Madiun Affairs 19 September 1948 -...

15
1 Madiun Affairs 19 September 1948 Batara R. Hutagalung Saturday, September 23, 2006 Pengantar Penulisan sejarah adalah suatu proses tanpa akhir (never ending process), karena apabila ditemukan bukti atau dokumen baru, maka harus dilakukan revisi terhadap sesuatu penulisan. Hal ini berlaku untuk semua penulisan mengenai sejarah di Indonesia, termasuk peristiwa Madiun dan peristiwa-peristiwa lain. Penulisan sesuatu kejadian atau peristiwa tidak terlepas dari sosok penulisnya. Susah untuk menyatakan, bahwa sesuatu penulisan itu 100% obyektif, karena hal ini bukan hanya tergantung dari sumber yang diperolehnya, melainkan juga tergantung dari sudut pandang si penulis. Juga yang sangat penting adalah kesimpulan berdasarkan fakta dan data yang tersedia. Misalnya mengenai yang dinamakan “Serangan Umum 1 Maret 1949”, walaupun sudah ada bukti-bukti dan dokumen yang baru ditunjukkan, tetap saja ada 3 versi mengenai peristiwa tersebut. Peristiwa Madiun, dahulu tidak pernah disebutkan sebagai Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI), melainkan dikenal sebagai Madiun Affairs, juga di berbagai penulisan sebelum tahun 1965. Salah satu sumber referensi saya yang sangat penting adalah almarhum ayah saya, Letkol TNI (Purn.) dr. Wiliater Hutagalung (10.3.1910 29.4.2002). Catatan dr. W. Hutagalung diberikan kepada saya pada bulan Agustus 1979, ketika mengunjungi saya di Hamburg, Jerman. Sebelum Re-Ra (Reorganisasi dan Rasionalisasi) TNI, dr. W. Hutagalung berpangkat Kolonel. Dalam pertempuran 28-29 Oktober 1945 di Surabaya Hutagalung memimpin pasukan yang mengepung tentara Inggris di daerah Darmo, dan menerima Kapten Flower (berkewarganegaraan Australia) yang membawa BENDERA PUTIH. Salah seorang ajudan Hutagalung di Surabaya adalah Wijoyo Suyono, yang kemudian menjadi KSAD dengan pangkat Jenderal bintang empat. Sebelum agresi milter Belanda ke II selain bertugas di Kementerian Pertahanan di Yogya, juga sebagai seorang dokter

Transcript of Madiun Affairs 19 September 1948 -...

Page 1: Madiun Affairs 19 September 1948 - gelora45.comgelora45.com/news/BataraH_MadiunAffair_19Sept1948.pdf · rahasia "Knights of Malta" (Ksatria Malta). CIA melakukan infiltrasi, subversi,

1

Madiun Affairs 19 September 1948

Batara R. Hutagalung

Saturday, September 23, 2006

Pengantar

Penulisan sejarah adalah suatu proses tanpa akhir (never ending process), karena apabila

ditemukan bukti atau dokumen baru, maka harus dilakukan revisi terhadap sesuatu

penulisan. Hal ini berlaku untuk semua penulisan mengenai sejarah di Indonesia,

termasuk peristiwa Madiun dan peristiwa-peristiwa lain.

Penulisan sesuatu kejadian atau peristiwa tidak terlepas dari sosok penulisnya. Susah

untuk menyatakan, bahwa sesuatu penulisan itu 100% obyektif, karena hal ini bukan

hanya tergantung dari sumber yang diperolehnya, melainkan juga tergantung dari sudut

pandang si penulis. Juga yang sangat penting adalah kesimpulan berdasarkan fakta dan

data yang tersedia.

Misalnya mengenai yang dinamakan “Serangan Umum 1 Maret 1949”, walaupun sudah ada

bukti-bukti dan dokumen yang baru ditunjukkan, tetap saja ada 3 versi mengenai

peristiwa tersebut.

Peristiwa Madiun, dahulu tidak pernah disebutkan sebagai Pemberontakan Partai

Komunis Indonesia (PKI), melainkan dikenal sebagai Madiun Affairs, juga di berbagai

penulisan sebelum tahun 1965.

Salah satu sumber referensi saya yang sangat penting adalah almarhum ayah saya,

Letkol TNI (Purn.) dr. Wiliater Hutagalung (10.3.1910 – 29.4.2002). Catatan dr. W.

Hutagalung diberikan kepada saya pada bulan Agustus 1979, ketika mengunjungi saya

di Hamburg, Jerman.

Sebelum Re-Ra (Reorganisasi dan Rasionalisasi) TNI, dr. W. Hutagalung berpangkat

Kolonel. Dalam pertempuran 28-29 Oktober 1945 di Surabaya Hutagalung memimpin

pasukan yang mengepung tentara Inggris di daerah Darmo, dan menerima Kapten Flower

(berkewarganegaraan Australia) yang membawa BENDERA PUTIH.

Salah seorang ajudan Hutagalung di Surabaya adalah Wijoyo Suyono, yang kemudian

menjadi KSAD dengan pangkat Jenderal bintang empat. Sebelum agresi milter Belanda

ke II selain bertugas di Kementerian Pertahanan di Yogya, juga sebagai seorang dokter

Page 2: Madiun Affairs 19 September 1948 - gelora45.comgelora45.com/news/BataraH_MadiunAffair_19Sept1948.pdf · rahasia "Knights of Malta" (Ksatria Malta). CIA melakukan infiltrasi, subversi,

2

spesialis paru, dr. W. Hutagalung ikut merawat Panglima Besar (Pangsar) Sudirman

yang menderita penyakit paru.

Bulan September 1948 dr. W. Hutagalung diangkat menjadi perwira teritorial yang

ditugaskan membangun jaringan gerilya di Jawa Tengah dalam persiapan menghadapi

agresi militer Belanda ke II.

Selama agresi militer II, Hutagalung menjadi penghubung antara Panglima divisi II dan

III dengan Pangsar Sudirman. Markas Hutagalung di lereng Gunung Sumbing bersama

Panglima Divisi III/Gubernur Militer III Kolonel Bambang Sugeng.

Dr. W. Hutagalung pada waktu itu juga adalah atasan Letkol Suharto, komandan

Wehrkreis 10.

Setelah berakhirnya agresi militer II, dr. W. Hutagalung diangkat menjadi Kepala Staf

Q (Kwartiermeestergeneraal Staf “Q”) dan memimpin delegasi TNI dalam perundingan

serah-terima perlengkapan KNIL kepada TNI Januari 1950 di Bandung.

Pihak Belanda diwakili oleh Kepala Staf tentara Belanda Mayor Jenderal van Langen.

Wakil Hutagalung dalam perundingan tersebut adalah Kolonel GPH Jatikusumo [hal ini

dituturkan oleh alm. Kol. TNI.(Purn). Alex E. Kawilarang pada 9 November 1999 di

Gedung Joang 31.

Menurut beliau, pada waktu itu kepangkatan tidak memegang peran penting, yang

menentukan adalah jabatan yang dipegang oleh seseorang].

Akhir tahun 1949 sampai awal tahun 1950, dr. W. Hutagalung bersama keluarga tinggal di

Paviliun rumah Pangsar Sudirman di (nama dahulu) Jl. Widoro No. 10, Yogyakarta, dan

ikut dalam tim dokter yang merawat Jenderal Sudirman hingga beliau meninggal akhir

Januari 1950.

Dr. W. Hutagalung hadir hampir dalam setiap perundingan penting yang dilakukan oleh

Jenderal Sudirman, baik sebelum agresi militer II, dan setelah agresi militer II selesai.

Hutagalung selalu hadir bersama Jenderal Sudirman, karena selain sebagai Kepala Staf

“Q”, juga sebagai satu-satunya perwira yang juga adalah dokter yang ikut merawat

Pangsar, yang penyakit parunya semakin parah akibat berbulan-bulan kurang dirawat

selama perang gerilya.

Page 3: Madiun Affairs 19 September 1948 - gelora45.comgelora45.com/news/BataraH_MadiunAffair_19Sept1948.pdf · rahasia "Knights of Malta" (Ksatria Malta). CIA melakukan infiltrasi, subversi,

3

Hutagalung juga hadir dalam pertemuan pada 2 Agustus 1949 sore hari di rumah Pangsar

di Jl. Widoro No. 10. Hadir antara lain Kolonel Nasution, Kolonel Hidayat, Kolonel

Simatupang, Kolonel Gatot Subroto, Kolonel Bambang Sugeng, Kolonel GPH Jatikusumo

dan Letkol dr. W. Hutagalung.

Dalam pertemuan itu, Jenderal Sudirman meminta pendapat para perwira tersebut

mengenai persyaratan gencatan senjata yang telah disetujui oleh pimpinan sipil RI,

tanpa melibatkan unsur pimpinan militer.

Walau pun sebagian besar perwira Angkatan Perang sangat kecewa atas tindakan

pimpinan sipil yang pada fase terakhir perjuangan kelihatannya ingin jalan sendiri dan

mengabaikan peran TNI dan juga PDRI, namun semua sepakat, bahwa pada saat itu perlu

dihindari perpecahan, apalagi antara pimpinan militer dengan pimpinan Pemerintah

Republik.

Akhirnya Panglima Besar menerima pendapat tersebut dan mengirim utusan ke Istana,

guna menyampaikan kepada Presiden Sukarno, bahwa Angkatan Perang Republik

Indonesia menyetujui gencatan senjata yang sebelumnya telah disetujui oleh pimpinan

sipil RI, dan agar Presiden Sukarno mengumumkan hal itu.

Sebenarnya, Pangsar telah menulis surat tertanggal 1 Agustus 1949 mengenai

pengunduran dirinya dari jabatan Panglima Besar TNI, dan bahkan dari dinas aktif TNI.

Pangsar menerima pendapat para perwira TNI yang hadir, sehingga surat yang telah

ditandatangani tersebut tidak jadi dikirim ke Presiden Sukarno.

Letkol TNI Dr. W. Hutagalung bersama seluruh staf dan ajudannya keluar dari dinas

ketentaraan pada bulan Maret 1950, sebagai protes terhadap hasil keputusan

Konferensi Meja Bundar, yaitu:

Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS),

Diterimanya mantan tentara KNIL ke tubuh TNI.

Setelah Jenderal Sudirman meninggal akhir Januari 1950, pangkat tertinggi di TNI

adalah Kolonel, baik itu Kepala Staf Angkatan Perang, Kolonel T.B. Simatupang, maupun

Kepala Staf Angkatan Darat Kolonel A.H. Nasution dan sejumlah Panglima Divisi dengan

pangkat Kolonel juga.

Ketika mengurus Bintang Gerilya tahun 1994, yang menandatangan sebagai saksi untuk

permohonan memperoleh Bintang Gerilya adalah Jenderal Besar TNI (Purn.) Suharto,

Page 4: Madiun Affairs 19 September 1948 - gelora45.comgelora45.com/news/BataraH_MadiunAffair_19Sept1948.pdf · rahasia "Knights of Malta" (Ksatria Malta). CIA melakukan infiltrasi, subversi,

4

Presiden RI, dan Jenderal TNI (Purn.) Surono, mantan KSAD, yang juga pernah menjadi

bawahan Hutagalung ketika bertugas di Yogyakarta

Dalam waktu 11 hari surat keputusan mengenai pemberian Bintang Gerilya kepada

Hutagalung telah ditandatangani oleh Presiden Suharto. Pada 4 November 1994, dalam

kunjungan Hutagalung ke Presiden Suharto di Jl. Cendana No. 8, Presiden Suharto telah

menyampaikan, akan menandatangani dua kali, sekali sebagai saksi, dan sekali sebagai

Presiden.

Dr. W. Hutagalung meninggal pada 29 April 2002, di usia 92 tahun, dan dimakamkan

di Taman Makam Pahlawan di Kalibata.

Semoga tulisan ini dapat memberi kontribusi dalam upaya mencari kebenaran dan

meluruskan penulisan sejarah Indonesia, yang telah banyak diputar-balikkan.

Perang dingin (cold war) dimulai

Konflik kekerasan yang terjadi di Jawa Timur bulan September – Desember 1948, pada

waktu itu dinamakan Peristiwa Madiun (Madiun Affairs), dan tidak pernah disebut

sebagai pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI), karena PKI tidak pernah

dibubarkan, dan bahkan pada Pemilihan Umum pertama di RI tahun 1954, PKI menjadi

partai terkuat ke 4. Baru di zaman Orde Baru peristiwa tersebut dinamakan

pemberontakan PKI.

Untuk memahami latar belakang terjadinya tragedi nasional pertama ini, harus dilihat

situasi dunia pada waktu itu.

Setelah usai Perang Dunia II, dua negara yang menjadi super power, Amerika Serikat

dan Uni Sovyet, membangun kubu masing-masing. Dengan pengalaman PD II, di mana

sekitar 20 juta warganya tewas, Uni Sovyet tidak ingin lagi diserang secara mendadak

dan berdasarkan hasil keputusan Konferensi Yalta, Februari 1945 yang membelah Eropa

menjadi dua blok, Uni sovyet membuat negara-negara tetangga yang di bawah

pengaruhnya, menjadi tameng. Satu persatu negara tetangganya dikuasai oleh partai

komunis di negara masing-masing, yaitu Polandia, Hongaria, Rumania, Bulgaria dan

terakhir Cekoslovakia (kini pecah menjadi Republik Ceko dan Republik Slovakia).

Sempurna sudah pagar negara yang dibangun Uni Sovyet di Eropa. Tiongkok yang

kemudian jatuh ke tangan komunis, juga merupakan tameng Uni Sovyet di bagian timur.

Page 5: Madiun Affairs 19 September 1948 - gelora45.comgelora45.com/news/BataraH_MadiunAffair_19Sept1948.pdf · rahasia "Knights of Malta" (Ksatria Malta). CIA melakukan infiltrasi, subversi,

5

Di lain pihak, Amerika Serikat yang takut akan bahaya komunis, juga tidak tinggal diam

dalam upaya membendung penyebaran komunisme ke seluruh dunia. Tahun 1947,

pendukung komunis di Yunani dan Turki semakin kuat, sehingga sangat mengkhawatirkan

Inggris dan Amerika. Dalam rapat antara pejabat Departemen Luar Negeri dengan para

anggota Kongres, Wakil Menteri Luar Negeri, Dean Acheson, menyampaikan, bahwa

apabila Yunani dan Turki jatuh ke tangan komunis, maka komunisme akan menjalar ke

Iran dan bahkan sampai ke India. Di sinilah munculnya domino theory (teori domino).

Truman menyatakan, bahwa apabila ada satu negara jatuh ke bawah pengaruh komunis,

maka negara-negara tetangganya akan juga akan terancam jatuh ke tangan komunis,

seperti layaknya dalam permainan kartu domino. Oleh karena itu, dia sangat gigih dalam

memerangi komunis di seluruh dunia.

Pada 12 Maret 1947, Presiden Harry S. Truman meminta persetujuan Kongres untuk

memberikan dana kepada Yunani dan Turki sebesar 400 juta Dollar, guna menghancurkan

komunis di kedua negara tersebut. Truman menyampaikan doktrinnya, yang kemudian

dikenal sebagai The Truman Doctrin (Doktrin Truman), yang menjadi pedoman politik

luar negeri AS untuk 40 tahun berikutnya. Inti doktrin ini adalah policy of containment

( containment = pembendungan) atau mengisolasi Uni Sovyet secara politik dan ideologi,

dan AS akan menghadang komunisme di manapun di seluruh dunia.

Pada bulan Juni 1947, AS menyusun Marshall Plan yang dirancang oleh Menteri Luar

Negeri AS, George Marshall, sebagai bagian dari kebijakan untuk membendung upaya Uni

Sovyet dalam mempengaruhi negara-negara Eropa yang sedang dalam kesulitan finansial.

Kongres AS menyetujui dana sebesar 12 milyar Dollar untuk program Mashall Plan, di

mana dalam kenyataannya hanya dikucurkan kepada negara-negara Eropa Barat dan

Yugoslavia, yang tidak ikut menjadi anggota Pakta Warsawa (kubu Uni Sovyet).

Sedangkan negara-negara Eropa Timur lainnya yang berada di bawah kekuasaan Uni

Sovyet tidak memperoleh, bahkan menolak dana dari Marshall Plan.

Perang Dingin (cold war) telah dimulai, dan makin memanas ketika Uni Sovyet melakukan

blokade atas Berlin Barat, yang berada di bawah pengawasan AS. Marshall Plan kemudian

tidak terbatas kepada negara-negara Eropa, namun di seluruh dunia. AS memberikan

dana kepada negara-negara yang menyatakan kesediaannya akan membasmi komunisme,

termasuk kepada Pemerintah Indonesia.

Pada bulan Maret 1948, AS. Inggris, Prancis, Belgia, Luxemburg dan Belanda

membentuk organisasi yang menjadi cikalbakal pakta pertahanan NATO (North

Page 6: Madiun Affairs 19 September 1948 - gelora45.comgelora45.com/news/BataraH_MadiunAffair_19Sept1948.pdf · rahasia "Knights of Malta" (Ksatria Malta). CIA melakukan infiltrasi, subversi,

6

Atlantic Treaty Organization), yang disahkan pada 4 April 1949.

Tujuannya bukanlah untuk mempertahankan demokrasi atau free world (dunia yang

merdeka) seperti yang digembar-gemborkan AS, melainkan hanya untuk menghadang ide

komunisme, yang sangat menghantui para kapitalis, karena pada waktu itu, hampir semua

negara-negara Eropa tersebut masih memiliki jajahan di Asia, Afrika dan Amerika

Selatan. Inggris, Perancis, Belanda dan Belgia, yang tidak mau memberikan kemerdekaan

kepada jajahan mereka. Bahkan Belanda dan Perancis dengan kekuatan militer yang

besar, berusaha untuk menjajah kembali Indonesia dan Vietnam, yang telah menyatakan

kemerdekaannya.

Di AS sendiri, warga kulit hitam hingga tahun 1968 belum memperoleh hak

demokratisnya untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum.

Pada 4 April 1968, Martin Luther King Jr, tokoh kulit hitam AS yang sedang

memperjuangkan hak politik dan demokrasi di AS, mati ditembak oleh kelompok rasis

kulit putih AS.

Pada 18 September 1947 di AS, selain diresmikannya National Security Council

(Dewan Keamanan Nasional) juga diresmikan berdirinya Central Intelligence Agency

–CIA (Badan Pusat Intelijen), sebagai pengganti CIG (Central Intelligence Group).

Founding fathers dari CIA adalah William "Wild Bill" Donovan dan Allen Dulles, kedua

orang ultra konservatif tersebut beragama Katolik Roma dan anggota dari perkumpulan

rahasia "Knights of Malta" (Ksatria Malta).

CIA melakukan infiltrasi, subversi, bahkan pembunuhan dan melancarkan perang

gerilya di negara-negara yang terindikasi tidak mendukung AS (Lihat: The CIA- The

Police State dalam http://www.ezpz.co.za/cia.htm).

Peranan perempuan dalam dinas rahasia AS sangat menonjol. Sebelum CIG, pada tahun

1942 Presiden Roosevelt mendirikan Office of Strategic Service, di mana terdapat

4.500 agen rahasia perempuan (National Women’s History Museum Exhibition on Woman

Spies Opens Today, "Clandestine Women: The Untold Stories of Women in Espionage".

Documents Women's History in the Undercover World, dalam

http://www.nmwh.org/news/pressmarch25.htm).

Sepak terjang CIA dilakukan di berbagai belahan dunia, termasuk terlibat dalam

Page 7: Madiun Affairs 19 September 1948 - gelora45.comgelora45.com/news/BataraH_MadiunAffair_19Sept1948.pdf · rahasia "Knights of Malta" (Ksatria Malta). CIA melakukan infiltrasi, subversi,

7

penggulingan kepala negara atau kepala pemerintahan yang tidak mau tunduk kepada AS,

seperti Perdana Menteri Mosadegh di Persia, Perdana Menteri Ngo Dinh Diem di

Vietnam Selatan, Perdana Menteri Patrice Lumumba di Kongo, Presiden Salvador

Allende (mati tertembak dalam kudeta yang disponsori oleh CIA) di Chile dan Presiden

Sukarno di Indonesia.

Langkah CIA bahkan sampai kepada pembunuhan kepala negara seperti Presiden Ecuador

Jaime Roldos dan Presiden Panama Omar Torrijos (lihat: John Perkins, Confessions of

an Economic Hit Man, Berret-Kohler Publishers, Inc. San Francisco 2004).

Perang dingin antara AS dan Uni Sovyet menjalar ke seluruh penjuru dunia, termasuk ke

Indonesia, di mana kedua super power bersama sekutu mereka, berusaha menarik para

pemimpin Republik Indonesia ke pihak masing-masing, yang memuncak pada Madiun

Affairs (peristiwa Madiun), September 1948.

Semula, AS menghindari kritik terhadap Belanda karena AS percaya, bahwa Eropa

Barat harus dibangun dengan segala cara, dan apabila Eropa kehilangan jajahan

mereka yang kaya, maka ini akan memperkecil kemampuan negara-negara Eropa untuk

memulihkan diri.

Di Belanda muncul istilah Indië verloren, rampspoed geboren (India hilang, timbul

malapetaka.

Sebutan Belanda untuk Indonesia adalah Indië, yaitu India). Tahun 1938, kekayaan

yang dikuras dari Indonesia mencapai 16% dari pendapatan nasional Belanda. Bahkan

antara 1851 – 1860, sumbangan dari Nusantara untuk pendapatan nasional Belanda

mencapai sekitar 35% !

Padangan Pemerintah AS ini berdasarkan analisis CIA pada bulan September 1947.

Ancaman terbesar bagi keamanan AS adalah kemungkinan runtuhnya perekonomian

Eropa Barat dan akibatnya adalah makin kuatnya pengaruh komunis (McMahon, Robert J.,

Colonialism and Cold War: The United States and the Struggle for Indonesian

Independence. London: Cornell University Press, 1981, dalam History of U.S. Diplomatic

Relations in Indonesia, Lihat http://courreges.freeservers.com/indonesia.htm).

Perhatian AS lebih ditujukan kepada kesejahteraan Belanda, sekutunya sejak Perang

Dunia II, sehingga perhatian terhadap tuntutan Republik Indonesia sangat terbatas.

Page 8: Madiun Affairs 19 September 1948 - gelora45.comgelora45.com/news/BataraH_MadiunAffair_19Sept1948.pdf · rahasia "Knights of Malta" (Ksatria Malta). CIA melakukan infiltrasi, subversi,

8

Namun setelah terlihat, bahwa Belanda tidak dapat menguasai Indonesia kembali, dan

kuatir Indonesia yang merdeka akan masuk ke kubu Uni sovyet, AS merubah politiknya

terhadap Indonesia.

Dinas rahasia militer AS pada 23 Desember 1947 menyatakan, bahwa AS akan

kehilangan muka di seluruh Timur Jauh apabila tidak mendukung gerakan-gerakan

kemerdekaan yang merupakan hak mereka:

“…the US might lose prestige throughout the Far East, if we do not adequately support

legitimate independence movements. The US State Department has further

considered that a settlement with the present moderate Republican leaders would

preclude Communist domination of the independence movement …”

Dana dari Marshall Plan untuk Indonesia

Setelah proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, muncul berbagai organisasi

yang membina kader-kader mereka, termasuk golongan kiri. Selain tergabung dalam

Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), juga terdapat kelompok-kelompok kiri lain, antara

lain Kelompok Diskusi Patuk, yang diprakarsai oleh Dayno, yang tinggal di Patuk,

Yogyakarta.

Yang ikut dalam kelompok diskusi ini tidak hanya dari kalangan sipil seperti, melainkan

kemudian juga dari kalangan militer dan bahkan beberapa komandan brigade, antara lain

Kolonel Joko Suyono, Letkol Sudiarto (Komandan Brigade III, Divisi III), Letkol

Suharto (Komandan Brigade X, Divisi III. Kemudian juga menjadi Komandan Wehrkreis

10), Letkol Dahlan, Kapten Suparjo, Kapten Abdul Latief dan Kapten Untung Samsuri.

Bersama Suripno, Wakil Indonesia di Praha, Musso, kembali dari Moskow, Rusia.

Tanggal 11 Agustus 1948, Musso tiba di Yogyakarta dan segera menempati kembali

posisi di pimpinan Partai Komunis Indonesia. Banyak politisi sosialis dan komandan

pasukan bergabung dengan Musso, a.l. Mr. Amir Syarifuddin Harahap, dr. Setiajid,

kelompok diskusi Patuk, dll.

Aksi saling menculik dan membunuh mulai terjadi, dan masing-masing pihak menyatakan,

bahwa pihak lainlah yang memulai. Beberapa perwira TNI pendukung Pemerintah RI dan

juga Ketua Mahkamah Agung Suryo (mantan Gubernur Jawa Timur) dibunuh, demikian

juga dr. Muwardi dari golongan kiri, diculik dan dibunuh. Tuduhan langsung dilontarkan,

bahwa pihak lainlah yang melakukannya.

Page 9: Madiun Affairs 19 September 1948 - gelora45.comgelora45.com/news/BataraH_MadiunAffair_19Sept1948.pdf · rahasia "Knights of Malta" (Ksatria Malta). CIA melakukan infiltrasi, subversi,

9

Kelompok kiri menuduh sejumlah petinggi Pemerintah RI, termasuk Wakil Presiden

Hatta telah dipengaruhi oleh Amerika Serikat untuk menghancurkan Partai Komunis

Indonesia, sejalan dengan doktrin Harry S. Truman, Presiden AS dan gagasannya

yaitu “Domino Theory”.

Red Drive Proposal. Konflik bersenjata internal RI yang pertama.

Pada bulan Maret 1948, sebelum kembali ke Amerika, Graham bertemu dengan Sukarno

untuk membicarakan kemungkinan bantuan AS kepada Republik Indonesia.

Kemudian pada 21 Juli 1948 telah diadakan pertemuan rahasia di hotel "Huisje Hansje"

Sarangan, dekat Madiun yang dihadiri oleh Sukarno, Hatta, Sukiman, Menteri Dalam

negeri, Mohamad Rum (anggota Masyumi) dan Kepala Polisi Sukanto, sedangkan di

pihak Amerika hadir Gerald Hopkins (penasihat politik Presiden Truman), Merle

Cochran (pengganti Graham yang mewakili Amerika dalam Komisi Jasa Baik PBB).

Dalam pertemuan Sarangan, yang belakangan dikenal sebagai "Perundingan Sarangan",

diberitakan bahwa Pemerintah Republik Indonesia menyetujui "Red Drive Proposal"

(proposal pembasmian kelompok merah) yang disampaikan oleh Amerika.

Sebagai “imbalan” kesediaan Pemerintah Indonesia untuk membasmi komunisme di

Indonesia, maka Indonesia pun mendapat kucuran dana sebesar 60 juta US $, yaitu

bantuan untuk kepolisian RI.

Namun ditekankan, bahwa bantuan tersebut tidak boleh dipergunakan untuk melawan

Belanda.

Dengan bantuan Arturo Campbell, Sukanto berangkat ke Amerika guna menerima

bantuan untuk kepolisian RI.

Campbell yang menyandang gelar resmi Atase Konsuler pada Konsulat Jenderal Amerika

di Jakarta, sesungguhnya adalah anggota Central Intelligence Agency - CIA (lihat:

Rosihan Anwar, Agen CIA yang saya kenal. Peristiwa Madiun 1948, Kompas Online, Kamis,

18 September 1997).

Kemudian disusunlah suatu skenario untuk memojokkan kelompok kiri, untuk mencari

alasan penumpasan komunisme di Indonesia.

Diisukan, bahwa Sumarsono tokoh Pesindo, pada 18 September 1948 melalui radio di

Page 10: Madiun Affairs 19 September 1948 - gelora45.comgelora45.com/news/BataraH_MadiunAffair_19Sept1948.pdf · rahasia "Knights of Malta" (Ksatria Malta). CIA melakukan infiltrasi, subversi,

10

Madiun telah mengumumkan terbentuknya Pemerintah Front Nasional bagi Karesidenan

Madiun.

Pada 19 September 1948, Presiden Sukarno dalam pidato yang disiarkan melalui radio

menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia, untuk memilih: Musso atau Sukarno-Hatta.

Maka pecahlah konflik bersenjata, yang pada waktu itu disebut sebagai Madiun Affairs

(Peristiwa Madiun), dan di zaman Orde Baru kemudian dinyatakan sebagai

pemberontakan PKI.

Maka muncullah tudingan adanya “provokasi” dari Pemerintah Republik, karena keputusan

yang telah diambil pimpinan Republik dengan wakil-wakil AS (lihat: T.B. Simatupang,

Laporan dari Banaran, Kisah pengalaman seorang prajurit selama perang kemerdekaan,

Penerbit Sinar Harapan, Jakarta 1960, hlm. 82).

Sumarsono membantah tuduhan, bahwa pada 18 September 1948 dia mengumumkan

terbentuknya Front Nasional Daerah (FND), dan telah terjadi pemberontakan PKI.

Justru kebalikannya, bahwa FND dibentuk sebagai perlawanan terhadap ancaman dari

Pemerintah Pusat. Sumarsono yang kini menetap di Sidney, Australia, mengungkap hal

tersebut kepada Radio Nederland dalam kunjungannya ke Belanda bulan Oktober 2002.

Dia juga menyatakan, bahwa Suharto sebenarnya sangat mengetahui hal ini, namun

mendiamkannya.

Berikut adalah wawancara Radio Nederland dengan Sumarsono (lihat: Kolom Ibrahim Isa

dalam milis Nasional):

Sumarsono: “Jadi setelah Bung Karno pidato, pidatonya itu menusuk hati Musso itu, lalu

spontan dijawab sama Musso itu, ‘Ya, keadaannya jadi lain. Sebab pidatonya

menggambarkan bahwa kita ini mesti dibasmi. Jadi karena itu,kita memikirkan bagaimana

kita bela diri’ Jadi kami membentuk pemerintah Front Nasional Daerah. Saya dipilih

sebagai gubernur militer. Lalu mulailah ada perlawanan pemerintah daerah Front

Nasional Madiun terhadap usaha pemerintah pusat yang mengatakan kita melakukan

pemberontakan dan mesti dibasmi.

Nah, dalam keadaan kayak begitu, Panglima besar Sudirman menyuruh Letkol Suharto,

komandan resimen di Yogyakarta untuk meninjau Madiun. Dia telpon. Saya kebetulan

yang menerima.

Dia bilang: ‘Ini mas, saya diutus oleh Pak Dirman untuk menjumpai mas Sumarsono.’

Oh, welcome, saya juga senang karena ini utusan Pak Sudirman supaya menyaksikan

Page 11: Madiun Affairs 19 September 1948 - gelora45.comgelora45.com/news/BataraH_MadiunAffair_19Sept1948.pdf · rahasia "Knights of Malta" (Ksatria Malta). CIA melakukan infiltrasi, subversi,

11

keadaan ini. Bahwa kami tidak berontak. Kami membela diri. Nah, datanglah yang

namanya Letkol Suharto itu di Madiun. Sudah agak malam.

Radio Nederland [RN]: Sendiri?

Sumarsono: Sama sopirnya. Lalu saya bilang, saya senang ini dik Harto datang ke mari

diutus Pak Sudirman. Tapi ini sudah malam dik Harto. Bagaimana kalau besok pagi dik

Harto sama saya keliling kota, melihat keadaan di kota, bahwa kami nggak ada

pemberontakan apa-apa. Dan apa yang disiar-siarkan oleh surat kabar Yogyakarta,

karena itu Overste Suharto mengemukakan, ‘o surat-surat kabar di Yogyakarta ini

mengatakan bendera merah-putih diturunkan, bendera palu arit Sovyet dinaikkan,

pembunuhan, penangkapan massal, orang-orang baru dimasuk ke dalam penjara.’ Begitu di

koran-koran. Besok kita saksikan. Nggak ada gitu dik Harto, nggak ada. Dan bagaimana

dik Harto membantu kami? Kan nggak bagus ini, kita sedang hadapi Belanda, kok

sekarang kita ini bertempur sendiri?”

RN: “Lalu apa tanggapan dik Harto ini?”

Sumarsono: “Waktu itu dia nanggapi dengan baik dan besok pagi bersama dengan dia

kami keliling kota. Menyaksikan apa yang ditulis surat-surat kabar di Yogyakarta itu, itu

nggak benar. Lalu saya ajak masuk penjara, lihat apa ada daftar orang baru yang

ditangkap.”

Lalu sesudah itu saya minta sama dia: ‘dik Harto, tolong dik Harto ini nanti nyampaikan

surat kami kepada Presiden Soekarno. Lalu tolong deh bikin pernyataan dik Harto supaya

itu jangan sampai ada tanggapan itu seperti disiar-siarkan oleh surat kabar Yogyakarta.’

Dia berkata, ‘Baik, baik mas, tapi mas aja bikin pernyataan itu, nanti saya teken, saya

tanggung jawab’.

RN: “Bapak bikin?”

Sumarsono: “Saya bikin. Bahwa keadaan di Madiun normal, tidak sebagaimana

disiar-siarkan oleh surat-surat kabar di Yogyakarta. Tidak ada bendera merah-putih

diturunkan, tidak ada bendera merah-palu arit dinaikkan. Di Madiun tidak ada

penangkapan massal, tidak ada banjir darah. Keadaan di Madiun normal. Teken: Letkol

Suharto. Dan pernyataan itu disiarkan oleh surat kabar daerah, radio Madiun. Nah,

waktu dia mau pulang ke Yogya ini, dia bawa surat yang ditulis oleh Amir Syarifuddin

untuk Bung Karno, supaya Bung Karno bisa turun tangan dan menyelesaikan secara baik.

Karena kita masih butuh bersatu untuk melawan Belanda. Tapi kita dengar belakangan

bahwa Suharto ini di Sragen ditahan oleh Siliwangi. Katanya surat itu tidak sampai

kepada Presiden.”

RN: “Bagaimana dengan laporannya kepada Jenderal Sudirman?

Sumarsono: “Itu kami nggak tahu. Yang kami dengar, dia ditahan oleh Siliwangi. Tapi

sebentar, terus dilepas lagi, kembali ke Yogya juga. Surat Amir itu nggak tahu ke mana.”

RN: “Tapi kemudian sejak Suharto menjadi Presiden, dia membisu tentang peristiwa

Page 12: Madiun Affairs 19 September 1948 - gelora45.comgelora45.com/news/BataraH_MadiunAffair_19Sept1948.pdf · rahasia "Knights of Malta" (Ksatria Malta). CIA melakukan infiltrasi, subversi,

12

Madiun?”

Sumarsono: “Tapi dia tulis juga di otobiografinya bahwa waktu peristiwa Madiun itu, dia

ada di Madiun. Dia sebut ketemu sama Musso.”

Pada awal konflik Madiun, pemerintah Belanda berpura-pura menawarkan bantuan untuk

membantu menumpas pemberontakan tersebut, namun tawaran itu jelas ditolak oleh

pemerintah Republik Indonesia.

Pimpinan militer Indonesia bahkan memperhitungkan, Belanda akan segera

memanfaatkan situasi tersebut untuk melakukan serangan total terhadap kekuatan

bersenjata Republik Indonesia.

Memang kelompok kiri termasuk Amir Syarifuddin Harahap, tengah membangun

kekuatan untuk menghadapi Pemerintah RI, yang dituduh telah cenderung kepada kaum

imperialis AS.

Hal ini diungkapkan oleh dr. W. Hutagalung, yang juga pernah dibujuk oleh Amir

Syarifuddin untuk ikut bergabung dengan gerakan mereka. Hutagalung menuturkan

pembicaraannya dengan Amir Syarifuddin, antara dua putra Batak di Yogyakarta, yang

telah saling kenal sejak di Surabaya awal tahun 40-an:

“ …Pada suatu hari, sekitar pertengahan tahun 1948, kami bertemu dan Amir Syarifuddin

menceriterakan mengenai rencana gerakan mereka, kekuatan pendukungnya serta

rencana pengembangan pasukan pendukungnya. Dia tentu, mengetahui peran penulis

dalam pertempuran di Surabaya Oktober/November 1945 dan selama perang gerilya di

Jawa Timur.

Kemudian dia mengatakan: “Bung Willy, pimpinlah pasukan kami. Saya angkat saudara

menjadi Mayor Jenderal.”

Saya menjawab: “Bung Amir, kau dibohongi orang-orangmu. Pasukanmu tidak begitu kuat

dan tidak betul berpengalaman. Juga tidak betul senjatanya begitu banyak. Saya

mengetahui dengan jelas jumlah pasukan beserta persenjataannya dan saya dari

permulaan di daerah pertempuran di Jawa Timur. Saya tidak pernah melihat pasukan

yang Bung Amir sebutkan. Di rumah sakit selalu didaftar mengenai korban, dari pasukan

atau laskar mana, di mana kejadiannya, luka-lukanya karena apa. Tidak pernah saya lihat

di daftar-daftar rumah sakit catatan pasukan-pasukan yang Bung Amir maksud. Untuk

membangun pasukan yang Bung Amir rencanakan untuk merebut kekuasaan, perlu dana

yang sangat besar. Selain itu saya tidak tertarik dengan pangkat Mayor Jenderal.” (Pada

waktu itu, dr. W. Hutagalung berpangkat Kolonel. Pangkat Brigadir Jenderal belum

dikenal di TNI waktu itu yang masih mengikuti sistem kepangkatan tentara Belanda,

Page 13: Madiun Affairs 19 September 1948 - gelora45.comgelora45.com/news/BataraH_MadiunAffair_19Sept1948.pdf · rahasia "Knights of Malta" (Ksatria Malta). CIA melakukan infiltrasi, subversi,

13

sehingga pangkat setelah Kolonel adalah Mayor Jenderal).

Saya juga mengemukakan, bahwa pergerakan sebesar itu memerlukan dana yang sangat

besar, namun Amir Syarifuddin menjelaskan, bahwa ‘teman-temannya’ akan membantu

menyediakan dana yang dia butuhkan. Saya ingat, bahwa Amir pernah menyatakan telah

menerima uang dari Idenburg untuk membangun jaringan bawah tanah melawan tentara

Jepang, dan saya duga, yang dimaksud dengan temannya itu adalah Idenburg. Bagi saya

jelas, bahwa Belanda juga berada di balik gerakan Musso-Amir Syarifuddin…”

Demikian penuturan dr. W. Hutagalung.

Ketika Jepang menduduki Indonesia, Amir Syarifuddin mengakui telah menerima uang

sebesar 25.000 gulden dari Dr. Idenburg untuk melakukan gerakan bawah tanah

melawan Jepang.

Namun sejumlah kalangan menyebutkan, bahwa melihat besarnya dana yang dikeluarkan

oleh Syarifuddin, dana yang diberikan lebih dari itu, diperkirakan sebesar 50.000

gulden.

Bagi Belanda, dan beberapa negara Eropa Barat, untuk melawan negara fasis seperti

Jepang dan Jerman, termasuk orang-orang yang dipandang sebagai kolaborator fasis

Jepang seperti Sukarno-Hatta, segala cara ditempuh, termasuk kerjasama dengan

pihak sosialis dan komunis, dalam hal ini dengan Partai Komunis Indonesia dan kelompok

kiri lainnya.

Ini bukanlah pertama kalinya satu negara kapitalis membantu kelompok komunis untuk

menggulingkan suatu pemerintahan yang menjadi lawannya. Hal ini dilakukan oleh Kaisar

Wilhelm II dari Jerman, yaitu ketika membantu Lenin pada tahun 1917 untuk

mengadakan revolusi di Rusia, yang waktu itu sedang berperang melawan Jerman dalam

Perang Dunia I. Dengan harapan melalui revolusi Bolsyewik di Rusia, kekuatan Rusia akan

melemah, pada 16 April 1917 pihak Jerman membantu Lenin kembali dari exilnya di Swiss

dengan kereta api khusus menuju Swedia, kemudian melalui Finlandia dan sampai di Rusia.

Selama Perang Dunia II di Eropa, banyak pemuda Indonesia beraliran kiri, bertempur di

pihak Belanda melawan fasisme Jerman.

Kekuatan pasukan pendukung Musso digempur dari dua arah: Dari barat oleh pasukan

Divisi II di bawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto, yang diangkat menjadi Gubernur

Militer Wilayah II (Semarang-Surakarta) tanggal 15 September 1948, serta pasukan

dari Divisi Siliwangi, sedangkan dari timur diserang oleh pasukan dari Divisi I, di bawah

Page 14: Madiun Affairs 19 September 1948 - gelora45.comgelora45.com/news/BataraH_MadiunAffair_19Sept1948.pdf · rahasia "Knights of Malta" (Ksatria Malta). CIA melakukan infiltrasi, subversi,

14

pimpinan Kolonel Sungkono, yang diangkat menjadi Gubernur Militer Jawa Timur, tanggal

19 September 1948 (Pengangkatan diumumkan melalui radio, sedangkan surat

pengangkatan resmi baru diterima kemudian), serta pasukan Mobiele Brigade Besar

(MBB) Jawa Timur, di bawah pimpinan M. Yasin.

Panglima Besar Sudirman menyampaikan kepada pemerintah, bahwa TNI dapat

menumpas pasukan-pasukan pendukung Musso dalam waktu 2 minggu. Memang benar,

kekuatan inti pasukan-pasukan pendukung Musso dapat dihancurkan dalam waktu singkat.

Tanggal 30 September 1948, kota Madiun dapat dikuasai seluruhnya.

Pasukan Republik yang datang dari arah timur dan pasukan yang datang dari arah barat,

bertemu di Hotel Merdeka di Madiun. Yasin menggambarkan peristiwa tersebut seperti

situasi di Jerman, yaitu ketika pasukan Amerika Serikat dan pasukan Rusia bertemu di

kota Berlin pada tahun 1945 [Wawancara dengan Komjen POL (Purn.) DR. M. Yasin, bulan

Desember 1998].

Namun pimpinan kelompok kiri beserta beberapa pasukan pendukung mereka, lolos dan

melarikan diri ke beberapa arah, sehingga tidak dapat segera ditangkap.

Baru pada akhir bulan November 1948 seluruh pimpinan dan pasukan pendukung Musso

tewas atau dapat ditangkap.

Sebelas pimpinan kelompok kiri, termasuk Mr. Amir Syarifuddin Harahap, mantan

Perdana Menteri RI, dieksekusi pada 20 Desember 1948, atas perintah Kol. Gatot

Subroto.

Catatan akhir:

Dr. W. Hutagalung menuturkan, bahwa ketika Perang Dunia II, baik di Eropa maupun di

Asia kelompok kiri Indonesia menjadi sekutu Belanda melawan fasisme Jerman dan

Jepang.

Namun setelah Perang Dunia (PD) II usai, berkembangnya pengaruh kelompok kiri di

Indonesia yang juga mendukung kemerdekaan RI membuat Pemerintah Belanda kuatir.

Ketika Amerika Serikat datang dengan gagasan pembasimian komunisme di seluruh dunia,

termasuk di Indonesia, Belanda langsung menyetujuinya dan bahkan ikut berperan

dengan bermuka dua, seolah-olah membantu kelompok kiri yang adalah mantan sekutunya

Page 15: Madiun Affairs 19 September 1948 - gelora45.comgelora45.com/news/BataraH_MadiunAffair_19Sept1948.pdf · rahasia "Knights of Malta" (Ksatria Malta). CIA melakukan infiltrasi, subversi,

15

selama PD II, dan juga kepada Pemerintah Indonesia menawarkan “bantuan” untuk

membasmi komunisme.

Sejarah mencatat, bahwa di tengah-tengah konflik bersenjata internal RI yang pecah

sejak 19 September 1948, Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua pada 19

Desember 1948 dengan menyerbu Yogyakarta, Ibukota Republik Indonesia waktu itu,

dan menangkap seluruh pimpinan sipil RI.

Tokoh-tokoh kiri yang ditangkap, a.l. Mr. Amir Syarifuddin Harahap, mantan Perdana

Menteri RI, diekseksi pada 20 Desember 1948 atas perintah Kolonel Gatot Subroto,

karena TNI tidak mau dibebani dengan tawanan di masa perang melawan agresi militer

Belanda.

PKI sendiri tidak pernah dibubarkan oleh Pemerintah RI waktu itu, dan ironisnya, selama

agresi militer Belanda II, banyak pengikut kelompok kiri juga ikut bertempur di pihak

Republik Indonesia melawan Belanda, yang merupakan sekutunya selama PD II.

Hal ini juga menunjukkan, bahwa di dalam politik, tidak ada kawan atau lawan yang

abadi. Yang ada hanya kepentingan masing-masing, apakah kelompok, partai atau

bahkan negara.

Jakarta, September 2006

Batara R. Hutagalung

Posted by batarahutagalung at 10:34 PM