Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB … disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017...
Transcript of Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB … disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017...
Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017 Page 1
TINDAKAN DAN POLA PERBIBITAN SAPI BALI
OLEH:
DEWI AYU WARMADEWI
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS UDAYANA
Makalah disampaikan pada kegiatan Pengabdian Pusat Kajian Sapi Bali
(PKSB) di Bangli, Jumat, 19 Mei 2017
Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017 Page 2
PENDAHULUAN
Sapi bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu dari empat breed sapi asli
Indonesia (Aceh, Pesisir, Madura dan Bali). Sapi ini merupakan plasma nutfah
asli Indonesia yang terkenal karena keunikan dan keunggulannya dibandingkan
dengan sapi jenis lain, sehingga sapi bali dapat dikatakan sebagai asset yang
sangat berharga yang dimiliki oleh Indonesia, khususnya Pulau Bali. Untuk itu
melalui UU Peternakan No.6 tahun 1968 Pemerintah memutuskan bahwa pulau
Bali merupakan sumber bibit sapi Bali murni, dengan demikian ke pulau ini tidak
diperkenankan memasukkan bangsa sapi lain. Keputusan Menteri Pertanian
Republik Indonesia Nomor: 352/Kpts/OT.140/2012 tanggal 22 Januari 2012
tentang sapi bali sebagai rumpun asli Indonesia telah menetapkan sapi bali sebagai
salah satu sumber daya genetik asli Indonesia
Selain breed sapi asli Indonesia ada juga yang dikatakan sebagai sapi
lokal ( Sumba-Onggole (SO) dan Jawa-Onggole (PO). Menurut Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan
hewan yang dimaksud dengan ternak lokal adalah ternak hasil persilangan atau
introduksi dari luar yang sudah dikembangbiakkan di Indonesia sampai generasi
kelima atau lebih yang teradaptasi pada lingkungan dan/atau manajemen
setempat. Sapi bali berdasarkan catatan sejarah merupakan keturunan dari
banteng liar yang sampai saat ini masih dapat dilihat di tiga Taman Nasional
(Ujung Kulon, Baluran dan Blambangan) di Pulau Jawa, namun dalam status
hampir punah (Martojo, 2012). Beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli
menunjukkan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia dan didomestikasi di
Indonesia. Muhamad, et al., (2009) melakukan penelitian pada Y-Kromosom,
mitochondrial DNA dan autosomal microsatelit alleles menyimpulkan bahwa sapi
bali jelas berbeda dengan breed sapi yang lain. Demikian juga penelitian yang
dilakukan oleh Noor, et al., (2001a) menggunakan isoelectric focussing method
menyimpulkan bahwa sapi bali memiliki a unique βBali
haemoglobin band yang
berbeda dengan Bos Taurus (Limmousin, Simmental dan Brangus).
Handiwirawan, et al., (2003) menemukan bahwa alel A dan B di INRA035
Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017 Page 3
microsatelite locus adalah monomorphic dan dapat digunakan sebagai penanda
spesifik sapi bali.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ishak (2012) menunjukkan bahwa
pejantan sapi bali memiliki kualitas sperma yang lebih baik dibandingkan dengan
breed Holstein, Limousine dan Simmental. Selain itu sapi bali memiliki
ketahanan yang tinggi terhadap penyakit, mampu tumbuh pada lingkungan dengan
kualitas pakan yang buruk dan fertilitasnya tinggi (McCool,1991).
Data Kementerian Pertanian RI mencatat populasi sapi bali pada tahun
2011 adalah 4.800.000 ekor atau 32,31% dari total sapi potong yang ada di
Indonesia. Apabila dibandingkan dengan sapi potong yang lain, maka populasi
sapi bali adalah tertinggi di Indonesia. Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa
sapi bali memegang peranan penting dalam penyediaan daging sapi nasional.
Dalam rangka mengatasi adanya perubahan iklim global yang dapat
menghilangkan sumber daya genetik, maka sapi bali dapat diunggulkan karena
memiliki ketahanan terhadap lingkungan yang buruk (Noor, 2012). Namun,secara
umum produktivitas sapi asli Indonesia adalah rendah, namun memiliki
kemampuan yang tinggi dalam hal adaptasi terhadap lingkungan yang buruk dan
kurang nyaman. Di lain pihak, dewasa ini disinyalir bahwa sapi bali telah
mengalami degradasi genetik. Hal ini terlihat dari bobot badan sapi bali yang
dilaporkan oleh Meijer (1962) bahwa ukuran tubuh sapi bali jantan dewasa bibit
yang meliputi panjang badan, tinggi pundak, lingkar dada dan tinggi pinggul
masing-masing adalah 145; 135; 195 dan 132 cm, dan ukuran tubuh sapi bali
betina masing-masing adalah 125; 129; 160 dan 116 cm, sedangkan hasil
penelitian Djagra (2002) menunjukkan bahwa ukuran tubuh sapi bali jantan
dewasa bibit masing-masing adalah 121,7; 117,7; 170,3 dan 117,5 cm, sedangkan
ukuran tubuh sapi bali betina masing-masing adalah 114,7; 110,4; 154,3 dan
110,8 cm.
Alit (2009) menyatakan bahwa terbatasnya jumlah induk produktif di
atas 300 kg, bobot lahir pedet relatif ringan, produksi susu induk relatif rendah
dan mortalitas pedet cukup tinggi, serta kondisi tubuh yang kecil merupakan
indikator adanya degradasi genetik pada sapi bali. Di samping itu, saat ini sulit
untuk mendapatkan sapi bali dengan bobot potong di atas 500 kg (Oka, 2009).
Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017 Page 4
Lebih lanjut dinyatakan bahwa indikator yang lainnya adalah tindakan perbaikan
mutu genetik melalui program kawin suntik (inseminasi buatan) yang
menggunakan semen dari pejantan yang sudah terseleksi memiliki performans
yang unggul, diperoleh keturunan yang memiliki performans yang signifikans
lebih baik.
Apabila penurunan mutu genetik ini terjadi terus menerus dan berjalan
dalam kurun waktu yang lama, dikhawatirkan bahwa sapi bali sebagai salah satu
plasma nutfah asli Indonesia terancam eksistensinya. Untuk mengatasi hal ini
maka diperlukan usaha perbaikan pada mutu genetik dan lingkungannya sehingga
dihasilkan performans yang diharapkan menghasilkan sapi bali unggul yang
tersertifikasi dimasa mendatang.
KLASIFIKASI TAKSONOMI SAPI BALI
Klasifikasi taksonomi sapi bali sebagai berikut: Phylum: Chordata, Sub-
phylum: Vertebrata, Class: Mamalia, Ordo : Artiodactyla, Sub-ordo: Ruminantia,
Family : Bovidae, Genus : Bos, Species : Bos indicus (Williamson and Payne,
1993)
CIRI-CIRI SAPI BALI
1. Warna
Ciri khas sapi bali yang mudah dibedakan dari jenis sapi Indonesia
lainnya adalah adanya bulu putih berbentuk oval yang sering disebut mirror atau
cermin di bawah ekornya, serta warna putih di bagian bawah keempat kakinya
menyerupai kaos/stoking putih. Bulu sapi bali dapat dikatakan bagus (halus)
pendek-pendek dan mengkilap. Ciri khas pada warna bulu lainnya di bagian
punggung terdapat warna hitam yang jelas dari bahu dan berakhir di atas ekor
seperti garis lurus. Warna bulu putih juga dijumpai pada bibir atas/bawah, ujung
ekor dan tepi daun telinga. Sapi bali memiliki pola warna bulu yang unik dan
menarik dimana warna bulu pada ternak jantan berbeda dengan betinanya,
sehingga termasuk hewan dimorphism-sex. Sapi bali betina dan sapi jantan muda
berwarna merah bata kecoklatan, namun sapi bali jantan berubah menjadi warna
Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017 Page 5
hitam sejak umur 1,5 tahun dan menjadi hitam mulus pada umur 3 tahun. Pedet
jantan mengalami perubahan warna menjadi hitam secara bertahap mulai dari
bagian kepala menuju ke belakang, sedangkan pedet betina warnanya tetap merah
bata sampai akhir masa hidupnya. Perubahan warna pedet jantan menjadi hitam
seluruh tubuhnya (kecuali bagian kaki dan pantatnya yang berwarna putih
mengambil waktu sekitar 10 bulan. Warna hitam pada sapi bali jantan dewasa
akan tetap sampai akhir hidupnya. Tetapi bila sapi jantan dikastrasi/dikebiri
warna bulunya akan berubah menjadi merah bata secara bertahap mulai dari
bagian belakang menuju ke depan. Hal ini disebabkan pengaruh hormon
testosteron yang dihasilkan oleh sapi bali jantan. Ini merupakan ciri khusus sapi
bali sebagai salah satu rumpun sapi yang ada di dunia (Payne dan Rollinson,
1973; National Research Council, 1983; Hardjosubroto dan Astuti, 1993). Bulu
sapi bali dapat dikatakan bagus (halus) pendek-pendek dan mengkilap. Ciri khas
pada warna bulu lainnya di bagian punggung terdapat warna hitam yang jelas dari
bahu dan berakhir di atas ekor seperti garis lurus.
Di beberapa daerah dijumpai adanya penyimpangan warna dari warna
standar seperti albino (warna putih); melanisme (injin) yaitu warna hitam dari
sejak lahir baik pada sapi jantan maupun sapi betina; warna kuning dengan
pigmentasi kuku, tanduk, moncong hidung serta kelopak mata berwarna merah
muda (pink) dan bulu telinga bagian dalam hitam dengan ujung kecoklatan yang
disebut dengan sampi gading. Di samping itu ada beberapa cacat warna di bagian
tubuh tertentu seperti : bulu ekor yang berwarna putih (“panjut), warna putih pada
dahinya (“cundang”), warna kaki bagian bawah lutut yang seharusnya putih bersih
tetapi berwarna hitam pada sapi jantan atau merah bata pada yang betina (“mores).
Semua cacat warna ini berdampak negatif terhadap nilai ekonomis sapi itu sendiri.
2. Tanduk
Bentuk tanduk sapi bali yang standar adalah tumbuh ke samping
kemudian ke atas dan ujungnya sedikit ke dalam pada sapi yang jantan, sedangkan
pada sapi betina tanduknya lebih pendek daripada tanduk sapi jantan, tumbuh
sedikit ke atas kemudian ke belakang dan ujungnya sedikit melengkung ke bawah
(manggul gangsa)
Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017 Page 6
3. Daya tahan terhadap panas dan kondisi pakan
Pada musim panas dan kering yang berkepanjangan, sapi bali tetap
bertahan dan pada waktu musim hujan dimana hijauan/rumput sudah tersedia,
pertumbuhan sapi bali akan kembali normal (mengalami compensantory growth).
4. Cincin tanduk
Pada sapi betina yang telah melahirkan akan terjadi perubahan pada
tanduk sapi induk tersebut, yaitu terbentuknya cincin tanduk yang melingkar
mulai dari pangkal tanduknya. Cincin tanduk akan semakin bertambah, seiring
dengan semakin meningkatnya jumlah kelahiran yang terjadi, sehingga jumlah
kelahiran yang terjadi pada induk sapi bali dapat dilihat dari jumlah cincin
tanduknya.
5. Lingkungan Pemeliharaan
Hasil survey pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pemeliharaan
sapi Bali menyebar hampir diseluruh kabupaten/kota di Bali. Berdasarkan
informasi dari Disnak Provinsi Bali, pemeliharaan sapi Bali dengan jumlah
populasi yang cukup ada di Kabupaten di Bali, yaitu Kabupaten Buleleng
(136.189 ekor), Karangasem (135.507 ekor), dan Bangli (94.063 ekor) (Disnak
2011). Lebih rinci dapat diuraikan sebagai berikut ini :
Kabupaten Buleleng : pemeliharaan secara semi intensif terdapat di Desa
Anturan yang berlokasi di latitude -8.150194 (lintang utara) dan longitude
115.087702 (lintang selatan).
Kabupaten Karangasem : pemeliharaan secara semi intensif terdapat di
Desa Tumbu yang berlokasi di latitude -8.463 (lintang utara) dan
longitude 115.62404 (lintang selatan).
Kabupaten Karangasem : pemeliharaan secara semi intensif terdapat di
Desa Seraya yang berlokasi di latitude -8.43931 (lintang utara) dan
longitude 115.65221 (lintang selatan).
Kabupaten Bangli : pemeliharaan secara semi intensif terdapat di Desa
Sukawana yang berlokasi di latitude -8.190044 (lintang utara) dan
longitude 115.320485 (lintang selatan).
Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017 Page 7
Kabupaten Bangli : pemeliharaan secara semi intensif terdapat di Desa
Pengotan yang berlokasi di latitude -8.32852 (lintang utara) dan longitude
115.36032 (lintang selatan).
6. Penampilan Produksi Sapi Bali
Pane (1990) melaporkan penampilan produksi sapi bali adalah :
Parameter Rata-rata
Sul-Sel NTT NTB Bali P3Bali B.C.
Berat lahir (kg)
Berat sapih (g)
Berat setahun (kg)
Berat 1,5 tahun betina
Berat 1,5 tahun jantan
BB betina siap kawin (kg)
BB jantan siap kawin (kg)
Berat dewasa (5thn) btn
Berat dewasa (5thn) jtn
13
70
112,5
150
162
165
215
224
337
13,5
71,4
115
154
165
167
220
235
355
14,3
72
118,4
160
171
168
240
238,5
363
16
86
127,5
167,4
182
170
255
264
395
17
90
134
178,8
193
173
265
278
450
18
97
143
190
207
180
270
300
494
Umur betina siap kawin (bln)
Umur jantan siap kawin (bln)
Persentase kelahiran
Jarak kelahiran
Tingkat kesuburan (%)
Conseption rate
24
28
76
480
82
-
23
26
70
521
-
-
22
26
72
507
-
-
20,7
2
69
530
83
85,9
20
24
88
450
86
88
18
23
83
441
89
90
Ukuran tubuh dewasa
Jantan :
- Lingkar dada (cm)
- Tinggi gumba (cm)
- Panjang badan (cm)
181,4
122,3
125,6
180,4
126,0
134,8
182
125,2
133,6
185,8
125,4
136,3
190,1
127,4
142,8
198,8
130,1
146,2
Betina :
- Lingkar dada
- Tinggi gumba
- Panjang badan (cm)
160,0
105,4
116,2
158,6
114,0
1184
160,0
112,5
118,0
160,8
113,6
118,2
166,1
113,8
118,7
174,2
114,4
119,6
Keguguran dini (%)
Keguguran
Lahir mati
Lahir lemah
Kematian pedet pra sapih (%)
Kematian sapi muda
Kematian sapi dewasa (%)
-
-
-
-
7
-
2,7
-
-
-
-
35
-
-
7,8
3,1
-
-
9
-
-
7,4
2,7
-
-
8,21
-
3
7,1
2,5
2,1
1,6
5,2
3,9
2
5,0
2,1
0
0
5,35
2,7
2
Sedangkan Talib dkk., (2003) melaporkan penampilan produksi sapi bali
adalah sebagai berikut ini:
Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017 Page 8
Parameter Bali NTT Sul-sel
Bobot lahir (kg) 16,8 11,9 12,3
Bobot sapih (kg) 82,9 79,2 64,4
Bobot satu tahun (kg) 127,5 100,3 99,2
Bobot dewasa kelamin (kg) 170,4 179,8 125,2
Bobot dewasa tubuh (kg) 303,3 221,5 211,0
7. Penampilan Reproduksi Sapi Bali
Pubertas dan kawin pertama
Sapi Bali termasuk hewan yang lambat dalam maturasi. Pane (1990)
menyatakan maturasi pada umur 600 hari. Pada taraf ini, berat badan sekitar 140-
165 kg (Fattah, 1998). Kawin alami pertama terjadi sekitar umur 2 tahun (Fattah,
1998).
Estrus dan siklus estrus
Sapi bali dikenal sebagai bangsa (breed) sapi yang memiliki fertilitas
terbaik di dunia. Gejala berahi ditunjukkan dengan jelas dan mudah diketahui
sehingga perkawinannyapun lebih tepat bisa dilaksanakan. Sapi-sapi Bali
menunjukkan gejala estrus yang sama dengan jenis-jenis sapi lainnya, sebagai
contoh perilaku standing heat (tetap berdiri ketika dinaiki oleh sapi lain), keluar
cairan transparan dari vagina, perubahan vulva (menjadi hangat, oedem, warna
kemerahan) dan rasa gelisah. Gejala yang paling penting adalah perilaku standing
heat, yang dapat dilihat pada sekumpulan sapi yang dipelihara di area yang
dibatasi pagar diawal pagi hari (5.00-6.00) atau sore hari (17.00-18.00). Keluarnya
cairan vagina biasanya tampak setelah dilakukan eksplorasi rektal saat inseminasi.
Tanda-tanda lainnya secara relatif tidak signifikan.
Lama rata-rata estrus sekitar 23 jam (Toelihere dkk., 1989), berkisar 18-
48 jam (Payne dan Rollinson, 1973 ; Mulyono, 1977 ; Fattah, 1998). Lebih lama
dibandingkan dengan kebanyakan jenis sapi lain di dunia. Oleh karena sifat inilah
sapi bali memiliki kesempatan yang lebih lama untuk kawin dan dengan demikian
fertilitasnya lebih tinggi.
Lama siklus estrus pada sapi Bali tidak begitu berbeda dengan jenis sapi
lainnya yaitu 17-24 hari (Fattah, 1998) dengan rata-rata sekitar 21 hari (Toelihere
dkk., 1989). Silent heat atau estrus yang tidak terdeteksi terkadang
memperpanjang lama siklus sampai 2 atau 3 kali normal.
Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017 Page 9
Tingkat fertilitas
Sapi Bali diketahui sebagai jenis sapi yang subur, dengan fertilitas
mencapai berkisar antara 83-86% (Darmadja, 1990). Wardoyo (1950)
mendapatkan fertilitas sapi bali di Sulawesi Selatan adalah 82%. Namun, dalam
kondisi lahan yang kering dan tandus seperti di NTT, fertilitasnya sekitar 75%
(Fattah, 1998). Mason (1991) dan Kirby (1972) melaporkan tingkat fertilitas sapi
bali di Australia berkisar antara 90-100%.
Angka kelahiran (calving rate) sapi bali di Bali adalah antara 80-90%,
lebih tinggi dibandingkan dengan sapi silangan Brahman yang berkisar antara 60-
70% (Kirby, 1979). Pada pemeliharaan secara ekstensif, angka kelahiran adalah
rendah yaitu berkisar antara 64-78%, tetapi masih lebih tinggi dibandingkan
dengan sapi Ongole yang dipelihara secara bersamaan dengan sapi bali.
Tingkat mortalitas sapi Bali adalah tinggi, mencapai 30% (Toelihere,
1994). Sapi-sapi Bali biasanya kawin dan bunting selama musim hujan dan
melahirkan selama musim kemarau, maka sapi-sapi tersebut memiliki suplai susu
yang rendah.
G. Peranan Sapi Bali
Dalam melihat peranan sapi bali di Bali, dapat dikategorikan peranannya
secara makro dan fungsi khusus:
1. Peranannya secara makro adalah sebagai penyedia daging untuk konsumen,
sebagai tenaga kerja dalam memproduksi pangan, sebagai komoditi antarpulau,
sebagai bahan baku industry dan sebagai pendukung keperluan pariwisata
(penyedia daging, hiburan dan pertunjukan). Secara makro berperanan pula
pada pendapatan asli daerah, karena peranan sub sektor peternakan dalam hal
ini cukup menonjol, belum termasuk tenaga kerja dan pupuknya yang sangat
berarti bagi petani.
2. Secara mikro peranannya adalah sesuai dengan tujuan pemeliharaannya yaitu
sumber pendapatan/penghasilan rumah tangga, sumber peningkatan
pendapatan, sumber pupuk yang potensial, memberikan lapangan kerja bagi
pemeliharanya.
Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017 Page 10
H. Manfaat sapi bali
Manfaat yang dapat diperoleh dari pemeliharaan ternak sapi bali adalah
sebagai berikut ini:
1. Menciptakan lapangan kerja bagi keluarga
2. Mendapatkan pupuk kandang dari kotorannya,
3. Dapat memanfaatkan tenaga sapi untuk pengolahan lahan dan bentuk tenaga
kerja lainnya.
4. Hasil jual ternak, baik yang didapat dari pertambahan berat badan maupun
yang didapat dari tambahan anak.
5. Sapi bali mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat selain
sebagai penghasil daging,
6. Petani kecil memanfaatkannya sebagai tabungan.
7. Di Pulau Bali, digunakan untuk pariwisata upacara keagamaan seperti acara
gerumbungan atau lomba adu sapi dan upacara Pitra Yadnya atau sarana
pengantar roh ke surga khususnya sapi bali yang berwarna putih
TINDAKAN PERBIBITAN (PEMULIAAN) SAPI BALI
Sapi bali merupakan plasma nutfah asli Indonesia yang harus dilestarikan
dan juga wajib dilakukan tindakan pemuliaan. Pelestarian sapi bali adalah suatu
tindakan mempertahankan keberadaan sapi bali supaya tetap ada, baik dari segi
kualitas, produktivitas, fenotip dan karakteristiknya. Dalam hal ini
keanekaragaman merupakan sesuatu yang mutlak ada. Dalam usaha pelestarian
ini kalau ada kelainan (cacat) maka kelainan tersebut harus dihilangkan (tidak
boleh dipertahankan). Contoh kelainan yang terjadi pada sapi bali adalah adanya
sapi injin (sapi jenis kelamin jantan dan betina berwarna hitam sejak lahir), sapi
gading (sapi yang berwarna kekuningan/keemasan), sapi putih (contoh sapi Taro),
dll. Namun, budaya bali masih membutuhkan sapi yang mengalami kelainan
tersebut sehingga sapi-sapi tersebut harus dilokalisir keberadaannya sehingga
tidak mencemari sapi bali normal.
Tindakan perbibitan (pemuliaan) sapi bali merupakan suatu tindakan
yang dilakukan untuk meningkatkan mutu genetik sapi bali ke arah yang lebih
baik sesuai dengan keinginan konsumen atau pasar. Pengertian lainnya adalah
Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017 Page 11
suatu budidaya peternakan yang khusus bertujuan untuk menghasilkan ternak
bibit. Tujuan pemuliaan ternak bukanlah memperbaiki genetik ternak yang ada
secara individu, tetapi memperbaiki genetik populasi mendatang (Diwyanto dan
Setiadi, 2011). Tindakan perbibitan (pemuliaan) meliputi:
1. Menentukan tujuan produksi yang diinginkan
2. Melakukan pencatatan terhadap: a). sifat-sifat produksi dan reproduksi ternak,
b). metode perkawinan yang dilakukan (kawin alam atau IB) dan c). kinerja
pedet yang dihasilkan
3. Memilih (seleksi) bibit yang didasarkan atas tujuan produksi
4. Mengembangbiakkan (breeding) ternak bibit hasil seleksi
Menentukan tujuan produksi yang diinginkan
Secara garis besar ada 2 tujuan produksi ternak sapi, meliputi:
1. Ternak bibit
2. Ternak potong
Definisi ternak bibit menurut Undang-undang Peternakan dan Kesehatan
Hewan Nomer 18 tahun 2009 adalah ternak yang memiliki sifat unggul dan
mewariskan serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa dalam penyediaan dan pengembangan bibit dilakukan
dengan mengutamakan produksi dalam negeri dan melibatkan peran serta
masyarakat. Setiap bibit yang beredar wajib memiliki sertifikat layak bibit yang
memuat keterangan mengenai silsilah dan ciri-ciri keunggulan tertentu ( memiliki
keunggulan produksi dan reproduksi yang tinggi dan tahan terhadap penyakit).
Sertifikat layak bibit ini dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi bibit yang
terakreditasi.
Untuk mencukupi ketersediaan bibit,ternak ruminansia betina produktif
diseleksi untuk pemuliaan dan yang tidak produktif disingkirkan untuk dijadikan
ternak potong. Yang dimaksud dengan ternak ruminansia betina produktif adalah
ruminansia besar (sapi) yang melahirkan kurang dari 5 kali atau berumur di bawah
8 tahun.
Ternak potong adalah ternak diluar ternak bibit yang sebelumnya
dipelihara sampai umur tertentu atau telah mencapai berat badan tertentu dan
Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017 Page 12
selanjutnya dipotong untuk memenuhi kebutuhan daging. Untuk memperoleh
hasil penggemukan sapi potong yang optimal, maka dalam pemilihan bibit sapi
potong perlu memperhatikan sapi bakalan yang akan digunakan harus bebas dari
penyakit menular seperti : Mulut dan Kuku (Foot and mouth Disease), Ngorok,
Rinderpest, Brucellosis (kluron), Anthrax, Blue tangue (lidah biru), disamping itu
juga harus memenuhi kriteria, yaitu umur 1-2 tahun berat sapi 100-150 kg.
Melakukan pencatatan
Pencatatan (recording) sangat dibutuhkan untuk program perbibitan
ternak karena merupakan tulang punggung keberhasilan usaha peternakan dan
program perbaikan mutu genetik ternak. Catatan ini akan menjadi data dasar dari
program perbibitan yang akan dilakukan. Manfaat pencatatan adalah:
1. Dengan adanya catatan maka kegiatan seleksi/memilih ternak dapat dilakukan
untuk membentuk bibit unggul dan mengevaluasi ada tidaknya peningkatan
mutu genetik akibat dilaksanakannnya program seleksi. Apabila data yang
tersedia kurang memadai akan mengakibatkan seleksi yang dilakukan untuk
memilih bibit unggul hanya didasarkan pada bentuk luarnya saja dan bukan
berdasarkan informasi potensi genetiknya.
2. Pencatatan ini bermanfaat untuk melakukan evaluasi perkembangan
performans produksi individu maupun populasi suatu jenis ternak antar
generasi.
3. Dengan catatan maka silsilah ternak juga dapat diketahui yang akan
bermanfaat dalam melakukan analisis komponen ragam dan menduga nilai
pemuliaan seekor ternak. Nilai pemuliaan menunjukkan kemampuan atau
potensi genetik yang dimiliki seekor ternak terhadap rataan populasinya.
Pencatatan (recording) yang lengkap meliputi :
1. Identifikasi ternak
Identifikasi ternak meliputi pemberian nomor pada ternak disertai kartu
identitas yang mencatat semua informasi (nomor atau nama ternak, tanggal
lahir, jenis kelamin, tingkat kemurnian bangsa, nomor bapak dan induknya
beserta asalnya, nama pemilik dan alamatnya, kalau bisa dilengkapi dengan
foto ternak dari samping kanan, kiri dan depan ternak)
Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017 Page 13
2. Pencatatan reproduksi
Pencatatan reproduksi berupa informasi atas kejadian reproduksi yang
dialami ternak, meliputi: tanggal kawin (IB), kode pejantan, tanggal
pemeriksaan kebuntingan, tanggal beranak, jenis kelamin pedet, kasus-kasus
reproduksi (abortus, distokia, retensio plasenta, perletakkan fetus, dll)
3. Catatan pemberian pakan
Mencakup informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan bahan pakan yang
diberikan, antara lain: jenis hijauan, bahan baku konsentrat yang diberikan,
sumber bahan pakan, harga/biaya pakan dan jumlah pakan yang
diberikan/dikonsumsi ternak
4. Catatan keuangan
Meliputi biaya produksi, penjualan ternak (pedet atau ternak afkir), penjualan
kotoran dll
5. Catatan kesehatan
Mencakup informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kondisi
kesehatan ternak, antara lain: gejala sakit, pemeriksaan dokter hewan,
vaksinasi, pengobatan dll
Mengingat pentingnya manfaat pencatatan maka program ini harus
dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan. Program kartu ternak yang
telah ada saat ini akan sangat bermanfaat bagi keberlangsungan usaha peternakan
sapi khususnya sapi bali di Indonesia.
Memilih (seleksi) bibit yang didasarkan atas tujuan produksi
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan jalan pemilihan
(seleksi) bibit jantan dan betina yang akan dijadikan sebagai calon pejantan atau
induk dan yang tidak terseleksi akan dipelihara sebagai sapi potong. Untuk di
Pulau Bali dapat dilakukan seleksi dalam breed (within breed) sebagai upaya
mempertahankan kemurnian sapi bali, sedangkan di luar Pulau Bali dapat
dilakukan kawin silang (cross breed) contohnya dengan breed Simmental,
Limousine, Brangus, Charolais.
Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017 Page 14
Secara umum seleksi bibit sapi bali meliputi:
1. Penampilan secara fisik tidak menyimpang dari dari standar breed
sapi bali
2. Tanpa cacat fisik
3. Sehat, aktif dan enerjik
4. Konformasi tubuh baik
5. Subur (tidak mandul)
6. Sifat produksi dan kualitas produk baik
Seleksi bibit sapi bali jantan meliputi:
1. Warna standar tanpa kelainan (saat lahir merah bata, setelah dewasa
hitam, pantat dan keempat kaki di bawah lutut putih, bulu telinga
putih, bulu ekor hitam)
2. Tidak ada cacat fisik (testis, dll.)
3. Sehat,aktif,enerjik,tidak bringas
4. Konformasi tubuh baik
5. Subur (tidak mandul)
6. Pertumbuhan cepat tapi efisien
Seleksi bibit sapi bali betina meliputi:
1. Warna merah bata, garis hitam pada punggung, 4 kaki dan pantat
putih, tanpa cacat warna yang lain
2. Tanpa cacat fisik (putting, dll.)
3. Sehat, sifat keindukan baik
4. Konformasi tubuh baik (pinggul)
5. Subur, siklus birahi rutin dan jelas
6. Pertumbuhan cepat tapi efisien
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 7355:2008 yang direvisi
menjadi SNI 7651.4:2015 tentang bibit sapi potong- bagian 4: Bali, maka bibit
sapi bali digolongkan menjadi 3 (tiga) kelas yaitu kelas I, II dan III. Tabel 1dan 2
menunjukkan persyaratan minimum kuantitatif pada bibit sapi bali jantan dan
betina.
Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017 Page 15
Gambar 1. Sapi Bali jantan
Gambar 2. Sapi Bali betina
Tabel 1. Persyaratan minimum kuantitatif bibit sapi bali jantan
Umur (bulan) Parameter Satuan Kelas
I II III
18-24 Tinggi pundak cm 115 110 105
Panjang badan cm 125 120 119
Lingkar dada cm 155 147 142
Lingkar skrotum cm 25
>24-36 Tinggi pundak cm 127 120 113
Panjang badan cm 133 124 115
Lingkar dada cm 179 158 148
Lingkar skrotum cm 26
Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017 Page 16
Tabel 2. Persyaratan minimum kuantitatif bibit sapi bali betina
Umur (bulan) Parameter Satuan Kelas
I II III
18-24 Tinggi pundak cm 107 104 100
Panjang badan cm 112 105 101
Lingkar dada cm 139 130 124
>24-36 Tinggi pundak cm 110 106 104
Panjang badan cm 114 110 105
Lingkar dada cm 147 135 130
Untuk meningkatkan produksi, seleksi untuk memilih calon pejantan jauh
lebih penting daripada seleksi untuk memilih calon induk pengganti. Hal ini
disebabkan karena seekor pejantan akan mempunyai anak jauh lebih banyak dari
seekor induk. Sapi jantan dan betina mempunyai kemampuan yang sama dalam
mewariskan sifat unggul pada generasi berikutnya. Namun, perbaikan kualitas
melalui sapi betina akan berjalan sangat lambat karena keterbatasan seekor betina
produktif dalam menghasilkan pedet yang hanya berkisar 10 ekor selama
hidupnya. Perbaikan kualitas ternak akan lebih cepat tercapai melalui pejantan,
terlebih lagi dengan penggunaan teknologi IB. Secara alami seekor pejantan
hanya mampu melayani 50 sampai 70 ekor sapi betina dalam waktu satu tahun,
tetapi dengan teknologi IB seekor pejantan dapat melayani 5000 sampai 10000
ekor sapi betina per tahun (Feradis, 2010).
Mengembangbiakkan (breeding) ternak bibit hasil seleksi
Setelah dilakukan seleksi maka tahap selanjutnya adalah melakukan
perkawinan (breeding) ternak bibit hasil seleksi. Tujuan dilakukannya breeding
adalah untuk memberikan kesempatan kepada ternak yang terpilih bertambah
banyak dan membuktikan diri bahwa ternak tersebut memang benar-benar unggul.
Keunggulannya akan terlihat pada kemampuannya menurunkan sifat-sifat unggul
tersebut kepada anak-anaknya. Untuk sapi bali yang ada di Bali, perkawinan
harus dilakukan dalam breed itu sendiri (within breed) dengan tujuan menjaga
kemurnian sapi bali yang ada di Bali. Apabila dalam suatu populasi sudah terjadi
keseragaman genetik akibat program seleksi yang terus menerus dilakukan,
sehingga tidak ada lagi respon seleksi maka untuk meningkatkan keragaman
Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017 Page 17
dalam populasi tersebut harus mendatangkan ternak dari luar populasi sehingga
keragamannya akan meningkat.
Perkawinan yang dilakukan sebaiknya menggunakan metode inseminasi
buatan (IB) karena semen yang digunakan berasal dari pejantan yang sudah
terseleksi. Namun apabila terjadi hambatan atau kesulitan dengan metode
perkawinan IB, maka perkawinan dapat dilakukan dengan menggunakan pejantan
yang terpilih (baik) dengan metode perkawinan alam (KA).
Program perkawinan ini harus dilakukan secara cermat sehingga tidak
terjadi inbreeding. Untuk ini diperlukan catatan (recording) yang tepat dan
akurat. Yang dimaksud dengan inbreeding adalah perkawinan yang terjadi antara
ke dua jenis kelamin yang berbeda namun memiliki masih memiliki hubungan
kekerabatan kurang dari 5 generasi. Dampak negatif dari inbreeding adalah
timbulnya sifat-sifat yang tidak diinginkan (cacat) akibat adanya banyak
keseragaman genetik dari ternak yang masih memiliki hubungan kekerabatan
tersebut. Apabila kita yakin bahwa tidak ada sifat-sifat yang tidak diinginkan
akan timbul maka inbreeding akan berdampak baik. Misalnya kedua jenis ternak
yang masih berkerabat tersebut memiliki sifat yang unggul, maka dengan
dilakukan inbreeding akan menghasilkan keturunan yang unggul pula.
POLA PEMBIBITAN SAPI BALI
Keberadaan sapi bali sebagai plasma nutfah asli Indonesia harus
dipertahankan karena memiliki beberapa keunggulan seperti tingkat
reproduksinya yang tinggi dan tahan terhadap kondisi tropis. Selain itu, kualitas
dan kuantitas sapi bali secara terus menerus perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan
mengamankan bibit sapi bali (jantan dan betina) sebagai ternak lokal asli
Indonesia melalui sistem seleksi. Untuk itu pola pembibitan sapi bali sangat
penting dengan tujuan mendapatkan calon induk dan pejantan terseleksi. Beberapa
tahapan yang harus dilakukan adalah:
a. Menentukan komposisi populasi sapi bali di suatu daerah tertentu untuk
mengetahui jumlah pejantan, induk, dara, calon pejantan beserta data
produktivitasnya.
Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017 Page 18
b. Menentukan rangking ternak betina induk dan pejantan dan memilih 10%
terbaik (untuk betina) dan memilih 1% terbaik (untuk pejantan)
c. Pemberian nomor/identitas terhadap semua ternak terpilih untuk dilakukan
monitoring dan evaluasi terhadap ternak tersebut
d. Pelaksanaan perkawinan (IB atau kawin alam) terhadap betina induk terpilih
e. Melakukan seleksi terhadap pedet jantan dan betina yang dilahirkan oleh betina
induk terpilih
f. Pedet jantan yang terseleksi selanjutnya dipakai sebagai calon pejantan untuk
perkawinan dengan metode KA atau sebagai sumber semen pada perkawinan
dengan metode IB
g. Pedet betina yang terseleksi selanjutnya akan dipakai sebagai calon induk
pengganti atau untuk menambah populasi
h. Pedet jantan dan betina yang tidak lolos seleksi dapat dijual atau digemukkan
sebagai ternak potong.
Untuk lebih jelasnya pola pembibitan sapi bali dalam dilihat pada gambar 3.
PROSES PEMBIBITAN SAPI BALI
POPULASI SAPI BALI
TERTENTU
SELEKSI CALON INDUK
CALON INDUK
TERSELEKSI
IB KA?
PEDET
BETINA
PEDET
JANTAN
CALON PEJANTAN/
SUMBER SEMEN ?
CALON INDUK
PENGGANTI/
TAMBAH POPULASI
BETINA
DIJUAL
JANTAN DIJUAL /
DIGEMUKKAN
SELEKSI SELEKSI
Gambar 3. Pola Pembibitan sapi Bali
Keterangan:
• Induk sapi dikawinkan dgn IB/KA
• Pencatatan dilakukan terhadap pejantan/ nomer straw (semen)
Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017 Page 19
• Catat tanggal kawin, keberhasilan perkawinan/IB, tgl lahir, berat lahir,
berat sapih, berat umur 1th anak
• Pilih anak (pedet) yang beratnya tinggi (sesuai standar SNI). yang betina
untuk pengganti atau menambah populasi, yang jantan bisa
dijual/digemukkan atau untuk calon pejantan (sumber semen-IB bila
diperlukan). pedet betina yg tidak terpilih bisa dijual (dikeluarkan dari
kelompok)
Hal ini dilakukan secara terus menerus/berkelanjutan dari generasi ke generasi
PENUTUP
Sapi bali sebagai plasma nutfah asli Indonesia harus dilestarikan dan
ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya. Salah satu upaya meningkatkan kualitas
sapi bali adalah melalui tindakan perbibitan (pemuliaan) meliputi:
1. Menentukan tujuan produksi yang diinginkan
2. Melakukan pencatatan terhadap: a). sifat-sifat produksi dan reproduksi ternak,
b). metode perkawinan yang dilakukan (kawin alam atau IB) dan c). kinerja
pedet yang dihasilkan
3. Memilih (seleksi) bibit yang didasarkan atas tujuan produksi
4. Mengembangbiakkan (breeding) ternak bibit hasil seleksi
Keempat tindakan pembibitan ini harus dilakukan secara terus menerus
dan berkelanjutan sehingga kualitas genetik sapi bali meningkat sesuai dengan
yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Alit, I.B.K. 2009. Peluang dan Tantangan Pengembangan Sapi Bali menuju
Komoditas Andalan Nasional. Makalah Seminar Nasional dan
Lokakarya. Universitas Udayana. Denpasar
Djagra, I.B. 2002. Ukuran Standar Tubuh Sapi Bali Bibit. Laporan Hasil
Penelitian. Kerjasama Bappeda Provinsi Bali dengan Fakultas
Peternakan Universitas Udayana
Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017 Page 20
Martojo, H. 2012. Indigenous Bali Cattle is Most Suitable for Sustainable Small
Farming in Indonesia. Reproduction in Domestic Animals, 47:10-14.
Doi:10.1111/j.1439-0531.2011.01958.x
Meijer, W.CH.P. 1962. Das Balirind. A Ziensen Verlag Wittenberg.
Lutherstadt
Muhamad, K, Oleson M, van Tol HTA, Mikko S, Vlamings BH. 2009. On the
Origin of Indonesian Cattle. ploS ONE 4(5): e5490, doi:10.1371/journal.
Pone.0005490
Noor, R.R. A. Farrajallah and Karmita. 2001a. The purity test of Bali cattle by
haemoglobin analysis using the iso Electric Focusing Method. Hayati
8(4)107-111
Noor, R.R. 2012. Indonesian Farm Animal Genetic Resources in Adapting to
Climate Change. Proceeding of the 2nd
International Seminar on Animal
Industry. Jakarta, 5-6 July 2012
Handiwirawan, E., R.R Noor, Muladno, L. Schueler. 2003. The use of HEL9 and
INRA035 microsatellite as specific markers for bali cattle. Arch. Tierz.
Dum-mertorf 6:503-512
Ishak, A.B.L. 2012. Identifikasi Keragamana Gen Sub-unit Bet, Gen FSH
Reseptor dan gen GH pada Sapi Bali Jantan sebagai Penanda Kualitas
Sperma. Disertasi. Fakultas Pascasarjana IPB.
McCool,C.1992. Buffalo and Bali cattle-exploiting their reproductive behavior
and physiology. Trop. Anim Health Prod 24:165-172
Oka, I.G.L. 2009. The Advantage of Artificial Insemination in Improving
Productive Performance of Bali Cattle. Proceeding International
Conference on “Biotechnology for A Sustainable Future” 15-16
September 2009. Bali. Indonesia
Oka, I.G.L. 2010. Conservation and Genetics Improvement of Bali Cattle.
Proceeding International Seminar on “Conservation and Improvement of
World Indigenous Cattle”. 3-4 September 2010. Held by Studi Center for
Bali Cattle Udayana University. Bali. Indonesia
Payne, W.J.A and D.H.L Rollison. 1973. Bali Cattle. World Anim. Rev. 7 : 13-21
Pane, I. 1990. Upaya peningkatan mutu genetik sapi bali di Pulau Bali. Prosiding
Pertemuan Sapi Bali. Denpasar, 20-23 September 1990. Fakultas
Peternakan Universitas Udayana
Talib, C., Entwistle, K., Siregar, A., Budiarti-Turner, S. and Lindsay, D. 2003.
Survey of population and production dynamic of Bali catlle and existing
Makalah disampaikan pada kegiatan pengabdian PKSB 2017 Page 21
breeding programs in Indonesia. in K. Entwistle and D.R. Lindsay (Eds.).
Strategies to Improve Bali Catlle in Eastern Indonesia. ACIAR Proc. No.
10: 3-9
Pane, I. 1990. Upaya Peningkatan Mutu Genetik Sapi Bali di Pulau Bali.
Prosiding Pertemuan Sapi Bali. Denpasar, 20-23 September 1990.
Fakultas Peternakan Universitas Udayana
Toelihere, M. R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Penerbit Angkasa,
Bandung
Diwyanto, K dan Bambang Setiadi. 2011. Strategi pelestarian dan pemuliabiakan
sapi bali melalui ONBS dan VBC untuk meningkatkan mutu genetik sapi
potong di Indonesia. Lokakarya Nasional. Pusat Kajian Sapi Bali,
Universitas Udayana, Bali. 25-26 Nopember 2011
Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomer 18 tahun 2009 tenbtang
Peternakan dan Kesehatan Hewan
Badan Standar Nasional. SNI 7651.4:2015. Bibit sapi potong- Bagian 4: Sapi
Bali