Luthfia Nuraini Rahman E34051151 2009 · R. margaritifer memangsa 11 ordo dari 3 kelas hewan dari 2...
Transcript of Luthfia Nuraini Rahman E34051151 2009 · R. margaritifer memangsa 11 ordo dari 3 kelas hewan dari 2...
P
KONSER
PREFERE
LU
RVASI SUF
INS
NSI PAKA
(Rhacoph
UTHFIA N
DEPUMBERDFAKULTA
STITUT P
AN KATA
orus marg
NURAINI
PARTEMEDAYA HUT
AS KEHUERTANIA2009
AK POHO
garitifier)
RAHMAN
EN TAN DAN
UTANANAN BOGO
ON JAWA
N
N EKOWI
OR
A
ISATA
PREFERENSI PAKAN KATAK POHON JAWA
(Rhacophorus margaritifier)
LUTHFIA NURAINI RAHMAN
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN
Luthfia Nuraini Rahman. E34051151. “Preferensi Pakan Katak Pohon Jawa (Rhacophorus margaritifier)”. Di bawah bimbingan: (1) Dr. Ir. Mirza D. Kusrini, M.Si dan (2) Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS
Konversi lahan dan aktivitas manusia dapat menjadi peyebab terjadinya
penurunan populasi Rhacophorus margaritifer. Namun belum banyak data mengenai ekologi, populasi dan biologi spesies ini sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menghasilkan manajemen habitat yang lebih baik. Penelitian mengenai pakan merupakan langkah awal dalam rangka konservasi spesies. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi pakan, jenis pakan, ketersediaan pakan dan relung R. margaritifer.
Pengambilan data dilakukan di tiga lokasi yaitu Cibeureum, Ciwalen dan Kebun Raya Cibodas. Katak yang dikumpulkan sebanyak 73 individu, terdiri dari 65 jantan dan 8 betina. Pengambilan data katak dilakukan pada pukul 20.00 – 23.00 WIB. Data pakan dilakukan dengan menggunakan metode Stomach Flushing. Data ketersediaan pakan dikumpulkan dengan melakukan survei serangga pada plot berukuran 10 m x 1 m dengan menggunakan perangkap cahaya dan penangkapan langsung dengan tangan.
R. margaritifer memangsa 11 ordo dari 3 kelas hewan dari 2 filum, yaitu Insekta dan Arachnida dari Filum Arthropoda dan Gastropoda anggota Filum Moluska. Frekuensi pakan berdasarkan kelas tertinggi adalah Insekta (70,27%) sedangkan frekuensi pakan berdasarkan ordo tertinggi adalah Orthoptera (23,08%). Jantan R. margaritifer memanfaatkan 10 ordo pakan sedangkan betina hanya memanfaatkan 3 ordo pakan. Terdapat korelasi positif antara panjang tubuh katak dengan volume pakan, yang berarti semakin panjang ukuran katak maka volume pakan yang dimanfaatkan akan semakin besar. Volume pakan yang dimanfaatkan betina lebih besar daripada jantan karena ukuran tubuh betina lebih besar daripada jantan dan betina membutuhkan energi lebih besar untuk melakukan aktivitas hariannya daripada jantan. Hasil survei serangga memperlihatkan bahwa Orthoptera merupakan ordo serangga yang paling dominan ditemukan di lokasi penelitian. R. margaritifer merupakan satwa oportunis (τ = 0,934). Individu jantan lebih oportunis daripada betina karena betina lebih selektif dalam menentukan ukuran pakan yang dimanfaatkan. Indeks Levin’s sebesar 0,642 menunjukkan bahwa R. margaritifer menempati relung yang luas dan merata. Relung betina lebih sempit daripada jantan karena tingkat selektivitas betina yang lebih tinggi daripada jantan. Tumpang tindih relung jantan dan betina cukup tinggi (0,656), menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang tinggi antara kedua jenis kelamin. Kurangnya sampel betina yang diperoleh mengakibatkan analisis tidak dapat dilakukan dengan baik, oleh karena itu penelitian lanjutan disarankan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap. Kata kunci: Pakan, serangga, relung, R. margaritifer
SUMMARY
Luthfia Nuraini Rahman. E34051151. “Feeding Preference of Javanese Tree Frog (Rhacophorus margaritifier)”. Under supervision of Dr. Ir. Mirza D. Kusrini, M.Si and Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS
Habitat alteration and human activities may cause decreasing population of
R. margaritifer. There is a lack of information about ecology, biology and population of this species , thus it is necessary to carry out research for better habitat management. Feeding research of this species is a first step to establish the conservation of this species. The purpose of this research is to determine food preference, type of food, prey availability and ecological niche of R. margaritifer based on food preference.
Data were collected at three locations, Cibeureum, Ciwalen and Cibdoas Botanical Garden from 73 samples, consisting of 65 males and 8 females. Frogs were collected at 20.00 – 23.00 WIB. The Stomach Flushing method was used to collect the data of diet. Data of prey availability were collected by insects survey in 10 x 1 m plots using light trap and hand collecting.
R. margaritifer prey consisted of 11 orders in 3 classes (Insect and Arachnid from phylum Arthropod and Gastropod from Molusca). The highest frequency of prey taken is Orthoptera (23,08%). The males feed on 10 orders and females feed on 3 orders. There is positive correlation between body length and feed volume. There is a higher volume of food eaten by females than males, most probably caused by differences of morphology and daily activities. Insect surveys showed that Orthoptera is the most dominant order in R. margaritifer habitat. R. margaritifer is opportunistic (τ = 0,934). Males are more opportunist than females because females are more selective to choose the size of her food. Levin’s measure value shows that R. margaritifer has a large and broad niche. Niche of female are smaller than males because selective rate of females are higher than males. Niche overlap between males and females is quite high (0,656) which shows a high interaction between both sexes. Since research only able to obtain a small number of females’ samples, the result might be inadequate for robust analysis. Thus, further research is recommended to obtain data that are more complete. Key words: diet, insect, niche, R. margaritifer
Bogor, Desember 2009
Luthfia Nuraini Rahman NRP. E34051151
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Preferensi
Pakan Katak Pohon Jawa (Rhacophorus margaritifier)” adalah benar-benar karya
saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan
sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Judul Skripsi : Preferensi Pakan Katak Pohon Jawa (Rhacophorus margaritifier)
Nama : Luthfia Nuraini Rahman NIM : E34051151
Menyetujui,
Pembimbing I
Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si NIP. 19651114 199002 2 001
Pembimbing II
Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS NIP. 19660921 199003 2 001
Mengetahui, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Ketua
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 198403 1 003
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1987
dan merupakan puteri dari pasangan Asep Kusrahman, S.Pd
dan Mursilah, S.Pd. Penulis merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara. Pendidikan formal yang telah dilalui oleh penulis
antara lain SDN 5 Manna (1993), SLTP N 2 Kota Manna
(1999), dan SMA N 2 Kota Manna (2005) di Bengkulu Selatan. Pada tahun yang
sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI). Penulis mulai belajar di Departemen Konservasi Sumberdaya
Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 2006.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi kampus
antara lain di Himpunan Mahasiswa Konservasi (HIMAKOVA) sebagai ketua
biro kesekretariatan periode 2007/2008, Kelompok Pemerhati Herpetofauna
(KPH)-Phyton HIMAKOVA sebagai bendahara periode 2006/2007, Pengurus
Cabang Sylva Indonesia IPB (PCSI-IPB) sebagai bendahara periode 2007/2008
dan sebagai penanggung jawab bidang Jaringan dan Informasi periode 2008/2009,
anggota Ikatan Mahasiswa Bumi Rafflesia (IMBR) dan Manna People
Community (MPC).
Penulis pernah melaksanakan praktek dan kegiatan lapangan antara lain:
Studi Konservasi Lingkungan (SURILI)-HIMAKOVA di TN. Bantimurung-
Bulusaraung pada tahun 2007, Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di
CA. Leuweung Sancang dan TWA. Kawah Kamojang pada tahun 2007, Praktek
Umum Konservasi Ek-Situ (PUKES) di Penangkaran rusa Jonggol dan Kebun
Raya Bogor pada tahun 2008 dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di TN.
Bukit Barisan Selatan-Provinsi Lampung pada tahun 2009.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB,
penulis menyusun skripsi berjudul “Preferensi Pakan Katak Pohon Jawa
(Rhacophorus margaritifer)” di bawah bimbingan Dr. Ir. Mirza D. Kusrini, M.Si
dan Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS.
UCAPAN TERIMAKASIH
Alhamdulillah. Segala puji penulis panjatkan bagi Allah SWT yang telah
memberikan anugerah berupa kesehatan dan kesempatan sehingga skripsi ini
dapat selesai dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa disampaikan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah menerangi jalan umatnya.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terimakasih setinggi-tingginya kepada orang-orang yang telah berperan dalam
penyusunan tugas akhir ini mulai dari persiapan, pelaksanaan hingga
penyelesaian. Ucapan terimakasih tersebut disampaikan kepada:
1. Orang tua tercinta serta Adik dan Kakak atas semua doa, kasih sayang yang
tak pernah putus serta dukungan baik moril dan materi kepada penulis hingga
skripsi ini selesai.
2. Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si dan Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS
selaku pembimbing pertama dan kedua, yang telah memberikan bimbingan,
bantuan, masukan dan dorongan hingga penyelesaian skripsi ini
3. Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp, Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc, dan
Ir. Iwan Hilwan, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan
bagi penyempurnaan skripsi ini.
4. Kepala Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango dan staff yang telah
memberikan kemudahan dalam perizinan pelaksanaan penelitian.
5. Laboratorium Entomologi Hutan Dept. Silvikultur atas bantuan peralatan dan
media identifikasi data bagi penulis
6. Boby Darmawan, S.Hut, M. Irfansyah Lubis, S.Hut dan Neneng Sholihat,
S.Hut sebagai supervisi yang banyak membantu dalam pengambilan dan
pengolahan data
7. Tim Javanus (Panda, Neneng, Irwan, Wista dan Salomo) atas semangat dan
bantuan serta dukungan saat di lapangan dan penyelesaian skripsi ini
8. Keluarga besar DKSHE ’42 atas kebersamaan dan kekeluargaan yang terjalin
selama ini
9. Keluarga besar Pondok Indah (Teteh, Aa’, Nadya, Atus, Eno, Lie, Ika, Kiki,
Yuni, Nining, Kembar, dan PI’ers baru) atas kekeluargaan dan keceriaan
selama 4 tahun ini.
10. Keluarga besar Sylva Indonesia (Ajeng, Budi, Lika, Riva “Mabal”, Didie,
Bobi, Muthe, Sherly, Ntis, Boy, Jhon, dkk) atas kebersamaan, kekeluargaan
dan dukungan kepada penulis
11. Keluarga besar KPH-Phyton HIMAKOVA
12. Faridh Al-Muhayat Uhib H. atas semua kasih sayang, doa, dukungan,
semangat serta pembelajaran lain untuk penulis.
13. Ahmad Nurdianto, Hildalita dan Dody Oktiawan, sahabat penulis, atas
dukungan dan semangat yang diberikan.
14. Subekti Prihantono, S.Si, atas masukan dan diskusi bersama penulis.
15. Semua pihak yang yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilalamin. Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat
Allah SWT karena telah memberikan anugerah berupa kesehatan dan kesempatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik.
Penelitian ini diberi judul Preferensi Pakan Katak Pohon Jawa (Rhacophorus
margaritifer) dan dilaksanakan pada bulan Desember 2008 dan April sampai
Agustus 2009. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini,
M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS selaku
pembimbing II yang telah memberikan arahan dan masukan untuk penyusunan
hasil penelitian ini. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
informasi dan data dasar dalam rangka upaya konservasi Katak Pohon Jawa
(Rhacophorus margaritifer) di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna dan
tidak tertutup kemungkinan masih terdapat ketidaksesuaian baik dalam penyajian
isi materi, maupun tata bahasa maupun dalam hasil yang diperoleh sebagai akibat
dari belum optimalnya usaha. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Desember 2009
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................. 1 1.2. Tujuan ........................................................................................................... 2 1.3. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3 2.1. Taksonomi .................................................................................................... 3 2.2. Morfologi ...................................................................................................... 3 2.3. Habitat dan Penyebaran ................................................................................ 5 2.4. Perilaku Makan ............................................................................................. 5
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 7 3.1. Waktu dan Tempat ....................................................................................... 7 3.2. Alat dan Bahan ............................................................................................. 7 3.3. Jenis Data...................................................................................................... 8 3.4. Metode Pengambilan Data ........................................................................... 9
3.4.1. Data Spesies ........................................................................................... 9 3.4.2. Data Pakan ............................................................................................. 9 3.4.3. Data Ketersediaan Pakan ..................................................................... 10
3.5. Analisis Data .............................................................................................. 11 3.5.1. Identifikasi dan Pengelompokkan Jenis Pakan .................................... 11 3.5.2. Volume dan Dimensi Pakan ................................................................ 12 3.5.3. Korelasi Antara Ukuran Tubuh Spesimen dengan Volume Pakan ...... 12 3.5.4. Komposisi Pakan ................................................................................. 13 3.5.5. Kelimpahan Pakan ............................................................................... 13 3.5.6. Pemilihan Pakan .................................................................................. 14 3.5.7. Relung .................................................................................................. 14
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN .............................................. 16 4.1. Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango ................................................ 16
4.1.1 Curug Cibeureum .................................................................................. 16 4.3.2 Ciwalen ................................................................................................. 18
4.2 Kebun Raya Cibodas ................................................................................... 19 V. HASIL ............................................................................................................. 20
5.1. Komposisi Pakan ........................................................................................ 20 5.2. Volume Pakan ............................................................................................ 22 5.3. Ketersediaan Pakan .................................................................................... 23 5.4. Relung ........................................................................................................ 26
VI. PEMBAHASAN ............................................................................................ 27 6.1. Komposisi dan Ketersediaan Pakan ........................................................... 27 6.2 Relung ........................................................................................................ 34
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 39
iii
7.1 Kesimpulan ................................................................................................. 39 7.2 Saran ........................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 40 LAMPIRAN ......................................................................................................... 44
iv
DAFTAR TABEL
No. Halaman1 Perbandingan ukuran SVL R. margaritifer berdasarkan jenis
Kelamin ………………………………………………………………… 4
2 Perbandingan daerah penyebaran R. margaritifer ……………………… 5
3 Alat dan bahan …………………………………………………………. 8
4 Komposisi pakan R. margaritifer ………………………………………. 22
5 Kelimpahan jenis pakan R. margaritifer di habitat dan lambung ……… 25
v
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman1 Rhacophorus margaritifer ………………………………………………...4
2 Peta lokasi pengambilan data spesimen ………………………………….. 7
3 Kondisi habitat di daerah Curug Cibeureum ……………………………... 17
4 Habitat pada jalur interpretasi HM 23 – 25 ………………………………. 18
5 Kondisi habitat di Ciwalen ……………………………………………….. 19
6 Kondisi habitat di Kebun Raya Cibodas …………………………………. 20
7 Pakan yang paling banyak dikonsumsi oleh R. margaritifer …………….. 21
8 Hubungan panjang tubuh dengan volume pakan R. margaritifer ……...… 23
9 Perbandingan densitas serangga di habitat dan lambung R. margaritifer pada masing-masing habitat ……………….……………………………... 24
vi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman1 Komposisi dan Volume Pakan R. margaritifer …………………………... 44
2 Jenis Serangga di Masing-Masing Habitat R. margaritifer ……………… 45
3 Lebar Relung R. margaritifer …………………………………………….. 47
4 Lebar Relung R. margaritifer Jantan …………………………………….. 47
5 Lebar Relung R. margaritifer Betina …………………………………….. 47
6 Tumpang Tindih Relung Jantan dan Betina R. margaritifer …………….. 48
7 Analisis Koefisien Korelasi Kendall’s (Pemilihan Pakan) R. margaritifer 49
8 Analisis Koefisien Korelasi Kendall’s (Pemilihan Pakan) R. margaritifer Jantan ……………………………………………………. 49
9 Analisis Koefisien Korelasi Kendall’s (Pemilihan Pakan) R. margaritifer Betina ……………………………………………………. 50
10 Uji Korelasi Antara Panjang Tubuh dengan Volume Pakan ……………... 50
11 Pakan yang ditemukan dalam lambung R. margaritifer …………………. 51
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rhacophorus margaritifer (Schlegel 1837) merupakan salah satu jenis katak
pohon endemik Pulau Jawa. Penyebarannya di Pulau Jawa hanya meliputi 2
daerah di Jawa Barat dan satu daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Iskandar
dan Mumpuni 2004). Di kawasan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango
(TNGP/Jawa Barat) jalur Cibodas, jenis ini hanya terdapat di habitat berhutan di
ketinggian antara 1400 mdpl (Ciwalen) sampai 1800 mdpl (Rawa Denok) dengan
kelimpahan tertinggi di Cibeureum (1700 mdpl) (Kusrini et al. 2007, Lubis 2008).
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Kusrini et al. (2007), R.
margaritifer merupakan salah satu jenis dengan jumlah individu tertinggi di
kawasan TNGP.
Pada tahun 2004, R. margaritifer terdaftar sebagai satwa dengan status
Vulnerable namun statusnya kemudian turun menjadi Least Concern dalam Daftar
Merah IUCN versi 2009.2 tahun 2009 (Iskandar et al. 2009). Satwa ini tidak
terdaftar sebagai satwa dilindungi oleh Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999
dengan kelimpahan yang relatif stabil (Kusrini et al. 2007). Perubahan habitat dan
aktivitas pengunjung merupakan salah satu ancaman bagi keberadaan R.
margaritifer yang dapat berakibat kepada penurunan populasi. Belum banyak data
mengenai ekologi, populasi dan biologi spesies ini, sehingga diperlukan penelitian
lebih lanjut untuk menghasilkan manajemen habitat yang lebih baik.
Penelitian mengenai jenis pakan di TNGP telah dilakukan pada spesies
Leptophryne cruentata (Kusrini et al. 2007). Hasil penelitian ini memberikan
informasi bahwa jenis pakan spesies tersebut adalah Hymenoptera. Penelitian
jenis pakan R. margaritifer akan menambah data dasar dalam rangka usaha
konservasi spesies di dalam kawasan terutama untuk monitoring populasi melalui
pakan. Selain itu, penelitian mengenai jenis pakan katak dapat digunakan sebagai
sumber informasi untuk menentukan spesies predator dalam kegiatan
pengendalian serangga hama dan pengendali penyebaran penyakit oleh serangga
mengingat katak merupakan salah satu predator serangga.
2
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan antara lain untuk:
1. Mengetahui preferensi pakan R. margaritifer
2. Mengetahui jenis pakan R. margaritifer.
3. Mengetahui ketersediaan pakan R. margaritifer di kawasan Taman Nasional
Gunung Gede-Pangrango.
4. Mengetahui lebar relung dan tumpang tindih relung R. margaritifer
berdasarkan sumberdaya pakan yang digunakan.
1.3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan data awal mengenai jenis
pakan dan perilaku makan R. margaritifer yang berguna dalam upaya konservasi
spesies dan pengelolaan kawasan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Taksonomi
Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Jawa (R. margaritifer Schlegel 1837)
menurut Frost (2009) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phyllum : Chordata
Class : Amfibia
Ordo : Anura
Famili : Rhacophoridae
Sub-Famili : Rhacophorinae
Genus : Rhacophorus
Spesies : Rhacophorus magaritifier Schlegel 1837
(Rhacophorus javanus Bottger 1983)
(Rhacophorus barbouri Ahl 1931)
Anggota Famili Rhacophoridae yang dikenal dari Asia Selatan dan Afrika
terdiri dari 10 marga, tetapi di Indonesia hanya diwakili oleh empat marga, yaitu
Nyctixalus (2 jenis), Philautus (17 jenis), Polypedates (5 jenis), dan Rhacophorus
(20 jenis) (Iskandar 1998). Dari seluruh anggota famili Rhacophoridae di
Indonesia yang terdiri dari 8 jenis katak, hanya terdapat dua jenis yang berasal
dari genus Rhacophorus, yaitu Rhacophorus reinwardtii dan Rhacophorus
margaritifer (Iskandar 1998).
2.2. Morfologi
Katak pohon jawa berukuran kecil sampai sedang, dengan tubuh relatif
gembung, kira-kira setengah atau dua pertiga jari tangan berselaput, semua jari
kaki kecuali jari keempat berselaput sampai ke piringannya, tumit mempunyai
sebuah lapisan kulit (flap), tonjolan kulit terdapat di sepanjang pinggir lengan,
dasar kaki sampai jari luar (Iskandar 1998).
Berdasarkan Iskandar (1998) katak pohon jawa memiliki tekstur kulit
dengan permukaan dorsum halus, perut termasuk bagian bawah kaki berbintik
4
kecil kasar. Kulitnya berwarna coklat mahagoni atau kemerahan, sampai ungu
dengan bercak-bercak tidak beraturan (Gambar 1).
Gambar 1 Rhacophorus margaritifer
Ukuran tubuh katak pohon Jawa sangat tergantung pada jenis kelaminnya.
Individu jantan biasanya berukuran lebih kecil daripada individu betina.
Berdasarkan beberapa literatur ukuran SVL (Snout Vent Length) yakni panjang
dari moncong sampai tulang ekor katak pohon Jawa dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perbandingan Ukuran SVL Katak Pohon Jawa Berdasarkan Jenis Kelamin
Pencacah SVL
♂ ♀ Iskandar (1998) Kurniati (2003) Kusrini & Fitri (2006)
< 50 mm 36 – 45 mm
< 46 mm
50 – 60 mm 44 – 68 mm 39 – 63 mm
2.3. Habitat dan Penyebaran
Habitat utama katak pohon Jawa berupa hutan hujan tropis dan subtropis
pegunungan, lahan basah termasuk sungai permanen, sungai sedang sampai kecil
dan air terjun. Sampai saat ini diketahui penyebarannya hanya terdapat di Pulau
Jawa-Indonesia antara lain di dua daerah di Jawa Barat yaitu di Taman Nasional
Gunung Halimun-Salak (TNGHS) dan Taman Nasional Gede-Pangrango (TNGP),
daerah lainnya adalah di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Iskandar dan Mumpuni
2004).
5
Tabel 2 Perbandingan Daerah Penyebaran Katak Pohon Jawa
Pencacah Penyebaran
IUCN (2007)
Iskandar (1998)
Kurniati (2003)
Kusrini & Fitri (2006)
Di atas 1000 m dpl
250 – 1500 m dpl
Dataran rendah sampai 1700 m dpl
600 – 1800 m dpl
Frost (2009) menyebutkan bahwa jenis ini biasanya hidup di hutan primer
pada ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Katak pohon Jawa biasanya hidup
di daerah yang berhutan di pegunungan bahkan di hutan yang sudah terganggu.
2.4. Perilaku Makan
Sebagian besar katak adalah satwa oportunistik dan pada umumnya
sebagian besar katak dewasa merupakan karnivora dan cenderung memakan
mangsa yang lebih besar (Hofrichter 1999). Kebanyakan katak memangsa
serangga dan larva serangga, cacing, laba-laba, siput, dan hama. Sebagian besar
katak hanya memakan jenis serangga yang bergerak dan beberapa katak
memangsa jenis serangga yang pergerakannya lambat (Duelman dan Truebs 1994;
Stebbins dan Cohen 1997).
Setiap jenis katak memiliki cara yang berbeda dalam berburu mangsa
tergantung dengan jenisnya. Katak dengan perawakan gemuk dan bermulut lebar
biasanya mencari mangsa dengan hanya diam dan menunggu mangsa dan
biasanya memanfaatkan jenis pakan yang berukuran besar dan dalam jumlah
sedikit (Duelman dan Truebs 1994; Stebbins dan Cohen 1997). Sedangkan katak-
katak yang berperawakan ramping dan bermulut meruncing, biasanya aktif dalam
berburu mangsa dan memanfaatkan mangsa dalam jumlah banyak dengan ukuran
mangsa kecil (Duelman dan Truebs 1994; Stebbins dan Cohen 1997).
Besarnya jumlah pakan yang dikonsumsi katak beragam sesuai dengan
ukuran tubuh katak itu sendiri. Perbedaan jenis kelamin juga berpengaruh
terhadap besarnya jumlah pakan yang dimanfaatkan. Pada katak jenis
Limnonectes blythi, individu jantan lebih banyak memanfaatkan jenis pakan
daripada betina. Hal tersebut disebabkan karena pada individu jantan lebih aktif
6
dan lebih gesit dalam mencari mangsa dibandingkan dengan individu betina
(Sugiri 1979).
Penelitian mengenai perilaku pakan beberapa jenis katak di Indonesia telah
dilakukan oleh beberapa peneliti. Berdasarkan hasil penelitian Mumpuni et al.
(1990), diketahui bahwa pakan utama yang dikonsumsi oleh Rana chalconota
dan Mycrohylla achatina di Kebun Raya Cibodas, Jawa Barat adalah insekta dan
arthropoda. Penelitian pakan pada Rana erythraea, Fejervaria limnocharis, Rana
chalconota dan Occidozyga lima dilakukan oleh Atmowidjojo dan Boeadi (1998)
di daerah persawahan di Bogor. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa
pakan utama Rana erythraea adalah insekta, pakan utama Fejervaria limnocharis
adalah rayap, pakan Rana chalconota didominasi oleh cacing, sedangkan
Occidozyga lima lebih menyukai semut sebagai pakan utamanya (Atmowidjojo
dan Boeadi 1998). Sasikirono (2007) melakukan analisis lambung untuk
mengetahui jenis pakan pada Leptobrachium hasselti. Hasil penelitian tersebut
menyebutkan bahwa Leptobrachium hasselti paling banyak memanfaatkan
serangga ordo Araneae sebagai pakan utamanya (Sasikirono 2007).
7
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2008 dan bulan April – Juni
2009. Pengambilan data spesimen dilakukan di daerah sekitar Curug Cibeureum
dan Ciwalen (Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango) dan Kebun Raya
Cibodas (Gambar 2). Sedangkan analisis lambung spesimen dan identifikasi jenis
pakan dilakukan di Laboratorium Entomologi, Departemen Silvikultur Fakultas
Kehutanan IPB.
Gambar 2 Peta Lokasi Pengambilan Data Spesimen
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian dikelompokkan
berdasarkan kegunaannya dalam pengumpulan dan analisis data (Tabel 3).
3.3. Jenis Data
Data yang dikumpulkan meliputi data spesies, data jenis pakan dan data
ketersediaan pakan di habitat R. margaritifer. Data spesies yang dikumpulkan
meliputi waktu spesimen ditemukan, panjang tubuh (SVL/Snout-Vent Length),
bobot tubuh dan jenis kelamin setiap spesimen. Data jenis pakan yang
8
dikumpulkan adalah jenis pakan, jumlah jenis pakan setiap individu spesimen dan
ukuran pakan (panjang/L dan lebar/W) serta volume (V) pakan dalam lambung.
Sedangkan data ketersediaan pakan yang dikumpulkan antara lain jenis serangga
yang terdapat pada habitat katak pohon Jawa.
Tabel 3 Alat dan Bahan Penelitian
No. Nama Alat/Bahan Kegunaan 1. a. b. c. d. e. f. g. h.
Pengambilan Data Spesimen Senter dan baterai Plastik spesimen Spidol permanen Jangka sorong 0.05 mm Neraca pegas (Pesola 10 gr, 30 gr) Jam (timer) Termometer dry-wet Box peralatan/tas
Penerangan Tempat menampung sementara spesimen Pelabelan pada plastic spesimen Pengukuran SVL spesimen Pengukuran bobot spesimen Pengukur waktu Mengukur suhu dan kelembaban lokasi Tempat peralatan
2. a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.
Pengambilan Data Pakan Alkohol 70% Pinset Lup/Mikroskop stereo Pipa plastic (Φ 0.25 mm) Air Syringe (alat semprot) Gelas ukur vol. 5 ml Jangka sorong 0.05 mm Cawan petri Buku panduan identifikasi Botol spesimen ukuran kecil
Mengawetkan isi lambung spesimen Memisahkan jenis pakan Identifikasi jenis pakan Memasukkan air ke dalam esofagus katak Memancing keluar isi lambung katak Menyemprotkan air ke dalam mulut katak Menghitung volume pakan Menghitung dimensi pakan Tempat menampung pakan untuk identifikasi Identifikasi jenis pakan Menampung pakan sementara
3. a. b. c. d. e. f. g. h.
Data Ketersediaan Pakan Perangkap cahaya (Light Trap) Pinset Meteran Plastik spesimen Alkohol Botol spesimen ukuran sedang Jangka sorong 0.05 mm Gelas ukur vol. 10 ml
Menangkap jenis serangga terbang Mengumpulkan serangga yang tertangkap Mengukur panjang dan lebar plot Menampung serangga sementara Bahan pengawet serangga pakan Menyimpan serangga pakan Mengukur dimensi serangga pakan Mengukur volume serangga pakan
3. a. b.
Dokumentasi Buku catatan lapangan/Tally sheet Kamera digital
Dokumentasi data Dokumentasi gambar/foto
9
3.4. Metode Pengambilan Data
3.4.1. Data Spesies
Data spesies diambil dengan mengumpulkan sebanyak 73 spesimen R.
margaritifer dari beberapa lokasi di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango
(Curug Cibeureum dan Ciwalen) dan Kebun Raya Cibodas. Sebanyak 10
spesimen dikumpulkan dari Kebun Raya Cibodas, 5 spesimen dikumpulkan dari
Ciwalen dan sebanyak 58 spesimen dikumpulkan dari Curug Cibeureum.
Pengumpulan spesimen dilakukan pada malam hari antara pukul 20.00 – 23.00
WIB.
Setiap spesimen diukur SVL dan bobot tubuhnya menggunakan jangka
sorong dan timbangan. Waktu ditemukan, jenis kelamin, substrat dan aktivitas
ketika ditemukan, serta posisi (vertikal dan horizontal) juga dicatat. Spesimen
ditangkap langsung dengan tangan dan disimpan sementara dalam keadaan hidup
dalam kantong spesimen untuk kemudian dilakukan pembilasan perut. Setelah
pembilasan perut usai, spesimen kemudian dilepas kembali di lokasi tertangkap.
3.4.2. Data Pakan
Data pakan setiap spesimen dikumpulkan dengan melakukan analisis isi
lambung menggunakan metode Stomach Flushing (Legler dan Sullivan 1979).
Sebelum isi lambung spesimen dikeluarkan, dilakukan anastesi menggunakan
Tricaine Metanasulfonat (MS-222) dengan konsentrasi 1% (Hirai dan Matsui
2001). Selang waktu maksimum dari penangkapan spesimen sampai dilakukan
flushing adalah 2 jam dengan asumsi pakan yang telah dimakan belum tercerna
menyeluruh di dalam lambung spesimen.
Isi lambung spesimen dikeluarkan dengan menyemprotkan air ke dalam
perutnya melalui esofagus. Air tersebut dialirkan ke dalam lambung spesimen
melalui pipa plastik. Air yang telah dimasukkan ke dalam perut spesimen
kemudian dicampur dengan isi lambung spesimen dengan cara memijat perutnya
secara perlahan. Air dan isi lambung yang telah tercampur tersebut kemudian
dikeluarkan dengan cara membalikkan tubuh spesimen sampai posisi kepala
berada di bawah. Isi lambung spesimen kemudian disimpan di dalam larutan
10
alkohol 70% untuk pengawetan sebelum dibawa ke laboratorium untuk
identifikasi.
Volume pakan yang berhasil dikeluarkan dari dalam lambung spesimen
diukur dengan menggunakan gelas ukur, sedangkan dimensinya diukur dengan
menggunakan jangka sorong. Gelas ukur yang digunakan adalah gelas ukur
dengan volume 10 ml. Pengukuran dilakukan dengan memasukkan seluruh pakan
dari satu spesimen ke dalam gelas ukur yang telah berisi 0.5 ml air. Pertambahan
volume alkohol yang ditunjukkan pada gelas ukur setelah pakan dimasukkan
dicatat sebagai volume pakan spesimen tersebut. Pengukuran volume pakan
dilakukan pada masing-masing spesimen.
Identifikasi terhadap isi lambung spesimen yang telah dikeluarkan
dilakukan berdasarkan kunci identifikasi serangga (Borror et al. 1996) sampai
dengan tingkat ordo/famili. Identifikasi hanya dilakukan terhadap isi lambung
yang masih memungkinkan untuk diidentifikasi dengan menggunakan kaca
pembesar (lup) atau mikroskop stereo, tergantung ukuran pakan. Spesimen yang
telah dikeluarkan isi lambungnya, dibiarkan selama ± 15 menit untuk kemudian
dilepas kembali ke habitatnya.
3.4.3. Data Ketersediaan Pakan
Ketersediaan pakan R. margaritifer diperkirakan dengan melakukan
penangkapan dan pengumpulan serangga yang hidup pada habitat R. margaritifer.
Data dikumpulkan dengan menggunakan dua (2) cara yaitu dengan perangkap dan
penangkapan langsung dengan tangan (Borror et al. 1996). Perangkap yang
digunakan adalah perangkap cahaya (Light Trap). Penangkapan dan pengumpulan
serangga dilakukan dengan melakukan eksplorasi di habitat R. margaritifer yaitu
di Curug Cibeureum, Ciwalen dan Kebun Raya Cibodas. Eksplorasi dilakukan di
plot berukuran 10 m x 1 m pada masing-masing habitat. Jumlah plot pada masing-
masing habitat sebanyak 8 plot, kecuali di Ciwalen sebanyak 2 plot. Pengambilan
sampel ketersediaan pakan ini dilakukan pada malam hari antara pukul 20.00 –
22.00 WIB. Masing-masing lokasi dilakukan satu kali eksplorasi.
Perangkap cahaya digunakan terutama untuk menangkap serangga yang
sensitif terhadap cahaya. Perangkap cahaya yang digunakan dibuat secara manual
11
menggunakan belahan bambu yang diikat satu sama lain hingga membentuk
sebuah kotak. Kotak tersebut kemudian ditutup dengan kain putih sebagai tempat
menempel serangga yang datang. Pada saat digunakan, perangkap tersebut
diletakkan di tengah-tengah plot. Sumber cahaya yang digunakan adalah lilin
berdiameter 51.95 mm yang diletakkan di tengah kotak perangkap.
Penangkapan dengan tangan bertujuan untuk mengumpulkan jenis serangga
di dalam plot yang bukan termasuk jenis serangga yang sensitif terhadap cahaya.
Cara ini terutama dilakukan untuk mendapatkan jenis serangga yang berada di
tempat yang tersembunyi seperti di bawah daun atau untuk mendapatkan serangga
dari berbagai stadia (larva, nimfa dan imago). Selain itu, metode ini juga
digunakan untuk mendapatkan jenis serangga yang merayap pada batang pohon.
Serangga yang telah berhasil ditangkap di lapangan kemudian dikumpulkan
di dalam plastik spesimen untuk penampungan sementara. Serangga-serangga
tersebut kemudian dimatikan dengan menyuntikkan larutan alkohol 70% ke
bagian tubuhnya dan diawetkan ke dalam larutan alkohol 70%. Awetan serangga
tersebut kemudian dibawa ke Laboratorium Entomologi, Fakultas Kehutanan IPB
untuk dilakukan identifikasi, penghitungan jumlah individu per jenis yang
tertangkap dan pengukuran dimensi serta volume.
3.5. Analisis Data
3.5.1. Identifikasi dan Pengelompokkan Jenis Pakan
Pakan yang telah berhasil dikeluarkan dari dalam lambung sampel
kemudian diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi serangga (Borror
et al. 1996) sampai tingkat ordo dan dikelompokkan berdasarkan kelompoknya
(serangga: larva dan imago, laba-laba, tumbuhan, dll). Data yang terkumpul
dianalisis secara tabulatif dan deskriptif.
3.5.2. Volume dan Dimensi Pakan
Volume pakan dihitung dengan menggunakan rumus untuk ellipsoid
(Dunham 1983 diacu dalam Hirai dan Matsui 2000).
12
2
2234
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=
WLV π
Keterangan: V : Volume (mm3) L : Panjang (mm) W : Lebar (mm)
3.5.3. Korelasi Antara Ukuran Tubuh Spesimen dengan Volume Pakan
Untuk mengetahui hubungan antara ukuran tubuh spesimen (SVL) dengan
volume pakan yang dimanfaatkan, maka dilakukan uji korelasi dengan
menggunakan persamaan korelasi Product Moment Pearson diacu dalam Sugiono
(2005), sebagai berikut:
( )( )( )[ ] ( )[ ]∑ ∑∑ ∑∑ ∑
−−
−=
2222iiii
iiii
yynxxn
yxyxnr
Keterangan: r = Koefisien korelasi contoh n = Jumlah Unit Contoh x = Panjang Tubuh (SVL) y = Volume pakan
Pada taraf kepercayaan sebesar α, tolak H0 jika:
a). t ≤ -tα/2, n-2 atau b). t ≥ tα/2, n-2
Kemudian untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan volume pakan
yang digunakan oleh individu jantan dan betina R. margaritifer, maka dilakukan
uji t-student dengan persamaan (3).
Hipotesis:
H0 : Tidak ada perbedaan volume pakan yang digunakan oleh jantan dan betina
H1 : Terdapat perbedaan volume pakan yang digunakan oleh jantan dan betina
Pada selang kepercayaan α, tolak H0 jika:
a). t ≤ tα/2.n+m-2 atau b). t ≥ tα/2.n+m-2
…………………….. (1)
……….. (2)
13
( ) ( )2
1
2
12
2
11
2
−+
−+−=
∑ ∑∑∑ ===
=
mnm
yy
nx
xSp
m
i
m
i ii
n
i in
i i , 212
rnrt−
−=
Keterangan: : Rata-rata volume pakan jantan : Rata-rata volume pakan betina
n : Jumlah unit contoh volume pakan jantan m : Jumlah unit contoh volume pakan betina Sp : Simpangan baku
3.5.4. Komposisi Pakan
Analisis komposisi pakan R. margaritifer dilakukan dengan menghitung
jumlah jenis pakan yang dikeluarkan dari lambung spesimen. Kemudian dihitung
frekuensi masing-masing jenis pakan tersebut. Persentase komposisi pakan yang
digunakan oleh R. margaritifer dihitung menggunakan persamaan:
%100×=NqP i
i
Keterangan: Pi : Jenis pakan ke-i N : Jumlah seluruh pakan qi : Jumlah jenis pakan ke-i 3.5.5. Kelimpahan Pakan
Kelimpahan relatif masing-masing jenis pakan R. margaritifer baik di
habitat maupun di dalam lambungnya dihitung dengan menggunakan persamaan:
%100×=uhsptotalselur
totalspi
DD
DR
Keterangan: D : Densitas DR : Densitas Relatif
Hubungan antara kelimpahan relatif pakan R. margaritifer di habitat dan di
dalam lambung diuji dengan menggunakan persamaan korelasi Product Moment
Pearson diacu dalam Sugiono (2005) pada persamaan 2.
…….. (3)
………………... (4)
………………………… (5)
14
3.5.6. Pemilihan Pakan
Untuk mengetahui apakah R. margaritifer merupakan satwa oportunis atau
bukan, dilakukan analisis hubungan antara kelimpahan pakan di dalam lambung
spesimen dengan kelimpahan relatif pakan yang tersedia di habitatnya. Analisis
dilakukan dengan mengkalkulasi nilai Koefisien Korelasi Kendall (τ) antara
kelimpahan relatif serangga pakan dengan pakan yang ditemukan (Herve 2007).
( )[ ]( )1
,21 21
−×
−= ∆
NNppdτ
Keterangan: P1 : Jenis ketersediaan pakan R. margaritifer yang berhasil dikumpulkan P2 : Jenis pakan yang ditemukan di lambung R. margaritifer
: Jumlah jenis pakan yang berbeda antara P1 dan P2 N : Jumlah objek τ : Kendall’s Rank Coeffisien Correlation
Nilai yang dihasilkan dari analisis dengan Kendall tau berkisar antara -1
sampai +1. Dalam hubungannya dengan pemilihan pakan, maka:
- Jika -1 ≤ τ < 0 berarti R. margaritifer merupakan satwa spesialis
- Jika 0 ≤ τ ≤ 1 berarti R. margaritifer merupakan satwa oportunis
3.5.7. Relung
Ukuran relung yang digunakan oleh R. margaritifer dihitung berdasarkan
jumlah sumberdaya pakan yang digunakan oleh spesies tersebut. Persamaan yang
digunakan untuk melakukan analisis adalah persamaan Index Levin’s yang telah
distandarisasi (1968) yang diacu dalam Krebs (1978).
∑= 2
1
ipB ,
11
−−
=nBBA
………………... (6)
…………………………… (7)
Keterangan: B : dugaan lebar relung Levin’s BA : standar lebar relung Levin’s pj : proporsi sumberdaya yang digunakan sebagai pakan oleh R. margaritifer n : jumlah sumberdaya yang mungkin
15
Nilai standardisasi Index Levin’s berkisar antara 0 – 1. Semakin maksimum
nilai yang dihasilkan, berarti semakin besar sumberdaya pakan yang digunakan
oleh spesies tersebut sehingga relung yang digunakan semakin lebar. Sebaliknya
jika nilai indeks minimum, berarti semakin kecil sumberdaya pakan yang
digunakan oleh spesies tersebut sehingga relung yang digunakan semakin sempit.
Tumpang tindih relung juga dihitung untuk mengetahui tingkat tumpang
tindih penggunaan relung oleh R. margaritifer jantan dan betina. Persamaan yang
digunakan untuk menganalisis hal ini adalah persamaan Index Morisita (1959)
dalam Krebs (1978).
∑ ∑
∑
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−−
+⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
−−
=
11
11
2
ik
ikik
j
ijij
ikij
Nnp
Nn
p
ppC
Keterangan: C : Index Morisita Pij : Proporsi sumberdaya i yang digunakan oleh spesies j Pik : Proporsi sumberdaya i yang digunakan oleh spesies k nij : jumlah sumberdaya ke-i yang digunakan oleh spesies ke-j nik : jumlah sumberdaya ke-i yang digunakan oleh spesies ke-k Nj & Nk : jumlah total setiap spesies yang dimanfaatkan
Nilai Indeks Morisita berkisar antara 0 – 1. Semakin maksimum nilai indeks
yang dihasilkan, berarti bahwa tumpang tindih relung antar individu semakin
besar. Sebaliknya jika nilai indeks yang dihasilkan mendekati minimum maka
berarti bahwa tumpang tindih relung antar individu semakin kecil.
…………………………… (8)
16
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) adalah salah satu
kawasan pelestarian alam yang memiliki ekosistem asli yang dikelola dengan
sistem zonasi untuk keperluan ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjuang budaya,
budidaya tumbuhan dan/atau satwa, pariwisata dan rekreasi. Luas kawasan TNGP
adalah 15.196 Ha dan sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. 174/Kpts-
II/2003 tanggal 10 Juni 2003, kawasan TNGP mengalami perluasan dari perum
Perhutani menjadi 21.975 Ha.
Topografi kawasan TNGP bervariasi mulai dari landai hingga bergunung,
dengan kisaran ketinggian antara 700 mdpl dan 3000 mdpl. Kawasan TNGP
termasuk dalam tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 3000-4000 mm per
tahun. Kawasan ini bersuhu udara 10oC pada siang hari dan 5oC pada malam hari
dengan kelembaban udara rata-rata 80-90%.
Pengambilan data di dalam wilayah TNGP dilakukan di dua lokasi yaitu
Curug Cibeureum dan Ciwalen. Deskripsi mengenai kondisi habitat di masing-
masing lokasi merupakan hasil pengamatan langsung yang dilakukan selama
pengambilan data, ditambah dengan wawancara dengan petugas lapangan.
4.1.1 Curug Cibeureum
Curug Cibeureum merupakan daerah tertinggi yang dijadikan lokasi
penelitian. Lokasi ini terletak pada ketinggian > 1000 m dpl. Lokasi ini juga
merupakan jalur interpretasi ekowisata pada kawasan Taman Nasional Gunung
Gede-Pangrango (TNGP) sehingga lokasi ini memiliki tingkat gangguan oleh
aktivitas manusia cukup tinggi terutama pada akhir pekan. Di lokasi ini terdapat
tiga air terjun dengan ketinggian berbeda. Air terjun utama adalah air terjun
Cibeureum (Curug Cibeureum) dengan ketinggian ± 30 m. Air terjun ini memiliki
debit air terbesar dibandingkan dua air terjun lainnya. Ketinggian air terjun kedua
± 20 m dan merupakan air terjun dengan debit air terkecil. Air terjun ketiga
merupakan air terjun tertinggi dengan ketinggian ± 40 m, namun debit air yang
mengalir tidak lebih besar dari Curug Cibeureum dan lebih besar dari air terjun
17
kedua. Lokasi pengambilan sampel adalah daerah sekitar ketiga air terjun tersebut
dan di jalur interpretasi antara HM 23 – 25.
Pengambilan sampel di daerah sekitar air terjun dilakukan di sekitar sungai
yang merupakan aliran langsung dari ketiga air terjun tersebut. Kecepatan aliran
pada masing-masing sungai berbeda. Aliran sungai curug Cibeureum dominan
deras, dengan aliran sedang sampai lambat pada beberapa titik. Aliran air terjun
kedua menyatu dengan aliran Curug Cibeureum, sedangkan air terjun ketiga
mengalir di sungai yang berbeda dengan kecepatan aliran sedang sampai lambat.
Vegetasi dominan di sekitar sungai dan substrat sungai pun berbeda. Sungai yang
berasal dari aliran Curug Cibeureum didominasi oleh kecubung, tumbuhan perdu
dengan substrat merupakan batuan dan kerikil. Kerapatan kecubung cukup tinggi
pada sungai ini sehingga sungai tertutup oleh tajuk dan batang tumbuhan
kecubung tersebut. Sedangkan sungai yang berasal dari aliran air terjun ketiga
didominasi oleh selada air (Selaginella sp.), tumbuhan air lain dan kecubung
dengan substrat sungai sebagian besar lumpur berpasir.
Habitat di sekitar air terjun terbuka (tidak tertutup tajuk) sehingga sinar
matahari dapat langsung menyentuh lantai hutan. Habitat yang tertutup tajuk
pohon adalah pada jalur sepanjang 200 m sebelum air terjun dan pada tebing
antara air terjun kedua dan ketiga. Gambaran keseluruhan habitat di sekitar air
terjun dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Kondisi Habitat di Daerah Curug Cibeureum
Lokasi lain pengambilan sampel di daerah Curug Cibeureum dilakukan pada
jalur interpretasi antara HM 23-25. Habitat berupa jembatan kayu dengan
tumbuhan kecubung tumbuh dominan di sisi kiri dan kanan jembatan. Tutupan
18
tajuk di sisi kiri dan kanan jembatan rapat karena merupakan hutan primer
pegunungan. Pada bagian bawah jembatan mengalir sungai kecil yang alirannya
berasal dari Curug Cibeureum. Kecepatan aliran sungai tersebut lambat dengan
substrat batu dengan sedikit lumpur. Gambaran kondisi habitat pada lokasi ini
terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Habitat pada Jalur Interpretasi HM 23 – 25
4.1.2 Ciwalen
Lokasi pengambilan sampel di Ciwalen dilakukan di belakang Laboratorium
Resort Cibodas, TNGP yang berada di ketinggian 1400 m dpl. Ciwalen sendiri
juga merupakan jalur interpretasi di TNGP, namun habitat R. margaritifer di
lokasi ini hanya terletak pada daerah di belakang laboratorium tersebut. Lokasi ini
juga berbatasan langsung dengan wilayah Kebun Raya Cibodas sehingga habitat
yang ada merupakan habitat peralihan antara hutan primer dengan daerah non-
hutan.
Habitat R. margaritifer di lokasi ini ditumbuhi kecubung sebagai vegetasi
dominan. Tutupan tajuk rapat karena masih dipengaruhi oleh hutan primer TNGP.
Tidak ada aliran sungai atau bentuk aliran air lain di habitat ini. Sumber air hanya
berasal dari air hujan yang menggenang membentuk kolam kecil yang tidak
terlalu dalam. Substrat kolam dominan lumpur. Jika musim kemarau dan tidak ada
hujan, debit air di kolam berkurang bahkan dapat kering sama sekali. Gambaran
habitat di lokasi ini dapat dilihat pada Gambar 5.
19
Gambar 5 Kondisi Habitat di Ciwalen Ket: a). Vegetasi dominan b) Sumber air
4.2 Kebun Raya Cibodas
Didirikan pada tanggal 11 April 1852 oleh Johannes Ellias Teijsmann,
seorang kurator Kebun Raya Bogor pada waktu itu, dengan nama Bergtuin te
Tjibodas (Kebun Pegunungan Cibodas). Pada awalnya dimaksudkan sebagai
tempat aklimatisasi jenis-jenis tumbuhan asal luar negeri yang mempunyai nilai
penting dan ekonomi yang tinggi, salah satunya adalah Pohon Kina (Cinchona
calisaya). Kemudian berkembang menjadi bagian dari Kebun Raya Bogor dengan
nama Cabang Balai Kebun Raya Cibodas. Mulai tahun 2003 status Kebun Raya
Cibodas menjadi lebih mandiri sebagai Unit Pelaksana Teknis Balai Konservasi
Tumbuhan Kebun Raya Cibodas di bawah Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun
Raya Bogor dalam kedeputian Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Lokasi Kebun Raya Cibodas-LIPI berada di Kaki Gunung Gede Pangrango
pada ketinggian ± 1300-1425 dpl, dengan luas 125 ha yang berhawa sejuk dengan
panorama indah, temperatur rata-rata 18° C, kelembaban 90% dan curah hujan per
tahun 3380 mm. Kebun Raya Cibodas merupakan salah satu kawasan tujuan
wisata di Jawa Barat.
Pengambilan data di dalam wilayah Kebun Raya Cibodas dilakukan di
habitat sekitar Guest House. Habitat di lokasi ini merupakan sebuah taman yang
vegetasinya didominasi oleh tanaman hias. Selain itu, terdapat pula beberapa jenis
pohon dan bambu. Karena berupa taman, maka lokasi ini tidak tertutup oleh tajuk-
tajuk pohon.
20
Di taman tersebut terdapat satu buah kolam berukuran sedang dan beberapa
aliran sungai kecil buatan. Sungai tersebut mengalir hampir di seluruh bagian
taman yang ditanami tanaman hias. Aliran air berasal dari kawasan TNGP
sehingga tidak mengalami kekeringan di musim kemarau. Kondisi umum Kebun
Raya Cibodas dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Kondisi Habitat Kebun Raya Cibodas Ket: a) Sungai, b) vegetasi
21
V. HASIL
5.1. Komposisi Pakan
Sampel R. margaritifer yang berhasil dikumpulkan sebanyak 73 sampel,
yang terdiri dari 65 sampel jantan dan 8 sampel betina. Jumlah sampel jantan yang
lambungnya berisi pakan adalah 29 sampel (44,62%), sedangkan jumlah sampel
betina yang lambungnya berisi pakan adalah 4 sampel (50%). Sehingga diperoleh
33 individu dengan kondisi lambung berisi pakan sedangkan 40 individu lainnya
lambung dalam kondisi kosong sehingga tidak disertakan dalam analisis.
Persentase kekosongan lambung sampel R. margaritifer tertinggi adalah sampel
yang diambil di Ciwalen, yaitu sebesar 66,66%, sedangkan di Curug Cibeureum
dan Kebun Raya Cibodas masing-masing 56,89% dan 50%.
Di dalam masing-masing lambung individu sampel ditemukan jumlah pakan
yang berbeda-beda. Sebanyak 17 individu berisi 1 pakan, 9 individu berisi 2 jenis
pakan dan 1 individu berisi 4 jenis pakan di dalam lambungnya, sehingga jumlah
pakan yang berhasil diidentifikasi sebanyak 39 sampel pakan, 35 sampel berasal
dari lambung individu jantan dan 4 sampel berasal dari lambung individu betina.
Sebanyak 7 sampel lainnya tidak teridentifikasi karena kondisinya yang telah
hancur.
Berdasarkan hasil identifikasi, ditemukan sebanyak 2 kelas dari Filum
Arthropoda yaitu Arachnida dan Insekta dan 1 kelas dari Filum Moluska yaitu
Gastropoda. Insekta merupakan kelas yang paling banyak digunakan sebagai
mangsa oleh R. margaritifer yaitu 70,27%, sedangkan kelas yang paling sedikit
dimangsa adalah Gastropoda yaitu hanya sebanyak 10,81%. Berdasarkan ordo, R.
margaritifer memanfaatkan sebanyak 10 ordo yang terdiri dari beberapa stadia
yaitu telur, larva dan serangga dewasa. Ordo yang dominan digunakan oleh R.
margaritifer sebagai mangsa adalah Orthoptera 23,08%, Larva Lepidoptera dan
Araneae (dewasa) 15,38%, dan Hymenoptera serta Pulmonata sebanyak 10,26%.
Sedangkan mangsa yang paling sedikit dimanfaatkan oleh R. margaritifer adalah
Isoptera, Dermaptera dan telur Araneae, masing-masing sebanyak 2,56% (Tabel
4). Gambar 7 merupakan jenis mangsa yang paling banyak dijadikan pakan oleh
R. margaritifer.
22
Individu jantan dan betina R. margaritifer memanfaatkan tiga ordo yang sama
sebagai pakannya, yaitu Orthoptera, Coleoptera dan Pulmonata. Pulmonata
merupakan ordo yang paling banyak dimanfaatkan oleh individu betina yaitu
sebanyak 50%. Mangsa lainnya yang dimanfaatkan oleh individu betina adalah
Orthoptera dan Coleoptera (25%). Individu jantan R. margaritifer lebih banyak
memanfaatkan Orthoptera sebagai mangsanya. Persentase pemangsaan Orthoptera
oleh jantan adalah 22,86%. Ordo lainnya yang juga banyak dimangsa oleh jantan
adalah Araneae dan Larva Lepidoptera (17,14%). Walaupun banyak dimangsa
oleh individu jantan, ordo Araneae dan Larva Lepidoptera tidak dimangsa oleh
individu betina.
Terdapat perbedaan jenis serangga yang dimanfaatkan sebagai pakan oleh
R.margaritifer di masing-masing lokasi. R. margaritifer yang hidup di daerah
sekitar Curug Cibeureum paling banyak memanfaatkan Orthoptera sebagai
pakannya dengan kelimpahan relatif dalam lambung DR = 28,571%.
R.margaritifer di daerah Ciwalen lebih banyak memanfaatkan Larva Lepidoptera
sebagai pakannya (DR = 42,857), sedangkan R.margaritifer di Kebun Raya
Cibodas memanfaatkan Larva Lepidoptera, Araneae, Isoptera dan Dermaptera
dengan proporsi yang sama (DR = 25%). Gambar 9 memperlihatkan perbedaan
densitas relatif serangga pakan R.margaritifer (habitat dan lambung) di masing-
masing lokasi.
Gambar 7 Pakan yang paling banyak dikonsumsi R.margaritifer Ket: a). Orthoptera; b). Larva Lepidoptera
23
Tabel 4 Komposisi Pakan R. margaritifer
Kelas Ordo Rhacophorus margaritifer Jumlah
f. pakan berdasarkan
ordo (%)
f. pakan berdasarkan
kelas (%) Jantan Betina Arachnida
Aranae (dewasa) Aranae (telur)
6 1
- -
6 1
15,38
2,56
18,92
Insekta Orthoptera Larva Lepidoptera Hymenoptera Coleoptera Blattaria Embiidina Isoptera Dermaptera
8 6 4 1 3 2 1 1
1 - - 1 - - - -
9 6 4 2 3 2 1 1
23,08 15,38
10,26 5,13 7.69 5,13 2,56 2,56
70,27
Gastropoda Pulmonata
2
2
4
10,26
10,81
Tidak teridentifikasi* 6 1 7 - Jumlah 41 5 46 100 Ket * : tidak disertakan dalam analisis f : frekuensi 5.2. Volume Pakan
Berdasarkan hasil pengukuran, diketahui bahwa kisaran volume pakan yang
digunakan oleh individu R. margaritifer adalah 0,003 ml – 6,355 ml dengan rata-
rata volume 0,937 ml. Sedangkan kisaran hasil untuk pengukuran panjang tubuh
(SVL) adalah 39,65 mm – 87,32 mm dengan rata-rata 46,68 mm. Hasil uji
korelasi menunjukkan korelasi positif antara volume pakan dengan panjang tubuh
R. margaritifer (r = 0,402). Ukuran tubuh berpengaruh terhadap volume pakan
yang dimanfaatkan (Gambar 8).
24
Terlihat pula perbedaan volume pakan yang digunakan oleh individu jantan
dan betina. Ukuran tubuh individu R. margaritifer betina lebih besar daripada
ukuran tubuh individu jantan. Panjang tubuh R. margaritifer betina antara 61,95
mm – 87,32 mm dengan rata-rata panjang 70,54 mm. Sedangkan panjang tubuh
individu jantan berkisar antara 39,65 mm – 46,32 mm dengan rata-rata panjang
43,77 mm. Kisaran pemanfaatan pakan pada individu betina adalah 0,015 – 6,273
ml dengan rata-rata 2,317 ml. Sedangkan individu jantan memanfaatkan pakan
sebanyak 0,003 – 6,355 ml dengan rata-rata 0,764 ml. Uji t terhadap perbedaan
volume pakan yang digunakan oleh individu jantan dan betina R. margaritifer
tidak dapat dilakukan karena jumlah sampel betina yang terlalu sedikit.
5.3. Ketersediaan Pakan
Berdasarkan hasil survei serangga diperoleh 62 spesimen serangga yang
terdiri dari 11 ordo yang termasuk dalam 2 kelas dari Filum Arhtopoda dan 1
kelas dari Filum Gastropoda. Serangga (Insekta) dominan yang dijumpai adalah
dari ordo Orthoptera dengan kelimpahan relatif DR = 27,419%, kemudian ordo
Gambar 9 Hubungan SVL dengan Vol. Pakan R. margaritifer
Ket: O : Betina O : jantan
1.00 2.00
Sex Means
Linear Regres sion
40.00 50.00 60.00 70.00 80.00
SVL (mm)
0.00
1000.00
2000.00
3000.00
4000.00
5000.00
Vol
.Pak
an (
ml)
A
A
AAA
A
AAA
A
AAAAA
AA
A AAAAA
AAAA
Vol.Pakan = -1946.17 + 52.71 * SVLR-Square = 0.20
25
Aranae dari kelas Arachnida dan Pulmonata dari kelas Gastropoda dengan
kelimpahan relatif DR = 16,129%. Serangga lainnya antara lain larva Lepidoptera,
Coleoptera, Blattaria.
Sebagian besar individu R. margaritifer memanfaatkan Arthropoda di
habitatnya sebagai mangsa. Berdasarkan hasil identifikasi mangsa yang ditemukan
di dalam lambung R. margaritifer, diketahui bahwa mangsa yang paling banyak
dimanfaatkan adalah ordo Orthoptera (DR = 23,077%). Orthoptera merupakan
Arthropoda yang paling melimpah di habitat R. margaritifer. Jenis mangsa
lainnya yang juga dimanfaatkan oleh R. margaritifer adalah Araneae (DR =
17,949%), Larva Lepidoptera (DR = 15,385%) (Tabel 5). Hasil analisis korelasi
antara kelimpahan serangga di alam dan jenis pakan di lambung sampel
menunjukkan adanya korelasi yang signifikan (r = 0,678).
Hasil survei serangga di masing-masing lokasi memperlihatkan bahwa
kelimpahan jenis mangsa yang berbeda. Daerah Curug Cibeureum didominasi
oleh serangga ordo Orthoptera (DR = 26,667%), daerah Ciwalen didominasi oleh
Orthoptera dan Hymenoptera (DR = 50%), sedangkan di Kebun Raya Cibodas
jenis yang dominan adalah Pulmonata (DR = 60%). Perbedaan densitas serangga
(habitat dan lambung) di masing-masing lokasi dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Perbandingan Densitas Serangga di Habitat dan Lambung
R. margaritifer pada Masing-Masing Lokasi
‐
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
Den
sitas Re
latif (%)
Jenis Serangga
Cibeureum (habitat)
Cibeureum (lambung)
Ciwalen (habitat)
Ciwalen (lambung)
KRC (habitat)
KRC (lambung)
26
Sebanyak dua ordo serangga yang ditemukan di habitat R. margaritifer tidak
ditemukan sebagai pakan di dalam lambung R. margaritifer, yaitu Isoptera dan
Dermaptera. Sedangkan serangga yang tidak ditemukan di habitat namun
ditemukan dalam lambung R. margaritifer sebanyak 3 ordo yaitu Neuroptera,
Hemiptera dan Diptera. Dari hasil analisis koefisien korelasi Kendall’s diperoleh
hasil bahwa R. margaritifer merupakan satwa oportunis (τ = 0,934) yang
memanfaatkan sebagian besar potensi serangga sebagai pakannya.
Baik R. margaritifer jantan dan betina, keduanya merupakan satwa
oportunis tetapi terdapat perbedaan tingkat oportunis antara keduanya. R.
margaritifer jantan memiliki tingkat oportunis yang lebih tinggi (τ = 0,967)
dibandingkan dengan R. margaritifer betina (τ = 0,879). Hal ini berarti bahwa
individu betina spesies R. margaritifer lebih memiliki sifat pemilih dalam
memanfaatkan mangsa yang ada di habitatnya dibandingkan dengan individu
jantan.
Tabel 5 Kelimpahan Jenis Pakan R. margaritifer di Habitat dan di Lambung
Jenis pakan Jumlah Di Habitat DR (%) Jumlah di
Lambung DR (%)
Orthoptera 16 27,419 9 23,077 Araneae 10 16,129 7 17,949 Pulmonata 10 16,129 4 10,256 Coleoptera 9 14,516 2 5,128 Larva Lepidoptera 8 8,065 6 15,385 Blattaria 5 7,813 3 7,692 Neuroptera 2 3,226 - - Hymenoptera 1 1,613 4 10,256 Embiidina 1 1,613 2 5,128 Hemiptera 1 1,613 - - Diptera 1 1,613 - - Isoptera - - 1 2,564 Dermaptera - - 1 2,564
Total 64 100 39 100
27
5.4. Relung
R. margaritifer memanfaatkan ruang dalam habitatnya yang dipenuhi
dengan berbagai sumberdaya termasuk pakan untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Berdasarkan hasil analisis luas relung pakan dengan
menggunakan index Levins, diketahui bahwa R. margaritifer menempati relung
yang luas dan merata dalam memanfaatkan sumberdaya pakan di habitatnya (BA =
0,936). Sementara itu, terdapat perbedaan luas relung yang dimanfaatkan oleh R.
margaritifer jantan dan betina. Individu betina R. margaritifer memanfaatkan
relung lebih sempit (BA = 0,872) dibandingkan dengan R. margaritifer jantan (BA
= 0,936).
Pakan merupakan salah satu sumberdaya yang terbatas jumlahnya di habitat,
sehingga sering terjadi tumpang tindih dalam pemanfaatannya pada satu spesies
yang sama. Tumpang tindih pemanfaatan pakan ini juga terlihat antara R.
margaritifer jantan dan betina. Hasil perhitungan tumpang tindih relung dengan
menggunakan index Morisita memperlihatkan tingkat tumpang tindih
pemanfaatan relung antara individu R. margaritifer jantan dan betina yang cukup
tinggi (C = 0,656).
28
VI. PEMBAHASAN
6.1. Komposisi dan Ketersediaan Pakan
Pakan merupakan salah satu kebutuhan biologi yang sangat penting untuk
keberlanjutan hidup suatu spesies. Terpenuhinya kebutuhan pakan berarti juga
telah memenuhi kebutuhan energi yang dapat digunakan oleh spesies tersebut
untuk melakukan berbagai aktivitas terutama untuk bereproduksi. Semakin
dewasa umur spesies, ukuran tubuh spesies akan menjadi lebih besar sehingga
kemampuan lambung untuk menampung jumlah pakan juga semakin meningkat.
Berdasarkan hasil uji korelasi, terlihat bahwa terdapat korelasi positif antara
panjang tubuh (SVL) dengan volume pakan pada individu R. margaritifer. Uji t-
student tidak dapat dilakukan untuk mengetahui perbedaan volume pakan jantan
dan betina karena sampel pakan betina yang berhasil dikumpulkan sangat sedikit
(8 sampel) sedangkan untuk melakukan uji t-student, jumlah sampel yang
dikumpulkan harus kurang lebih sama. Kesulitan untuk menemukan sampel betina
disebabkan karena jumlahnya yang sedikit di habitatnya. Selain itu kemungkinan
juga dipengaruhi oleh daerah penyebarannya. Individu betina lebih sering
ditemukan di lokasi yang lebih tinggi (misalnya tajuk paling atas pohon, bagian
atas air terjun) daripada individu jantan. Kecermatan pengamat sangat
berpengaruh untuk menemukan lebih banyak lagi sampel betina.
Lebih dari separuh lambung sampel yang dikumpulkan dalam keadaan
kosong. Hasil ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu waktu pengambilan
sampel, waktu dilakukan pembilasan perut dan ketersediaan serangga pakan di
lokasi. Pada penelitian ini, sampel diambil antara pukul 20.00 – 23.00 WIB.
Berdasarkan hasil penelitian Muliya (2009), waktu aktif R. margaritifer adalah
antara pukul 19.00 – 05.00 WIB. Waktu pengambilan sampel dimulai beberapa
jam setelah R. margaritifer sehingga ada kemungkinan sampel yang tertangkap
telah melakukan aktivitas makan dan pakan tersebut telah dicerna habis sehingga
pada saat tertangkap, lambung kembali dalam keadaan kosong. Faktor lain yang
juga berpengaruh adalah waktu dilakukannya pembilasan perut individu sampel.
Diperkirakan, amfibi mencerna makanan selama ± 2 – 3 jam setelah pemangsaan.
Ditemukannya lambung kosong pada sampel yang tertangkap dapat disebabkan
29
karena jarak antara waktu penangkapan dengan waktu dilakukannya pembilasan
perut terlalu panjang (> 2 jam) sehingga pakan telah tercerna dengan sempurna di
dalam lambung.
Persentase kekosongan lambung terbesar terdapat pada sampel yang
dikumpulkan di Ciwalen. Selain dipengaruhi oleh waktu pengambilan sampel,
hasil ini dipengaruhi pula oleh ketersediaan serangga sebagai pakan di lokasi
tersebut. Berdasarkan hasil survei serangga di lokasi tersebut diperoleh hanya 2
ordo serangga dengan jumlah individu yang ditemukan masing-masing 1 ekor.
Oleh karena itu lambung sampel yang tertangkap di lokasi ini sebagian besar
dalam keadaan kosong.
Hasil pengukuran volume pakan individu jantan dan betina menunjukkan
adanya perbedaan volume pakan yang digunakan. Individu betina memanfaatkan
pakan dalam jumlah yang lebih besar (2,317 ml) daripada individu jantan (0,764
ml). Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan morfologi individu jantan dan betina.
Perbedaan ukuran tubuh berpengaruh pada kemampuan lambung dalam
menampung volume pakan yang digunakan (Hodgkinson dan Hero 2002). Ukuran
tubuh betina (70,54 mm) yang lebih besar daripada jantan (43,77 mm)
menyebabkan kemampuan lambung betina untuk menampung pakan pun menjadi
lebih tinggi dalam hal ukuran dan volume pakan. Selain itu, perbedaan ini juga
dipengaruhi oleh aktivitas harian jantan dan betina. Pada saat akan melakukan
perkawinan, individu betina Rachophoridae bertugas mencari tempat yang paling
cocok untuk meletakkan telur, yang biasanya berada di permukaan daun di atas
permukaan aliran sungai sehingga pada saat telur menetas berudu akan langsung
jatuh ke air (Grzimek 1974). Setelah lokasi telur ditemukan, jantan akan menaiki
tubuh betina dan betina kemudian akan memproduksi cairan yang kemudian akan
berubah menjadi busa (Grzimek 1974). Busa inilah yang akan melindungi telur-
telur hingga semua telur menetas. Aktivitas mencari lokasi kawin, menahan tubuh
jantan saat kawin dan proses produksi cairan dan busa tentu saja membutuhkan
energi yang cukup besar. Hal inilah yang mengakibatkan individu betina R.
margaritifer memanfaatkan pakan dalam jumlah yang lebih besar daripada
individu jantan.
30
Sebagian besar amfibi merupakan satwa oportunis yang memanfaatkan
sumberdaya yang ada di habitatnya sebagai sumber pakan dan pada umumnya
individu dewasa merupakan karnivora dan cenderung memanfaatkan mangsa yang
ukurannya lebih besar (Hofrichter 1999). Predator oportunis memperlihatkan
perbedaan jenis pakan di habitat yang berbeda. Jenis pakan dominan yang
dimanfaatkan oleh R. margaritifer yang hidup pada habitat di daerah sekitar
Curug Cibeureum berbeda dengan jenis pakan dominan yang dimanfaatkan oleh
individu yang hidup pada habitat di Kebun Raya Cibodas dan Ciwalen. Hal ini
terjadi karena ketiga habitat tersebut memiliki potensi sumberdaya yang berbeda.
Potensi pakan yang terdapat di daerah Curug Cibeureum didominasi oleh
serangga ordo Orthoptera. Serangga ini pula yang menjadi pakan utama R.
margaritifer yang hidup pada habitat tersebut. Potensi yang berbeda terdapat di
Kebun Raya Cibodas. Habitat ini didominasi oleh Gastropoda ordo Pulmonata,
namun individu R. margaritifer yang hidup di lokasi ini memanfaatkan empat
jenis pakan dengan proporsi yang sama yaitu Larva Lepidoptera, Araneae,
Isoptera dan Dermaptera. Perbedaan terlihat pula di Ciwalen. Di lokasi yang
didominasi oleh Orthoptera dan Hymeoptera ini, R. margaritifer lebih banyak
memangsa Larva Lepidoptera.
Perbedaan jenis pakan R. margaritifer ini dipengaruhi oleh keragaman
serangga yang ada di masing-masing lokasi. Curug Cibeureum merupakan lokasi
dengan jenis serangga paling beragam. Keragaman serangga di hutan dipengaruhi
oleh kerapatan pohon, tumbuhan bawah dan tutupan kanopi (Haneda 2004).
Haneda (2004) juga menjelaskan bahwa pada umumnya keragaman serangga di
hutan primer lebih tinggi karena hutan primer memiliki kerapatan tajuk dan
tumbuhan bawah yang tinggi. Tutupan tajuk dan tumbuhan bawah menurunkan
suhu udara dan meningkatkan kelembaban relatif habitat sehingga cocok sebagai
tempat hidup berbagai jenis serangga. Lokasi Curug Cibeureum merupakan tipe
habitat hutan primer yang berada di ketinggian di atas 100 mdpl dengan tutupan
tajuk paling rapat jika dibandingkan dengan dua tipe habitat lainnya (Ciwalen dan
Kebun Raya Cibodas) sehingga keragaman serangga di Curug Cibeureum lebih
tinggi.
31
Hasil analisis dengan koefisien korelasi Kendall’s memperlihatkan dengan
nyata bahwa R. margaritifer merupakan satwa oportunis dengan nilai τ = 0,934.
Sebagian besar potensi mangsa yang ada di habitat dimanfaatkan sebagai pakan
oleh R. margaritifer. Sifat oportunis R. margaritifer diperkuat dengan hasil
analisis korelasi Pearson antara kelimpahan relatif pakan di habitat dan
kelimpahan relatif pakan di lambung (r = 0,678) yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan positif antara kelimpahan relatif pakan di habitat dan di
lambung R. margaritifer.
Satwa oportunis selalu memanfaatkan sumberdaya yang ada di habitatnya
sebagai pakan sehingga dapat terjadi spesies yang sama yang hidup di habitat
dengan sumberdaya pakan yang berbeda, akan memanfaatkan sumberdaya pakan
yang berbeda. Berdasarkan Elliot dan Karunakaran (1974), Fejervarya
cancrivora merupakan satwa yang sangat oportunis. F. cancrivora memanfaatkan
Crustaceae sebagai pakannya jika di habitatnya tidak terdapat serangga. Secara
keseluruhan di semua lokasi penelitian, kecenderungan tersebut terlihat juga pada
R. margaritifer. Selain serangga (Insekta), jenis katak ini dapat memanfaatkan
Pulmonata dan Araneae sebagai pakan pengganti. Pulmonata dan Araneae
ditemukan sebagai jenis pakan yang cukup banyak di manfaatkan oleh R.
margaritifer. Kelimpahan yang cukup tinggi jenis ini di habitat R. margaritifer
dapat membuat jenis menjadi pakan cadangan bagi R. margaritifer jika katak ini
tidak menemukan serangga sebagai pakannya.
Sebanyak 11 ordo Arthropoda dari 14 ordo yang berhasil dikumpulkan dari
habitat R. margaritifer dimanfaatkan sebagai pakan. Terdapat 3 ordo yang
teridentifikasi dari dalam lambung R. margaritifer tetapi tidak ditemukan di
habitatnya, yaitu ordo Araneae (telur), Isoptera dan Dermaptera. Hal ini
disebabkan oleh metode yang digunakan dalam melakukan eksplorasi potensi
pakan kurang maksimal karena hanya menggunakan perangkap serangga yang
diterangi dengan lilin dan dengan melakukan pencarian di sekitar habitat yang
bervegetasi.
Isoptera merupakan salah satu ordo serangga yang ukuran tubuhnya kecil
dan dapat hidup di dalam batang pohon (rayap pohon) (Borror 1992). Dermaptera
mempunyai kebiasaan beraktivitas pada malam hari (nokturnal) dan bersembunyi
32
pada siang hari di celah-celah, di bawah kulit kayu, atau di bawah dedauan
(Borror 1992; Resh dan Carde 2003), sedangkan Araneae melindungi telur-
telurnya dengan membawa telur tersebut kemanapun pergi atau dengan
meletakkan telurnya di bawah daun, di bawah batu atau dilipatan daun (Resh dan
Carde 2003). Hal ini juga menjadi hambatan bagi pengamat untuk dapat
menemukan sampelnya di habitat R. margaritifer.
R. margaritifer merupakan jenis katak pohon yang sebagian besar
aktivitasnya dilakukan pada malam hari (nokturnal). Dalam melakukan
aktivitasnya, R. margaritifer tidak pernah berada di lantai hutan. Oleh karena itu,
jenis katak ini memanfaatkan jenis mangsa yang aktif di malam hari dan
beraktivitas juga secara arboreal terutama di permukaan daun. Katak pohon
mencari mangsa dengan cara duduk dan menunggu hingga mangsa yang cocok
datang dan mendekat hingga jarak yang dapat dicapai oleh lidahnya (Duellman
dan Trueb 1994). Jenis mangsa yang diperoleh beragam. Jenis mangsa yang
paling banyak dimanfaatkan adalah Orthoptera (23,08%). Orthoptera merupakan
ordo serangga yang hidup di permukaan daun sehingga mudah ditemukan oleh R.
margaritifer. Perilaku yang sama ditunjukkan oleh jenis katak serasah yaitu
Leptobrachium hasseltii dan Leptophryne cruentata. Berdasarkan hasil penelitian
Sasikirono (2007), L. hasseltii tinggal dan mencari makan di lantai hutan sehingga
memanfaatkan Araneae sebagai pakan utamanya. Ordo Arthropoda tersebut
merupakan jenis yang tinggal di lantai hutan sehingga dapat dengan mudah
ditangkap oleh L. hasseltii. Hasil yang sama diperlihatkan oleh L. cruentata
(Kusrini et al. 2007). Jenis katak serasah ini selalu berada di lantai hutan untuk
melakukan aktivitasnya. Katak ini memanfaatkan serangga ordo Hymenoptera
yang juga hidup di lantai hutan sebagai pakan utamanya. Kenyataan ini
memperlihatkan bahwa katak selalu memanfaatkan sumberdaya yang ada di
sekitar dan terjangkau oleh jenis katak tersebut.
Tingginya persentase pemangsaan Orthoptera tidak menunjukkan bahwa
ordo tersebut merupakan pakan utama R. margaritifer karena dari ke-11
Arthropoda yang dimangsa tidak terdapat dominasi pemangsaan terhadap salah
satu jenis mangsa. Keadaan ini menggambarkan bahwa habitat R. margaritifer
33
masih dapat mendukung kebutuhan sumberdaya yang dibutuhkan oleh R.
margaritifer terutama pakan.
Walaupun sebagian besar amfibi memiliki tingkat keanekaragaman pakan
yang rendah, tetapi tidak dapat dikatakan bahwa amfibi secara keseluruhan
memiliki preferensi pakan yang rendah. Ukuran pakan, pergerakan (orientasi dan
kecepatan), palatabilitas, dan nilai nutrisi berpengaruh pada pemilihan pakan dan
merupakan subjek pembelajaran (Stebbins dan Cohen 1997). Ordo Orthoptera
merupakan salah satu anggota dari kelas Insekta yang merupakan kelas dengan
jumlah konsumsi tertinggi oleh R. margaritifer. Penelitian mengenai jenis pakan
katak sebelumnya menunjukkan bahwa Insekta merupakan jenis pakan yang
paling banyak dikonsumsi oleh beberapa jenis amfibi. Sasikirono (2007)
menemukan bahwa Arachnida dan Insekta paling banyak dikonsumsi oleh
Leptobrachium haseltii. Insekta juga merupakan jenis pakan yang paling banyak
dimanfaatkan oleh Hyla japonica (Hirai dan Matsui 2000). Hirai dan Matsui
(2001) juga menemukan bahwa sebanyak 67,1% pakan Rana porosa brevipoda
adalah Arthropoda kelas Insekta. Premo dan Atmowidjojo (1978) melakukan
penelitian mengenai jenis pakan F. cancrivora di Jawa Barat dan menemukan
bahwa sebanyak 77% volume pakan F. cancrivora adalah Arthropoda kelas
Insekta.
Terdapat perbedaan komposisi pakan antara individu R. margaritifer jantan
dan betina. Individu jantan memanfaatkan lebih banyak jenis mangsa daripada
individu betina. Selain itu, individu jantan juga memanfaatkan jenis mangsa yang
tidak dimanfaatkan oleh betinanya, antara lain Araneae, Larva Lepidoptera,
Hymenoptera, Blattaria, Embiidina, Isoptera dan Dermaptera. Sementara semua
jenis mangsa yang dimanfaatkan oleh individu betina juga dimanfaatkan oleh
individu jantan, yaitu Orthoptera, Coleoptera dan Pulmonata. Perbedaan ini
dipengaruhi oleh morfologi, perbedaan cara mencari mangsa dan perbedaan
penggunaan habitat. Bentuk dan ukuran tubuh jantan yang lebih kecil sangat
memungkinkan jantan untuk lebih aktif bergerak mencari mangsa dibandingkan
dengan bentuk dan ukuran tubuh betina yang lebih besar. Ukuran lebar mulut juga
merupakan faktor penting dalam pemangsaan. Individu yang memiliki mulut
sempit akan memanfaatkan mangsa yang ukurannya lebih kecil dalam jumlah
34
banyak, sedangkan individu dengan mulut lebih lebar akan memanfaatkan mangsa
yang berukuran lebih besar dalam jumlah sedikit (Duellman dan Trueb 1994).
Individu betina R. margaritifer memiliki tubuh yang lebih besar dengan mulut
yang lebih lebar pula dibandingkan dengan individu jantan, sehingga jumlah jenis
mangsa yang dimanfaatkan sebagai pakan oleh individu betina lebih sedikit
dibandingkan dengan jumlah jenis yang dimanfaatkan oleh individu jantan.
Di dalam lambung individu R. margaritifer ditemukan telur Araneae yang
masih terbungkus oleh kantung telurnya. Kantung telur tersebut ditemukan
bersama dengan Araneae dewasa yang berhasil diidentifikasi. Temuan ini tetap
dimasukkan ke dalam analisis karena masih merupakan stadia perkembangan
Arthropoda. Sebagian besar amfibi merupakan karnivora dan memangsa hewan
yang masih hidup dan bergerak. Amfibi dapat membedakan bentuk serangga dan
memisahkan antara serangga yang dapat dimakan dan yang tidak (Young 1995).
Penglihatan pada umunya merupakan indera utama dalam deteksi mangsa dan
gerakan mangsa merupakan stimulus yang merangsang respon pemangsaaan
(Stebbins dan Cohen 1997). Kemungkinan yang terjadi adalah R. margaritifer
menangkap mangsa (Araneae) yang sedang membawa telurnya sehingga telur
tersebut juga ikut termangsa.
Kantung telur yang ditemukan di dalam lambung R. margaritifer tetap utuh
sementara Araneae dewasa ditemukan dalam keadaan setengah hancur. Sutera
laba-laba yang digunakan untuk membungkus telurnya terbuat dari keratin, suatu
protein yang terlihat sebagi untaian helical terjalin dari rantai-rantai asam amino.
Bahan ini juga terlihat pada rambut, tanduk, dan bulu binatang. R. margaritifer
tidak memiliki enzim yang dapat mencerna bahan tersebut dalam sistem
pencernaannya (Young 1995). Oleh karena itu, telur Araneae ditemukan utuh
dalam lambung R. margaritifer.
Hasil yang diperoleh menggambarkan bahwa Arthropoda merupakan jenis
pakan utama dan penting bagi amfibi, termasuk R. margaritifer. Bebarapa ahli
seperti Premo dan Atmowidjojo (1987) dan Jaafar (1994) menyarankan untuk
menjadikan katak sebagai spesies pengontrol biologis perkembangan serangga,
karena diketahui beberapa jenis serangga merupakan hama pertanian (Jaafar
35
1994). Krieger (1971) melaporkan bahwa kodok Bufo spp. telah digunakan untuk
mengontrol perkembangan larva Prodenia eridania (armyworm).
6.2 Relung
Setiap makhluk hidup selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi
yang terjadi sangat tergantung pada faktor-faktor yang ada di lingkungan tersebut.
Lingkungan pada umunya dibagi menjadi faktor-faktor yang bersifat fisik (tanah,
air, suhu) dan biologis (predator, sumber makanan). Masing-masing individu akan
menempati posisi atau status tertentu di lingkungannya yang juga merupakan
perwujudan dari adaptasi struktural individu tersebut, respon fisiologi dan
perilaku spesifik yaitu perilaku asli dan/atau hasil belajar (Odum 1965). Posisi
atau status individu di lingkungannya disebut relung ekologi.
Luas relung suatu spesies dapat dihitung melalui besarnya pemanfaatan
sumberdaya yang digunakan oleh spesies tersebut termasuk pemanfaatan
sumberdaya pakan. Makin luas niche suatu populasi/spesies, makin besar pula
kisaran suatu faktor yang ditempati (McNaughton dan Wolf 1990). Hasil
penghitungan luas relung R. margaritifer berdasarkan indeks Levin’s yang telah
distandardisasi menunjukkan bahwa luas relung yang digunakan oleh R.
margaritifer adalah sebesar 0,642 yang berarti bahwa R. margaritifer memiliki
relung yang cukup luas. Hasil ini menunjukkan bahwa R. margaritifer
memanfaatkan sumberdaya pakan yang cukup beragam atau tidak memanfaatkan
sumberdaya pakan secara spesifik. Young (1995) menjelaskan bahwa jenis pakan
yang dimanfaatkan oleh amfibi tergantung pada apa yang terdapat di habitatnya.
Secara umum, amfibi bukan pemangsa yang pemilih karena amfibi memiliki
kemampuan untuk menghindari serangga berbahaya hanya dengan satu atau dua
kali belajar (Young 1995).
Hasil identifikasi jenis pakan yang ditemukan di dalam lambung juga
menggambarkan keragaman jenis sumberdaya pakan yang dimanfaatkan oleh R.
margaritifer. Menurut Levins (1968) dalam Krebs (1989) relung yang ditempati
oleh suatu spesies semakin luas jika spesies tersebut memanfaatkan beragam jenis
sumberdaya dan masing-masing jenis dimanfaatkan dalam jumlah yang sama.
Luasnya relung yang ditempati oleh R. margaritifer juga menandakan bahwa
36
bahwa sumber pakan dalam habitat amfibi tersebut beragam dalam jenis dan
merata dalam jumlah individu.
Hasil penghitungan luas relung individu R. margaritifer jantan dan betina
menunjukkan bahwa relung individu betina lebih sempit daripada relung yang
digunakan oleh individu jantan dengan nilai masing-masing 0,167 dan 0,608.
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa individu jantan dan betina R. margaritifer
memiliki sebaran yang berbeda dalam menempati habitatnya. Hal ini
mengakibatkan adanya perbedaan lebar relung yang digunakan oleh masing-
masing jenis kelamin. Aktivitas masing-masing individu satwa mempengaruhi
kemampuan individu tersebut dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada di
habitatnya.
Faktor lainnya yang mempengaruhi lebar relung yang ditempati individu
jantan dan betina spesies R. margaritifer adalah ukuran tubuh individu tersebut.
Ukuran tubuh mempengaruhi kebutuhan pakan. Menurut Nurmainis (2000) katak
sawah (Fejervarya cancrivora) yang memiliki ukuran lebih besar menempati
relung yang lebih besar dan lebih bersifat generalis dalam memanfaatkan
sumberdaya (pakan). Hasil yang berbeda ditemukan pada individu R.
margaritifer. Individu betina yang memiliki ukuran tubuh lebih besar daripada
jantan memilki ukuran relung yang lebih sempit. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat
selektivitas individu betina dalam mencari mangsa. Levin’s dalam Krebs (1989)
menyebutkan bahwa lebar relung juga dipengaruhi oleh tingkat selektifitas
pemanfaatan sumberdaya. Seperti telah disebutkan di atas bahwa amfibi tidak
selektif dalam memilih mangsa. Tingkat selektifitas yang dimaksud pada individu
betina tersebut adalah dalam memilih ukuran mangsa yang akan dimanfaatkan
sebagai pakan. Hodgkinson dan Hero (2002) menyatakan bahwa ukuran tubuh
betina yang lebih besar mengakibatkan individu betina lebih selektif dalam
memilih ukuran mangsa karena ukuran tubuh yang lebih besar menyebabkan
individu betina memiliki kemampuan mengkonsumsi mangsa yang lebih besar
daripada jantan.
Kemudian dari hasil analisis komposisi pakan terdapat perbedaan komposisi
pakan yang dikonsumsi oleh jantan dan betina. Lebar relung yang dimanfaatkan
oleh individu jantan dan betina juga menggambarkan perbedaan yang cukup
37
besar. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan proporsi lebar relung yang mereka
tempati. Perbedaan proporsi relung menyebabkan adanya ruang yang tidak
ditempati oleh betina sedangkan jantan menempati ruang sepenuhnya.
Agar interaksi antar organisme yang meliputi kompetisi, predasi,
parasitisme dan simbiosis terjadi haruslah ada tumpang-tindih relung
(McNaughton dan Wolf 1990). Berdasarkan hasil analisis identifikasi tumpang
tindih relung antara jantan dan betina dengan menggunakan Indeks Morisita,
diperoleh nilai 0,656. Nilai ini menunjukkan bahwa terdapat tumpang tindih
relung yang cukup tinggi antara individu jantan dan betina R. margaritifer.
Menurut Odum (1965) tidak ada dua spesies yang memiliki relung yang benar-
benar sama, tapi spesies yang memiliki keeratan hubungan (karena kemiripan
karakteristik morfologi dan fisiologi), sering memiliki kebutuhan lingkungan yang
sama. Nilai tumpang tindih relung yang diperoleh antara individu jantan dan
betina R. margaritifer memberikan indikasi bahwa interaksi yang terjadi diantara
keduanya cukup tinggi. Bentuk interaksi yang mungkin terjadi diantara keduanya
adalah kompetisi terutama dalam dalam mendapatkan sumberdaya pakan. R.
margaritifer jantan dan betina memiliki kebutuhan sumberdaya pakan yang sama,
yaitu Insekta. Keduanya hidup di habitat yang sama dimana di habitat tersebut
memiliki jumlah sumberdaya pakan yang terbatas sehingga kompetisi antara
keduanya pasti terjadi.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa relung yang digunakan oleh R.
margaritifer jantan dan betina tidak begitu identik. Hasil perhitungan juga
menunjukkan bahwa pembagian sumberdaya pakan antara jantan dan betina tidak
merata dalam habitatnya. Perbedaan ukuran tubuh dan ukuran pakan yang
dikonsumsi juga menjadi faktor pembatas ukuran relung yang digunakan oleh
individu jantan dan betina.
R. margaritifer merupakan jenis katak pohon endemik Pulau Jawa dan
merupakan jenis katak dengan status Least Concern dalam daftar merah IUCN
versi 3.2 (IUCN 2009). Status ini turun dari Vulnerable dari daftar yang sama
pada tahun 2004. Status tersebut berubah karena jenis ini diketahui memilki
penyebaran yang cukup luas, ditemukan di beberapa lokasi dengan habitat yang
38
sesuai dan merupakan kawasan lindung. Dugaan ukuran populasi jenis ini besar
dengan trend populasi yang stabil (Iskandar et al. 2009).
Walaupun kondisinya relatif aman, namun di habitatnya, populasi R.
margaritifer terus mendapat ancaman. Ancaman terbesar bagi kelestarian populasi
ini adalah berkurangnya wilayah hutan yang merupakan habitat spesies ini akibat
adanya konversi lahan menjadi lahan pertanian atau karena penebangan kayu.
Ancaman lainnya yang baru diketahui adalah bahwa R. margaritifer juga positif
terinfeksi jamur chytrid (Batrachochytrium dendrobatidis) (Kusrini et al. 2008),
walaupun belum dilaporkan adanya penurunan populasi spesies ini.
Dalam hubungannya dengan jenis pakan, R. margaritifer merupakan
pemangsa Orthoptera. Secara umum, Orthoptera merupakan serangga yang
memiliki daerah penyebaran sangat luas dan populasinya berkembang dengan
baik terutama di daerah tropis (Resh dan Crade 2003). Orthoptera juga merupakan
sumber pakan bagi banyak jenis vertebrata termasuk amfibi dan banyak jenis
serangga lainnya. Walaupun demikian, populasi Orthoptera tidak mengalami
penurunan karena sekali bertelur, Orthoptera dapat menghasilkan sampai dengan
200 telur (Resh dan Crade 2003). Oleh karena itu, sumberdaya pakan R.
margaritifer tidak akan menjadi masalah dalam pelestarian spesies ini selama
habitat yang ditempati tetap terjaga.
Hingga saat ini penyebaran R. margaritifer hanya diketahui terbatas pada
kawasan hutan atau daerah peralihan antara hutan dan non-hutan di daerah dengan
ketinggian lebih dari 1000 mdpl. R. margaritifer tidak dapat hidup di luar habitat
berhutan karena komponen habitat di luar hutan tidak dapat mendukung
kebutuhan hidupnya. R. margaritifer menempati habitat hutan yang alami dengan
tutupan kanopi yang rapat. Suhu merupakan komponen habitat yang sangat
penting bagi R. margaritifer. Suhu mempengaruhi perkembangbiakan,
perkembangan dan pertumbuhan katak (Stebbin dan Cohen 1997). Untuk
melakukan aktivitasnya, katak membutuhkan suhu dengan kisaran 30C – 410C
(Goin et al. 1978), namun kisaran ini tergantung pula dari jenis. Habitat yang
ditempati R. margaritifer di TNGP bersuhu 130C – 170C dengan kelembaban
udara 80% - 90%. Habitat di luar areal hutan tidak memenuhi kebutuhan R.
margaritifer untuk hidup. Ketiadaan tutupan tajuk menyebabkan peningkatan
39
suhu dan penurunan kelembaban udara. Selain itu, suhu udara juga mempengaruhi
telur katak, khususnya pada jenis-jenis katak yang meletakkan telurnya di luar
badan air (Lubis 2008). R. margaritifer meletakkan telurnya pada dedaunan yang
berada di atas permukaan air sehingga sangat rentan terhadap kekeringan akibat
penguapan yang berlebihan . Hal inilah yang menjadi kendala utama penyebaran
R. margaritifer di luar areal hutan, terutama hutan pegunungan.
Selain dipengaruhi oleh kondisi habitat, penyebaran R. margaritifer dapat
juga dipengaruhi oleh faktor ketersediaan pakan di habitat. Haneda (2004)
menyebutkan bahwa ketebalan serasah, tutupan kanopi, kelembaban relatif dan
tumbuhan bawah mempengaruhi kehidupan serangga. Selain itu, Resh dan Carde
(2003) menyebutkan bahwa hutan merupakan habitat yang paling beragam untuk
kehidupan serangga. Serangga memakan hampir seluruh bagian pohon, antara lain
daun, batang, akar, bunga, buah dan biji. Oleh karena itu, hampir seluruh ordo
serangga ditemukan di habitat hutan. Kelimpahan tertinggi populasi R.
margaritifer terlihat di Curug Cibeureum. Curug Cibeureum juga merupakan
lokasi dengan keanekaragaman serangga tertinggi dibandingkan dengan Ciwalen
dan Kebun Raya Bogor. Curug Cibeureum merupakan habitat hutan primer
dengan vegetasi dan tutupan tajuk rapat. Habitat ini sangat cocok untuk kehidupan
berbagai jenis serangga karena dapat memenuhi kebutuhan hidup serangga-
serangga tersebut terutama dalam hal pakan. Berbeda dengan dua lokasi lainnya
(Ciwalen dan Kebun Raya Cibodas) yang merupakan habitat peralihan antara
hutan dan non-hutan. Gangguan karena tingginya aktivitas manusia
mengakibatkan berkurangnya jumlah vegetasi sehingga serangga tidak banyak
hidup di lokasi tersebut. Hal inilah yang mempengaruhi populasi R. margaritifer
hanya terkonsentrasi pada habitat di Curug Cibeureum.
40
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1. R. margaritifier merupakan satwa oportunis yang tidak memiliki
preferensi pakan tertentu.
2. Jenis pakan yang dominan dimanfaatkan oleh R. margaritifier adalah ordo
Orthoptera yang termasuk kelas Insekta. Ordo lain yang juga dimanfaatkan
sebagai pakan oleh R. margaritifier adalah Pulmonata yang termasuk kelas
Gastropoda.
3. Serangga yang paling melimpah hidup di habitat R. margaritifier adalah
Orthoptera yang termasuk pada kelas Arthropoda. Selain Arthropoda,
Gastropoda ordo Pulmonata juga ditemukan di habitat R. margaritifier.
Habitat dengan serangga paling melimpah adalah di Curug Cibeureum.
4. Luas relung yang ditempati individu betina R. margaritifer lebih sempit
dibandingkan dengan luas relung yang ditempati individu jantan R.
margaritifer. Tingkat tumpang tindih relung antara individu jantan dan
betina R. margaritifer cukup tinggi.
7.2 Saran
1. Perlu dikaji mengenai perilaku makan (cara makan, waktu makan, strategi
pemangsaan) dan tingkat kesukaan makan R. margaritifer.
2. Perlu dikaji mengenai jenis pakan R. margaritifer di habitat yang berbeda
sehingga hasil penelitian dapat saling melengkapi data.
3. Kepada pihak pengelola kawasan sebaiknya memperketat pengawasan di
habitat R. margaritifer agar tidak terjadi perusakan habitat terutama oleh
pengunjung.
41
DAFTAR PUSTAKA
Atmowidjojo AH dan Boeadi. 1998. Food Prey in Stomach Contents of Frogs. Biotrop Spec. Publ. 32 : 77-80.
Bishop CA dan Petit KE. 1991. Declines in Canadian Amphibian Population:
Designing a National Monitoring Strategy. Ontario: Canadian Wildlife Service.
Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga: Edisi Keenam. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.
Duellman WE dan Trueb L. 1994. Biology of Amphibians. Baltimore : Johns Hopkins.
Elliott AB and Karunakaran L. 1974. Diet of Rana cancrivora in Fresh Water and Brackish Water Environments. Zoological Journal of the Linnean Society 174(2): 203 - 215.
Frost DR. 2009. Amphibian Species Of The World: An online reference. Version 5.3. The American Museum of Natural History http://research.amnh.org/herpetology/amphibia/references.php?id=24228 [30 Juni 2009].
Goin CJ, Goin OB, Zug ZR. 1978. Introduction to Herpetology. San Fransisco: WH. Freeman and Company.
Grzimek B. 1974. Animal Life Encyclopedia Vol. 5: Fish And Amphibians. New
York: Van Nostrand Reinhold Company. Herve A. 2007. The Kendall Rank Correlation Coefficient. Encyclopedia of
Measurement and Statistics. http://www.utd.edu/~herve/Abdi-KendallCorrelation2007-pretty.pdf. [15 Desember 2008].
Haneda, NF. 2004. Insect Communities in The Three Different Forest Habitats of
Sungai Lalang Forest Reserve with Emphasis on Selected Orders of Insects. Tesis. Malaysia: Universiti Putra Malaysia. Tidak dipublikasikan.
Hirai T dan Matsui M. 2000. Feeding Habits of The Japanese Tree Frog, Hyla Japonica, In The Reproductive Season. Zoological Science 17: 977–982.
Hirai T dan Matsui M. 2001. Feeding Habits Of An Endangered Species Japanese Frog, Rana porosa brevipoda. Ecological Research 16: 737-743.
42
Hodgkison S dan Hero JM. 2003. Seasonal, Sexual and Ontogenic Variation in the Diet of the Declining Frog Litoria nannotis, Litoria rheocola, and Nyctimystes dayi. Wildlife Research. 30: 345 – 354.
Hofrichter R. 2000. The Encyclopedia of Amphibians. Canada: Key Porter. 172 hal.
Iskandar DT. 1998. Amfibi Jawa dan Bali – Seri Panduan Lapang. Bogor: Puslitbang LIPI.
Iskandar DT dan Mumpuni 2004. Rhacophorus margaritifer. In: IUCN 2009. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2009.1. http://www.iucnredlist.org/details/59002/0 . [30 June 2009].
Iskandar D, Mumpuni, Kusrini M. dan Angulo A. 2009. Rhacophorus margaritifer. In: IUCN 2009. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2009.2. http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/59002/0. [22 November 2009]
IUCN 2009. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2009.2. http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/search. [22 November 2009].
Krebs CJ. 1978. Ecological Methodology. New York: Harper & Row Publisher.
Krieger RI. 1971. Toads as the Biological Control of Southern Armyworm Larvae in The Greenhouse. Journal Of Economic Entomology. 64 : 335.
Kusrini MD, Endarwin W, Yazid M, Ul-Hasanah AU, Sholihat N dan Darmawan B. 2007. The Amphibians of Mount Gede-Pangrango National Park. Frogs Of Gede-Pangrango: A Follow Up Project For The Conservation Of Frogs In West Java Indonesia Book 1: Main Report. Mirza D. Kusrini (ed.): 11-31.
Kusrini MD, Skerratt LF, Garland S, Berger L, Endarwin W. 2008. Chytridiomycosis in frogs of Mount Gede Pangrango, Indonesia. Dis Aquat Org 82: 187–194.
Legler JM dan Sullivan LJ. 1979. The Application of Stomuch-Flushing To Lizard And Anurans. Herpetologica 35(2): 107-110.
Lubis MI. 2008. Pemodelan Spasial Habitat Katak Pohon Jawa (Rhacophorus javanus Boettger 1893) dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango Jawa Barat. Skripsi. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan.
43
McNaughton SJ dan Wolf LL. 1990. Ekologi Umum Edisi Kedua. Pringgoseputro S dan B Srigandono [Penerjemah]. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mumpuni, Maryanto I dan Boeadi. 1990. Studi Pakan Katak Mycrohylla achatina Tschudi dan Hylarana chalconota Schlegel di Kebun Raya Cibodas, Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Biologi Dasar I: Peranan Biologi Dasar dalam Pengembangan ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi. Biol. Das I: 108-112.
Nurmainis. 2000. Kebiasaan Pakan Kodok Sawah Rana cancrivora di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Bogor : Jurusan Manajemen Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan IPB. Tidak dipublikasikan
Odum EP. 1965. Fundamentals of Ecology 2nd Edition. London: WB. Saunders Company.
Premo DB dan Atmowidjojo AH. 1987. Dietary Pattern Of The Crab Eating Frog Rana cancrivora in West Java. Herpetologica. 43 : 1 – 6.
Resh, VH dan Carde RT. 2003. Encyclopedia of Insects. New York: Academic Press.
Sasikirono. 2007. Studi Karakteristik Habitat Sekitar Sungai Dan Danau Serta Biologi Katak Serasah Leptobrachium Hasselti Tschudi, 1838 Di Situ Gunung Sukabumi. Skripsi. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 53 hal.
Stebbins RC dan Cohen NW. 1997. A Natural History of Amphibians. New Jersey: Princeton University Press.
Sugiri N. 1979. Beberapa Aspek Biologi Kodok Batu (Rana blythi, Boulnger, Ranidae, Anura, Amfibi) di Beberapa Wilayah Indonesia dan Kedudukan Taksanya. Disertasi. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana IPB. Tidak dipublikasikan.
Van Steenis CGGJ. 2006. Flora Pegunungan Jawa. Kartawinata JA, penerjemah. Bogor: LIPI. Terjemahan dari: The Mountain Flora of Java.
Whitten T, Soeriaatmadja RE, dan Afif SA. 1996. The Ecology of Java and Bali. Jakarta. Indonesia.
Young JZ. 1995. The Life of Vertebrates 3rd Edition. London: Clarendon Press-Oxford.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Komposisi dan Volume Pakan R. margaritifer
Lokasi Sex SVL Bobot Jenis Pakan Volume Dimensi Pakan Utuh
Panjang Lebar Cibeureum F 87,32 20 Orthoptera Cibeureum M 44,12 6,5 Arachnida 256,287 11,52 6,52 Cibeureum M 44,52 5 Unidentified hancur Cibeureum M 44,85 4,5 Larva lepidoptera 27,951 10,55 2,25 Cibeureum M 45,75 4 Coleoptera 1168,613 17,55 7,25 Cibeureum M 44,35 4,5 Larva lepidoptera 84,866 14,45 3,35 Cibeureum M 46,32 5 Arachnida 16,472 5,95 2,3 Cibeureum M 43,95 3,75 Hymenoptera 2,806 2,55 1,45 Cibeureum M 43,25 5 Orthoptera 4919,333 31,05 9,75 Cibeureum M 44,95 2,25 Orthoptera 299,876 15,15 6,15 Cibeureum M 41,5 4 Unidentified hancur Cibeureum M 41,82 4 Molusca 82,064 6,95 4,75 Orthoptera 4919,333 31,05 9,75 Cibeureum M 42,6 4,8 Blattaria 79,510 10,25 3,85 Cibeureum M 44,95 5,15 Hymenoptera 23,714 7,25 2,5 Cibeureum M 43 5 Unidentified hancur Cibeureum M 45 6 Embiidina 42,491 4,95 4,05 Hymenoptera 71,464 10,25 3,65 Cibeureum M 44,25 4,3 Hymenoptera 70,076 11,25 3,45 Cibeureum F 61,95 15 Molusca 484,983 19,75 6,85 Molusca 176,428 11,35 5,45 Cibeureum M 45,15 4,8 Aranae 21,633 4,75 2,95 Molusca 149,547 8,35 5,85 Cibeureum M 43,45 5,6 Aranae 33,794 7,95 2,85 Telur arachnida 642,935 15 9,05 Cibeureum M 43,45 3,8 Orthoptera 59,976 10,85 3,25 Orthoptera 245,487 13,25 5,95 Cibeureum M 44,45 4,6 Orthoptera 91,922 11,85 3,85 Cibeureum M 43,45 4,65 Orthoptera 40,761 8,95 2,95 Aranae 3,376 6,45 1 Cibeureum F 65,65 18,5 Unidentified hancur Cibeureum F 62,35 16,25 Coleoptera 15,499 5,85 2,25 KRC M 39,7 4 Unidentified hancur KRC M 41,6 4,4 Larva lepidoptera 86,041 14,65 3,35 KRC M 43,85 4,3 Dermaptera 83,398 14,2 3,35 KRC M 43,85 3,6 Unidentified hancur KRC M 41,35 4,9 Isoptera 26,101 10,12 2,22 Arachnida 15,337 16,82 1,32 Ciwalen M 41,9 4 Blattaria 388,022 15,35 6,95 Larva lepidoptera 59,743 22,55 2,25 Larva lepidoptera 51,203 16,3 2,45 Larva lepidoptera 48,453 8,25 3,35 Ciwalen M 46 5,8 Orthoptera 381,257 18,65 6,25 Ciwalen M 39,65 3,9 Blattaria 39,577 10 2,75 Embiidina 103,115 9,95 4,45
45
Lampiran 2 Jenis Serangga di Masing-Masing Habitat R. margaritifer
Lokasi Jenis Serangga Volume (ml)
Dimensi (mm)
Panjang Lebar Cibeureum larva lepidoptera 1,093 22,85 4 Orthoptera 3,556 30 7,55 Araneae 0,085 7,85 2,65 Pulmonata 0,828 16,45 5,85 Blattaria 0,635 14,65 5,65 Pulmonata 0,828 16,45 5,85 Pulmonata 0,537 14,7 4,75 Coleoptera 0,199 9,95 3,85 Blattaria 0,456 15,05 3,85 Larva Lepidoptera 2,094 26,15 5,85 Larva Lepidoptera 3,589 35,15 5,55 Araneae 0,112 6,95 4,45 Araneae 0,061 5,25 4,25 Coleoptera 1,169 17,55 7,25 Larva Lepidoptera 0,395 16 2,95 Pulmonata 0,227 10,75 3,75 Orthoptera 0,076 7,55 2,55 Coleoptera 0,527 12,5 6,45 Orthoptera 0,614 15,55 4,85 Coleoptera 0,138 7,15 5,15 Araneae 0,044 4,95 3,45 Neuroptera 0,073 7,45 2,5 Neuroptera 0,121 7,75 3,85 Diptera 0,237 11,15 3,65 Orthoptera 4,919 31,05 9,75 Orthoptera 1,500 21,95 5,95 Orthoptera 1,555 24,5 4,95 Hymenoptera 1,264 19,35 6,45 Embiidina 0,562 15,9 4,25 Orthoptera 6,273 38,35 8,15 Orthoptera 0,656 16,25 4,75 Pulmonata 4,258 30,15 8,95 Pulmonata 2,140 23,75 7,25 Orthoptera 1,105 20,25 5,15 Orthoptera 0,630 15,75 4,85 Coleoptera 0,514 14,45 4,7 Orthoptera 0,529 15,25 4,35 Coleoptera 0,127 8,15 3,65 Hemiptera 0,229 8,65 5,85 Orthoptera 0,346 13,65 3,55 Pulmonata 4,101 28,35 9,75
46
Lampiran 2 (Lanjutan)
Lokasi Jenis Serangga Volume (ml)
Dimensi (mm) Panjang Lebar
Pulmonata 2,505 22,75 9,25 Orthoptera 0,891 18,55 4,95 Araneae 0,410 10,85 6,65 Orthoptera 0,434 13,65 4,45 Pulmonata 0,124 6,65 5,35 Blattaria 0,264 10,65 4,45 Orthoptera 0,107 9,25 2,4 Pulmonata 0,505 12,95 5,75 Orthoptera 0,410 15,3 3,35 Araneae 0,078 7,25 2,85 Araneae 0,054 6,75 2,25 Araneae 0,097 6,95 3,85 Araneae 0,095 7,05 3,65 Araneae 0,037 4,65 3,25 Blattaria 1,779 20,55 8,05 Blattaria 2,165 21,15 9,25 Coleoptera 0,499 12,45 6,15 Coleoptera 0,456 13,55 4,75 Coleoptera 0,167 9,1 3,85 larva lepidoptera 0,239 16,65 1,65 KRC Odonata 10,00 46,45 6,55 Odonata 8,00 49,75 6,85 Pulmonata 1,645 16,15 13,95 Pulmonata 2,00 15,45 4,85 larva lepidoptera 2,00 16,95 4,45 Coleoptera 1,00 9,65 5,55 Pulmonata 0,250 10,95 3,35 Pulmonata 7,00 31,45 8,45 larva lepidoptera 8,00 39,15 6,55 Pulmonata 7,00 24,15 8,65 Pulmonata 0,5 14,95 3,85 Odonata 7,00 48,75 6,55 Pulmonata 1,497 15,35 13,65 Pulmonata 1,353 14,95 13,15 Pulmonata 1,142 13,85 12,55 Pulmonata 1,348 15,85 12,75 Pulmonata 0,884 12,45 11,65 Pulmonata 2 11,35 9,65 Coleoptera 2 13,05 6,15
Odonata 6 50,05 6,15 Odonata 5 50,55 5,7
47
Lampiran 2 (lanjutan)
Lokasi Jenis Serangga Volume (ml) Dimensi (mm)
Panjang Lebar Odonata 8 50,25 6,85 Pulmonata 2 9,25 7,75 Pulmonata 2 10,15 8,35 Pulmonata 1 11,95 4,25 Ciwalen Orthoptera 4 19,15 6,65 Hymenoptera 0,5 9,15 2,75
48
Lampiran 3 Lebar Relung R. margaritifer Jenis Banyaknya Pi Pi^2 B B-1 BA Orthoptera 9 0,231 0,053 7,420 6,420 0,642 Pulmonata 4 0,103 0,011 Coleoptera 2 0,051 0,003 Larva Lepidoptera 6 0,154 0,024 Embiidina 2 0,051 0,003 Hymenoptera 4 0,103 0,011 Blattaria 3 0,077 0,006 Araneae 6 0,154 0,024 Isoptera 1 0,026 0,001 Dermaptera 1 0,026 0,001 Telur Araneae 1 0,026 0,001 Jumlah 39 0,135 Lampiran 4 Lebar Relung R. margaritifer Jantan Jenis Banyaknya Pi Pi^2 B B-1 BA Orthoptera 8 0,229 0,052 7,081 6,081 0,608 Pulmonata 2 0,057 0,003 Coleoptera 1 0,029 0,001 Larva Lepidoptera 6 0,171 0,029 Embiidina 2 0,057 0,003 Hymenoptera 4 0,114 0,013 Blattaria 3 0,086 0,007 Araneae 6 0,171 0,029 Isoptera 1 0,029 0,001 Dermaptera 1 0,029 0,001 Telur Araneae 1 0,029 0,001 Jumlah 35 0,141 Lampiran 5 Lebar Relung R. margaritifer Betina Jenis Banyaknya Pi Pi^2 B B-1 BA
Orthoptera 1 0,25 0,0625 2,667 1,667 0,167 Pulmonata 2 0,50 0,25 Coleoptera 1 0,25 0,0625 Jumlah 4 0,375
Keterangan: B : dugaan lebar relung Levin’s BA : standar lebar relung Levin’s Pi : proporsi sumberdaya yang digunakan sebagai pakan oleh R. margaritifer
49
Lampiran 6 Tumpang Tindih Relung Jantan dan Betina R. margaritifer
Jenis pakan Jantan Betina Jumlah Pij,Pik
Pij (nij-1)/(Nj-1)
Pik (nik-1)/(Nk-1) 2(Pij,Pik) Pij (nij-1/Nj-1) + Pik (nik-1/Nk-1) C
Jumlah Pij Jumlah Pik Orthoptera 8 0,229 1 0,25 0,057 0,047 0 0,186 0,283 0,656 Pulmonata 2 0,057 2 0,50 0,029 0,002 0,167 Coleoptera 1 0,029 1 0,25 0,007 0,000 0 Larva Lepidoptera 6 0,171 - - - 0,025 Embiidina 2 0,057 - - - 0,002 Hymenoptera 4 0,114 - - - 0,010 Blattaria 3 0,086 - - - 0,005 Araneae 6 0,171 - - - 0,025 Isoptera 1 0,029 - - - 0,000 Dermaptera 1 0,029 - - - 0,000 Telur Araneae 1 0,029 - - - 0,000 Jumlah 35 4 0,093 0,116 0,167 Keterangan: C : Index Morisita Pij : Proporsi sumberdaya i yang digunakan oleh spesies j Pik : Proporsi sumberdaya i yang digunakan oleh spesies k nij : jumlah sumberdaya ke-i yang digunakan oleh spesies ke-j nik : jumlah sumberdaya ke-i yang digunakan oleh spesies ke-k Nj & Nk : jumlah total setiap spesies yang dimanfaatkan
50
Lampiran 7 Analisis Koefisien Korelasi Kendall’s (Pemilihan Pakan) R. margaritifer Jenis Pakan
d∆(P1,P2) 2
[d∆(P1,P2)] N(N-1) τ
Habitat Lambung Larva Lepidoptera Larva Lepidoptera 5 10 156 0,936Ortoptera Ortoptera Araneae Araneae Pulmonata Pulmonata Blattaria Blattaria Coleoptera Coleoptera Neuroptera - Hymenoptera Hymenoptera Hemiptera - Diptera - Embiidina Embiidina - Isoptera - Dermaptera
Jumlah (N) 13
Lampiran 8 Analisis Koefisien Korelasi Kendall’s (Pemilihan Pakan) R. margaritifer Jantan
Jenis Pakan d∆(P1,P2)
2 [d∆(P1,P2)]
N(N-1) τ Habitat Lambung
Larva Lepidoptera Larva Lepidoptera 5 10 156 0,936Orthoptera Orthoptera Araneae Araneae Pulmonata Pulmonata Blattaria Blattaria Coleoptera Coleoptera Neuroptera - Hymenoptera Hymenoptera Hemiptera - Diptera - Embiidina Embiidina - Isoptera - Dermaptera
Jumlah (N) 13 Keterangan: P1 : Jenis ketersediaan pakan R. margaritifer yang berhasil dikumpulkan P2 : Jenis pakan yang ditemukan di lambung R. margaritifer
: Jumlah jenis pakan yang berbeda antara P1 dan P2 N : Jumlah objek τ : Kendall’s Rank Coeffisien Correlation
51
Lampiran 9 Analisis Koefisien Korelasi Kendall’s (Pemilihan Pakan) R. margaritifer Betina
Jenis Pakan d∆(P1,P2)
2 [d∆(P1,P2)]
N(N-1) τ Habitat Lambung
Larva Lepidoptera - 10 20 156 0,872Orthoptera Orthoptera Araneae - Pulmonata Pulmonata Blattaria - Coleoptera Coleoptera Neuroptera - Hymenoptera - Hemiptera - Diptera - Embiidina - - - - -
Jumlah (N) 13 Keterangan: P1 : Jenis ketersediaan pakan R. margaritifer yang berhasil dikumpulkan P2 : Jenis pakan yang ditemukan di lambung R. margaritifer
: Jumlah jenis pakan yang berbeda antara P1 dan P2 N : Jumlah objek τ : Kendall’s Rank Coeffisien Correlation Lampiran 10 Uji Korelasi Antara Panjang Tubuh dengan Volume Pakan SVL Vol.Pakan SVL Pearson Correlation 1 .450(*) Sig. (2-tailed) .019 N 27 27Vol.Pakan Pearson Correlation .450(*) 1 Sig. (2-tailed) .019 N 27 27
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
52
Lampiran 11 Pakan yang ditemukan dalam lambung R. margaritifer
Araneae
Blattaria
Hymenoptera
Larva Lepidoptera
Pulmonata
Orthoptera
Telur Araneae
Tidak Teridentifikasi (hancur)