makalah bahasa indonesia
-
Upload
rahmat-mat -
Category
Documents
-
view
92 -
download
0
description
Transcript of makalah bahasa indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak permasalahan yang ada dalam mendalami penguasaan sintaksis dan hakikatnya, frasa, klausa, dan kata dalam kalimat. Perlu pendalaman dan banyak mempraktekan dalam dunia kebahasaan. Karena ilmu sintaksis sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Masih banyak orang yang belum mengetahui dan belum paham tentang makna dan hakikat sintaksis. Padahal, penggunaanya begitu dekat daengan masyarakat Indonesia. Yaitu berkisar tentang kalimat bahasa Indonesia yang digunakan sebagai alat komunikasi sehari-hari.
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan sintaksis itu? Sintaksis merupakan ilmu yang mempelajari tentang tatabahasa. Sintaksis juga dapat dikatakan tatabahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan. Sintaksis secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata, kelompok kata menjadi kalimat. Menurut istilah sintaksis dapat mendefinisikan : bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk kalimat, klausa, dan frasa (Ibrahim, dkk:1). Sintaksis itu mempelajari hubungan gramatikal di luar batas kata, tetapi di dalam satuan yang kita sebut kalimat (Verhaar, 1981:70).
Apa yang dimaksud frasa? Frasa gabungan kata dan gabungan kata itu bersifat nonpredikatif (Kunjana, 2009 :67). Maka, frasa atau kelompok kata adalah hubungan antara kata dan kata yang lain di dalam gabungan kata tersebut. Dan frasa terdiri frasa eksosentris dan frasa endosentris. Dan frasa dibedakan menjadi delapan frasa, yaitu : frasa nominal, frasa pronominal, frasa verbal, frasa adjectival, frasa numeral, frasa interogativa, frasa demonstrative, dan frasa preposisional (Kunjana, 2009 :69). Selain frasa dalam sintaksis juga mempelajari klausa dan kalimat. Klausa adalah satuan kebahasaan yang merupakan gabungan kelompok kata yang setidaknya terdiri atas subjek dan predikat, sehingga klausa itu bersifat predikatif dan berpotensi untuk dijadikan kalimat. Klausa terbagi menjadi dua, yaitu : klausa pada kalimat majemuk setara dan klausa pada kalimat majemuk bertingkat (Kunjana, 2009:73). Dan yang terakhir apa itu kalimat? Dalam kehidupan sehari-hari kalimat yang baik dan benar sangat penting bagi komunikasi lisan
Page 1
maupun dalam tulisan. Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relative berdiri sendiri, mempunyai intonasi akhir, dan secara actual dan potensial terdiri atas klausa (Kunjana, 2009:76).
B. Rumusan Masalah
Atas dasar penentuan latar belakang di atas, maka kami dapat mengambil
perumusan masalah sebagai beruikut:
1. Apa yang dimaksud dengan kata? Bagaimana dengan kelas kata?
2. Apa yang dimaksud dengan frasa? Bagaimana pengelompokannya?
3. Apa yang dimaksud dengan klausa? Bagaimana macam klausa dalam
kalimat?
4. Bagaimana perbedan kata, frasa, dan klausa dalam kalimat?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat diketahui bahwa tujuan
penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1. Memahami definisi kata dan kelas kata dalam kalimat
2. Memahami frasa dan pembagiannya
3. Memahami arti klausa dan macam klausa dalam kalimat
4. Memahami perbedaan kata, frasa, dan dalam kalimat.
Page 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kata
Kata merupakan unsur bahasa yg diucapkan atau dituliskan yg merupakan
perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yg dapat digunakan dl berbahasa; satuan
gramatikal terkecil yg dapat diujarkan sbg bentuk yg bebas; satuan bahasa yg dapat
berdiri sendiri.
Kata adalah sederetan huruf yang diapit dua spasi dan mempunyai arti.
Menurut Bloomfield (dalam Chaer, 1994: 163), “kata adalah satuan bebas terkecil”.
Kata adalah bicara, logat, madah, perkataan, tutur; istilah, nama, sebutan, dan
terma.
(Eko Endarmoko, 2006: 293)
Jika ditinjau dari segi bahasa, pengertian kata adalah morfem atau kombinasi
morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan bahasa yang dapat berdiri
sendiri, terjadi dari sebuah morfem tunggal. Arti morfem sendiri adalah satuan bentuk
bahasa terkecil yang mempunyai makna secara stabil dan tidak dapat dibagi atas
bagian bermakna yang lebih kecil.
B. Kelas Kata
Dalam studi linguistik atau ilmu bahasa, perbincangan ikhwal kalimat
lazimnya tidak langsung dimulai dari kalimat itu sendiri. Alasannya, ilmu tata kalimat
bermula dari tataran kata. Kata dalam bahasa Indonesia yang jumlahnya luar biasa
banyak itu mustahil dapat dipelajari dengan mudah kalau tidak dikelas-kelaskan
terlebih dahulu. Nah, hasil dari pengelaskataan atau pengelompokkan kata-kata itulah
yang kemudian lazim disebut dengan kelas kata. Sebagai sekadar gambaran ihkwal
Page 3
studi kelas kata yang telah dibuat oleh para ahli bahasa Melayu dan bahasa Indonesia
itu dapat disebutkan berikut ini seperti yang dituliskan didalam Kridalaksana (1994).
Pertama, pembagian kelas kata dalam tata bahasa pedagogis diantaranya dapat
disebutkan beberapa pakar berikut ini :
(1) Joaness Roman pada tahun 1653,
(2) George Hendrik Werndly pada tahun 1736,
(3) William Marsden pada tahun 1812,
(4) John Crawfurd pada tahun 1852,
(5) Raja Ali Haji pada tahun 1857,
(6) J. J de Hollander pada tahun 1882,
(7) Gerth van Wijk pada tahun 1889,
(8) Koewatin Sastrasoeganda pada tahun 1910,
9) Ch. A. A. van Ophuysen pada tahun 1915,
(10) R. O. Winstedt pada tahun 1914,
(11) St. Moehammad Zain pada tahun 1943,
(12) S. Takdir Alisjahbana pada tahun 1953,
(13) Madong Lubis pada tahun 1954,
14) I. R. Poedjawijatna dan P.J. Zoetmulder pada tahun 1955.
Selanjutnya kelas kata juga dilakukan oleh para pakar dalam kerangka tata
bahasa teknis. Terdapat lima orang tokoh yang dapat disebutkan di sini, yakni
(1) Slametmuljana pada tahun 1957,
Page 4
(2) Anton M. Moeliono pada tahun 1967,
(3) S. Wojosaito pada tahun 1978,
(4) M. Ramlan pada tahun 1985,
(5) Samsuri pada tahun 1985.
Para mahasiswa yang sedang bersiap-siap untuk menyusun karya ilmiah
sebagai tugas akhir di perguruan tinggi, yang lazimnya berupa skripsi S-1, benar-
benar diharapkan memahami segala seluk beluk kelas kata seperti yang akan
disampaikan berikut ini :
1. Verba
Verba atau kata kerja dapat diidentifikasi menggunakan mencermati bentuk
morfologisnya, mencermati perilaku sintaksisnya, dan dengan mencermati perilaku
semantisnya.
Berdasarkan ciri morfologisnya, verba dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan
menjadi verba dasar atau verba yang tidak berafiks, verba berafiks, verba yang
merupakan perulangan, verba yang merupakan bentuk majemuk. contoh verba
perulangan yaitu ‘minm-minum’, ‘berjalan-jalan’. Contoh verba bentuk majemuk
yaitu ‘naik haji’, ‘cuci muka’.
Verba menurut sintaksisnya, dibedakan menjadi verba yang menduduki fungsi
subjek seperti ‘Bekerja keras merupakan keharusan di zaman sekarang’, verba yang
menduduki posisi keterangan seperti ‘Mereka sedang berekreasi di belakang’, verba
yang menduduki posisi objek misalnya ‘Mereka sedang mengajar dan menulis’,
verba yang menduduki fungsi pelengkap seperti ‘Mereka tidak pernah mengeluh’.
Verba menurut sisi pembentukannya, verba juga dapat dibentuk dari nomina,
verba ini disebut sebagai ‘verba denominal’, contohnya ‘berbudaya’
Page 5
dan’mencangkul’ yang dibentuk dari dasar nomina ‘budaya’ dan ’cangkul’. Adapula
verba deadjektival, seperti ‘mencintai’, ‘menyakiti’. Adapun verba yang berciri
deadverbial misalnya adalah ‘mengakhiri’, dan ‘mengawali’.
Dalam studi bahasa juga dikenal verba antipasif, yaitu verba yang tidak pernah
dapat dipasifkan, contohnya ‘meninggal´dan ‘mengeong’. Juga terdapat verba
ergative, seperti ‘tersandung’ dan ‘terantuk’.
2. Adjektiva
Adjektiva lazim disebut juga kata sifat. Dari dimensi wujud atau bentuknya
dapat dikenali dengan adjektiva dasar, seperti ‘cantik’, ‘adil’. Demikian pula ada
adjektiva yang sifatnya jadian atau turunan, misalnya ‘alamiah’, ‘gerejawi,
‘surgawi’.
Jenis berikutnya adalah adjektiva yang dari dimensi bentuknya merupakan
gabungan atau perpaduan dau adjektiva, misalnya ‘cantik jelita’ dan ‘aman
sentausa’. Adjektiva perpaduan dapat dibedakan lagi menjadi dua, yakni
perpaduan yang sifatnya subkoordinatif, misalnya ‘panjang tangan’ dan ‘murah
hati’ dan perpaduan yang sifatnya koordinatif, misalnya ‘cantik jelita’ dan ‘aman
sentausa’.
Ciri lain yang harus diketahui adalah bahwa adjektiva itu dapat didampingi
oleh kata-kata berikut, ‘sangat’, ‘agak’, ‘lebih’, ‘paling’. Maka, ada bentuk
‘sangat pandai’ tetapi tidak akan pernah ada bentuk ‘sangat duduk’ dan ‘sangat
berdiri’.
3. Nomina
Nomina disebut juga kata benda. Dari dimensi bentuknya, nomina dapat
dibedakan menjadi dua, yakni nomina dasar dan nomina bentukan atau turunan.
Disebut sebagai nomina dasar karena nomina itu menjadi dasar untuk kata
bentukan yang berikutnya. Jadi, nomina dasar adalah nomina yang belum
Page 6
mendapatkan imbuhan apapun. Sebagai contoh, kita ambil saja kata ‘buku’,
‘meja’, ‘rumah’.
(a) Dengan imbuhan ‘ke-‘ : kehendak, ketua, kekasih;
(b) Dengan imbuhan ‘per-‘ : pertanda, persegi, persetan;
(c) Dengan imbuhan ‘pe-‘ : petani, petembak, petunjuk, petapa;
(d) Dengan imbuhan ‘peng-‘ : pengacara, pengacau, pengantar;
(e) Dengan imbuhan ‘-an’ : tulisan, bacaan, kiriman, bidikan, bisikan;
(f) Dengan imbuhan ‘peng-an’ : pengadilan, pengampunan,
pengumpulan;
(g) Dengan imbuhan ‘per-an’ : persatuan, persemaian, perdamaian,
pertahanan, perkumpulan;
(h) Dengan imbuhan ‘ke-an’ : kemerdekaan, kesatuan, kesehatan.
Ciri lain dari nomina , selain yang disebutkan di atas, khususnya
bahwa nomina tidak dapat didahului oleh partikel ‘tidak’ adalah bahwa
nomina itu memiliki potensi untuk diawali preposisi atau kata depan
‘dari’. Akan tetapi, yang paling menonjol nomina itu menduduki
fungsi subjek dan objek dalam kalimat.
4. Pronominal
Pronomina disebut juga kata ganti. Dikatakan sebagai kata ganti karena
sesungguhnya pronominal itu berfungsi menggantikan nomina yang menjadi
antesedennya. Dengan pemakaian pronominal di dalam kalimat, pengulangan
nomina akan dapat dihindari. Dari sisi bentuknya nomina dapat dibedakan
menjadi (1) nomina persona, (2) nomina penunjuk, dan (3) nomina penanya.
Nomina persona dapat menunjuk pada orang, baik dalam hitungan tunggal
maupun jamak. Maka, kemudian ada pronominal persona tunggal dan
pronominal persona jamak. Pronominal persona tunggal dapat mencakup ‘saya’,
Page 7
‘aku’, ‘daku’, dan ‘-ku’. Pronominal jamak adalah ‘kami’ dan ‘kamu’, ‘kalian’,
‘mereka’, ‘kita’.
Selain menunjuk pada persona, pronominal juga dapat merupakan nomina
penunjuk seperti ‘itu’, ‘ini’, ‘sana’, ‘sini’, ‘anu’. Pronomina dapat juga berfungsi
sebagai pronominal penanya, misalnya ‘mengapa’, ‘kenapa’, ‘bagaimana’, ‘yang
mana’, ‘dari mana’.
C. Frasa
Frasa atau kelompok kata adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan
kata dan gabungan kata itu bersifat nonpredikatif. Jadi, di dalam kelompok kata itu
tidak mungkin dapat ditemukan fungsi predikat seperti halnya di dalam kalimat.
Maka, yang diperbincangkan di dalam frasa atau kelompok kata adalah
hubungan antara kata dan kata yang lain di dalam gabungan kata tersebut. Kelompok
kata dapat terdiri dari dua kata tetapi juga dimungkinkan terdiri dari beberapa kata.
Secara umum, frasa atau kelompok kata itu dapat dibedakan menjadi dua,
yakni frasa eksosentris dan frasa endosentris. Adapun yang dimaksud dengan frasa
eksosentris adalah frasa yang sebagian unsurnya, atau mungkin juga seluruhnya, tidak
memiliki prilaku sintaksis yang sama dengan semua komponen sumbu dan komponen
perangkai. Komponen perangkai lazimnya berupa preposisi atau kata depan.
Frasa atau kelompok kata yang memerantikan preposisi atau kata depan
sebagai perangkai dapat disebut sebagai frasa preposisional. Frasa eksosentris direktif
atau frasa preposisional demikian ini di dalam kalimat lazimnya berfungsi sebagai
keterangan.
1. Frasa Nominal
Frasa yang terdiri dari nomina sebagai induk atau sebagai pusat dan unsur-
unsur lain yang berupa adjektiva, verba, numeralia, pronominal, dan
Page 8
bentuk=bentuk kebahasaan lain sebagai modifikator atau penjelasannya.
Contohnya adalah sebagai berikut : ‘kursi rotan’, ‘rumah yang baru saja dibeli’,
‘wanita cantik jelita’.
2. Frasa Pronominal
Frasa yang kontruksinya merupakan gabungan antara pronomina dan
pronomina, atau pronominal dengan unsur-unsur lainnya seperti adjektiva,
adverbial, numeralia, dan demonstrativa. Pronomina tersebut menjadi induksinya,
sedangkan unsur-unsur yang lainnya merupakan modifikator atau penjelasnya.
Contohnya adalah sebagai berikut : ‘mereka itu, ‘saudara sekalian’, ‘kamu dan
dia’, ‘dia dan murid-muridnya’, dan lain-lainnya. Jadi, frasa ini berintikan
pronominal dan unsur-unsur kebahasaan yang lain hanya berfungsi sebagai
penjelas atau sebagai modifikatornya.
3. Frasa Verbal
Frasa verbal merupakan gabungan antara verba dan verba, verba dengan
adverbial atau yang lainnya. Jadi, verbalah yang menjadi inti atau induk dari frasa
verbal itu, dan unsur-unsur yang lainnya merupakan penjelas atau modifikatornya.
Contohnya adalah ‘pergi ke Jakarta’, ‘tidur dengan nyenyak’, ‘naik jabatan’,
‘pergi tanpa kabar’.
4. Frasa Adjektival
Frasa yang merupakan gabungan antara adjektiva dan komponen yang
lainnya. Jadi, induk atau inti frasa itu adalah kata sifat atau adjektiva, sedangkan
komponen-komponen lain yang membentuk frasa tersebut berfungsi sebagai
penjelas atau modifikatornya. Contohnya adalah ‘panas terik’, ‘agak sulit’,
‘cantik sekali’, ‘gelap gulita’, ‘agak kurang sopan’.
5. Frasa Numeral
Page 9
Frasa numeral adalah frasa yang merupakan gabungan antara numeralia dan
unsur-unsur lainnya. Di dalam kontruksi frasa itu, numeralialah yang menjadi
induk atau inti frasanya. Contohnya adalah ‘dua puluh’, ‘dua ekor’, ‘dua lusin’,
‘cetakan pertama’, ‘edisi kedua’.
6. Frasa Interogativa
Frasa Interogativa adalah frasa yang intinya adalah interogativa. Contohnya
adalah ‘siapa dan apa’, ‘mengapa dan bagaimana’.
7. Frasa Demonstrativa
Frasa demonstrative adalah frasa yang induknya adalah demonstrative.
Contohnya adalah ‘sana dan sini’, ‘ini dan itu’. Frasa demonstrativa biasanya
bersifat koordinatif.
8. Frasa Preposisional
Frasa preposisional adalah frasa yang induknya adalah preposisi. Contohnya
adalah ‘dari dan ke’, ‘dari,oleh, dan untuk’. Frasa preposisional biasanya bersifat
koordinatif.
D. Klausa
Klausa adalah satuan kebahasaan yang merupakan gabungan kelompok kata
yang setidaknya terdiri atas subjek dan predikat. Dengan demikian, klausa itu pasti
bersifat predikatif dan berpotensi untuk dijadikan kalimat.
Berdasarkan kemungkinan atau potensinya untuk dijadikan sebuah kalimat,
lalu dikenal dua macam klausa. Klausa jenis yang pertama disebut klausa bebas, dan
klausa jenis yang kedua disebut sebagai klausa terikat. Klausa yang sifatnya bebas,
berpotensi sangat kuat untuk dijadikan kalimat. Adapun klausa terikat tidak memiliki
potensi atau peluang yang besar untuk dijadikan suatu kalimat tetapi dapat dijadikan
kalimat minor. Selain dapat dikenali lewat bentuk dan potensinya, seperti yang
Page 10
disampaikan diatas itu, klausa juga dapat dikenali dari fungsinya dalam kalimat.
Berdasarkan fungsi atau kegunaannyadalam kalimat, klausa dapat menempati posisi
subjek, objek, pelengkap, dan keterangan.
1. Klausa Pada Kalimat Majemuk Setara
Klausa-klausa di dalam kalimat majemuk setara masing-masing dapat berdiri
sendiri sebagai kalimat. Oleh karena itu, klausa yang satu dan klausa yang lain di
dalam kalimat majemuk setara itu bersifat koordinatif. Jadi, hubungan koordinatif
itu hubungan yang sifatnya sejajar atau setara.
Hubungan yang sifatnya koordinatif demikian itu menghasilkan klausa-
klausa yang sama kedudukannya, tidak memiliki hierarki karena klausa yang satu
tidak lebih tinggi daripada klausa yang lainnya.
Jadi, klausa yang satu tidak menjadi bagian dari klausa yang lainnya. Kata
penghubung yang digunakan di dalamnya semata-mata menghubungkan dan
mengoordinasikan klausa-klausa yang ada. Karena sifatnya yang hanya
koordinatif itulah konjungsi-konjungsi di dalam kalimat majemuk setara dapat
berdiri sendiri. Dia tidak melekat pada salah satu klausa dalam kalimat majemuk
setara tersebut.
2. Klausa pada Kalimat Majemuk Bertingkat
Berbeda dengan hubungan antarklausa di dalam kalimat majemuk bertingkat
yang sifatnya koordinatif seperti dijelaskan di atas tadi, di dalam kalimat
majemuk bertingkat, hubungan antarklausa itu bersifat subkoordinatif.
Maksudnya, klausa yang satu berinduk atau menjadi sub bagi klausa yang
lainnya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan antarklausa di dalam
kalimat majemuk bertingkat itu bersifat hierarkis. Klausa yang satu menjadi
atasan, klausa yang lainnya menjadi bawahan. Atau, klausa yang satu menjadi
induk, sedangkan klausa yang lainnya menjadi anaknya.
Page 11
Nah, hubungan antarklausa demikian inilah yang disebut sebagai hubungan
yang bersifat hierarkis atau subkoordinatif. Kalau di dalam kalimat majemuk
setara konjungsi atau kata penghubung itu bersifat mandiri, sekalipun tidak semua
pakar setuju dengan pendapat ini, di dalam kalimat majemuk bertingkat setiap
konjungsi yang menghubungkan klausa itu bersifat melekat pada anak
kalimatnya.
(R. Kunjana Rahardi, 2009: 55-75)
E. Pengertian Kalimat dan Hubungannya dengan Kata, Frasa, dan Klausa
Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis,
harus memiliki subjek (S) dan predikat (P). Kalau tidak memiliki unsur subjek dan
unsur predikat, pernyataan itu bukanlah kalimat. Deretan kata yang seperti itu hanya
dapat disebut sebagai frasa.Inilah yang membedakan kalimat dengan frasa.
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang
mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan
suara naik turun, dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir.
(E. Zaenal Arifin, dkk., 2008: 66)
Dilihat dari segi bentuknya, kalimat dapat dirumuskan sebagai kontruksi
sintaksis terbesar yang terdiri atas dua kata atau lebih. Hubungan structural Antara
kata dan kata, atau kelompok kata dan kelompok kata lain, berbeda-beda. Sementara
itu, kedudukan tiap kata atau kelompok kata dalam kalimat itu berbeda-beda pula.
Antara “kalimat” dan “kata” terdapat dua satuan sintaksis antara, yaitu “klausa” dan
“frasa”. Klausa merupakan satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata, atau lebih, yang
mengandung unsur predikasi, sedangkan frasa adalah satuan sintaksis yang terdiri
atas dua kata atau lebih yang tidak mengandung unsur predikasi.
(Hasan Alwi, 2003: 312)
Page 12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Kata merupakan unsur bahasa yg diucapkan atau dituliskan yg merupakan
perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yg dapat digunakan dl berbahasa;
satuan gramatikal terkecil yg dapat diujarkan sbg bentuk yg bebas; satuan bahasa
yg dapat berdiri sendiri.
2. Kelas kata adalah hasil dari pengelaskataan atau pengelompokkan kata-kata dan
terdiri dari verba, adjektiva, nomina, dan pronominal.
3. Frasa atau kelompok kata adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata
dan gabungan kata itu bersifat nonpredikatif. Jadi, di dalam kelompok kata itu
tidak mungkin dapat ditemukan fungsi predikat seperti halnya di dalam kalimat
dan frasa terdiri dari : frasa nominal, frasa pronominal, frasa verbal, frasa
adjectival, frasa numeral, frasa interogativa, frasa demonstrative, dan frasa
preposisional.
4. Klausa adalah satuan kebahasaan yang merupakan gabungan kelompok kata yang
setidaknya terdiri atas subjek dan predikat, sehingga klausa itu bersifat predikatif
dan berpotensi untuk dijadikan kalimat. Klausa terbagi menjadi dua, yaitu : klausa
pada kalimat majemuk setara dan klausa pada kalimat majemuk bertingkat.
Page 13
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Arifin, E. Zainal dan S. Amran Tasai. 2008. Cermat Barbahasa Indonesia untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: CV Akademika Pressindo
Endarmoko, Eko. 2006. Tesaurus Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia
Ibrahim, Syukur, dkk. Bahan Ajar Sintaksis Bahasa Indonesia. Departemen
Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang.
Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa Edisi Keempat, Jakarta, 2008.
Rahardi, R. Kunjana. 2009. Bahasa Indonesia untuk Peguruan Tinggi. Jakarta:
Erlangga
Verhaar. 2004. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada university
Press.
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php diakses pada 25 maret 2014 02:40 wib
http://kangmoes.com/artikel-tips-trik-ide-menarik-kreatif.definisi/pengertian-
kata.html diakses pada 25 maret 2014 02:13 wib
Page 14