Makalah Bank Indonesia
Transcript of Makalah Bank Indonesia
MAKALAH
BANK INDONESIA
OLEH
ANGGOTA KELOMPOK 7 :
LOLA ARINTHIKA (18936)
MUHARIZA RAHMAH (56492)
WAHYU UTAMI (16271)
GILANG YUFISA (18965)
DESNALDI (02568)
OCHA NOVTY FADZRY (88788)
DEDE ZURIANSYAH (
MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
anugerahNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Bank merupakan salah satu lembaga yang mempunyai kewenangan untuk
menyimpan dan memberikan dana kepada masyarakat sesuai dengan peraturan yang telah
ditetapkan oleh bank sentral dalam hal ini Bank Indonesia. Selain menghimpun dana
masyarakat, bank juga mempunyai banyak produk jasa lain yang memberikan kemudahan
bagi para nasabah untuk memanfaatkan jasa perbankan.
Makalah ini merupakan hasil pengumpulan data mengenai “BANK INDONESIA”
sebagaimana yang akan menjadi acuan pembelajaran dalam bidang studi mata kuliah
Manajemen Perbankan.
Dalam penyusunan makalah ini tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu, yaitu yang terhormat kepada :
1. Orang tua kami yang selalu memberikan dukungan baik secara moril maupun materil
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
2. Ibu Rose Rahmidani selaku dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Perbankan.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Padang, 14 Desember 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Fungsi utama Bank Sentral adalah mengatur masalah-masalah yang berhubungan
dengan keuangan di suatu negara secara luas, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri.
Di Indonesia tugas Bank Sentral dipegang oleh Bank Indonesia.
2. Rumusan Masalah
a. Tugas Bank Indonesia
b. Kedudukan Bank Indonesia dalam sistem moneter Indonesia
c. Kebijakan keuangan dan moneter Bank Indonesia
d. Hubungan kerja dengan pemerintah dan lembaga keuangan internasional
3. Tujuan Penulisan
Dalam rangka untuk menambah pengetahuan tentang Bank dan Lembaga Keuangan
dan mengetahui tentang Bank Sentral di negara Indonesia pada umumnya serta pada
khususnya untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran mata kuliah Manajemen Perbankan.
Secara khusus, makalah ini bertujuan untuk:
a) Memberikan ilmu bagi pembaca atas pengertian, sejarah dan cara – cara
melakukan kegiatan jasa perbankan.
b) Bisa menerapkan jasa perbankan dalam kehidupan sehari – hari.
c) Memberikan uraian atas pengertian Bank Indonesia
d) Mengetahui tujuan atas jasa Bank Indonensia dalam kegiatan perekonomian.
BAB II
PEMBAHASAN
A. TUJUAN DAN TUGAS BANK INDONESIA
:: Tujuan Tunggal
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan
tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini
mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta
kestabilan terhadap mata uang negara lain.
Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua
tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai
Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau
tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
:: Tiga Pilar Utama
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang
merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas tersebut perlu diintegrasi agar tujuan
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien
1. Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter.
Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Arah kebijakan didasarkan
pada sasaran laju inflasi yang ingin dicapai dengan memperhatikan berbagai sasaran ekonomi
makro lainnya, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Implementasi kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan suku bunga (BI Rate).
Perkembangan indikator tersebut dikendalikan melalui piranti moneter tidak langsung, yaitu
menggunakan operasi pasar terbuka, penentuan tingkat diskonto, dan penetapan cadangan
wajib minimum bagi perbankan.Pendekatan pegendalian moneter secara tidak langsung ini
telah dilakukan sejak 1983 dengan mekanisme operasional yang disesuaikan dengan dinamika
perkembangan pasar uang di dalam negeri.
2. Mengatur dan menjaga Sistem Kelancaran Pembayaran.
Sesuai dengan Undang- Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, salah satu tugas
Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Di bidang sistem
pembayaran Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk
mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan
uang dari peredaran. Disisi lain dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran Bank Indonesia berwenang melaksanakan, memberi persetujuan dan perizinan
atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran seperti sistem transfer dana baik yang bersifat
real time, sistem kliring maupun sistem pembayaran lainnya misalnya sistem pembayaran
berbasis kartu.
Untuk mewujudkan suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal, Bank
Indonesia secara terus menerus melakukan pengembangan sesuai dengan acuan yang
ditetapkan yaitu Blue Print Sistem Pembayaran Nasional. Pengembangan tersebut direalisasikan
dalam bentuk kebijakan dan ketentuan yang diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran
antar bank dan peningkatan efisiensi pelayanan jasa sistem pembayaran.
Pada sistem pembayaran non tunai, saat ini penyediaan layanan jasa pembayaran sebagian
besar dilakukan oleh perbankan baik melalui rekening bank di Bank Indonesia, hubungan
bilateral antar bank maupun melalui jaringan internal bank yang dimilikinya. Layanan
pembayaran dana antar nasabah tersebut biasanya dilakukan melalui transfer elektronik, sistem
kliring maupun melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Dari sisi
piranti pembayaran, secara historis sistem pembayaran non tunai di Indonesia didominasi oleh
piranti pembayaran berbasis warkat, namun dalam perkembangannya piranti elektronik mulai
banyak berperan terutama sejak dioperasikannya sistem BI-RTGS pada bulan November untuk
penyelesaian transaksi bernilai besar atau urgent.
Sementara itu dalam kaitannya dengan pengawasan sistem pembayaran, Bank Indonesia
memiliki tanggung jawab agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran
yang efisien, cepat, tepat dan aman. Fungsi pengawasan sistem pembayaran ini selain
berwenang untuk memberikan izin operasional terhadap pihak yang menyelenggarakan
kegiatan di bidang sistem pembayaran juga berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan sistem pembayaran baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak
lain di luar Bank Indonesia.
3. Mengatur dan Mengawasi Bank
Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia
menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau
kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan
mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan
ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian.
Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan mencabut
izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan, penutupan
dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan
kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-
kegiatan usaha tertentu.
Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung
maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk
pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak
langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang
disampaikan oleh bank.
B. KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM MONETER INDONESIA
1. Sejarah Moneter Bank Indonesia
Kebijakan moneter periode sebelum krisis ekonomi 1997
Pelaksanaan tugas bank indonesia di bidang moneter mengalami evolusi atau
pasang surut sesuai dengan perkembangan ekonomi dan iklim politik bangsa indone
sia. Perkembangan ekonomi sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan kebijakan
moneter. Hal tersebut dikarenakan tidak hanya kebijakan moneter itu diarahkan
untuk mempengaruhi variabel ekonomi makro, khususnya inflasi dan pertumbuhan
ekonomi, tetapi juga karena perkembangan ekonomi akan menentukan bagaimana
reaksi bank indonesia dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan
moneternya.
Kebijakan moneter periode sesudah krisis ekonomi 1997
Krisis yang melanda indonesia sejak tahun 1997 telah menimbulkan berbagai
permasalahan yang demikian sulit dan kompleks diberbagai bidang. Krisis yang
mulanya berasal dari krisis moneter telah berubah cepat menjadi krisis ekonomi,
krisis sosial budaya, dan krisis politik sehingga menjadi krisis multidimensi. Salah
satu pemicu utama adalah terjadinya kelangkaan dana perbankan sebagai akibat
penarikan dana oleh masyarakat yang sangat besar. Ditambah dengan semakin
melemahnya nilai rupiah terhadap dolar amerika serikat, kepercayaan masyarakat
terhadap rupiah semakin berkurang sehingga nilai tukar rupiah terus mengalami
penurunan yang sangat tajam.
Untuk mencegah kehancuran sektor perbankan, pemerintah (Bank Indonesia) me
nyun-tik dana ke sektor perbankan dalam jumlah yang sangat besar, yang
selanjutnya berakibat pada melonjaknya laju inflasi. Disisi lain, Bank indonesia harus
menyerap kelebihan liquiditas dimasyarakat melalui kebijakan moneter kontraktif,
yang berakibat pada naik-nya suku bunga dan persoalan lain di pasar keuangan
secara keseluruhan.
2. Instrumen Pengendali Moneter
Instrumen inilah yang sehari hari dipergunakan oleh bank sentral untuk mengarah-
kan kebijakan moneter ke tujuan tertentu sebagaimana yang diinginkan. Instrumen ini
dapat dipergunakan untuk memengaruhi jumlah uang yang beredar.
Instrumen langsung
a. Penetapan Suku Bunga
Penentapan tingkat suku bunga merupakan instrumen langsung bank sentral,
baik untuk pinjaman maupun simpanan di dalam sistem perbankan. Penetapan
tingkat suku bunga tetap atau kisaran antara suku bunga pinjaman dan simpanan.
Keefektifan instrumen langsung ini terletak pada kredibilitas sistem penegakan
(enforcement) dan pengawasannya. Dengan berkembang dan terintegrasinya pasar
keuangan domestik dengan pasar keuangan internasional serta berkembangnya
produk perbankan, dan perilaku ekonomi memiliki banyak alternatif untuk menghind
ari kebijakan penetapan tingkat suku bunga yang semakin tidak efektif.
b. Pagu Kredit
Pagu kredit merupakan instrumen langsung berupa penetapan jumlah atau
kuantitas maksimum kredit yang dapat disalurkan oleh perbankan. Mengapa kredit
yang dipatok? Penyebabnya adalah bank setral ingin mengendalikan jumlah atau
kuantitas uang yang beredar dengan secara langsung memengaruhi jumlah kredit
domestik yang dapat disalurkan oleh perbankan yang pada akhirnya memengaruhi
jumlah uang yang beredar.
Pada umumnya, pagu kredit untuk suatu bank ditetapkan berdasarkan kuota.
Sementara itu, kuota setiap bank ini dapat didasarkan pada modal, simpanan, dan
atau pinjaman. Penerapan instrumen ini menimbulkan distorsi alokasi sumber-
sumber daya dan mengurangi insentif bagi bank untuk mobilisasi dana masyarakat
dan menyalurkannya kepada sektor-sektor produktif.
c. Kredit langsung
Rasio likuiditas merupakan instrumen langsung yang digunakan bank sentral
dengan mewajibkan bank-ban selain untuk memelihara cadangan primer juga untuk
setiap saat memelihara surat-surat berharga tertentu. Pada umumnya, penerapan
instrumen ini bertujuan untuk menggalang dana yang dibutuhkan untuk pembiaya-
an anggaran pemerintah melalui penjualan surat-surat utang pemerintah kepada
perbankan sembari menciptakan pasarnya.
d. Kredit Langsung (Directed, Selected, Prioritas dan yang Sejenisnya)
Kredit langsung merupakan instrumen langsung berupa penyaluran kredit
secara langsung kepada sektor, program, proyek, dan kegiatan tertentu. Umumnya,
kredit langsung ini diberikan kepada sektor yang sedang diprioritaskan oleh
pemerintah namun belum cukup manarik bagi sektor swasta atau diberikan untuk
membiayai program, proyek, atau kegiatan yang diprioritaskan oleh pemerintah.
Kredit langsung ini pada umumnya tidak memerlukan adanya angunan. Instrumen
ini banyak digunakan di negara-negara dalam transisi.
e. Kuota Rediskonto
Pada dasarnya, kuota rediskonto merupakan instrumen langsung yang mirip
dengan kredit langsung (namun dujamin dngan surat berharga pasar uang) melalui
kuota untuk memberikan insentif pengembangan sektor tertentu. Dalam hal ini
bank sentral menetapkan jumlah kuota surat-surat berharga sektor tertentu yang
dapat dirediskontokan dengan suku bunga dibawah harga pasar. Suku bunga
rediskonto ini sangat feasibel dan dapat dijadikan sebagai sinyal perubahan
kebijakan yang efektif.
f. Instrumen Lain
Selain instrumen langsung di atas, terdapat pula beberapa instrumen langsung
yang pada masa dahulu (di indonesia khususnya) pernah digunakan untuk
mengendalikan uang beredar atau money supply. Instrumen tersebut antara lain :
Pengguntingan uang
Instrumen ini merupakan instrumen langsung yang ditujukan untuk
mengurangi uang beredar. Instrumen ini pernah digunakan di indonesia tahun
1950 yang terkenal dengan nama “Gunting Sjafrudin”. Dengan pengguntingan
uang, nilai pecahan yang terkena peraturan ini berkurang sejumlah
persentase tertentu (misalnya tinggal 50 %), sedangkan sisanya diganti
dengan surat berharga pemerintah jangka panjang. Dari pengguntingan uang
ini uang beredar berkurang langsung sebesar persentase yang diganti dengan
surat berharga.
Pembersihan Uang (Monetary Purge)
Instrumen ini serupa, tetapi tidak sama dengan pengguntingan uang. De-
ngan pembersihan uang, nilai uang diturunkan dengan persentase tertentu
tanpa ada penggantian untuk jumlah uang yang diturunkan tersebut. Penu-
runan nilai mata uang ini dapat bervariasi. Indonesia pernah menurunkan men
jadi 10 % pada tahun 1959, menjadi 3 % pada tahun 1946 (satu rupiah jepang
menjadi tiga sen uang NICA), menjadi 1 % pada tahun 1949 (100 rupiah jepang
menjadi satu rupiah ORI), menjadi 0,1 % pada tahun 1965 (1000 rupiah
menjadi satu rupiah). Efek pembersihan uang sama dengan pengguntingan
uang, yaitu penurunan jumlah uang yang beredar.
Penetapan Uang muka impor
Ketetapan ini berlaku bagi para importir yang akan melakukan transaksi
pembelian dari luar negeri. Dengan ketetapan ini para importir diwajibkan
untuk membayar sejumlah persentase tertentu sebagai uang muka untuk
pembelian valuta asing yang mereka perlukan untuk mengimpor barang yang
mereka perlukan dari luar negeri. Karena importir harus menyerahkan uang
muka lebih dahulu, uang beredar dapat dikendalikan dari sisi impor oleh bank
sentral melalui instrumen ini dengan menetapkan persentase uang muka yang
harus dibayarkan oleh importir.
Instrumen tidak langsung
a. Cadangan Wajib Minimun (GWM)
Cadangan wajib minimum adalah jumlah alat likuid minimum yang wajib
dipelihara oleh bank. Cadangan wajib minimum dapat dibedakan menjadi cadangan
primer atau primary reserves dan cadangan sekunder atau secondary reserve.
Cadangan primer lebih dikenal secara umum sebagai cadangan wajib minimum.
Cadangan Primer (Primary reserve)
Cadangan Primer atau yang umum dikenal dengan reserve requirement
adalah instrumen tidak langsung yang merupakan ketentuan bank sentral yang
mewajibkan bank-bank memelihara sejumlah alat likuid sebesar persentase
tertentu dari kewajiban lancarnya. Sebagian alat likuid tersebut ada yang harus
dipelihara dalam bentuk kas dan sebagian lainnya dalam bentuk rekening giro
bank tersebut pada bank sentral.
Cadangan Sekunder (secondary reserve)
Disamping cadangan Primer, ada kalanya bank sentral mewajibkan bank-bank
untuk memelihara sejumlah alat likuid tambahan di atas cadangan primer.
Tambahan alat likuid tersebut sering kali dinamakan cadangan sekunder
(secondary reserve). Pada umumnya, alat likuid yang dapat diperhitungkan
sebagai cadangan sekunder berbentuk surat-surat berharga, baik milik bank
sentral maupun pemerintah. Tujuan penetapan cadangan sekunder pada
umumnya berkaitan dengan upaya pemerintah atau bank sentral dalam rangka
mendorong bank-bank untuk membeli surat-surat berharga milik pemerintah
atau bank sentral.
b. Fasilitas Diskonto
Fasilitas diskonto adalah fasilitas kredit yang diberikan oleh bank sentral kepada
bank-bank dengan jaminan surat-surat berharga dan tingkat diskonto yang
ditetapakan oleh bank sentral sesuai dengan arah kebijakan moneter.
Tinggi rendahnya tingkat diskonto akan mempengaruhi permintaan kredit dari
bank. Dalam hal bank sentral menginginkan terjadinya kenaikan tingkat suku bunga
maka bank sentral dapat memberikan sinyal melalui tingkat diskonto (bunga)
fasilitas ini.
Bentuk fasilitas diskonto ini pada umumnya berupa pinjaman dengan jaminan
kepada sistem perbankan dan tingkat suku bunga di atas suku bunga intervensi
bank sentral (atau berupa simpanan dengan suku bunga dibawah pasar), sehingga
suku bunga fasilitas diskonto ini akan menjadi patokan suku bunga pinjaman
tertinggi (ceiling), atau suku bunga simpanan terendah (floor). Contoh instrumen ini
diantaranya fasilitas repo, fasilitas pinjaman dan simpanan (di ECB), dan fasilitas
diskonto.
c. Fasilitas Rediskonto
Fasilitas rediskonto adalah instrumen tidak langsung serupa dengan fasilitas
diskonto dalam bentuk fasilitas pinjaman janka pendek (hanya berbeda pada surat
berharga yang digunakan bukan surat berharga bank sentral melainkan surat
berharga pasar uang) yang merupakan ketentuan bank sentral dalam menetapkan
tingkat rediskonto surat-surat berharga pasar uang (SBPU) yang dapat dugunakan
dan didiskontokan ke (dibeli) bank sentral.
Pada umumnya, penentapan fasilitas ini ditujukan untuk mengembangkan
pasar suratsurat berharga pasar uang dan juga bermanfaat saat OPT masih terbatas
dan belum berjalan dengan baik antara lain sebagai akibat terbatasnya surat-surat b
erharga yang dapat dipergunakan sebagai instrumen operasionalnya.
d. Operasi Pasar Terbuka
OPT merupakan instrumen kebijkan moneter tidak langsung yang penting
karena melalui OPT bank sentral dapat memengaruhi sasaran operasionalnya (yaitu
suku bunga atau jumlah uang yang beredar) secara lebih efektif, karena
sinyal arah kebijakan moneter dapat disampaikan memlalui OPT, yang pelaksa-
naannya dilakukan secara terbuka dan pembentukan suku bunganya ditentukan
berdasarkan mekanisme pasar. Selain itu OPT juga dapat dilakukan atas inisiatif
bank sentral dengan frekuensi dan kuantitas sesuai dengan yang diinginkan.
OPT berbentuk kegiatan jual beli surat-surat berharga oleh bank sentral, baik di
pasar primer atau pasar sekunder melalui mekanisme lelang atau non lelang.
Apabila bank sentral akan mengurangi jumlah uang yang beredar, bank sentral akan
menjual surat-surat berharga akan berdampak pada pengurangan alat-alat likuid
bank-bank dan selanjutnya akan memperkecil kemampuan jumlah uang yang
beredar, bank sentral akan membeli surat-surat berharga yang akan berdampak
pada peningkatan alat-alat likuid bank-bank dan selanjutnya akan memperbesar
kemampuan bank-bank memberikan pinjaman.
e. Fasilitas Simpanan Bank Sentral
Fasilitas simpanan bank sentral merupakan salah satu instrumen tidak langsung
yang berbentuk simpanan bank-bank di bank sentral yang berjangka sangat pendek.
Fasilitas ini digunakan oleh bank-bank apabila mereka mengalami kelebihan
likuiditas pada akhir hari namun tidak dapat menempatkan dana kelebihannya itu
ditempat lain. Oleh karena itu, suku bnga fasilitas simpanan ini pada umumnya
berada dibawah suku bunga pasar. Fasilitas ini ada yang bersifat aktif dan pasif.
Pasif berarti inisiatif berada pada peserta pasar dan berapa pun jumlah yang akan
mereka simpan bank sentral harus menerimanya. Aktif berarti inisiatif berada pada
bank sentral. Fasilitas yang bersifat pasif sama dengan diskonto yang berbentuk
simpanan sedangkan fasilitas yang berbentuk sifat aktif dapat dipergunakan sebagai
salah satu instrumen operasional OPT tanpa menggunakan surat berharga sebagai
instrumen yang diperjualbelikan.
f. Operasi Valuta Asing
Operasi valuta asing merupakan salah satu instrumen tidak langsung yang
dapat dipergunakan dalam OPT, yaitu bank sentral melakukan jual beli valuta asing
di pasar valuta asing intuk memengaruhi jumlah uang beredar dan nilai tukar.
Misalnya, apabila bank sentral membeli valuta asing (dan membayarnya dengan
valuta sendiri) berarti bank sentral telah menambah jumlah uang yang beredar.
Selain itu, permintaan akan valuta asinng naik yang dapat menyebabkan melemah-
nya nilai tukar valuta sendiri.
C. KEBIJAKAN KEUANGAN DAN MONETER BANK INDONESIA
Kebijakan Fiskal / Keuangan
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan
ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah.
Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan
perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar.
Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat dan
komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi variabel-variabel berikut:
· Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi.
· Pola persebaran sumber daya
· Distribusi pendapatan
Dengan kebijaksanaan fiskalnya pemerintah dapat mengusahakan terhindarnya
perekonomian dari keadaan-keadaan yang tidak diinginkan seperti keadaan dimana banyak
pengangguran, inflasi, neraca pembayaran internasionla yang terus menerus defisit dan
sebagainya.
Ada analisis yang dipakai dalam kebijakan fiskal :
1. Analisis kebijaksanaan fiskal dalam sistem perpajakan yang sederhana.
Dengan adanya tindakan fiskal pemerintah, pengeluaran masyarakata untuk
konsumsi tidak lagi secara langsung ditentukan oleh tinggi rendahnya pendapatan
nasional, akan tetapi oleh tinggi rendahnya pendapatan yang siap untuk di
belanjakan atau disposable income
2. Analisis kebijaksanaan fiscal dalam system perpajakan yang Built-in Flexible
Yang dimaksud dengan system perpajakan yang built-in flexible adalah
system pemungutan pajak pendapatan, maksudnya adalah untuk meratakan
distribusi pendapatan agar tidak terjadi ketegangan –ketegangan social. Dikatakan
flexible karena mengikuti pendapatan, apabila pendapatan besar maka jumlah pajak
yang di bayar besar dan begitu sebaliknya.
Kebijakan Fiskal Dan Pengaruhnya Terhadap Perekonomian
Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan
pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran
(defisit atau surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara
dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.
Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran pendapatan dan belanja negara
(APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai
penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai
pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah
pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam
negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari
negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara.
Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran
untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan
usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri
tidak termasuk dalam perhitungan pengeluaran negara.
Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh
besarnya surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan
menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada
besarnya surplus tersebut . Pada umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai
cadangan atau untuk membayar hutang pemerintah (prepayment). Dalam hal terjadi defisit,
maka defisit tersebut dapat dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing)
atau dengan pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman
perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan obligasi negara (government
bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara
merupakan bagian dari pembiayaan defisit dalam negeri non-perbankan yang nantinya
diharapkan dapat memainkan peranan yang lebih tinggi. Hal yang paling penting
diperhatikan adalah menjaga agar hutang luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut
masih dalam batas-batas kemampuan negara (sustainable). Pada dasarnya defisit dalam
APBN akan menimbulkan efek ekspansi dalam perekonomian . Dalam hal defisit APBN
dibiayai dengan pinjaman luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan inflasi jika
pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang impor, seperti
halnya dengan sebagian besar pinjaman dari CGI selama ini. Akan tetapi bila pinjaman luar
negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang dan jasa di dalam negeri, maka
pembiayaan defisit dengan memakai pinjaman luar negeri tersebut akan menimbulkan
tekanan inflasi. Demikian juga jika, pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan obligasi
negara akan menambah jumlah uang yang beredar dan akan menimbulkan tekanan inflasi.
Adapun pembiayaan defisit dengan menggunakan sumber dari pinjaman luar negeri akan
berpengaruh pada neraca pembayaran khususnya pada lalu lintas modal pemerintah .
Semakin besar jumlah pinjaman luar negeri yang dapat ditarik, lalu lintas modal Pemerintah
cenderung positif. Adapun kinerja pemerintah dapat dilihat dari besarnya nilai lalu lintas
moneter. Nilai lalu lintas moneter yang positif menunjukkan adanya cash inflow.
Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk
mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, dan mendorong usaha pembangunan
nasional. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan
untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca
pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi
yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran
internasional yang seimbang. Kebijakan moneter dapat dilakukan oleh pemerintah dan Bank
Sentral dengan cara langsung atau tidak langsung.
Kebijakan moneter dan pengaruhnya terhadap perekonomian
Pada dasarnya, kebijakan moneter ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian
berada dalam jumlah yang “tepat” sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan
tanpa menimbulkan tekanan inflasi. Umumnya pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas
dalam perekonomian ini dilakukan oleh bank sentral, melalui berbagai instrumen ,
khususnya open market operations (OMOs). Dalam melaksanakan OMO, pada umumnya
bank sentral menjual atau membeli obligasi negara jangka panjang. Jika likuiditas dalam
perekonomian dirasakan perlu ditambah, maka bank sentral akan membeli sejumlah
obligasi negara di pasar sekunder, sehingga uang beredar bertambah. Dilain pihak bila bank
sentral ingin mengurangi likuiditas dalam perekonomian, bank sentral akan menjual
sebagian obligasi negara yang berada dalam portofolio bank sentral. Perlu difahami bahwa
portofolio obligasi negara di bank sentral tersebut memberikan pendapatan kepada bank
sentral berupa bunga obligasi.
Dalam kasus Indonesia, sampai saat ini Bank Indonesia belum memiliki obligasi
negara yang dapat dipakai untuk OMO. Walaupun pemerintah Indonesia telah menerbitkan
obligasi, yang dimulai pada masa krisis untuk rekapitalisasi bank-bank yang bermasalah,
tetapi pasar sekunder bagi obligasi negara baru pada tahap awal dan volume transaksi jual
beli di pasar sekunder tersebut masih sedikit. Selama ini Bank Indonesia masih
mempergunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk melaksanakan OMOs. Disamping
menimbulkan beban pada Bank Indonesia, karena BI harus membayar bunga SBI yang cukup
tinggi, jangka waktu SBI juga sangat pendek, umumnya 1 (satu) bulan, sehingga instrumen
ini sebenarnya kurang memadai untuk dipakai dalam OMOs.
Perlunya Koordinasi Antara Kebijakan Fiskal Dan Kebijakan Moneter
Perlunya koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter adalah untuk
menetapkan dan mencapai target-target moneter dan defisit APBN secara konsisten dalam
rangka mencapai pembangunan ekonomi yang cukup tinggi dan stabil. Disamping itu
koordinasi yang baik juga diperlukan untuk mendorong perkembangan pasar finansial, serta
mendukung pelaksanaan kebijakan moneter dan fiskal melalui pertukaran informasi. Bentuk
koordinasi antara kebijakan fiskal (Departemen Keuangan) dan kebijakan moneter (Bank
Indonesia) sangat tergantung kepada :
1) Apakah bank sentral mempunyai otonomi penuh dan mempunyai objectives dan
instruments yang terpisah, dan
2) Apakah pasar modal dan pasar uang sudah berada pada tingkat yang cukup maju.
Pada saat ini Indonesia masih dalam tahap awal dan menuju ke tahap peralihan ke
arah ekonomi yang maju. Hal ini ditandai oleh :
(1) Obligasi negara baru saja diperkenalkan, yaitu dengan adanya program rekapitalisasi
sektor perbankan sehubungan dengan terjadinya krisis ekonomi;
(2) Pasar sekunder bagi obligasi negara baru saja terbentuk dan masih dalam tahap awal;
(3) Interbank loan masih lemah, akibat dari krisis ekonomi; dan
(4) Obligasi negara belum dipakai sebagai instrumen moneter oleh Bank Indonesia.
Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, pemerintah tidak dimungkinkan lagi untuk meminjam uang dari Bank Indonesia
untuk menutup defisit APBN, bahkan tidak dimungkinkan untuk meminjam uang untuk
jangka pendek dalam hal pemerintah menghadapi masalah cash- flow. Dalam hal ini Bank
Indonesia mempunyai kekuasaan penuh di dalam menetapkan/mengatur jumlah uang yang
beredar dalam perekonomian, karena mempunyai objective yang terpisah (inflation
targeting). Akan tetapi asumsi yang dipakai dalam hal ini adalah bahwa kurs mata uang
adalah tetap (fixed exchange rate). Dalam hal floating exchange rate system,
pelaksanaannya akan lebih rumit, oleh karena kebijakan fiskal akan mempengaruhi kurs
rupiah, yang pada gilirannya akan mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Oleh karena
itu, walaupun Bank Indonesia mempunyai “kebebasan penuh” dalam mengatur jumlah uang
yang beredar dalam perekonomian, koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan
moneter tetap diperlukan walaupun detail koordinasi tersebut akan berubah dari masa ke
masa, tergantung kepada perkembangan ekonomi dan pasar uang atau pasar modal.
D. HUBUNGAN KERJA DENGAN PEMERINTAH DAN LEMBAGA KEUANGAN INTERNASIONAL
BI menjalin hubungan kerjasama dengan lembaga internasional yang diperlukan dalam
rangka menunjang kelancaran pelaksanaan tugas Bank Indonesia maupun Pemerintah yang
berhubungan dengan ekonomi, moneter, maupun perbankan. BI menjalin kerjasama
internasional meliputi bidang-bidang :
1. Investasi bersama untuk kestabilan pasar valuta asing
2. Penyelesaian transaksi lintas negara
3. Hubungan koresponden
4. Tukar-menukar informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan tugas-tugas selaku
bank sentral
5. Pelatihan/penelitian di bidang moneter dan sistem pembayaran.
Keanggotaan Bank Indonesia di beberapa lembaga dan forum internasional atas nama
Bank Indonesia sendiri antara lain :
1. The South East Asian Central Banks Research and Training Centre (SEACEN Centre)
2. The South East Asian, New Zealand and Australia Forum of Banking Supervision
(SEANZA)
3. The Executive' Meeting of East Asian and Pacific Central Banks (EMEAP)
4. ASEAN Central Bank Forum (ACBF)
5. Bank for International Settlement (BIS)
Keanggotaan Bank Indonesia mewakili pemerintah Republik Indonesia antara lain :
1. Association of South East Asian Nations (ASEAN)
2. ASEAN+3 (ASEAN + Cina, Jepang dan Korea)
3. Asia Pacific Economic Cooperation (APEC)
4. Manila Framework Group (MFG)
5. Asia-Europe Meeting (ASEM)
6. Islamic Development Bank (IDB)
7. International Monetary Fund (IMF)
8. World Bank, termasuk keanggotaan di Intenational Bank of Reconstruction and
Development (IBRD), International Development Association (IDA) dan International
Finance Cooperatioan (IFC), serta Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA)
9. World Trade Organization (WTO)
10. Intergovernmental Group of 20 (G20)
11. Intergovernmental Group of 15 (G15, sebagai observer)
12. Intergovernmental Group of 24 (G24, sebagai observer)
Kedudukan Bank Indonesia Sebagai Lembaga Negara
Dilihat dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, kedudukan BI sebagai
lembaga negara yang independen tidak sejajar dengan lembaga tinggi negara seperti Dewan
Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung. Kedudukan BI juga
tidak sama dengan Departemen karena kedudukan BI berada di luar pemerintahan. Status
dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar BI dapat melaksanakan peran dan
fungsinya sebagai Otoritas Moneter secara lebih efektif dan efisien. Meskipun BI
berkedudukan sebagai lembaga negara independen, dalam melaksanakan tugasnya, BI
mempunyai hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah dan
pihak lainnya.
Dalam hubungannya dengan Presiden dan DPR, BI setiap awal tahun anggaran
menyampaikan informasi tertulis mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter dan
rencana kebijakan moneter yang akan datang. Khusus kepada DPR, pelaksanaan tugas dan
wewenang setiap triwulan dan sewaktu-waktu bila diminta oleh DPR. Selain itu, BI
menyampaikan rencana dan realiasasi anggaran tahunan kepada Pemerintah dan DPR.
Dalam hubungannya dengan BPK, BI wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan
kepada BPK.
:: Hubungan BI dengan Pemerintah : Hubungan Keuangan
Dalam hal hubungan keuangan dengan Pemerintah, Bank Indonesia membantu
menerbitkan dan menempatkan surat-surat hutang negara guna membiayai Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa diperbolehkan membeli sendiri surat-surat
hutang negara tersebut.
Bank Indonesia juga bertindak sebagai kasir Pemerintah yang menatausahakan
rekening Pemerintah di Bank Indonesia, dan atas permintaan Pemerintah, dapat menerima
pinjaman luar negeri untuk dan atas nama Pemerintah Indonesia.
Namun demikian, agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia benar-benar terfokus serta
agar efektivitas pengendalian moneter tidak terganggu, pemberian kredit kepada
Pemerintah guna mengatasi deficit spending - yang selama ini dilakukan oleh Bank Indonesia
berdasarkan undang-undang yang lama - kini tidak dapat lagi dilakukan oleh Bank Indonesia.
:: Hubungan BI dengan Pemerintah : Independensi dalam Interdependensi
Meskipun Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen, tetap
diperlukan koordinasi yang bersifat konsultatif dengan Pemerintah, sebab tugas-tugas Bank
Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan-kebijakan ekonomi
nasional secara keseluruhan.
Koordinasi di antara Bank Indonesia dan Pemerintah diperlukan pada sidang kabinet
yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas-
tugas Bank Indonesia. Dalam sidang kabinet tersebut Pemerintah dapat meminta pendapat
Bank Indonesia.
Selain itu, Bank Indonesia juga dapat memberikan masukan, pendapat serta
pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan APBN serta kebijakan-kebijakan
lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya.
Di lain pihak, Pemerintah juga dapat menghadiri Rapat Dewan Gubernur Bank
Indonesia dengan hak bicara tetapi tanpa hak suara. Oleh sebab itu, implementasi
independensi justru sangat dipengaruhi oleh kemantapan hubungan kerja yang proporsional
di antara Bank Indonesia di satu pihak dan Pemerintah serta lembaga-lembaga terkait
lainnya di lain pihak, dengan tetap berlandaskan pembagian tugas dan wewenang masing-
masing.
:: Hubungan Bank Indonesia Dengan Pemerintah Dan Luar Negeri
• Bertindak sebagai pemegang kas pemerintah
• Untuk dan atas nama pemerintah BI dapat menerima pinjaman luar negeri,
menatausahakan serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan pemerintah
terhadap pihak luar negeri
• Pemerintah wajib meminta pendapat BI dalam sidang kabinet yang membahas
masalah ekonomi, perbankan dan keuangan
• Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah mengenai RAPBN
serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang BI
• Dalam hal pemerintah menerbitkan surat-surat hutang negara, pemerintah wajib
berkonsultasi dengan BI dan DPR
• Bank Indonesia dapat membantu penerbitan surat-surat hutang negara yang
diterbitkan oleh pemerintah
• Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada pemerintah
:: Kerjasama BI dengan Lembaga Lain
Menyadari pentingnya dukungan dari berbagai pihak bagi keberhasilan tugasnya, BI
senantiasa bekerja sama dan berkoordinasi dengan berbagai lembaga negara dan unsur
masyarakat lainnya. Beberapa kerjasama ini dituangkan dalam nota kesepahaman (MoU),
keputusan bersama (SKB), serta perjanjian-perjanjian, yang ditujukan untuk menciptakan
sinergi dan kejelasan pembagian tugas antar lembaga serta mendorong penegakan hukum
yang lebih efektif.
Beberapa Kerjasama dimaksud adalah dengan pihak-pihak sbb :
1. Departemen Keuangan (MoU tentang Mekanisme Penetapan Sasaran, Pemantauan,
dan Pengendalian Inflasi di Indonesia, MoU tentang BI sebagai Process Agent di
bidang pinjaman dan hibah luar negeri Pemerintah, SKB tentang Penatausahaan
Penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dalam rangka penyehatan perbankan)
2. Kejaksaan Agung & Kepolisian Negara : SKB tentang kerjasama penanganan tindak
pidana di bidang perbankan
3. Kepolisian Negara RI dan Badan Intelijen Negara : MoU tentang Pemberantasan uang
palsu
4. Menkokesra, Kementrian Koperasi dan UKM : MoU bidang Pemberdayaan dan
Pengembangan UMKM
5. Perhimpunan Pedagang SUN (Himdasun) : MoU tentang Penyusunan Master
Repurchase Agreement (MRA)
6. Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tentang
Koordinasi Pengelolaan Uang Negara.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan kami tentang bank Indonesia adalah :
1. Bank Indonesia berperan sebagai bank sentral yang mempunyai tugas
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga
sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank
2. Bank Indonesia dimaksudkan agar bank sentral dapat berkonsentrasi pada
upaya menjaga stabilitas moneter dan memperkuat cadangan devisa negara
3. Untuk manajemen fungsi serta peran Bank Indonesia bagi perekonomian
nasional.
B. Saran
Bersadarkan pembahasan tersebut, saran penulis adalah :
1. Pemerintah dan Bank Indonesia lebih bekerjasama dalam menstabilitaskan
perekonomian nasional.
2. Harus ada pemantauan yang berkala dalam pelaksanaan fungsi serta peran
Bank Indonesia bagi perekonomian nasional untuk menghindari terjadinya
penyalahgunaan wewenang.