Lumpur Aktif

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode pengolahan air limbah dengan menggunakan sistem Lumpur Aktif Konvensional merupakan metode yang banyak digunakan dalam pengolahan air limbah indsutri. Terdapat beberapa alasan yang mendasari hal tersebut yakni efisiensi pengolahan cukup tinggi (penyisishan BOD + 85%), desain reaktornya sederhana, dan rentang dari jenis limbah cair yang dapat diolah cukup luas. Alasan yang lain yaitu kandungan organik dalam air limbah industri masih berada dalam rentang yang sesuai untuk diolah dengan menggunakan metode ini. Perkembangan industri di Indonesia pada saat ini cukup pesat. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya industri yang memproduksi berbagai jenis kebutuhan manusia seperti industri kertas, tekstil, makanan, dan sebagainya. Seiring dengan perkembangan tersebut, maka semakin banyak pula hasil samping yang diproduksi sebagai limbah. Banyaknya limbah dapat menyebabkan terjadinya pencemaran, terutama limbah cair yang dapat mencemari sistem perairan seperti sungai. Dengan demikian limbah cair yang dikeluarkan harus memiliki baku mutu untuk mencegah pencemaran. Jika terjadinya pencemaran, hal ini harus ditanggulangi (dicegah) dengan mengolah limbah yang dikeluarkan agar sesuai dengan baku mutu.

description

laslaska

Transcript of Lumpur Aktif

Page 1: Lumpur Aktif

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Metode pengolahan air limbah dengan menggunakan sistem Lumpur Aktif

Konvensional merupakan metode yang banyak digunakan dalam pengolahan air limbah

indsutri. Terdapat beberapa alasan yang mendasari hal tersebut yakni efisiensi pengolahan

cukup tinggi (penyisishan BOD + 85%), desain reaktornya sederhana, dan rentang dari

jenis limbah cair yang dapat diolah cukup luas. Alasan yang lain yaitu kandungan organik

dalam air limbah industri masih berada dalam rentang yang sesuai untuk diolah dengan

menggunakan metode ini.

Perkembangan industri di Indonesia pada saat ini cukup pesat. Hal ini ditandai dengan

semakin banyaknya industri yang memproduksi berbagai jenis kebutuhan manusia seperti

industri kertas, tekstil, makanan, dan sebagainya. Seiring dengan perkembangan tersebut,

maka semakin banyak pula hasil samping yang diproduksi sebagai limbah. Banyaknya

limbah dapat menyebabkan terjadinya pencemaran, terutama limbah cair yang dapat

mencemari sistem perairan seperti sungai. Dengan demikian limbah cair yang dikeluarkan

harus memiliki baku mutu untuk mencegah pencemaran. Jika terjadinya pencemaran, hal

ini harus ditanggulangi (dicegah) dengan mengolah limbah yang dikeluarkan agar sesuai

dengan baku mutu.

Salah satu parameter yang sering digunakan sebagai tolak ukur tercemarnya suatu

sungai adalah COD (Chemical Oxygen Demand), pH, DO (Disolved Oxygen), dan

temperatur yang mengacu pada baku mutu yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dengan

mengetahui nilai parameter suatu limbah cair, maka dapat diketahui limbah tersebut dapat

berpotensi mencemari sungai atau tidak.

Page 2: Lumpur Aktif

1.2 Tujuan Percobaan

1. Menentukan konsentrasi awal kandungan organik dalam lumpur aktif dan

konsentrasi kandungan organik setelah percobaan berlangsung selama seminggu.

2. Menentukan kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) yang

mewakili kandungan mikroorganisme lumpur aktif.

3. Menentukan konsentrasi nutrisi bagi mikroorganisme pendegradasi air limbah dalam

lumpur aktif.

4. Menghitung efisiensi pengolahan dengan cara menentukan persen (%) kandungan

bahan organik yang didekomposisi selama seminggu oleh mikroorganisme dalam

lumpur aktif terhadap kandungan bahan organik mula-mula.

Page 3: Lumpur Aktif

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Pengolahan Air Limbah Secara Biologi

Proses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik

dan secara anaerobik. Pada pengolahan secara anaerobik mikroorganisme

pendekomposisi bahan-bahan organik dalam air limbah akan terganggu

pertumbuhannya atau bahkan akan mati jika terdapat oksigen bebas (O2) dalam sistem

pengolahannya.

Dalam pengolahan air limbah secara aerobik mikroorganisme mengoksidasi

dan mendekomposisi bahan-bahan organik dalam air limbah dengan menggunakan

oksigen yang disuplai oleh aerasi dengan bantuan enzim dalam mikroorganisme. Pada

waktu yang sama mikroorganisme mendapatkan energi sehingga mikroorganisme

baru dapat bertumbuh.

Berdasarkan pertumbuhan mikroba dalam peralatan pengolahan air limbah

terdapat dua macam pertumbuhan mikroorganisme yakni pertumbuhan secara

tersuspensi dan pertumbuhan secara terlekat. Pertumbuhan mikroba secara tersuspensi

adalah tipe pertumbuhan mikroba dimana mikroba pendegradasi bahan-bahan organic

bercampur secara merata dengan air limbah dalam peralatan pengolah air limbah.

Sedangkan pertumbuhan mikroba secara terlekat adalah jenis pertumbuhan mikroba

yang melekat pada bahan pengisi yang terdapat pada peralatan pengolah air limbah.

Contoh peralatan pengolah air limbah secara anaerobik yang menggunakan sistem

pertumbuhan mikroba tersuspensi diantaranya yaitu Laguna Anaerobik dan Up-Flow

Anaerobic Sludge Blanket. Sedangkan Filter Anaerobik dan Anaerobic Fluidized Bed

Reactor merupakan contoh peralatan pengolah air limbah yang menggunakan sistem

pertumbuhan mikroba terlekat secara anaerobik. Contoh peralatan pengolahan air

limbah yang menggunakan sistem pertumbuhan mikroba tersuspensi secaraa erobik

diantaranya yaitu Lumpur Aktif dan Laguna Teraerasi. Sedangkan reaktor yang

menggunakan sistem pertumbuhan mikroba terlekat secara aerobik diantaranya yaitu

Trickling Filter dan Rotating Biological Contactor.

Reaksi dekomposisi bahan organic secara aerobik dan reaksi pertumbuhan

mikroorganisme yang terjadi dalam sistem pengolahan air limbah ditunjukkan sebagai

berikut :

Page 4: Lumpur Aktif

Bahan organik + O2 + nutrisi CO2 + NH3 + mikroba baru + produk akhir lain

…. (1)

Mikroba + 5O2 5CO2 +2H2O + NH3 + energi…………..(2)

Dengan demikian proses dekomposisi bahan organik terjadi bersamaan dengan

pertumbuhan mikroorganisme.

2.2. Lumpur Aktif

Pengolahan limbah dengan aerobic activated sludge (lumpur aktif) merupakan

proses biologis menggunakan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan-bahan

organik yang terkandung dalam limbah cair. Proses lumpur aktif berlangsung dalam

bak aerasi yang dilengkapi bak sedimentasi untuk memisahkan endapan lumpur dari

air limbah yang telah terolah. Kualitas effluent tergantung pada karakter

mikroorganisme pembentuk lumpur aktif, antara lain sifat pengendapannya dan

kondisi bak sedimentasi (William, 1999). Proses biologis dalam pengolahan limbah

organik, memerlukan nitrogen (N) dan fosfor (P). Namun kelebihan N dan P dalam

effluent air limbah akan menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan yang akan

berdampak buruk terhadap keseimbangan ekologi dan kesehatan manusia. Untuk

mengolah limbah dengan kandungan N dan P yang berlebih biasanya dilakukan

proses activated sludge dilengkapi proses anoxic.

Bakteri merupakan unsur utama dalam flok lumpur aktif. Lebih dari 300 jenis

bakteri yang dapat ditemukan dalam lumpur aktif. Bakteri tersebut bertanggung jawab

terhadap oksidasi material organik dan tranformasi nutrien, dan bakteri menghasilkan

polisakarida dan material polimer yang membantu flokulasi biomassa mikrobiologi.

Genus yang umum dijumpai adalah : Zooglea, Pseudomonas, Flavobacterium,

Alcaligenes, Bacillus, Achromobacter, Corynebacterium, Comomonas,

Brevibacterium, dan Acinetobacter, disamping itu ada pula mikroorganisme

berfilamen, yaitu Sphaerotilus dan Beggiatoa, Vitreoscilla yang dapat menyebabkan

sludge bulking. Dikarenakan tingkat oksigen dalam difusi terbatas, jumlah bakteri

aktif aerobik menurun karena ukuran flok meningkat (Hanel, 1988). Bagian dalam

flok yang relatif besar membuat kondisi berkembangnya bakteri anaerobik seperti

metanogen. Kehadiran metanogen dapat dijelaskan dengan pembentukan beberapa

kantong anaerobik didalam flok atau dengan metanogen tertentu terhdap oksigen (Wu

et al., 1987). Oleh karena itu lumpur aktif cukup baik dan cocok untuk material bibit

bagi pengoperasian awal reaktor anaerobik.

Page 5: Lumpur Aktif

Proses lumpur aktif relative sederhana, namun untuk limbah yang

mengandung bahan-bahan organik, N dan P dengan konsentrasi tinggi, cara

pengolahan ini memiliki beberapa kendala, antara lain berpotensi menghasilkan

‘bulking sludge’ akibat adanya microorganism berfilamen dan menghambat proses

sedimentasinya. Demikian juga efisiensi proses akan menurun bila beban organic

limbahyang diolah terlalu fluktuatif. Untuk mengatasi kelemahan dari system lumpur

aktif konvensional, maka dicoba suatu proses lumpur aktif yang dilengkapi dengan

menggunakan Submerged Membrane Bioreactor (SMBR). Konsep SMBR secara

teknis hampir sama dengan pengolahan limbah biologis konvensional, kecuali proses

pemisahan activated sludge dengan effluent yang dilakukan menggunakan membrane

filtrasi sebagai pengganti sedimentasi. Penggunaan Membrane Bioreactor (MBR)

diantaranya mampu mengolah bahan organic dengan konsentrasi yang tinggi dan

beban yang berfluktuasi. Kualitas air effluent akan meningkat, yang ditandai dengan

minimnya kandungan padatan tersuspensi, virus, dan bakteri didalamnya (Chang et al,

2002). Beberapa tahun belakangan ini, integrasi dari proses activatedsludge dan

SMBR dikenal sebagai salah satu proses pengolah limbah inovatif yang berpotensi

untuk mendapatkan produk air ulang (reused) didalam industry (Katayon, 2004).

Beberapa penulis berpendapat bahwa persoalan fouling pada membrane akibat

hadirnya mikroorganisme yang terkait dengan konsentrasi, ukuran partikel dan produk

microbial merupakan kendala operasi SMBR. Berbagai strategi penbersihan

membrane telah diusulkan dan dicoba dengan cara mencuci (washing) atau

backwashing untuk menjaga agar flux permeat didalam system MBR terjaga baik.

(Marrot.B, 2004). Selama ini kontribusi oksigen didalam membrane bioreactor masih

belum banyak dilaporkan, padahal kehadiran O2 tidak bias dia baikan begitus aja.

Beberapa peneliti telah menunjukkan makin besar kehadiran biomasa akan

memerlukan suplai O2 yang lebih banyak., sehingga akan mereduksi kapasitas aerasi

yang telah ada pada system biologis. Lebih lanjut, bertambahnya konsentrasi suspense

lumpur aktifakan menyebabkan naiknya viskositas cairannya. Kondisi ini dapat

menyebabkan terhambatnya transfer O2 kedalam air dan selanjutnya ke dalam

mikroba (Marrot. B, 2004).

Page 6: Lumpur Aktif

Gambar 1. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah dengan Proses Lumpur Aktif Konvensional

Gambar 2. Proses Lumpur Aktif

Penetapan COD (Chemical Oxygent Demand)

COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan

untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana

pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent).

Penetapan MLVSS

Konsentrasi biomassa atau organisma dinyatakan dalam mg/L VSS (Volatile

Suspended Solid). Prinsip pengukuran berdasarkan gravimetri, yaitu analisa berdasarkan

penimbangan berat dan dilakukan dengan cara penyaringan, pemanasan dan

penimbangan.

Page 7: Lumpur Aktif

2.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Proses Lumpur Aktif

Proses lumpur aktif dapat berlangsung dengan baik jika terdapat kondisi

yangmendukung. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi berlangsungnya

proses lumpur aktif diantaranya sebagai berikut :

1. Dissolve Oxygen (DO)

Dissolve Oxygen (DO) adalah jumlah kebutuhan oksigen yang digunakan oleh

mikroorganisme untuk mendegrasi senyawa organik dalam air limbah.

2. Derajat Keasaman (pH)

Proses lumpur aktif akan berlangsung baik dalam kondisi lingkungan yang

relatif netral, yaitu pada derajat keasaman (pH) antara 6,5 – 8,0.

3. Temperatur

Suhu optimal untuk proses lumpur aktif konvensional adalah suhu normal

yaitu antara 25 – 35 0C.

4. Nutrisi/ Makanan

Nutrisi atau makanan yang diberikan bagi mikroorganisme pendegradasi

limbah dalam lumpur aktif konvensional diberikan sesuai dengan perbandingan

BOD:N:P = 100:5:1. Glukosa digunakan sebagai sumber karbon, KNO3 sebagai

sumber nitrogen, dan KH2PO4 sebagai sumber fosfor.

5. Rasio Food to Microorganism (F/M)

Rasio food to microorganism (F/M) yang ideal untuk sistem lumpur aktif

konvensional berkisar antara 0,2-0,5 kg BOD/hari/kg MLVSS. Jika rasio F/M

terlalu besar maka akan terdapat dominasi pertumbuhan bakteri filament yang

menyebabkan lumpur aktif sulit mengendap. Jika F/M terlalu kecil makan akan

terbentuk busa yang berasal dari pertumbuhan bakteri pembentuk busa.

6. Senyawa toksik

Keberadaan senyawa toksik dalam proses lumpur aktif akan merugikan dan

membuat proses lumpur aktif berlangsung kurang optimal.

Page 8: Lumpur Aktif

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan bahan

Peralatan, paralatan pendukung, peralatan analitik dan bahan kimia yang dibutuhkan

pada percobaan ini disajikan pada tabel berikut :

Alat Bahan

- Susunan alat lumpur aktif konvensional

- 2 buah corong gelas

- 2 buah corong porselin

- 1 buah desikator

- 1 buah neraca analitis

- 1 buah oven

- 1 buah furnace

- 1 buah hach COD digester

- 2 buah tabung hach

- 1 buah buret lengkap dengan klem dan statip

- Glukosa

- KNO3

- KH2PO4

- HgSO4

- H2SO4

- K2Cr2O7

- FAS

- Indikator ferroin

- Kertas saring

3.2 Langkah Kerja

3.2.1 Prosedur Umum

Penentuan konsentrasi organik (COD) awal

Penentuan kandungan mikroorganisme secara gravimetri

menentukan konsentrasi nutrisi

bagi mikroorganisme dengan perbandingan BOD:N:P = 100:5:1

Menentukan konsentrasi organik

(COD) setelah proses berjalan selama satu

minggu

Page 9: Lumpur Aktif

3.2.2 Penentuan Kandungan Organik (Chemical Oxygen Demand/COD) dari

sampel

1,5 ml pereaksi kalium bikromat

3,5 ml pereaksi

H2SO4

Botol aquadest

Aquadest hingga

tanda batas

50 ml sampel hasil

pengenceran 20x

Labu takar 50 ml

2,5 ml sampel influen

Pengambilan sampel 2,5 ml

Pengambilan sampel 2,5 ml

1,5 ml pereaksi kalium

bikromat

3,5 ml pereaksi H2SO4

Tabung hachTabung hach

Pengambilan aquadest 2,5

ml

Pengambilan aquadest 2,5

ml

Tabung hachTabung hach

1,5 ml pereaksi kalium

bikromat

3,5 ml pereaksi

H2SO4

1,5 ml pereaksi kalium

bikromat

3,5 ml pereaksi

H2SO4

Pemasukan tabung hach ke COD digester (T=1500C, t = 2 jam)

Pengangkatan tabung hach dan pendinginan di udara

Titrasi dengan FAS

Penghentian titrasi setelah perubahan warna dari hijau menjadi merah bata

indikator ferroin (2-3 tetes)

Pencatatan volume FAS yang dibutuhkan untuk titrasi

Page 10: Lumpur Aktif

3.2.3 Penentuan Kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS)

Menyaring 40 mL air limbah sampel

menggunakan kertas saring

Memasukkan kertas saring yang

berisi endapan kedalam cawan

pijar

Memanaskan dalam oven pada

suhu 105oC selama 1 jam

Menimbang cawan pijar yang

berisi kertas saring (c gram)

Memasukkan cawan pijar yang

berisi kertas saring kedalam

furnace pada suhu 600oC selama 2

jam.

Melakukan prosedur seperti

sebelumnya hingga suhu cawan dingin

Menimbang sampai

didapatkan berat konstan (d gram)

Page 11: Lumpur Aktif

3.2.4 Penentuan Konsentrasi nutrisi bagi mikroorganisme

Nutrisi bagi mikroorganisme pendegradasi air limbah yang diberikan

sebesar 500 mg BOD/L dengan perbandingan BOD:N:P =100:5:1. Untuk

menghasilkan komposisi nutrisi yang terdiri dari glukosa, KNO3, dan KH2PO4

digunakan reaksi oksidasi sebagai berikut

C6H12O6 + 6H2O + 6O2 6 CO2 + 6H2O

Dengan demikian glukosa yang harus ditambahkan disesuaikan dengan

perbandingan koefisien reaksi di atas.

Page 12: Lumpur Aktif

BAB IV

DATA PENGAMATAN

4.1 Data Pengamatan

Kondisi Pengolahan Lumpur Aktif

Suhu : 25,8oC

pH : 8,3

DO : 11,7 mg/L

Penentuan COD

Diketahui : N FAS = 0,156 N (hasil standardisasi)

Pengenceran Umpan = 20 kali

COD akhir = 523 mg/L

mL FAS mL FASRata-rata

(mL)

Blanko 1,440 1,460 1,450

Influen 1,234 1,218 1,226

Penentuan Kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS)

Diketahui : Volume sampel = 40 mL

a (gram) b (gram) c (gram) d (gram)

Influen 33,8422 1,1186 35,059 33,8488

Keterangan :

a = Berat Cawan Pijar Konstan

b = Berat Kertas Saring Konstan

c = Berat Cawan Pijar + Kertas Saring + Sampel (setelah di oven)

d = Berat Cawan Pijar + Kertas Saring + Sampel (setelah di furnace)

Page 13: Lumpur Aktif

4.2 Perhitungan

a. Menentukan Konsentrasi Nutrisi bagi Mikroorganisme

Diketahui : BOD = 500 mg/L

Perbandingan BOD : N : P = 100 : 5 : 1

Volume tangki lumpur = 15 L

Reaksi :

C6 H 12 O6+6 O2→ 6 C O2+6 H2O

Berat glukosa yang ditambahkan :

Mr C6H12O6 = 180 g/mol

Mr 6O2 = 192 g/mol

Berat glukosa yang ditambahkan=Vtangki x BOD xMr C6 H 12O6

Mr 6 O2

¿15 L x 500 mg / L x180 g/mol192 g/mol

¿7031,25 mg

¿7,0313 g

Berat KNO3 sebagai N yang ditambahkan :

Mr KNO3 = 101 g/mol

Ar N = 14 g/mol

Berat KN O3 yangditambahkan=MrKN O3

ArN×

5100

× BOD ×Vtangki

¿ 101 g/mol14 g /mol

×5

100× 500 mg / L× 15 L

¿2705,36 mg

¿2,7054 g

Berat KH2PO4 sebagai P yang ditambahkan :

Mr KH2PO4 = 136 g/mol

Ar P = 31 g/mol

Berat K H 2 P O4 yangditambahkan=MrK H 2 P O4

ArP×

1100

× BOD ×Vtangki

¿ 136 g /mol31 g /mol

×1

100×500 mg / L ×15 L

¿329,032 mg

Page 14: Lumpur Aktif

¿0,329 g

b. Penentuan COD

mL FAS untuk blanko (a) = 1,450 mL

mL FAS untuk sampel (b) = 1,226 mL

Normalitas FAS (c) = 0,156 N

Berat Equivalen Oksigen (d) = 8

Pengenceran (p) = 20 kali

mL sampel = 2,5 mL

COD (mg O2/L) = (a−b ) c x 1000 x d x p

mL sampel

= (1,450−1,226 ) x 0,156 x1000 x8 x 20

2,5

= 2236,416 mg O2/L

c. Penentuan Kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS)

33,8422 1,1186 35,059 33,8488

d.

Berat Cawan Pijar Konstan (a) = 33,8422 gram

Berat Kertas Saring Konstan (b) = 1,1186 gram

Berat Cawan Pijar + Kertas Saring + Sampel (setelah di oven) (c) = 35,059 gram

Berat Cawan Pijar + Kertas Saring + Sampel (setelah di furnace) (d) = 33,8488 gram

mL sampel = 40 mL

TSS (mg/L) = (c−a−b)mL sampel

x 106

= (34,1845 – 32,8013−0,9400)

40x 106

= 11080 mg/L

Page 15: Lumpur Aktif

FSS (mg/L) = (c−d−b)mL sampel

x 106

= (34,1845 – 32,8071−1,160)

40x106

= 5435 mg/L

VSS (mg/L) = TSS –FSS

= 11080 – 5435

= 5645 mg/L

Penentuan Effisiensi Pengolahan

Effisiensi Reaktor 1 = COD awal−COD akhir

COD awalx100 %

= (2236,416 – 523)

2236,416x100 %

= 76,614 %

Page 16: Lumpur Aktif

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Neng Sri Widianti (121411020)

Metode pengolahan limbah dengan cara lumpur aktif merupakan metode yang

memanfaatkan mikroorganisme untuk mendegradasi kandungan zat organik yang terdapat

dalam air limbah. Pada metode pengolahan limbah ini, mikroorganisme yang tumbuh

tersuspensi dan tercampur secara merata dalam air limbah.

Metode lumpur aktif ini digunakan untuk mengolah air limbah dengan kandungan

COD < 2000mg/L. Mikroorganisme yang digunakan adalah mikroorganisme aerob sehingga

untuk pertumbuhannya sangat diperlukan kandungan oksigen yang tinggi. Pada praktikum

kali ini oksigen disuplai proses aerasi dengan menggunakan kompressor. Jika dibandingkan

dengan pengolahan anaerob yang akan menghasilkan metana, proses aerob ini akan

menghasilkan CO2 dan H2O.

Mikroorganisme dalam air limbah memerlukan nutrisi untuk tumbuh dan

mengeluarkan enzim yang nantinya akan digunakan untuk mendegradasi zat-zat organik.

Pada praktikum kali ini, nutrisi yang diberikan untuk 500 gram BOD adalah 2,7054 gram

KNO3 sebagai sumber Nitrogen; dan 0,329 gram KH2PO4 sebagai sumber posfor serta 7,0313

gram glukosa sebagai sumber karbon yang dibutuhkan oleh mikroorganisme.

Untuk mengetahui effisiensi pengolahan limbah digunakan nilai COD dari air limbah

sebelum ditambah mikroorganisme dan nilai COD setelah proses terjadi selama 5 hari. COD

merupakan nilai yang menunjukkan jumlah oksigen yang terkandung dalam sampel yang

digunakan untuk mendegradasi zat-zat organik. Semakin tinggi nilai COD suatu sampel maka

kualitas air nya semakin buruk. Nilai COD yang tinggi menunjukkan jumlah oksigen terlarut

dalam air semakin sedikit yang artinya akan membatasi pertumbuhan makhluk hidup dalam

lingkungan tersebut.

Dalam menganalisa kandungan COD sampel digunakan alat Hach COD Digester

dengan lama proses sekitar 2 jam pada suhu 150oC. Pada proses ini ditambahkan Pereaksi

Page 17: Lumpur Aktif

Kromat (K2Cr2O7) dan pereaksi sulfat (H2SO4). Penambahan K2Cr2O7 adalah sebagai

oksidator yang nantinya akan mengoksidasi/menguraikan zat-zat organik menjadi zat-zat

yang lebih sederhana. Panambahan asam sulfat berfungsi untuk memberikan suasana asam

yang diharapkan akan mampu mempercepat reaksi oksidasi.

Nilai COD influen yang didapatkan sebesar 2236,416 mg O2/L dan nilai COD setelah

pengolahan sebesar 523 mg O2/L. Nilai COD ini mengalami penurunan yang berarti

pengolahan air limbah ini telah berhasil dengan effisiensi pengolahan sebesar 76,614%.

Selain COD, untuk mengetahui kandungan mikroorganisme dalam air limbah dianalisis pula

kandungan MLVSS sampel. Nilai ini dapat diasumsikan sebagai jumlah mikroba yang

terdapat dalam sampel. Nilai MLVSS ini diharapkan akan mengalami kenaikan di akhir

proses pengolahan, karena hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah mikroorganisme dalam

sampel bertambah yang berarti kandungan zat organik yang dapat terdegradasi pun

meningkat. Nilai MLVSS sampel influen adalah sebesar 5435 mg/L dengan jumlah padatan

tersuspensinya (TSS) sebesar 11080 mg/L dan padatan yang tidak teruapkannya adalah

sebesar 5645 mg/L.

5.2 Nurdita Lestari (121411021)

5.3 Opik Taufik Rahayu (121411022)

BAB VI

SIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA