Makalah Cp Ypac

38
PENATALAKSANAAN OKUPASI TERAPI PADA PROGRAM MENINGKATKAN KONTROL POSTURAL DAN KETERAMPILAN TANGAN PADA KASUS AN. R 8 TAHUN DENGAN DIAGNOSA CEREBRAL PALSY TETRAPLEGI DI YPAC JAKARTA DISUSUN OLEH : RESTY VIDIAWATI (1006720906) PRAKTEK KLINIK II PERIODE I PROGRAM STUDI OKUPASI TERAPI PROGRAM VOKASI STUDI KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

description

makalah cerebral palsy di ypac

Transcript of Makalah Cp Ypac

PENATALAKSANAAN OKUPASI TERAPI PADA PROGRAM MENINGKATKAN ATENSI

PENATALAKSANAAN OKUPASI TERAPI PADA PROGRAM MENINGKATKAN KONTROL POSTURALDAN KETERAMPILAN TANGAN PADA KASUS AN. R 8 TAHUN DENGAN DIAGNOSA CEREBRAL PALSY TETRAPLEGI DI YPAC JAKARTA

DISUSUN OLEH :

RESTY VIDIAWATI (1006720906)

PRAKTEK KLINIK II PERIODE I

PROGRAM STUDI OKUPASI TERAPI

PROGRAM VOKASI STUDI KEDOKTERAN

UNIVERSITAS INDONESIA

Jakarta, Oktober 2012

LEMBAR PENGESAHAN

Telah diperiksa dengan seksama makalah

PENATALAKSANAAN OKUPASI TERAPI PADA PROGRAM MENINGKATKAN KONTROL POSTURALDAN KETERAMPILAN TANGAN PADA KASUS AN. R 8 TAHUN DENGAN DIAGNOSA CEREBRAL PALSY DI YPAC JAKARTA

Pada kegiatan Praktek Klinik II Periode I Mahasiswa Vokasi Universitas Indonesia

Program Studi Okupasi Terapi yang diselenggarakan pada tanggal 8 Oktober 17 November 2012 yang bertempat di YPAC Jakarta, disetujui oleh instruktur dan pembimbing mahasiswa.

Disusun Oleh :

Resty Vidiawati ( 1006720906)

Demikian makalah Praktek Klinik II Periode I disetujui oleh pembimbing dan instruktur mahasiswa :Tanggal 8 oktober 17 November 2012

Instruktur dan Pembimbing Mahasiswa Klinik YPAC

Rabiatul Adawiyahn Amd.OTKATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah mengkaruniakan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Penatalaksanaan Okupasi Terapi Pada Program Meningkatkan Kontrol Postural dan Keterampilan Tangan pada Kasus An. R 8 Tahun dengan Diagnosa Cerebral Palsy Tetraplegi di YPAC Jakarta dengan baik dan tepat waktu.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Praktek Klinik II Periode I. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada instruktur dan pembimbing yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Serta orang tua yang telah memberikan materil maupun spiritual sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Dalam penyusunan makalah ini, saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga saya dapat menyusun makalah berikutnya menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 12 Oktober 2012

PenyusunDAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

I.1Definisi

I.2Klasifikasi

I.3Prevalensi

I.4Etiologi

I.5Patofisiologi

I.6Gejala Klinik

I.7Prognosis

I.8Peran OT

I.9Kerangka Acuan

BAB II. PEMBAHASAN

II.1Identitas Pasien

II.2Informasi Subjektif

II.3Informasi Objektif

II.4Ringkasan Kasus

II.5Kesimpulan Problematika Okupasional

II.6Prioritas Masalah

II.7Program Okupasi Terapi

II.8Home Program

BAB III. PENUTUP

III.1Kesimpulan

III.2Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB IPENDAHULUAN

I.1DEFINISI

Cerebral Palsy adalah suatu kelainan dari fungsi gerak dan sikap tubuh yang disebabkan karena adanya kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya (World Commission on Cerebral Palsy, 1964).

Cerebral Palsy sebagai suatu sindroma kelainan dalam cerebral control terhadap fungsi motorik sebagai akibat dari gangguan perkembangan atau kerusakan pusat motorik atau jaringan penghubungnya dalam susunan saraf pusat (Gilory dkk, 1975).Cerebral Palsy ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak pada pusat motorik atau jaringan penghubungnya, yang kekal dan tidak progresif, yang terjadi pada masa prenatal, saat persalinan atau sebelum susunan saraf pusat menjadi cukup matur, ditandai dengan adanya paralisis, paresis, gangguan kordinasi atau kelainan-kelainan fungsi motorik (Clark 1964)I.2KLASIFIKASI

Manifestasi klinik CP bergantung pada lokalisasi dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan, apakah pada korteks serebri, ganglia basalis atau serebelum. Dengan demikian secara klinik dapat dibedakan 3 bentuk dasar gangguan motorik pada CP, yaitu :a) Spastisitas.Spastisitas terjadi terutama bila sistem piramidal yang mengalami kerusakan, meliputi 50--65% kasus CP. Spastisitas ditandai dengan hipertoni, hiperrefleksi, klonus, refleks patologik positif. Kelumpuhan yang terjadi mungkin monoplegi, diplegi/hemiplegi, triplegi atau tetraplegi. Kelumpuhan tidak hanya mengenai lengan dan tungkai, tetapi juga otot-otot leher yang berfungsi menegakkan kepala.b) Atetosis.Atetosis meliputi 25% kasus CP, merupakan gerakan-gerakan abnormal yang timbul spontan dari lengan, tungkai atau leher yang ditandai dengan gerakan memutar mengelilingi sumbu "kranio-kaudal", gerakan bertambah bila dalam keadaan emosi. Kerusakan terletak pada ganglia basalis dan disebabkan oleh asfiksi berat atau jaundice.c) Ataksia. Bayi/anak dengan ataksia menunjukkan gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan dan adanya nistagmus. Anak berjalan dengan langkah lebar, terdapat intention tremor meliputi 5%. Lokalisasi lesi yakni di serebelum.d) Rigiditas. Merupakan bentuk campuran akibat kerusakan otak yang difus. Di samping gejala-gejala motorik, juga dapat disertai gejala-gejala bukan motorik, misalnya gangguan perkembangan mental, retardasi pertumbuhan, kejang-kejang, gangguan sensibilitas, pendengaran, bicara dan gangguan mata.Berdasarkan manifestasi klinik CP, American Acedemy for Cerebral Palsy mengemukakan klasifikasi sebagai berikut.Klasifikasi neuromotorik1. Spastik, ialah adanya penambahan pada stretch reflex dan deep tendon reflex meninggi pada bagian-bagian yang terkena.2. Atetosis, karakteristik ialah gerakan-gerakan lembut menyerupai cacing, involunter, tidak terkontrol dan tidak bertujuan.3. Rigiditas. Jika bagian yang terkena digerakkan akan ada tahanan kontinu, baik dalam otot agonis maupun antagonis. Menggambarkan adanya sensasi membongkokkan "pipa timah" (lead pipe rigidity).4. Ataksia. Menunjukkan adanya gangguan keseimbangan dalam ambulasi.5. Tremor. Gerakan involunter, tidak terkendali, reciprocal, irama teratur.6. Mixed.Distribusi topografik dari keterlibatan neuromotorik1. Paraplegi. Yang terkena ialah ekstremitas inferior, selalu tipe spastik.2. Hemiplegi. Terkena hanya 1 ekstremitas inferior dan 1 superior pada pihak yang sama. Hampir selalu spastik, kadang-kadang ada yang atetosis.3. Triplegi. Terkena 3 ekstremitas, biasanya spastik.4. Quadriplegi atau tetraplegi. Terkena semua ekstremitas.Klasifikasi berdasarkan beratnya. lalah berdasarkan beratnya keterlibatan neuromotorik yang membatasi kemampuan penderita untuk menjalankan aktifitas untuk keperluan hidup (activities of daily living).1. Ringan. Penderita tidak memerlukan perawatan oleh karena ia tidak mempunyai problema bicara dan sanggup mengerjakan keperluan sehari-hari dan dapat bergerak tanpa memakai alat-alat penolong.2. Sedang. Penderita memerlukan perawatan oleh karena ia tidak cakap untuk memelihara diri, ambulasi dan bicara. Ia memerlukan brace dan alat-alat penolong diri.3. Berat. Penderita memerlukan perawatan. Derajat keterlibatan demikian hebat, sehingga prognosis untuk memelihara diri, ambulasi dan bicara adalah jelek.I.3PREVALENSI

Perkiraan kejadian cerebral palsy di Amerika Serikat berkisar dari 1,5 sampai 4 per 1.000 kelahiran hidup (United Cerebral Palsy, 2006). Pusat-pusat untuk pengendalian dan pencegahan penyakit telah memantau kejadian cerebral palsy pada anak-anak di atlanta, georgia daerah sejak pertengahan 1980-an.

Dalam studi CDC serta di dua kabupaten geografis beragam lainnya dimana data dikumpulkan, ada tingkat 30% lebih tinggi di kalangan anak-anak Amerika Afrika dibandingkan dengan non-Hispanik anak putih. Ada peningkatan 70% di prevalensi di daerah menengah dan berpenghasilan rendah dibandingkan dengan kelas atas daerah (CDC, Cerebral Palsy International Research Foundation, 2009).I.4ETIOLOGI

Di USA, sekitar 10 20 % disebabkan karena penyakit setelah lahir (prosentase tersebut akan lebih tinggi pada negara-negara yang belum berkembang). CP dapat juga merupakan hasil dari kerusakan otak pada bulan-bulan pertama atau tahun-tahun pertama kehidupan yang merupakan sisa dari infeksi otak, misalnya meningitis bakteri atau enchepalitis virus, atau merupakan hasil dari trauma kepala yang sering akibat kecelakaan lalu lintas, jatuh atau penganiayaan anak.Sebab-sebab yang dapat menimbulkan CP pada umulnnya secara kronologis dapat dikelompokkan sebagai berikut : Prenatal : Gangguan pertumbuhan otak

Penyakit metabolisme Penyakit plasenta Penyakit ibu : toksemia gravidarum, toksopiasmosis, rubella, sifilis dan radiasi. Natal :

Partus lama

Trauma kelahiran dengan perdarahan subdural

Prematuritas Penumbungan atau lilitan talipusat Atelektasis yang menetap Aspirasi isi lambung dan usus Sedasi berat pada ibu Postnatal : Penyakit infeksi : ensefalitis Lesi oleh trauma, seperti fraktur tengkorak Hiperbilirubinemia/kernikterus Gangguan sirkulasi darah seperti emboli/trombosis otak.I.5PATOFISIOLOGI

Kompleksnya perkembangan otak di masa prenatal dan neonatal, sehingga ketika terjadi cedera maka hasilnya berupa abnormalitas perkembangan. Stres fisik pada bayi prematur seperti imaturitas otak dan vaskularisasi serebral dapat menjelaskan mengapa prematuritas merupakan sebuahfaktor resiko yang bermakna untuk CP. Sebelum dilahirkan, distribusi sirkulasi darah janin ke otak dapat menyebabkan tendensi terjadinya hipoperfusi sampaidengan periventrikuler leukomalasia. Ketika sirkulasi darah ke otak telah menyerupai sirkulasi otak dewasa, hipoperfusi kebanyakan merusak area batas air korteks (zona akhir dari arteriserebralmayor),yang selanjutnya menyebabkan fenotip spastikquadriplegia.

Upper Motor Neuron (UMN) dianggap sama dengan neuron yang badan selnya terletak di korteks motorik dan akson-aksonnya berjalan dalam traktus kortikospinal (piramidalis) untuk bersinaps dengan sel-sel kornu anterior. Neuron-neuron ini dianggap sebagai substrat anatomis untuk inisiasi gerakan yang terencana, terutama gerakan yang halus atau kompleks. Spastisitas atau hipertonia terjadi bukan karena kerusakan pada eksitasi UMN itu sendiri, tetapi lebih karena disfungsi jalur polisinaptik yang menurun sejalan dengan UMN yang memberikan efek inhibisi pada LMN dan lengkung reflex. Hilangnya inhibisi supraspinalis akan mengubah reflex regang menjadi bentuk yang lebih primitive sehingga tonus meningkat.

I.6GEJALA KLINIS

Gambaran klinik cerebral palsy tergantung dari bagian dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan. Beberapa gambaran klinik tersebut menurut (Fenichel G.M, 1988) adalah sebagai berikut : a. Paralisis

Dapat berbentuk hemiplegia, quadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flasid, spastik atau campuran. b. Gerakan involunter Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran. c. Ataksia Gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum. Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun (hipotonus), dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai berjalan sangat lambat, dan semua pergerakan serba canggung. d. Kejang Dapat bersifat umum atau fokal. e. Gangguan perkembangan mental Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh. Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan secara volunter. Dengan dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak, perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif. f. Gangguan penglihatan Misalnya: hemianopsia, strabismus, atau kelainan refraksi), gangguan bicara, gangguan sensibilitas. Problem emosional terutama pada saat remaja.1.7PROGNOSIS

Prognosis bergantung pada banyak faktor, antara lain : berat ringannya CP, cepatnya diberi pengobatan, gejala-gejala yang menyertai CP, sikap dan kerjasama penderita, keluarganya dan masyarakat. Menurut Nelson WE dkk (1968), hanya sejumlah kecil penderita CP yang dapat hidup bebas dan menyenangkan, namun Nelson KB dkk (1981) dalam penyelidikannya terhadap 229 penderita CP yang.didiagnosis pada usia 1 tahun, ternyata setelah berumur 7 tahun 52% di antaranya telah bebas dari gangguan motorik. Dilaporkan pula bahwa bentuk CP yang ringan, monoparetik, ataksik, diskinetik dan diplegik yang lebih banyak mengalami perbaikan. Penyembuhan juga lebih banyak ditemukan pada golongan anak kulit hitam dibanding dengan kulit putih. Di negara maju, misalnya diInggris dan Scandinavia, terdapat 20--25% penderita CP bekerja sebagai buruh harian penuh dari 30--50% tinggal di" Institute Cerebral Palsy". Makin banyak gejala penyerta dan makin berat gangguan motorik, makin buruk prognosis. Umumnya inteligensi anak merupakan petunjuk prognosis, makin cerdas makin baik prognosis. Penderita yang sering kejang dan tidak dapat diatasi dengan anti kejang mempunyai prognosis yang jelek. Pada penderita yang tidak mendapat pengobatan, perbaikan klinik yang spontan dapat terjadi walaupun lambat. Dengan seringnya anak berpindah-pindah tempat, anggota geraknya mendapat latihan bergerak dan penyembuhan dapat terjadi pada masa kanak-kanak. Makin cepat dan makin intensif pengobatan maka hasil yang dicapai makin lebih baik. Di samping faktor-faktor tersebut di atas, peranan orang tua/keluarga dan masyarakat juga ikut menentukan prognosis. Makin tinggi kerjasama dan penerimaannya maka makin baik prognosis.1.8 PROBLEMATIKA OT Sensori Strabismus Motorik

Hypertonus

Kognitif

Mental retradasi

Kesulitan belajar

Intrapersonal

Depresi

HDR

Coping skill

Interpersonal

Kesulitan mendapatkan teman

ADL

Kesulitan dalam melakukan aktifitas seperti makan, berpakaian, berdandan.

Memerlukan bantuan asisten untuk kehidupan sehari-hari.

Produktifitas

Memerlukan bantuan asisten untuk bisa bersekolah Memerlukan bantuan untuk adaptasi lingkungan pekerjaan.

Leisure

Memerlukan bantuan orang lain untuk mengeksplore leisure.1.9 PERAN OT Motorik

meningkatkan ROM diekstremitas sehingga hypertonicitynhya menurun Sensory

Menggunakan stimulus vestibular untuk mempromosikan reaksi equilibriu Kognitif Menggunakan komputer yang dapat memfasilitasi tahapan belajar dan membuat pasien lebih aktif didalam kelas Intrapersonal

Memberikan lingkungan yang aman yang membuat paien dapat mencari hal-hal yang baru tanpa rasa takut Interpersonal Menolong keluarga dalam mencari komunitas CP Self-care

Edukasi adaptasi pakaian untuk memfasilitasi kemandirian Produktifity

Meningkatkan kegiatan bekerja dan toleransi dalam menyelesaikan tugasnya Leisure

Mencari waktu luang yang menarik1.10 KERANGKA ACUAN

Kerangka acuan adalah sekumpulan teori-teori yang kompatibel dan dapat diterapkan. Kerangka acuan yang digunakan untuk An. R adalah bobath.

Bobath Metode Bobath pada awalnya memiliki konsep perlakuan yang didasarkan atas inhibisi aktivitas abnormal refleks (Inhibition of abnormal reflex activity) dan pembelajaran kembali gerak normal (The relearning of normal movement), melalui penanganan manual dan fasilitasi.Dengan perkembangan ilmu dan teknologi, maka konsep Bobath juga mengalami perkembangan dimana menggunakan pendekatan problem solving dengan cara pemeriksaan dan tindakan secara individual yang diarahkan pada tonus, gerak dan fungsi akibat lesi pada sistem saraf pusat.Tujuan intervensi dengan metode Bobath adalah optomalisasi fungsi dengan peningkatan kontrol postural dan gerakan selektif melalui fasilitasi, sebagaimana yang dinyatakan oleh IBITA tahun1995.The goal of treatment is to optimize function by improving postural control and selective movement through facilitation. (IBITA 1995)Tujuan yang akan dicapai dengan konsep Bobath:

Melakukan identifikasi pada area-area spesifik otot-otot anti gravitasi yang mengalami penurunan tonus.

Meningkatkan kemampuan input proprioseptif. Melakukan identifkasi tentang gangguan fungsi setiap individu dan mampu melakukan aktifitas fungsi yang efisien Normal. Fasilitasi specific motor activity . Minimalisasi gerakan kompensasi sebagai reaksi dari gangguan gerak. Mengidentifikasi kapan dan bagaimana gerakan menjadi lebih efektif.

Analisa tentang gerak normal (normal movement) menjadi dasar utama penerapan aplikasi metode ini. Dengan pemahaman gerak normal, maka dilakukan identifikasi problematik gerak kepada setiap pasien/klien atas penyimpangan gerak akibat gangguan system saraf pusat.Akibat adanya gangguan sistem saraf pusat (SSP) akan mengakibatkan abnormal tonus postural, dari abnormal tonus postural tersebut melahirkan gangguan atau abnormalitas pada umpan balik sensoris yang akhirnya memunculkan kompensasi gerak. Pada aktifitas gerak, maka tonus otot postural akan sangat menentukan efektifitas dan efesiensi gerak yang akan dihasilkan.BAB II

PEMBAHASAN

II.1IDENTITAS PASIEN

Nama

: An. R

Umur

: 8 Tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Kebon Jeruk

Pekerjaan

: Pelajar

No. Registrasi

: 00.31.23

Diagnosis

: Cerebraal Palsy TetraplegiKiriman dokter

: dr. GunardiTanggal pemeriksaan: 8-Oktober-2012

Nama OT

: Mhsi. Resty Vidiawati

Bagian / Ruangan

: OT YPAC JakartaII.2INFORMASI SUBYEKTIF

An. R usia 8 tahun dengan diagnosa Cerebral Palsy. An adalah anak tunggal. Saat dalam kandungan, tidak ada masalah dan ibu selalu kontrol ke dokter setiap bulan. Saat lahir bayi tidak langsung menangis, berat lahirnya mencapai 2,8 kg. An sempat dilarikan ke rumah sakit dan di inkubator karena bilirubin tinggi. Pada usia 4 bulan disadari bahwa lutut pasien kaku dan punggung membungkuk. Pasien bisa duduk di usia 3 tahun.

Harapan orangtua adalah anak mampu berjalan. Kondisi sosial ekonomi pasien saat ini tergolong mampu.II.3INFORMASI OBYEKTIF

Aset Auditori: Anak mampu mendengar instruksi terapis

Taktil

: Anak mampu merasakan tiupan

Olfactori: Anak mampu mencium wewangian

Kelenturan Jaringan Lunak : Tidak terdapat scar.

Level arousal: Anak bermotivasi untuk mengikuti latihan

Limitasi

Vestibular: Anak tidak mampu menjaga keseimbangan saat duduk.

Visual

: Anak memiliki kelainan strabismus

Tonus otot: Skala ashworth 1 Kontrol Postural : Anak duduk dengan bersandar pada kursi

Koordinasi Motorik Kasar : Anak tidak mampu berjalan

Koordinasi Motorik Halus : Anak belum mampu menulis

Handskill: Anak tidak mampu grasp dengan pola lateral pinch.

IQ : 20 (MR Severe)

ADL : Sebagian besar bergantung pada orang lain.

II.4RINGKASAN KASUS

An. R usia 8 tahun dengan diagnosa Cerebral Palsy datang ke OT dengan di antar oleh caregiver. Anak memiliki kemampuan untuk mendengar dan tidak terdapat sensitifitas pada taktil.. Kondisi saat ini, anak mengalami keterbatasan dalam pinch dan sulit mempertahankan kontrol postural, anak tidak mampu berdiri sendiri, dan mobilisasi dengan menggunakan kursi roda, untuk aktifitas kehidupan sehari-hari sebagian besar masih tergantung dengan bantuan orang lain.II.5KESIMPULAN PROBLEMATIK OKUPASIONAL

Anak belum mampu mandi secara mandiri dalam posisi duduk karena sulit mempertahankan kontrol postural dan kurangnya handskill. Anak belum mampu makan secara mandiri karena sulit mempertahankan kontrol postural dan kurangnya handskill. Anak belum mampu berpakaian secara mandiri karena sulit mempertahankan kontrol postural dan kurangnya handskill.II.6PRIORITAS MASALAH

Anak belum mampu mandi secara mandiri dalam posisi duduk karena sulit mempertahankan kontrol postural dan kurangnya handskill.

Anak belum mampu makan secara mandiri karena sulit mempertahankan kontrol postural dan kurangnya handskill.II.7PROGRAM OKUPASI TERAPI

Masalah I : Anak belum mampu mandi secara mandiri dalam posisi duduk karena sulit mempertahankan kontrol postural dan kurangnya handskill. LTG 1 : Anak mampu mandi secara mandiri dalam posisi duduk selama 18x pertemuan STG 1 : Anak mampu mempertahankan kontrol postural saat duduk selama 5x pertemuan.

Aktivitas : Memindahkan bola ke keranjang

Metode : NDT

Frekuensi : 2x pertemuan/minggu

Durasi : 25 menit

Tehnik :

Terapis memposisikan anak duduk di kursi dengan kepala menghadap ke depan, punggung lurus sejajar garis tubuh dan tidak bersandar pada kursi. Hip dan knee fleksi, kaki menginjak pada foot rest. Terapis dan anak berhadapan, terapis memposisikan bola di sisi depan dan lebih tinggi dari kepala anak lalu anak mengambil bola dengan kedua tangan. Lakukan lagi dari posisi kanan atau kiri anak. Anak diminta untuk mempertahankan posisinya Terapis memperhatikan dan mengkoreksi kontrol postural anak. STG 2 : Anak mampu untuk abduksi adduksi sholder dan fleksi ekstensi elbow secara mandiri selama 3x pertemuan.

Aktivitas : Memindahkan selang melingkat ke traffic cone/cone besar

Media : Selang melingkar dan traffic cone/cone besar.

Frekuensi : 2x pertemuan/minggu

Durasi : 15 menit

Metode : NDT

Teknik : Terapis memposisikan anak duduk di kursi dengan kepala menghadap ke depan, punggung lurus sejajar garis tubuh dan tidak bersandar pada kursi. Hip dan knee fleksi, kaki menginjak pada foot rest. Terapis dan anak duduk berhadapan, terapis meletakkan selang melingkar di leher anak, terapis menginstruksikan anak untuk mengambil selang menggunakan kedua tangan dengan posisi elbow fleksi dan shoulder sedikit abduksi. Lalu anak memindahkan selang ke cone besar dengan posisi elbow ekstensi. Anak diminta untuk tetap mempertahankan kontrol postural. Terapis mengkoreksi kontrol postural dan fasilitasi gerakan elbow dan shoulder jika anak kesulitan melakukannya. STG 3 : Anak mampu memegang gayung dengan full grasp secara mandiri selama 4x pertemuan.Aktivitas : Memindahkan balok PegboardMedia : Pegboard dan baskomFrekuensi : 2x pertemuan/mingguDurasi : 30 menit

Metode : NDTTeknik : Terapis memposisikan anak duduk di kursi dengan kepala menghadap ke depan, punggung lurus sejajar garis tubuh dan tidak bersandar pada kursi. Hip dan knee fleksi, kaki menginjak pada foot rest. Terapis dan anak duduk berhadapan. Terapis menginstruksikan anak untuk mengambil balok pegboard menggunakan tangan kanan dari lubang peg dengan full grasp. Lalu pindahkan balok ke dalam baskom di sisi kiri anak. Anak diminta untuk tetap mempertahankan kontrol postural dan memegang peg dengan full grasp. Terapis mengkoreksi kontrol postural dan gerakan tangan serta kemampuan grasp anak. STG 4 : Anak mampu menyirami tubuh secara mandiri selama 6x pertemuan.

Aktivitas : Memindahkan biji saga dengan gayung kecil ke baskom yang berada di dekat tubuhnya dan ditinggikan setinggi kepala anak.

Simulasi menyiram tubuh dengan gayung

Media : Biji saga, baskom, gayung kecil, gayung besar.

Frekuensi : 2x pertemuan/minggu

Durasi : 35 menit

Metode : NDT

Teknik :

Terapis memposisikan anak duduk di kursi dengan kepala menghadap ke depan, punggung lurus sejajar garis tubuh dan tidak bersandar pada kursi. Hip dan knee fleksi, kaki menginjak pada foot rest.

Terapis dan anak duduk berhadapan. Terapis menginstruksikan anak untuk memegang gayung kecil menggunakan tangan kanan dengan full grasp, lalu anak mengambil biji saga dihadapannya untuk dipindahkan kedalam baskom yang berada di sisi kiri anak sedikit menyerong dan sejajar dengan kepala anak. Anak diminta untuk tetap mempertahankan kontrol postural dan melakukan gerakan fleksi ekstensi elbow dan abduksi adduksi shoulder serta melihat baskom untuk meletakkan biji saga tersebut. Terapis mengkoreksi kontrol postural, gerakan tangan dan kemampuan grasp.

Jika anak sudah mampu melakukan hal di atas. Terapis menginstruksikan anak untuk mensimulasikan gerakan menyirami tubuh dengan gayung besar. Anak memegang gayung dengan full grasp dan mencoba menyirami tubuh nya dengan gerakan fleksi elbow dan adduksi shoulder. Lalu anak simulsikan mengambil air dalam bak mandi dengan gerakan ekstensi elbow dan abduksi shoulder.Masalah II : Anak belum mampu makan secara mandiri karena sulit mempertahankan kontrol postural dan kurangnya handskill.

LTG 2 : Anak mampu makan secara mandiri pada posisi duduk selama STG 1 : Anak mampu mempertahankan kontrol postural saat makan secara mandiri selama 4x pertemuan.

Aktivitas : Memindahkan bola ke keranjang

Metode : NDT

Frekuensi : 2x pertemuan/minggu

Durasi : 25 menit

Tehnik :

Terapis memposisikan anak duduk di kursi dengan kepala menghadap ke depan, punggung lurus sejajar garis tubuh dan tidak bersandar pada kursi. Hip dan knee fleksi, kaki menginjak pada foot rest.

Terapis dan anak berhadapan, terapis memposisikan bola di sisi depan dan lebih tinggi dari kepala anak lalu anak mengambil bola dengan kedua tangan. Lakukan lagi dari posisi kanan atau kiri anak. Anak diminta untuk mempertahankan posisinya Terapis memperhatikan dan mengkoreksi kontrol postural anak.

STG 2 : Anak mampu untuk abduksi adduksi sholder dan fleksi ekstensi elbow secara mandiri selama 3x pertemuan.

Aktivitas : Memindahkan selang lingkaran ke traffic cone

Media : Selang lingkaran dan traffic cone/cone besar.

Frekuensi : 2x pertemuan/minggu

Durasi : 15 menit

Metode : NDT

Teknik :

Terapis memposisikan anak duduk di kursi dengan kepala menghadap ke depan, punggung lurus sejajar garis tubuh dan tidak bersandar pada kursi. Hip dan knee fleksi, kaki menginjak pada foot rest.

Terapis dan anak duduk berhadapan, terapis meletakkan selang melingkar di leher anak, terapis menginstruksikan anak untuk mengambil selang menggunakan kedua tangan dengan posisi elbow fleksi dan shoulder sedikit abduksi. Lalu anak memindahkan selang ke cone besar dengan posisi elbow ekstensi. Anak diminta untuk tetap mempertahankan kontrol postural. Terapis mengkoreksi kontrol postural dan fasilitasi gerakan elbow dan shoulder jika anak kesulitan melakukannya.

STG 3 : Anak mampu memegang sendok dengan pola lateral pinch secara mandiri selama 5x pertemuan.

Aktivitas : Memindahkan kelereng ke wadah dengan sendok.

Media : Sendok, kelereng, wadah kecil.

Frekuensi : 2x pertemuan/minggu.

Durasi : 20 menit

Metode : NDT

Teknik :

Terapis memposisikan anak duduk di kursi dengan kepala menghadap ke depan, punggung lurus sejajar garis tubuh dan tidak bersandar pada kursi. Hip dan knee fleksi, kaki menginjak pada foot rest. Terapis dan anak duduk berhadapan. Terapis menginstruksikan anak untuk memegang sendok dengan pola lateral pinch, dan mengambil kelereng di hadapan anak untuk dipindahkan kedalam wadah yang di pegang terapis. Anak di minta tetap mempertahankan kontrol postural dan memegang sendok dengan pola lateral pinch. Terapis mengkoreksi kontrol postural dan pola pegang sendok. STG 4 : Anak mampu menyuap makanan ke mulut secara mandiri dalam posisi duduk selama 6x pertemuan.

Aktivitas :

Simulasi membawa sendok ke mulut

Simulasi menyuap makanan ke mulut.

Media : Sendok, piring kecil

Frekuensi : 2x pertemuan/minggu

Durasi : 35 menit

Metode : NDT

Teknik :

Terapis memposisikan anak duduk di kursi dengan kepala menghadap ke depan, punggung lurus sejajar garis tubuh dan tidak bersandar pada kursi. Hip dan knee fleksi, kaki menginjak pada foot rest. Terapis dan anak duduk berhadapan. Terapis menginstruksikan anak untuk simulasikan gerakan membawa sendok ke mulut dengan shoulder abduksi dan elbow fleksi. Anak diminta untuk tetap tegak. Terapis mengkoreksi kontrol postural dan gerakan shoulder dan elbow. Setelah membawa sendok ke mulut, anak di latih untuk menyuapi makanan ke mulut. Anak diminta tetap duduk tegak. Terapis memperhatikan dan mengkoreksi kontrol postural serta pola gerakan anak.II.8HOME PROGRAM

Latihan mempertahankan kontrol postural.Aktivitas : Memasukan buah jeruk/apel ke keranjang.

Frekuensi : 2x/minggu

Teknik :

Posisikan anak duduk tegak tanpa bersandar pada kursi.

Posisi keranjang berada didepan anak Berikan jeruk dari sisi depan, kanan atau kiri anak dan di tinggikan lebih dari kepala anak

Perintahkan anak untuk mengambil jeruk dengan menggunakan kedua tangan, lalu masukan jeruk ke keranjang yang berada dihadapan anak Orangtua/caregiver diminta untuk memperhatikan dan mengkoreksi posisi duduk anak untuk tetap tegak.Latihan menggenggam Aktivitas : Membuat menara dengan gelas plastik

Frekuensi : 2x/minggu

Teknik :

Posisikan anak untuk duduk tegak tanpa bersandar pada kursi. Instruksikan anak untuk mengambil gelas plastik menggunakan tangan kanan dengan cara di genggam, lalu letakkan di hadapan anak dan tumpuk gelas sampai setinggi dahi anak

Ambil kembali gelas menggunakan tangan kiri dengan cara di genggam, lalu berikan pada orang di hadapannya. Anak diminta tetap mempertahankan duduk tegak tanpa bersandar dan memeggang gelas dengan di genggam

Orang tua/caregiver perhatikan dan koreksi posisi duduk anak dan pola memegang gelas.BAB III

PENUTUPIII.1 KESIMPULAN

CP ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak pada pusat motorik atau jaringan penghubungnya, yang kekal dan tidak progresif, yang terjadi pada masa prenatal, saat persalinan atau sebelum susunan saraf pusat menjadi cukup matur, ditandai dengan adanya paralisis, paresis, gangguan kordinasi atau kelainan-kelainan fungsi motorik.

An. R usia 8 tahun dengan diagnosa Cerebral Palsy datang ke OT dengan di antar oleh caregiver. Pasien datang dengan menggunakan kursi roda. Saat ini ADL anak sebagian besar tergantung dengan orang lain. Pasien mengalami keterbatasan dalam pinch dan sulit mempertahankan atensi.III.2SARAN

Saran untuk keluarga

Demi tercapainya tujuan program terapi anak, sebaiknya keluarga selalu memberikan dukungan dan semangat agar pasien terus termotivasi untuk berlatih agar mencapai kemandirian. Selain itu, yang harus diperhatikan serta diingatkan ke keluarga adalah memberikan kembali terapi di rumah dan mengawasi anak dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Saran untuk terapis

Terapis disarankan untuk memperhatikan progresifitas dari pasien, agar dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan program program selanjutnya. Dan terapis sebaiknya lebih memfasilitasi pasien agar dapat meningkatkan kemampuan handskill dan atensi. Terapis juga diharapkan dapat memberikan edukasi baik kepada pasien maupun keluarga mengenai adaptasi cara, agar pasien dapat memaksimalkan kemandiriannya dalam beraktifitas. Saran untuk Pasien

Pasien diharapkan agar dapat terus meningkatkan motivasinya dan dianjurkan untuk melanjutkan latihan peningkata ketrampilan tangan dan memperhatankan kontrol postural..

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2001. Patofisiologi. Jakarta : EGC Reed, Kathlyn L. Quick Reference to Occupational Therspy / Kathlyn L. Reed. 1991.

Darto saharso. (2006). Cerebral Palsy Diagnosis dan Tatalaksana. Kelompok Studi Neuro-developmental Bagian Ilmu Kesehtan Anak FK Unair RSU Dr. Soetomo. Surabaya Ginsberg, Lionel. 2005. Lecture Notes Neurology. Edisi kedelapan. Jakarta : Erlangga Medis Series

Geralis, E. (1997). Children with cerebral palsyA parents guide (2nd ed.). Bethesda, MD: Woodbine House.

Latief, abdul dkk. 2007. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : bagian ilmu kesahatan anak fakultas kedokteran universitas Indonesia

adhiefsblog.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan.html

PAGE 8