Makalah Determinan KIA

17
BAB II PEMBAHASAN A. Persalinan Prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Persalinan ibu hamil secara normal pada usia kehamilan antara 37 sampai 42 minggu (259-293 hari) disebut usia kehamilan aterm. Usia kehamilan lebih dari 42 minggu (294 hari) disebut postterm. Persalinan prematur adalah persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari) atau usia kehamilan preterm. Bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu (preterm). Bayi yang lahir prematur berat badan lahir rendah (BBLR), tumbuh kembang organ vital terhambat, belum mampu untuk hidup di luar kandungan, dan mortalitas perinatal rate tinggi (65-75%). Sepertiga persalinan prematur disebabkan ketuban pecah dini (KPD), komplikasi kehamilan yang meliputi kehamilan multi janin, hidramnion, inkompetensi serviks, plasenta lepas secara prematur dan infeksi seperti polinefritis dan korioamnionitis. Namun 50% etiologi kelahiran prematur tidak diketahui. Faktor risiko prematur adalah faktor iatrogenik atas indikasi medis pada ibu dan janin, faktor maternal (umur ibu, paritas ibu, trauma, riwayat premature sebelumnya, plasenta previa dan inkompetensi serviks), infeksi intra amnion, hidramnion, faktor janin (gemelli, IUFD, kelaianan congenital) dan faktor perilaku (merokok dan minum alkohol, NAPZA). BBLR adalah bayi yang baru lahir dengan berat badan saat lahir lebih kecil 2500 gr, yang terbagi menjadi dua golongan yaitu prematuritas murni (bayi dengan kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai kehamilan, sering disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan/NKB-SMK) dan dismaturitas (neonatus dengan kehamilan kurang bulan dan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk kehamilan: NKB- KMK, neonatus cukup bulan dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk kehamilan: NCB-KMK, neonatus lebih

description

BAB II Pembahasan

Transcript of Makalah Determinan KIA

Page 1: Makalah Determinan KIA

BAB II

PEMBAHASAN

A. Persalinan Prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Persalinan ibu hamil secara normal pada usia kehamilan antara 37 sampai 42

minggu (259-293 hari) disebut usia kehamilan aterm. Usia kehamilan lebih dari 42

minggu (294 hari) disebut postterm. Persalinan prematur adalah persalinan pada

usia kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari) atau usia kehamilan preterm. Bayi

prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu

(preterm). Bayi yang lahir prematur berat badan lahir rendah (BBLR), tumbuh

kembang organ vital terhambat, belum mampu untuk hidup di luar kandungan, dan

mortalitas perinatal rate tinggi (65-75%). Sepertiga persalinan prematur disebabkan

ketuban pecah dini (KPD), komplikasi kehamilan yang meliputi kehamilan multi

janin, hidramnion, inkompetensi serviks, plasenta lepas secara prematur dan infeksi

seperti polinefritis dan korioamnionitis. Namun 50% etiologi kelahiran prematur tidak

diketahui. Faktor risiko prematur adalah faktor iatrogenik atas indikasi medis pada

ibu dan janin, faktor maternal (umur ibu, paritas ibu, trauma, riwayat premature

sebelumnya, plasenta previa dan inkompetensi serviks), infeksi intra amnion,

hidramnion, faktor janin (gemelli, IUFD, kelaianan congenital) dan faktor perilaku

(merokok dan minum alkohol, NAPZA).

BBLR adalah bayi yang baru lahir dengan berat badan saat lahir lebih kecil

2500 gr, yang terbagi menjadi dua golongan yaitu prematuritas murni (bayi dengan

kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai kehamilan, sering disebut

neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan/NKB-SMK) dan dismaturitas

(neonatus dengan kehamilan kurang bulan dan berat badan kurang dari berat

badan seharusnya untuk kehamilan: NKB-KMK, neonatus cukup bulan dengan

berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk kehamilan: NCB-KMK,

neonatus lebih bulan dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya

untuk kehamilan sesuai masa kehamilan: NLB-KMK).

Prevalensi BBLR diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan

batasan 3,3% - 38% dan lebih sering terjadi di negara berkembang dan angka

kematiannya 35% kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat badan lahir

normal. Dari 17 juta BBLR setiap tahunnya, 16% diantaranya lahir di negara

berkembang, dimana sekitar 80% di Asia. Di Indonesia, BBLR masih merupakan

penyebab utama tingginya AKB, khususnya pada masa perinatal dengan angka

kejadian sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain. Berdasarkan

SDKI 2007, Angka Kematian Bayi 34/1000 kelahiran hidup dengan penyebab

kematian BBLR 12,8%. Target MDG’s sampai tahun 2015 mengurangi angka

kematian bayi dan balita sebesar dua pertiga dari tahun 1990 yaitu sebesar 20 per

1000 kelahiran hidup. Saat ini angka kematian bayi masih tinggi yaitu sebesar 67

per 1000 kelahiran hidup.

Page 2: Makalah Determinan KIA

BBLR juga berdampak serius terhadap kualitas generasi mendatang, karena

terjadi penurunan kecerdasan (IQ), dan memperlambat pertumbuhan dan

perkembangan mental anak.

Penyebab terjadinya BBLR secara umum bersifat multifaktorial, sehingga

kadang mengalami kesulitan untuk melakukan pencegahan. Faktor yang berkaitan

dengan ibu adalah umur ibu, umur kehamilan, paritas, berat badan dan tinggi

badan, status gizi, anemia, kebiasaan minum alkohol dan merokok dan penyakit

waktu hamil (anemia, perdarahan), jarak kehamilan, kehamilan kembar, riwayat

keguguran. Faktor pada janin meliputi kehamilan kembar dan kelainan kongenital.

Faktor pada bayi, seperti jenis kelamin dan ras. Serta faktor lingkungan yaitu

pendidikan dan pengetahuan ibu, pekerjaan dan status sosial ekonomi dan budaya,

serta faktor pelayanan kesehatan yaitu pemeriksaan selama kehamilan (ANC).

B. Faktor Determinan Kesehatan Ibu dan Anak

Determinan dan faktor penentu kematian ibu dikelompokkan dalam

determinan proksi/dekat, determinan antara dan determinan kontekstual/jauh.

Determinan proksi/dekat dipengaruhi oleh determinan antar lain, kejadian

kehamilan, komplikasi kehamilan dan persalinan. Kedua adalah determinan antara

dipengaruhi oleh determinan kontekstual meliputi status kesehatan, status

reproduksi dan akses terhadap pelayanan kesehatan, perilaku sehat serta faktor-

faktor yang tidak diketahui atau tidak terduga misalnya kontraksi uterus yang

adekuat, ketuban pecah dini dan persalinan macet. Yang ketiga adalah determinan

kontekstual atau jauh (sosial, ekonomi, budaya) meliputi status perempuan dalam

keluarga dan masyarakat, status keluarga dalam masyarakat, dan status

masyarakat.

1. Status gizi ibu hamil

Ibu hamil memerlukan makanan zat gizi yang jauh lebih banyak, karena ada

janin dalam kandungannya yang memerlukan makanan bergizi cukup dan

seimbang untuk pertumbuhan. Keadaan gizi ibu hamil berhubungan erat dengan

Berat Badan Lahir Rendah pada bayinya. Apabila keadaan gizi ibu hamil kurang

maka besar kemungkinan bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR) dan

konsekuensinya 17 kali lebih tinggi meninggal dibanding bayi lahir normal. Ibu

hamil cukup bulan secara normal akan mengalami kenaikan berat badan

sebesar 9 kg. Tiap bulannya pada kehamilan 10 minggu, naik 1-2 kg perbulan.

Penilaian status gizi iIbu hamil dapat dilakukan secara klinis, biokimia,

biofasik dan pengukuran antropometri. Penilaian secara klinis sangat penting

karena dapat memberikan gambaran masalah gizi secara nyata. Penilaian

biokimia dengan melakukan pemeriksaan Hb untuk mengetahui anemia

defisiensi besi pada ibu hamil. Penilaian biofasik dengan melakukan

pemeriksaan fisik berdasar gejala dan tanda-tanda kurang gizi yang ditemukan.

Page 3: Makalah Determinan KIA

Penilaian antropomerti dengan pengukuran berat badan, tinggi badan dan

Lingkar Lengan Atas (LLA) pada ibu hamil.

Status gizi ibu hamil yang buruk akibat kurang energi protein kronis dan

defisiensi nutrisi menyebabkan persalinan prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah

(BBLR). Status gizi ibu hamil buruk disebabkan:

a. Mitos pantangan makanan dan minuman tertentu karena terdapat ancaman

bahaya terhadap yang melanggarnya. Ada kekuatan mistik yang akan

menghukum orang-orang yang melanggar pantangan atau tabu tersebut.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa pantangan ibu hamil merupakan

faktor risiko terhadap BBLR. Untuk mencegahnya, dibedakan pantangan yang

berdasar agama dan tidak berdasar agama. Pantangan yang belum menjadi

keyakinan agama atau kepercayaan yang merugikan, agar diusahakan untuk

dikurangi, bahkan dihapuskan. Pantangan yang menguntungkan kondisi

kesehatan ibu hamil, sebaiknya diperkuat dan dilestarikan. Sedangkan

pantangan yang tidak ada pengaruhnya agar dibiarkan saja.

b. Kebiasaan yang menjadi kepercayaan dan budaya setempat, menjadi faktor

determinan kesehatan ibu hamil dan bayi dalam kandungannya. Suku Asmat,

Papua mempunyai adat bahwa isteri melayani suami, mencari makan dan

memelihara anak, meskipun dalam keadaan hamil. Hal ini merugikan kondisi

gizi dan kesehatan ibu hamil, akhirnya berdampak dampak BBLR. Kebiasaan

minum jamu juga merupakan salah satu kebiasaan yang berisiko bagi ibu

hamil dan janin, terutama pada trimester pertama kehamilan. Jamu dari herbal

maupun bahan lain yang tidak teregistrasi BPOM tidak aman bagi ibu hamil

dapat menyebabkan terjadinya toksemia gravidarum, gagal organ jantung dan

ginjal, syok dan abortus. Sedangkan bagi janin, dapat membahayakan tumbuh

kembang, menimbulkan kecacatan, BBLR, prematur, kelainan organ, asfiksia

neonatorum dan sampai keamtian janin dalam kandungan. Kebiasaan minum

jamu pada ibu hamil mempunyai risiko 1,28 kali melahirkan dengan BBLR.

Jamu yang diperbolehkan dan dibenarkan dengan persyaratan bahwa zat-zat

atau bahan yang dipergunakan sudah terbukti efektif dan bermanfaat serta

tidak membahayakan kehamilan. Dan juga sudah teregistrasi oleh BPOM.

Pantangan ibu hamil tidak boleh melakukan hubungan sex selama kehamilan.

Hubungan seksual suami isteri bergantung kepada kondisi ibu hamil, karena

tidak mengganggu pertumbuhan bayi.

c. Kehamilan tidak diinginkan (KTD) dengan berbagai sebab

Kehamilan tidak diinginkan (KTD) adalah suatu kondisi pasangan yang tidak

menghendaki adanya kehamilan yang merupakan suatu akibat dari perilaku

seksual baik secara sengaja maupun tidak sengaja (Nurjanah, 2011).

Pregnancy Risk Assesment Monitoring System (PRAM) di Maryland,

mendefinisikan KTD adalah kehamilan yang tidak tepat pada waktunya atau

tidak diinginkan kehadirannya oleh pasangan. KTD biasanya dialami oleh

remaja yang belum menikah, pasangan suami isteri dikarenakan kegagalan

Page 4: Makalah Determinan KIA

alat kontrasepsi atau belum siap, penolakan jenis kelamin bayi, atau akibat

pemerkosaan. KTD mempunyai risiko 3,8 kali melahirkan anak BBLR.

2. Penggunaan zat berbahaya (alkohol, obat dan napza, rokok)

Alkohol, rokok dan narkotika adalah zat teratogenik yang bisa

menyebabkan kelainan kongenital bayi yang lahir, pertumbuhan janin

terlambat, retardasi mental, kecacatan dan karsinoma. Ibu hamil, terutama

pada trimester pertama yang konsumsi alkohol minimal 28,5 ml per har terjadi

efek tidak normal dan bisa terjadi abortus. Alkohol yang dikonsumsi ibu hamil

dapat membahayakan jantung ibu hamil dan merusak janin, termasuk

menimbulkan kecacatan dan kelainan pada janin dan menyebabkan kelahiran

prematur.

Pengaruh obat terhadap janin tidak hanya tergantung dari macam obat,

tetapi juga pada saat obat tersebut diberikan. Hampir semua obat yang

diberikan pada wanita hamil dapat melalui plasenta dan mencapai janin dan

beberapa diantaranya dapat mengganggu pertumbuhan janin. Beberapa jenis

obat antibiotik dan penghilang rasa nyeri memiliki efek gangguan pada janin.

Obat kemoterapi umumnya bersifat teratogenik. Obat-obatan yang

menimbulkan efek seperti narkotik dan obat psikotropika bila dikonsumsi

dalam dosis besar, dapat menimbulkan efek serupa dengan efek alkohol

pada janin. Obat terlarang, seperti ganja, morfin, heroin, pethidin, jenis

barbiturat sangat mempengaruhi ibu maupun janinnya, terutama pada masa

konsepsi dan trimester 1 kehamilan, karena tahap ini merupakan tahap

organogenesis atau pembentukan organ. Wanita hamil yang mengkonsumsi

obat terlarang tersebut akan mengalami gangguan ketergantungan obat dan

janinnya akan mengalami cacat fisik, kelahiran prematur dan BBLR serta

cacat mental dan sosial.

Masalah rokok menjadi perhatian semua negara karena kecenderungan

negatif situasi saat ini, yakni perokok aktif usia makin muda, semakin banyak

wanita dan kecenderungan peningkatan di negara sedang berkembang. Dan

akibat yang ditimbulkan pada perokok aktif dan pasif dari kandungan rokok

yang mengandung zat karsinogen, dan ribuan zat lainnya pada asap rokok

yang mengandung komponen gas: karbon monooksida, hydrogen, sianida

amoniak, oksida dari nitrogen dan senyawa hidrokarbon, serta komponen

partikel terdiri dari tar, nikotin, benzopiren, fenol dan kadmiun terjadinya

penyakit kanker paru-paru, pankreas, leher rahim, ureter dan ginjal. Banyak

literatur membuktikan kaitan antara rokok dengan terjadinya BBLR. Hasil

penelitian EPA, 30 wanita dengan suami perokok, 24 diantaranya berisiko

tinggi terserang kanker paru-paru. Penelitian FK. Universitas New York,

wanita perokok lebih dari 10 batang per hari memiliki peluang memasuki

menopause dini 40% lebih besar dibanding wanita yang tidak merokok. Dan

bayi dan anak-anak yang hidup di sekitar perokok lebih muda terkena flu,

batuk, infeksi telinga, penyakit bronchitis dan pneumonia.

Page 5: Makalah Determinan KIA

Merokok adalah perilaku berisiko yang berdampak buruk terhadap

kehamilan, berpengaruh terhadap ibu, janin dan bayi baru lahir. Asap rokok

berdampak pada pertumbuhan janin melalui beberapa mekanisme, beberapa

bahan dalam asap rokok misalnya nikotin, CO dan Polycyclic aromatic

hydrocarbons, diketahui dapat menembus plasenta. Zat karsinogen pada

rokok (cadmium, cotinin, dan benzo a pyrene) dapat menyebabkan

kerusakan DNA atau kromosom. Transmisi zat karsinogen ini dapat

menyebabkan kegagalan implantasi, kelahiran prematur dan gangguan

perkembangan postnatal. Ibu hamil yang merokok selama kehamilan

berpengaruh terhadap terjadinya BBLR, selain abortus dan SIDS (sudden

infant death syndrome). Nikotin berpengaruh terhadap spermatogenesis atau

terjadinya pembelahan sperma pada pria. Dampak dari suami perokok,

pembelahan sel-sel akan mengalami gangguan karena nikotin yang masuk

ke dalam darah, sehingga menghambat pertumbuhan janin. Akibatnya akan

terjadi keguguran, bayi lahir cacat, hidung pipih atau BBLR.

3. Olahraga selama kehamilan

Olahraga merupakan salah satu faktor penting agar ibu hamil sehat dan

nyaman. Manfaat olahraga selama kehamilan yaitu meningkatkan stamina

dan kebugaran (jantung dan paru) ibu hamil, akan meningkatkan kehamilan

persalinan normal melalui vagina. Ibu hamil mampu mengejan lebih lama.

Selain itu juga mempercepat kembali ke bentuk badan semula setelah

persalinan. Jenis olahraga yang aman bagi ibu hamil anatara lain: jalan kaki,

renang, senam hamil, sepeda statis dan yoga.

4. Komplikasi kehamilan

Dampak komplikasi kehamilan adalah abortus, intra uterin fetal death

(IUFD), anemia berat, infeksi transplasenta, partus prematur, dismaturitas,

syok, perdarahan, serta bayi asfiksia neonatarum dan BBLR, yang

menyebabkan kematian ibu hamil dan bayi.

Ada 2 klasifikasi dasar penyakit/komplikasi selama kehamilan:

a. Penyakit/komplikasi akibat langsung kehamilan: hiperemesis gravidarum,

pre eklampsi dan eklampsi, kelainan lamanya persalinan, kehamilan

ektopik terganggu, kelainan plasenta atau selaput janin, perdarahan

antepartum dan gemelli.

b. Penyakit/komplikasi yang tidak berhubungan dengan kehamilan: penyakit

alat kandungan, seperti varices vulva, kongenital, oedema vulva,

hematoma vulva, gonore, bartholinitis, trikomonas vaginalis, kista vagina,

kelainan letak uterus, kista dan mioma uteri. Penyakit kardiovaskuler,

seperti penyakit jantung, hipertensi, stenosis aorta, mitral isufiensi, jantung

rematik, endokarditis. Penyakit darah, seperti anemia dalam kehamilan,

leukimia, hemostatis dan kelainan pembekuan darah, trombositopeni.

Penyakit saluran napas, seperti influensa, bronchitis, pneumonia, asma

bronkial, TB Paru. Penyakit saluran pencernaan, seperti hernia

Page 6: Makalah Determinan KIA

diafragmatika, gastritis, ileus. Penyakit hepar dan pancreas, seperti

hepatitis, sirosis hepar, ikterus atrofi hepar, pancreatitis. Penyakit ginjal

dan saluran kemih, seperti ISK, sistitis, pielonefritis, glomerulonephritis.

Penyakit endokrin, seperti diabetes dalam kehamilan, kelainan kelenjar

gondok dan hipofisis. Penyakit saraf, seperti epilepsi, tumor otak,

miastenia gravis. Penyakit menular, seperti IMS, AIDS, kondiloma

akuminata, tifus, dan tetanus.

5. Mekanisme seluler dan molekuler BBLR

Saat ini ilmu genetika dasar semakin berkembang, khususnya penerapan

genetika molekular untuk memahami penyakit yang diturunkan. Cakupan

genetik molekuler meluas dari struktur gen hingga produk-produknya dalam

sel. Proses patofisiologis yang terjadi secara seluler dan molekuler dalam

terhambatnya pertumbuhan janin masih belum diketahui dengan jelas.

Namun banyak studi yang menggambarkan faktor genetik yang berpengaruh

secara signifikan terhadap berat janin. Polimorphism dari cytochrome P450

1A1 (gen CYP1A1) dan GSTT1 ditemukan berhubungan dengan BBLR pada

wanita yang merokok. Terdapat interaksi metabolisme gen dan faktor

lingkungan. Selama beberapa tahun terakhir Cytochrome P4502A6

(CYP2A6;coumarin 7-hydroxylase) telah mendapat perhatian cukup besar

sebab telah ditemukannya prinsip-prinsip C-oxydase nikotin pada manusia.

Enzim ini mengaktifasi prekarsinogen yang tidak berhubungan secara

struktural meliputi nitrosamine dan aflatoksin B1, metabolisme penggunaan

obat yang digunakan secara pasti. Hal ini menggema karena variasi antar

individu dan antar etnik terhadap tingkat dan aktivitas CYP2A6, dan banyak

hal menjadi bukti polymorphisme gen CYP2A6, dimana beberapa mutasi

seperti delesi gen telah dijelaskan. Frekuensi inaktivasi alela yang rendah

pada populasi Eropa dan metabolisme yang sangat rendah terhadap obat

coumarin telah digambarkan pada populasi tersebut. Sebaliknya frekuensi

alela yang relatif tinggi (15-20%) dari delesi gen CYP2A6 telah ditemukan

pada orang Asia, hasilnya secara umum mereduksi aktivitas pada populasi

tersebut. Sebab CYP2A6 sangat penting dalam metabolisme nikotin.

6. Determinan epidemiologi prematur

Secara umum faktor risiko penyebab kejadian kelahiran prematur antara

lain faktor idiopatik, iatrogenik, sosial, demografik, faktor maternal dan janin,

infeksi dan genetik. Faktor psikososial adalah kecemasan, depresi, stress,

respon emosional, support sosial, pekerjaan, perilaku minum kopi,

keterpaparan asap rokok dan aktivitas sosial. Dalam studi epidemiologik,

wanita hamil dengan kafein aktif dalam tubuh hingga 11 jam, tetapi pada janin

selama 100 jam.

7. Pola-pola kematian anak.

Anak-anak dalam rumah tangga termiskin umumnya memiliki angka

kematian balita lebih dari dua kali lipat dari angka kematian balita di kelompok

Page 7: Makalah Determinan KIA

kuantil paling sejahtera. Angka kematian anak di daerah-daerah miskin di

pinggiran perkotaan jauh lebih tinggi daripada rata-rata angka kematian anak

di perkotaan. Anak-anak dari ibu yang kurang pendidikan umumnya memiliki

angka kematian yang lebih tinggi daripada mereka yang lahir dari ibu yang

lebih berpendidikan.

C. Sintesa Determinan BBLR

Ada korelasi yang positif antara kelahiran prematur dan BBLR dengan status

sosial ekonomi yang rendah. Insiden lebih tinggi pada kasus-kasus dengan ibu

hamil kurang gizi, anemia, perawatan pranatal yang tidak adekuat, adiksi obat,

komplikasi obstetrik, insufisiensi reproduksi ibu. Faktor-faktor terkait lain seperti

keluarga dengan orang tua tunggal, kehamilan umur belasan tahun, jarak waktu

kehamilan yang dekat, ibu telah melahirkan sebelumnya lebih dari 4 anak, urutan

kelahiran, berat badan saudara-saudara kandung, ibu hamil perokok aktif dan pasif,

tinggi dan berat badan ibu hamil, pemeriksaan ANC, variasi genetik CYP2A6.

Sedangkan pendidikan ibu hamil dan jenis kelamin bayi tidak berpengaruh

terhadap kejadian BBLR.

Dampak lain yang ditimbulkan akibat faktor determinan sosial ekonomi

rendah, selain meningkatnya BBLR, juga terjadi diet tidak sehat sehingga timbul

obesitas, kebiasaan merokok dan stress, akhirnya menimbulkan penyakit jantung

koroner.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian BBLR, bisa digambarkan

sebagai berikut: penyebab dasar/tidak langsung BBLR adalah sumberdaya

manusia, faktor ekonomi dan organisasi yang berakibat pendidikan kurang, dan

pola asuh tidak memadai pada pra hamil dan selama hamil. Sehingga akses pada

makanan dan pelayanan kesehatan serta lingkungan tidak memadai. Yang

berakibat asupan gizi tidak adekuat dan terjadinya penyakit infeksi (sebab

langsung) sehingga berakibat terjadinya BBLR. Bayi berat lahir rendah

pertumbuhannya terganggu, IQ rendah (turun 10-13 poin), dan kematian bayi. Jika

hidup bisa terjadi stroke, hipertensi, DM type 2, respiratory distress syndrome

(RDS), gangguan fungsi pendengaran, retardasi mental dan cerebral palsy.

D. Pencegahan dan Penanganan Persalinan Prematur dan BBLR

Pencegahan kelahiran bayi prematur dilakukan secara primer, sekunder dan

tersier. Pencegahan primer, yaitu meningkatkan ANC (pemeriksaan kehamilan) dan

gizi ibu hamil serta melakukan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) dan KB.

Pencegahan sekunder dengan pembatasan aktivitas (kerja, perjalanan dan coitus)

dan stress pada ibu hamil dengan riwayat persalinan prematur dan hamil kembar.

Melakukan pemeriksaan USG dan amniosintesis. Pencegahan tersier adalah upaya

untuk menghentikan kelahiran bati prematur, dengan mempertahankan kehamilan

sampai cukup bulan dan mengurangi lama waktu perawatan intensif pada bayi.

Page 8: Makalah Determinan KIA

Penanganan bayi prematur dengan mempertahankan suhu, mencegah

terjadinya infeksi sekunder dan pemberian nutrisi dan ASI, serta penimbangan.

Penanganan BBLR sama dengan penanganan bayi prematur.

E. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Bayi sebelum kelahiran, mengalami pertumbuhan dan perkembangan

somatik, yang terbagi atas masa embrional, masa janin, perkembangan neurologis,

dan perilaku. Masa embrional dalam usia 6 hari setelah pembuahan sampai minggu

ke-8, sistem-sistem organ besar yang belum sempurna telah berkembang, dengan

rata-rata berat embrio 9 gram dan panjang 5 cm. Masa janin dimulai minggu ke-9

terjadi perubahan sel dan proporsi tubuh, pada minggu ke-10 wajah dapat dikenali

sebagai manusia, minggu ke-12 gender genitalia eksterna dapat dibedakan, dan

minggu ke-20 terbentuk alveoli primitive yang memproduksi surfaktan. Pada akhir

trimester kedua kehamilan terjadi pertambahan puncak berat janin. Selama trimester

ke-3 berat menjadi 3 kali lipat dan panjang 2 kali lipat. Perkembangan neurologis

selama minggu ke-3 dengan terbentuk lempengan neural pada permukaan

ektodermal dan tiga lapisan embrio dan lanjut mielinisasi sampai usia 2 tahun.

Perkembangan perilaku janin, selama trimester ke-3 tampak jelas. Yakni gerakan

mata dan variasi frekuensi jantung (pasif), lalu gerakan mata terus menerus dengan

ledakan aktivitas tubuh dan percepatan frekuensi jantung, kemudian gerakan mata

dan tubuh terus menerus dengan jantung takikardia. Pada BBLR karena prematur,

retardasi pertumbuhan intrauterin terjadi gangguan proses pertumbuhan dan

perkembangan tersebut di atas.

Mengetahui perubahan sel tunggal menjadi bayi, perkembangan perilaku dan

psikologi pada janin dan orang tua sangat penting. Pertumbuhan anak (bertambah

besar dalam aspek fisik) dapat dengan pemeriksaan kesehatan medis (medical

health examination) dan pemeriksaan kesehatan perkembangan (development

health examination).

Masa pertumbuhan sebelum dewasa terbagi dalam masa prenatal (0-280

hari), masa neonatal (0-4 minggu sesudah lahir), masa bayi (1-2 tahun), masa

prasekolah (2-6 tahun), masa sekolah (wanita: 6-10 tahun;pria: 6-12 tahun) dan

masa adolesensi (wanita 10-18 tahun; pria: 12-20 tahun).

Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi beberapa faktor yaitu

heredokonstusionil dan lingkungan. Faktor heredokonstusionil yaitu jenis kelamin,

rasa tau bangsa, keluarga dan umur. Faktor lingkungan pada prenatal yaitu gizi

(defisiensi vitamin, iodium), mekanis (amniotik, KET, trauma, oligohidroamnion),

toksin kimia (obat PTU, aminopterin, obat kontrasepsi), gangguan endokrin

(penyakit DM pada ibu, hormonal, usia tua), radiasi (sinar rontgen, radium), infeksi

TORCH, kelainan imunitas (eritroblastosis fetalis, kernikterus) dan gangguan fungsi

plasenta (anoreksia embrio). Pada pascanatal yaitu gizi yang tidak seimbang,

penyakit kronis dan kelainan kongenital, keadaan sosial ekonomi dan pendidikan,

musim, pengawasan medis, sanitasi, dan faktor psikologis.

Page 9: Makalah Determinan KIA

Pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal dengan melakukan

deteksi dini tumbuh kembang anak dan memenuhi kebutuhan dasar anak yaitu

kebutuhan fisik biomedis (ASUH) yang meliputi pemberian gizi seimbang dengan

pengolahan dan penyimpanan makanan yang baik, imunisasi, pemberian ASI

eksklusif dan makanan pendamping ASI (MP-ASI), penimbangan dan pengobatan

anak jika sakit, perumahan sehat, hygiene perorangan, sanitasi lingkungan,

sandang, kesegaran jasmani dan rohani. Dan kebutuhan emosi/kasih sayang

(ASIH), serta kebutuhan stimulasi mental (ASAH).

F. Analisis Kematian Bayi

1. Kekuatan

a. Kebijakan umum pembangunan kesehatan nasional, upaya penurunan

angka kematian bayi dan balita merupakan bagian penting dalam Program

Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) yang dijabarkan dalam visi anak

Indonesia 2015 untuk menuju anak Indonesia yang sehat.

b. Regulasi: Propenas 2000-2014, upaya penurunan angka kematian bayi dan

balita merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan kesehatan dan

UU nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, kesempatan anak

untuk hidup sehat, tumbuh, dan berkembang secara optimal menjadi

semakin terbuka.

c. Program jaring pengaman sosial bidang kesehatan: Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) berupa pelayanan kesehatan dasar dan rujukan gratis bagi

ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi untuk keluarga miskin, serta

bantuan pembangunan saran kesehatan.

2. Kelemahan

a. Masih tingginya kematian ibu akibat persalinan atau kelahiran

b. Negara sedang berkembang

3. Peluang

a. Manfaat ASI eksklusif

b. Kebijakan umum pembangunan kesehatan nasional, upaya penurunan angka

kematian bayi dan balita merupakan bagian penting dalam Program Nasional

Bagi Anak Indonesia (PNBAI) yang dijabarkan dalam visi anak Indonesia

2015 untuk menuju anak Indonesia yang sehat.

4. Ancaman

a. Masih tingginya Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), komplikasi

perinatal dan diare.

b. Faktor ibu: masa kehamilan yang rentan (ANC, infeksi ibu hamil, gizi ibu

hamil, karakteristik ibu hamil), persalinan (partus macet/lama, pertolongan

nakes)

c. Faktor janin: BBLR, asfiksia, pneumonia, diare, tetanus

d. Ketersediaan dan akses sarana pelayanan kesehatan, seperti RS

e. Asupan gizi yang kurang

Page 10: Makalah Determinan KIA

f. Pencemaran lingkungan

g. Faktor sosio-ekonomi

h. Tenaga kesehatan yang kurang memadai jumlah dan mutunya

G. Hambatan KIA

1. Belum adanya kesamaan persepsi antara pemerintah pusat dan daerah, dan

stakeholder yang menangani permasalah AKI di Indonesia.

2. Belum adanya komitmen dari pemerintah pusat dan daerah untuk menjalankan

amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan untuk

mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar 5% APBN dan 10% APBD di luar

gaji.

3. Dari anggaran kesehatan yang ada, hamper semua daerah tidak memiliki alokasi

khusus untuk penanganan masalah kematian ibu.

4. Belum ada semangat memberikan pelayanan kesehatan reproduksi sebagai

upaya mencegah terjadinya kematian ibu.

5. Implementasi dan monitoring pelaksanaan kebijakan untuk mengurangi AKI

masih sangat kurang maksimal.

6. Kebutuhan alat kontrasepsi masih belum dapat dipenuhi serta angka unmet need

masih cukup tinggi.

7. Kurangnya sosialisasi dan melibatkan masyarakat terhadap upaya penurunan

AKI, khususnya di daerah terpencil.

8. Belum meratanya fasilitas kesehatan di daerah terpencil, sekalipun ada fasilitas

kesehatan tidak selalu memiliki tenaga kesehatan yang memadai.

9. Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pencegahan

AKI, ditambah sebagian besar daerah terpencil masih mengalami masalah

kelaparan dan kurang gizi.

H. Solusi Menekan Laju Kematian Bayi dan Ibu

Secara konseptual, masalah kesehatan Ibu dan anak di Indonesia sangat

rumit, selain terdiri dari berbagai penyebab masalah yang saling berinteraksi serta

faktor penentu masalah kesehatan yang berbeda-beda pada setiap unit sosial baik

perorangan, pada keluarga, maupun masyarakat. Adanya kesenjangan dalam faktor

penentu sosial pada kesehatan seperti tingkat pendidikan, pendapatan, gender,

kesulitan medan geografis, tersedianya air bersih, kebersihan dan kesehatan

lingkungan.

Sumber daya manusia tenaga kesehatan yang terkait dengan pelayanan ibu,

selain belum merata distribusinya, kompetensi belum seperti yang diharapkan, juga

kerjasama antar SDM yang terkait belum terkoordinir dengan baik.

Dari segi pembiayaaan, proporsi anggaran kesehatan pemerintah maupun

pemerintah daerah masih jauh dari alokasi yang diamanatkan dalam Undang-

Undang. Belanja kesehatan yang dikeluarkan pemerintah maupun masyarakat atau

subsidi lebih banyak dinikmati oleh orang kota dan mereka yang berpenghasilan

Page 11: Makalah Determinan KIA

tinggi. RS kelas B dan A tersedia di kota besar, sehingga pembiayaan kesehatan

melalui BPJS, lebih banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yang berpenghasilan

tinggi berada di kota-kota. Sedangkan masyarakat yang tinggal di desa dan miskin

berada pada posisi yang kurang menguntungkan untuk menikmati subsidi

pemerintah yang diberikan melalui pelayanan RS. Belanja program kesehatan yang

ada masih difokuskan untuk mengobati ketimbang mencegah. Alokasi terbesar

program kesehatan dalam lima tahun terakhir, untuk kesehatan yang sifatnya kuratf

seperti kesehatan perorangan, obat dan kesehatan masyarakat atau Puskesmas.

Sementara belanja-belanja kesehatan yang bersifat preventif masih belum

memadai.

Pemetaan fasilitas kesehatan berdasarkan kondisi geografis setempat belum

baik sehingga akses pelayanan kesehatan yang belum merata.

Sistem rujukan pelayanan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat

belum berjalan dengan baik.

Untuk itu solusi percepatan penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka

Kematian Bayi adalah kebijakan kesehatan KIA dengan fokus pada pembiayaan

(financing), regulasi dan kebijakan meningkatkan perilaku masyarakat. Dengan

pendekatan sistem kesehatan, yaitu suatu jaringan penyedia pelayanan kesehatan

(supply side) dan orang-orang yang menggunakan pelayanan tersebut (demand

side) di setiap wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan sumber daya

tersebut, dalam bentuk manusia maupun dalam bentuk material agar mencakup

sektor-sektor lain seperti pertanian, dan lainnya. Yang selama ini belum memenuhi

keinginan masyarakat dan belum efisien/efektif penggunaan anggarannya dan

kecenderungan berpahaman pada rumah sakit, komersil dan terkotak-kotak menjadi

sistem kesehatan dengan paradigma sehat. Upaya promotif dan preventif menjadi

pilar utama upaya kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk

mencapai kemampuan hidup sehat secara mandiri. Pemberdayaan masyarakat,

agar masyarakat sadar, mau dan mampu hidup sehat. Penguatan pada pelayanan

kesehatan dengan peningkatan akses, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan

mutu pelayanan. Penerapan pendekatan continuum of care (1000 hari pertama

kehidupan), dan intervensi berbasis risiko kesehatan (health risk). Pembiayaan

kesehatan dengan jaminan sosial universal coverage, dan kendali mutu dan biaya.