Lumpur Aktif
-
Upload
guntur-r-kautsar -
Category
Documents
-
view
15 -
download
9
description
Transcript of Lumpur Aktif
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Metode pengolahan air limbah dengan menggunakan sistem Lumpur Aktif
Konvensional merupakan metode yang banyak digunakan dalam pengolahan air limbah
indsutri. Terdapat beberapa alasan yang mendasari hal tersebut yakni efisiensi pengolahan
cukup tinggi (penyisishan BOD + 85%), desain reaktornya sederhana, dan rentang dari
jenis limbah cair yang dapat diolah cukup luas. Alasan yang lain yaitu kandungan organik
dalam air limbah industri masih berada dalam rentang yang sesuai untuk diolah dengan
menggunakan metode ini.
Perkembangan industri di Indonesia pada saat ini cukup pesat. Hal ini ditandai dengan
semakin banyaknya industri yang memproduksi berbagai jenis kebutuhan manusia seperti
industri kertas, tekstil, makanan, dan sebagainya. Seiring dengan perkembangan tersebut,
maka semakin banyak pula hasil samping yang diproduksi sebagai limbah. Banyaknya
limbah dapat menyebabkan terjadinya pencemaran, terutama limbah cair yang dapat
mencemari sistem perairan seperti sungai. Dengan demikian limbah cair yang dikeluarkan
harus memiliki baku mutu untuk mencegah pencemaran. Jika terjadinya pencemaran, hal
ini harus ditanggulangi (dicegah) dengan mengolah limbah yang dikeluarkan agar sesuai
dengan baku mutu.
Salah satu parameter yang sering digunakan sebagai tolak ukur tercemarnya suatu
sungai adalah COD (Chemical Oxygen Demand), pH, DO (Disolved Oxygen), dan
temperatur yang mengacu pada baku mutu yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dengan
mengetahui nilai parameter suatu limbah cair, maka dapat diketahui limbah tersebut dapat
berpotensi mencemari sungai atau tidak.
1.2 Tujuan Percobaan
1. Menentukan konsentrasi awal kandungan organik dalam lumpur aktif dan
konsentrasi kandungan organik setelah percobaan berlangsung selama seminggu.
2. Menentukan kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) yang
mewakili kandungan mikroorganisme lumpur aktif.
3. Menentukan konsentrasi nutrisi bagi mikroorganisme pendegradasi air limbah dalam
lumpur aktif.
4. Menghitung efisiensi pengolahan dengan cara menentukan persen (%) kandungan
bahan organik yang didekomposisi selama seminggu oleh mikroorganisme dalam
lumpur aktif terhadap kandungan bahan organik mula-mula.
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Pengolahan Air Limbah Secara Biologi
Proses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik
dan secara anaerobik. Pada pengolahan secara anaerobik mikroorganisme
pendekomposisi bahan-bahan organik dalam air limbah akan terganggu
pertumbuhannya atau bahkan akan mati jika terdapat oksigen bebas (O2) dalam sistem
pengolahannya.
Dalam pengolahan air limbah secara aerobik mikroorganisme mengoksidasi
dan mendekomposisi bahan-bahan organik dalam air limbah dengan menggunakan
oksigen yang disuplai oleh aerasi dengan bantuan enzim dalam mikroorganisme. Pada
waktu yang sama mikroorganisme mendapatkan energi sehingga mikroorganisme
baru dapat bertumbuh.
Berdasarkan pertumbuhan mikroba dalam peralatan pengolahan air limbah
terdapat dua macam pertumbuhan mikroorganisme yakni pertumbuhan secara
tersuspensi dan pertumbuhan secara terlekat. Pertumbuhan mikroba secara tersuspensi
adalah tipe pertumbuhan mikroba dimana mikroba pendegradasi bahan-bahan organic
bercampur secara merata dengan air limbah dalam peralatan pengolah air limbah.
Sedangkan pertumbuhan mikroba secara terlekat adalah jenis pertumbuhan mikroba
yang melekat pada bahan pengisi yang terdapat pada peralatan pengolah air limbah.
Contoh peralatan pengolah air limbah secara anaerobik yang menggunakan sistem
pertumbuhan mikroba tersuspensi diantaranya yaitu Laguna Anaerobik dan Up-Flow
Anaerobic Sludge Blanket. Sedangkan Filter Anaerobik dan Anaerobic Fluidized Bed
Reactor merupakan contoh peralatan pengolah air limbah yang menggunakan sistem
pertumbuhan mikroba terlekat secara anaerobik. Contoh peralatan pengolahan air
limbah yang menggunakan sistem pertumbuhan mikroba tersuspensi secaraa erobik
diantaranya yaitu Lumpur Aktif dan Laguna Teraerasi. Sedangkan reaktor yang
menggunakan sistem pertumbuhan mikroba terlekat secara aerobik diantaranya yaitu
Trickling Filter dan Rotating Biological Contactor.
Reaksi dekomposisi bahan organic secara aerobik dan reaksi pertumbuhan
mikroorganisme yang terjadi dalam sistem pengolahan air limbah ditunjukkan sebagai
berikut :
Bahan organik + O2 + nutrisi CO2 + NH3 + mikroba baru + produk akhir lain
…. (1)
Mikroba + 5O2 5CO2 +2H2O + NH3 + energi…………..(2)
Dengan demikian proses dekomposisi bahan organik terjadi bersamaan dengan
pertumbuhan mikroorganisme.
2.2. Lumpur Aktif
Pengolahan limbah dengan aerobic activated sludge (lumpur aktif) merupakan
proses biologis menggunakan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan-bahan
organik yang terkandung dalam limbah cair. Proses lumpur aktif berlangsung dalam
bak aerasi yang dilengkapi bak sedimentasi untuk memisahkan endapan lumpur dari
air limbah yang telah terolah. Kualitas effluent tergantung pada karakter
mikroorganisme pembentuk lumpur aktif, antara lain sifat pengendapannya dan
kondisi bak sedimentasi (William, 1999). Proses biologis dalam pengolahan limbah
organik, memerlukan nitrogen (N) dan fosfor (P). Namun kelebihan N dan P dalam
effluent air limbah akan menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan yang akan
berdampak buruk terhadap keseimbangan ekologi dan kesehatan manusia. Untuk
mengolah limbah dengan kandungan N dan P yang berlebih biasanya dilakukan
proses activated sludge dilengkapi proses anoxic.
Bakteri merupakan unsur utama dalam flok lumpur aktif. Lebih dari 300 jenis
bakteri yang dapat ditemukan dalam lumpur aktif. Bakteri tersebut bertanggung jawab
terhadap oksidasi material organik dan tranformasi nutrien, dan bakteri menghasilkan
polisakarida dan material polimer yang membantu flokulasi biomassa mikrobiologi.
Genus yang umum dijumpai adalah : Zooglea, Pseudomonas, Flavobacterium,
Alcaligenes, Bacillus, Achromobacter, Corynebacterium, Comomonas,
Brevibacterium, dan Acinetobacter, disamping itu ada pula mikroorganisme
berfilamen, yaitu Sphaerotilus dan Beggiatoa, Vitreoscilla yang dapat menyebabkan
sludge bulking. Dikarenakan tingkat oksigen dalam difusi terbatas, jumlah bakteri
aktif aerobik menurun karena ukuran flok meningkat (Hanel, 1988). Bagian dalam
flok yang relatif besar membuat kondisi berkembangnya bakteri anaerobik seperti
metanogen. Kehadiran metanogen dapat dijelaskan dengan pembentukan beberapa
kantong anaerobik didalam flok atau dengan metanogen tertentu terhdap oksigen (Wu
et al., 1987). Oleh karena itu lumpur aktif cukup baik dan cocok untuk material bibit
bagi pengoperasian awal reaktor anaerobik.
Proses lumpur aktif relative sederhana, namun untuk limbah yang
mengandung bahan-bahan organik, N dan P dengan konsentrasi tinggi, cara
pengolahan ini memiliki beberapa kendala, antara lain berpotensi menghasilkan
‘bulking sludge’ akibat adanya microorganism berfilamen dan menghambat proses
sedimentasinya. Demikian juga efisiensi proses akan menurun bila beban organic
limbahyang diolah terlalu fluktuatif. Untuk mengatasi kelemahan dari system lumpur
aktif konvensional, maka dicoba suatu proses lumpur aktif yang dilengkapi dengan
menggunakan Submerged Membrane Bioreactor (SMBR). Konsep SMBR secara
teknis hampir sama dengan pengolahan limbah biologis konvensional, kecuali proses
pemisahan activated sludge dengan effluent yang dilakukan menggunakan membrane
filtrasi sebagai pengganti sedimentasi. Penggunaan Membrane Bioreactor (MBR)
diantaranya mampu mengolah bahan organic dengan konsentrasi yang tinggi dan
beban yang berfluktuasi. Kualitas air effluent akan meningkat, yang ditandai dengan
minimnya kandungan padatan tersuspensi, virus, dan bakteri didalamnya (Chang et al,
2002). Beberapa tahun belakangan ini, integrasi dari proses activatedsludge dan
SMBR dikenal sebagai salah satu proses pengolah limbah inovatif yang berpotensi
untuk mendapatkan produk air ulang (reused) didalam industry (Katayon, 2004).
Beberapa penulis berpendapat bahwa persoalan fouling pada membrane akibat
hadirnya mikroorganisme yang terkait dengan konsentrasi, ukuran partikel dan produk
microbial merupakan kendala operasi SMBR. Berbagai strategi penbersihan
membrane telah diusulkan dan dicoba dengan cara mencuci (washing) atau
backwashing untuk menjaga agar flux permeat didalam system MBR terjaga baik.
(Marrot.B, 2004). Selama ini kontribusi oksigen didalam membrane bioreactor masih
belum banyak dilaporkan, padahal kehadiran O2 tidak bias dia baikan begitus aja.
Beberapa peneliti telah menunjukkan makin besar kehadiran biomasa akan
memerlukan suplai O2 yang lebih banyak., sehingga akan mereduksi kapasitas aerasi
yang telah ada pada system biologis. Lebih lanjut, bertambahnya konsentrasi suspense
lumpur aktifakan menyebabkan naiknya viskositas cairannya. Kondisi ini dapat
menyebabkan terhambatnya transfer O2 kedalam air dan selanjutnya ke dalam
mikroba (Marrot. B, 2004).
Gambar 1. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah dengan Proses Lumpur Aktif Konvensional
Gambar 2. Proses Lumpur Aktif
Penetapan COD (Chemical Oxygent Demand)
COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana
pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent).
Penetapan MLVSS
Konsentrasi biomassa atau organisma dinyatakan dalam mg/L VSS (Volatile
Suspended Solid). Prinsip pengukuran berdasarkan gravimetri, yaitu analisa berdasarkan
penimbangan berat dan dilakukan dengan cara penyaringan, pemanasan dan
penimbangan.
2.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Proses Lumpur Aktif
Proses lumpur aktif dapat berlangsung dengan baik jika terdapat kondisi
yangmendukung. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi berlangsungnya
proses lumpur aktif diantaranya sebagai berikut :
1. Dissolve Oxygen (DO)
Dissolve Oxygen (DO) adalah jumlah kebutuhan oksigen yang digunakan oleh
mikroorganisme untuk mendegrasi senyawa organik dalam air limbah.
2. Derajat Keasaman (pH)
Proses lumpur aktif akan berlangsung baik dalam kondisi lingkungan yang
relatif netral, yaitu pada derajat keasaman (pH) antara 6,5 – 8,0.
3. Temperatur
Suhu optimal untuk proses lumpur aktif konvensional adalah suhu normal
yaitu antara 25 – 35 0C.
4. Nutrisi/ Makanan
Nutrisi atau makanan yang diberikan bagi mikroorganisme pendegradasi
limbah dalam lumpur aktif konvensional diberikan sesuai dengan perbandingan
BOD:N:P = 100:5:1. Glukosa digunakan sebagai sumber karbon, KNO3 sebagai
sumber nitrogen, dan KH2PO4 sebagai sumber fosfor.
5. Rasio Food to Microorganism (F/M)
Rasio food to microorganism (F/M) yang ideal untuk sistem lumpur aktif
konvensional berkisar antara 0,2-0,5 kg BOD/hari/kg MLVSS. Jika rasio F/M
terlalu besar maka akan terdapat dominasi pertumbuhan bakteri filament yang
menyebabkan lumpur aktif sulit mengendap. Jika F/M terlalu kecil makan akan
terbentuk busa yang berasal dari pertumbuhan bakteri pembentuk busa.
6. Senyawa toksik
Keberadaan senyawa toksik dalam proses lumpur aktif akan merugikan dan
membuat proses lumpur aktif berlangsung kurang optimal.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan bahan
Peralatan, paralatan pendukung, peralatan analitik dan bahan kimia yang dibutuhkan
pada percobaan ini disajikan pada tabel berikut :
Alat Bahan
- Susunan alat lumpur aktif konvensional
- 2 buah corong gelas
- 2 buah corong porselin
- 1 buah desikator
- 1 buah neraca analitis
- 1 buah oven
- 1 buah furnace
- 1 buah hach COD digester
- 2 buah tabung hach
- 1 buah buret lengkap dengan klem dan statip
- Glukosa
- KNO3
- KH2PO4
- HgSO4
- H2SO4
- K2Cr2O7
- FAS
- Indikator ferroin
- Kertas saring
3.2 Langkah Kerja
3.2.1 Prosedur Umum
Penentuan konsentrasi organik (COD) awal
Penentuan kandungan mikroorganisme secara gravimetri
menentukan konsentrasi nutrisi
bagi mikroorganisme dengan perbandingan BOD:N:P = 100:5:1
Menentukan konsentrasi organik
(COD) setelah proses berjalan selama satu
minggu
3.2.2 Penentuan Kandungan Organik (Chemical Oxygen Demand/COD) dari
sampel
1,5 ml pereaksi kalium bikromat
3,5 ml pereaksi
H2SO4
Botol aquadest
Aquadest hingga
tanda batas
50 ml sampel hasil
pengenceran 20x
Labu takar 50 ml
2,5 ml sampel influen
Pengambilan sampel 2,5 ml
Pengambilan sampel 2,5 ml
1,5 ml pereaksi kalium
bikromat
3,5 ml pereaksi H2SO4
Tabung hachTabung hach
Pengambilan aquadest 2,5
ml
Pengambilan aquadest 2,5
ml
Tabung hachTabung hach
1,5 ml pereaksi kalium
bikromat
3,5 ml pereaksi
H2SO4
1,5 ml pereaksi kalium
bikromat
3,5 ml pereaksi
H2SO4
Pemasukan tabung hach ke COD digester (T=1500C, t = 2 jam)
Pengangkatan tabung hach dan pendinginan di udara
Titrasi dengan FAS
Penghentian titrasi setelah perubahan warna dari hijau menjadi merah bata
indikator ferroin (2-3 tetes)
Pencatatan volume FAS yang dibutuhkan untuk titrasi
3.2.3 Penentuan Kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS)
Menyaring 40 mL air limbah sampel
menggunakan kertas saring
Memasukkan kertas saring yang
berisi endapan kedalam cawan
pijar
Memanaskan dalam oven pada
suhu 105oC selama 1 jam
Menimbang cawan pijar yang
berisi kertas saring (c gram)
Memasukkan cawan pijar yang
berisi kertas saring kedalam
furnace pada suhu 600oC selama 2
jam.
Melakukan prosedur seperti
sebelumnya hingga suhu cawan dingin
Menimbang sampai
didapatkan berat konstan (d gram)
3.2.4 Penentuan Konsentrasi nutrisi bagi mikroorganisme
Nutrisi bagi mikroorganisme pendegradasi air limbah yang diberikan
sebesar 500 mg BOD/L dengan perbandingan BOD:N:P =100:5:1. Untuk
menghasilkan komposisi nutrisi yang terdiri dari glukosa, KNO3, dan KH2PO4
digunakan reaksi oksidasi sebagai berikut
C6H12O6 + 6H2O + 6O2 6 CO2 + 6H2O
Dengan demikian glukosa yang harus ditambahkan disesuaikan dengan
perbandingan koefisien reaksi di atas.
BAB IV
DATA PENGAMATAN
4.1 Data Pengamatan
Kondisi Pengolahan Lumpur Aktif
Suhu : 25,8oC
pH : 8,3
DO : 11,7 mg/L
Penentuan COD
Diketahui : N FAS = 0,156 N (hasil standardisasi)
Pengenceran Umpan = 20 kali
COD akhir = 523 mg/L
mL FAS mL FASRata-rata
(mL)
Blanko 1,440 1,460 1,450
Influen 1,234 1,218 1,226
Penentuan Kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS)
Diketahui : Volume sampel = 40 mL
a (gram) b (gram) c (gram) d (gram)
Influen 33,8422 1,1186 35,059 33,8488
Keterangan :
a = Berat Cawan Pijar Konstan
b = Berat Kertas Saring Konstan
c = Berat Cawan Pijar + Kertas Saring + Sampel (setelah di oven)
d = Berat Cawan Pijar + Kertas Saring + Sampel (setelah di furnace)
4.2 Perhitungan
a. Menentukan Konsentrasi Nutrisi bagi Mikroorganisme
Diketahui : BOD = 500 mg/L
Perbandingan BOD : N : P = 100 : 5 : 1
Volume tangki lumpur = 15 L
Reaksi :
C6 H 12 O6+6 O2→ 6 C O2+6 H2O
Berat glukosa yang ditambahkan :
Mr C6H12O6 = 180 g/mol
Mr 6O2 = 192 g/mol
Berat glukosa yang ditambahkan=Vtangki x BOD xMr C6 H 12O6
Mr 6 O2
¿15 L x 500 mg / L x180 g/mol192 g/mol
¿7031,25 mg
¿7,0313 g
Berat KNO3 sebagai N yang ditambahkan :
Mr KNO3 = 101 g/mol
Ar N = 14 g/mol
Berat KN O3 yangditambahkan=MrKN O3
ArN×
5100
× BOD ×Vtangki
¿ 101 g/mol14 g /mol
×5
100× 500 mg / L× 15 L
¿2705,36 mg
¿2,7054 g
Berat KH2PO4 sebagai P yang ditambahkan :
Mr KH2PO4 = 136 g/mol
Ar P = 31 g/mol
Berat K H 2 P O4 yangditambahkan=MrK H 2 P O4
ArP×
1100
× BOD ×Vtangki
¿ 136 g /mol31 g /mol
×1
100×500 mg / L ×15 L
¿329,032 mg
¿0,329 g
b. Penentuan COD
mL FAS untuk blanko (a) = 1,450 mL
mL FAS untuk sampel (b) = 1,226 mL
Normalitas FAS (c) = 0,156 N
Berat Equivalen Oksigen (d) = 8
Pengenceran (p) = 20 kali
mL sampel = 2,5 mL
COD (mg O2/L) = (a−b ) c x 1000 x d x p
mL sampel
= (1,450−1,226 ) x 0,156 x1000 x8 x 20
2,5
= 2236,416 mg O2/L
c. Penentuan Kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS)
33,8422 1,1186 35,059 33,8488
d.
Berat Cawan Pijar Konstan (a) = 33,8422 gram
Berat Kertas Saring Konstan (b) = 1,1186 gram
Berat Cawan Pijar + Kertas Saring + Sampel (setelah di oven) (c) = 35,059 gram
Berat Cawan Pijar + Kertas Saring + Sampel (setelah di furnace) (d) = 33,8488 gram
mL sampel = 40 mL
TSS (mg/L) = (c−a−b)mL sampel
x 106
= (34,1845 – 32,8013−0,9400)
40x 106
= 11080 mg/L
FSS (mg/L) = (c−d−b)mL sampel
x 106
= (34,1845 – 32,8071−1,160)
40x106
= 5435 mg/L
VSS (mg/L) = TSS –FSS
= 11080 – 5435
= 5645 mg/L
Penentuan Effisiensi Pengolahan
Effisiensi Reaktor 1 = COD awal−COD akhir
COD awalx100 %
= (2236,416 – 523)
2236,416x100 %
= 76,614 %
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Neng Sri Widianti (121411020)
Metode pengolahan limbah dengan cara lumpur aktif merupakan metode yang
memanfaatkan mikroorganisme untuk mendegradasi kandungan zat organik yang terdapat
dalam air limbah. Pada metode pengolahan limbah ini, mikroorganisme yang tumbuh
tersuspensi dan tercampur secara merata dalam air limbah.
Metode lumpur aktif ini digunakan untuk mengolah air limbah dengan kandungan
COD < 2000mg/L. Mikroorganisme yang digunakan adalah mikroorganisme aerob sehingga
untuk pertumbuhannya sangat diperlukan kandungan oksigen yang tinggi. Pada praktikum
kali ini oksigen disuplai proses aerasi dengan menggunakan kompressor. Jika dibandingkan
dengan pengolahan anaerob yang akan menghasilkan metana, proses aerob ini akan
menghasilkan CO2 dan H2O.
Mikroorganisme dalam air limbah memerlukan nutrisi untuk tumbuh dan
mengeluarkan enzim yang nantinya akan digunakan untuk mendegradasi zat-zat organik.
Pada praktikum kali ini, nutrisi yang diberikan untuk 500 gram BOD adalah 2,7054 gram
KNO3 sebagai sumber Nitrogen; dan 0,329 gram KH2PO4 sebagai sumber posfor serta 7,0313
gram glukosa sebagai sumber karbon yang dibutuhkan oleh mikroorganisme.
Untuk mengetahui effisiensi pengolahan limbah digunakan nilai COD dari air limbah
sebelum ditambah mikroorganisme dan nilai COD setelah proses terjadi selama 5 hari. COD
merupakan nilai yang menunjukkan jumlah oksigen yang terkandung dalam sampel yang
digunakan untuk mendegradasi zat-zat organik. Semakin tinggi nilai COD suatu sampel maka
kualitas air nya semakin buruk. Nilai COD yang tinggi menunjukkan jumlah oksigen terlarut
dalam air semakin sedikit yang artinya akan membatasi pertumbuhan makhluk hidup dalam
lingkungan tersebut.
Dalam menganalisa kandungan COD sampel digunakan alat Hach COD Digester
dengan lama proses sekitar 2 jam pada suhu 150oC. Pada proses ini ditambahkan Pereaksi
Kromat (K2Cr2O7) dan pereaksi sulfat (H2SO4). Penambahan K2Cr2O7 adalah sebagai
oksidator yang nantinya akan mengoksidasi/menguraikan zat-zat organik menjadi zat-zat
yang lebih sederhana. Panambahan asam sulfat berfungsi untuk memberikan suasana asam
yang diharapkan akan mampu mempercepat reaksi oksidasi.
Nilai COD influen yang didapatkan sebesar 2236,416 mg O2/L dan nilai COD setelah
pengolahan sebesar 523 mg O2/L. Nilai COD ini mengalami penurunan yang berarti
pengolahan air limbah ini telah berhasil dengan effisiensi pengolahan sebesar 76,614%.
Selain COD, untuk mengetahui kandungan mikroorganisme dalam air limbah dianalisis pula
kandungan MLVSS sampel. Nilai ini dapat diasumsikan sebagai jumlah mikroba yang
terdapat dalam sampel. Nilai MLVSS ini diharapkan akan mengalami kenaikan di akhir
proses pengolahan, karena hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah mikroorganisme dalam
sampel bertambah yang berarti kandungan zat organik yang dapat terdegradasi pun
meningkat. Nilai MLVSS sampel influen adalah sebesar 5435 mg/L dengan jumlah padatan
tersuspensinya (TSS) sebesar 11080 mg/L dan padatan yang tidak teruapkannya adalah
sebesar 5645 mg/L.
5.2 Nurdita Lestari (121411021)
5.3 Opik Taufik Rahayu (121411022)
BAB VI
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA