majalah talenta

28
Kesalehan & Professionalisme Spiritual Leadership Mengelola Kinerja Karyawan “Religiositas” Sepakbola EDISI 01 TAHUN I - JULI 2010 alen a Mengelola Anugerah-Nya

description

Published by: PT. Talenta Insan Gemilang - Bandung

Transcript of majalah talenta

Page 1: majalah talenta

Kesalehan &Professionalisme

Spiritual Leadership

Mengelola Kinerja Karyawan

“Religiositas” Sepakbola

EDISI 01 TAHUN I - JULI 2010

alen aMengelola Anugerah-Nya

Page 2: majalah talenta
Page 3: majalah talenta

DARI REDAKSI

TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 01

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Salam InsanGemilang

Telah bersabda Rasulullah Saw, “Apabila mati anak Adam, maka putuslah

amalnya kecuali tiga perkara: Shadaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat

atau anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim).

Segala puji bagi Allah, yang Mahamulya dan Mahasempurna atas segala

ketentuan-Nya. Sehingga edisi perdana majalah Talenta ini bisa

diterbitkan sesuai rencana.

Majalah Talenta ini adalah media informasi yang fokus membahas

mengenai dunia Human Capital dan Pengembangan personal. Digagas

dan diterbitkan oleh PT Talenta Insan Gemilang (TIG), sebuah perusahaan

HR Consultant dan Training Management. Kami bersyukur, bahwa

perusahaan ini digawangi oleh tenaga-tenaga muda yang aktif, dinamis,

dan kreatif. Sehingga melahirkan banyak sekali kreasi pemikiran maupun

kegiatan yang tentunya diharapkan sedikit banyak bisa memberikan

sumbangsih kepada dunia Human Capital di Indonesia.

Termasuk salah satunya adalah majalah Talenta ini. Bermula dari

keinginan beberapa peserta training yang kami adakan untuk meminta

agar materinya bisa dicetak dan dibagikan kepada mereka. Kami berpikir,

kalau saja materi-materi itu bisa dicetak dan disebarluaskan dengan gaya

bahasa jurnalistik yang bagus, mungkin akan membawa manfaat lebih

banyak bagi masyarakat. Selain juga untuk melaksanakan perintah

agama untuk bersyi'ar dengan apapun kemampuan yang kita miliki.

Maka dengan segala keterbatasan dan daya yang kami miliki, terbitlah

majalah yang ada di tangan Anda saat ini. Terima kasih yang tak

terhingga saya ucapkan kepada segenap kru redaksi yang telah bekerja

keras untuk terbitnya edisi perdana ini. Juga kepada segenap mitra-mitra

kami dari Yayasan Rumah Zakat, Rumah Juara Indonesia, Rumah Mandiri

Indonesia, PT Citra Niaga Tekhnologi, BPR Duta pasundan, dan pihak-

pihak lain yang tidak mungkin saya sebutkan satu per satu atas bantuan

dan masukannya yang sangat berharga untuk majalah ini.

Terakhir, kami sangat menyadari bahwa upaya yang kami lakukan ini

pastilah masih jauh dari kata sempurna. Maka masukan, kritik, serta

saran dari para pembaca sekalian amat sangat kami perlukan untuk

peningkatan kualitas majalah ini pada penerbitan selanjutnya. Semoga

dari sedikit apa yang bisa kami sampaikan ini ada manfaatnya bagi

Negara, Bangsa, dan Agama. Insya Allah….

Selamat Membaca

Dedi A. Santika

Meniti Langkah

Page 4: majalah talenta

Contents

Penerbit PT Talenta Insan Gemilangrd

CNA Building 3 Floor Jl. Gatot Subroto No. 71A BandungTelp. (022) 7820 7821 Ext. 108, Fax. (022) 7820 7822email : [email protected]

Percetakan PT. Tri Tunggal Abadi Sejahtera (Isi diluar tanggung jawab percetakan)

Para ahli perilaku organisasi merumuskan

bahwa kinerja (performance) merupakan

fungsi dari motivasi dan kemampuan

(ability). Secara sederhana hubungan itu

bisa dirumuskan: kinerja (P) =

Motivasi (M) x Kemampuan (A).

3

6

4

Kesalehan dan Produktivitas, Febi Rahmi

Kesalehan dan Profesionalisme, Rachmatulloh Okky

Dua Pilar (Potensi) Diri, Tutik Ratna Ningsih

TOPIK UTAMA

8 Spiritual Laadership, Alfath

LEADERSHIP

10 "Religiositas" Sepak Bola, Elkasyafi

KULTUR

DALAM beberapa literatur dan teori akun-

tansi, intangible asset umumnya dikenal

berupa goodwill (nama baik), merek, dan

Hak Kekayaan Intelektual (HaKI). Intangible

asset dalam standar akuntansi keuangan

termasuk dalam aktiva yang memperbesar

nilai sebuah perusahaan. Kita mengetahui

beberapa perusahaan ternama memiliki

merek yang jauh lebih besar daripada nilai

aset fisiknya.

alen aMengelola Anugerah-Nya

18Muhasabah Diri di Bumi Madani

Karena Kerja

Bukan Gerak Tanpa

Nilai dan Makna

12

16MengelolaKinerja Karyawan

Attitude Sebagai Intangibles Asset14

EDUKASI

SPIRIT

MOTIVATOR

GERAK

Managing Today for Leading Tomorrow!

PENANGGUNG JAWAB Dewan Komisaris CNA, Direksi PT CNAPEMIMPIN REDAKSI Dedi A. Santika WAKIL PIMPINAN REDAKSI Alfath REDAKTUR PELAKSANA Wildan Nugraha STAF REDAKSI Tutiek, Dicky Fria Senjaya, Murni Alit Baginda, Tita, Yeti Hertati, Miftah, Bambang Suratno DESAIN AND ARTWORK Deden Mulyana & Usman TheaADVERTISING & MARKETING Heru Herdiana DISTRIBUSI Rachmatullah Oky Advertising & Marketing (022) 92964034, 085 7599 15665Bank Mega Syariah No. Rek. 2001312101 An. Talenta Insan Gemilang

20

23 Membangun masjid

OASIS

Page 5: majalah talenta

TOPIK UTAMA

TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 03

Singa di siang hari, rahib saat malam

menghampiri

Demikianlah sebuah kunci. Demikianlah

sebuah irama. Sebuah harmoni akan

memungkinkan seseorang menggubah

melodi-melodi indah dalam nyanyian

hidupnya. Siang hari di lingkungan kerja

kita mungkin menguras otak dan menghela

fisik, memicu kegemilangan muncul

berebutan. Dan demi menjaga irama hidup

yang harmonis, kita menjadi rahib pada

malam hari. Berzikir, bertilawah, bersujud

kepada-Nya ketika sebagian penduduk

bumi terlelap. Mendekatkan diri kepada

sumber kekuatan yang tak pernah habis.

Mengintegrasikan dua metafor kekuatan

diri manusia tersebut dalam ruang-ruang

kerja kita adalah sebuah upaya merebut

sebuah keutuhan. Menjadi singa di siang

hari dan menjadi rahib saat malam

menghampiri adalah sebuah upaya seorang

hamba yang sebenarnya tidak kunjung

selesai dalam meraih kesalehan dan

produktivitas.Wallahu’alam.***

tersaingi. Sebuah ungkapan kecemburuan

dalam dimensi kesalehan dan produktivitas.

Ada lagi kisah Khalid bin Walid. Seorang

panglima perang yang saleh pun produktif.

Lewat nalar, usaha, dan strateginya pasukan

Islam kerap meraih kemenangan. Akan tetapi,

selain itu sejarah mencatat: panglima Khalid

jeli mengontrol kondisi ruhiah pasukannya,

piawai menyuntikkan ruh jihad kepada

mereka untuk senantiasa berada di jalan

Allah. Buahnya adalah prestasi demi

prestasi, produktivitas.

Demikianlah kesalehan dan produktivitas

senantiasa melekat pada tokoh-tokoh

sejarah dalam Islam: Umar Bin Abdul Azis,

Salman Al-Farisi, dan masih banyak lagi.

Buat para salihin, kesalehan dapat disebut

energi. Energi ini tidak diam, tapi mengalir

ke materi-materi di sekitarnya. Saat seorang

saieh menyadari keberadaan energi ini, dia

akan mampu menciptakan energi lebih

besar lagi dalam kerja-kerja amal – dalam

produktivitasnya. Sebuah kekuatan besar

yang terhimpun akan memungkinkan

seseorang mencipta karya besarnya.

Dalam mencermati idealitas demikian,

barangkali timbul sederet pertanya-

an pada diri kita. Sebenarnya apa

dan bagaimanakah kita? Sudah sejauh

manakah kesuksesan kita dalam menjalani

kehidupan? Dalam konteks pekerjaan, sudah-

kah kita berhasil membermaknakannya?

Seseorang barangkali akan merasakan

kebermaknaan hidupnya saat dia mampu

memberikan manfaat bagi sistem di luar

dirinya. Hal ini diraihnya tatkala dia telah

berusaha dengan optimal memenuhi tugas

sebagai seorang abid, seorang hamba.

Seorang saleh yang produktif.

Demikianlah jika membuka-buka ulang sejarah

para sahabat Rasulullah, kita menemukan

kisah-kisah tentang kerja-kerja amal mereka.

Khalifah Abu Bakar Siddiq berhasil membuat

para pembandel aghniya untuk mengeluar-

kan zakatnya. Atau saat Abu Bakar menutupi

jejak dalam sebuah perjalanan yang menye-

lamatkan Rasulullah dari ancaman kaum

musyrikin. Termasuk juga di sini kecembu-

ruan Umar bin Khatab terhadap Rasulullah

yang amalan-amalan ibadahnya tidak

Kesalehan & ProduktivitasSEORANG pemuda rajin melakukan shalat malam dan membaca Al-Quran. Tutur

katanya lancar saat bersosialisasi dalam masyarakat. Kegiatan kesehariannya

bermanfaat bagi umat. Singkat kata, dia dicintai banyak orang. Sebuah potret kesalehan

secara umum. Saat seorang hamba memetik buah cinta kepada-Nya. Subhanallah.

Febi Rahmi

HRD moZaik Pusat, Bandung

Page 6: majalah talenta

Saleh diserap dari bahasa Arab

sholuha. Makna sholuha adalah baik,

tidak cacat, sempurna, damai, patut,

pantas, bermanfaat. Kata ini adalah kata

sifat. Kata sifat melekat langsung pada kata

benda dan bisa menerangkan kata kerja.

Maka bila ditelusuri, frasa baju bagus

sebenarnya memiliki kedekatan makna

dengan baju saleh. Begitu juga dengan frasa

memasak dengan baik; bisa disebut juga

dengan memasak dengan saleh. Negeri yang

damai adalah negeri yang saleh. Memang

secara lingustik tidak tepat demikian, namun

hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya

makna kata saleh tidak sempit. Tidak terbatas

merujuk pada wilayah keagamaan formalistik

saja.

Maka, bila boleh berandai-andai kata saleh

tidak mengalami peyorasi atau penyempitan

makna, sebenarnya akan tidak ada pula

jurang makna antara saleh dan profesional.

Atau antara individu ber-skill tinggi dengan

individu yang saleh. Lebih jauh, hal ini tentu

dapat berpengaruh besar terhadap, misalnya,

idenitas sosial seseorang atau sebuah

organisasi, bahkan identitas sebuah kaum –

sebuah bangsa. Jika tidak ada peyorasi itu,

sebagai tidak lain merupakan dampak dari

sekularisasi (pemisahan, pendikotomian –

sebuah semangat yang berangkat dari

pemikiran modernisme), maka kita sebenar-

nya akan dengan gampang saja menyebut

seorang profesional adalah seorang yang

saleh.

Marilah sejenak kita bersepakat bahwa tidak

berlaku peyorasi atas kata saleh itu. Alhasil,

kesalehan menjadi kata kunci penting bagi

kesuksesan pribadi seseorang. Saat seorang

manusia menjalankan fungsinya sebagai

khalifah Allah di bumi dengan baik, dia

adalah seorang profesional. Dia adalah

manusia yang (sebagaimana makna

profesional) bersungguh-sungguh, serius,

produktif, optimal; bukan manusia yang

bekerja seenaknya saja, tidak tepat waktu,

asal-asalan, dan serampangan. Maka, saat

setiap Jumat umat Muslim diingatkan untuk

bertakwa dengan sebenar-benarnya, pada

saat itu umat Muslim diingatkan untuk

memiliki profesionalisme.

Kesalehan &Profesionalisme

TOPIK UTAMA

04 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juni 2010

Rachmatullah Okky,

Marketing Development

04 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010

Page 7: majalah talenta

Al-Quran mendorong Muslim agar produktif.

Dalam Al-Quran, sangat banyak subjek

tentang kerja. Sebanyak 360 ayat membicara-

kan tentang amal. Sementara seratus

sembilan ayat membicarakan tentang fi’il.

Amal dan fi’il sama-sama bermakna kerja

dan aksi. Selain amal dan fi’il, sangat banyak

juga muncul secara ekstensif kasaba,

baghiya, sa’aa, jahada, yang kesemuanya

menekankan juga pada aksi dan kerja. Oleh

karena itu, tampak Al-Quran menyiratkan

betapa pentingnya kerja kreatif dan aktivtas

yang produktif.

Al-Quran sangat menentang tindakan-

tindakan yang tidak produktif. Hal ini ber-

kaitan erat dengan waktu. Oleh Al-Quran

manusia diseru untuk mempergunakan

waktu sebaik mungkin. Caranya dengan

menginvestasikan waktu; mengisinya

dengan tindakan-tindakan positif dan kerja

produktif. Manusia yang tidak memperguna-

kan waktunya dengan baik termasuk dalam

golongan yang merugi.

Islam selalu menyeru manusia untuk senan-

tiasa bekerja dan berjuang. Islam melarang

segala bentuk kemalasan dan pengangguran.

Muslim yang aktif bekerja adalah orang

terhormat. Seorang Muslim pekerja bahkan

diberi kelonggaran tertentu dalam beribadah

agar dapat bekerja dengan baik. Misalnya,

Al-Quran menghapus kewajiban shalat

tahajud. Hal ini memberi kesempatan bagi

umat Islam melakukan kegiatan bisnisnya

pada siang hari dalam keadaan segar bugar.

Lebih lanjut, Al-Quran memberi pedoman:

siang hari itu adalah waktu dan sarana

untuk bekerja mencari penghidupan.

Oleh karena itu, kerja manusia dapat disebut

sebagai sumber nilai yang riil. Jika seseorang

tidak bekerja, maka dia tidak akan berguna

dan tidak memiliki nilai. Ungkapan ini telah

diproklamasikan Islam sejak belasan abad

silam. Dalam pandangan Al-Quran, kerja

(amal) menentukan posisi dan status

seseorang dalam kehidupannya. Sebagai-

mana diungkap di dalam QS Al-Anam ayat

ke-132, “Dan tiap-tiap orang memperoleh

derajat (seimbang) dengan apa yang

dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah

dari apa yang mereka kerjakan.” Atau dalam

QS Al-Ahqaaf ayat ke-19, “Dan setiap

mereka mendapat derajat menurut apa

yang telah mereka kerjakan, dan agar Allah

mencukupkan bagi mereka (balasan atas)

pekerjaan-pekerjaan mereka, sedang mereka

tidak dirugikan.” Kerja, oleh karena itu,

adalah satu-satunya kriteria – di samping

iman – yang menentukan apakah manusia

berhak mendapatkan pahala.

Demikianlah Al-Quran selalu mendesak

manusia untuk bekerja. Al-Quran menawar-

kan insentif-insentif kepada manusia agar

senantiasa memiliki aktivitas yang positif,

bekerja keras, dan berjuang. Insentif-insentif

itu berupa pahala berlimpah, pertolongan,

dan petunjuk Allah. Dalam banyak ayat,

segala insentif atau penghargaan (reward)

itu juga ditujukan agar manusia senantiasa

meningkatkan kualitas dan kuantitas (hasil)

pekerjaanya: produktivitas. Oleh karenanya,

Al-Quran juga menyeru agar manusia ber-

upaya memiliki (melatih) kemampuan fisik-

nya sebagai salah satu modal dalam bekerja.

Dalam situasi normal tidak seorang pun

diperbolehkan untuk meminta-minta atau

menjadi beban kerabat atau sahabatnya,

beribadah sepanjang waktu, lebih baik

daripada saudaranya yang hanya beribadah

dan tidak bekerja itu. Memang ada pernyata-

an Allah bahwa para pengemis dan orang-

orang miskin memiliki bagian dari harta

orang-orang kaya. Namun, Allah menyata-

kan hal tersebut berlaku jika benar-benar

mereka adalah orang yang berhak mendapat-

kannya. Hal ini bukan berarti mereka men-

dapat lisensi untuk selamanya tetap ber-

pangku tangan dan menjadi tanggungan

masyarakat.

Suatu ketika seorang sahabat yang miskin

mendatangi Rasulullah untuk meminta

haknya. Rasulullah menyuruh dia pergi

untuk mengambil kayu lalu menjualnya

agar kebutuhan hidupnya terpenuhi.

Rasulullah ingin mengajarkan bahwa betapa

pun seorang yang miskinmemiliki hak atas

sebagian harta orang-orang kaya, tetapi

TOPIK UTAMA

bahkan negaranya sekalipun. Al-Quran

sangat menghargai mereka yang berjuang

untuk mencapai dan memperoleh karunia

Allah. Termasuk di sini segala macam sarana

kehidupan. Rasulullah mengajarkan sebuah

doa pada umatnya setiap keluar dari masjid,

“Ya Allah! Saya mohon karunia-Mu.” Doa

ini merupakan peringatan dan sekaligus

pendorong bagi umat Islam untuk selalu

mencari dan berjuang mendapatkan sarana

hidup. Etika Islam, menurut Al-Faruqi,

menentang segala bentuk meminta-minta.

Etika Islam juga menentang cara hidup

seperti parasit; memakan keringat orang

lain. Islam menghargai perilaku bekerja

dengan giat dan mengutuk perilaku

menganggur.

Rasulullah Saw menyatakan bahwa orang

yang mencari nafkah hidupnya untuk dirinya

sendiri dan untuk saudaranya yang terus

bekerja keras dengan tangan sendiri untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya adalah

jauh lebih baik.

Demikianlah bekerja dengan serius dan

professional adalah sebuah ajaran dan

bahkan kewajiban. Bekerja dan bertindak

dengan profesional adalah bukti rasa syukur

sekaligus pertanggungjawaban manusia

sebagai khalifatullah di muka bumi. Adalah

sebuah kekeliruan mendikotomikan saleh

dan professional. Apa lagi menjadikan

kesalehan sebagai alasan sebuah

ketidakprofesionalan. Misalnya, terlambat

ngantor karena shalat duha, mengantuk

saat bekerja karena tahajud semalam,

mengeluh lemas karena berpuasa. Segala

ketidakprofesionalan itu sebenarnya

berangkat dari peyorasi atau disposisi

makna saleh dan profesional.***

TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 05

Jika seseorang tidak bekerja, maka dia tidak akan

berguna dan tidak memiliki nilai. Ungkapan ini telah

diproklamasikan Islam sejak belasan abad silam.

Dalam pandangan Al-Quran, kerja (amal)

menentukan POSISI dan STATUS SESEORANG

dalam kehidupannya.

Page 8: majalah talenta

Manusia dilahirkan dalam keadaan

fitrah. Demikian sebuah hadits

riwayat Muslim. Dalam Islam, fitrah

manusia adalah bertauhid, menjadi penerima

kebenaran. Sebelum lahir manusia sudah

mengikat perjanjian dengan Allah bahwa

Dialah Tuhannya. Secara fitrah pula manusia

lahir ke dunia berbekal potensi akal, pen-

dengaran, penglihatan, dan hati.

Menyadari fitrahnya sebagai makhluk cipta-

an Allah, manusia mencapai eksistensinya

dengan memenuhi keberfungsiannya, yakni

menerima petunjuk Ilahiah, menjadi khalifah,

memegang amanah (tugas keagamaan), dan

menjadi pengabdi. Jalannya ialah dengan

men-dayagunakan segenap potensi

fitrahnya itu.

Dalam sebuah tulisannya, Maryatul Kibtyah

menyatakan bahwa manusia merupakan

pusat hubungan-hubungan (center of

relatedness), tetapi dalam ajaran Islam pusat

segalanya bukanlah manusia, melainkan

Sang Pencipta. Dengan demikian, landasan

filsafat Islam adalah theosentrisme atau

Allah-sentrisme. Gambaran manusia dengan

kehidupannya banyak sekali di dalam Al-

Quran.

Menurut Musnamar dan Faqih, Allah men-

ciptakan manusia yang memiliki beberapa

fungsi. Pertama, sebagai makhluk Allah.

Secara kodrati berarti manusia merupakan

mahluk religius, makhluk yang mengabdi

kepada Allah, atau abdullah. Kedua, sebagai

makhluk individu. Dalam fungsinya sebagai

makhluk individu ini manusia memiliki

kekhasan masing-masing, juga memiliki

potensi dan eksistensi sendiri. Dengan

keunikan yang dimilikinya manusia menjadi

tidak seragam, memiliki ukuran masing-

masing (QS Al-Qomar 54: 49). Oleh karena-

nya manusia dituntut untuk memikirkan

keadaan dirinya.

SECARA garis besar, manusia mempunyai dua pilar diri. Pilar pertama adalah hablumminallah dan

pilar berikutnya adalah hablumminannas. Kedua pilar diri ini memiliki dimensinya masing-masing.

Secara harfiah pilar berarti tiang penguat. Dalam menjalani kehidupannya, dengan atau tanpa

disadari, setiap manusia tidak pernah lepas dari dua pilar tersebut.

Ketiga, sebagai makhluk sosial. Dalam

fungsinya sebagai makhluk sosial manusia

saling berhubungan antara satu dengan lain-

nya. Dalam hal ini tidak mungkin manusia

hidup sendirian tanpa melibatkan pihak

lain. Oleh sebab itu, manusia selalu memikir-

kan orang lain. Allah SWT memerintahkan

manusia untuk saling bersilaturahmi dan

saling mengenal (QS Al-Hujurat 49: 13).

Keempat, manusia sebagai makhluk ber-

budaya. Dengan akal dan pikirannya manusia

yang hidup dan mengelola alam dunia ini

menciptakan kebudayaan. Sebutan khalifah

fil ardh merujuk pula tugas manusia sebagai

pengelola alam. QS Al-Fatir 35: 39: Dialah

yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di

muka bumi ini.

PILAR PERTAMA

Dua Pilar (Potensi) Diri

TOPIK UTAMA

06 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010

Tutik Ratnaningsih

Talenta Insan Gemilang, Bandung

Page 9: majalah talenta

TOPIK UTAMA

TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 07

Dalam QS Al-Qashash (28) ayat ke-77, manu-

sia mempersiapkan kehidupannya di akhirat

sambil sekaligus mencari penghidupannya

di dunia. Dalam QS An-Nisa (4) ayat pertama,

manusia adalah makhluk yang menjaga

silaturahmi.

Dari pemaparan ringkas di atas, demikianlah

manusia memiliki dua pilar yang tidak pernah

lepas dari keseharianya. Meskipun demikian,

dua pilar tersebut sebenarnya bersifat

potensial. Dalam artian, dua pilar tersebut

bagaimana pun harus disadari dan dipahami

sehingga bisa teroptimalkan keberadaannya.

Lebih lanjut, dengan menyadari dan mema-

hami keberadaan dua pilar diri tersebut,

manusia akan mampu mengoptimalkannya

secara bersamaan. Jika hanya menitikberat-

kan pada satu pilar saja, maka prestasi dan

perwujudan potensi diri seseorang akan

kurang optimal.

Perwujudan potensi diri manusia salah satu-

nya dapat diukur dengan kesalehan dan

produktivitasnya. Dengan perkataan lain, dua

pilar diri tersebut merupakan ruh aktivitas

manusia dalam berkegiatan; meraih

kesalehan dan beramal dengan produktif.

Hablumminallah adalah daya pendorong

kesalehan pribadi; hablumminannas adalah

daya ledak produktivitas dalam berkarya.***

PILAR KEDUA

Setelah hablumminallah sebagai pilar

pertama potensi diri, hablumminannas

merupakan pilar kedua. Di dalam Al-

Quran Allah SWT berfirman mengenai bebe-

rapa dimensi hablumminannas ini.

Dalam QS Ali Imron (3) ayat ke-110, manusia

(umat Islam) adalah makhluk yang berkualitas.

Manusia menyeru pada kebaikan dan men-

cegah kemungkaran. Dalam QS Ali Imron (3)

ayat ke-112, manusia adalah keseimbangan:

manusia senantiasa menjaga hubungan

vertikalnya dengan Tuhan dan juga

hubungan horizontalnya dengan sesama

manusia.

Dalam QS Al-Maidah (5) ayat pertama dan

kedua, manusia saling menolong dalam

kebajikan dan menjauhi perbuatan yang jelek.

Dalam tiga ayat QS Al-Ashr (103), manusia

sailng menasihati dan menaati kebenaran,

berlaku sabar dan adil.

IKLANRMI (sedang didesain ulang)

Disarikan dari:

"Penerapan Enam Dasar Dimensi" , "Positif Teori Eksisbensial Humanistik",

"Dalam Konseling Islam, Maryabu, Kibtyah",

(Dosen Fak. Tarbiyah IAIN Walisongo- Semarang)

Page 10: majalah talenta

Karakter bisa disebut sebagai inner

strenght atau kekuatan yang muncul

dari dalam. Semacam kumpulan

keyakinan, energi, spirit, dan passion

(semangat) yang menggerakkan akal dan

pikiran serta memberi ruh atas tindakan.

Kekuatan itu tidak muncul begitu saja. Ia

merupakan hasil tempaan dan didikan

bertahun-tahun. Karakter seseorang sangat

dipengaruhi oleh core belief nilai-nilainya.

Sehingga, perbedaan karakter tiap-tiap

individu bisa diperiksa dengan menelusuri

core belief-nya.

Dalam konteks kepemimpinan, jika seseorang

mengambil core belief budaya Jawa, maka

bisa dipastikan karakter kepemimpinannya

yang akan muncul adalah karakter kepemim-

pinan Jawa. Begitulah kondisi naturalnya.

George Washington pernah berujar, “Setiap

pemimpin harus mengalami proses penentu-

an diri. Pemimpin sejati melangkah pada

jalurnya.” Pencarian dan penemuan karakter

diri adalah sebuah masa yang harus dilewati

setiap pemimpin.

Sejak munculnya gagasan spiritual quotient

yang dipopulerkan Danah Zohar, dunia

seperti terkejut. Konsep tersebut memang

lama diabaikan. Kini, spiritual quotient

menjadi inspirasi bagi banyak orang dan

spiritual quotient pun memasuki banyak

wilayah kehidupan. Juga tidak luput memasuki

wilayah kepemimpinan.

Karakteristik pemimpin

Mengenali pemimpin yang baik cukup mudah.

Hanya perlu memperhatikan hal-hal kecil

yang terjadi di sekeliling sang pemimpin itu.

Jendral Collin Powel, mantan Menteri

08 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010

LEADERSHIP

SpiritualLeadership

BANYAK pakar kepemimpinan menilai sifat atau karakteristik kepemimpinan abad ke-21 berbeda dengan

karakteristik kepemimpinan pada masa-masa sebelumnya. Dulu, kepemimpinan umumnya bersifat dogmatik.

Sifat atau karakter itu kini tidak berlaku lagi. Model kepemimpinan saat ini bersifat inspirasional. Karenanya,

konsep mengelola orang (managing people) sekarang adalah mengelola pola berpikir (managing mind set)

dengan jalan memberikan inspirasi atau ilham. Jika dulu orang bisa dengan mudah diatur hanya dengan iming-

iming kesejahteraan, fasilitas, benefits, dan seterusnya, maka kini tidak lagi demikian.

Alfath, Talenta Insan Gemilang - Bandung

Page 11: majalah talenta

Pertahanan Amerika Serikat, pernah berkata,

“The day soldiers stop bringing you their

problems is the day you have stopped lead-

ing them. They have either lost confidence

that you can help them or concluded that

you do not care. Either case is a failure of

leadership.”

Teori dan konsep kepemimpinan terus ber-

kembang. Meski tampak lebih banyak

datang dari Barat, bukan berarti teori dan

konsep kepemimpinan dari dunia selain

Barat tidak berkembang. Menarik misalnya

menyimak ulasan majalah Swa edisi 18

Agustus 2009. Disebutkan dalam sebuah

tulisannya, “Kepemimpinan bisnis ala Barat

mulai diragukan kehebatannya. Kini banyak

bangsa yang gigih menggali dan menerap-

kan nilai-nilai kepemimpinan dari akar

budaya sendiri. Seharusnya Indonesia juga.”

Kita bisa menyebutkan salah satu sumber

teori dan konsep kepemimpinan yang tersirat

dari pernyataan itu adalah Islam. Di dalam

Islam, role model kepemimpinan adalah

Rasulullah Saw, para khalifah, dan para saha-

bat Rasul pada umumnya. Dari merekalah

kajian tentang konsep kepemimpinan

didapat. Beberapa karakteristik yang berkait-

an dengan spiritual leadership di dalam

Islam bisa dikenali sebagai berikut.

Pemberi contoh baik (qudwah)

Pemimpin yang memiliki kepekaan spiritual

paham bahwa memberikan contoh

perbuatan lebih ampuh ketimbang hanya

berkata-kata. Pemimpin adalah man of

action, bukan sebatas man of idea.

Mengetahui peran dan tanggung

jawabnya

Dalam sebuah kesempatan kunjungan kerja

ke Aceh pada pertengahan tahun 2008

silam, penulis menemui salah satu sesepuh

di sana. Ia disapa Ustad Yusuf. Perbincangan

kami mengerucut pada topik seputar

kepemimpinan. Menurutnya, pemimpin itu

orang yang “mampu menjadi imam dan

siap menjadi makmum.” Perkataan tersebut

sekilas sederhana, namun bermakna men-

dalam. Menjadi imam mensyaratkan bebe-

rapa kecakapan. Mulai dari pemahaman

ilmu shalat hingga kemampuan melantun-

kan ayat-ayat Al-Quran dengan merdu.

Pemimpin adalah part of team. Ia bukan

“dewa” di dalam sebuah tim.

Pemimpin sejati akan terlihat justru saat

tidak lagi berada di tampuk kekuasaan.

Sekalipun sudah lengser, pemimpin sejati

masih dihormati, dirindukan dan memiliki

tempat dalam hati umat, bahkan tetap

dimintai saran dan pendapatnya. Predikat

pemimpin sejati diraih ketika seorang

pemimpin telah menjalankan fungsi

kepemimpinannya dengan baik. Saat orang

lain terpilih menggantikan posisinya,

seorang pemimpin sejati menerimanya

dengan lapang dada. Ia “siap menjadi

makmum”.

Nabi Muhammad pernah mencontohkan

tentang berbagi peran. Suatu saat beliau

bersama para sahabatnya harus bermalam

dalam perjalanan. Saat seorang demi

Memiliki kharisma seorang pemimpin

Bagaimanapun, kharisma merupakan kata

kunci penting dalam sebuah kepemimpin-

an. Pemimpin kharismatik terkadang mampu

“menyihir” pengikutnya.

Kharisma muncul dari hasil pendidikan

ruhani. Dari hubungan intens yang dijalin

seseorang dengan Sang Pencipta. Dari

ideologi, keyakinan, dan spirit mengabdi

kepada Tuhan, seorang pemimpin akan

mendapat suntikan energi sangat besar

sehingga mampu menggerakkan barisannya.

Nabi Muhammad memiliki kharisma sangat

TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 09

LEADERSHIP

“Pemimpin itu laksana ayah dalam kedekatan,

guru dalam pendidikan, syaikh dalam ruhani,

dan teman dalam keakraban.” Ciri ini dikenal

sebagai situasional leadership

seorang sahabat berkata akan mengambil

air, mendirikan tenda, dan memasak, Nabi

menyela, “Kalau begitu saya akan mencari

kayu bakar.” Mendengarnya para sahabat

melarang. Mereka mempersilakan beliau

istirahat saja. Nabi menolak. Ujar beliau,

“Allah tidak suka bila ada di antara kalian

yang hanya duduk-duduk, sementara yang

lain sibuk mengerjakan tugasnya.” Seorang

pemimpin selalu mampu mengambil peran

dalam setiap keadaan.

Pemimpin menjalankan peran

situasional

Dalam sebuah tulisannya, Hasan Al Banna,

seorang ulama Mesir menyatakan,

“Pemimpin itu laksana ayah dalam

kedekatan, guru dalam pendidikan, syaikh

dalam ruhani, dan teman dalam

keakraban.” Ciri ini dikenal sebagai

situasional leadership. Berbagai konteks

ruang dan waktu yang berbeda menuntut

peran yang juga berbeda. Oleh sebab itu

seorang pemimpin dituntut memiliki

kompetensi beragam.

kuat. Suatu hari seorang sahabat menghadap

kepadanya. Saat berjalan menuju Nabi,

sekujur tubuh sahabat itu bergetar.

Melihatnya Nabi berkata, “Bersikaplah biasa

saja. Aku manusia biasa seperti kalian.”

Masih banyak karaktristik lain yang bisa

dikenali. Meski spiritualisme bukan hanya

domain dalam Islam, namun spiritualisme

selalu datang dari keyakinan manusia atas

adanya sebuah kekuasaan di luar dirinya,

bahkan di luar kekuatan nalarnya — yang

jamak dibahasakan sebagai Tuhan.

Seorang pemimpin dengan keyakinan

spiritual tinggi akan menyadari bahwa

jabatan kepemimpinannya tidak lain adalah

amanah ketuhanan. Dengan hati yang

bersih dia akan menunaikannya.

Saat banyak pakar menilai karakter kepemim-

pinan abad ini berubah dari masa-masa

sebelumnya, inspirational leadership – atau

tepatnya spiritual leadership – sebenarnya

tengah menemukan (kembali) masanya.***

Page 12: majalah talenta

MILYARAN pasang mata ramai memandang lapangan hijau negeri Afrika. Ratusan kaki-kaki beradu kemampuan, Selama 30 hari, milyaran manusia melupakan sejenak kesulitan hidup mereka. Para pengamat ekonomi menghilang sementara dari hitungan-hitungan rumit soal dunia yang diancam resesi, kebangkrutan, kemiskinan. Para politikus reses dari sidang-sidang mereka. Sementara para pialang menghitung ulang peruntungan mereka: saham klub-klub sepak bola. New York Stock Exchange kalah populer oleh pusat bandar taruhan William Hill.

“Religiositas”

Sepakbola

10 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010

KULTUR

www.adidas-group.com

Page 13: majalah talenta

Inilah pesta empat tahunan seni olah

kaki. Saat bagi para pemain, pelatih,

wasit, suporter merasa seperti “naik

haji”. Nasionalisme naik di dada banyak

manusia. Bendera-bendera dipasang. Bahkan

di dada banyak orang yang negaranya tidak

turut sekalipun. Di perhelatan besar itu

berbagai ekspresi tersaji: marah, sedih,

gembira, kecewa, diam. Di perhelatan besar

itu terselip pula: religiositas.

Dalam sejarahnya sepakbola memang

menjelma ritual sosiokultural baru. Orang-

orang menunjukkan jati diri, semangat

perlawanan, bahkan dendam. Argentina

membalas kekalahan di perang Malvinas: ke

gawang Inggris, pada Piala Dunia Meksiko,

Maradona membikin gol “tangan Tuhan”.

Orang Catalan mempunyai sejarah kebang-

saan, bahasa, dan tradisi yang berbeda dari

Spanyol. Sampai detik ini, mereka menitip-

kan pesan perlawanannya kepada klub

sepakbola Barcelona. Bertanding melawan

Real Madrid, yang dianggap representasi

Kerajaan spanyol, betapa pemain Barcelona

seperti punya kekuatan berlipat-lipat. Bagi

mereka ini bukan sekadar permainan, tapi

perlawanan!

Demikian uniknya sepakbola. Dua puluh

dua orang dari dua kubu di sebuah lapang-

an hijau berlaga dengan satu tujuan: mele-

sakkan bola membobol gawang lawan. Dari

syarat sederhana itu terlahir puluhan strategi

permainan. Misalnya menyerang total ala

Belanda, atau bertahan total ala Italia.

Urusan mencetak gol memang bukan

pekerjaan mudah. Tidak sebagaimana

bermain basket, misalnya. Poin di sepakbola

harus dipertaruhkan selama 2 x 45 menit,

atau bahkan lebih. Stamina dan energi

harus optimal sepanjang waktu itu. Tak

heran, ketika (akhirnya) gol tercipta, luapan

kegembiraan membuncah. Pecah. Seperti

orang menemukan tambang minyak setelah

eksplorasi berbulan-bulan. Terlebih untuk

sebuah gol menentukan di detik-detik akhir.

***

Maka kita melihat berbagai ekspresi kegem-

biraan itu. Berteriak dan meninju udara,

jurkir balik dan berguling-guling. Atau

bersujud syukur. Sebuah ekspresi religiositas.

Setelah mencetak gol, mereka berterima

kasih kepada Tuhan. Jamak tersaji gerakan

mengacungkan kedua telunjuk. Dalam The

Lost Symbol, menurut Dan Brown, itu

menunjukkan: sebagaimana yang di atas

demikian pula yang di bawah.

Di muka bumi seorang pemain adalah wakil

Tuhan. Dan dia baru saja melakukan salah

satu “pekerjaan” Tuhan: mencetak gol.

Menunjuk langit memang bukan ritual

agama tertentu, hanya semacam okultisme

kuno yang – entah disadari atau tidak –

banyak dipraktikkan para pesepakbola. Dulu

setiap kali orang meraih kemenangan apapun,

mereka biasa merayakannya dengan

menunjuk langit.

Para pesepakbola itu sangat paham gol

yang mereka ciptakan tidak melulu berang-

kat dari kematangan strategi, kemahiran

individual, atau ketangguhan fisik. Tapi juga

berkat sentuhan keberuntungan. Posisi

tendang yang tepat, waktu yang pas, juga

kelengahan lawan. Betapa banyak tendang-

an yang diukur-ukur justru hanya membentur

tiang, atau malah melengkung. Bahkan kerap

saat hanya berhadapan dengan penjaga

gawang, atau pun ketika terjadi penalti, gol

gagal terjadi. Karena keberuntungan tidak

hadir.

Soal unsur keberuntungan ini, tidak seorang

pelatih pun bisa memperkirakan keberadaan-

nya. Apalagi mendatangkannya setiap saat.

Demikianlah maka naungan keberuntungan

– yang tak kasat mata – itu merupakan

sebuah harapan. Jelas, bagi orang beragama

keberuntungan hadir berkat kehendak

Tuhan. Bilamana, bagaimana, dan mengapa,

hanya Tuhan yang tahu setepat-tepatnya.

Maka, adalah penting “menghadirkan” Tuhan.

Demi inilah barangkali banyak pemain me-

mulai pertandingan dengan ritual-ritual. Sejak

berdoa, mencium rumput, mengecup bola,

menendang ringan tiang gawang sampai

membawa pernak-pernik mistik: air suci,

jimat-jimat. Semua agar keberutungan hadir.

Religiositas. Kata yang mungkin pula mewakili

ritual-ritual itu. Sebuah kesadaran akan

adanya kekuatan yang lain yang berkuasa

mengatur. Yang tidak terjamah dunia sains,

tapi mampu menghadirkan kesuksesan.

Para saintis menyebutnya Zat Mahacerdas.

Para agamawan menyebutnya Tuhan.

Dengan segala keterbatasannya, manusia

merasa sangat perlu selalu didamping

kekuatan itu.

Misalnya dalam Islam. Seorang Muslim

dianjurkan mengucap “Bismillah” sebelum

memulai setiap pekerjaan. Ini sebuah ajaran

dan ajakan untuk menghadirkan Allah.

Dengan demikian setidaknya dua kesadaran

penting hadir. Pertama: kesadaran akan

kelemahan diri sebagai manusia. Ini membuat

manusia yakin campur tangan Allah diperlu-

kan dalam kesuksesan pekerjaannya. Kedua:

kesadaran akan optimisme. Allah ada dan

membantu kita di setiap langkah. Kesulitan

apapun menghadang, manusia tetap ber-

semangat dan optimistik.

Setelah tuntas sebuah pekerjaan, umat muslim

dianjurkan mengucap “Alhamdulillah”.

Memaknai (lagi) bahwa segala hasil yang

diperoleh adalah juga berkat campur tangan

Allah. Kalau toh hasil yang diperoleh belum

sesuai impian, hati tetap bisa tunduk menga-

kui: mungkin menurut-Nya inilah yang terbaik

untuk kita.

Sebenarnya semangat religiositas itu tersirat

dalam setiap gerak para pesepakbola di

lapangan hijau. Sejak masuk lapangan

sampai pertandingan usai; saat gol demi

gol tercipta atau bola hanya membentur

mistar gawang, saat akhirnya salah satu tim

keluar sebagai pemenang mengalahkan tim

lainnya. Sejatinya itu semua ritual kaya

makna. Tatkala kemenangan datang, bukan

kesombongan yang hadir, tapi kesyukuran.

Seandainya kekalahan harus diterima, bukan

kemarahan hadir menyulut, tapi introspeksi,

kelapangan. Sebab mereka melibatkan Tuhan

dalam pertandingan. Maka keputusan terbaik

pun datang dari-Nya.

Demikian pula sebenarnya saat kita mengalih-

kan pandangan dari lapangan hijau ke dunia

bisnis. Dalam persaingan, semua pebisnis

tentu hendak menjadi pemenang. Mereka

berlomba menjadi terbaik. Laksana dalam

laga sepakbola: ada individu pemain, pelatih,

tim — ada peraturan, strategi bermain,

pelatihan yang kontinu. Ada doa dan

harapan setiap kali memasuki lapangan.

Ada semangat rohaniah itu. Bekerja dan

berjuangan dengan Izin Allah. Memohon

bantuan-Nya agar senantiasa dinaungi

“keberuntungan”.*** ElKasyafi,

KULTUR

TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 11

Para pesepakbola itu sangat

paham gol yang mereka

ciptakan tidak melulu berangkat

dari kematangan strategi,

kemahiran individual, atau

ketangguhan fisik. Tapi juga

berkat sentuhan keberuntungan

Page 14: majalah talenta

Bekerja adalah salah satu bentuk

ikhtiar. Oleh karenanya, bekerja bukan

gerak tanpa nilai dan makna. Rachmat

Ari Kusumanto, CEO Rumah Zakat, saat

dijumpai di tempat kerjanya di Jl. Turangga

No. 25, Bandung, Selasa (15/6), mengatakan

bahwa bekerja harus dilandasi kesalehan dan

profesionalisme. Dua sikap ini, menurut

Rachmat, bisa diejawantahkan dari empat

proses dalam ibadah haji.

Selain tawaf, sa'i, dan lempar jumrah, wukuf

adalah prosesi yang harus dilakukan seorang

jamaah haji. Menurut Rachmat, dalam

melakukan wukuf, seseorang dituntut untuk

berpikir dan merenung. Sebenarnya, baik

disadari atau tidak, proses berpikir dan

merenung sering kita lakukan. Misalnya, saat

muncul pertanyaan dalam benak; siapa

sebenarnya kita, mau ke mana kita melang-

kah, dan apa tujuan akhir kita. Saat mere-

nung dan mencoba menjawab deretan

pertanyaan itulah tidak lain pada hakikatnya

kita sedang melakukan “wukuf”.

Setelah merenung dan menginventarisasi

keinginan atau target-target, menurut ayah

dua anak itu, kita akan memikirkan bagai-

mana cara mencapai atau mewujudkannya.

Saat itulah kita mulai mengatur strategi.

Dalam konteks ibadah haji, kita menemukan

proses tersebut saat melakukan lempar

jumrah.

“Begitu pula dengan Rumah Zakat,“ kata

alumni Teknik Sipil Institut Teknologi Nasio-

nal (Itenas), Bandung, ini. “Rumah Zakat

Rachmat Ari Kusumanto, CEO Rumah Zakat:

Karena Kerja Bukan Gerak Tanpa Nilai dan Makna

MOTIVATOR

12 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010

Page 15: majalah talenta

memakai irama haji. Dimulai dengan road-

show BOD (Board of Director) ke seluruh

cabang. Setelah melihat kinerja di semua

cabang itu, kami mulai merenungi apa saja

kekurangan yang ada.“

Sebagai pimpinan, Rachmat — yang pernah

lama malang-melintang di dunia perbankan

— mencoba mengidentifikasi dan menganalisis

berbagai kekurangan itu. Dari sana dia

memulai pengaturan strategi untuk pembe-

nahan dan pengembangan di Rumah Zakat.

Dalam upayanya itu, dia selalu mengingatkan

para amilnya untuk senantiasa mendekatkan

diri kepada Allah SWT. Hal ini agar segala

pekerjaan dan aktivitas di Rumah Zakat

berada dalam lindungan serta mendapat-

kan keberkahan-Nya. Dalam ibadah haji,

kita menemukannya dalam proses tawaf.

Ketika melakukan tawaf, sambil tidak

berhenti berdoa, seorang jamaah haji

mengelilingi Kabah tujuh kali ke arah kiri

dimulai dari arah hajar aswad.

Dalam keseharian di luar ibadah haji, demi

memelihara kedekatan diri dengan Sang

Rachmat dapat dari proses sa'i dalam ibadah

haji, yakni berlari-lari kecil di antara bukit

Safa dan bukit Marwah sebanyak tujuh kali.

Proses sa'i, dalam sejarahnya, adalah untuk

mengenang Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim,

yang empat belas abad lalu berlari bolak-

balik antara Shafa dan Marwah untuk

mencari air bagi anaknya, Ismail, yang

kehausan. Betapa pun panas dan payahnya

keadaan ketika itu, berbekal kesalehan dan

keyakinan teguh akan keberadaan serta

kasih sayang-Nya, Siti Hajar tidak menyerah

dalam mencapai tujuan.

Secara substansial, empat proses ibadah

haji itulah — wukuf, lempar jumrah, tawaf,

dan sa'i — yang coba diejawantahkan

Rachmat Ari Kusumanto untuk membangun

kesalehan dan profesionalisme di Rumah

Zakat. Karena bekerja, baginya, bukan gerak

tanpa nilai dan makna.

Pria yang selalu Nampak ceria dan berwibawa

ini menambahkan. Bahwa memang mem-

bangun pola manajemen seperti itu bukan

semudah membalikkan tangan. Apalagi

macam training.”

Hasilnya, pencapaian kerja yang luar biasa

ditorehkan oleh amil Rumah Zakat. Pada

medio April-Juni ini, pencapaian dana Zakat

dan Infaq mencapai 70% dari target. Sesuatu

yang mengejutkan sekaligus menggembira-

kan. Karena pengalaman tahun-tahun

sebelumnya, medio April-Juni adalah masa

“paceklik” dalam penghimpunan dana zakat.

Ketika disinggung mengenai adanya pen-

dapat sebagian orang bahwa orang yang

produktif dalam bekerja, biasanya ibadah-

nya akan keteteran, dan sebaliknya kalau

ibadah seseorang itu rajin, maka kerjanya

jadi kurang produktif. Rachmat menolak

dengan tegas akan hal itu.

“Orang yang ibadahnya rajin tapi kerjanya

asal-asalan itu bagi saya ibadahnya belum

sempurna. Karena dengan sikapnya itu,

berarti dia sudah zalim kepada kantor

tempat dia bekerja. Dan kalau hal itu

menyebabkan income-nya turun sehingga

ekonomi keluarganya terganggu, maka dia

MOTIVATOR

Orang yang ibadahnya rajin tapi kerjanya asal-asalan itu bagi saya ibadahnya belum

sempurna. Karena dengan sikapnya itu, berarti dia sudah zalim kepada kantor tempat dia

bekerja. Dan kalau hal itu menyebabkan income-nya turun sehingga ekonomi keluarganya

terganggu, maka dia juga zalim kepada diri dan keluarganya, kan?

Khalik, seseorang sangat dianjurkan untuk

rajin melakukan shalat malam. “Saya selalu

mengingatkan seluruh amil untuk melaku-

kan shalat malam, sebagaimana yang

diamanatkan oleh founders Rumah Zakat,

Abu Syauqi, sebagai salah satu kunci meraih

kesuksesan hidup,“ ujar Rachmat.

Sebagai upayanya dalam meningkatkan

kualitas kinerja amil, Rachmat Ari

Kusumanto mengadakan berbagai pelatihan

internal. Di samping itu, untuk memacu

produktivitas, Rachmat menggulirkan

program Championship. Pada program ini,

seluruh amil di Rumah Zakat yang tidak

mencapai target funding dipotong gajinya

sebesar 10%. Sementara, bagi amil yang

mencapai target, imbal baliknya dia men-

dapatkan reward. “Meskipun berbentuk

lembaga sosial, kami berupaya mengedepan-

kan profesionalisme,“ tegas Rachmat.

Inspirasi program tersebut, antara lain,

membangun budaya seperti itu di sebuah

lembaga sosial yang identik dengan citra

bekerja apa adanya dan nirlaba.

“Butuh waktu lama untuk mengubah pola

pikir dan pola kerjanya. Turbulensi jelas ada.

Pada awal-awal penerapannya, banyak yang

berteriak dan bilang kalau ekspektasinya

terlalu tinggi. Tapi kemudian setelah kita

wukuf kita merenung semua tentang potensi

zakat yang ada dan kemampuan yang kita

miliki tapi belum kita maksimalkan.

Maka pelan tapi pasti semua amil di

Rumah Zakat menjadi antusias

melaksanakannya. Yang jelas selalu saya

sampaikan, bahwa target dan ekspektasi

yang kita sampaikan itu bukan muncul

begitu saja, tapi sudah betul-betul kita

perhitungkan. Jadi tidak ada alasan

menyatakan itu terlalu tinggi. Toh belum

dilaksanakan. Ditambah lagi, kita berikan

apa yang amil kita perlukan untuk

optimalisasi potensi dengan berbagai

juga zalim kepada diri dan keluarganya,

kan? Padahal dalam sejarahnya Siti Hajar itu

berlari-lari sampai 7 kali dari bukit Shafa

dan Marwa itu untuk apa? Menemukan

sumber air, kan? Karena dia tahu, sumber

air itu tidak akan ditemukan hanya dengan

berdoa lalu diam berpangku tangan saja. Ini

filosofinya. Maka menurut saya, orang yang

rajin beribadah itu yang seharusnya

produktif bekerja," tuturnya.

Sayang, perbincangan yang begitu hangat

itu harus berakhir ketika CEO Rumah Zakat

itu harus mengadakan rapat koordinasi ber-

sama jajaran BOD yang lain. Di penghujung

waktu, Rachmat kembali menegaskan bahwa

14 abad yang lalu sang “Super Manajer”,

Rasulullah Saw telah mengajarkan kita akan

keseimbangan itu. Bahwa seorang yang

saleh, seharusnya adalah juga seorang

profesional.***

TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 13

Page 16: majalah talenta

14 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010

Dalam dunia HR, yang termasuk ke

dalam intangible aset adalah sumber

daya manusia (SDM). SDM dengan

segala potensi yang dimilikinya yang merupa-

kan anugerah Allah SWT sesuai dengan

firman-Nya dalam QS At-Tin ayat ke-4,

“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia

dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Namun,

apakah setiap SDM akan menjadi intangbles

asset perusahaan? Unsur apakah yang

menjadikan diri manusia dinilai dapat masuk

dalam intangibles asset perusahaan?

Jika diperhatikan, kata ‘asset’ menunjukan

bahwa yang termasuk ke dalamnya tentu

memiliki sebuah nilai. Nilai tersebut adalah

nilai yang dapat dikonversikan ke dalam

bentuk rupiah dan memberikan keuntungan

bagi perusahaan, baik yang bersifat tangibles

(berwujud) atau intangibles (nirwujud).

Dengan demikian, SDM yang termasuk

sebagai intangibles asset perusahaan adalah

SDM yang memiliki nilai, dalam arti

memiliki peran penting dalam membangun

perusahaan.

Sebagai ilustrasi, dimisalkan SDM pertama

adalah selembar kertas biasa dan SDM

kedua adalah selembar uang. Kita bisa

mudah saja merobek selembar kertas biasa

lalu membuangnya begitu saja, tetapi tidak

terhadap selembar uang, apa lagi uang

tersebut lembaran seratus ribuan. Itulah

analogi SDM yang bernilai. Sebelum

dibuang pun perusahaan lain sudah terarik

untuk dapat mempekerjakannya.

Pengetahuan dan keterampilan memberikan

nilai berbeda antara satu SDM dengan SDM

lainnya. Dengan menambah pengetahuan

dan keterampilan, setiap SDM dapat

Nilai SDM

memperkaya dan memberi nilai bagi dirinya

sendiri. Dalam hal ini, kompetensi adalah

kata kunci. Namun, kompetensi pun perlu

mendapatkan faktor pelengkap lain. Misalnya,

agar seseorang tidak berlaku merugikan

perusahaan, seperti melakukan kecurangan

(fraud) atau menyalahgunakan aset

perusahaan untuk kepentingan pribadinya.

Salah satu faktor yang dapat memperkuat

SDM adalah tingkah laku atau attitude.

Attitude, di sisi lain, dapat membangun

image positif perusahaan dan memberikan

keuntungan yang terus bertambah.

Blue Bird terkenal sebagai the best taxi

services. Yang menghantarkan perusahaan

ini meraih prestasi tersebut tidak lain adalah

sistem pelayanannya. Sikap para

pengemudinya dikenal jujur, sopan, dan

ramah. Dalam beberapa kejadian, barang

bawaan penumpang yang ketingalan selalu

ATTITUDEsebagai Intangibles Asset

DALAM beberapa literatur dan teori akuntansi, intangible asset umumnya

dikenal berupa goodwill (nama baik), merek, dan Hak Kekayaan Intelektual

(HaKI). Intangible asset dalam standar akuntansi keuangan termasuk dalam

aktiva yang memperbesar nilai sebuah perusahaan. Kita mengetahui

beberapa perusahaan ternama memiliki merek yang jauh lebih besar daripada

nilai aset fisiknya. Berdasarkan riset Brown BrandZ, Google memiliki nilai merek sebesar US$ 114

miliar, Coca Cola US$ 68,7 milliar atau tiga kali lipat dari nilai aset fisiknya.

SPIRIT

Murni Alit Baginda

Page 17: majalah talenta

TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 15

bisa dikembalikan. Meski argo taksi ini

relatif lebih mahal, tapi tetap menjadi

pilihan utama. Para pengguna taksi sudah

percaya dan puas dengan pelayanannya.

Contoh lain mengenai attitude bisa kita

amati saat berbelanja, misalnya, di

minimarket. Pramuniaganya yang ramah

dan sopan seringkali menjadi alasan kita

kembali berbelanja di sana, bahkan

menjadikan minimarket tersebut tempat

favorit kita dalam berbelanja. Sementara

jika pramuniaganya tanpa senyum dan

melayani semaunya, mungkin kita

enggan datang lagi. Keengganan kita

itu bahkan bisa berimbas lebih jauh.

Dari hasil sebuah riset yang

disampaikan Return on Behavior

Magazine, seseorang dapat

menyampaikan ketidakpuasannya

kepada 22 orang lainnya. Dari kedua

contoh tadi, sikap pramuniaga atau

karyawan punya peran besar sehingga

uang dapat masuk ke kantong

perusahaan.

Lantas, bagaimana dengan karyawan

back office yang tidak terkait langsung

dengan konsumen? Pada intinya setiap

SDM memiliki peranan dalam

membangun dan mengembangkan

perusahaan, di mana pun posisi

karyawan tersebut berada. Tidak

terkecuali office boy sampai direktur

utama, setiap SDM perlu memiliki

produktivitas. Dengan kejujuran,

kesungguhan, disiplin, dan integritas

tiap-tiap SDM, kinerja perusahaan akan

mencapai targetnya dengan optimal.

Penumbuhan attitude merupakan soal

menarik. Jika attitude terpuji mudah

ditumbuhkan, maka rasa-rasanya setiap

perusahaan dapat berkembang dan

memiliki jaringan yang luas. Lebih jauh,

kehidupan ekonomi sebuah negara akan

senantiasa dalam keadaan bagus dan

kehidupan masyarakatnya pun penuh

keharmonisan. Akan tetapi, membentuk

dan menumbuhkan attitude terpuji ternyata

tidak mudah. Dan karena attitude melekat

secara personal, maka treatment

pembentukannya pun perlu dilakukan

dengan personal.

Jika setiap personal mulai dibentuk untuk

memiliki attitude yang baik dalam setiap

aktifitas kerja mereka, maka tidak menutup

kemungkinan kumpulan personal-personal

Penumbuhan attitude

memiliki spiritual attitude. Nilai spiritual

tersebut dapat meningkatkan produktivitas

perusahaan dengan efektif.

Memelihara attitude yang baik sebenarnya

tidak sulit jika kita mengetahui unsur-unsur

pembentuk attitude itu sendiri. Attitude

terbentuk di antaranya melalui keyakinan,

pengalaman, dan pengetahuan.

Pembentukan keyakinan dilakukan di dalam

hati. Pepatah lama mengatakan “wajah

adalah cerminan hati”. Dari wajahnya

yang ramah, hangat, dan murah senyum,

kita menilai seseorang sedang dalam

kondisi bahagia atau mungkin hatinya

sedang berbunga-bunga. Soal kondisi

hati, kita mengenal istilah hati nurani.

Karena hati memiliki kecendrungan pada

kebaikan, hati nurani sebenarnya tidak

pernah berbohong.

Dalam hal ini, terdapat keterkaitan antara

hati dengan attitude setiap orang. Secara

tersirat, keterkaitan ini diungkapkan

sebuah hadits Rasulullah. “Ingatlah,

sesungguhnya di dalam tubuh terdapat

segumpal daging. Apabila daging itu

baik, maka baiklah seluruh anggota

badan. Dan apabila ia rusak, maka

rusaklah seluruh anggota badan.

Ketahuilah, segumpal daging itu adalah

hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Keyakinan yang tertanam dalam hati ini

mampu menguatkan langkah seseorang

dalam bertindak. Contohnya, kesediaan

seorang sopir taksi untuk mengembalikan

barang pelanggan yang tertinggal karena

merasa barang tersebut bukan miliknya.

Pengalaman atau latar belakang kehidupan

seseorang, pola didik orang tua, dan

pengaruh lingkungan juga dapat

membentuk attitude seseorang. Kemudian,

selain keyakinan dan pengalaman,

pengetahuan juga memiliki peran besar

pembentukan attitude. Ilmu pengetahuan

mampu merubah persepsi seseorang.

Filosofi padi, “makin berisi makin

merunduk”, menunjukan semakin

seseorang memiliki ilmu pengetahuan

semakin dia rendah hati.***

Pemeliharaan attitude

SPIRIT

ini dapat membentuk budaya perusahaan

(corporate culture) yang baik. Budaya

perusahaan yang tumbuh secara alamiah

dari cerminan pribadi karyawan, akan

mampu bertahan lebih lama jika

dibandingkan dengan budaya perusahaan

yang dipaksa-paksakan.

Pada dasarnya, terdapat beberapa motif

yang melatarbelakangi sebuah attitude.

Salah satu aspek yang dapat dilakukan

untuk membangun attitude adalah melalui

motif spiritual. Seseorang yang

bersemangat melakukan sesuatu dengan

penuh pengorbanan biasanya karena motif

spiritual. Sebagai contoh, seseorang yang

menjadikan aktivitas kerjanya sebagai

sarana beribadah tentu tidak akan mudah

tergoda untuk menyalahgunakan aset

perusahaan. Jika dia sopir taksi yang

mendapatkan barang konsumennya

tertinggal, dia akan berusaha

mengembalikan dengan penuh tanggung

jawab.

Keberadaan motif spiritual ini sangatlah

urgent karena menentukan arah tujuan dari

pembentukan attitude yang dilakukan.

Sebagaimana yang saat ini mulai ramai

dilakukan perusahaan-perusahaan besar,

memperkuat nilai spiritual diharapkan

mampu membentuk pribadi SDM yang

Page 18: majalah talenta

Berbicara tentang ability atau

kompetensi beberapa perusahaan

punya kebijakan berbeda dalam hal

rekrutmen. Ada perusahaan yang berusaha

memperoleh karyawan yang “sudah jadi”

atau siap kerja dengan asumsi karyawan

yang direkrut itu punya kompetensi yang

sesuai dengan spesifikasi pekerjaan.

Kebijakan seperti ini memiliki keunggulan

berupa frekuensi training, terutama untuk

hard competency, yang lebih sedikit

dibandingkan dengan karyawan yang

belum memiliki kompetensi. Proses

rekrutmen seperti ini biasanya

menggunakan assessment behavioral,

seperti behavioral competency interview

atau behavioral event interview, assessment

center, dan uji kompetensi teknis.

Perusahaan lain memilih untuk merekrut

karyawan yang mendahulukan potensi yang

unggul. Biasanya mereka fresh graduate

dari universitas ternama yang masih minim

pengalaman. Harapannya mereka bisa

dibentuk sesuai keinginan dan kultur

perusahaan. Memang lebih mudah

membentuk dan mengarahkan fresh

graduate dibanding dengan mengarahkan

SDM yang sudah memiliki pengalaman.

Proses seleksinya biasanya menngunakan

psikotest atau test potensi.

Tentunya ada pula perusahaan yang

menyeimbangkan keduanya, dengan

harapan mendapatkan manfaat yang

lebih.

Para ahli perilaku organisasi merumuskan bahwa kinerja (performance) merupakan fungsi dari motivasi dan

kemampuan (ability). Secara sederhana hubungan itu bisa dirumuskan: kinerja (P) = Motivasi (M) x Kemampuan (A).

Mengelola Kinerja Karyawan

EDUKASI

16 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010

Ph

oto

:ww

w.t

hesy

kesg

rp.c

om

Dicky Fria Senjaya

Page 19: majalah talenta

Akan tetapi, ketika perusahaan menghen-

daki kinerja yang baik dari karyawannya,

sebenarnya model rekrutmen manakah

yang lebih unggul? Dalam buku Methods

Competency Assessment: History and State

of the Art David McClelland, Lyle Spencer,

dan Signe Spencer mengemukakan sebuah

hasil penelitian mengenai validitas berbagai

jenis hasil assessment. Hasil penelitian itu

mengurutkan macam-macam metode

assesment berdasarkan tingkatan validitas-

nya, sebagaimana dapat dilihat di tabel

berikut.

Dari tabel tampak bahwa assessment yang

bersifat behavioral yang digunakan untuk

melihat kompetensi perilaku tertentu

memiliki validitas lebih tinggi dibandingkan

metode lainnya. Oleh karenanya,

assessment behavioral disarankan untuk

digunakan dalam menyeleksi karyawan.

Namun, assessment jenis ini biasanya

membutuhkan waktu dan resource yang

lebih dibandingkan dengan assessment

lainnya.

Assessment kompetensi tidak hanya

digunakan untuk seleksi, tetapi juga

digunakan untuk mengetahui celah

kompetensi (competency gap) yang dimiliki

oleh karyawan dengan kualifikasi yang

diperlukan untuk jabatan yang diembannya.

Celah kompetensi yang ada harus segera

diperkecil atau diatasi dengan memberikan

pelatihan kepada karyawan yang

bersangkutan.

Celah kompetensi tentunya tidak bisa

diketahui tanpa adanya suatu referensi yang

menjabarkan level kompetensi ideal yang

harus dimiliki oleh setiap karyawan pada

jabatan tertentu. Inilah yang dinamakan

dengan model kompetensi.

MOTIVASI KARYAWAN

Motivasi berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan karyawan. Seorang karyawan bekerja

dengan harapan bahwa dengan melalui pekerjaannya dia bisa memenuhi kebutuhan-

kebutuhannya. Selama kebutuhannya terpenuhi, karyawan akan tetap bekerja. Jika yang

didapatkan melebihi ekspektasinya, maka sangat mungkin karyawan lebih bersemangat

untuk bekerja.

Stephen P. Robbins dalam bukunya The Truth About Managing People memberikan

sudut pandang mengenai cara memahami motivasi karyawan. Menurutnya, motivasi

bergantung pada tiga hubungan. Jika ketiga hubungan ini kuat, maka motivasi

karyawan akan tinggi. Jika salah satu atau bahkan ketiganya lemah, maka motivasi

karyawan akan mengalami penurunan. Ketiga hubungan itu adalah sebagai berikut.

1. Hubungan antara usaha dengan penilaian kinerja.

2. Hubungan antara penilaian kerja dengan sistem penghargaan yang diberikan oleh

perusahaan.

3. Hubungan antara sistem pengharaan yang diberikan perusahaan dengan

penghargaan yang diinginkan karyawan.

Dalam kaitannya dengan poin pertama untuk meningkatkan motivasi karyawan, sistem

penilaian kinerja harus dibuat sedemikian rupa sehingga bisa betul-betul menilai dan

membedakan karyawan berkinerja baik dengan karyawan yang berkinerja kurang baik.

Sistem penilaian kinerja (performance appraisal) yang buruk dapat menyebabkan

karyawan tidak peduli dengan kualitas pekerjaan mereka. Penilaian kinerja yang menilai

karakteristik yang tidak terlalu berkaitan dengan kinerja atau produktivitas harus

dipertimbangkan ulang untuk digunakan dalam penilaian kinerja.

Motivasi karyawan juga bergantung pada hubungan antara penilaian kerja dengan

sistem penghargaan perusahaan terhadap mereka, seperti terlihat pada poin hubungan

kedua di atas. Harapan karyawan adalah penilaian yang baik terhadap mereka disertai

dengan penghargaan dari perusahaan. Penghargaan tidak harus selalu diidentikkan

dengan gaji atau bonus, tetapi misalnya fasilitas, kenaikan pangkat, kesempatan untuk

berkembang. Perusahaan pun perlu memperhatikan apakah penghargaan-penghargaan

yang diberikan kepada karyawan itu memang sesuai dengan penilaian terhadap kinerja

mereka atau sebenarnya diberikan berdasarkan hal-hal lain, misalnya kedekatan

emosional dengan pengambil kebijakan, senioritas, dan sebagainya. Sebab jika hal

tersebut terjadi, maka bisa diprediksikan motivasi karyawan akan melunturkan.

Robbins menilai bahwa kesesuaian antara penghargaan yang diberikan oleh perusahaan

dengan penghargaan yang diharapkan oleh karyawan juga cukup berpengaruh

terhadap motivasi karyawan. Bisa jadi alih-alih kenaikan gaji karyawan mengharapkan

promosi; atau bonus cash alih-alih bonus dalam bentuk fasilitas tertentu.

Sudut pandang Stephen Robbins mengenai motivasi bisa disimpulkan dalam dua hal,

yaitu rasa keadilan dan pemenuhan kebutuhan/harapan karyawan. Pemenuhan kedua

hal tersebut berbanding lurus dengan semangat karyawan untuk menampilkan kinerja

terbaiknya.

Robbins juga memberikan satu fungsi lagi yang bisa berpengaruh terhadap kinerja

selain kemampuan dan motivasi, yaitu opportunity atau kesempatan. Kesempatan di sini

mengandung arti luas, yaitu segala sesuatu yang menunjang munculnya kinerja yang

baik dari karyawan. Termasuk di antaranya fasilitas penunjang kerja; bisa juga

lingkungan sosiokultural di tempat kerja. Seorang desainer grafis membutuhkan

komputer dengan spesifikasi khusus sehingga dia bisa berkarya dengan optimal; selain

tentu lingkungan sosial yang terbuka terhadap ide-ide dan kreativitas, bukan lingkungan

yang malah menghambat munculnya ide-ide kreatif.***

EDUKASI

Metode Assessment Validitas

Assessment Centers 0,65

Interviews (Behavioral) 0,48 - 0,61

Work-sample Tests 0,54

Ability Test 0,53

“Modern” Personality Tests 0,39

Biodata 0,38

References 0,23

Interviews (Nonbehavioral) 0,05 - 0,19

TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 17

Page 20: majalah talenta

Pada 23-25 April 2010. Bertempat di

Padepokan Madani Lembang,

Bandung. Sebanyak 32 peserta dari

Bank Saudara begitu antusias mengikuti

Spiritual Building and High Motivation

Training yang diadakan oleh Talenta Insan

Gemilang Training Management.

Pelatihan ini beranjak dari kesadaran

manajemen Bank Saudara akan kebutuhan

peningkatan kualitas dan kompetensi SDM.

Dengan memiliki SDM yang berkualitas dan

berkompetensi, maka diharapkan akan

meningkatkan performansi perusahaan

secara kseluruhan.

Menurut Ervy Sinoranti, MM, Kepala Depar-

temen Pengembangan SDM Bank Saudara.

Peningkatan kompetensi ini juga harus diikuti

dengan peningkatan spiritualnya sehingga

akan memunculkan pribadi-pribadi yang

memiliki mental pejuang dan bekerja tidak

hanya untuk materi semata, namun mereka

akan bekerja untuk mengabdi kepada Sang

Pencipta, melayani sesama, mengaktuali-

sasikan diri serta berkomitmen terhadap

profesionalisme.

Hal ini senada dengan ungkapan Dedy A.

Santika, direktur PT Talenta Insan Gemilang.

Bahwa pada akhirnya, pelatihan ini ber-

tujuan untuk mencetak sumber daya manusia

yang berkualitas secara duniawi dan akhirat.

Pelatihan ini akan memberikan pencerahan

kepada peserta bagaimana sebaik-baiknya

menjalankan pekerjaan dan amalan

ibadahnya.

Diawali dengan sesi pengenalan mengenai

kegiatan pelatihan dan dilanjut dengan

ta'aruf (perkenalan) antar panitia dan

sesama peserta oleh Kang Miftah Salahudin,

pada malam hari pertama peserta digali

minat dan personality-nya oleh masing-

masing pendamping/mentor. Hal ini selain

bertujuan untuk mengetahui sejauh mana

minat dan keinginannya dalam mengikuti

training ini, juga untuk menggali apa target

yang diinginkan peserta selama mengikuti

training ini.

Pada hari kedua, para peserta mendapat

materi mengenai Etos Kerja Muslim yang

disampaikan oleh Abu Syauqi. Seorang

enterpreneur Muslim yang sekaligus juga

da'i. Pendiri Rumah Zakat ini menerangkan

bagaimana sesungguhnya berusaha atau

bekerja menurut gaya-gaya Islami. Abu juga

banyak memberikan pegalamannya dan

proses hingga menjadi pengusaha yang

sukses seperti saat ini. Gaya penyampaian

yang ringan, didukung dengan visualisasi

beberapa film motivasi. Membuat suasana

pelatihan berlangsung santai tapi serius.

Beberapa peserta pelatihan tampak antusias

menyimak pemaparan dari Abu.

Materi yang dibawakan oleh Dedi Achmad

Santika (Direktur Utama PT Talenta Insan

Gemilang) ini selalu membawa inside baru

bagi peserta. Pada sesi ini Dedy Santika

mengisi materi mengenai bagaimana

mengembangkan citra diri (positif) sebagai

karyawan bank dan bagaimana menjadi

seorang profesional yang memiliki

kesalehan. Hal ini cukup mendapat apresiasi

beragam dari peserta. Namun intinya

bahwa mereka sadar, bahwa anjuran untuk

menebar senyum, ramah kepada orang lain,

berpakaian yang rapi dan indah, berkata

jujur, dan profesional dalam bekerja adalah

sebenarnya ajaran Islam yang dituntunkan

oleh Rasulullah. Sehingga melaksanakan

semua citra diri positif itu dalam dunia kerja

Muhasabah Diri di Bumi Madani

18 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010

GERAK

Page 21: majalah talenta

pada hakikatnya adalah mengikuti sunah

Rasulullah, bukan sekedar mengikuti SOP

perusahaan.

Materi terakhir, in class, adalah mengenai

bagaimana membangun kualitas keagama-

an peserta. Materi ini dibawakan oleh Ust.

Acep Lu'Lu Iddin (Ketua Dewan Pembina

Rumah Zakat). Dalam penyampaiannya, Ust

Acep mengajak para peserta untuk mengo-

songkan diri. Dalam pengertian meletakkan

diri sebagai manusia biasa dan melepas

segala atribut keduniaan yang disandang.

Sebab terkadang sisi-sisi jasmaniah manusia

ini terlalu di prioritaskan, sehingga sisi-sisi

ruhani dan spiritualitas manusia tertutup.

Padahal manusia harus mengembangkan

kedua unsur itu, baik Jasmani maupun

ruhani secara seimbang, guna membangun

jati diri menjadi insan kamil, atau manusia

seutuhnya.

Dengan metode membangun jiwa

spiritualitas yang pada hakikatnya ada pada

setiap manusia. Maka diharapkan tidak

akan pernah ada rasa putus asa, ataupun

sebaliknya menjadi takabur atas segala

prestasi ataupun musibah yang menimpa.

Sehingga yang ada adalah pikiran positif

dan selalu berbuat untuk mengabdi hanya

kepada illahi.

Menjelang subuh, sesi shalat malam diada-

kan, sebagaimana yang di firmankan Allah

dalam Qur'an Surat Al-Israa:79 “Dan, pada

sebahagian malam hari salat tahajudlah

kamu sebagai suatu ibadah tambahan

bagimu, mudah-mudahan Tuhan-mu

mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.”

Dalam banyak Hadits Rasulullah Saw

diceritakan bila mengerjakan qiyaamullail

(salat malam), beliau melamakan berdiri –

dan ini adalah sunah – dan begitulah para

sahabat melakukannya hingga mereka

bersandar kepada tongkat akibat lamanya

berdiri.

Para peserta diajak untuk shalat tahajud

berjamaah. Kemudian dilanjutkan dengan

tilawah Al-Quran berkelompok dengan

bimbingan mentor masing-masing

Puncak dari acara ini adalah materi

MUHASABAH atau sesi renungan. Pada

malam itu, para peserta diingatkan kembali

akan tugas mulia dan utamanya sebagai

khalifah. Sebuah tugas mulia yang bahkan

malaikat pun tidak mampu melaksanakan-

nya. Disadarkan pula tentang bagaimana

tujuan lahir dari semua hal yang kita

lakukan adalah menuju pertanggungjawab-

an agung di hadapan Allah kelak di hari

kiamat. Sehingga tidak ada kebaikan yang

sia-sia dan tidak akan ada dosa yang tak

terbalas. Peserta diajak untuk menuliskan

komitmen spiritual dan membacakannya.

Suasana haru dan tangis dirasakan seluruh

peserta pada malam itu.

Pelatihan ini pada akhirnya ditutup dengan

out bound. Flying Fox, spider web, dan

rintangan lain menjadi tantangan para

peserta di hari terakhir itu. Tujuannya jelas,

memupuk rasa percaya diri, membangun

jiwa saling menolong, dan membentuk

pribadi yang berani menghadapi tantangan.

Pada kesempatan selanjutnya Bank Saudara

kembali bekerja sama dengan TIG untuk

pelaksanaan training yang sama. Kali ini

dilaksanakan di Hotel Grand Jaya Raya,

Ciawi, Bogor, tanggal 21-23 Mei 2010.

Semua peserta ini merupakan staf atau

officer dari kantor pusat dan beberapa

cabang di daerah Jabodetabek dan

Semarang, antara lain: KP Divisi SKAI, KP

Divisi Int'l Banking, KP Divisi Bisnis, KP Divisi

Sistem, Treasury, KC Ampera, KC The Energy,

KC Bogor, KC Semarang, KC Surabaya, KCP

Bulungan, KCP Tangerang, KCP Bidakara,

dan KCP Serang.***

Ust. Abu Syauqi, sedang memeberikan materi menegai etos kerja islami

Ust. Acep Lu'lu Iddin, menyampaikan materi tentang bagaimana membangun kualitas keagamaan

Dedi Achmad Santika, memberikan materi mengenai bagaimana mengembangkan citra diri positif

Kegiatan muhasabah, qiyamulail, tilawah dan kuliah subuh

Kegiatan outbond

TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 19

GERAK

Page 22: majalah talenta

terhadap seluruh aktivitas dan performa peserta dan diawasi langsung oleh mentor. Tutik Ratnaningsih selaku koordinator menjelaskan bahwa aspek penilaian meliputi kehadiran, amal harian, penampilan, dan sikap. Diharapkan dengan cara seperti ini, peserta belajar terbiasa memiliki target, mengelola, dan senantiasa mengevaluasi dirinya setiap hari.

Keseruan MDP 2010 ini dimulai dengan sesi “Imperial Journey”. Peserta ditantang untuk “berkelana” ke lembaga dan perusahaan di dalam imperium PT Citra Niaga Abadi. Miftah Salahudin selaku ketua panitia memberikan tantangan kepada para peserta untuk melakukan kajian sederhana tentang lembaga dan aspek-aspek manajerial dan menuangkannya dalam laporan tertulis dan presentasi. Yang lebih seru, semua peserta diharuskan menyerahkan alat komunikasi

kegiatan in class

war games

For Leading Tomorrow!Managing Today

GERAK

Untuk mempersiapkan jajaran manajer yang solid, berdedikasi, juga untuk menyatukan visi dan misi lembaga, PT Citra Niaga Abadi beserta anak perusahaannya menggandeng PT Talenta Insan Gemilang untuk mengadakan Manager Developing Program (MDP) yang dipusatkan di Bandung.

Sebanyak 27 peserta calon manajer dari anak perusahaan CNA Group memulai pelatihan dengan melepas semua atribut kelembagaan dan kepangkatan, dan berganti dengan atribut pelatihan. Hal ini sengaja dibuat untuk memberikan kesan yang sama terhadap semua calon manajer meskipun dari entitas bisnis yang berbeda.

Acara kemudian berlanjut dengan sesi “Kontrak Belajar”. Tidak seperti kontrak belajar pada umumnya, pada MDP 2010 ini diberlakukan sistem penilaian atau scoring

20 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010

Page 23: majalah talenta

dan alat pembayaran masing-masing untuk diganti dengan uang saku sebesar lima belas ribu rupiah.

Maka, berhamburanlah para pejuang peradaban Islam ini menuju lembaga yang akan mereka kaji. Mulai dari PT CNA, Rumah Zakat, PT Agro Niaga Abadi, Rumah Wakaf Indonesia, Rumah Sehat Indonesia, Rumah Mandiri Indonesia, Rumah Juara Indonesia, PT Citra Niaga Teknologi, dan koperasi syariah Mozaik tak luput dari kunjungan para peserta. Meski ada yang berjalan kaki cukup jauh, tanpa kenal lelah peserta menuangkan hasil kajiannya ke dalam lembaran kertas yang diberikan panitia. Semuanya harus terkumpul sebelum pukul 16.00 pada sesi pertama In Class Training (ICT).

Materi in class diisi dengan cukup beragam. Dimulai dengan penguatan misi spiritual oleh Ust Shobirin yang menggagas tema “Road To Heaven”. Dilanjutkan dengan materi “Effective Communication” dan “Effective Leadership” yang masing-masing disampaikan oleh Bapak Dedy Achmad Santika dan Bapak Rachmat Arie Kusumanto, CEO Rumaha Zakat. Ada yang luar biasa di sesi ini. Pemateri ingin membuktikan langsung kekuatan pikiran bisa membuat orang melakukan hal luar biasa. Peserta diajak untuk berlari di tengah terik panas matahari melalui jalanan aspal yang cukup terjal. Walhasil, peserta tercengang sendiri dengan kemampuan dirinya. Sampai ada yang push the limit dan tak mampu lagi kembali ke kelas, sehingga harus dievakuasi dengan mobil. Tak salah, sesi ini adalah salah satu sesi yang sangat berkesan bagi para peserta.

Sedikit keluar dari dunia leadership. Para peserta diajak untuk beralih sejenak mempelajari tentang Graphology. Dicky Fria Senjaya, trainer TIG berbagi tentang ilmu membaca karakter manusia dari tulisan

tangannya. Meski oleh penggagasnya sendiri graphology disebut pseudo science alias setengah “ilmu kebatinan”, namun peserta cukup antusias ditunjukan dengan banyaknya pertanyaan.

Pada sesi ICT malam, panitia sengaja menghadirkan Bapak Acep Lu'lu'Iddin dari dewan pembina grup Rumah Zakat untuk memberikan taujih berjudul “Rebuild Islamic Emporium”. Dari namanya dapat ditebak bahwa sesi ini mengajak peserta melihat dan mengingat kembali visi besar lembaga yang bukan sekadar menyediakan lapangan kerja dan mendapat profit, namun juga bercita-cita membangun peradaban Islam yang didambakan kaum muslimin seluruh dunia.

Hari selanjutnya diawali dengan “Daily Declaration”, berupa tekad peserta mencapai target hari itu. Peserta langsung disuguhi materi “Finance Management for Non-Finance Manager” dari Bapak Herry Hermawan, direktur Mozaik. Materi disampaikan dengan presentasi dan simulasi serta studi kasus. Dengan demikian, diharapkan peserta yang sebagian besar tidak memilki latar belakang pendidikan keuangan mampu memahami laporan keuangan serta mengimplementasikan prinsip dasar manajemen keuangan yang baik dalam perencanaan.

Selepas dzuhur, lalu istirahat dan makan siang, peserta langsung disuguhi pencerahan “Business Presentation Skill”. Bapak Gilang Mahesa, direktur PT Citra Niaga Teknologi, menjadi pembicara dalam sesi ini. Selama dua jam, peserta disuguhi tips dan trik dalam melakukan presentasi bisnis diselingi cerita dari pengalaman langsung di lapangan dari pemateri.Peserta langsung ditantang dengan praktik. Dengan dibentuk kelompok, peserta diminta melakukan perancangan produk inovatif

yang bisa mereka jual. Kemudian, mereka diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil rancangannya di hadapan semua peserta lain. Agenda ini terasa begitu cepat hingga sampailah di ujung acara sebelum maghrib.

Materi softskill lain yang tak kalah seru mendpat perhatian dari peserta adalah mengenai “HR Management” yang dismapaikan oleh Alfath, GM PT TIG, dan juga Basic Managerial Skill oleh Direktur PT Agro Niaga Abadi (PT ANA), Virda Dimas Ekaputra.

Di penghujung pelatihan, para calon manajer ini disuguhi tantangan terakhir dan mungkin terberat. Yaitu simulasi WAR GAME. Diawali dengan penjelasan tentang prosedur penggunaan air soft gun dan teknik tempur dasar, peserta dibagi ke dalam dua kelompok besar. Tugas mereka adalah membebaskan sandera! Dengan data yang minim tentang kondisi sandera dan medan tempur yang cukup berat, tantangan itu berhasil membuat peserta tercekam. Berbeda dengan simulasi tempur yang sering dimainkan, pada kali ini aspek manajemen dan team building yang lebih ditonjolkan. Mulai dari pemilihan group leader, sampai pada pemilihan strategi dan logistik cukup membuat peserta memutar otak. Ditambah dengan adanya marshall court yang merupakan forum pengujian konsep memenangkan pertempuran dari peserta.

Akhirnya, pelatihan ini ditutup dengan perenungan. Mata para peserta ditutup dan kemudian diingatkan kembali akan misi suci mereka sebagai pemimpin dan beratnya amanah yang mereka pikul. Sehingga tak terasa , air mata mereka meleleh karena terharu. Di puncak acara, para peserta bersama meneriakkan pekik dan tekad: Managing today for leading tomorrow!***

perpisahan dan ramah tamah

GERAK

TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 21

Page 24: majalah talenta

Mengembalikan Manusia Kepada Fitrahnya

Ketika seseorang merasa gagal menemukan kebahagiaan adalah disebabkan karena dia gagal mengenali dirinya. Karena ukuran-ukuran kebahagiaan yang ingin dicapainya tidak berkesesuaian

dengan kodratnya sebagai manusia yang hidup dalam dua dimensi yang selaras dan sebangun, yaitu dimensi jasmani dan ruhani.

Manusia merupakan salah satu makhluk yang disempurnakan penciptaannya. Lahir, tumbuh, dan besar selaras dan sesuai

dengan fitrahnya, yaitu hidup dalam dimensi jasmani dan ruhani. Keseimbangan dalam pengembangan dua aspek di atas diharapkan bisa membentuk karakter manusia Indonesia seutuhnya.

Dalam perkembangan dunia kerja saat ini, ketika situasi kerja semakin kompetitif dan karyawan dituntut untuk bekerja lebih keras dan lebih cerdas setiap hari, secara tidak langsung telah menggeser gaya kerja manusia menjadi lebih berorientasi kepada target dan pendapatan riil semata. Hal ini tentu tidak sepenuhnya salah. Akan tetapi, efek jangka panjang dari hal ini adalah ketika pola pikir kita pada akhirnya harus terkotak pada ukuran-ukuran jasmani semata. Sehingga keberhasilan diukur dari bertambahnya kepuasan jasmani, dan sebaliknya kegagalan terasa ketika kepuasan jasmani gagal dipenuhi.

Perubahan pola pikir ini berakibat kepada orientasi kerja hanya pada urusan keduniaan semata. Yang bersumber dari materi dan mengabaikan unsur ruhani yang juga merupakan unsur pembangun karakter manusia seutuhanya. Imbasnya, banyak orang yang justru kehilangan jiwa sosialnya. Merasa terasing dan hidup sendiri di tengah kumpulan orang di sekitarnya. Secara materi seseorang bisa jadi berkecukupan. Tapi jamak kita temui pula, orang yang bergelimang materi justru jauh dari nuansa kebahagiaan. Bahkan tak jarang berakhir kepada sikap keputusasaan, sehingga mengakhiri hidupnya sendiri di tengah pusaran materi yang melingkupinya.

Filsuf Yunani, Plato, menyatakan bahwa ketika seseorang merasa gagal menemukan kebahagiaan adalah disebabkan karena dia gagal mengenali dirinya. Karena ukuran-ukuran kebahagiaan yang ingin dicapainya tidak berkesesuaian dengan kodratnya sebagai manusia yang hidup dalam dua dimensi yang selaras dan sebangun, yaitu dimensi jasmani dan ruhani. Menitikberatkan hanya pada satu sisi saja akan membuat ketidakseimbangan yang berakhir pada kegagalan manusia menemukan kebahagiaan yang sebenarnya sudah dia peroleh.

Untuk itulah, guna menyeimbangkan dua hal itu, potensi kecerdasan spiritual tersebut perlu digali dan dikembangkan, sebagaimana potensi

intelektual dan jasmani juga dengan optimal dikuatkan. Banyak sudah perusahaan yang memasukkan spiritual training dalam program pengembangan karyawannya. Seiring kesadaran untuk membangun karakteristik karyawannya menjadi lebih humanis, produktif, dan sekaligus religius. Sehingga output yang diharapkan adalah nuansa kerja yang aktif, dinamis, egaliter, jujur, penuh dengan semangat kerja sama, saling membantu, dan bertanggung jawab.

Ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan sebelum melaksanakan spiritual training. Di antaranya adalah aspek psikologis para peserta spiritual itu sendiri. Sebab tujuan pelatihan ini adalah menyalakan kembali nilai spiritual yang secara fitrah sudah ada dalam diri setiap manusia. Jangan sampai justru nyala spiritual itu justru padam, misalnya karena peserta pelatihan merasa malu belum bisa melakukan beberapa ritual ibadah. Maka lihat dan telitilah program sipiritual training yang ditawarkan lembaga

training kepada Anda. Apakah program-program pelatihannya mampu memberikan bimbingan spiritual atau malah sebaliknya.

Selanjutnya, training spiritual haruslah memberikan gambaran jelas mengenai impact yang bisa didapatkan peserta bagi kehidupan pribadinya maupun kariernya. Training spiritual seharusnya bisa menempatkan nilai-nilai agama sebagai sebuah gaya hidup yang mendukung dan mengembangkan kehidupannya di dunia dan akhirat kelak. Bukan sebagai sebuah ajaran yang terpisah, sehingga mengesankan bahwa agama hanyalah urusan tempat ibadah, doa, dan membaca kitab suci saja. Maka perlu diperhatikan juga adanya materi pelatihan yang memberikan gambaran itu. Bahwa kesuksesan di tempat kerja berbanding lurus dengan kesuksesan nilai spiritual kita. Menghadirkan pembicara/trainer langsung dari tokoh agama yang sukses dan dunia bisnis maupun kehidupannya adalah salah satu hal yang bisa dilakukan untuk memberikan gambaran tersebut. Sehingga para peserta pelatihan meyakini bahwa agama tidaklah bertolak belakang dengan produktifitas dan kesuksesan yang akan diraihnya.

Tuhan telah memberikan empat anugerah terindah kepada kita sebagai bekal hidup dan mengembangkan diri kita sebagai wakil-Nya di bumi. Keempat anugerah itu adalah: naluri, indera, akal, dan agama. Tugas kita adalah mensyukuri semua anugerah itu dengan mengoptimalkan penggunaanya, untuk mendukung semua tugas kita, sebagai khalifah Tuhan di muka bumi. Selamat mengikuti training spiritual.***

Disampaikan oleh:

ADVERTORIAL

22 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010

TRAINING & DEVELOPMENT

Page 25: majalah talenta

DALAM sebuah perjalanan Pasuruan-Probolinggo-Jember,

berkali-kali bus yang saya tumpangi dihentikan oleh masyarakat.

Dengan dialek Madura yang kental mereka meminta dana

pembangunan masjid. Lalu setiap kali berhenti saya mencoba

menghitung. Subhanallah, sekitar 67 masjid sedang dibangun.

OASIS

photo: www.timesonline.typepad.com

Tapi hal ini memang dilakukan untuk

menjaga profesionalisme.

Dari mulai membangun kantor kecil di ping-

giran kota Ponorogo, BPR itu terus bergerak

dan menyebar. Berkembang di hampir setiap

kecamatan di kabupaten Ponorogo. Modal-

nya? Tentu saja selain menyertakan modal

dari kantor lama juga kembali dari saham

anggota ormas. Dengan profesionalisme

dadakan dalam lingkup lokal, ternyata BPR

itu kini memiliki aset hampir Rp 50 miliar.

Untuk ukuran BPR di sebuah kota kecil ini

luar biasa. Bisa Anda bayangkan berapa

deviden yang diterima para pemegang

sahamnya sekarang?

Ormas itu lalu melebarkan lagi bisnisnya.

Melihat ritel-ritel nasional mulai masuk

Ponorogo, majlis ekonomi ormas itu berikhtiar

membuat toko swalayan. Namanya Suryamart.

Kembali penggalangan dana dilakukan

dengan cara menawarkan saham. Punya

pengalaman sukses mengembangkan BPR,

kali ini penggalangan dana lebih mudah.

Dengan penanganan yang amanah, dalam

sepuluh tahun sudah ada lima belas cabang

toko swalayan di setiap kecamatan. Saat ini,

Suryamart berhasil menguasai empat puluh

persen pusat perkulakan barang di Ponorogo.

Lebih lanjut dalam perkembangannya

ormas itu membangun jaringan informasi

berupa stasiun radio lokal. Lewat radio

mereka menyuarakan dakwah dan sekaligus

memasarkan unit usahanya. Tidak mau

uangnya menguap begitu saja, keuangan

dari semua unit bisnis diinvestasikan di BPR.

Timbal baliknya, BPR mengeluarkan

semacam kartu debet yang bisa digunakan

untuk berbelanja di Suryamart, juga untuk

berobat di RSI yang mereka kelola. Sebuah

upaya pengamanan aset dan loyalitas

pelanggan yang jitu. Dari pengoptimalan

dana umat itu juga mereka bisa terus

membiayai puluhan lembaga pendidikan.

Dan, mereka membangun masjid. Ya, saya

ingat masjid itu megah. Lengkap dengan

sarana perpustakaan pula. Masjid itu pun

makmur oleh jamaah. Mereka membangun-

nya tanpa harus “mengemis” di pinggir jalan,

mencegat kendaraan-kendaraan lewat.

Saya teringat kata-kata Emha Ainun Najib,

“Saya benci pengemis dan peminta-minta

itu. Karena gara-gara dia, saya memberi

sedekah karena kasihan, bukan karena

Allah”

Wallahu'alam.***

Membangun Masjid

Luar biasa. Tapi dengan cara-cara

mereka mencari sumbangan itu jujur

saya terganggu. Meskipun mereka

mengembel-embelinya dengan kata seikhlas-

nya. Plus dalil Allah akan membangunkan

rumah di surga buat siapa saja yang

membangun masjid di dunia. Saya tahu dan

mengamininya, tapi tetap saja merasa ter-

ganggu dengan cara-cara itu. Juga, muncul

pertanyaan seberapa efektifkah pembangunan

masjid-masjid itu untuk umat? Seberapa

banyak jamaah yang hadir di sana? Mengapa

sih mereka memaksa untuk “mufaroqoh”

dari masjid lama dan ngotot membangun

yang baru?

Pikiran saya kemudian terbang ke kampung

halaman di Ponorogo. Di sana, sebuah ormas

Islam memiliki unit pengembangan ekonomi.

Awalnya mereka mendirikan unit layanan

kesehatan dan pendidikan. Kemudian, sejak

tahun 1990-an mengembangkan sayap

ekonominya dengan membuka sebuah BPR

konvensional. Modal awalnya 500 jutaan.

Didapat dari penawaran saham anggota.

Sebuah cara penggalangan dana yang unik

untuk masa itu oleh sebuah ormas Islam.

TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 23

Page 26: majalah talenta

MENGAPA PELATIHAN INI PENTING?

1. Pemahaman mengenai Citra Diri dan Kesalehan

Professional

2. Pemahaman mengenai Ethos Kerja Islami

3. Pemahaman mengenai spiritual Building

4. Pemahaman mengenai Team Work / Team Building

5. Pemahaman mengenai Achievement Orientation

6. Pemahaman mengenai Professional Attitude

MATERI APA SAJA YANG AKAN DIDAPATKAN PESERTA?

DENI TRIESNAHADI (ABU SYAUQI)– Komisaris PT Citra Niaga Abadi,– Founder Rumah Zakat – Trainer yang berpengalaman

FASILITATOR

METODE PELATIHAN1. Presentasi 2. Role Play3. Studi Kasus4. Tilawah & Muhasabah

5. Qiyamullail6. Kuliah Shubuh 7. Outbound

DEDI ACHMAD SANTIKA, MM– Direktur Utama PT Talenta Insan Gemilang,– Trainer, Motivator, & Konsultan

ACEP LU’LU’IDDINKetua Dewan Pembina Rumah Zakat

Insan GemilangSPIRITUAL BUILDING

Peningkatan kompetensi SDM harus diikuti dengan peningkatan spiritualnya sehingga akan memunculkan pribadi-pribadi

yang memiliki mental pejuang dan bekerja tidak hanya untuk materi semata, namun mereka akan bekerja untuk mengabdi

kepada Sang Pencipta, melayani sesama, mengaktualisasikan diri serta berkomitmen terhadap profesionalisme.

Spiritual Building & High Motivation Training adalah pelatihan yang dikemas sedemikian rupa sehingga pada tujuan akhirnya

adalah mencetak sumber daya manusia yang berkualitas secara duniawi dan akhirat. Pelatihan ini menitikberatkan pada

bagaimana karyawan itu sebaik-baiknya menjalankan pekerjaannya dan amalan ibadahnya.

Durasi : 3 (tiga) hari

Peserta : Supervisor dan karyawan baru,

maksimal 30 orang peserta

DURASI DAN PESERTA

Page 27: majalah talenta

Untuk informasi lebih lanjut hubungi:

rdCNA Building 3 Floor Jl. Gatot Subroto No. 71 A Bandung Telp. : 022-87340270, Fax. : 022-87340271 e-mail : [email protected]

atau TH Rustaman, Telp. 081.3210.11.812 / 022-70021102

PT TALENTA INSAN GEMILANG

Page 28: majalah talenta

PT. BPR DUTA PASUNDANBANK PERKREDITAN RAKYAT

Jl. Koposayati No. 258A Bandung Telp. (022) 5402140/5410733; Fax. (022) 5402140

S O L U S I U T A M Awww.niagateknologi.net

PT. Bank Perkreditan Rakyat

BUMI BANDUNG KENCANAJl. Melong Asih 30 Cijerah, Cimahi Telp. (022) 6016018 Fax. (022) 6031054