dalam

membantunya melaksanakan ibadah. Keluarga juga harus dapat menerangkan bahwa

sakit itu merupakan nikmat Allah dan fungsi-fungsi tubuh pun menurun sesuai dengan

meningkatnya usia, sehingga diharapkan pasien dapat menerima keadaannya dengan

tetap melaksanakan kewajibannya untuk beribadah, di antaranya shalat dan bersuci.

BAB III

PENUTUP

Setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan, baik sehat maupun sakit

mempunyai kewajiban untuk beribadah kepada Allah SWT, sebagai sang Khalik. Shalat

merupakan salah satu rukun Islam dan bentuk rasa syukur seorang hamba kepada Robb-Nya.

Adapun cara melakukannnya tidak dipaksakan, tapi sesuai kemampuan hamba-Nya. Islam

merupakan ajaran yang memberikan kemudahan kepada ummat-Nya. Salah satu kemudahan

yang dimaksud adalah keringanan shalat. Bagi orang yang sakit tetap diwajibkan shalat

14

Page 15: Makalah Dokter Muslim Kel VA

sesuai dengan kemampuannya, dapat dengan cara berdiri, duduk, berbaring, ataupun dengan

isyarat. Dalam bersuci pun, yang merupakan salah satu syarat sah shalat, setiap muslim diberi

keringanan, yaitu dapat dengan wudlu atau tayammum.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Keilmuan Lembaga Imam dan Khatib di Kota Suci Makkah, Saudi Arabia. Fiqih

Praktis. Jakarta : Wamy ; 1998. hal 27-38.

2. Diabani Idris. Rukun dan Syarat Sah Shalat. Diambil dari: http://www.dakwatuna.com

3. Manhaj as-Saalikin hlm 82

4. Fatâwa Lajnah ad-Dâ’imah 8/69 (no. 782)

5. Shohih Fikih Sunnah 1/512-513

6. Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah. Vol.1. Pena. Jakarta: 2008.

15

Page 16: Makalah Dokter Muslim Kel VA

7. http://pmmonline.co.cc/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=82

8. http://www.brunet.bn/gov/mufti/irsyad/pelita/2007/bil252.pdf

9. http://alqiyamah.files.wordpress.com/2008/03/tuntunan-dlm-thaharah-dan-shalat.pdf

10. http://members.lycos.co.uk/almawaddah/HIMPUNAN_FATWA2.pdf

11. Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah. Vol.2. Pena. Jakarta: 2008.

12. Setiati S, Govinda A. Imobilisasi pada Usia Lanjut. Dalam Buku Ajar Penyakit Dalam

Jilid III. Editor Aru Sudoyo. Jakarta: FKUI; 2007. hal 1388.

13. Setiati S, Pramantara IDP. Inkonteninsia Urin dan kandung Kemih Hiperaktif. Dalam

Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid III. Editor Aru Sudoyo. Jakarta: FKUI; 2007. hal 1392.

14. Rochmah W, Probosuseno. Depresi pada Usia Lanjut. Dalam Buku Ajar Penyakit Dalam

Jilid III. Editor Aru Sudoyo. Jakarta: FKUI; 2007. hal 1369.

16

Page 17: Makalah Dokter Muslim Kel VA

17