Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

download Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

of 26

Transcript of Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    1/26

    Makalah Geodinamika

    Tatanan Tektonik Jawa agianTimur dan Madura

    Oleh :

    Kelompok III

    Tri Nurhidayah H22112012

    A.Noor Magfirah H22112251Maksum Madjidi H22112252

    Fauziah Alimuddin H22112253

    Program Studi Geofisika Jurusan Fisika

    Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

    Universitas Hasanuddin

    Makassar

    2014

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    2/26

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami ucapan kehadirat Allah SWT.,karea dengan rahmat dan

    karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak

    lupa kami ucapkan kepada Dosen dan teman-teman yang telah memberian dukungan

    dalam menyelesaikan makalah ini.

    Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,

    oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga

    dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan pembaca

    lainnya.

    Makassar, April 2014

    Penulis

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    3/26

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar .. i

    Daftar Isi ... ii

    Bab I PENDAHULUAN .. 1

    I.1 Latar Belakang . 1

    I.2 Tujuan .. 3

    BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 4

    II.1 Tatanan Tektonik Jawa Bagian Tim ....... 4

    II.1.1 Karakter Batuan dasar (Basement)... 7

    II.1.2 Fisiografi regional.. 12

    II.2 Tatanan Tektonik Madura..... 16

    II.2.1 Cekungan Selat Madura..... 16

    II.2.2 Analisa Perbandingan Batim... 18

    BAB III PENUTUP .. 22

    III.1 Simpulan 22

    III.2 Saran .. 22

    DAFTAR PUSTAKA .. 23

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    4/26

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang

    Jalur penunjaman Kapur-Paleosen yang ditunjukkan oleh singkapan batuan

    komplek Melange LukUlo-Karangsambung (Asikin, 1974; Hamilton, 1979; Suparka,

    1988; Parkinson et al., 1998) mempunyai arah umum struktur TL-BD yang mengarah

    kea rah Pegunungan Meratus di ujung tenggara Kalimantan. Pulunggono dan

    Martodjojo (1994) mengenali tiga arah struktur utama di Pulau Jawa: Arah timurlaut-

    baratdaya atau Pola Meratus, arah utara-selatan atau Pola Sunda, dan arah timur-

    barat atau Pola Jawa. Disamping tiga arah struktur utama ini, masih terdapat satu arah

    struktur utama lagi, yakni arah baratlaut-tenggara yang disebut Pola Sumatra (Satyana,

    2007). Pola Meratus dominan di kawasan lepas pantai utara, ditunjukkan oleh

    tinggian-tinggian Karimunjawa, Bawean, Masalembo dan Pulau Laut (Guntoro,

    1996). Di Pulau Jawa arah ini terutama ditunjukkan oleh pola struktur batuan Pra-

    Tersier di daerah Luk Ulo, Kebumen Jawa Tengah. Pola Sunda yang berarah utara-

    selatan umum terdapat di lepas pantai utara Jawa Barat dan di daratan di bagian barat

    wilayah Jawa Barat. Arah ini tidak nampak di bagian timur pola Meratus. Pola Jawa

    yang berarah timur-barat merupakan pola yang mendominasi daratan Pulau Jawa, baik

    struktur sesar maupun struktur lipatannya. Di Jawa Barat pola ini diwakili oleh Sesar

    Baribis, serta sesar sungkup dan lipatan di dalam Zona Bogor. Di Jawa Tengah sesar

    sungkup dan lipatan di Zona Serayu Utara dan Serayu Selatan mempunyai arah hampir

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    5/26

    barat-timur. Di Jawa Timur pola ini ditunjukkan oleh sesar-sesar sungkup dan lipatan di

    Zona Kendeng. Struktur Arah Sumatra terutama terdapat di wilayah Jawa Barat dan di

    Jawa Tengah bagian timur struktur ini sudah tidak nampak lagi. Struktur arah barat-

    timur atau Arah Jawa, di cekungan Jawa Timur ternyata ada yang lebih tua dari Miosen

    Awal, dan disebut Arah Sakala (Sribudiyani et al., 2003). Struktur Arah Sakala yang

    utama adalah zona sesar RMKS (Rembang-Madura-Kangean-Sakala) dan merupakan

    struktur yang menginversi cekungan berisi Formasi Pra-Ngimbang yang berumur

    Paleosen sampai Eosen Awal sebagai endapan tertua. Sebagian besar batuan tertua di

    Jawa, yakni yang berumur Pra-Tersier sampai Paleogen dan dianggap sebagai

    batuandasar Pulau Jawa, tersingkap diwilayahJawabagiantimur. Mereka tersingkap di

    Komplek Melange Luk Ulo-Karangsambung, Kebumen (Asikin, 1974; Suparka, 1988);

    Nanggulan, Kulonprogo (Rahardjo et al., 1995); dan Pegunungan Jiwo, Bayat-Klaten

    (Sumarso dan Ismoyowati, 1975; Samodra dan Sutisna, 1997). Sedangkan untuk

    batuan yang lebih muda, yakni yang berumur Neogen, telah banyak penelitian

    dilakukan terhadapnya (Van Bemmelen, 1949; Marks, 1957; Sartono, 1964; Nahrowi et

    al, 1978; Pringgo-prawiro, 1983; De Genevraye dan Samuel, 1972; Soeria-Atmadja et

    al., 1994). Pada umumnya penelitian geologi Tersier ini menyepakati fenomena

    struktur atau tektonik yang berarah umum timur-barat sebagai hasil interaksi lempeng

    dengan zona tunjaman di selatan Jawa dan searah dengan arah memanjang Pulau

    Jawa.

    I.2 Tujuan

    Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu:

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    6/26

    1. Untuk mengetahui tatanan Tektonik Jawa Bagian Timur2. Untuk mengetahui tatanan Tektonik Madura

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    7/26

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    II.1 Tatanan Tektonik Jawa Bagian Timur

    Jawa bagian timur (mulaidaridaerahKarangsambungketimur), berdasarkan pola

    struktur utamanya, merupakan daerah yang unik karena wilayah ini merupakan

    tempat perpotongan dua struktur utama, yakni antara struktur arah Meratus yang

    berarah timurlut-baratdaya dan struktur arah Sakala yang berarah timur-barat

    (Pertamina-BPPKA, 1996; Sribudiyani et al., 2003) (Gambar1). Arah Meratus lebih

    berkembang di daerah lepas pantai Cekungan Jawa Timur, sedangkan arah Sakala

    berkembang sampai ke daratan Jawa bagian timur.

    Struktur arah Meratus adalah struktur yang sejajar dengan arah jalur

    konvergensi Kapur Karangsambung-Meratus. Pada awal Tersier, setelah jalur

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    8/26

    konvergensi Karangsambung-Meratus tidak aktif, jejak-jejak struktur arah Meratus ini

    berkembang menjadi struktur regangan dan membentuk pola struktur tinggian dan

    dalaman seperti, dari barat ke timur, Tinggian Karimunjawa, Dalaman Muria-Pati,

    Tinggian Bawean, Graben Tuban, JS-1 Ridge, dan Central Deep(Gambar2). Endapan

    yang mengisi dalaman ini, ke arah timur semakin tebal, yang paling tua berupa

    endapan klastik terestrial yang dikenal sebagai Formasi Ngimbang berumur Eosen.

    Distribusi endapan yang semakin tebal ke arah timur ini menunjukkan pembentukan

    struktur tinggian dan dalaman ini kemungkinan tidak terjadi secara bersamaan

    melainkan dimulai dari arah timur. Struktur arah Sakala yang berarah barat-timur saat

    ini dikenal sebagai zona sesar mendatar RMKS (Rembang-Madura-Kangean-Sakala).

    Pada mulanya struktur ini merupakan struktur graben yang diisi oleh endapan paling

    tua dari Formasi Pra-Ngimbang yang berumur Paleosen-Eosen Awal (Phillips et al.,

    1991; Sribudiyani et al., 2003) (Gambar 2B).Graben ini kemudian mulai terinversi pada

    Miosen menjadi zona sesar mendatar RMKS. Berdasarkan sedimen pengisi

    cekungannya dapat disimpulkan sesar arah Meratus lebih muda dibandingkan dengan

    sesar arah Sakala.

    Selain arah Sakala, struktur arah barat-timur lainnya adalah struktur yang oleh

    Pulunggono dan Martodjojo (1994) disebut sebagai arah Jawa. Struktur ini pada

    umumnya merupakan jalur lipatan dan sesar naik akibat kompresi yang berasal dari

    subduksi Neogen Lempeng Indo-Australia. Jalur lipatan dan sesar naik ini terutama

    berkembang di Zona Kendeng yang membentuk batas sesar berupa zona overthrust

    antara Zona Rembang dan Zona Kendeng (Gambar3).Bidang overthrustyang nampak

    memotong sampai ke lapisan yang masih berkedudukan horisontal menunjukkan

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    9/26

    pensesarannya terjadi paling akhir dibandingkan dengan pembentukan struktur yang

    lain (Arah Meratus dan Arah Sakala).

    Gambar2: Penampang seismik baratlaut-tenggara yang menunjukkan jejak-jejak

    struktur Arah Meratus yang berkembang menjadi struktur regangan dan membentuk

    pola struktur tinggian dan dalaman (Prasetyadi, 2007; sumber: Pertamina-Beicip, 1985;

    Ditjen Migas).

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    10/26

    Gambar 3: Penampang seismik utara-selatan yang menunjukkan zona overthrust

    sebagai batas antara Zona Rembang dan Zona Kendeng (Prasetyadi, 2007; Sumber:

    Data seismik dari PND-Ditjen Migas).

    II.1.1 Karakter Batuan dasar (Basement)

    Berdasarkan penanggalan UPb SHRIMP dari butiran-butiran mineral zircon yang

    dipisahkan dari batuan-batuan sedimen, vulkanik dan intrusive di Jawa Timur, Smyth et

    al. (2005) berhasil mendapatkan informasi penting tentang karakter batuan dasar Jawa

    Bagian Timur. Sampel-sampel zircon memberikan suatu kisaran umur mulai dari

    Kenozoikum sampai Archean (Pra-Kambrium). Zircon berumur Kenozoikum dijumpai

    dalam batuan-batuan sedimen, vulkanik dan intrusive Jawa Timur yang menunjukkan

    umur aktif vulkanik dan pengendapan sedimennya.

    Sapel zircon yang menunjukkan umur Kapur terbatas di bagian utara dan barat

    Jawa Timur yang kemungkinan mirip dengan batuan dasar di Karangsambung di daerah

    Rembang High yang berdekatan dengan Tinggian Meratus (Gambar 4).

    Beberapa sampel hanya mengandung umur Kenozoikum dan Kapur. Sampel

    yang mengandung zircon Kapur umumnya tidak mengandung zircon Archean. Sumber-

    sumber untuk zircon Kapur kemungkinan besar adalah batuan continental Sundaland.

    Sementara itu sejumlah sampel berasal dari Pegunungan Selatan mengandung zircon

    berumur Kmbrium sampai Archean (Pra-Kambrium). Terdapatnya umur Archean

    menunjukkan batuan magmatiknya menerobos batuan dasar asal-Gondwana di bawah

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    11/26

    Jawa Timur. Kisaran-kisaran Umur yang mencirikan zircon Pegunungan Selatan sangat

    mirip dengan yang dijumpai di Perth Basin, Australia Barat. Kemiripan in menunjukkan

    zircon dalam sampel Pegunungan Selatan memiliki Provenan (asalsumber) Dari

    Australia Barat. Dengan demikian dapat diinterpretasikan terdapatnya afinitasfragmen

    kontinen Gondwna yang berasal dari Australia barat sebagai batuan dasar Pegunungan

    Selatan Jawa Timur. Hal ini didukung juga oleh fenomena terpisahnya sejumlah

    fragmen kontine dari tepi benua Australia selama Mesozoikum sebelum pemisahan

    India dengan Gondwana. Suatau fragmen kontinen Australia telah hadir di Jaa Timur

    pada zaman Kapur, dan tumbukannya dengan tepi tenggara Sundalandkemungkinan

    besar terjadi sebelum awal Kenozoikum karena kenyataannya batuan berumur Eosen

    Tengah menumpang di atasnya.

    Gambar 4:Distribusisampelpenanggalan zircon (Smyth et al., 2005)

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    12/26

    Gambar 5:(A) Anomaligayaberat, dan (B) KarakterbatuandasarJawabagiantimur

    (Smyth et al., 2005).

    Empat wilayah batuan dasar dikenali oleh Smyth et al. (2005): Rembang High,

    Southern Mountain, Kendeng Zone, danWestern Block (Gambar 5).

    Rembang High : Terletak di bagian Jawa Timur dan merupakan daerah yangterangkat selama Kenozoikum dan memiliki endapan sedimen yang tipis

    dibandingkan dengan daerah cekungan di selatannya. Litologi batuan dasarnya

    dari pemboran dilaporkan terdiri dari batuan metamorf, batuanbek, mirip

    dengan yang terdapat di Jalur Pegunungan Meratus dan di interpretasikan

    sebagai komplek sakrasi Kapur.

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    13/26

    Southern Mountain : Bukti dari penanggalan zircon menunjukkan terdapatnyakerak kontien di bawah busur vulkanik (OAF) Pegunungan Selatab dengan

    anomaly gaya berat Bouguer positif yang tinggi, dan terdapatnya zircon Pra-

    Kambrium.

    Kendeng Zone : Sifat batuan dasar zona ini tidak dapat dipastikan karenatebalny sekuen sedimen yang menutupinya. Zona Kendeng dikenal karena

    anomaly Bouger negatifnya yang menonjol dan menunjukkan batuan dasarnya

    sangat dalam, mengandung sedimen dengan tebal8 km sampai 11 km (de

    Genevraye & Samuel, 1972, Untung & Sato, 1978). Batuan dasarnya

    diperkirakan memiliki sifat transisional antara tipe komplek kresi (Rembang

    High) dan continental (Southern Mountain).

    Western Block:Daerah ini dibatasi oleh Sesar Progo-Muria yang berarah TL-BD

    yang menandai berakhirnya secara mendadak anomaly gaya berat negaif

    Kendeng Depocenter dan Rembang High. Batuan dasar disebelah barat struktur

    ini, di Jawa Tengah, merupakan komplek kresi Melange Luk-Ulo

    Karangsambung.

    Meskipun Smyth et al. (2005) mengenali 4 zonabatuandasar di atas, namun hasil

    analisis proven batuan kuarsa Eosen daerah-daerah Karangsambung, Nanggulan,

    Bayat, dan Cekungan Jawa Timur menunjukkan bahwa batu pasir Eosen

    Karangsambung yang sangat berbeda dengan batu pasir Eosen dari ketiga daerah

    lainnya sehingga di interpretasikan tatanan tektonik dan karakter batuan dasar daerah

    Nanggulan, Bayat, dan Cekungan Jawa Timur memiliki kemiripan sebagai basement

    continental (Prasetyadi, 2007) (Gambar 6).

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    14/26

    Gambar6:HasilanalisisprovenanbatupasirEosendaridaerahKarangsambung,

    Nanggulan, Bayat, danCekunganJawaTimur (Prasetyadi, 2007).

    II.1.2 Fisiografi regional

    a. Jawa TengahSecara fisiografis, daerah Jawa Tengah oleh van Bemmelen, (1949) dibagi menjadi 6

    zona fisografis, yaitu : Dataran Alluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter, Antiklinorium

    Bogor Seraya Utara Kendeng. Depresi Jawa Tengah, Pegunungan Serayu Selatan,

    dan Pegunungan Selatan Jawa ( Gambar 2.1)

    - Dataran Aluvial Jawa Utara, mempunyai lebar maksimum 40 km kearah selatan.Semakin ke arah timur, lebarnya menyempit hingga 20 km

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    15/26

    Di Jawa Tengah relatif lebih sempit dibanding dengan dataran Alluvial Jawa

    Barat bagian Utara. Dataran alluvial di Jawa Tengah membentang dari Timur

    Cirebon sampai ke Pekalongan. Kemudian dimulai lagi dari sekitar Kendal

    sampai Semarang dan dari Semarang dataran alluvial ini melebar sampai di

    daerah sekitar Gunung Muria.

    - Gunung api kuarter di jawa tengah antara lain : gunung slamet, G. Dieng, G.Sundoro, G. Sumbing, G. Unggaran, G.Merapi, G.Merbabu, dan G.Muria

    - Zona Serayu Utara memiliki lebar 30-50 km. Di selatan Tegal, zona ini tertutupioleh produk gunung api kwarter dari gunung Slamet. Di bagian tengah ditutupi

    oleh produk vulkanik kwarter G. Ragojembangan, G.Ungaran, dan G.Dieng.

    zona ini menerus ke Jawa Barat menjadi Zona Bogor dengan batas keduanya

    terletak di sekitar Prupuk, Bumiayu hingga Ajibarang, persis di sebelah barat

    G.Slamet, sedangkan ke arah timur membentuk zona kendeng. Zona

    Antiklinorium Bogor terletak di Selatan Dataran Alluvial Jakarta berupa

    Antiklinorium dari lapisan Neogen yang terlipat kuat dan terintrusi. Zona

    Kendeng meliputi daerah yang terbatas antara Gunung Unggaran hingga

    daerah sekitar Purwodadi dengan singkapan batuan tertua berumur Oligosen-

    Miosen Bawah yang di wakili oleh Formasi Pelang.

    - Zona Depresi Jawa Tengah menempati bagian tengah hinggah selatan. Sebagianmerupakan dataran pantai dengan lebar 10-25 km. Morfologi pantai ini cukup

    kontras dengan pantai selatan Jawa Barat dan Jawa Timur yang relatif lebih

    terjal.

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    16/26

    - Pegunungan Selatan Jawa memanjang di sepanjang pantai selatan Jawamembentuk morfologi pantai yang terjal. Namun di Jawa Tengah, zona ini

    terputus oleh Depresi Jawa Tengah

    - Pegunungan Serayu Selatan terletak di antara zona Depresi Jawa Tengah yangmembentuk Kubah dan punggungan. Di bagian Barat dari pegunungan Serayu

    Selatan yang berarah barat-timur dicirikan oleh bentuk antiklinorium yang

    berakhir di timur pada suatu singkapan batuan tertua terbesar di pulau Jawa,

    yaitu daerah Luk Ulo, Kebumen.

    b. Jawa TimurSecara fisiogafi, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7

    zona, (dari selatan ke utara) yaitu :

    Zona pegunungan selatan Zona busur vulkanik kuarter Zona pusat depresi Jawa Zona Kendeng Zona Depresi Randublatung Zona Rembang dan Madura Dataran alluvial Utara Jawa

    Pegunungan selatan Jawa merupakan pegunungan kapur dengan gejala karet dan

    dibeberapa tempat bagian bawah dari formasi kapur ini didasari oleh endapan vulkanik

    andesit tua seperti dapat dilihat di Batur Angung (Formasi Nglanggran) dan di

    Merawan. Pegunungan Selatan Jawa memanjang arah Barat-Timur yang dimulai dari

    bagian Timur Teluk Tjiletuh di Jawa Barat sampai ke bagian Barat Segara Anakan. Dari

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    17/26

    Segara Anakan sampai ke Parangtritis, Zona Selatan (Pegunungan Selatan) mengalami

    penenggelaman dengan sisa-sisa dibeberapa tempat yang masih berada di beberapa di

    atas permukaan air laut yaitu di Pulau Nusakambangan dan Karangbolong. Pada bagian

    yang mengalami penenggelaman ini untuk Jawa Tengah terisi oleh endapan-endapan

    yang berasal dari pengunungan Serayu Selatan.Di bagian Jawa Timur, pegunungan ini

    dimulai dari parangtritis sampai ke Blambangan. Nusa Barung adalah bagian

    pegunungan Selatan yang berada diatas permukaan laut, sedangkan di Utara Nusa

    Barung yaitu dari Pasisiran sampai ke Puger pegunungan Selatan tertutup oleh

    endapan yang berasal dari Komplek Ijang.

    Untuk daerah Jawa Timur zona pusat depresi jawa di duduki oleh deretan

    kompleks vulkan seperti kompleks Lamongan, Kompleks Tengger-Semere, Komplek

    Ijang dan Komplek Ijen. Kalau dilihat secara keseluruhan maka deretan vulkan ini

    mengarah Barat-Timur dengan posisi agak ke Selatan apabila dibandingkan dengan

    deretan di bagian Baratnya (Jawa Tengah). Pada batas Jawa Tengah dan Jawa Timur

    terdapat vulkan yang mengarah Utara Selatan yaitu vulkan Merapi dan Merbabu.

    Vulkan-vulkan ini tumbuh pada pertemuan sesaran antar Zone Ngawi-Kendeng Rodge

    dengan sesaran perbatasan Jawa Tengah dan jawa timur.

    Zona Kendeng memanjang dari Gunung Ungaran di bagian barat menuju ke

    arah timur sampai ke Sungai Brantas. Panjang zona ini diperkirakan 250 km, lebar di

    bagian barat 40 km dan mungkin menyempit di bagian timur kurang lebih 20 km

    (Genevraye & Samuel, 1972).

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    18/26

    Zona Randublatung merupakan daerah lembah dan bagian tengah memanjang

    barattimur dan memisahkan Zona Kendeng dan Zona Rembang.

    Zona Rembang di bagian Utara dibatasi oleh Paparan Laut Jawa Utara ke arah

    selatan berhubungan dengan Depresi Randublatung yang dibatasi oleh Sesar Kujung,

    ke arah barat berhubungan dengan Depresi Semarang Pati dan ke arah timur

    berhubungan dengan bagian utara Pulau Madura.

    Di Jawa Timur Bagian Utara tidak diduduki oleh dataran alluvial melainkan oleh

    perbukitan yang memanjang dari Barat Purwodadi sampai ke Utara Gresik

    (Antiklinorium Rembang). Antiklinorium ini berlanjut ke Madura, yang terpisahkan oleh

    Selat Madura. Di Jawa Timur Dataran Alluvial yang relatif agak luas terdapat segitiga

    Jombang - Wonokromo Bangil dan diantaranya Bojonegoro Surabaya berbentuk

    memanjang.

    II.2 Tatanan Tektonik Madura

    II.2.1 Cekungan Selat Madura

    Cekungan laut Selat Madura bagian selatan secara administratif terletak di

    Provinsi Jawa Timur dan secara geografis cekungan ini terletak pada posisi

    11401025BT -11401358BT , 8018LS 80328LS (gambar 1). Di sebelah barat

    cekungan ini berbatasan dengan daratan Jawa Timur (Kota Surabaya, Kabupaten

    Sidoarjo, Kabupaten Pasuruan) yang dibatasi oleh garis pantai Surabaya di utara,

    pantai Sidoarjo sampai kawasan pantai Pasuruan di selatan. Pada kawasan pantai-

    pantai ini bermuara Kali Surabaya, Kali Porong, dan Sungai Brantas. Di sebelah Selatan,

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    19/26

    cekungan ini berbatasan juga dengan daratan Jawa Timur (Kabupaten Probolinggo),

    dibatasi oleh kawasan garis pantai Pasuruan di barat, pantai Probolinggo, sampai

    pantai Besuki di timur, dimana pada kawasan pantai ini dicirikan oleh kehadiran

    tinggian Gunung Argopuro di Kecamatan Besuki. Di sebelah Timur cekungan ini

    berbatasan dengan Laut Bali yang dicirikan oleh perubahan kontras kedalaman yaitu

    mulai dari -150 m. Adapun batas bagian utara cekungan ini adalah kawasan pantai

    selatan pulau Madura yang termasuk ke dalam Kebupaten Sampang dan Pamekasan.

    Informasi tentang kedalaman laut (batimetri) yang merupakan rekonstruksi

    data batimetri hasil survey geologi kelautan yang dilakukan oleh Puslitbang Geologi

    Kelautan ESDM tahun 1995 yang diterbitkan sebagai Peta Dinamika Wilayah Pesisir

    Jawa Timur, Indonesia. Kedalaman laut dari barat ke timur yang dimulai dari delta

    muara Kali Porong (0 m) sampai mencapai sekitar -150 m yaitu pada batas barat Laut

    Bali, dengan poros kedalaman memanjang barat-timur dan agak meliak-liuk. Sehingga

    secara keseluruhan teramati bentuk geometris cekungan laut Selat Madura bagian

    selatan ini adalah setengah cawan lonjong yang membuka ke arah timur yaitu ke

    cekungan Laut Bali.

    Pada cekungan ini terisi berbagai material batuan lepas (sedimen) yang

    umumnya berasal dari daratan Jawa Timur dan Madura. Berdasarkan peta sebaran

    sedimen permukaan dasar laut di cekungan ini, memperlihatkan bahwa sedimen

    lempung dan lumpur menempati sebagian besar laut ini, dan lanau sampai lanau

    pasiran umumnya menempati sebagian kecil dan hanya pada wilayah pesisir. Kecuali

    lanau dan lanau pasiran di perairan Gresik sampai Surabaya yang membentuk pola

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    20/26

    sebaran yang menunjukkan sumber sedimen berasal dari selat Gresik-Madura dan Laut

    Jawa.

    Pada sudut pandang lainnya terdapat informasi batimetri yang berasal dari sumber

    data peta Indonesia Hydrographic Chart tahun 1951 (Edition 1 AMS, First Printing, 9-

    59, Prepared by the Army Map Service (NSVLB), Corps of Eng. U.S. Army Washington

    DC). Pola kontur batimetri pada peta tahun 1951 juga membentuk cekungan setengah

    cawan lonjong, namun terdapat perbedaan garis kontur batimetri yang lebih dangkal

    pada posisi yang sama dengan kontur batimetri tahun 1995 dan lebih meliak-liuk

    khususnya mulai kedalaman -20 m.

    II.2.2 Analisa Perbandingan Batimetri (Tahun 1951 dan 1995)

    Perbandingan dua batimetri cekungan laut selat Madura bagian selatan (1951

    dan 1995) dilakukan dengan menumpang-tindihkan (computerized overlying) pola

    sebaran garis kontur batimetri pada posisi geografis yang sama, sehingga didapatkan

    perpotongan-perpotongan ortogonal garis-garis kontur dengan nilai kedalaman yang

    berbeda atau hasil akhirnya dapat disebut sebagai Peta Komposit. Dari peta

    komposit ini terlihat adanya perpotongan antara garis kontur tahun 1995 dengan

    kedalaman yang lebih dalam daripada yang tahun 1951 maka dapat diartikan bahwa

    pada titik potong tersebut terjadi pendalaman, dan sebaliknya dapat diartikan telah

    terjadi pendangkalan. Adapun tujuan analisa perbandingan ini adalah untuk

    mendapatkan pengertian yang lebih komprehensif mengenai pola sebaran sedimentasi

    melalui parameter vertikal kecepatan sedimentasi atau kecepatan pendangkalan.

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    21/26

    Berdasarkan pola sebaran kecepatan sedimentasi maka dapat dengan mudah secara

    kwalitatif memprediksi arah-arah sedimentasi dan lokasi-lokasi yang lebih dahulu

    mendangkal atau sebaliknya. Hal itu menunjukkan sebaran titik-titik perpotongan garis

    kontur batimetri yang kesemuanya ternyata teramati sebagai proses pendalaman,

    kecuali pada satu titik yaitu di delta muara Kali Porong dengan pendangkalan mencapai

    5 m untuk periode waktu dari tahun 1951 sampai 1995 atau berkecepatan

    pendangkalan 11,4 cm pertahun. Proses pendalaman pada periode waktu tersebut

    teramati semakin cepat ke arah poros cekungan. Di sepanjang keliling perairan pantai

    berkecepatan pendalaman = 5 m sampai 10 m dalam periode 44 tahun atau =

    11,4cm/tahun sampai = 22,8cm/tahun. Kemudian agak menjauh dari pantai kecepatan

    pendalamannya meningkat menjadi 20m/44tahun atau = 45,6 cm/tahun bahkan di

    perairan lepas pantai Sampang Madura ada yang mencapai 30m/44tahun atau =

    68,4cm/tahun.

    Pola sebaran kecepatan pendalaman tersebut di atas ternyata telah

    memberikan gambaran atau interpretasi lain yaitu sangat mungkin terjadinya

    penurunan tektonik lokal (local subsidence) dengan pusat penurunan terletak di poros

    cekungan selat. Penurunan ini secara jelas menunjukkan kecepatan yang lebih tinggi

    daripada kecepatan sedimentasinya. Oleh karena itu nilai-nilai kecepatan pendalaman

    di atas dapat dikatakan sebagai kecepatan minimal penurunan dasar cekungan. Hal

    ini dikarenakan masih terdapatnya komponen kecepatan sedimentasi (yang dapat

    dihitung dari interpretasi rekaman seismik refleksi beresolusi tinggi). Adapun penyebab

    terjadinya local subsidence ini sangat dimungkinkan berhubungan dengan pola

    struktur tektonik selat dan pulau Madura, yaitu dicirikan oleh pola antiklinorium yang

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    22/26

    berarah sumbu barat-timur. Sehingga dapat diinterpretasikan sebagai daerah kompresi

    utara-selatan. Gaya utama dari selatan dikarenakan desakan tegak lurus ke utara oleh

    lempeng Samudera Hindia yang menumbuk Pulau Jawa, tetapi kesemuanya itu

    tidaklah besar perannya dibandingkan dengan control tektonik local. Sementara

    faktor-faktor oseanografis tersebut mempunyai variasi perubahan intensitasnya dalam

    periode waktu yang kontrol utamanya adalah eustatic sea level change yang

    mempunyai periode variasi tinggi muka laut berskala ribuan tahun. Sebagai ilustrasi

    dari banyak peneliti terdahulu telah sangat diketahui secara umum dalam dunia

    paleoklimatologi bahwa tahapan Glasial Maksimum Terakhir (Last Glacial Maximum)

    dimana muka air laut adalah120 m di seluruh dunia terjadi pada sekitar 18.000 tahun

    yang lalu. Maka dapat dihitung kecepatan naiknya muka air laut (= kecepatan

    pendalaman) sebagai 120m/18.000 tahun atau 0,67cm/tahun; jadi sangatlah lambat

    bila dibandingkan dengan periode yang hanya 44 tahun untuk mencapai pendalaman

    20m atau bahkan 30 m.

    Perubahan tinggi muka laut dapat disebabkan oleh dua hal yaitu yang

    disebabkan oleh perubahan volume es di kedua kutub bumi (eustatic sea level change:

    berperiode waktu ribuan tahun) dan yang disebabkan oleh aktifitas tektonik (tectonic

    sea level change: berperiode waktu ribuan sampai ratusan juta tahun); atau dapat pula

    disebabkan oleh keduanya sekaligus, dan ini yang sering dijumpai di seluruh muka

    bumi. Pengangkatan atau penurunan tektonik suatu kawasan juga akan mengontrol

    perubahan tinggi muka laut. Aktifitas tektonik yang lebih luas (regional) umumnya

    lebih lambat kecepatannya daripada yang lokal. Cekungan laut selat Madura bagian

    selatan ini secara dimensi areal tektonik dapat digolongkan sebagai lokal. Apabila

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    23/26

    dikaitkan dengan kemungkinan dijadikannya cekungan laut selat Madura bagian

    selatan sebagai tempat penempatan akhir luapan lumpur Porong, maka informasi di

    atas jelas menunjukkan dukungan yang lebih kondusif bagi kriteria laut selat Madura

    sebagai cekungan penempatan akhir lumpur Porong.

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    24/26

    BAB III

    PENUTUP

    Kesimpulan :

    1. Jawa bagian timur (mulai dari daerah Karangsambung ke timur ) , berdasarkanpola struktur utamanya, merupakan daerah yang unik karena wilayah ini

    merupakan tempat perpotongan dua struktur utama, yakni antara struktur

    arah Meratus yang berarah timurlaut-baratdaya dan struktur arah Sakala yang

    berarah timur-barat. Struktur arah Meratus adalah struktur yang sejajar dengan

    arah jalur konvergensi Kapur Karangsambung-Meratus. Pada awal Tersier,

    setelah jalur konvergensi Karangsambung-Meratus tidak aktif, jejak-jejak

    struktur arah Meratus ini berkembang menjadi struktur regangan dan

    membentuk pola struktur tinggian dan dalaman seperti, dari barat ke timur,

    Tinggian Karimunjawa, Dalaman Muria-Pati, Tinggian Bawean, Graben Tuban,

    JS-1 Ridge, dan Central Deep, sedangkan Struktur arah Sakala yang berarah

    barat-timur saat ini dikenal sebagai zona sesar mendatar RMKS (Rembang-

    Madura-Kangean-Sakala). Pada mulanya struktur ini merupakan struktur

    graben yang diisi oleh endapan paling tua dari Formasi Pra-Ngimbang yang

    berumur Paleosen-Eosen Awal.

    2. Pulau Madura memiliki Pola sebaran kecepatan pendalaman ternyata telahmemberikan gambaran atau interpretasi lain yaitu sangat mungkin terjadinya

    penurunan tektonik lokal (local subsidence) dengan pusat penurunan terletak

    di poros cekungan selat. Adapun penyebab terjadinya local subsidence ini

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    25/26

    sangat dimungkinkan berhubungan dengan pola struktur tektonik selat dan

    pulau Madura, yaitu dicirikan oleh pola antiklinorium yang berarah sumbu

    barat-timur. Pada cekungan selat Madura terisi berbagai material batuan lepas

    (sedimen) yang umumnya berasal dari daratan Jawa Timur dan Madura.

    memperlihatkan bahwa sedimen lempung dan lumpur menempati sebagian

    besar laut ini, dan lanau sampai lanau pasiran umumnya menempati sebagian

    kecil dan hanya pada wilayah pesisir.

  • 5/26/2018 Mahalah Tektonik Jawa Bagian Timur

    26/26

    DAFTAR PUSTAKA

    AwangH.Satyana and CipiArmandita, 2004, Deepwater Plays of Java Indonesia, Regional

    Evaluation on Opportunities and Risks, Indonesian Petroleum Association , Proceeding

    Deepwater and Frontier Exploration in Asia and Australasia Symposium.

    AwangH.Satyana, 2005, Oligo-Mioscene Carbonates of Java, Indonesia. Tectonic-Volcanic

    Setting and Petroleum Implication. Indonesia Petroleum Association, Proceeding

    Ann.Conv. 30th

    .

    Budiyani, Sri., at al., 2003, The Collision of The East Java Microplate and Its Implication for

    Hydrocarbon occurrences in the East Java Basin, Indonesian Petroleum Association,

    Proceeding Ann.Conv.29th

    .

    Helen Smyth et al., 2005, East Java: Cenozoic Basins, Volcanoes and Ancient Basement,

    Indonesia Petroleum Association, Proceeding Ann.Conv. 30th

    Soneart, Koyhar. 2010. Geologi Pulau Jawa. Makalah. Universitas Jendral Sudirman.

    Purbalingga