Makalah Bedah Fraktur Femur

download Makalah Bedah Fraktur Femur

of 38

description

Fraktur Femur pada Anjing

Transcript of Makalah Bedah Fraktur Femur

PENDAHULUAN

Teknik dalam ortopedik hewan kecil telah berkembang pesat beberapa tahun terakhir ini. salah satu dari pendekatan dalam ortopedi ialah pendekatan biologis, yaitu dengan melakukan penjajaran pada bagian proksimal dan bagian distal fragmen tulang, dengan minimalisir hematoma fraktur dan perlekatan jaringan lunak dengan fragmen tulang. Pada fraktur batang tulang (shaft fracture), reduksi yang sempurna bukan merupakan prioritas tertinggi dan tujuan utama yaitu mengoptimalkan penyatuan (union) tulang dengan menyediakan kondisi yang sama untuk jaringan lunak sekitar tulang tersebut dan stabilitas mekanik fraktur. Contoh pendekatan biologis untuk fraktur termasuk fiksasi plat, interlocking nails dan fiksasi eksternal.Fraktur femur merupakan jenis fraktur yang sering terjadi pada anjing terutama akibat kecelakaan lalu lintas. Bagian batang, distal, atau salah satu trokanter dapat rusak. Krepitasi bisa ditemukan atau tidak sama sekali. Fraktur femur biasanya mengharuskan untuk eutanasia pada hewan besar, tapi pada hewan kecil penyembuhan dapat terjadi secara parsial atau sempurna.Menurut Olmstead (1995), bermacam-macam teknik fiksasi bisa diterapkan pada fraktur femur, termasuk pemasangan pin tertutup, pin intra medullar terbuka, pemasangan plate tulang, dan fiksasi eksternal. Beberapa fraktur dapat difiksasi cukup dengan satu teknik, beberapa kasus dapat juga dengan teknik khusus.

38

39

TINJAUAN PUSTAKA

FrakturFraktur adalah gangguan kontinuitas tulang dengan atau tanpa perubahan letak fragmen tulang yang mengakibatkan tulang yang menderita tersebut kehilangan kontinuitasnya atau keseimbangannya (Kumar, 1997). Penyebab fraktur bisa karena sebab intrinsik dan sebab ekstrinsik (Kumar, 1997). Sedangkan menurut Mayer et al., (1959) penyebab fraktur bisa disebabkan karena oleh trauma atau rudapaksa yang berasal dari luar tubuh ataupun oleh penyakit. Menurut Boden (2005), fraktur karena penyakit dapat disebabkan oleh osteomalacia, dimana terjadi reduksi densitas tulang dan kekuatannya.Pada banyak kasus, kejadian fraktur akan tampak jelas gejala klinisnya. Secara sepintas akan tampak bagian yang menunjukkan kebengkakan, kelainan bentuk, perubahan yang kaku, krepitasi dan rasa sakit. Menurut Archibald (1965), gejala klinis yang terjadi pada fraktur adalah kebengkakan, deformitas, kekakuan gerak yang abnormal, krepitasi, kehilangan fungsi dan rasa sakit.Berdasarkan ada tidaknya hubungan dengan udara luar, fraktur dibedakan menjadi fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup, apabila ujung tulang yang patah masih tertutup oleh otot dan kulit, tidak ada hubungan dengan udara luar. Fraktur terbuka yaitu apabila ujung tulang yang patah berhubungan dengan udara luar, di sini kulit terbuka sehingga ujung tulang yang patah tampak dari luar (Kumar, 1997).Berdasarkan tingkat kerusakan tulang, fraktur dibedakan menjadi fraktur complete dan fraktur incomplete. Fraktur complete adalah fraktur yang ditandai dengan adanya kerusakan pada 2 fragmen dan perubahan letak dari fragmen tersebut. Sedangkan fraktur incomplete adalah fraktur yang biasanya terjadi pada hewan muda dan ditandai dengan hilangnya kontinuitas dan perubahan letaknya minimal, misalnya pada fraktur greenstick dan fraktur fissura (Kumar, 1997).Sedangkan berdasarkan arah patahan dan lokasi, fraktur dibagi menjadi tujuh yaitu fraktur transversal jika arah patahannya tegak lurus dengan sumbu panjang tulang. Apabila dilakukan reposisi atau reduksi, fragmen tulang tersebut mempunyai kedudukan yang cukup stabil sehingga mempunyai pengaruh yang baik untuk kesembuhan. Kemudian fraktur oblique (miring) adalah fraktur dengan arah patahan miring membentuk sudut melintasi tulang yang bersangkutan, fraktur spiral jika arah patahannya bentuk spiral disertai terpilinnya ekstremitas. Fraktur impaktive adalah fraktur dimana salah satu ujung tulang masuk ke fragmen yang lain. Fraktur comminutive adalah fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian. Fraktur epiphyseal adalah fraktur pada titik pertemuan epiphysis pada batang tulang dan fraktur condyloid adalah fraktur dimana bagian condylus yang patah terlepas dari bagian yang lain (Kumar, 1997).

Gambar 1. Macam-macam fraktur (Kumar, 1997)

Diagnosis dan Terapi

Diagnosis fraktur dilakukan dengan anamnesis, inspeksi, pergerakan, pengukuran, palpasi dan pemeriksaan foto rontgent. Anamnesis dilakukan untuk mengetahui fraktur, penyebab, kapan terjadinya sehingga dapat membantu diagnosis. Inspeksi dilakukan dengan seksama pada anggota gerak, apakah ada kepincangan, pembengkakan, kekakuan gerak, perubahan warna, kebiruan, pucat dan sebagainya. Pengukuran dilakukan dengan cara membandingkan bagian kaki yang sehat dengan yang sakit, apakah terlihat simetris. Palpasi dilakukan dengan cara yang hatihati untuk mengetahui untuk mengetahui adanya krepitasi, oedema, rasa sakit, dan lain-lain. Diagnosis paling tepat adalah dengan foto rontgent. Pemotretan fraktur harus diambil dari 2 sisi yang saling tegak lurus sehingga diperoleh gambaran kedudukan tulang yang mengalami fraktur secara jelas sehingga akan membantu terapinya (Mayer et al., 1959).Penanganan fraktur menggunakan konsep 4 R yaitu rekognisi, reduksi, retensi dan rehabilitasi (Kumar, 1997). Untuk reduksi atau reposisi dilakukan secara terbuka yaitu pembedahan. Kemudian rotasi atau fiksasi dilakukan dengan pin intramedullar yang dimasukkan dengan intramedullar drill (Kumar, 1997). Menurut Nunamaker (1985), penggunaan pin intrameduler sering dilakukan pada kasus fraktur pada tulang panjang, dimana penggunaan fiksasi ini lebih efektif, murah dan resiko yang ditimbulkan rendah dibandingkan fiksasi dengan jenis lain. Menurut Olmstead (1995), bermacam-macam teknik fiksasi dapat diterapkan pada fraktur femur, termasuk pin intramedullar tertutup, pemasangan plate tulang, dan fiksasi eksternal. Beberapa fraktur dapat difiksasi cukup dengan satu teknik, beberapa kasus dapat juga dengan teknik khusus. Fraktur tranversal cukup stabil setelah difiksasi dengan pin intramedullar.

Gambar 2. Teknik Pemasangan pin intramedular (Permattei dkk, 2006)

Proses kesembuhan

Berdasarkan proses terjadinya, kesembuhan luka dibagi menjadi dua yaitu kesembuhan primer dan kesembuhan sekunder. Kesembuhan luka primer merupakan kesembuhan luka alami dan jaringan yang menderita sembuh sempurna tanpa menimbulkan gangguan fungsi dan anatomi, sedangkan kesembuhan sekunder biasanya terjadi bila kesembuhan primer tidak tercapai karena ulcerasi, abses, atau sebab lainnya. Kesembuhan primer merupakan kesembuhan jaringan dengan nekrosis pasca operasi yang minimal dan tidak ditemukannya pernanahan. Kesembuhan primer dapat diusahakan dengan meminimalisir trauma bedah, mengupayakan dengan sungguh-sungguh pembedahan yang aseptis dan menyatukan kembali jaringan yang terpisah dengan hati-hati (Mayer et al.,1959). Kesembuhan sekunder adalah kesembuhan yang terjadi pada luka operasi setelah mengalami infeksi yang mengakibatkan kesembuhan primer tidak terjadi. Kesembuhan sekunder dengan adanya granulasi membutuhkan waktu 4 minggu untuk kesembuhan dan meninggalkan jejak parut (Robbins, 1984). Pada proses pembedahan yang baik, setelah dilakukan penutupan luka dengan benar maka ruang kecil diantara jahitan dua jaringan yang disatukan akan terisi cairan serous. Pada beberapa hari pertama, aktivitas kesembuhan sedikit-demi sedikit mulai tampak dan penyatuan kembali jaringan tergantung pada kekuatan jahitan yang dibuat dalam waktu sekitar empat hari, fibroblast mulai mulai proliferasi dengan cepat dan membantu dalam menyatukan luka operasi. Dalam tahap ini ujung-ujung pembuluh darah yang terluka mulai berproliferasi dan membentuk jaringan kapiler yang baru. Penyatuan jaringan akan sempurna setelah 12-14 hari setelah pembedahan (Mayer et al.,1959).Fase kesembuhan tulang menurut Frandson (1992) secara rinci dapat dibagi dalam beberapa tahap sebagai berikut:1. Phase hematoma. Pada mulanya terjadi hematoma dan disertai pembengkakan jaringan lunak, kemudian terjadi proliferasi jaringan penyambung muda ke dalam daerah radang dan hematoma akan mengempis. Tiap fraktur biasanya disertai putusnya pembuluh darah sehingga terdapat penimbunan darah disekitar fraktur. Pada ujung tulang yang patah terjadi ischemia sampai beberapa milimeter dari garis patahan yang mengakibatkan matinya osteosit pada daerah fraktur tersebut.2. Phase proliferatif. Proliferasi sel-sel periosteal dan endosteal, yang menonjol adalah prolifersi sel-sel lapisan dalam dari periosteal dekat daerah fraktur. Hematoma terdesak oleh proliferasi ini dan diabsorbsi oleh tubuh.3. Phase pembentukan kallus. Pada tahap ini terbentuk fibrous kallus dan di sini tulang menjadi osteoporotik akibat resorbsi kalsium untuk penyembuhan. Sel-sel osteoblas mengeluarkan matrik interseluler yang terdiri dari kolagen dan polisakarida, yang segera bersatu dengan garam-garam kalsium, membentuk tulang immature atau young kallus (woven bone).4. Phase konsolidasi. Pada phase ini kallus yang terbentuk mengalami maturasi lebih lanjut oleh aktivitas osteoblas. Kallus menjadi tulang yang lebih dewasa dengan pembentukan lamella. Pada stadium ini sebenarnya proses penyembuhan sudah lengkap. Pada phase ini terjadi pergantian fibrous callus menjadi primary callus. Phase ini terjadi sesudah empat minggu namun pada umur-umur muda lebih cepat.5. Phase remodelling. Pada phase ini secondary bone callus sudah ditimbuni dengan kalsium yang banyak dan tulang sudah terbentuk dengan baik, serta terjadi pembentukan medulla kembali.

Obat dan Anastetika

Premedikasi dan AnestesiAnestesi adalah substansi yang apabila diberikan akan menyebabkan hilangnya kesadaran dan respon motorik terhadap rangsangan yang merugikan. Penggunaan anastetika untuk tujuan operasi ditujukan untuk individu yang sehat dan dalam kondisi fisiologis normal, hal ini disebabkan atas kenyataan bahwa setiap agen anestesi dapat digunakan dan atau mengganggu fungsi normal dari organ atau beberapa sistem dalam tubuh (Brander et al.,1991).Menurut Soma (1971) tahap-tahap dalam anestesi umum dibagi kedalam 4 stadia. Menurut Hall (1978) tanda-tanda anestesi pada hewan adalah : (1) Stadium I adalah stadium induksi atau dikenal sebagai stadium eksitasi bebas atau stadium analgesia. Pada tahap ini hewan masih sadar dan dapt melawan pemberian anastetikum pernafasan thorako-abdominal. Frekuensi pulsus dan nafas meningkat, dilatasi pupil, hewan sering urinasi dan defekasi. (2) Stadium II merupakan stadium eksitasi tak bebas atau delirium. Memasuki stadium ini hewan hilang kesadarannya, nafas tidak teratur, reflek pedal sangat kuat reflek menelan, muntah dan batuk mash ada. Stadium I dan II dapt dilewati dengan cara pemberian separuh dosis anastetika secara cepat kemudian sisanya diteruskan secara perlahan-lahan dengan terus memonitor denyut jantung serta frekuensi pernafasannya sampai tercapai keadaan anestesi yanf diinginkan. (3) Stadium III, merupakan stadium yang tepat untuk dilakukan operasi. Stadium ini dibagi menjadi tiga tingkatan atau plane, yaitu plane dangkal, sedang dan dalam. Pada plane dangkal ditandai oleh pernafasan yang teratur dengan tipe thorako-abdominal, otot anggota gerak relaksasi, reflek pedal, palpebrae, batuk masih ada, bola mata bergerak dari lateral ke medial, sedangkan reflek kornea dan konjunctiva terdepres. Anestesi pada tahap ini dapat dilaksanakan operasi yang bersifat ringan dan untuk keperluan diagnostik. Plane sedang ditandai dengan pernafasan thorako-abdominal, reflek batuk dan menelan masih ada, reflek pedal melemah, bola mata bergerak ke ventromedial, otot relaksasi kecuali otot abdominal. Anestesi pada tahap ini dapat digunakan untuk semua operasi, kecuali operasi di daerah perut. Pada plane dalam, pernafasan abdominal semua reflek batuk, menelan, pedal dan palpebrae hilang, otot seluruh tubuh relaksasi, bola mata ditengah, serta tekanan rahang hilang. (4) Stadium IV adalah stadium overdosis atau stadium paralisis. Pada tahap ini diaphragma masih aktif tetapi otot dada mengalami paralisis sempurna, pulsus cepat tapi lemah, pupil melebar, sekresi lakrimalis terhenti, nafas tersengal-sengal, pernafasan melemah dan berhenti.Untuk mempersiapkan hewan sebelum pemberian obat anastetik maka perlu diberikan obat-obat preanastetik atau biasa disebut premedikasi. Premedikasi diberikan dengan tujuan membuat hewan lebih tenang dan terkendali, mengurangi dosis anatesi, mengurangi efek-efek otonomik yang tidak diinginkan, mengurangi nyeri preoperasi (Sardjana, 2004). Menurut Kumar (1997), premedikasi adalah suatu substansi yang terdiri dari sedativa atau transquilizer sebagai penenang dan substansi antikolinergik. premedikasi digolongkan dalam 5 bagian yaitu: analgesik narkotik, sedativa barbiturat dan non-barbiturat, antikolinergik dan penenang. Obat ini sebaiknya diberikan secara oral sebelum anestesi, kecuali pada keadaan gawat (Hall dkk, 1983).Atropin SulfatAtropin merupakan alkaloid yang penting dari tanaman Atropa belladona dan digunakan dalam anestesi sebagai sulfat yang larut air (Brander et al.,1991). Atropin sulfat merupakan anticholinergik yang paling sering digunakan sebagai premedikasi. Dosis untuk premedikasi pada anjing dan kucing yaitu 0.022 - 0.044 mg/kg IM or SQ (Muir, 1987). Atropin, seperti agen antimuskarinik lainnya, secara kompetitif menghambat asetilkolin atau stimulan kolinergik lain pada neuroefektor parasimpatik postganglionik. Dosis tinggi akan menurunkan motilitas traktus gastrointestinal dan urinarius. Pada dosis yang sangat tinggi akan menghambat sekresi gastrium (Plumb, 1999). Atropine sulfate diabsorbsi dengan baik setelah pemberian oral, injeksi IM, inhalasi, atau administrasi endotracheal. Atropine dimetabolisme di hati dan diekskresikan lewat urin. Sekitar 30-50% dari dosis diekskresikan tanpa mengalami perubahan lewat urin (Plumb, 1999).Ketamin HClKetamin HCl merupakan derivat sikloheksason yang menimbulkan keadaan yang disebut anestesi disosiatif. (Brander, et al., 1991). Ketamin adalah larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman (batas keamanan lebar). Ketamin mempunyai sifat analgesik, anastetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi (Kumar, 1997). Ketamin merupakan anestetik umum yang bekerja cepat yang juga mempunyai aktivitas analgesik dan efek depresan kardiopulmonary yang kurang. Ketamin menghambat GABA, dan juga mungkin memblok serotonin, norepinefrin, dan dopamin di CNS. Ketamin menginduksi stadium anestesi I dan II, tapi tidak stadium III. Efek pada tonus otot bervariasi, tapi biasanya ketamin menyebabkan tidak ada perubahan tonus otot atau dapat meningkatkan tonus otot. Efek ketamin pada sistem kardiovaskuler termasuk peningkatan cardiac output, denyut jantung, tekanan aortik, tekanan arteri pulmonari, dan central venous pressure. Ketamin tidak menyebabkan depresi respirasi secara sinifikan pada dosis biasa, tapi pada dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan respiratory rate menurun (Plumb, 1999).Dosis yang digunakan pada anjing adalah 10-20 mg/kg berat badan secara intra muscular akan memberikan pengaruh anestesi selama 20-60 menit (Kumar, 1997). Ketika digunakan sebagai obat tunggal, ketamin tidak menghasilkan relaksasi muskulus skeletal yang baik, dan dapat mencapai recovery dengan segera dan biasanya dapat menyebabkan konvulsi pada anjing dan terkadang kucing. Untuk catatan dalam pemberian ketamin-xylazine pada anjing, bahwa obat ini dapat menyebabkan kardiak aritmia, edema pulmoner, dan depresi respirasi. Sehingga sebelum diberikan, perlu diberikan premedikasi misalnya atropine sulfat 0.044 mg/kg IM, 15 menit kemudian diberi xylazine (1.1 mg/kg) IM, 5 menit kemudian diberikan ketamine (22 mg/kg) IM (Plumb, 1999). Obat ini seharusnya tidak diberikan pada kucing dengan kelainan jantung dan beberapa penyakit lainnya seperti takhikardia, penyakit ginjal atau obstruksi urinari kronis (Donalds, C.S., 1982).Xylazine HCl Xylazine merupakan sedativa yang efektif untuk ruminansia dan kuda, sedangkan pada anjing dan kucing dengan pemberian 1-3 mg/kg berat badan dapat menyebabkan vomitus dan defekasi (Brander et al.,1991). Merupakan sedativa non narkotik yang poten dan analgesik dan merupakan relaksan muskulus yang baik. Efek sedativa dan analgesia bekerja mendepres sistem syaraf pusat, relaksasi muskulus karena terhambatnya tranmisi intraneural dari impuls pada syaraf pusat (Lumb and Jones, 1984). Menurut Kumar (1997), xylazine merupakan obat yang berfungsi sebagai muskulorelaxan. Hal ini akan menyebabkan tekanan pada vasomotor dan pusat pernafasan. Pada pemberian lokal anastetika yang disuntikkan pada otot atau sekitar nervus akan menghasilkan muskulorelaxan pada tepi.Pengaruh pemberian akan tampak setelah 10-15 menit secara intramuskuler ditandai dengan respirasi dan denyut jantung akan menurun dan terjadi perubahan sementara pada konduktivitas jantung. Dosis yang digunakan untuk anjing adalah 1-2 mg/kg berat badan (Brander et al, 1991). Efek xylazine pada anjing dan kucing adalah terjadinya muntah, pada pemberian secara intravena atau intramuskuler sering terjadi distensi abdomen akut (Brander et al, 1991). Kontra indikasi dari xylazine sebagai sedativa adalah menginduksi bradikardia pada level 2 memblok arteri. Jika anjing agresif maka pemberian xylazine harus dikombinasikan dengan atropin secara simultan (Donald, C.S., 1982).Ketamine-XylazineKombinasi antara ketamin dan xylazine merupakan kombinasi terbaik bagi kedua agen ini untuk menghasilkan analgesia. Banyak hewan yang teranestesi secara baik dengan menggunakan kombinasi ini. Anestesi dengan ketamin xylazine memiliki efek lebih pendek jika dibandingkan dengan pemberian ketamin saja, tetapi kombinasi ini menghasilkan relaksasi muskulus yang baik tanpa konvulsi. Emesis sering terjadi pasca pemberian ketamin-xylazine, tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian atropin 15 menit sebelum pemberian ketamin-xylazine (Jones and Lumb, 1984). Efek sedasi xylazine akan muncul maksimal 20 menit setelah pemberian secara intramuskuler dan akan berakhir setelah 1 jam, sedangkan efek anestesi ketamin HCl akan berlangsung selama 30-40 menit dan untuk recovery dibutuhkan waktu 5-8 jam (Sardjana dan Kusumawati, 2004).

Antiseptik dan desinfektan

Alkohol 70 %Alkohol merupakan antiseptik umum, pelarut yang baik dan desinfektan. Jika diaplikasikan secara lokal pada jaringan, alkohol mempunyai efek antibakteri dan germicid yang kuat. Alkohol banyak dipakai dalam persiapan operasi, persiapan penyuntikan dan pencucian alat-alat kedokteran. Untuk meningkatkan daya bunuh kuman alkohol sering dikombinasikan dengan antiseptik lain karena sifatnya sinergik (Brander et al.,1991).IodineIodine merupakan elemen non metalik yang terdapat alami pada rumput laut, air asin, dan lain-lain. Preparatnya merupakan serbuk berwarna ungu-coklat gelap, yang dapat larut dalam alkohol dan ether. Dalam preparat ini, iodine tidak pernah digunakan. Iodine dalam larutan alkohol atau disebut iodine tincture lebih penetratif dan iritatif pada kulit, terutama pada kulit sensitif. (Boden, 2005).Iodine selain untuk untuk desinfeksi dapat juga dipakai untuk mengobati luka seta melawan infeksi jamur dan parasit. Kemampuan iodine dalam menembus dinding sel sangat tinggi, dan karena adanya gangguan metabolisme pada protoplasma, kuman akan mati. Larutan tersebut apabila mengenai luka akan menyebabkan rasa perih dan meninggalkan warna jaringan (Brander et al., 1991).BioplacentonBioplacenton jelly merupakan obat luar dengan kandungan ekstrak plasenta 10%, neomycin sulfat 0,5%, dan jelly sampai 100%. Bioplacenton adalah ekstrak plasenta yang mengandung biogenik stimulator, yang mampu menstimulasi proses metabolisme sel berupa peningkatan konsumsi oksigen pada sel-sel hepar, percepatan regenerasi sel, dan penyembuhan luka. Neomycin sulfat adalah antibiotik topikal dengan poten melawan bakteri gram positif maupun negatif, tidak dirusak oleh eksudat atau produk metabolisme bakteri (Brander et al., 1991). Kombinasi dari bioplacenton dan neomycin sulfat menyebabkan kesembuhan luka yang cepat. Bioplacenton digunakan 4-6 kali sehari, dengan cara dioleskan merata pada kulit yang terbakar, ulcer kronis dengan kesembuhan lambat, jaringan granulasi, ulcer dekubitus, eksim pyoderma, impetigo, dan furunkulosis (Brander et al., 1991).

Antibiotik

Ampicillin Ampicilin merupakan salah satu semisintesis penicillin yang paling penting. Mempunyai aktivitas bakterisid dan merupakan antibiotika spektrum luas serta aktif melawan sejumlah mikroorganisme gram positif dan negatif. Aktivitas terhadap bakteri meliputi Streptococcus, Staphylococcus, Corynebacterium, Clostridium, Fusiformis, E. Coli, Klebsiella, Shigella, Proteus, Brucella dan Pasteurella. Ampicillin diabsorpsi dengan baik pada saluran gastrointestinal. Pemberian peroral mencapai puncak konsentrasi dalam jangka waktu 2 jam. Didistribusikan ke seluruh tubuh meskipun hanya sebagian kecil yang masuk ke cairan cerebrospinal dan dalam konsentrasi tinggi terdapat dalam hati dan ginjal (Brander et,al., 1991). Dosis pemberian peroral ampicillin pada anjing adalah 10-20 mg/kg berat badan, secara parenteral diberikan 5 10 mg/kg berat badan (Kirk dan Bistner, 1985).

AnalgesikMeloxicamMerupakan obat anti radang non steroid (NSAID) yang berasal dari golongan oxicam. Meloxicam diberikan kepada anjing atau kucing dengan indikasi mengontrol rasa sakit dan keradangan pada kasus gangguan tulang dan persendian. Meloxicam lebih baik diberikan secara injeksi sub-cutan atau intra-vena pada anjing, dengan dosis 0,2 mg/kg BB konsentrasi 0,5% dengan rentang waktu pemberian 24 jam selama 3 hari (Plumb, 1999).

MATERI DAN METODEMateriAlatUntuk memenuhi operasi yang aseptis dan legeartis, alat-alat yang digunakan harus dicuci dengan air sabun dibilas air bersih kemudian disucihamakan dengan autoclave. Meja operasi disterilkan dengan cara disemprot menggunakan alkohol 70%. Alat-alat yang dipakai dalam operasi ini adalah 1 buah scalpel dan pisaunya, 2 buah gunting lurus dan bengkok, 1 buah pinset chirurgis dan anatomis, 1 buah needle holder, 6 buah allis forcep, 6 buah duk klem, 4 buah arteri klem (mosquito/kelly forcep), 4 buah calmalt forcep, 1 buah duk operasi, tampon, kapas steril, 4 buah tali restrain dan spuit disposibel ukuran 3 cc 3 buah dan 5 cc 1 buah. Jarum yang digunakan adalah jarum berujung segitiga dan bulat. Benang yang digunakan antara lain benang katun untuk melakukan ligasi dan untuk menjahit lapisan kulit, cat gut chromic untuk menjahit muskulus, dan cat gut plain untuk menjahit lapisan subcutan.BahanBahan-bahan yang digunakan antara lain sebagai premedikasi digunakan atropin sulfat 0,025% dosis 0,04 mg/kg BB, xylazine 2% dosis 2 mg/kg BB, dan ketamin HCL 10% dosis 15 mg/kg BB. Obat-obatan lain yang digunakan antara lain alkohol 70%, yodium tincture 3 %, larutan penstrep, ampicillin 10 %, aquades steril.

MetodePersiapan hewanSebelum operasi dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kondisi tubuh hewan secara umum meliputi frekuensi pulsus, frekuensi nafas, suhu tubuh, keadaan umum dari anjing tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah anjing memenuhi syarat operasi atau tidak. Bila anjing dinyatakan memenuhi syarat dan dinyatakan sehat, maka operasi dapat dilaksanakan. Anjing harus dipuasakan makan selama 12 jam dan puasa minum selama 2 jam sebelum operasi dilakukan, dengan tujuan agar kondisi usus dalam keadaan kosong sehingga anjing tidak muntah dalam kondisi teranestesi.Bagian tubuh yang akan diincisi yaitu daerah craniolateral dari femur dexter dibasahi dengan air sabun untuk memudahkan pencukuran. Rambut anjing tersebut dicukur dengan menggunakan silet yang tajam, dibersihkan dengan air, kemudian diolesi dengan yodium tincture. Setelah itu, lakukan penimbangan berat badan anjing untuk menentukan semua volume obat yang akan digunakan.Persiapan operator dan pembantu operatorOperator dan pembantu operator sebelum dan selama pelaksanaan operasi harus selalu dalam kondisi steril. Operator dan pembantu operator mempersiapkan diri dengan mencuci tangan dari ujung tangan sampai batas siku sebelum operasi, menggunakan air sabun di bawah air bersih yang mengalir, kemudian didesinfektan dengan menggunakan larutan PK 4%. Selama operasi, operator dan pembantu operator harus menggunakan masker, sarung tangan steril, dan pakaian khusus untuk operasi untuk mengurangi kontaminasi.

Persiapan obat-obatanPremedikasi yang digunakan yaitu Atropin sulfat 0,025% dengan dosis 0,04 mg/kg BB secara subcutan. Untuk anestesi digunakan campuran Xylazine 2% dosis 2 mg/kg BB dengan Ketamin HCL 10% dosis 20 mg/kg BB yang diberikan secara intramuskuler. Ampicillin 10% dengan dosis 10 mg/kg BB juga perlu dipersiapkan.Persiapan alatMeja operasi harus dibersihkan dan disterilkan. Alat-alat operasi dipersiapkan dalam keadaan steril dan diletakkan secara urut dan rapi pada meja yang berdekatan dengan meja operasi.Pelaksanaan operasiSetelah hewan diberi anestesi dan hewan telah teranestesi maka diletakkan dalam posisi rebah lateral dexter dengan keempat kaki dikatkan pada meja operasi dengan tali untuk mempertahankan posisi. Daerah craniolateral femur dexter diolesi iodium tincture secara sirkuler dari sentral ke perifer. Duk dipasang pada bagian tubuh dengan menempatkan lubang duk tepat didaerah yang akan diincisi (bagian tubuh yang lain tertutup duk), keempat sudut difiksasi dengan duk klem. Hewan dipantau frekuensi nafas, suhu dan pulsusnya setiap 10 menit mulai teranestesi sampai hewan kembali sadar.Irisan kulit dilakukan pada sepanjang craniolateral tulang yang segaris dari trochanter mayor ke patella. Demikian pula jaringan subkutannya. Kulit dan jaringan subkutan diretraksikan, fascia lata diiris pada sepanjang tepi cranial muskulus biceps femoris. Setelah fascia diiris tampak septum muskulus. M. biceps femoris dirarik ke kaudal dan m. vastus lateralis ditarik ke depan sehingga tampak bagian permukaan tulang femur. Demikian pula retraksi dilakukan untuk m. adduktor magnus ditarik ke belakang dan vastus intermedius dipreparir dan ditarik ke depan. Usahakan batang tulang terlepas dari muskulus disekitarnya dengan cara dipreparir menggunakan forceps.Pemotongan os femur dengan bor listrik bermata runcing sampai putus dengan arah potongan transversal. Setelah itu kedua potongan tulang difiksasi dengan memasang pin intramedullar bantuan alat bor manual kearah proksimal terlebih dahulu hingga menembus kulit, selanjutnya kearah distal sampai pangkal os femur. Panjang pin sudah diukur agar tidak menembus bagian distal os femur. Setelah tulang terfiksir dengan baik dan pin terpasang dengan baik maka lakukan fiksasi muskulus dengan mempertautkan muskulus dengan muskulus, lakukan fiksasi dengan jahitan dengan benang cat gut chromic ukuran 2/0 dengan pola jahitan sederhana tunggal. Selanjutnya kulit difiksasi dengan melakukan jahitan dengan benang catgut chromic menggunakan pola jahitan intracutan. Kemudian bekas jahitan diberi iodium tincture dan salep bioplacenton. Setelah itu diberi injeksi Ampicillin secara intramuskuler sebanyak volume yang telah ditentukan.Perawatan post operasiUntuk perawatan luka bekas operasi, anjing diberi antibotik Ampicilline secara intramuskuler sehari dua kali selama 3 hari, diberi injeksi Meloxicam secara subcutan satu kali sehari pada sore hari dan diolesi salep iodin beserta salep bioplacenton setiap pagi dan sore hari.

HASILAnamnesa: Anjing tersebut dibeli di Godean, nafsu makan dan minum normal, tidak diare, tidak muntah, pakan yang diberikan adalah nasi dicampur hati atau cacahan tulang ayam, anjing tersebut belum pernah divaksin, belum pernah diberi obat cacing, anjing tersebut sudah dipuasakan sehari sebelumnya, dan minta dioperasi fraktur femur.Berat BadanSignalemen 3,8 kgAnjing Lokal//7 bulan/coklat muda kuping dan moncong hitam

Keadaan UmumEkspresi wajah menunjukkan rasa takut, badan kurus dan kecil

Frek. Nafas Frek. Pulsus Temperatur30 kali /menit84 kali /menit38,6 oC

Kulit dan RambutRambut kasar, kusam, di kulit terdapat banyak ektoparasit, turgor kulit normal (